strategi guru pendidikan agama islam sekolah inklusi di gugus

advertisement
STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN HARMONIS PADA
SEKOLAH INKLUSI DI GUGUS NGORO – ORO PATUK
GUNUNGKIDUL
Sri Ekaningsih
Magister Studi Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yogyakarta
[email protected]
Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi
Guru Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan hubungan
harmonis di sekolah inklusi. Sekolah inklusi berbeda dengan
sekolah umum lainnya karena siswa inklusi terdiri dari siswa
normal dan siswa berkebutuhan khusus yang berada dalam
satu kelas. Tidak ada lagi perbedaan antara siswa normal dan
siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan fenomena di atas,
penulis ingin mengkaji strategi guru khususnya guru
pendidikan Agama Islam dalam mengajar di sekolah inklusi
dimana dalam satu kelas ada siswa normal dan siswa
berkebutuhan khusus yang menuntut guru bisa membuat
strategi yang sesuai untuk mengajar di sekolah inklusi agar
terjadi hubungan harmonis pada kelas inklusi.
Penelitian ini akan menguji tiga hipotesis : pertama,
mengetahui dan menganalisis strategi guru dalam menciptakan
hubungan harmonis pada sekolah inklusi, kedua mengetahui
proses adanya strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam
menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi dan ketiga,
mengetahui sejauh mana keberhasilan para guru dalam
menciptakan hubungan harmonis di sekolah inklusi.Hasil
penelitian menunjukkan bahwas strategi yang digunakan guru
dalam menciptakan hubungan harmonis adalah guru
menggunakan media pembelajaran; kedua, proses strategi
guru terjadi ketika guru menggunakan media pembelajaran
pada kegiatan belajar mengajar dan ketiga siswa berkebutuhan
khusus bisa mengikuti kegiatan belajar di kelas dengan baik
tanpa menemui banyak kesulitan.
Kata kunci : Inklusi; Strategi; Hubungan Harmonis
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusi adalah sekolah yang harus
mengakomodasi semua anak tanpa memandang
kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik
atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak
penyandang cacat, berbakat, anak-anak jalanan dan
pekerja, anak berasal dari populasi terpencil atau
berpindah-pindah, terpencil dari area atau
kelompok
yang
kurang
beruntung
atau
termajinalisasi. Pendidikan inklusi adalah sebuah
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah
regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK ) yang tergolong
luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar
maupun berkesulitan belajar lainnya.
28
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan inklusi, dalam pasal 41 Standar Nasional
Pendidikan dinyatakan harus memiliki tenaga
kependidikan yang mempunyai kompetensi
menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik
Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan
kualitas atau mutu , menuntut semua pihak dalam
berbagai bidang dan sektor pembangunan untuk
senantiasa meningkatkan kompetensinya. Hal tersebut
menempatkan pentingnya peningkatan kualitas
pendidikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif
yang harus dilakukan secara terus menerus, sehingga
pendidikan dapat digunakan sebagai wahana dalam
1
membangun watak bangsa (nation character building).
Secara psikologis Mohammad Surya dan
Rochman Natawidjaja menyebutkan bahwa peran guru
adalah sebagai petugas kesehatan mental (mental
hygiene worker) yang bertanggung jawab terhadap
pembinaan kesehatan mental khususnya kesehatan
mental siswa.
Sebagai guru, dituntut mempunyai empat
kompetensi yaitu :
1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
pengelolaan peserta didik yang meliputi
pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,
pemahaman
terhadap
peserta
didik,
pengembangan kurikulum/ silabus,perancangan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan
peserta
didik
untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan yang bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia.2
3. Kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
4. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru
sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama peserta didik, tenaga
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
Menurut M. Athiyah Al Abrasy, seorang
pendidik harus memiliki sifat-sifat berikut ini:
1) Zuhud, yaitu tidak mengutamakan materi,
mengajar dilakukan karena mengharapkan ridha
Allah.
2) Memiliki jiwa dan tubuh yang bersih, jauh dari
dosa, rasa iri dan dengki, serta jauh dari sifat-sifat
tercela lainnya.
3) Ikhlas dalam menjalankan tugas.
4) Bersifat pemaaf terhadap muridnya, dapat
menahan diri, dapat menahan marah, lapang hati
dan sabar.
5) Kebapakan, yakni mencintai murid seperti
mencintai anak sendiri.
6) Mengetahui karakter murid yang mencakup
kebiasaan, pembawaan, perasaan dan pemikiran.
7) Mengetahui bidang studi dan materi yang diajarkan.
3
Pendidikan itu sangat penting untuk setiap
anak, sehingga setiap anak berhak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang
agama, suku bangsa, ekonomi dan status sosialnya.
Berdasarkan Undang – undang Republik Indonesia No
20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional yang
memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan
bagi anak berkelainan. Dijelaskan pada pasal 15 tentang
pendidikan khusus bahwa pendidikan khusus
merupakan penyelenggara pendidikan untuk peserta
didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada
satuan pendidikan dasar dan menengah.4
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal
31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan
bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada
anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa
anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa berhak
pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak
lainnya dalam pendidikan.
Pendidikan inklusi dalam beberapa tahun
terakhir ini telah menjadi praktek yang sangat menarik
dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan
pendidikan inklusi memberikan perhatian pada
pengaturan para siswa yang memiliki kelainan atau
kebutuhan khusus untuk bisa mendapatkan pendidikan
pada sekolah – sekolah umum atau reguler sebagai ganti
kelas pendidikan khusus part-time, pendidikan khusus
full-time, atau sekolah luar biasa (segregasi). Inklusi
adalah suatu sistem ideologi dimana secara bersama –
sama tiap warga sekolah yaitu masyarakat, kepala
sekolah, guru, pengurus yayasan, petugas administrasi
sekolah, para siswa dan orang tua menyadari
tanggungjawab bersama dalam mendidik semua siswa
sedemikian sehingga mereka berkembang secara
optimal sesuai potensi mereka. Walaupun dalam
pendidikan inklusi berarti menempatkan siswa
berkelainan secara fisik dalam kelas atau sekolah
29
reguler, namun inklusi bukanlah sekedar memasukkan
anak berkelainan sebanyak mungkin dalam lingkungan
belajar siswa normal.
Inklusi merupakan suatu sistem yang hanya
dapat diterapkan ketika semua warga sekolah
memahami dan mengadopsinya. Inklusi menyangkut juga
hal – hal bagaimana orang dewasa dan teman sekelas
yang normal menyambut semua siswa dalam kelas dan
mengenali bahwa keanekaragaman siswa tidak
mengharuskan penggunaan pendekatan tunggal untuk
seluruh siswa. Dalam perkembangannya, inklusi juga
termasuk para siswa yang dikaruniai keberbakatan,
mereka yang hidup terpinggirkan, memiliki kecacatan,
dan kemampuan belajarnya berada di bawah rata – rata
kelompoknya.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di ibu Kota
Kabupaten, padahal anak–anak berkebutuhan khusus
tersebar hampir di seluruh daerah (kecamatan/desa),
tidak hanya di ibu kota kabupaten. Akibatnya sebagian
dari mereka, terutama yang kemampuan ekonomi
orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena
lokasi SLB jauh dari rumah, sementara kalau akan
disekolahkan di SD terdekat, sekolah tersebut tidak
bersedia menerima karena merasa tidak mampu
melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini
dapat diterima di sekolah terdekat, namun karena
ketiadaan guru pembimbing khusus akibatnya mereka
beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah.
Permasalahan di atas dapat berakibat pada kegagalan
program wajib belajar.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan
khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak
melalui pendidikan di sekolah terdekat. Sudah barang
tentu sekolah terdekat tersebut perlu dipersiapkan
segala sesuatunya.
