sdlc - UNPAR Institutional Repository

advertisement
PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PADA PD ANUGERAH JAYA
SENTOSA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SYSTEM DEVELOPMENT
LIFE CYCLE (SDLC)
Benedictus Adityo Imanuel Kurnia1, Ignatius A. Sandy2, Romy Loice3
1,2,3)
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
PD Anugerah Jaya Sentosa adalah perusahaan yang bergerak pada bidang alat keselamatan yang
memproduksi sarung tangan keselamatan. Perusahaan ini memiliki beberapa permasalahan khususnya pada
bagian produksi dan inventori. Bagian produksi perusahaan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu produksi
pengolahan kulit dan produksi konveksi. Bagian produksi pengolahan kulit bertugas mengolah kulit mentah
hingga siap digunakan untuk proses konveksi, dan bagian produksi konveksi bertugas untuk mengolah kulit
olahan menjadi sarung tangan. Pada kedua bagian ini masih belum ada pencatatan produksi yang baik,
bahkan pada proses pengolahan kulit tidak ada pencatatan sama sekali. Pada bagian inventori kulit, hasil
produksi pengolahan kulit yang telah diolah tidak diberi keterangan apapun sehingga kulit yang lebih cepat
masuk inventori akan tertumpuk, dan ketika suatu saat hendak digunakan kulit ini telah rusak dan harus
diproses ulang. Permasalahan-permasalahan ini perlu diperbaiki agar perusahaan tidak banyak menderita
kerugian dan perusahaan dapat semakin maju. Salah satu cara perbaikan yang dapat dilakukan adalah
dengan memperbaiki sistem informasi yang ada pada perusahaan ini. Perbaikan sistem informasi pada
perusahaan ini dilakukan dengan menggunakan metode System Development Life Cycle (SDLC). Perbaikan
ini dimaksudkan agar perusahaan dapat memiliki data yang lengkap dan akurat, serta penyampaian informasi
menjadi lebih lancar. Metode ini memiliki empat tahap, yaitu tahap perencanaan, analisis, perancangan, dan
implementasi. Pada tahap perencanaan, dilakukan pembuatan bisnis proses dari sistem sekarang dan
identifikasi masalah pada perusahaan. Tahap analisis diakukan untuk menentukan tujuan sistem informasi,
identifikasi kebutuhan informasi, dan menentukan kriteria sistem informasi. Tahap perancangan dilakukan
dengan menentukan solusi dari kebutuhan informasi, pembuatan proses bisnis usulan, context diagram, data
flow diagram, dekomposisi proses, pembuatan basis data, normalisasi basis data, dan pembuatan kamus
data. Semetara tahap implementasi dilakukan untuk merancang formulir terstandar dan prosedur operasi
baku.Hasil dari penelitian ini adalah proses bisnis usulan, Data Flow Diagram (DFD) usulan, dan rancangan
sistem informasi. Rancangan sistem informasi ini memiliki basis data yang dirancang dengan metode Disain
Database berdasarkan Aktivitas (DDA). Dari basis data ini dilakukan normalisasi dan pembuatan kamus data,
untuk kemudian dirancarang berbagai form sesuai dengan keperluan. Diharapkan dari hasil penelitian ini,
perusahaan dapat memiliki data yang lengkap, akurat, serta memiliki aliran yang lancar untuk dapat
mengurangi kerugian serta memajukan perusahaan.
Kata kunci: Sistem informasi, System Development Life Cycle, DFD, DDA
Pendahuluan
PD Anugerah Jaya Sentosa adalah salah
satu perusahaan yang termasuk Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) yang beroperasi di
Garut, Jawa Barat, tepatnya Jalan Jendral
Sudirman Nomor 125. Perusahaan ini
memproduksi sarung tangan keselamatan
sebagai produk utamanya.
Saat ini, perusahaan belum memiliki sistem
informasi yang baik. Menurut Laudon dan
Laudon (2014) sistem informasi dapat
didefinisikan sebagai sekelompok komponen
yang saling berhubungan satu sama lain yang
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan
mendistribusikan informasi untuk mendukung
pembuatan keputusan dan kontrol dalam
sebuah organisasi. Sistem informasi yang
masih belum baik pada perusahaan ini
ditunjukkan dengan minimnya data yang
dimiliki perusahaan, sehingga mempersulit
pembuatan keputusan dan kontrol pada
perusahaan.
