BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu system, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan media, metode, strategi dan pendekatan yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, Rusman (2012:93). Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Oleh karena itu, ada lima jenis interaksi yang dapat berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu: 1) interaksi antara pendidik dengan peserta didik; 2) interaksi antara sesama peserta didik atau antar sejawat; 3) interaksi peserta didik dengan nara sumber; 4) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan; dan 5) interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan social dan alam, Miarso (dalam Rusman, 2012:93). Dari pernyataan diatas, pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi komunikasi antara sumber belajar, guru dan siswa. Interaksi komunikasi itu dilakukan baik secara langsung dalam kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung dengan menggunakan media, dimana sebelumnya telah menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan tentunya, Rusman (2012:94). Menurut Davies (dalam Aunurrahman, 2011:113), mengingatkan beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsipprinsip belajar dalam proses pembelajaran, yaitu: 6 7 1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). 4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik. Jadi pembelajaran merupakan proses memdasar dari pendidikan, karena dari situlah akan menentukan apakah pendidikan sudah berjalan dengan baik atau belum, dan hal terpenting dalam pembelajaran adalah proses interaksi yang dikemas dalam pembelajaran yang diinginkan. 2.2 2.2.1 Model Pembelajaran ASSURE Pengertian Model Pembelajaran ASSURE Smaldino, Lowther dan Russel (2011:110) mengatakan bahwa Model pembelajaran ASSURE atau Analyze Learner; State Standards And Objectives; Select Strategies, Technology, Media, And Materials; Utilize Technology, Media And Materials; Require Learner Parcipation; Evaluate And Revise adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi. Model pembelajaran ASSURE ini merupakan model perencanaan pembelajaran di dalam kelas yang memadukan tekhnologi dan media untuk mendukung dan meningkatkan pembelajaran siswa. Pembelajaran yang dirancang dengan baik diawali dengan timbulnya minat, penyajian 8 materi yang melibatkan siswa, menilai pemahaman siswa dan memberikan evaluasi. Selain itu model pembelajaran ASSURE juga merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ASSURE mempunyai beberapa tahapan yang dapat membantu terwujudnya pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi peserta didik. Model ini, berorentasi pada KBM. Strategi pembelajarannya melalui pemilihan dan pemanfaatan metode, media, bahan ajar, serta peran serta pembelajar di lingkungan belajar. ASSURE model di desain untuk membantu Guru dalam merancang rencana pembelajaran yang terintegrasi dan efektif dengan menggunakan teknologi dan media dalam kelas. 2.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran ASSURE Dalam penerapan model pembelajaran ASSURE dalam proses belajar mengajar Smaldino, Lowther dan Russel (2011:110) mengatakan bahwa model pembelajaran ASSURE memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menganalisis Pembelajaran (Analyze Learner) Langkah pertama dalam merencanakan mata pelajaran adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik pemelajar yang disesuaikan dengan hasil-hasil belajar. Informasi ini akan memandu pengambilan keputusan saat merancang mata pelajaran. Area-area kunci yang harus dipertimbangkan selama analisis pembelajaran meliputi: (1) Karakteristik umum, (2) Kompetensi dasar spesifik (pengetahuan, kemampuan, dan sikap tentang topik), dan (3) Gaya belajar. 2. Menyatakan Standar dan Tujuan (State Standards And Objectives) Langkah selanjutnya adalah menyatakan standar dan tujuan belajar sespesifik mungkin. Adalah penting untuk memulai dengan kurikulum 9 dan teknologi. Tujuan-tujuan yang dinyatakan dengan baik akan memperjelas tujuan, perilaku yang harus ditampilkan, kondisi yang perilaku atau kinerja akan diamati, dan tingkat yang pengetahuan atau kemampuan baru harus dikuasai siswa. 3. Memilih Strategi, Teknologi, Media, dan Materi (Select Strategies, Technology, Media, And Materials) Setelah menganalisi pemelajar dan menyatakan standar dan tujuan belajar, kita harus membuat titik permulaan (pengetahuan, kemampuan, dan sikap terkini para siswa) dan titik akhir (tujuan belajar) dari pengajaran. Tugas kita sekarang adalah membangun jembatan diantara kedua titik tersebut dengan memilih strategi pengajaran, teknologi, dan media yang sesuai, kemudian memutuskan materi untuk menerapkan pilihan-pilihan tersebut. 