Pendidikan
inklusi
merupakan
model
penyelenggaraan program pendidikan bagi anak
berkelainan atau berkebutuhan khusus dimana
penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal
dan bertempat di sekolah umum dengan menggunakan
kurikulum yang berlaku di lembaga yang bersangkutan.5
Anak berkebutuhan khusus memiliki gangguan yang
berbeda sehingga penangannya harus dibedakan. Anak
berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang
mengalami gangguan perkembangan dalam komunikasi,
interaksi sosial dan perilaku. Autisme sendiri sangat
banyak variasi dan gangguan yang menyertainya. Anak
berkebutuhan khusus autistik yang dapat mengikuti
layanan pendidikan inklusi anak autis yang verbal atau
mampu mengungkapkan diri dengan kata-kata dan
memiliki IQ rata-rata atau di atas normal.
Autistik
merupakan
suatu
gangguan
perkembangan
yang
kompleks
menyangkut
komunikasi,
interaksi
sosial
dan
aktivitas
imajinasi. 6 Anak autistik adalah anak yang mengalami
gangguan perkembangan berat yang antara lain
mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi
dan berhubungan dengan orang lain. Autisme juga
merupakan gangguan perkembangan organik yang
mempengaruhi
kemampuan
anak-anak
dalam
berinteraksi dan menjalani kehidupannya. 7 Jadi, anak
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
berkebutuhan khusus autistik adalah anak yang
mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola
bermain, perilaku, dan emosi.
Namun kenyataan yang ada di sekolah belum sesuai
dengan teori yang ada. Di sekolah umum yang ditunjuk
sebagai sekolah inklusi belum siap mendapat sebutan
sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan sekolah tersebut
belum mempunyai guru pendamping untuk siswa inklusi
tersebut. Sehingga siswa inklusi yang harus
menyesuaikan dengan siswa yang normal. Kurikulum
yang dipakai guru terutama guru Pendidikan Agama
Islam juga sama untuk siswa inklusi dan siswa normal.
Padahal anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan
peluang yang sama dengan anak normal untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah
terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat
memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan
pendidikan karena tidak mungkin membangun SLB di
tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat
mahal dan waktu yang cukup lama.
Oleh karena itu berdasarkan pemaparan di
atas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian
tentang strategi guru dalam menciptakan hubungan
harmonis pada sekolah inklusi terutama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam. Dengan
penelitian ini diharapkan bisa menemukan strategi jitu
guru pendidikan agama Islam dalam mengelola kelas
inklusi, sehingga tidak lagi ada intimidasi, perbedaan
gender, tingkat ekonomi dan diskriminasi lainnya yang
akan menyudutkan keberadaan anak berkebutuhan
khusus.
Rumusan Masalah
1. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dideskripsikan di atas, maka masalah
penelitian ini dapat diidentifikasikan beberapa
masalah :
a. Anak
berkebutuhan
khusus
harus
menyesuaikan dengan anak normal.
b. Adanya bullying/intimidasi dari anak yang
normal.
c. Guru
kurang
memahami karakteristik
siswa
inklusi . Masih banyak tanggapan
yang pro dan kontra tentang pendidikan
inklusif.
d. Tanggapan
terhadap penyelenggaraan
pendidikan inklusif masih bervariasiKendala
menciptakan
kerjasama
sinergis atau
hubungan harmonis
antara sekolah,
orang tua, dan masyarakat.
e. Kurikulum yang tersusun kaku dan kurang
tanggap terhadap kebutuhan anak yang
berbeda.
f. Kebijakan yang kurang mendukung.
g. Paradigma/Pandangan Masyarakat Terhadap
Pendidikan Inklusi
h. Minimnya sarana dan prasarana untuk anak
berkebutuhan khusus karena mereka
mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan pendidikan.
30
2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah,
identifikasi serta pembatasan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya maka pertanyaan pokok yang
akan dicari jawabannya adalah :
a. Mengapa diperlukan strategi dalam menciptakan
hubungan harmonis di kelas inklusi?
b. Bagaimana proses menerapkan strategi guru
dalam menciptakan hubungan harmonis di kelas
inklusi?
c. Sejauh mana keberhasilan guru dalam
menciptakan hubungan harmonis di sekolah
inklusi?
Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui dan menganalisis strategi guru dalam
menciptakan hubungan harmonis pada sekolah
inklusi di gugus Ngoro – oro.
b. Mengetahui proses penerapan strategi guru
Pendidikan Agama Islam dalam menciptakan
hubungan harmonis di kelas inklusi.
c. Mengetahui sejauh mana keberhasilan para guru
dalam menciptakan hubungan harmonis di
sekolah inklusi pada SD se Gugus Ngoro – oro.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat baik secara teoritik maupun
Kajian Pustaka
1. Guru Pendidikan Agama Islam
Pendidik merupakan salah satu faktor
urgen dan penentu dalam pendidikan, karena
pendidik mempunyai tanggungjawab yang besar
dalam membentuk watak, perangai, tingkah laku,
dan kepribadian peserta didik. Sedangkan menurut
istilah yang lazim dipergunakan bagi pendidikan.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Sardiman A.M, bahwa guru memang pendidik,
sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar
seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi juga
melatih beberapa ketrampilan dan terutama sikap
mental pesrta didik8.
Kedua istilah tersebut ( pendidikan dan
guru)
mempunyai
kesesuaian,
artinya
perbedaannya adalah istilah guru yang sering kali
dipakai dilingkungan pendidikan formal, sedangkan
pendidikan dipakai pengertian guru
Dari berbagai pendapat para ahli diatas
dapat dipahami bahwa guru atau pendidik adalah
orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat
jasmani dan rohani, dengan sengaja memberikan
pertolongan kepada peserta didik dalam
perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak
mampu hidup mandiri dan bartanggung jawab.
Pemberian pertolongan bukan berarti peserta
didik makhluk yang lemah tanpa memiliki potensi,
hanya saja potensi tersebut belum mencapai
tingkat optimal. Karena itulah perlunya bimbingan
dari guru.
Dalam pasal 39 Undang – undang no 20 tahun 2003
tentang sisten pendidikan nasional dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan pendidik atau guru adalah tenaga
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
profesional yang Dari secara praktis. Secara teoritik
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
khazanah ilmiah dalam pengembangan wacana
pendidikan agama Islam bagi siswa inklusi. Sedangkan
secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat
untuk :
1. Guru pendidikan agama Islam untuk selalu
meningkatkan wawasan dan kemampuannya dalam
mengimplementasikan pembelajaran PAI pada
sekolah inklusi dan bisa memilih strategi yang tepat
untuk menciptakan hubungan harmonis di sekolah
inklusi.
2. Kepala sekolah dan guru mata pelajaran lainnya
agar bisa saling memberikan informasi dan
masukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3. Orang tua agar selalu memberikan kesempatan
pada anak yang berkebutuhan khusus untuk
mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan
anak normal.
4. Anak didik agar lebih mudah dalam memahami
hubungan sesama teman tanpa membedakan anak
inklusi dan anak normal.
pengertian ini terlihat bahwa pengertian pendidik
lebih dititik beratkan kepada tugas pendidik yang
harus dilaksanakan secara operasional dalam
pembelajaran, yaitu merencanakan, melaksanakan
proses pembelajaran
dan
menilai
hasil
pembelajaran. Selain itu pendidk juga bertugas
membimbing dan melatih peserta didik menjadi
orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga,
masyarakat, bangsa serta melakukan penelitian dan
pengabdian terhadap masyarakat.
Pengertian guru agama Islam adalah orang
yang mengajarkan bidang studi agama Islam. Guru
agama juga diartikan sebagai orang dewasa yang
memiliki kemampuan agama Islam secara baik dan
diberi wewenang untuk mengajarkan bidang studi
agama Islam untuk dapat mengarahkan,
membimbing dan mendidik peserta didik
berdasarkan hukum – hukum Islam untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupum di
akhirat.