Data-data
yang
dimiliki
perusahaan sekarang ini hanya data pesanan
dan data hasil produksi. Sementara untuk data
lainnya masih belum ada. Selain terdapat
banyaknya ketidaktersediaan data, data yang
ada pun tidak tersusun dengan baik dalam
sebuah form khusus dan sulit dimengerti oleh
orang awam. Ketidaktersediaan data yang
terdapat pada perusahaan disebabkan oleh
tidak
adanya proses pencatatan dan
pemberian keterangan yang baik. Misalnya
pada bagian produksi pengolahan kulit di
mana pada proses tersebut terdapat
penggunaan
pewarna
dan
minyak.
Penggunaan pewarna dan minyak tersebut
dilakukan dengan intuisi tanpa standar tertentu
sehingga sulit untuk menentukan hasilnya baik
atau kurang baik. Hal ini menyebabkan
seringkali proses ini tidak dilakukan satu kali
saja. Selain itu terkadang pemberian pewarna
dan minyak pun berlebihan sehingga dapat
menghabiskan bahan lebih cepat. Pada bagian
ini tidak dilakukan pencatatan jumlah
penggunaan pewarna dan minyak sehingga
sulit
untuk
memprediksi
penggunaanpenggunaan selanjutnya dan mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan pembelian material
dan kembali menggunakan intuisi saat hendak
melakukan pembelian material.
Selain itu berkenaan dengan gudang yang
terkait dengan produksi pengolahan kulit,
bahan kulit yang telah diolah hanya
dipindahkan dan disimpan tanpa diberi
keterangan yang jelas, sehingga barangbarang yang seharusnya masuk pertama
keluar terlebih dahulu (first in first out) malah
tertimbun (first in last out). Untuk kulit yang
telah diolah, hal ini tentunya merugikan karena
kulit akan rusak dan ketika hendak digunakan
untuk proses konveksi kulit tersebut harus
melalui proses pengerjaan ulang kembali.
Masalah-masalah tersebut sebenarnya
berkaitan dengan kekurangan data dan dapat
diselesaikan apabila ada sebuah sistem
informasi
yang
dapat
mengakomodasi
kebutuhan akan data tersebut.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk merancang
sistem informasi pada PD Anugerh Jaya
Sentosa adalah metode System Development
Life Cycle (SDLC). Menurut Hoffer, Prescott,
dan Topi (2009) System Development Life
Cycle
(SDLC)
merupakan
metodologi
tradisional dengan langkah-langkah yang
lengkap
untuk
mengembangkan,
mempertahankan, dan mengganti sistem
informasi. Menurut McLeod, Jr. dan Schell
(2001) System Development Life Cycle
(SDLC) merupakan bagian dari System Life
Cycle (SLC). SLC sendiri merupakan aplikasi
dari
pendekatan
sistem
untuk
mengembangkan sistem atau subsistem
informasi berbasis komputer. SLC terdiri dari
beberapa langkah-langkah dari pendekatan
sistem. Karena tahapan-tahapan yang perlu
dilakukan memiliki pola yang teratur dan
dilakukan dari atas ke bawah (top-down),
maka SLC seringkali disebut pendekatan air
terjun
(waterfall
approach)
pada
pengembangan sistem dan penggunaannya.
SLC sendiri terdiri dari lima fase seperti dapat
dilihat pada gambar 3. Empat fase pertama
pada SLC yaitu fase planning, fase analysis,
fase design, dan fase implementation disebut
dengan SDLC.
Tahap-tahap yang dilakukan pada metode
SDLC untuk merancang sistem informasi pada
perusahaan ini yaitu tahap perencanaan,
analisis, perancangan, dan implementasi.
Sementara perancangan basis data untuk
sistem informasi pada PD Anugerah Jaya
Sentosa dilakukan menggunakan
metode
DDA (Database Design based on Activity).
Proses Bisnis
Tahap awal dalam proses perancangan
menggunakan System Development Life Cycle
(SDLC) adalah tahap perencanaan (Planning
Phase). Dilakukannya proses perencanaan
adalah agar dapat permasalahan dapat
ditemukan atau diidentifikasi. Pertama-tama
perlu diketahui kegiatan-kegiatan apa saja
serta korelasi antar kegiatan yang dilakukan
pada PD Anugerah Jaya Sentosa ini Oleh
karena itu perlu diketahui proses bisnis yang
berlangsung pada perusahaan ini.
Proses bisnis saat ini didapatkan dari hasil
observasi pada perusahaan dan juga
wawancara
dengan
pihak
perusahaan.
Tujuannya adalah agar proses bisnis yang
dibuat dapat menggambarkan kegiatankegiatan yang berjalan pada perusahaan
secara tepat dan akurat, serta nantinya dapat
dibuat solusi yang sesuai juga dengan
kebutuhan perusahaan.