4. Menggunakan Teknologi, Media, dan Material (Utilize Technology, Media And Materials) Tahap ini melibatkan perencanaan peran anda sebagai guru untuk menggunakan teknologi, media, dan material untuk membantu para siswa mencapai tujuan belajar. Untuk melakukannya, ikuti proses “5P”: mengulas (preview) teknologi, media dan material; menyiapkan (prepare) teknologi, media dan material; menyiapkan (prepare) lingkungan; menyiapkan (prepare) para pembelajar; dan memberikan (provide) pengalaman belajar. 5. Mengharuskan Partisipasi Pembelajaran (Require Learner Parcipation) Agar efektif pengajaran sebaiknya mengharuskan keterlibatan aktif mental para pembelajar. Sebaiknya terdapat aktifitas yang memungkinkan mereka menerapkan pengetahuan atau kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha mereka sebelum secara formal dinilai. Praktik mungkin melibatkan periksa mandiri para siswa, pengajaran dibantu komputer, kegiatan internet, 10 atau kerja kelompok. Guru, komputer, para siswa lainnya, atau evaluasi mandiri mungkin memberikan umpan balik. 6. Mengevaluasi dan Merevisi (Evaluate And Revise) Setelah melaksanakan sebuah mata pelajaran adalah penting untuk mengevaluasi dampaknya pada pembelajaran siswa. Penilaian ini sebaiknya tidak hanya memeriksa tingkat dimana para siswa telah mencapai tujuan belajar, tetapi juga memeriksa keseluruhan proses pengajaran dan dampak penggunaan teknologi dan media. Sekiranya terdapat ketidak cocokan antara tujuan belajar dan hasil-hasil siswa. Kita sebaiknya merevisi rencana mata pelajaran untuk membahas areaarea pertimbangan tersebut. 2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran ASSURE Model pembelajaran ASSURE memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, menurut Berry Meranda (2011) dalam jurnal elektronik mengatakan bahwa kelebihan model pembelajaran ASSURE yaitu: 1. Lebih banyak komponennya disbandingkan dengan model materi lain. Komponen tersebut diantaranya analisis pembelajaran, rumusan tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, system penyampaian, penilaian proses belajar dan penilaian belajar. 2. Sering diadakan pengulangan kegiatan dengan tujuan Evaluate and Review. Selain itu model ini mengedepankan pembelajar, ditinjau dari proses belajar, tipe belajar, kemampuan prasyarat. 3. Turut mengutamakan partisipasi pembelajar dalam Poin Require Learner Participation, sehingga diadakan pengelompokan- pengelomokan kecil seperti pengelompokan pembelajar menjadi belajar mandiri dan belajar tim dll. Serta penugasan yang bertujuan untuk memicu keaktifan peserta didik. 4. Menyiratkan untuk para guru untuk menyampaikan materi dan mengelola kegiatan kelas. 11 5. Pada poin Select Methods Media and Materials serta Utilize Media and Materials membuat guru atau pendidik aktif untuk menemukan dan memanfaatkan bahan dan media yang tepat dan memanfaatkan secara optimal media yang telah ada. 6. Model ini dapat diterapkan sendiri oleh guru. Adapun kekurangan dari model pembelajaran ASSURE yaitu: 1. Tidak mencakup suatu mata pelajaran tertentu. 2. Walaupun komponen relative banyak, namun tidak semua komponen desain pembelajaran termasuk didalamnya. 2.3 2.3.1 Minat Belajar Pengertian Minat Menurut Winkel (2004:212), minat adalah suatu kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Selain itu menurut Mursal (Djamarah, 2011:94), minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang atau suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Selanjutnya menurut Djamarah (2011:166), minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Dari beberapa pendapat ahli diatas mengenai pengertian minat, maka dapat disimpukan minat merupakan suatu ketertarikan dan keinginan siswa terhadap suatu hal yang ia senangi tanpa ada yang menyuruh. 2.3.2 Cara Membangkitkan Minat Belajar Menurut Djamarah (2011:167), ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik sebagai berikut ini: 1. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan. 12 2. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran. 3. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. 4. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik. Menurut Sanjaya (2010:261), cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa di antaranya: 1. Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian, guru perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa. 2. Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapat kesuksesan dalam belajar. 3. Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi dan lain sebagainya. Dari pendapat para ahli di atas mengenai cara membangkitkan minat belajar siswa, dapat ditarik kesimpulan bahwa minat belajar siswa bisa tumbuh jika kita membiarkan mereka merasa nyaman dengan lingkungan 13 belajar siswa dan salah satu hal yang penting ialah pemilihan model pembelajaran dan strategi pembelajaran yang tepat dan bervariasi sehingga siswa merasa nyaman dan bisa mengeksplor diri mereka dalam sebuah proses belajar. 