1.1 Peranan Guru Agama Islam
Tugas guru paling utama adalah
mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru
merupakan perantara aktif/ mediun antara
peserta didik dengan ilmu pengetahuan 9.
Sebagai pendidik, guru harus menempatkan
dirinya sebagai pengarah dan pembina
pengembangan bakat dan kemampuan peserta
didik ke arah titik maksimal yang dapat mereka
capai.
Sasaran tugas guru sebagai pendidik tidak
hanya terbatas pada kecerdasan otak (
intelegensi) saja, melainkan juga berusaha
membentuk seluruh pribadi peserta didik
menjadi manusia dewasa yang berkemampuan
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan
pengembangannya untuk kesejahteraan hidup
umat manusia.
31
2.
Adanya pandangan di atas
menuntut suatu konsekuensi kepada guru
untuk meningkatkan peranannya dalam proses
pembelajaran. Peranan guru ini akan senantiasa
menggambarkan pola tingkah laku yang
diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik
dengan siswa, sesama guru, maupun dengan
staf yang lain. Adapun peranan guru dalam
proses pembelajaran mengandung banyak hal
yaitu:
a.
Korektor
b.
Inspirator
c.
Informator
d.
Organisator
e.
Motivator
f.
Inisiator
g.
Fasilitator
h.
Pembimbing
i.
Demonstrator
j.
Pengelola kelas
k.
Mediator
l.
Supervisor
m.
Evaluator10
Hubungan Harmonis
Keharmonisan berasal dari kata harmonis
yang mempunyai arti selaras atau serasi.
Keharmonisan lebih menitik beratkan pada suatu
keadaan, dimana keharmonisan adalah mencapai
keselarasan dan keserasian dan dalam rumah
tangga keserasian dan keselarasan perlu dijaga
untuk mendapatkan suatu rumah tangga yang
harmonis.11
Pengertian harmonis dari kamus besar ini
bisa diselaraskan dengan penelitian yang akan
dilakukan dalam tesis ini yaitu hubungan harmonis
pada kelas inklusi. Sehingga akan terjadi
keselarasan hubungan antara siswa yang normal
dengan siswa berkebutuhan khusus.
Anak adalah sebagai penerus garis
keturunan seorang manusia. Karena itu kelahiran
seorang anak sangat didambakan oleh setiap
pasangan yang sudah melaksanakan hidup
perkawinan. Setiap kelahiran seorang anak
manusia, akan mengubah suasana satu rumah
tangga. Keceriaan, kegembiraan dan kebahagiaan
dengan lahirnya seorang manusia, mempunyai arti
tersendiri dalam kehidupan manusia.12
Demikian juga dalam kelas inklusi yang
disitu terdapat anak normal dan anak
berkebutuhan khusus. Di kelas tersebut sudah
jelas ada perbedaan yang harus disatukan sehingga
terjalin hubungan yang menghasilkan suasana yang
gembira dan membahagiakan.
Setiap orang tua tentu mendambakan
anak-anaknya berkembang sehat dan berguna bagi
bangsa dan masyarakatnya, sehat lahir dan
batinnya. Kasih sayang dan kemesraan yang
berkembang dalam kehidupan suami istri dan
kemudian membuahkan kelahiran tunas-tunas
baru dalam keluarga dan masyarakat serta bangsa,
akan disambut dengan penuh kasih
sayang. Dasar kasih
sayang yang murni akan
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
sangat
membantu
perkembangan
dan
pertumbuhan anak-anak dalam kehidupan
selanjutnya. Perpaduan kasih ayah sepanjang galah
dan kasih ibu sepanjang jalan akan membuahkan
anak-anak yang berkembang sehat lahir dan batin
serta berbahagia dan sejahtera. Kepribadian yang
utuh dan teguh yang berbuah dalam tingkah laku
yang baik dan normatif akan sangat bermanfaat
dijadikan bekal anak dalam mengarungi kehidupan
selanjutnya.
Menurut pendapat Al-Ghazali yang
dikutip oleh Syekh Mustofa Al- Ghalayini dalam
kitabnya Idhatun Nasyiin terjemahan Moh. Abdai
Rathomi seorang anak, sejak ia dilahirkan itu
adalah merupakan amanat atau titipan dari Tuhan
kepada kedua orang tuanya. Kalbu anak itu masih
bersih dan suci, bagaikan suatu permata yang
masih berharga, sunyi dari segala macam
lukisan dan gambaran. Manakala anak itu
dibiasakan
pada
hal-hal
yang
baik,
diperlihatkan pada hal-hal yang bagus dan
pula sekaligus diajarkan serta diperintah
mengamalkannya, maka anak itu akan tumbuh
menjadi manusia, makin hari makin besar dan
makin tertancap serta makin meresaplah
kebaikan-kebaikan itu dalam jiwanya.13
Bagaimana keadaan orang dewasa di masa
yang akan datang sangat tergantung kepada sikap
dan penerimaan serta perlakuan orang tua
terhadap anak- anaknya pada saat sekarang. Oleh
karena itu merupakan bahan kesadaran yang
cukup baik pada sementara orang dewasa untuk
memperhatikan apa yang mereka berikan pada
anak-anaknya. Sesuatu yang diberikan kepada anak
tentu akan memberikan hasil yang cukup
menggembirakan jika permasalahan hubungan dan
cara serta perasaan tanggung jawabnya tidak
diabaikan dalam keadaan (kegiatan) tersebut.
Belajar merupakan salah satu aktivitas
anak yang sangat penting, sebab melalui belajar
anak akan dapat merubah tingkah lakunya
dan terhadap kematangan dirinya sendiri, baik
dalam bentuk
pengetahuan, keterampilan
maupun sikap dan tingkah laku yang positif.
Masalah tingkah laku anak, keluarga dalam hal ini
orang tua mempunyai peran yang sangat penting,
karena keberadaan dan keadaan keluarga
merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkah laku anak.
Ruang tempat pertumbuhan anak
(keluarga) memberikan pengaruh yang sangat
besar bagi
perkembangannya. Apabila ruang
tersebut dapat
membantu
memenuhi
kebutuhan-kebutuhanbiologisdan
psikis
anak, hal itu
akan memberikan pengaruh
yang nyata bagi tingkah lakunya. Tetapi kalau
si anak harus menghadapi situasi-situasi yang
tidak menguntungkan dan tidak kondusif yang
semakin
lama
semakin
parah,
tentu
kepribadiannya akan mengalami kekacauan dan
pertentangan. Pengaruh-pengaruh pertentangan
32
tersebut akan terus menyertai kepribadiannya
sewaktu si anak sudah dewasa sekalipun. Dan
kekacauan tersebut akan berimbas pada
fenomena-fenomena tingkah lakunya14.
Kelas tempat siswa belajar sangat
menentukan situasi yang akan terjadi saat itu.
Kelas akan menjadi kacau apabila terjadi situasi
yang tidak kondusif dimana terjadi kegaduhan atau
perbedaan kondisi siswa antara siswa normal dan
siswa berkebutuhan khusus.
Dari berbagai pendapat tersebut maka
kesimpulan hubungan harmonis yang dimaksud
adalah hubungan harmonis dikelas inklusi yaitu
hubungan yang selaras dan serasi serta tidak
adanya perbedaan antara siswa normal dengan
siswa berkebutuhan khusus dikelas inklusi.
3.
Guru PAI Menciptakan Hubungan Harmonis
Guru adalah sosok yang memiliki rasa
tanggung jawab sebagai seorang pendidik .
Meskipun guru bertugas untuk mendidik tapi
dalam hal ini mendidik bagi seorang Guru beda
dengan mendidiknya orang tua. Biasanya guru
mendidik hanya dengan cara mengajar ,
memberikan dorongan, memuji, menghukum,
member contoh yang baik dan menasehati.
Tugas Guru selain mengajar juga memiliki
tugas membuat persiapan mengajar, mengevaluasi
hasil belajar dan semua yang bersangkutan dengan
pencapaian tujuan pengajaran.
