STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN HARMONIS PADA SEKOLAH INKLUSI DI GUGUS NGORO – ORO PATUK GUNUNGKIDUL Sri Ekaningsih Magister Studi Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Yogyakarta [email protected] Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi. Sekolah inklusi berbeda dengan sekolah umum lainnya karena siswa inklusi terdiri dari siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus yang berada dalam satu kelas. Tidak ada lagi perbedaan antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji strategi guru khususnya guru pendidikan Agama Islam dalam mengajar di sekolah inklusi dimana dalam satu kelas ada siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus yang menuntut guru bisa membuat strategi yang sesuai untuk mengajar di sekolah inklusi agar terjadi hubungan harmonis pada kelas inklusi. Penelitian ini akan menguji tiga hipotesis : pertama, mengetahui dan menganalisis strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis pada sekolah inklusi, kedua mengetahui proses adanya strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi dan ketiga, mengetahui sejauh mana keberhasilan para guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi.Hasil penelitian menunjukkan bahwas strategi yang digunakan guru dalam menciptakan hubungan harmonis adalah guru menggunakan media pembelajaran; kedua, proses strategi guru terjadi ketika guru menggunakan media pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar dan ketiga siswa berkebutuhan khusus bisa mengikuti kegiatan belajar di kelas dengan baik tanpa menemui banyak kesulitan. Kata kunci : Inklusi; Strategi; Hubungan Harmonis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusi adalah sekolah yang harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat, anak-anak jalanan dan pekerja, anak berasal dari populasi terpencil atau berpindah-pindah, terpencil dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK ) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya. 28 Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, dalam pasal 41 Standar Nasional Pendidikan dinyatakan harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan kualitas atau mutu , menuntut semua pihak dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan untuk senantiasa meningkatkan kompetensinya. Hal tersebut menempatkan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang harus dilakukan secara terus menerus, sehingga pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam 1 membangun watak bangsa (nation character building). Secara psikologis Mohammad Surya dan Rochman Natawidjaja menyebutkan bahwa peran guru adalah sebagai petugas kesehatan mental (mental hygiene worker) yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan mental khususnya kesehatan mental siswa. Sebagai guru, dituntut mempunyai empat kompetensi yaitu : 1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan pengelolaan peserta didik yang meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/ silabus,perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. 2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan yang bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.2 3. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. 4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama peserta didik, tenaga Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Menurut M. Athiyah Al Abrasy, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat berikut ini: 1) Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mengharapkan ridha Allah. 2) Memiliki jiwa dan tubuh yang bersih, jauh dari dosa, rasa iri dan dengki, serta jauh dari sifat-sifat tercela lainnya. 3) Ikhlas dalam menjalankan tugas. 4) Bersifat pemaaf terhadap muridnya, dapat menahan diri, dapat menahan marah, lapang hati dan sabar. 5) Kebapakan, yakni mencintai murid seperti mencintai anak sendiri. 6) Mengetahui karakter murid yang mencakup kebiasaan, pembawaan, perasaan dan pemikiran. 7) Mengetahui bidang studi dan materi yang diajarkan. 3 Pendidikan itu sangat penting untuk setiap anak, sehingga setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama, suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya. Berdasarkan Undang – undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional yang memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan. Dijelaskan pada pasal 15 tentang pendidikan khusus bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggara pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada satuan pendidikan dasar dan menengah.4 Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya dalam pendidikan. Pendidikan inklusi dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi praktek yang sangat menarik dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan pendidikan inklusi memberikan perhatian pada pengaturan para siswa yang memiliki kelainan atau kebutuhan khusus untuk bisa mendapatkan pendidikan pada sekolah – sekolah umum atau reguler sebagai ganti kelas pendidikan khusus part-time, pendidikan khusus full-time, atau sekolah luar biasa (segregasi). Inklusi adalah suatu sistem ideologi dimana secara bersama – sama tiap warga sekolah yaitu masyarakat, kepala sekolah, guru, pengurus yayasan, petugas administrasi sekolah, para siswa dan orang tua menyadari tanggungjawab bersama dalam mendidik semua siswa sedemikian sehingga mereka berkembang secara optimal sesuai potensi mereka. Walaupun dalam pendidikan inklusi berarti menempatkan siswa berkelainan secara fisik dalam kelas atau sekolah 29 reguler, namun inklusi bukanlah sekedar memasukkan anak berkelainan sebanyak mungkin dalam lingkungan belajar siswa normal. Inklusi merupakan suatu sistem yang hanya dapat diterapkan ketika semua warga sekolah memahami dan mengadopsinya. Inklusi menyangkut juga hal – hal bagaimana orang dewasa dan teman sekelas yang normal menyambut semua siswa dalam kelas dan mengenali bahwa keanekaragaman siswa tidak mengharuskan penggunaan pendekatan tunggal untuk seluruh siswa. Dalam perkembangannya, inklusi juga termasuk para siswa yang dikaruniai keberbakatan, mereka yang hidup terpinggirkan, memiliki kecacatan, dan kemampuan belajarnya berada di bawah rata – rata kelompoknya. Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa), tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas dapat berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah terdekat. Sudah barang tentu sekolah terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan bertempat di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga yang bersangkutan.5 Anak berkebutuhan khusus memiliki gangguan yang berbeda sehingga penangannya harus dibedakan. Anak berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam komunikasi, interaksi sosial dan perilaku. Autisme sendiri sangat banyak variasi dan gangguan yang menyertainya. Anak berkebutuhan khusus autistik yang dapat mengikuti layanan pendidikan inklusi anak autis yang verbal atau mampu mengungkapkan diri dengan kata-kata dan memiliki IQ rata-rata atau di atas normal. Autistik merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. 6 Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Autisme juga merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya. 7 Jadi, anak Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku, dan emosi. Namun kenyataan yang ada di sekolah belum sesuai dengan teori yang ada. Di sekolah umum yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi belum siap mendapat sebutan sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan sekolah tersebut belum mempunyai guru pendamping untuk siswa inklusi tersebut. Sehingga siswa inklusi yang harus menyesuaikan dengan siswa yang normal. Kurikulum yang dipakai guru terutama guru Pendidikan Agama Islam juga sama untuk siswa inklusi dan siswa normal. Padahal anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan karena tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis pada sekolah inklusi terutama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Dengan penelitian ini diharapkan bisa menemukan strategi jitu guru pendidikan agama Islam dalam mengelola kelas inklusi, sehingga tidak lagi ada intimidasi, perbedaan gender, tingkat ekonomi dan diskriminasi lainnya yang akan menyudutkan keberadaan anak berkebutuhan khusus. Rumusan Masalah 1. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dideskripsikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan beberapa masalah : a. Anak berkebutuhan khusus harus menyesuaikan dengan anak normal. b. Adanya bullying/intimidasi dari anak yang normal. c. Guru kurang memahami karakteristik siswa inklusi . Masih banyak tanggapan yang pro dan kontra tentang pendidikan inklusif. d. Tanggapan terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif masih bervariasiKendala menciptakan kerjasama sinergis atau hubungan harmonis antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. e. Kurikulum yang tersusun kaku dan kurang tanggap terhadap kebutuhan anak yang berbeda. f. Kebijakan yang kurang mendukung. g. Paradigma/Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan Inklusi h. Minimnya sarana dan prasarana untuk anak berkebutuhan khusus karena mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. 30 2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi serta pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka pertanyaan pokok yang akan dicari jawabannya adalah : a. Mengapa diperlukan strategi dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi? b. Bagaimana proses menerapkan strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi? c. Sejauh mana keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi? Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui dan menganalisis strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis pada sekolah inklusi di gugus Ngoro – oro. b. Mengetahui proses penerapan strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi. c. Mengetahui sejauh mana keberhasilan para guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi pada SD se Gugus Ngoro – oro. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritik maupun Kajian Pustaka 1. Guru Pendidikan Agama Islam Pendidik merupakan salah satu faktor urgen dan penentu dalam pendidikan, karena pendidik mempunyai tanggungjawab yang besar dalam membentuk watak, perangai, tingkah laku, dan kepribadian peserta didik. Sedangkan menurut istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman A.M, bahwa guru memang pendidik, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi juga melatih beberapa ketrampilan dan terutama sikap mental pesrta didik8. Kedua istilah tersebut ( pendidikan dan guru) mempunyai kesesuaian, artinya perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali dipakai dilingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidikan dipakai pengertian guru Dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat dipahami bahwa guru atau pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, dengan sengaja memberikan pertolongan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak mampu hidup mandiri dan bartanggung jawab. Pemberian pertolongan bukan berarti peserta didik makhluk yang lemah tanpa memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum mencapai tingkat optimal. Karena itulah perlunya bimbingan dari guru. Dalam pasal 39 Undang – undang no 20 tahun 2003 tentang sisten pendidikan nasional dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidik atau guru adalah tenaga Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 profesional yang Dari secara praktis. Secara teoritik diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap khazanah ilmiah dalam pengembangan wacana pendidikan agama Islam bagi siswa inklusi. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Guru pendidikan agama Islam untuk selalu meningkatkan wawasan dan kemampuannya dalam mengimplementasikan pembelajaran PAI pada sekolah inklusi dan bisa memilih strategi yang tepat untuk menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi. 2. Kepala sekolah dan guru mata pelajaran lainnya agar bisa saling memberikan informasi dan masukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. 3. Orang tua agar selalu memberikan kesempatan pada anak yang berkebutuhan khusus untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak normal. 4. Anak didik agar lebih mudah dalam memahami hubungan sesama teman tanpa membedakan anak inklusi dan anak normal. pengertian ini terlihat bahwa pengertian pendidik lebih dititik beratkan kepada tugas pendidik yang harus dilaksanakan secara operasional dalam pembelajaran, yaitu merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran. Selain itu pendidk juga bertugas membimbing dan melatih peserta didik menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa serta melakukan penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat. Pengertian guru agama Islam adalah orang yang mengajarkan bidang studi agama Islam. Guru agama juga diartikan sebagai orang dewasa yang memiliki kemampuan agama Islam secara baik dan diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi agama Islam untuk dapat mengarahkan, membimbing dan mendidik peserta didik berdasarkan hukum – hukum Islam untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupum di akhirat. 