Pada proses bisnis perusahaan saat
ini terdapat delapan entitas yang terdiri dari
dua entitas eksternal dan enam entitas
internal.
Entitas
eksternalnya
adalah
pelanggan dan vendor, sementara entitas
internalnya adalah penjualan dan pemasaran,
perencanaan produksi, produksi konveksi,
produksi pengolahan kulit, inventori hasil
produksi, dan inventori bahan baku. Berikut
adalah penjabaran dari proses bisnis yang
berjalan pada PD Anugerah Jaya Sentosa.
1. Proses penjualan
Proses penjualan saat ini masih ditangani
oleh pemilik secara langsung. Pemilik
melakukan fungsi penjualan dan pemasaran.
Pelanggan akan memesan dan pesanannya
akan diterima pemilik. Kemudian pemilik akan
melihat persediaan di dalam gudang. Apabila
persediaan mencukupi, maka pesanan dapat
diproses setelah difinalisasi, namun apabila
barang di gudang tidak mencukupi, pemilik
akan mengira-ngira apakah bagian produksi
dapat menyelesaikan pesanan sebelum
tenggat pengiriman yang biasanya dilakukan
satu minggu sekali. Apabila bagian produksi
dirasa mampu maka langsung dilanjutkan
dengan dilakukan negosiasi antara pelanggan
dan pemilik mengenai harga keseluruhan yang
dapat dipengaruhi oleh jumlah pembelian.
Apabila bagian produksi dirasa belum mampu
memenuhi
pesanan
sebelum
tenggat
pengiriman biasanya dilakukan negosiasi
waktu terlebih dahulu baru negosiasi harga.
Setelah harga disepakati, barulah pesanan
akan dicatat.
2. Proses Produksi
Proses Produksi dimulai dari perencanaan
produksi, baru kemudian masuk ke area
produksi. Terdapat dua area produksi pada
perusahaan
ini,
yaitu
area
produksi
pengolahan kulit dan area produksi konveksi.
Area produksi pengolahan kulit akan mengolah
kulit mentah hingga menjadi kulit yang siap
menjadi bahan produksi konveksi, sementara
area produksi konveksi akan menggunakan
kulit hasil produksi pengolahan kulit untuk
dijadikan sarung tangan.
Saat ini fungsi perencanaan produksi masih
dilakukan oleh pemilik secara langsung.
Perencanaan produksi yang dilakukan pun
masih dapat dikatakan belum baik. Untuk
produksi konveksi, proses perencanaan
dilakukan dengan melihat rekapitulasi hasil
produksi konveksi dan kemudian melihat
persediaan di gudang
lalu mengira-ngira
sarung tangan warna apa dan berapa
banyaknya yang harus diproduksi pada hari
tersebut. Rekapitulasi hasil produksi yang
digunakan hanya berupa catatan serta cukup
sulit untuk dimengerti oleh orang awam dan
hanya dimengerti secara jelas oleh pemilik.
Begitu pula untuk pengolahan kulit, pemilik
akan mengira-ngira berdasarkan grade, warna,
dan jumlah produk kulit di gudang yang
sekiranya sudah kekurangan bahan dan harus
diproduksi. Produksi pengolahan kulit dimulai
dengan menyortir kulit menjadi tiga grade yaitu
grade satu, dua, dan tiga. Kulit grade satu dan
dua nantinya digunakan untuk memproduksi
sarung tangan berwarna biru, sementara grade
dua dan tiga digunakan untuk memproduksi
sarung tangan berwarna merah. Setelah
dilakukan penyortiran, dilakukan Shaving dan
Trimming . Proses shaving dilakukan untuk
menipiskan kulit. Proses trimming dilakukan
untuk memotong bagian yang tidak diinginkan
dari kulit yang telah dibersihkan, seperti bagian
berlubang
atau
bagian
yang
tidak
memungkinkan untuk diproses konveksi.
Setelah dilakukan proses-proses tersebut,
barulah kuit dapat diwarnai. Rangkaian proses
pewarnaan ada dalam proses mollen kulit.
Proses ini diawali dengan mencuci kulit pada
mesin mollen. Setelah dicuci kulit akan diberi
pewarna. Pemberian pewarna dilakukan
pekerja dengan mengira-gira tanpa adanya
takaran yang jelas. Setelah diberi pewarna dan
diaduk (di-mollen) dan didapatan hasilnya,
barulah dinilai apakah prosesnya dapat
dilanjutkan atau tidak. Apabila warna masih
dirasa kurang bagus, maka pewarna akan
ditambahkan dan dilakukan mollen ulang,
apabila sudah bagus barulah proses
dilanjutkan.