AG. Soejono merinci tugas guru
terhadap pendidikan siswa sebagai berikut:
a. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada
anak-anak didik dengan berbagai cara seperti
melalui pergaulan.
b. Berusaha menolong anak didik mengembangkan
pembawaan yang baik dan menekan
perkembangan
c. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang
dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai
bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik
memilihnya dengan tepat
d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk
mengetahui apakah perkembangan anak didik
berjalan dengan baik
e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala
anak didik menemukan kesulitan dalam
mengembangkan potensinya
Hubungan guru dengan siswa di dalam
proses belajar mengajar merupakan faktor yang
sangat
menentukan
keberhasilan
proses
pembelajaran. Guru dapat dikatakan orang tua
siswa di sekolah dan merupakan orang tua kedua
setelah orang tua siswa di dalam keluarga. sehingga
seorang guru harus memiliki kedekatan dengan
peserta didik. Hubungan baik guru dengan siswa
atau peserta didik ini dapat mendorong siswa untuk
rajin belajar.
Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran
yang diberikan, bagaimanapun baiknya metode yang
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
4.
digunakan, namun jika hubungan guru dengan siswa
tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu hasil
yang tidak diinginkan dalam proses pembelajaran.
Banyak siswa yang apabila tidak suka dengan
gurunya , maka dia tidak suka dengan mata
pelajaran yang diajarkan oleh gurunya itu,sehingga
pembelajaran terhambat.
Salah satu cara untuk mengatasi supaya
tetap terciptanya hubungan baik antara guru
dengan siswa adalah melalui contact hours. Contac
hours disini jam – jam bertemu antara guru dengan
siswa, tetapi bertemu antara guru dengan siswa
diluar kegiatan jam – jam mengajar.
Pengertian Inklusi
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak
berkebutuhan khusus adalah
anak yang secara signifikan mengalami kelainan
atau penyimpangan baik fisik, mental-intelektual,
sosial, maupun emosional dalam proses
pertumbuhan
atau
perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka
memerlukan
pelayanan
pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun
seorang anak mengalami kelainan atau
penyimpangan tertentu, tetapi kelainan
atau
penyimpangan
tersebut tidak
signifikan
sehingga
mereka tidak
memerlukan pelayanan pendidikan khusus,
anak tersebut bukan termasuk anak dengan
kebutuhan khusus.
Anak autistik merupakan bagian integral
dari anak berkebutuhan khusus. Anak autistik
adalah anak yang mengalami gangguan
perkembangan berat yang dapat mempengaruhi
cara seseorang untuk
berkomunikasi dan berhubungan dengan
orang lain.15
Kartono
mengemukakan
beberapa definisi autisme sebagai
berikut:
a. Gejala menyendiri atau menutup diri secara
total dari dunia riil dan tidak mau
berkomunikasi lagi dengan dunia luar.
b.Cara berfikir dikendalikan oleh
kebutuhan personal atau diri sendiri.
c. Menanggapi dunia berdasarkan
penglihatan dan harapan sendiri, serta
menolak realitas.
d. Keasyikan ekstrim dengan fantasi dan fikiran
sendiri.16
Anak autis menganggap dunia luar itu
kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan
mengandung banyak bahaya yang mengerikan,
ia menganggap dirinyalah yang paling baik dan
benar. Oleh karena itu, ia lebih senang
melarikan diri ke dalam dunia fantasinya
sendiri.
b. Penyebab Autisme
Sampai
33
sekarang belum terdeteksi
faktor yang menjadi penyebab timbulnya
gangguan autisme. Namun demikian ada
beberapa faktor yang dimungkinkan dapat
menjadi penyebab timbulnya autisme, yaitu:
1). Teori Psikososial
Menurut beberapa ahli seperti Kanner
dan Bruno Bettelhem, autisme dianggap
sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak
akrab antara orang tua (ibu) dan anak.
Demikian juga dikatakan, orang tua atau
pengasuh yang emosional, kaku, obsesif,
tidak
hangat
bahkan dingin dapat
menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
2). Teori Biologis
a). Faktor genetik: keluarga yang terdapat
anak autistik memiliki resiko lebih tinggi
dibanding keluarga normal.
b). Adanya gangguan pranatal, natal dan post
natal misalnya: pendarahan
pada
kehamilan awal, obat-obatan, tangis
bayi terlambat, gangguan pernapasan,
dan anemia.
c). Neuro anatomi yaitu gangguan atau
disfungsi pada sel-sel
otak selama
dalam
kandugan
yang mungkin
disebabkan
terjadinya gangguan
oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.
d). Struktur dan biokimiawi yaitu
kelainan pada cerebellum dengan
sel- sel purkinje yang jumlahnya
terlalu sedikit, padahal sel-sel
purkinje mempunyai kandungan
serotinin yang tinggi. Demikian
juga kemungkinan
tingginya
kandungan dapomin atau opioid
dalam darah.
3). Keracunan logam berat misalnya terjadi
pada anak yang tinggal dekat tambang
batu bara, dan lain sebagainya.
4). Gangguan pencernaan, pendengaran
dan penglihatan. Menurut data yang
ada, 60 % anak autistik mempunyai
sistem pencernaan kurang sempurna.
Dan kemungkinan timbulnya
gejala
autistik karena adanya gangguan dalam
pendengaran dan penglihatan. Menurut
Abdul Hadis, autisme timbul karena
beberapa sebab, yaitu:
a).
Penyebab genetika
(faktor
keturunan); infeksi virus seperti
rubella, toxo, herpes; jamur;
nutrisi yang buruk; pendarahan dan
keracunan makanan
pada masa
kehamilan yang dapat menghambat
pertumbuhan sel otak, sehingga
fungsi otak bayi yang dikandung
terganggu
terutama
fungsi
pemahaman, interaksi
dan
komunikasi.
b). Kelainan di daerah sistem lembik
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
yang disebut hippocampus dan
amygdala,
sehingga
terjadi
gangguan fungsi control terhadap
kreasi dan emosi, anak kurang
dapat mengendalikan
emosinya,
sehingga seringkali terlalu agresif
atau pasif. Amygdala bertanggung
jawab
terhadap
berbagai
rangsangan sensoris
seperti
pendengaran,
penglihatan,
penciuman, peraba, perasa dan
rasa takut.
Hippocampus
bertanggung jawab terhadap fungsi
belajar dan daya ingat. Perilaku
yang diulang- ulang dan
aneh
serta
hiperaktif
juga
disebabkan
karena
adanya
gangguan hippocampus.
d. Kajian tentang Pendidikan Inklusi
1). Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah suatu sistem
layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan
tempat tinggalnya.
Pengertian pendidikan inklusi dirumuskan
dalam Seminar Agra yang disetujui
oleh 55 peserta dari 23 negara pada tahun 1998.
Pengertian ini kemudian diadopsi dalam South African
White Paper on Inclusive Education dengan hampir
tanpa mengalami perubahan. Pengertian pendidikan
inklusi dalam seminar Agra dan kebijakan Afrika
Selatan adalah:
a). Lebih luas daripada pendidikan formal,
mencakup pendidikan di rumah, masyarakat,
sistem nonformal dan informal.
b). Mengakui bahwa semua anak dapat belajar.
c). Memungkinkan struktur, sistem dan metodologi
pendidikan memenuhi kebutuhan semua anak.
d). Mengakui dan menghargai berbagai macam
perbedaan pada diri anak.
e). Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa
berkembang sesuai dengan budaya dan
konteksnya.
f). Merupakan bagian dari strategi yang lebih luas
untuk mempromosikan masyarakat yang
inklusif.
Stainback mengemukakan bahwa: sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua
siswa di kelas yang sama. Sekolah ini
menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan
dan dukungan yang dapat diberikan oleh para
guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu,
sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap
anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas
tersebut, dan saling membantu dengan guru
dan teman sebayanya, maupun anggota
34
masyarakat lain agar kebutuhan individualnya
dapat terpenuhi.