2.3.3 Indikator Minat Belajar Menurut Kratwahl (dalam Gulo, 2002 : 155-156) dilihat dari strategi belajar mengajar, proses pembinaan nilai dalam kawasan afektif melalui lima tahapan secara hierarkis, sebagai berikut. Table 2.1 Indikator Minat Belajar Tingkat 1. Menerima (receiving) Unsur 1.1 Kesadaran (awareness) 1.2 Kemauan menerima (willingness to receive) 1.3 Pemusatan perhatian (controled/selected attention) 2. Menanggapi (responding) 2.1 Kesediaan menanggapi (acquiescence in responding) 2.2 Kemauan menanggapi (willingness to respons) 2.3 Kepuasan dalam menanggapi (satisfaction in response) 3. Penilaian (valuing) 3.1 Penerimaan suatu nilai (acceptance of value) 3.2 Pemilihan suatu nilai (preference for value) Dari pendapat ahli tersebut disimpulkan bahwa minat belajar siswa dapat dilihat dari tiga tahapan, yaitu menerima, menanggapi dan penilaian. Pada tahap menerima memiliki unsur kesadaran, kemauan menerima dan pemusatan perhatian. Pada tahap menanggapi memiliki unsurkesediaan 14 memanggapi, kemauan menanggapi, dan kepuasan dalam menanggapi. Sedangkan pada tahap terakhir yaitu penilaian terdapat unsur penerimaan suatu nilai dan pemilihan suatu nilai. Minat yang diukur melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA. 2.4 Hasil Belajar Menurut Aunurrahman (2011:37), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh dari aktivitas belajar. Walapun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan suatu perubahan yang dapat diamati (observable). Akan tetapi juga tidak selalu perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar tersebut dapat diamati. Perubahanperubahan yang dapat diamati kebanyakan berkenaan dengan perubahan aspek-aspek motorik. Hasil belajar dalam dunia pendidikan biasanya dilambangkan dengan perolehan nilai ketika siswa selesai mengerjakan soal evaluasi yang diberikan oleh guru setelah mereka selesai melakukan pembelajaran. Hal ini dibuktikan dari pendapat Tu‟u (2004:75) adalah hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu. Selain itu hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru kepada siswa. Berdasarkan hal itu, hasil belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Hasil belajar siswa adalah hasil yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah. 2. Hasil belajar siswa tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi. 3. Hasil belajar siswa dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai atau angka 15 nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya. Hasil belajar inilah yang akan menjadi tolak ukur guru dan siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan kompetensi yang sudah diterima oleh siswa. Hasil belajar yang baik biasanya akan membuat guru dan siswa melanjutkan pembelajaran ke materi selanjutnya tetapi hasil belajar yang tidak memenuhi KKM biasanya guru akan melakukan perbaikan dan pengayaan. Berdasarkan pengertian diatas hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini “Pengaruh Model Pembelajaran ASSURE terhadap minat dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014”, adalah hasil belajar yang akan diamati yaitu hasil belajar yang berupa hasil evaluasi materi belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran ASSURE. 2.5 2.5.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam dan Pembelajarannya Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Sejak jaman dahulu Ilmu pengetahuan Alam (IPA) sudah banyak digunakan oleh manusia. Banyak IPA yang tanpa sengaja sudah digunakan manusia untuk mempertahankan hidup mereka. IPA merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris „science’. Kata „science’ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia’ yang berarti saya tahu. „Science’ terdiri dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Menurut Juju Suriasumantri (dalam Trianto, 2012:136), dalam perkembangannya „science’ sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi. 16 IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Oleh sebab itu, dalam menjelaskan hakikat fisika, pengertian IPA dipahami terlebih dahulu.IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati, Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2012:136). Adapun Wahyana (dalam Trianto, 2012:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah juga menyebutkan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan bahwa pendidikan intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan kurikulum memiliki nama matapelajaran yang sama dengan nama disiplinilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik. Salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam disiplin ilmu yaitu mata pelajaran IPA. IPA merupakan salah satu disiplin ilmu yang bertujuan memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain. Jadi dari beberapa pendapat diatas, IPA adalah suatu ilmu yang didalamnya tidaknya terdapat sebuah fakta dan konsep tetapi juga harus 17 disertai dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah untuk membuktikan kebenaran dari fakta dan konsep dalam IPA. 2.5.