Proses
selanjutnya
adalah
pemberian minyak. Takaran pemberian minyak
pun masih dikira-kira tanpa ada takaran yang
jelas. Sama seperti pemberian pewarna,
apabila pemberian minyak dirasa kurang maka
proses akan diulangi dengan penambahan
minyak. Apabila sudah cukup barulah proses
dihentikan. Proses ini biasanya dilakukan
sebanyak dua kali dalam satu hari, yaitu pada
pagi hari untuk mewarnai kulit yang telah
diolah pada hari sebelumnya, dan siang atau
sore hari untuk mewarnai kulit yang telah
diproses pada pagi hari.
Setelah dilakukan pewarnaan, barulah kulit
dijemur. Proses penjemuran dilakukan di luar
area pabrik, yaitu di lapangan yang telah
disediakan oleh pemerintah setempat yang
dikhususkan untuk pengeringan kulit bagi
pengrajin kulit di daerah tersebut. Setelah
dikeringkan, kulit akan dibawa lagi ke area
pabrik untuk di-milling. Proses ini dilakukan
untuk membuat kulit menjadi lebih empuk kulit.
Setelah kulit melalui proses milling barulah
kulit akan dimasukkan ke area gudang. Tidak
ada pencatatan apapun dalam seluruh proses
pengolahan kulit ini.
Produksi konveksi dimulai dengan proses
penggambaran pola pada kulit hasil olahan
pada lantai produksi pengolahan kulit. Setelah
dilakukan pembuatan pola, pola tersebut
digunting.
Setelah
dilakukan
proses
pengguntingan, pola yang telah digunting akan
dijahit. Proses penjahitan dilakukan dengan
mesin jahit dan menggunakan bahan
pembantu benang yang diambil dari gudang
bahan baku. Setelah pola dijahit akan
terbentuk sarung tangan, namun belum
sempurna karena sarung tangan yang telah
dijahit perlu dibalik terlebih dahulu agar pola
jahitan berada di dalam dan tidak terlihat dari
luar.
Setelah sarung tangan dibalik, baru
dilakukan pengemasan per kodi (dua puluh
pasang), dan kemudian dipindahkan ke
gudang. Setelah proses konveksi selesai pada
sau hari, para pekerja akan melaporkan
kepada pemilik jumah yang mereka produksi
secara lisan, dan pemilik akan mecatat jumah
yang pekerja produksi. Catatan berdasarkan
laporan lisan itulah yang dipegang oleh
pemilik. Seringkali pemilik tidak langsung
mengecek kecocokan antara laporan lisan
dengan jumlah produk riil, terutama apabila
pekerjaan yang dilakukan pada akhir minggu
yang
kalaupun
dilakukan
pemeriksaan
biasanya baru akan diperiksa pada awal
minggu berikutnya.
3. Proses Pengelolaan Inventori (Gudang)
Proses pengelolaan inventori (gudang) ini
dibagi mejadi dua bagian yaitu inventori bahan
baku dan inventori hasil produksi. Inventori
bahan baku mengurus penyimpanan bahan
baku seperti kulit mentah, pewarna, minyak,
dan benang, sementara inventori hasil
produksi menangani penyimanan produk hasil
produksi baik kain hasil pengolahan kulit dan
sarung tangan hasil konveksi.
Pada inventori bahan baku, pemilik terjun
langsung untuk memonitor ketersediaan bahan
baku. Pemilik akan melihat bahan baku, dan
apabila menurutnya bahan baku mulai
berkurang dan tinggal sedikit khususnya
pewarna, minyak, dan benang, maka pemilik
akan mengira-ngira berapa jumlah bahan yang
harus dibeli dan menugaskan pekerja untuk
membeli bahan baku tersebut ke vendor.
Begitu pula akan ketersediaan kulit mentah,
biasanya apabila jumlahnya sudah dirasa
kurang mencukupi, pemilik akan menghubungi
vendor untuk mengirim kulit mentah lagi. Tidak
adanya pencatatan ditambah bon pembelian
yang tidak diperhatikan atau pun disimpan
sembarangan membuat perencanaan produksi
yang baik sulit dilakukan.
Pada inventori hasil produksi, pemilik
jugalah yang terjun langsung memonitor baik
untuk produk pengolahan kulit maupun produk
konveksi. Produk kulit yang telah selesai diolah
akan masuk ke gudang dan ditumpuk begitu
saja tanpa ada keterangan. Hal ini
menyebabkan kulit hasil olahan yang akan
digunakan untuk proses konveksi yang
seharusnya memiliki sistem first in first out
berubah menjadi first in last out . Begitu pula
untuk hasil konveksi, sarung tangan yang telah
dikemas per kodi hanya disimpan di gudang
tanpa keterangan apapun.