Dengan bahasa yang sederhana,
pendidikan inklusi menginginkan siswa
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan
anak normal dalam satu kelas. Dalam proses
belajar mengajar, anak berkebutuhan khusus
dibantu oleh shadow atau pendamping.
2). Kebijakan pemerintah
Dalam Permendiknas no 70 tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
kecerdasan
dan
atau
Bakat
Istimewa
menyebutkan undang – undang yang terkait
dengan hak pendidikan anak serta untuk
mengetahui peran dan tanggung jawab
pemerintah, diantarnya17:
a). UUD 1945 RI, pasal 31 ayat (1):
“ setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”
b). UU 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia, pasal
60
Ayat 1: setiap anak berhak untuk memperoleh
pendidikan
dan
pengajarandalam
rangka
pengembangan kepribadiannya sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.
Ayat 2: tiap anak berhak mencari, menerima, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat
ntelektualitas dan usianya demi pengembangan
dirinya sepanjang sesuai dengan nilai - nilai
kesusilaan dan kepatutan.
c). UU no. 23/ 2002 tentang
Perlindungan Hak Anak, pasal :
Ayat 1 : setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan
pribadinya
dan
tingkat
kecerdasannya
sesuai dengan minat dan
bakatnya.
Ayat 2 : selain hak anak sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 khusus bagi anak yang menyandang
cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
d). UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 6
Ayat 1 : setiap warga negara yang berusia tujuh
tahun sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
Ayat 2 : setiap warga negara bertanggungjawab
terhadap
berlangsungnya
penyelenggaraan
pendidikan.
Selain pasal diatas didalam penjelasan
pasal
15
dinyatakan:”pendidikan
khusus
merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk
peserta didik yang berkelainan atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah”.18
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
Untuk mendukung terlaksananya
Undang – undang di atas dan perundang –
undangan lain tentang pendidikan diperlukan
suatu lingkungan inklusif ramah terhadap
pembelajaran.
Dalam kondisi lingkungan
pendidikan ini semua anak akan diterima, dirawat
dan dididik tanpa ada perbedaan baik dari segi
jenis kelamin, fisik, intelektual, sosial, emosional,
linguistik ( bahasa) atau karakteristik lainnya19.
4). Identifikasi siswa berkebutuhan khusus
Identifikasi awal kesulitan belajar
biasanya dilakukan oleh para guru kelas. Apabila
ada kesulitan belajar, guru tersebut memanggil
spesialis. Tim antar cabang ilmu pengetahuan yang
terdiri atas orang – orang profesional disesuaikan
untuk membuktikan apakah seorang siswa
mempunyai kesulitan belajar. Selain itu, tes
ketrampilan visual- motorik, bahasa, dan
ingatandapat digunakan untuk mengidentifikasi
kesulitan belajar20.
Di tahun masa kanak – kanak awal,
keterbatasan sering diidentifikasikan dalam bahasa
yang ekspresif dan mudah ditangkap. Masukan dari
orang tua dan guru dipertimbangkan sebelum
membuat diagnosis final. Adanya sistem sekolah,
menjadi pemicu untuk menilai siswa – siswa yang
memiliki kesulitan belajar adalah ketertinggalan
dua tingkat kelas dalam membaca. Kondisi ini
dapat
menjadi
halangan
utama
untuk
mengidentifikasikan keterbatasan pada usia ketika
bantuan dapat menjadi sangat efektif selama dua
tahun
pertama sekolah
dasar.
Apabila
ketertinggalan dua tingkat diinterpretasikan begitu
saja, banyak anak tidak mendapatkan bantuan awal
meskipun mereka memperlihatkan tanda – tanda
kesulitan belajar yang jelas.
Klasifikasi kesulitan belajar yang ada pada
saat ini melibatkan penentuan “apakah benar”:
Apakah benar seorang anak memiliki kesulitan
belajar atau tidak. Namun, pada kenyataannya,
kesulitan belajar memiliki intensitas yang berbeda
– beda. Kesulitan belajar yang serius, seperti
disleksia, telah diakui selama lebih dari satu abad
dan relatif mudah di diagnosa. Namun, sebagian
besar anak yang memiliki kesulitan belajar
mempunyai bentuk lebih ringan, yang sering
membuatnya sulit dibedakan dari anak – anak yang
tidak memiliki kesulitan belajar. Dalam
permendiknas nomor 70
tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa,
disebutkan bahwa sasaran pendidikan inklusif
secara umum adalah semua peserta didik yang ada
disekolah reguler. Tidak hanya mereka yang sering
disebut sebagai anak berkelainan tetapi mereka
juga yang termasuk anak normal. Mereka secara
keseluruhan harus memahami dan menerima
keanekaragaman dan perbedaan individual.
Sedangkan secara khusus, sasaran pendidikan
inklusif adalah peserta didik yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki
35
5.
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa,
diantaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan
belajar, lamban belajar, autis, memiliki gangguan
motorik, menjadi korban penyalahgunaan
narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya,
memiliki kelainan lainnya, tunaganda.
Pengertian Strategi
Istilah strategi tidak hanya digunakan
oleh militer atau dalam sepak bola. Dalam dunia
pendidikan strategi diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan21.
Strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan / rencana kegiatan termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagaisumber daya /
kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan
tujuan
yang jelas yang dapat
diukur
keberhasilannya, sebab tujuan adalah roh dalam
implementasi suatu strategi.
Oleh karenanya, strategi dengan metode.
Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan
untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode
adalah cara yang dapat digunakan untuk
melaksanakan strategi.
Keharmonisan kelas
Tugas pertama dan terpenting guru adalah
mendidik, tetapi pembelajaran siswa akan
dikorbankan bila ada masalah – masalah dengan
perkembangan pribadi dan sosial, dan guru adalah
orang dewasa utama dalam kehidupan siswa
selama berjam – jam setiap minggunya22 . Guru
memiliki kesempatan untuk memainkan peran
signifikan dalam perkembangan pribadi dan sosial
siswa. Untuk siswa – siswa yang menghadapi
masalah emosional atau interpesonal, guru kadang
– kadang adalah sumber pertolongan terbaik.
Ketika siswa mengalami kehidupan keluarga yang
kacau dan tidak dapat diprediksi, mereka
membutuhkan struktur yang kuat dan penuh
perhatian di sekolah. Mereka membutuhkan guru
yang menetapkan batas – batas yang jelas, yang
konsisten, yang menegakkan aturan dengan tegas
tetapi tidak suka menghukum, menghormati siswa,
dan menunjukkan kepedulian yang tulus.
Untuk menciptakan keharmonisan kelas,
diperlukan guru yang mempunyai: keterampilan
memanajemen kelas, keterampilan memotivasi,
keterampilan komunikasi, keterampilan asesmen
dan keterampilan tehnologi.
Para guru yang menerapkan disiplin positif
akan menghormati, membimbing, dan mendukung
siswa mereka.
Mereka memahami mengapa seorang anak
berperilaku baik atau buruk, dan bagaimana
anaktersebut memandang dirinya yang mungkin
saja menjadi penyebab mengapa dia berperilaku
tidak pantas. Para guru tersebut berempati pada
kemampuan anak dan situasi di sekeliling mereka.
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
Para guru tersebut menaruh harapan yang realistis
dan memahami anak apa adanya bukan
seharusnya bagaimana. Lebih lanjut, para guru
tersebut mengerti bahwa pelanggaran yang terjadi
merupakan kesempatan untuk memperoleh
pembelajaran yang membangun. Oleh karena itu
mereka
menganggap
bahwa
pelanggaran
merupakan hal yang penting baik bagi anak
maupun bagi guru sendiri dan hanya merupakan
hal yang wajar dari perkembangan seorang anak
bukan merupakan ancaman bagi kewenangan
seorang guru.