1.1 Peranan Guru Agama Islam Tugas guru paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan perantara aktif/ mediun antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan 9. Sebagai pendidik, guru harus menempatkan dirinya sebagai pengarah dan pembina pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka capai. Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada kecerdasan otak ( intelegensi) saja, melainkan juga berusaha membentuk seluruh pribadi peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan pengembangannya untuk kesejahteraan hidup umat manusia. 31 2. Adanya pandangan di atas menuntut suatu konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranannya dalam proses pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Adapun peranan guru dalam proses pembelajaran mengandung banyak hal yaitu: a. Korektor b. Inspirator c. Informator d. Organisator e. Motivator f. Inisiator g. Fasilitator h. Pembimbing i. Demonstrator j. Pengelola kelas k. Mediator l. Supervisor m. Evaluator10 Hubungan Harmonis Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang mempunyai arti selaras atau serasi. Keharmonisan lebih menitik beratkan pada suatu keadaan, dimana keharmonisan adalah mencapai keselarasan dan keserasian dan dalam rumah tangga keserasian dan keselarasan perlu dijaga untuk mendapatkan suatu rumah tangga yang harmonis.11 Pengertian harmonis dari kamus besar ini bisa diselaraskan dengan penelitian yang akan dilakukan dalam tesis ini yaitu hubungan harmonis pada kelas inklusi. Sehingga akan terjadi keselarasan hubungan antara siswa yang normal dengan siswa berkebutuhan khusus. Anak adalah sebagai penerus garis keturunan seorang manusia. Karena itu kelahiran seorang anak sangat didambakan oleh setiap pasangan yang sudah melaksanakan hidup perkawinan. Setiap kelahiran seorang anak manusia, akan mengubah suasana satu rumah tangga. Keceriaan, kegembiraan dan kebahagiaan dengan lahirnya seorang manusia, mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan manusia.12 Demikian juga dalam kelas inklusi yang disitu terdapat anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Di kelas tersebut sudah jelas ada perbedaan yang harus disatukan sehingga terjalin hubungan yang menghasilkan suasana yang gembira dan membahagiakan. Setiap orang tua tentu mendambakan anak-anaknya berkembang sehat dan berguna bagi bangsa dan masyarakatnya, sehat lahir dan batinnya. Kasih sayang dan kemesraan yang berkembang dalam kehidupan suami istri dan kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas baru dalam keluarga dan masyarakat serta bangsa, akan disambut dengan penuh kasih sayang. Dasar kasih sayang yang murni akan Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 sangat membantu perkembangan dan pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan selanjutnya. Perpaduan kasih ayah sepanjang galah dan kasih ibu sepanjang jalan akan membuahkan anak-anak yang berkembang sehat lahir dan batin serta berbahagia dan sejahtera. Kepribadian yang utuh dan teguh yang berbuah dalam tingkah laku yang baik dan normatif akan sangat bermanfaat dijadikan bekal anak dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Menurut pendapat Al-Ghazali yang dikutip oleh Syekh Mustofa Al- Ghalayini dalam kitabnya Idhatun Nasyiin terjemahan Moh. Abdai Rathomi seorang anak, sejak ia dilahirkan itu adalah merupakan amanat atau titipan dari Tuhan kepada kedua orang tuanya. Kalbu anak itu masih bersih dan suci, bagaikan suatu permata yang masih berharga, sunyi dari segala macam lukisan dan gambaran. Manakala anak itu dibiasakan pada hal-hal yang baik, diperlihatkan pada hal-hal yang bagus dan pula sekaligus diajarkan serta diperintah mengamalkannya, maka anak itu akan tumbuh menjadi manusia, makin hari makin besar dan makin tertancap serta makin meresaplah kebaikan-kebaikan itu dalam jiwanya.13 Bagaimana keadaan orang dewasa di masa yang akan datang sangat tergantung kepada sikap dan penerimaan serta perlakuan orang tua terhadap anak- anaknya pada saat sekarang. Oleh karena itu merupakan bahan kesadaran yang cukup baik pada sementara orang dewasa untuk memperhatikan apa yang mereka berikan pada anak-anaknya. Sesuatu yang diberikan kepada anak tentu akan memberikan hasil yang cukup menggembirakan jika permasalahan hubungan dan cara serta perasaan tanggung jawabnya tidak diabaikan dalam keadaan (kegiatan) tersebut. Belajar merupakan salah satu aktivitas anak yang sangat penting, sebab melalui belajar anak akan dapat merubah tingkah lakunya dan terhadap kematangan dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan tingkah laku yang positif. Masalah tingkah laku anak, keluarga dalam hal ini orang tua mempunyai peran yang sangat penting, karena keberadaan dan keadaan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkah laku anak. Ruang tempat pertumbuhan anak (keluarga) memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangannya. Apabila ruang tersebut dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhanbiologisdan psikis anak, hal itu akan memberikan pengaruh yang nyata bagi tingkah lakunya. Tetapi kalau si anak harus menghadapi situasi-situasi yang tidak menguntungkan dan tidak kondusif yang semakin lama semakin parah, tentu kepribadiannya akan mengalami kekacauan dan pertentangan. Pengaruh-pengaruh pertentangan 32 tersebut akan terus menyertai kepribadiannya sewaktu si anak sudah dewasa sekalipun. Dan kekacauan tersebut akan berimbas pada fenomena-fenomena tingkah lakunya14. Kelas tempat siswa belajar sangat menentukan situasi yang akan terjadi saat itu. Kelas akan menjadi kacau apabila terjadi situasi yang tidak kondusif dimana terjadi kegaduhan atau perbedaan kondisi siswa antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. Dari berbagai pendapat tersebut maka kesimpulan hubungan harmonis yang dimaksud adalah hubungan harmonis dikelas inklusi yaitu hubungan yang selaras dan serasi serta tidak adanya perbedaan antara siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus dikelas inklusi. 3. Guru PAI Menciptakan Hubungan Harmonis Guru adalah sosok yang memiliki rasa tanggung jawab sebagai seorang pendidik . Meskipun guru bertugas untuk mendidik tapi dalam hal ini mendidik bagi seorang Guru beda dengan mendidiknya orang tua. Biasanya guru mendidik hanya dengan cara mengajar , memberikan dorongan, memuji, menghukum, member contoh yang baik dan menasehati. Tugas Guru selain mengajar juga memiliki tugas membuat persiapan mengajar, mengevaluasi hasil belajar dan semua yang bersangkutan dengan pencapaian tujuan pengajaran. AG. Soejono merinci tugas guru terhadap pendidikan siswa sebagai berikut: a. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti melalui pergaulan. b. Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan c. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemukan kesulitan dalam mengembangkan potensinya Hubungan guru dengan siswa di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Guru dapat dikatakan orang tua siswa di sekolah dan merupakan orang tua kedua setelah orang tua siswa di dalam keluarga. sehingga seorang guru harus memiliki kedekatan dengan peserta didik. Hubungan baik guru dengan siswa atau peserta didik ini dapat mendorong siswa untuk rajin belajar. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun baiknya metode yang Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 4. digunakan, namun jika hubungan guru dengan siswa tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan dalam proses pembelajaran. Banyak siswa yang apabila tidak suka dengan gurunya , maka dia tidak suka dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh gurunya itu,sehingga pembelajaran terhambat. Salah satu cara untuk mengatasi supaya tetap terciptanya hubungan baik antara guru dengan siswa adalah melalui contact hours. Contac hours disini jam – jam bertemu antara guru dengan siswa, tetapi bertemu antara guru dengan siswa diluar kegiatan jam – jam mengajar. Pengertian Inklusi a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu, tetapi kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Anak autistik merupakan bagian integral dari anak berkebutuhan khusus. Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang dapat mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.15 Kartono mengemukakan beberapa definisi autisme sebagai berikut: a. Gejala menyendiri atau menutup diri secara total dari dunia riil dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar. b.Cara berfikir dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri. c. Menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, serta menolak realitas. d. Keasyikan ekstrim dengan fantasi dan fikiran sendiri.16 Anak autis menganggap dunia luar itu kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung banyak bahaya yang mengerikan, ia menganggap dirinyalah yang paling baik dan benar. Oleh karena itu, ia lebih senang melarikan diri ke dalam dunia fantasinya sendiri. b. Penyebab Autisme Sampai 33 sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme, yaitu: 1). Teori Psikososial Menurut beberapa ahli seperti Kanner dan Bruno Bettelhem, autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua atau pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik. 2). Teori Biologis a). Faktor genetik: keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding keluarga normal. b). Adanya gangguan pranatal, natal dan post natal misalnya: pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, dan anemia. c). Neuro anatomi yaitu gangguan atau disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi. d). Struktur dan biokimiawi yaitu kelainan pada cerebellum dengan sel- sel purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah. 3). Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dan lain sebagainya. 4). Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada, 60 % anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan. Menurut Abdul Hadis, autisme timbul karena beberapa sebab, yaitu: a). Penyebab genetika (faktor keturunan); infeksi virus seperti rubella, toxo, herpes; jamur; nutrisi yang buruk; pendarahan dan keracunan makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak, sehingga fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, interaksi dan komunikasi. b). Kelainan di daerah sistem lembik Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 yang disebut hippocampus dan amygdala, sehingga terjadi gangguan fungsi control terhadap kreasi dan emosi, anak kurang dapat mengendalikan emosinya, sehingga seringkali terlalu agresif atau pasif. Amygdala bertanggung jawab terhadap berbagai rangsangan sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba, perasa dan rasa takut. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Perilaku yang diulang- ulang dan aneh serta hiperaktif juga disebabkan karena adanya gangguan hippocampus. d. Kajian tentang Pendidikan Inklusi 1). Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi adalah suatu sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Pengertian pendidikan inklusi dirumuskan dalam Seminar Agra yang disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara pada tahun 1998. Pengertian ini kemudian diadopsi dalam South African White Paper on Inclusive Education dengan hampir tanpa mengalami perubahan. Pengertian pendidikan inklusi dalam seminar Agra dan kebijakan Afrika Selatan adalah: a). Lebih luas daripada pendidikan formal, mencakup pendidikan di rumah, masyarakat, sistem nonformal dan informal. b). Mengakui bahwa semua anak dapat belajar. c). Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak. d). Mengakui dan menghargai berbagai macam perbedaan pada diri anak. e). Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya. f). Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang inklusif. Stainback mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota 34 masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Dengan bahasa yang sederhana, pendidikan inklusi menginginkan siswa berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu kelas. Dalam proses belajar mengajar, anak berkebutuhan khusus dibantu oleh shadow atau pendamping. 2). Kebijakan pemerintah Dalam Permendiknas no 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi kecerdasan dan atau Bakat Istimewa menyebutkan undang – undang yang terkait dengan hak pendidikan anak serta untuk mengetahui peran dan tanggung jawab pemerintah, diantarnya17: a). UUD 1945 RI, pasal 31 ayat (1): “ setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” b). UU 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia, pasal 60 Ayat 1: setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajarandalam rangka pengembangan kepribadiannya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya. Ayat 2: tiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat ntelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai - nilai kesusilaan dan kepatutan. c). UU no. 23/ 2002 tentang Perlindungan Hak Anak, pasal : Ayat 1 : setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Ayat 2 : selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. d). UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 6 Ayat 1 : setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Ayat 2 : setiap warga negara bertanggungjawab terhadap berlangsungnya penyelenggaraan pendidikan. Selain pasal diatas didalam penjelasan pasal 15 dinyatakan:”pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah”.18 Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 Untuk mendukung terlaksananya Undang – undang di atas dan perundang – undangan lain tentang pendidikan diperlukan suatu lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Dalam kondisi lingkungan pendidikan ini semua anak akan diterima, dirawat dan dididik tanpa ada perbedaan baik dari segi jenis kelamin, fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik ( bahasa) atau karakteristik lainnya19. 