Identifikasi Masalah Sistem Sekarang
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan telah
dijabarkan melalui proses bisnis dan alurnya
telah digambarkan melalui peta proses bisnis
akan dianalisa lebih lanjut untuk mendapatkan
masalah-masalah yang muncul pada aktifitasaktifitas tersebut. Masalah pertama adalah
mengenai
rekapitulasi
hasil
produksi.
Rekapitulasi hasil produksi pada perusahaan
ini masih belum terstandard dan sulit
dimengerti oleh orang awam serta hanya dapat
dimengerti oleh pemilik saja. Hal ini tentunya
akan menyulitkan apabila ada orang lain yang
hendak melakukan perhitungan perancangan
produksi.
Masalah lainnya adalah masalah
pada tata kelola inventori, baik itu inventori
bahan baku maupun inventori hasil produksi.
Pada inventori bahan baku, saat dilakukan
pengecekan bahan baku, pengecekan hanya
dilakukan ala kadarnya untuk menentukan
pembelian tanpa adanya pencatatan saat
pengecekan, sehingga tidak ada akurasi pada
pengecekan tersebut. Akibatnya terkadang
ada bahan yang habis saat diperlukan dan
dapat menghambat produksi
Selain itu penyimpanan bahan baku pun tidak
pernah dicatat dan diberi penanda seperi
misalnya penyimpanan bahan baku kulit yang
pada akhirnya apabila ada kulit sisa, kulit
tersebut dapat tercampur dengan kulit baru.
Begitu pula pada inventori produksi. Pada
inventori produksi, terdapat masalah yang
cukup merugikan berkenaan dengan kulit yang
telah diolah. Kulit yang telah selesai diolah
pada proses pengolahan kulit akan ditumpuk.
Akibatnya bila kulit tersebut hendak digunakan
untuk konveksi kulit paling atas lah yang terus
digunakan. Hal ini menyebabkan kulit yang
seharusnya mengikuti aturan first in first out
menjadi first in last out karena kulit hasil
pengolahan yang pertama masuk akan
semakin tertumpuk. Dampaknya adalah ketika
musim kemarau dan proses pengeringan kulit
berjalan normal, kulit yang ditumpuk pada
bagian bawah akan semakin tertumpuk dan
tidak digunakan. Sementara ketika musim
hujan datang,
jangka waktu pengeringan
menjadi lebih lama dan kulit hasil pengolahan
pada bagian bawah akan mulai akan terlihat
untuk digunakan. Masalahnya adalah kulit
pada tumpukan bagian bawah sudah
tersimpan terlalu lama sehingga harus
diproses mollen ulang untuk mendapatkan
warna yang diinginkan. Hal ini menyebabkan
waktu produksi yang makin panjang serta
biaya produksi semakin tinggi.
Masalah selanjutnya ada pada bagian
produksi. Bagian produksi terbagi menjadi dua
bagian yaitu produksi pengolahan kulit dan
produksi konveksi. Pada produksi pengolahan
kulit digunakan beberapa mesin seperti mesin
mollen untuk pewarnaan kulit dan mesin
milling untuk menghaluskan kuit. Apabila
terjadi kerusakan pada dua mesin ini,
pekerjalah yang pertama kali memperbaikinya
dengan pengetahuan yang terbatas, baru
apabila tidak bisa diperbaiki oleh pekerja maka
mesin diperbaiki secara khusus dan suku
cadang baru dibeli. Hal ini disebabkan tidak
adanya maintenance khusus atau rutin pada
mesin. Umur mesin pun turut berpengaruh.
Selain itu tidak pernah ada pencatatan di
setiap proses pada produksi pengolahan kulit
ini. Akibatnya tidak pernah diketahui berapa
banyak kulit yang diolah, kapan diolah, serta
siapa yang bertanggung jawab mengolahnya.
Pada bagian mollen pun terdapat masalah.
Pada proses mollen terdapat tiga kegiatan
yang dilakukan yaitu pencucian, pewarnaan,
dan peminyakan. Pada saat pewarnaan dan
peminyakan, tidak ada takaran khusus untuk
pemberian pewarna dan minyak. Selain itu
tidak pernah ada pencatatan berapa banyak
pewarna atau minyak yang digunakan dalam
setiap prosesnya. Akibatnya proses analisa
untuk mengetahui jumlah pewarna dan minyak
yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil
yang baik tidak dapat dilakukan.