Beberapa strategi menghadapi anak –
anak yang memiliki kesulitan belajar diantaranya:
a). Mempertimbangkan kebutuhan anak yang
memiliki kesulitan belajar selama waktu
belajar.
b). Memberikan bantuan untuk ujian dan tugas.
Maksudnya mengubah lingkungan akademis
sehingga anak – anak ini dapat menunjukkan
apa yang mereka ketahui.
c). Melakukan modifikasi dengan mengubah
bentuk dari tugas, sehingga menjadi berbeda
dari tugas anak – ank lain sebagai upaya
mendorong rasa percaya diri dan
keberhasilan anak – anak.
d). Meningkatkan keterampilan organisasional dan
belajar.
e). Mengusahakan keterampilan membaca dan
menulis.
f). Menantang siswa – siswa yang memiliki
kesulitan belajar untuk mandiri dan mencapai
potensi tertinggi mereka.
Keharmonisan kelas akan tercipta apabila
guru memberikan informasi kepada anak – anak
yang normal untuk memahami dan menerima anak
– anak yang memiliki keterbatasan serta
menciptakan kesempatan kepada mereka untuk
saling berinteraksi dalam cara yang positif. Dengan
cara pemberian pelajaran untuk teman sebaya dan
aktivitas belajar yang kooperatif dapat digunakan
untuk mendorong interaksi positif antara anak –
anak yang normal dan anak – anak yang memiliki
keterbatasan.
II. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan
Merujuk pada rumusan masalah yang
diajukan, maka penelitian ini menggunakan
pendekatan penelitian deskriptif analisis
kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis apa saja
yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat
upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi-kondisi yang
sekarang ini terjadi atau ada. Penelitian ini tidak
menguji hipotesa atau tidak menggunakan
hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan
36
informasi apa adanya sesuai dengan variabel
yang diteliti.23
Penelitian deskriptif menurut Nurul
Zuriah dalam buku metodologi penelitian sosial
dan pendidikan adalah pnelitian yang diarahkan
untuk memberikan gejala-gejala atau kejadiankejadian secara sistematis dan akurat mengenai
sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.24
2. Jenis Penelitian
Menurut Lexy Moleong, penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis, gambar dan bukan angka, yang mana
data diperoleh dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.25 Dengan penelitian
kualitatif ini diharapkan peneliti dapat
memperoleh data secara mendetail tentang halhal yang diteliti karena adanya hubungan
langsung dengan responden atau obyek
penelitian.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan gambaran yang objektif, faktual,
akurat dan sistematis, mengenai masalahmasalah yang ada di penelitian ini. Sesuai
dengan rumusan masalah penelitian, maka
masalah yang dihadapi dalam penelitian ini
adalah Strategi Guru Pendidikan Agama Islam
dalam Menciptakan Hubungan Harmonis pada
Sekolah Inklusi.
Oleh karena itu, penelitian ini dapat
disebut penelitian deskriptif analisis kualitatif
karena dalam penelitian ini data primernya
menggunakan data yang bersifat data verbal
yaitu berupa deskripsi yang diperoleh dari
pengamatan pelaksanaan pendidikan agaa islam
di dalam kelas.
A. Kehadiran Peneliti
Dalam suatu penelitian, kehadiran
peneliti sangat diperlukan. Selain itu, peneliti
sendiri bertindak sebagai instrument kunci
penelitian. Kehadiran peneliti di lapangan
terkait dengan jenis penelitian yang dipilih
yaitu penelitian kualitatif.
Dalam
penelitian
ini,
peneliti
merencanakan, melaksanakan pengumpulan data,
menganalisis data, menafsirkan data dan pada
akhirnya peneliti yang menjadi pelapor hasil
penelitiannya.
Dalam penelitian ini, peneliti adalah
sebagai pengamat penuh, yaitu
sebagai
pengamat
yang
tidak terlibat secara
langsung dengan subyek penelitian dalam
menjalankan proses penelitian. Hal ini dilakukan
sebagai upaya menjaga obyektivitas hasil
penelitian.
C. Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi kegiatan penelitian ini
dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas
lokasi penelitian. Objek dalam penelitian ini
adalah Sekolah Inklusi di Sekolah Dasar Negeri
Gugus Ngoro – oro Patuk, Gunungkidul. Lokasi
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
sekolah ini berada di daerah Patuk, Patuk,
Gunung Kidul dan cukup mudah dijangkau.
Sekolah ini tidak berada tepat pinggir jalan raya,
sehingga sangat kodusif untuk pembelajaran
khususnya bagi anak berkebutuhan khusus yang
membutuhkan udara bersih tidak tercemat oleh
asap kendaraan.
D. Sumber Data
Pada dasarnya, menurut Lofland dan Lofland
sumber data dalam suatu penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan (sumber data primer) dan
selebihnya adalah sumber data sekunder seperti
dokumen dan arsip-arsip. Sumber data terbagi ke
dalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis,
foto dan statistik.
Dalam penelitian ini, sumber data primer
yang berupa kata-kata diperoleh dari wawancara
dengan para informan yang telah ditentukan
meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan
persiapan dan pelaksanaan pendidikan agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus. Sumber
data primer dalam penelitian ini adalah kepala
sekolah, guru pendidikan agama Islam dan guru
ABK. Sedangkan sumber data sekunder dalam
penelitian ini berupa dokumen-dokumen, arsiparsip, buku-buku dan karya ilmiah lainnya serta
foto-foto kegiatan belajar mengajar.
E. Tekik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang valid maka dalam
penelitian ini peneliti menggunakan beberapa
prosedur pengambilan data, yaitu:
1. Observasi (Pengamatan)
2. Wawancara (Interview)
3. Dokumentasi
4. Tes/ Evaluasi
F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian dilakukan selama
dan sesudah pengumpulan data. Menurut Matthew
B. Miles dan A. Michael Huberman, ada tiga kegiatan
dalam analisis data, yaitu :
1. Reduksi data yaitu proses pemusatan perhatian,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
2. Penyajian data adalah sekumpulan informasi
tersusun yang memungkinkan penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Verifikasi atau menarik kesimpulan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk menguji
kebenaran, kekokohan dan kecocokan data.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
setelah pengumpulan data diperoleh secara lengkap.
Dari informasi yang diperoleh, kemudian dilakukan
beberapa verifikasi data sehingga diperoleh suatu
kesimpulan dari penelitian ini yang mengacu pada
rumusan masalah yang sudah dibuat.
1.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Strategi Guru Dalam Menciptakan Hubungan
Harmonis Pada Sekolah Inklusi
Untuk mengetahui strategi dalam menciptakan
hubungan harmonis di kelas inklusi dilakukan
37
observasi dan wawancara terhadap guru karena
guru mempunyai tanggungjawab menciptakan
suasana kelas yang menampung semua anak secara
penuh dengan menekankan suasana dan perilaku
sosial yang menghargai perbedaan yang
menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial
ekonomi, suku, agama, dan sebagainya.
Keadaan siswa yang ada di Gugus Ngoro–oro
rata – rata memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, berkesulitan belajar, lamban belajar,
autis, dan memiliki gangguan motorik. Yang
tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras tidak ada. Sehingga untuk
menciptakan hubungan harmonis dikelas inklusi,
guru tidak begitu sulit dalam menyusun strategi.
Dari uraian diatas, diperoleh data bahwa
masing – masing guru dari kelima Sekolah Dasar
yang ada di gugus Ngoro –oro ternyata
menggunakan strategi yang berbeda – beda untuk
menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi.
Yang membedakan adalah metode yang digunakan
oleh para guru Pendidikan Agama Islam dalam
menggunakan
strategi
mengajar.
Untuk
menciptakan hubungan harmonis di kelas
inklusi,ketika mengajar menggunakan media
pembelajaran, media tersebut disesuaikan dengan
tingkatan kelas dan materi yang akan disampaikan.