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur, Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto, 2012:137). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun sebagai bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method). Sementara itu, menurut Laksmi Prihantoro dkk (dalam Trianto, 2012:137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Dengan demikian, dari pendapat para ahli diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam hakikat IPA terdapat 3 kompenen penting yaitu proses, produk dan prosedur yang ada didalam IPA. Selain itu hakikat IPA ini juga didukung secara khusus dalam kurikulum berbasis kompetensi. Secara khusus fungsi dan tujuan IPA didasarkan kurikulum berbasis kompetensi, Depdiknas (dalam Trianto, 2012:138) adalah sebagai berikut: 1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mengembangkan sikap, ketrampilan dan nilai ilmiah. 18 3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. 4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi. Dari pernyataan itu dapat tersebut dapat dijadikan penguat bagi hakikat IPA bahwa IPA bukan hanya sekedar ilmu, tetapi merupakan suatu dimensi yang memiliki kekuatan yang sangat besar karena memperlajari banyak hal yang luar biasa, misalnya tentang sistem tata surya kita. 2.5.3 Hakikat Pembelajaran IPA Menurut Trianto (2012:141) mengatakan bahwa secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat pula dikatakan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Merujuk pada hakikat IPA sebagaimana dijelaskan diatas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut, Trianto (2012:141): 1. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah. 2. Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. 3. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan, Prihantro Laksmi (dalam Trianto, 2012:142). 19 Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu: 1. Memberikan pengetahuan kepada tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. 2. Menanamkan sikap hidup ilmiah. 3. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan. 4. Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuan penemunya. 5. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan, Prihantro Laksmi (dalam Trianto, 2012:142). Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa: Diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Disamping hal itu, pembelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi. Di dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya. Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: 1. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan ketergantungan, dan hubungan atara sains dan teknologi. 20 3. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. 4. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar dan dapat bekerja sama. 5. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berbikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. 6. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi, Depdiknas (dalam Trianto, 2012:143). Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan, Trianto (2012:143). 2.6 Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Minat dan Hasil Belajar IPA Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat dilihat bahwa ada keterkaitan antara minat dengan hasil belajar. Terdapat adanya kemungkinan bahwa jika minat belajar seseorang tinggi maka hal itu akan berpengaruh juga pada hasil belajar siswa yang tinggi. Untuk bisa menumbuhkan minat belajar siswa, cara guru sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Dari pemilihan model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, tehnik dan bahkan taktik dalam pembelajaran harus benar-benar diperhatikan. Oleh sebab itu guru harus banyak mengetahui dan pandai memilih model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, tehnik dan taktik yang sesuai dengan karakteristik siswa. 