Pada proses produksi konveksi pun
terdapat permasalahan. Masalah yang paling
utama pada proses produksi konveksi adalah
seringkali tidak dilakukan atau terlambatnya
cross check antara hasil produksi yang
dilaporkan dan hasil produksi riil. Biasanya
para pekerja di bagian konveksi melaporkan
hasil pekerjaannya secara lisan kepada pemilik
baru mendapat bayaran sesuai dengan jumlah
barang yang diproduksinya. Namun laoran
tersebut jarang di-cross check atau terlambat
di-cross check sehingga apabila terjadi
kekurangan produksi karena laporan yang
masuk tidak benar, produksi harus ditambah.
Pemilik tidak bisa menyalahkan pekerja,
pemilik pun tidak bisa tidak membayar pekerja
saat
mengerjakan
lagi
kekurangan
produksinya dan juga pemilik tidak dapat
menarik uang yang telah diberikan pada
pekerja. Hal ini tentunya cukup merugikan
perusahaan baik dalam segi waktu maupun
biaya.
Tujuan Sistem Informasi
Tahap kedua dari tahap-tahap yang
terdapat pada SDLC adalah tahap analisis.
Dalam melakukan tahap analisis, pertamatama perlu ditentukan terlebih dahulu tujuan
dari sistem informasi yang akan dibuat untuk
menunjang kegiatan pada PD Anugerah Jaya
Sentosa ini. Tujuannya adalah agar solusi
yang nantinya disediakan akan cocok dengan
kebutuhan yang ada pada PD Anugerah Jaya
Sentosa. Penentuan tujuan sistem informasi ini
pun turut melibatkan perusahaan dengan
berdisuki terlebih dahulu dengan pemillik
perusahaan agar hasil dari sistem informasi ini
selaras dengan kebutuhan dan keinginan
perusahaan. Adapun tujuan dari sistem
informasi ini adalah :
1. Sistem
informasi
yang
membantu
menyediakan data dan informasi yang
akurat pada perusahaan khususnya pada
bagian produksi.
2. Sistem
informasi
yang
membantu
penyimpanan data sehingga setiap data
dan informasi dapat terekam dengan baik
dan teratur serta dapat digunakan apabila
dibutuhkan.
Identifikasi Kebutuhan Informasi
Langkah
selanjutnya
adalah
mengidentifiaksi
kebutuhan
informasi.
Kebutuhan informasi diidentifikasi berdasarkan
permasalahan-permasalahan
yang
telah
diidentifikasi. Kebutuhan informasi yang
diidentifikasi diharapkan dapat menjadi solusi
bagi permasalahan yang ada saat ini.
Berdasarkan masalah yang ada, dicari
terlebih dahulu kebutuhan informasinya.
Terdapat beberapa informasi yang dibutuhkan
untuk berbagai masalah. Misalnya untuk
masalah pada bagian inventori, untuk bahan
yang masuk ke inventori dibutuhkan informasi
seperti waktu bahan tersebut masuk, apa jenis
bahannya, tipe bahannya, serta berapa jumlah
bahannya.
Untuk area produksi, pada bagian
pengolahan
kulit
dibutuhkan
informasi
penanggung jawab proses serta berapa jumlah
hasil produksi dari setiap proses. Untuk bagian
konveksi, dibutuhkan informasi pekerja yang
mengerjakan
tuga
serta
jumlah
riil
produksinya. Selain itu masih banyak informasi
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan
masalah-masalah yang ada pada PD
Anugerah Jaya Sentosa ini.
Penentuan Kriteria Sistem Informasi
Langkah selanjutnya adalah penentuan
kriteria sistem informasi. Kriteria sistem
informasi perlu ditentukan dengan tujuan
sebagai alat bantu pengukur performasni bagi
sistem informasi yang hendak dirancang untuk
memberikan solusi pada PD Anugerah Jaya
Sentosa ini. Penentuan kriteria informasi ini
pun pada prosesnya turut melibatkan
perusahaan agar sistem informasi yang
dirancang
sejalan
dengan
keinginan
perusahaan.
Sistem informasi yang dibutuhkan
oleh PD Anugerah Jaya Sentosa ini adalah
sistem informasi yang bisa menyediakan data
dan informasi yang selama ini tidak ada atau
tidak direkam. Oleh karena itu PD Anugerah
Jaya Sentosa membutuhkan sebuah sistem
informasi yang memiliki basis data yang baik,
tidak rumit dan dapat diaplikasikan kepada
perusahaannya yang masih dapat dikatakan
usaha kecil dengan tingkat pendidikan
pekerjanya yang masih cenderung rendah.
Berikut ini kriteria-kriteria yang harus dimiliki
oleh sistem informasi yang dirancang untuk PD
Anugerah Jaya Sentosa.
1. Menyediakan data secara lengkap dan
akurat.