Meskipun strategi dan metode yang mereka
gunakan berbeda – beda namun tujuannya sama
yaitu untuk menciptakan hubungan harmonis di
kelas inklusi.
Siswa inklusi dari kelima Sekolah Dasar yang
ada di gugus Ngoro – oro terdiri dari laki – laki
dan perempuan, dengan kriteria siswa inklusi yang
ringan atau tidak ada yang tuna netra sehingga
guru tidak banyak mendapat hambatan ketika
menyampaikan materi pembelajaran. Mayoritas
siswa hiperaktif, lambat belajar, dan
cacat fisik ringan seperti berjalan miring, tangan
tidak bisa diluruskan dan berjalan jinjit.
Meskipun siswa inklusi terdiri dari siswa laki –
laki dan perempuan semua mendapat perlakuan
sama dari guru ketika belajar di kelas inklusi. Guru
tidak membeda – bedakan ketika mengajar siswa
inklusi laki – laki dengan siswa inklusi perempuan.
Pada observasi yang dilakukan menunjukkan
bahwa siswa laki – laki dan perempuan bisa
mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Selama proses pembelajaran di kelas juga terjalin
hubungan harmonis antara siswa normal dan siswa
inklusi.
Selain itu dengan menggunakan media
pembelajaran,
akan
mudah
bagi
guru
mengkondisikan suasana kelas sehingga tercipta
hubungan harmonis antara siswa normal dan siswa
berkebutuhan khusus. Dengan menggunakan
media pembelajaran, otomatis hubungan harmonis
anatara siswa normal dan siswa berkebutuhan
khusus akan terjadi dengan sendirinya. Guru tidak
perlu lagi menyeting supaya ada hubungan
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
2.
harmonis, tetapi guru hanya tinggal menambahkan
arahan saja jika ada kekurangan.
Proses menerapkan strategi guru dalam
menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi
Hubungan harmonis tidak bisa terjadi begitu
saja akan tetapi perlu penyetingan sedemikian rupa
sehingga hal – hal yang menjadikan harmonis dapat
dicapai, apalagi pada siswa inklusi ada perbedaan
yang sangat jelas antara siswa yang satu dengan
lainnya. Hubungan harmonis yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah hubungan harmonis dikelas
inklusi yaitu terjadinya hubungan harmonis antara
siswa normal dengan siswa berkebutuhan khusus.
Pada awalnya guru memberikan informasi
kepada siswa normal siapa saja yang termasuk
siswa berkabutuhan khusus dan apa saja yang
mereka butuhkan di sekolah. Sehingga dalam
proses menerapkan hubungan harmonis tersebut,
nantinya guru tidak menemui banyak hambatan
karena sudah ada saling pengertian dari siswa yang
normal terhadap siswa berkebutuhan khusus
terutama sekali dalam pemberian nilai. Karena nilai
yang akan diperoleh siswa yang normal dan siswa
berkebutuhan khusus pasti akan berbeda jauh. Jika
hal ini tidak disampaikan kepada siswa normal pasti
akan menimbulkan masalah dan menjadi
kecemburuan pada siswa normal terhadap siswa
Selain membuat nyaman siswa dikelas, sarana
di sekolah inklusi juga sudah dipersiapkan
sedemikian rupa . Sarana yang sudah ada untuk
anak inklusi antara lain lantai yang dikhususkan
untuk berjalan siswa berkebutuhan khusus. Lantai
ini terbuat dari keramik yang menpunyai tekstuk
kasar sehingga ketika dilalui anak berkebutuhan
khusus tidak licin yang menyebabkan siswa
terpeleset atau jatuh. Sarana lainnya yaitu pegangan
tangan yang menempel pada dinding sekolah yang
terbuat dari besi. Sarana ini dimaksudkan agar siswa
inklusi yang mempunyai kelainan khusus seperti
cacat fisik bisa berjalan dengan bantuan pegangan
besi yang menempel pada dinding sekolah tersebut.
Sekolah inklusi menempatkan siswanya
dalam satu kelas, antara siswa normal dengan siswa
berkebutuhan khusus tidak dipisahkan. Hal inilah
yang menjadi tantangan para guru untuk
menciptakan hubungan yang harmonis di kelas
inklusi. Di SD se-Gugus Ngoro – oro kebetulan
belum ada guru pendamping khusus untuk siswa
inklusi sedangkan khusus guru Pendidikan Agama
Islam juga belum pernah mendapatkan pelatihan
untuk menangani siswa inklusi.
Dari observasi tersebut, guru bisa langsung
memberikan penilaian kepada para siswa terutama
siswa berkebutuhan khusus, apakah dengan proses
KBM yang digunakan tersebut bisa ikut aktif atau
tidak dan mengamati proses strategi guru untuk
menciptakan hubungan harmonis dengan siswa
normal.
Selain menggunakan media pembelajaran
dengan kartu dan pembelajaran di luar kelas, masih
banyak model pembelajaran yang digunakan oleh
38
guru – guru Di SD se- Gugus Ngoro – oro seperti
penggunaan media gambar dan laptop yang
dilengkapi dengan proyektor.
Pada proses ini perlu adanya perubahan
tentang paradigma mengajar, karena mengajar tidak
hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran atau
menyampaikan
materi
pembelajaran
dan
memberikan stimulus sebanyak – banyaknya
kepada siswa tetapi mengajar sebagai proses
mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai
dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
Terjadinya proses strategi guru dalam
menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi
yaitu ketika guru menggunakan berbagi media
pembelajaran seperti model kartu, gambar –
gambar, laptop, pembelajaran di luar kelas dan
masih banyak model pembelajaran lainnya. Pada
proses ini terjadi hubungan harmonis antara siswa
normal dan siswa berkebutuhan khusus secara
otomatis. Guru hanya tinggal mengawasi dan
memberi pengarahan seperlunya bahkan bisa
langsung memberikan evaluasi kepada para siswa
terutama siswa berkebutuhan khusus.
3. Sejauh mana keberhasilan guru dalam menciptakan
hubungan harmonis di sekolah inklusi.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan guru
dalam menciptakan hubungan harmonis di sekolah
inklusi tidak bisa diukur dengan angka karena
penelitian ini bersifat kualitatif sehingga
pengukuran ini hanya berdasarkan hasil
pengamatan atau observasi dan wawancara serta
dokumentasi yang diperoleh oleh peneliti.
Mengajar di kelas inklusi membutuhkan
perhatian dan kesabaran dari para guru bahkan
memerlukan strategi khusus. Ada berbagai macam
permasalahan yang sering terjadi pada kelas
inklusi sehingga dari masalah – maslah tersebut, guru
terutama guru PAI harus membuat strategi untuk
mengatasai permasalahan yang ada. Sebagai contoh dari
hasil dokumentasi menunjukkan ketika sedang terjadi
proses belajar mengajar tanpa menggunakan media
pembelajaran, anak inklusi ada yang berjalan – jalan
mengganggu teman dan bermain sendiri untuk mencari
perhatian guru.
Akan tetapi tidak setiap hari terjadi hal serupa
sehingga proses kegiatan belajar mengajar menjadi
terganggu
ketika
guru
menggunakan
media
pembelajaran atau alat peraga. Anak berkebutuhan
khusus bisa diajak kerjasama dan bisa berperan aktif.
Mereka juga bisa mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar dengan baik. Mereka bisa mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru seperti mengerjakan soal
ulangan harian, bisa menjawab pertanyaan lisan ataupun
berani mengajukan pertanyaan kepada guru.
Beberapa kriteria untuk untuk mengukur
keberhasilan guru dalam menciptakan hubungan
harmonis di kelas inklusi khususnya siswa
berkebutuhan khusus tersebut antara lain :
a. Siswa bisa mengikuti kegiatan belajar mengajar
dikelas dan di luar kelas..
b. Siswa bisa bekerjasama pada proses KBM.