21 Tetapi yang paling utama yaitu pemilihan model pembelajaran. Seperti yang dikatakan oleh Trianto (2012:51) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Model pembelajaran merupakan sebuah pedoman yang mendasar. Sebelum mengajar, seorang guru perlu memilih model pembelajaran apa yang cocok digunakan dalam sebuah pembelajaran. Tentu juga dalam pemilihan model pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Ketika guru bisa memilih model pembelajaran yang menyenangkan maka minat siswa untuk belajarpun akan tinggi. Setelah minat belajar siswa tinggi maka hal ini akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Dari uraian ini dapat kita simpulkan bahwa ada kemungkinan bahwa ketika guru memilih model pembelajaran yang menyenangkan maka hal ini akan mempengaruhi minat belajar siswa sehinga hasil balajar siswapun akan meningkat. 2.7 Kajian Penelitian yang Relevan Menurut Amin (2011) yang dimuat pada jurnal elektronik dengan judul penerapan model pembelajaran ASSURE pada mata pelajaran IPS untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sukoharjo 2 Kota Malang, hasil penelitiannya menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran ASSURE pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sukoharjo 2 Kota Malang. Hal ini terbukti pada pra tindakan rata-rata hasil belajar siswa 57,875 (kurang), siklus I rata-rata hasil belajar siswa 70,77 (baik). Dapat dinyatakan bahwa 28 dari 40 siswa telah mencapai KKM atau sebesar 70% siswa telah mencapai ketuntasan klasikal. Kailem, Ludia (2011) juga memuat pada jurnal elektronik dengan judul penerapan model pembelajaran ASSURE untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran PKn SDN Madyopuro 3 kota Malang, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model ASSURE dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn materi 22 pokok “Berorganisasi” di kelas V SDN Madyopuro 3 Kota Malang dikategorikan baik, dengan melihat dari peningkatan hasil belajar siswa yang diperoleh siswa dari pra tindakan, siklus I, dan siklus II, yaitu dari rata-rata kelas sebesar 66,70%, meningkat menjadi 77,44% dan meningkat lagi menjadi 81,48%. Selain itu Giarti, Sri (2012) juga memuat pada jurnal elektronik dengan judul penerapan model pembelajaran ASSURE untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 2 Bengle Kecamatan Wonosegoro Boyolali, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minat siswa mengalami peningkatan 50% pada siklus I dan 83% pada siklus II. Sedangkan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan 67% pada siklus I dan 83% pada siklus II. Membuktikan bahwa model pembelajaran ASSURE efektif meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. 2.8 Kerangka Berpikir Dari beberapa landasan teori yang sudah dipaparkan, bahwa ada asumsi bahwa pengaruh model pembelajaran ASSURE terhadap minat dan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Artinya bahwa dalam pembelajaran, guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat maka dapat mempengaruhi minat belajar siswa, sedangkan minat belajar yang tinggi dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk bisa menumbuhkan minat belajar siswa yang tinggi dan mendapatkan hasil belajar yang tinggi pula, maka guru harus mampu mengemas dan mendesain KBM sebaik mungkin dengan cara pemilihan model pembelajaran yang menarik. Tetapi jika pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat dan kurang menarik untuk dilakukan, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap minat belajar siswa yang akhirnya berdampak pada hasil belajar yang kurang optimal dan tidak jarang akan berakibat banyaknya siswa yang tidak lulus KKM. 23 Kerangka berfikir untuk penelitian ini terdapat dalam skema sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Kelas Kontrol (Model Pembelajaran Picture and Picture) Pretest Angket minat Hasil pretest dan angket minat tidak ada perbedaan yang signifikan. Kelas eksperimen (Model pembelajaran ASSURE) Pretest Angket minat Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Picture and Picture. Postest Angket minat Ada perbedaan minat dan hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran ASSURE dengan model pembelajaran Picture and Picture. Hasil belajar dan minat siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran ASSURE lebih tinggi. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran ASSURE Postest Angket minat Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas kontrol menggunakan model pembelajaran Picture and Picture yang sudah biasa digunakan dalam kelas sedangkan kelas eksperimen menggunaakan model pembelajaran ASSURE. Dalam alat ukur hasil evaluasi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama. 24 2.9 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori diatas, penulis menemukan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran ASSURE dengan minat belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. 2. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran ASSURE dengan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014.