2. Mempermudah proses pengambilan data.
3. Menghasilkan kualitas data yang baik dan
terstandar.
Proses Bisnis Usulan
Tahap perancangan merupakan tahap
ketiga dari tahap-tahap yang ada pada metode
SDLC. Tahap ini dilakukan setelah dilakukan
tahap analisis. Pada tahap ini akan dirancang
sistem informasi yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan.
Dalam
melakukan perancangan sistem
informasi, dilakukan pembuatan proses bisnis
usulan.
Proses
bisnis
usulan
akan
menggambarkan sistem usulan yang akan
berjalan.
Proses bisnis usulan adalah proses bisnis
yang telah diubah dari proses bisnis
sebelumnya untuk menunjang berjalannya
sistem informasi usulan. Pada proses bisnis
usulan tidak ada entitas yang berubah di mana
terdapat delapan entitas yang terdiri dari dua
entitas eksternal dan enam entitas internal.
Entitas eksternalnya adalah pelanggan dan
vendor, sementara entitas internalnya adalah
penjualan dan pemasaran, perencanaan
produksi,
produksi
konveksi,
produksi
pengolahan kulit, inventori hasil produksi, dan
inventori bahan baku.
Perubahan yang ada adalah pada saat
melakukan pemesanan bahan kepada vendor,
di mana pada proses bisnis sekarang
pemesanan dilakukan setelah melakukan
pengecekan bahan baku tanpa ada dasar
perhitungan yang jelas, pada proses bisnis
usulan pemesanan baru dilakukan setelah ada
perencanaan produksi yang matang.
Selain itu terdapat perubahan pada bagianbagian dalam proses produksi baik proses
produksi pengolahan kulit dan proses produksi
konveksi
seperti
penambahan
aktivitas
penimbangan dan penambahan aktivitas
pencatatan.
Context Diagram (CD) dan Data Flow
Diagram (DFD)
Menurut McLeod, Jr. dan Schell (2001)
Data Flow Diagram adalah representasi grafis
dari sebuah sistem yang menggunakan simbol
berjumlah sedikit untuk menggambarkan
bagaimana data mengalir melalui prosesperoses yang saling terhubung. Context
Diagram menempatkan sebuah sistem dalam
sebuah konteks lingkungan. Context Diagram
terdiri dari satu simbol proses yang
menggambarkan keseluruhan sistem.
Context Diagram (CD) adalah diagram
yang
berfungsi
untuk
menggambarkan
pemetaan hubungan antara suatu subsistem
dengan subsistem yang lain. Selain itu Context
Diagram juga berfungsi untuk menggambarkan
aliran informasi antar subsistem. Terdapat lima
buat
Context Diagram yang dibuat yaitu
Context Diagram untuk bagian perancangan
produksi, produksi pengolahan kulit, produksi
konveksi, inventori hasil produksi, dan inventori
bahan baku. Setelah membuat Context
Diagram barulah dibuat Data Flow Diagram
(DFD). DFD bergungsi untuk menggambarkan
secara lebih detil aliran data yang bergerak
pada suatu subsistem.
Sistem informasi yang dirancang adalah
sistem nformasi yang dapat menyediakan data
yang selama ini tidak tercatat serta memiliki
aliran yang baik. Dengan demikian selain data
akan
tersedia,
setiap
bagian
yang
membutuhkan suatu data pun bisa mendapat
data yang benar-benar bagian tersebut
butuhkan. Pembuatan CD dan DFD ini
bertujuan untuk membantu peneliti untuk
mencapai tujuan tersebut. Pada penelitian ini
CD dan DFD dibuat untuk bagian perancangan
produksi, produksi pengolahan kulit, produksi
konveksi, inventori hasil produksi, dan inventori
bahan baku.
Perancangan Basis Data
Langkah selanjutnya adalah perancangan
basis data. Perancangan basis data dilakukan
berdasarkan kebutuhan informasi yang telah
diidentifikasi sebelumnya. Dalam merancang
basis data untuk PD Anegerah Jaya Sentosa,
diganakan metode Design Database based on
Activity (DDA). Menurut Sandy (2009)
Database Design based on Activity atau
Desain Database berdasarkan Aktivitas (DDA)
adalah suatu metode perancangan basis data
yang dilakukan berdasarkan kegiatan-kegiatan
yang
terdapat
dalam
suatu
perusahaan.Kelebihan
dari
penggunaan
metode DDA ini dibandingkan dengan metode
lainnya adalah metodenya lebih mudah dan
sederhana karena pengumpulan informasi
dilakukan berdasarkan pada aktivitas-aktivitas
rutin yang dilakukan pada perusahaan.