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
c.
Siswa berani mengajukan pertanyaan kepada
guru.
d. Adanya hubungan yang baik antar siswa.
e. Penilaian yang disesuaikan dengan kemampuan
dan kondisi siswa.
f.
Sekolah memiliki surat keputusan sebagai
sekolah inklusi.
Dari beberapa kriteria diatas, hasil observasi di
lapangan yang menunjukkan bahwa siswa inklusi ketika
berada di dalam kelas sedang mengikuti kegiatan
belajar mengajar juga aktif, berani bertanya, bisa
menjawab pertanyaan yang diajukan guru, dan bisa
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan
baik.
Dalam pemberian nilai, amtara siswa normal
dan siswa berkebutuhan khusus harus dibedakan,
karena tidak mungkin anak berkebutuhan khusus akan
memperoleh nilai yang sama dengan siswa normal.oleh
karena itu guru harus menentukan nilai KKM yang
harus dicapai oleh siswanya.
Untuk mengukur sejauh mana keberhasilan
guru dalam menciptakan hubungan harmonis di
sekolah inklusi bisa dilihat dari keberhasilan guru ketika
membuat strategi pembelajaran dan ketika guru
melakukan proses pembelajaran bahwa untuk siswa
normal tidak ada permasalahan ketika terjadi proses
pembelajaran, artinya bisa menjalin kerjasama dan
hubungan harmonis dengan siswa berkebutuhan
khusus, sedangkan untuk siswa berkebutuhan khusus
sendiri ketika terjadi proses pembelajaran juga bisa
menyesuaikan siswa normal tanpa menemui banyak
kesulitan. Bahkan anak berkebutuhan khusus berani
mengajukan pertanyaan, bisa menjawab soal dan bisa
diajak kerjasama.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil analisis data yang diperolh
dari serangkaian pengamatan dan hasil temuan peneliti
yang telah dibahas secara komprehensif, maka
kesimpulan secara menyeluruh yang didasarkan pada
rumusan masalah peneliti dapat dinyatakan bahwa :
1. Guru Pendidikan Agama Islam yang ada di gugus
Ngoro – oro menggunakan strategi dan metode
yang berbeda – beda, tergantung pada materi yang
akan diajarkan serta kelas yang sesuai. Meskipun
begitu tujuannya sama yaitu untuk menciptakan
hubungan yang harmonis di kelas inklusi. Beberapa
strategi tersebut antara lain belajar berpasangan,
belajar diluar kelas, bermain kuis, studi kasus, belajar
dengan team, model kartu dan lain – lain. Dengan
strategi tersebut guru tidak perlu membedakan
perlakuan dan perhatian untuk siswa inklusi yang laki
laki
atau
perempuan.
2. ––perlakuan
Guru
Ngoro
Pendidikan
–team,
oro
menggunakan
Agama
Islam
strategi
yang
ada
dan
di
metode
gugus
yang
akan
begitu
diajarkan
tujuannya
–perhatian
serta
beda,
sama
kelas
tergantung
yaitu
yang
untuk
pada
sesuai.
menciptakan
materi
Meskipun
yang
hubungan
tersebut
yang
harmonis
antara
di
lain
kelas
belajar
inklusi.
berpasangan,
Beberapa
belajar
dengan
strategi
laki berbeda
atau
diluar
tersebut
dan
perempuan.
kelas,
model
guru
bermain
kartu
untuk
tidak
dan
kuis,
siswa
perlu
lain
studi
inklusi
– membedakan
kasus,
lain.
yang
Dengan
belajar
laki
2. Proses menerapkan strategi guru dalam
menciptakan hubungan harmonis di kelas inklusi
dilakukan secara bertahap. Kesimpulannya proses
menerapkan strategi guru dalam menciptakan
hubungan harmonis di kelas inklusi terjadi ketika
kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Dengan menggunakan media pembelajaran proses
hubungan harmonis akan lebih mudah diciptakan
39
3.
karena otomatis siswa berkebutuhan khusus bisa
menyesuaikan dengan siswa normal, tidak adanya
diskriminasi dari guru pada siswa inklusi terutama
siswa berjenis kelamin laki – laki dan perempuan,
dan guru bisa mengkondisikan kelas sebaik mungkin.
Sejauh mana keberhasilan guru dalam menciptakan
hubungan harmonis di sekolah inklusi tidak bisa
diukur dengan hitungan angka karena penelitian ini
bersifat kualitatif sehingga hanya berdasarkan hasil
pegamatan atau observasi dan wawancara serta
dokumentasi yang diperoleh di lapangan. Dengan
adanya berbagai model pembelajaran yang
digunakan maka pembelajaran dikelas khususnya
kelas inklusi akan lebih efektif dan efisien. Guru lebih
mudah mengkondisikan kelas sehingga hubungan
harmonis yang terjadi di kelas inklusi bisa terjadi
dengan baik. Bahkan tidak hanya di dalam kelas, akan
tetapi di luar kelas pun hubungan harmonis tetap
terjaga dengan baik. Begitu juga dalam pemberian
nilai untuk mengukur ketuntasan belajar antara
siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus juga
berbeda. Untuk siswa normal yang menentukan
kesepakatan sekolah sedangkan siswa inklusi
berdasarkan kemampuan siswa itu sendiri yang
mestinya dibawah siswa normal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru, Bandung, Rosdakarya, 2008, hlm. 17
2.
Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3
butir b
3.
M. Athiyah Al Abrasy, Dasar-Dasar Pokok
Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Gani &
Johar Bahri (Djakarta: Bulan Bintang, 1974),
hlm 131
4.
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak
Berkelainan, (www.madina.com, diakses 3
Januari 2014
5.
Dyah
Puspita,
Kebijakan Pendidikan
Bagi
Anak Autis,
(www.putrakembara.com, diakses 4 Januari
2014)
6.
Hanafi dalam Abdul Hadis, Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Autistik ( Bandung :
7.
Alfabeta, 2006 ), hlm 43.
8.
9.
10.
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi belajar
Mengajar , Jakarta: Raja Grafindo, 1990,
hlm. 135
Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (
Penerapan Dalam Pendidikan Agama),
surabaya: Citra Media, 1996, hlm. 54
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif, Jakata: Rineke Cipta,
2000, hlm. 43-48
11.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 229
12.
Salwa Shahab, Membina Muslim Sejati
(Gresik: Karya Indonesia, 1989), hlm. 9
Syekh Mushthafa Al Ghalayini,
Bimbingan Menuju Ke Akhlak Yang Luhur,
terj.,
13.
14.
15.
Moh. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi
Anak dan Remaja Muslim (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2001), hlm. 35
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm 78
16.
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan
Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar
Maju,1989), hlm 222-223
17.
Permendiknas nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif
18.
Permendiknas nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif
19.
Helen keller International,Adaptasi perangkat
LIRP diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Manajemen PendidikanDasar Dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional, 2007
20.
John W santrocx, Psikologi Pndidikan
Educational Psychology, Salemba Humanika,
Jakarta, edisi 3,2012, hlm.247
21.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Kencana Prenadamedia group, Jakarta, 2014,
hlm. 105
22.
Anita Woolfolk, Educational Psychology Active
Learning Edition, edisi kesepuluh bagian
pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2009,
hlm.211
23.
Mardalis, Metode Penelitian (Suatu
Pendekatan Proposal) (Jakarta: Bumi
Aksara, Cet VIII: 2006), hlm 26.
24.
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan
Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, Cet II:2007),
hlm 47
25.
Lexy Moleong,
Metode
Penelitian
Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2002) lm.4
26.
Matthew B. Miles & A. Michael Huberman,
Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang
40
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
Metode-Metode Baru, Penj: Tjetjep Rohendi
Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), hlm 16.
41
Prosiding Interdisciplinary Postgraduate Student Conference 2nd
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PPs UMY)
ISBN : 978-602-19568-3-0
Download