4). Identifikasi siswa berkebutuhan khusus Identifikasi awal kesulitan belajar biasanya dilakukan oleh para guru kelas. Apabila ada kesulitan belajar, guru tersebut memanggil spesialis. Tim antar cabang ilmu pengetahuan yang terdiri atas orang – orang profesional disesuaikan untuk membuktikan apakah seorang siswa mempunyai kesulitan belajar. Selain itu, tes ketrampilan visual- motorik, bahasa, dan ingatandapat digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar20. Di tahun masa kanak – kanak awal, keterbatasan sering diidentifikasikan dalam bahasa yang ekspresif dan mudah ditangkap. Masukan dari orang tua dan guru dipertimbangkan sebelum membuat diagnosis final. Adanya sistem sekolah, menjadi pemicu untuk menilai siswa – siswa yang memiliki kesulitan belajar adalah ketertinggalan dua tingkat kelas dalam membaca. Kondisi ini dapat menjadi halangan utama untuk mengidentifikasikan keterbatasan pada usia ketika bantuan dapat menjadi sangat efektif selama dua tahun pertama sekolah dasar. Apabila ketertinggalan dua tingkat diinterpretasikan begitu saja, banyak anak tidak mendapatkan bantuan awal meskipun mereka memperlihatkan tanda – tanda kesulitan belajar yang jelas. Klasifikasi kesulitan belajar yang ada pada saat ini melibatkan penentuan “apakah benar”: Apakah benar seorang anak memiliki kesulitan belajar atau tidak. Namun, pada kenyataannya, kesulitan belajar memiliki intensitas yang berbeda – beda. Kesulitan belajar yang serius, seperti disleksia, telah diakui selama lebih dari satu abad dan relatif mudah di diagnosa. Namun, sebagian besar anak yang memiliki kesulitan belajar mempunyai bentuk lebih ringan, yang sering membuatnya sulit dibedakan dari anak – anak yang tidak memiliki kesulitan belajar. Dalam permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa, disebutkan bahwa sasaran pendidikan inklusif secara umum adalah semua peserta didik yang ada disekolah reguler. Tidak hanya mereka yang sering disebut sebagai anak berkelainan tetapi mereka juga yang termasuk anak normal. Mereka secara keseluruhan harus memahami dan menerima keanekaragaman dan perbedaan individual. Sedangkan secara khusus, sasaran pendidikan inklusif adalah peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki 35 5. potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, diantaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya, memiliki kelainan lainnya, tunaganda. Pengertian Strategi Istilah strategi tidak hanya digunakan oleh militer atau dalam sepak bola. Dalam dunia pendidikan strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan21. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan / rencana kegiatan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagaisumber daya / kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah roh dalam implementasi suatu strategi. Oleh karenanya, strategi dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Keharmonisan kelas Tugas pertama dan terpenting guru adalah mendidik, tetapi pembelajaran siswa akan dikorbankan bila ada masalah – masalah dengan perkembangan pribadi dan sosial, dan guru adalah orang dewasa utama dalam kehidupan siswa selama berjam – jam setiap minggunya22 . Guru memiliki kesempatan untuk memainkan peran signifikan dalam perkembangan pribadi dan sosial siswa. Untuk siswa – siswa yang menghadapi masalah emosional atau interpesonal, guru kadang – kadang adalah sumber pertolongan terbaik. Ketika siswa mengalami kehidupan keluarga yang kacau dan tidak dapat diprediksi, mereka membutuhkan struktur yang kuat dan penuh perhatian di sekolah. Mereka membutuhkan guru yang menetapkan batas – batas yang jelas, yang konsisten, yang menegakkan aturan dengan tegas tetapi tidak suka menghukum, menghormati siswa, dan menunjukkan kepedulian yang tulus. Untuk menciptakan keharmonisan kelas, diperlukan guru yang mempunyai: keterampilan memanajemen kelas, keterampilan memotivasi, keterampilan komunikasi, keterampilan asesmen dan keterampilan tehnologi. Para guru yang menerapkan disiplin positif akan menghormati, membimbing, dan mendukung siswa mereka. Mereka memahami mengapa seorang anak berperilaku baik atau buruk, dan bagaimana anaktersebut memandang dirinya yang mungkin saja menjadi penyebab mengapa dia berperilaku tidak pantas. Para guru tersebut berempati pada kemampuan anak dan situasi di sekeliling mereka. Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 Para guru tersebut menaruh harapan yang realistis dan memahami anak apa adanya bukan seharusnya bagaimana. Lebih lanjut, para guru tersebut mengerti bahwa pelanggaran yang terjadi merupakan kesempatan untuk memperoleh pembelajaran yang membangun. Oleh karena itu mereka menganggap bahwa pelanggaran merupakan hal yang penting baik bagi anak maupun bagi guru sendiri dan hanya merupakan hal yang wajar dari perkembangan seorang anak bukan merupakan ancaman bagi kewenangan seorang guru. Beberapa strategi menghadapi anak – anak yang memiliki kesulitan belajar diantaranya: a). Mempertimbangkan kebutuhan anak yang memiliki kesulitan belajar selama waktu belajar. b). Memberikan bantuan untuk ujian dan tugas. Maksudnya mengubah lingkungan akademis sehingga anak – anak ini dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. c). Melakukan modifikasi dengan mengubah bentuk dari tugas, sehingga menjadi berbeda dari tugas anak – ank lain sebagai upaya mendorong rasa percaya diri dan keberhasilan anak – anak. d). Meningkatkan keterampilan organisasional dan belajar. e). Mengusahakan keterampilan membaca dan menulis. f). Menantang siswa – siswa yang memiliki kesulitan belajar untuk mandiri dan mencapai potensi tertinggi mereka. Keharmonisan kelas akan tercipta apabila guru memberikan informasi kepada anak – anak yang normal untuk memahami dan menerima anak – anak yang memiliki keterbatasan serta menciptakan kesempatan kepada mereka untuk saling berinteraksi dalam cara yang positif. Dengan cara pemberian pelajaran untuk teman sebaya dan aktivitas belajar yang kooperatif dapat digunakan untuk mendorong interaksi positif antara anak – anak yang normal dan anak – anak yang memiliki keterbatasan. II. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Merujuk pada rumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif analisis kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis apa saja yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan 36 informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.23 Penelitian deskriptif menurut Nurul Zuriah dalam buku metodologi penelitian sosial dan pendidikan adalah pnelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala atau kejadiankejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.24 2. Jenis Penelitian Menurut Lexy Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, gambar dan bukan angka, yang mana data diperoleh dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.25 Dengan penelitian kualitatif ini diharapkan peneliti dapat memperoleh data secara mendetail tentang halhal yang diteliti karena adanya hubungan langsung dengan responden atau obyek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang objektif, faktual, akurat dan sistematis, mengenai masalahmasalah yang ada di penelitian ini. Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka masalah yang dihadapi dalam penelitian ini adalah Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menciptakan Hubungan Harmonis pada Sekolah Inklusi. Oleh karena itu, penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif analisis kualitatif karena dalam penelitian ini data primernya menggunakan data yang bersifat data verbal yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari pengamatan pelaksanaan pendidikan agaa islam di dalam kelas. A. Kehadiran Peneliti Dalam suatu penelitian, kehadiran peneliti sangat diperlukan. Selain itu, peneliti sendiri bertindak sebagai instrument kunci penelitian. Kehadiran peneliti di lapangan terkait dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti merencanakan, melaksanakan pengumpulan data, menganalisis data, menafsirkan data dan pada akhirnya peneliti yang menjadi pelapor hasil penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti adalah sebagai pengamat penuh, yaitu sebagai pengamat yang tidak terlibat secara langsung dengan subyek penelitian dalam menjalankan proses penelitian. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga obyektivitas hasil penelitian. C. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi kegiatan penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas lokasi penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah Sekolah Inklusi di Sekolah Dasar Negeri Gugus Ngoro – oro Patuk, Gunungkidul. Lokasi Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 sekolah ini berada di daerah Patuk, Patuk, Gunung Kidul dan cukup mudah dijangkau. Sekolah ini tidak berada tepat pinggir jalan raya, sehingga sangat kodusif untuk pembelajaran khususnya bagi anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan udara bersih tidak tercemat oleh asap kendaraan. D. Sumber Data Pada dasarnya, menurut Lofland dan Lofland sumber data dalam suatu penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan (sumber data primer) dan selebihnya adalah sumber data sekunder seperti dokumen dan arsip-arsip. Sumber data terbagi ke dalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik. Dalam penelitian ini, sumber data primer yang berupa kata-kata diperoleh dari wawancara dengan para informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan pendidikan agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru pendidikan agama Islam dan guru ABK. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen, arsiparsip, buku-buku dan karya ilmiah lainnya serta foto-foto kegiatan belajar mengajar. E. Tekik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang valid maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa prosedur pengambilan data, yaitu: 1. Observasi (Pengamatan) 2. Wawancara (Interview) 3. Dokumentasi 4. Tes/ Evaluasi F. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian dilakukan selama dan sesudah pengumpulan data. Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, ada tiga kegiatan dalam analisis data, yaitu : 1. Reduksi data yaitu proses pemusatan perhatian, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 2. Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Verifikasi atau menarik kesimpulan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokan data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan setelah pengumpulan data diperoleh secara lengkap. Dari informasi yang diperoleh, kemudian dilakukan beberapa verifikasi data sehingga diperoleh suatu kesimpulan dari penelitian ini yang mengacu pada rumusan masalah yang sudah dibuat. 1. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Strategi Guru Dalam Menciptakan Hubungan Harmonis Pada Sekolah Inklusi Untuk mengetahui strategi dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi dilakukan 37 observasi dan wawancara terhadap guru karena guru mempunyai tanggungjawab menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sebagainya. Keadaan siswa yang ada di Gugus Ngoro–oro rata – rata memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, dan memiliki gangguan motorik. Yang tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras tidak ada. Sehingga untuk menciptakan hubungan harmonis dikelas inklusi, guru tidak begitu sulit dalam menyusun strategi. Dari uraian diatas, diperoleh data bahwa masing – masing guru dari kelima Sekolah Dasar yang ada di gugus Ngoro –oro ternyata menggunakan strategi yang berbeda – beda untuk menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi. Yang membedakan adalah metode yang digunakan oleh para guru Pendidikan Agama Islam dalam menggunakan strategi mengajar. Untuk menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi,ketika mengajar menggunakan media pembelajaran, media tersebut disesuaikan dengan tingkatan kelas dan materi yang akan disampaikan. Meskipun strategi dan metode yang mereka gunakan berbeda – beda namun tujuannya sama yaitu untuk menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi. Siswa inklusi dari kelima Sekolah Dasar yang ada di gugus Ngoro – oro terdiri dari laki – laki dan perempuan, dengan kriteria siswa inklusi yang ringan atau tidak ada yang tuna netra sehingga guru tidak banyak mendapat hambatan ketika menyampaikan materi pembelajaran. Mayoritas siswa hiperaktif, lambat belajar, dan cacat fisik ringan seperti berjalan miring, tangan tidak bisa diluruskan dan berjalan jinjit. Meskipun siswa inklusi terdiri dari siswa laki – laki dan perempuan semua mendapat perlakuan sama dari guru ketika belajar di kelas inklusi. Guru tidak membeda – bedakan ketika mengajar siswa inklusi laki – laki dengan siswa inklusi perempuan. Pada observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa siswa laki – laki dan perempuan bisa mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Selama proses pembelajaran di kelas juga terjalin hubungan harmonis antara siswa normal dan siswa inklusi. Selain itu dengan menggunakan media pembelajaran, akan mudah bagi guru mengkondisikan suasana kelas sehingga tercipta hubungan harmonis antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. Dengan menggunakan media pembelajaran, otomatis hubungan harmonis anatara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus akan terjadi dengan sendirinya. Guru tidak perlu lagi menyeting supaya ada hubungan Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 2. harmonis, tetapi guru hanya tinggal menambahkan arahan saja jika ada kekurangan. Proses menerapkan strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi Hubungan harmonis tidak bisa terjadi begitu saja akan tetapi perlu penyetingan sedemikian rupa sehingga hal – hal yang menjadikan harmonis dapat dicapai, apalagi pada siswa inklusi ada perbedaan yang sangat jelas antara siswa yang satu dengan lainnya. Hubungan harmonis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan harmonis dikelas inklusi yaitu terjadinya hubungan harmonis antara siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus. Pada awalnya guru memberikan informasi kepada siswa normal siapa saja yang termasuk siswa berkabutuhan khusus dan apa saja yang mereka butuhkan di sekolah. Sehingga dalam proses menerapkan hubungan harmonis tersebut, nantinya guru tidak menemui banyak hambatan karena sudah ada saling pengertian dari siswa yang normal terhadap siswa berkebutuhan khusus terutama sekali dalam pemberian nilai. Karena nilai yang akan diperoleh siswa yang normal dan siswa berkebutuhan khusus pasti akan berbeda jauh. Jika hal ini tidak disampaikan kepada siswa normal pasti akan menimbulkan masalah dan menjadi kecemburuan pada siswa normal terhadap siswa Selain membuat nyaman siswa dikelas, sarana di sekolah inklusi juga sudah dipersiapkan sedemikian rupa . Sarana yang sudah ada untuk anak inklusi antara lain lantai yang dikhususkan untuk berjalan siswa berkebutuhan khusus. Lantai ini terbuat dari keramik yang menpunyai tekstuk kasar sehingga ketika dilalui anak berkebutuhan khusus tidak licin yang menyebabkan siswa terpeleset atau jatuh. Sarana lainnya yaitu pegangan tangan yang menempel pada dinding sekolah yang terbuat dari besi. Sarana ini dimaksudkan agar siswa inklusi yang mempunyai kelainan khusus seperti cacat fisik bisa berjalan dengan bantuan pegangan besi yang menempel pada dinding sekolah tersebut. Sekolah inklusi menempatkan siswanya dalam satu kelas, antara siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus tidak dipisahkan. Hal inilah yang menjadi tantangan para guru untuk menciptakan hubungan yang harmonis di kelas inklusi. Di SD se-Gugus Ngoro – oro kebetulan belum ada guru pendamping khusus untuk siswa inklusi sedangkan khusus guru Pendidikan Agama Islam juga belum pernah mendapatkan pelatihan untuk menangani siswa inklusi. Dari observasi tersebut, guru bisa langsung memberikan penilaian kepada para siswa terutama siswa berkebutuhan khusus, apakah dengan proses KBM yang digunakan tersebut bisa ikut aktif atau tidak dan mengamati proses strategi guru untuk menciptakan hubungan harmonis dengan siswa normal. Selain menggunakan media pembelajaran dengan kartu dan pembelajaran di luar kelas, masih banyak model pembelajaran yang digunakan oleh 38 guru – guru Di SD se- Gugus Ngoro – oro seperti penggunaan media gambar dan laptop yang dilengkapi dengan proyektor. Pada proses ini perlu adanya perubahan tentang paradigma mengajar, karena mengajar tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran atau menyampaikan materi pembelajaran dan memberikan stimulus sebanyak – banyaknya kepada siswa tetapi mengajar sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Terjadinya proses strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi yaitu ketika guru menggunakan berbagi media pembelajaran seperti model kartu, gambar – gambar, laptop, pembelajaran di luar kelas dan masih banyak model pembelajaran lainnya. Pada proses ini terjadi hubungan harmonis antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus secara otomatis. Guru hanya tinggal mengawasi dan memberi pengarahan seperlunya bahkan bisa langsung memberikan evaluasi kepada para siswa terutama siswa berkebutuhan khusus. 3. Sejauh mana keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi. Untuk mengukur tingkat keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi tidak bisa diukur dengan angka karena penelitian ini bersifat kualitatif sehingga pengukuran ini hanya berdasarkan hasil pengamatan atau observasi dan wawancara serta dokumentasi yang diperoleh oleh peneliti. Mengajar di kelas inklusi membutuhkan perhatian dan kesabaran dari para guru bahkan memerlukan strategi khusus. Ada berbagai macam permasalahan yang sering terjadi pada kelas inklusi sehingga dari masalah – maslah tersebut, guru terutama guru PAI harus membuat strategi untuk mengatasai permasalahan yang ada. Sebagai contoh dari hasil dokumentasi menunjukkan ketika sedang terjadi proses belajar mengajar tanpa menggunakan media pembelajaran, anak inklusi ada yang berjalan – jalan mengganggu teman dan bermain sendiri untuk mencari perhatian guru. Akan tetapi tidak setiap hari terjadi hal serupa sehingga proses kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu ketika guru menggunakan media pembelajaran atau alat peraga. Anak berkebutuhan khusus bisa diajak kerjasama dan bisa berperan aktif. Mereka juga bisa mengikuti proses kegiatan belajar mengajar dengan baik. Mereka bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru seperti mengerjakan soal ulangan harian, bisa menjawab pertanyaan lisan ataupun berani mengajukan pertanyaan kepada guru. Beberapa kriteria untuk untuk mengukur keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi khususnya siswa berkebutuhan khusus tersebut antara lain : a. Siswa bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar dikelas dan di luar kelas.. b. Siswa bisa bekerjasama pada proses KBM. Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 c. Siswa berani mengajukan pertanyaan kepada guru. d. Adanya hubungan yang baik antar siswa. e. Penilaian yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi siswa. f. Sekolah memiliki surat keputusan sebagai sekolah inklusi. Dari beberapa kriteria diatas, hasil observasi di lapangan yang menunjukkan bahwa siswa inklusi ketika berada di dalam kelas sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar juga aktif, berani bertanya, bisa menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik. Dalam pemberian nilai, amtara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus harus dibedakan, karena tidak mungkin anak berkebutuhan khusus akan memperoleh nilai yang sama dengan siswa normal.oleh karena itu guru harus menentukan nilai KKM yang harus dicapai oleh siswanya. Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi bisa dilihat dari keberhasilan guru ketika membuat strategi pembelajaran dan ketika guru melakukan proses pembelajaran bahwa untuk siswa normal tidak ada permasalahan ketika terjadi proses pembelajaran, artinya bisa menjalin kerjasama dan hubungan harmonis dengan siswa berkebutuhan khusus, sedangkan untuk siswa berkebutuhan khusus sendiri ketika terjadi proses pembelajaran juga bisa menyesuaikan siswa normal tanpa menemui banyak kesulitan. Bahkan anak berkebutuhan khusus berani mengajukan pertanyaan, bisa menjawab soal dan bisa diajak kerjasama. IV. KESIMPULAN Berdasarkan dari hasil analisis data yang diperolh dari serangkaian pengamatan dan hasil temuan peneliti yang telah dibahas secara komprehensif, maka kesimpulan secara menyeluruh yang didasarkan pada rumusan masalah peneliti dapat dinyatakan bahwa : 1. Guru Pendidikan Agama Islam yang ada di gugus Ngoro – oro menggunakan strategi dan metode yang berbeda – beda, tergantung pada materi yang akan diajarkan serta kelas yang sesuai. Meskipun begitu tujuannya sama yaitu untuk menciptakan hubungan yang harmonis di kelas inklusi. Beberapa strategi tersebut antara lain belajar berpasangan, belajar diluar kelas, bermain kuis, studi kasus, belajar dengan team, model kartu dan lain – lain. Dengan strategi tersebut guru tidak perlu membedakan perlakuan dan perhatian untuk siswa inklusi yang laki laki atau perempuan. 2. ––perlakuan Guru Ngoro Pendidikan –team, oro menggunakan Agama Islam strategi yang ada dan di metode gugus yang akan begitu diajarkan tujuannya –perhatian serta beda, sama kelas tergantung yaitu yang untuk pada sesuai. menciptakan materi Meskipun yang hubungan tersebut yang harmonis antara di lain kelas belajar inklusi. berpasangan, Beberapa belajar dengan strategi laki berbeda atau diluar tersebut dan perempuan. kelas, model guru bermain kartu untuk tidak dan kuis, siswa perlu lain studi inklusi – membedakan kasus, lain. yang Dengan belajar laki 2. Proses menerapkan strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi dilakukan secara bertahap. Kesimpulannya proses menerapkan strategi guru dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi terjadi ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Dengan menggunakan media pembelajaran proses hubungan harmonis akan lebih mudah diciptakan 39 3. karena otomatis siswa berkebutuhan khusus bisa menyesuaikan dengan siswa normal, tidak adanya diskriminasi dari guru pada siswa inklusi terutama siswa berjenis kelamin laki – laki dan perempuan, dan guru bisa mengkondisikan kelas sebaik mungkin. Sejauh mana keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi tidak bisa diukur dengan hitungan angka karena penelitian ini bersifat kualitatif sehingga hanya berdasarkan hasil pegamatan atau observasi dan wawancara serta dokumentasi yang diperoleh di lapangan. Dengan adanya berbagai model pembelajaran yang digunakan maka pembelajaran dikelas khususnya kelas inklusi akan lebih efektif dan efisien. Guru lebih mudah mengkondisikan kelas sehingga hubungan harmonis yang terjadi di kelas inklusi bisa terjadi dengan baik. Bahkan tidak hanya di dalam kelas, akan tetapi di luar kelas pun hubungan harmonis tetap terjaga dengan baik. Begitu juga dalam pemberian nilai untuk mengukur ketuntasan belajar antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus juga berbeda. Untuk siswa normal yang menentukan kesepakatan sekolah sedangkan siswa inklusi berdasarkan kemampuan siswa itu sendiri yang mestinya dibawah siswa normal. DAFTAR PUSTAKA 1. E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung, Rosdakarya, 2008, hlm. 17 2. Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 butir b 3. M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani & Johar Bahri (Djakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm 131 4. Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan, (www.madina.com, diakses 3 Januari 2014 5. Dyah Puspita, Kebijakan Pendidikan Bagi Anak Autis, (www.putrakembara.com, diakses 4 Januari 2014) 6. Hanafi dalam Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik ( Bandung : 7. Alfabeta, 2006 ), hlm 43. 8. 9. 10. Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi belajar Mengajar , Jakarta: Raja Grafindo, 1990, hlm. 135 Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar ( Penerapan Dalam Pendidikan Agama), surabaya: Citra Media, 1996, hlm. 54 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakata: Rineke Cipta, 2000, hlm. 43-48 11. Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 229 12. Salwa Shahab, Membina Muslim Sejati (Gresik: Karya Indonesia, 1989), hlm. 9 Syekh Mushthafa Al Ghalayini, Bimbingan Menuju Ke Akhlak Yang Luhur, terj., 13. 14. 15. Moh. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 35 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm 78 16. Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar Maju,1989), hlm 222-223 17. Permendiknas nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif 18. Permendiknas nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif 19. Helen keller International,Adaptasi perangkat LIRP diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Manajemen PendidikanDasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, 2007 20. John W santrocx, Psikologi Pndidikan Educational Psychology, Salemba Humanika, Jakarta, edisi 3,2012, hlm.247 21. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana Prenadamedia group, Jakarta, 2014, hlm. 105 22. Anita Woolfolk, Educational Psychology Active Learning Edition, edisi kesepuluh bagian pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2009, hlm.211 23. Mardalis, Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal) (Jakarta: Bumi Aksara, Cet VIII: 2006), hlm 26. 24. Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, Cet II:2007), hlm 47 25. Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002) lm.4 26. Matthew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang 40 Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0 Metode-Metode Baru, Penj: Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), hlm 16. 41 Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY) ISBN : 978-602-19568-3-0