Terdapat tiga tahap dalam merancang
basis data dengan menggunakan metode ini.
Tahap pertama adalah identifikasi aktivitas
pada PD Anugerah Jaya Sentosa. Tahap
kedua adalah identifikasi informasi pada PD
Anegerah Jaya Sentosa. Terakhir, pada tahap
ketiga dilakukan pengelompokan informasi.
Normalisasi Basis Data
Menurut Fathansyah (1999), normalisasi
merupakan suatu pendekakatan dalam hal
membangun desain lojik basis data relasional
yang tidak secara langsung berkaitan dengan
model data, tetapi dengan menerapkan
sejumlah aturan dan kriteria standar untuk
menghasilkan struktur tabel yang normal.
Normalisasi dilakukan agar bisa didapatkan
basis data yang kompak dan efisien dalam
penggunaan ruang penyimpanan, cepat dalam
pengaksesan,
dan
mudah
dalam
pemanipulasian data. Penerapan normalisasi
sampai dengan tahap ketiga sudah sangat
memadai untuk menghasilkan tabel-tabel
berkualitas baik.
Normalisasi basis data dilakukan setelah
perancangan basis data selesai. Hasil
perancangan basis data yang berupa berbagai
entitas dan atribut menjadi input untuk
normalisasi basis data. Normalisasi basis data
perlu
dilakukan
karena
pada
hasil
pengelompokan
data,
atribut-atribut
di
dalamnya
belum
normal
sepenuhnya.
Normalisasi dilakukan pada setiap atribut
dalam entitas untuk mengeliminasi anomali
data pada rancangan basis data PD Anugerah
Jaya Sentosa. Anomalisi data ini dapat
menyebabkan data menjadi tidak konsisten.
Apabila data tidak konsisten maka akan dapat
terjadi kesalahan pada penyimpanan dan
pembacaan data.
Normalisasi dilakukan dengan menerapkan
tiga buah aturan, yaitu aturan 1NF, 2NF, dan
3NF. Aturan pertama yaitu aturan 1NF
dilakukan untuk mengeliminasi pengulangan
data atau redudansi yang tidak perlu. Aturan
ini dlakukan dengan cara memisahkan atribut
bernilai tunggal dengan atribut bernilai banyak.
Aturan kedua yaitu aturan 2NF, di mana aturan
ini akan terpenuhi apabila jika pada suatu
tabel, semua atribut yang tidak termasuk key
primer memiliki ketergantungan fungsional
(KF) dengan key primer secara utuh. Aturan
ketiga adalah aturan 3NF, di mana atribut non
key tidak boleh bergantung pada atribut non
key lainnya.
Kamus Data
Setelah dilakukan normalisasi pada basis
data, langkah selanjutnya adalah membuat
kamus data. Kamus data dirancang untuk
menentukan tipe data yang cocok untuk
mengisi atribut yang telah dinormalisasi. Selain
itu diberikan juga contoh format field, jumlah
karakter, dan contoh field untuk dapat lebih
mudah mengerti kamus data yang dirancang.
Perancangan Formulir Terstandar
Tahap keempat dalam metode SDLC
adalah tahap implementasi sistem informasi.
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam
metode SDLC. Tahap ini dimulai dengan
melakukan perancangan formulir terstandar.
Formulir ini dirancang agar perusahaan dapat
memiliki data yang lengkat dan akurat, yang
selama ini tidak dapat dimiliki. Terdapat
beberapa formulir yang dirancang yang terdiri
dari lima buah formulir fisik dan tiga belas buah
user interface formulir terstandar untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan.
Prosedur Operasi Baku (POB)
Langkah
selanjutnya
dari
tahap
implementasi adalah perancangan POB.
Prosedur Operasi Baku (POB) atau sering juga
disebut Standard Operating Procedure (SOP)
adalah serangkaian instruksi tertulis mengenai
aktivitas-aktivitas yang rutin dilakukan. POB
memiliki tujuan untuk memberikan gambaran
pada pekerja dalam menjalankan aktivitas
kerjanya. POB digunakan untuk meminimalisir
variasi kegiatan dan diharapkan dapat
mempertahankan
maupun
meningkatkan
produktivitas
kerja
pekerja
perusahaan
meskipun ada pergantian pekerja. Selain itu
POB dapat juga digunakan sebagai sarana
pembelajaran bagi pekerja baru.
Perancangan POB untuk PD Anugerah
Jaya Senotosa menghasilkan beberapa
rancangan POB. Salah satu rancangan POB
yang dibuat adalah POB Produksi Pengolahan
Kulit. POB ini berlaku pada seluruh kegiatan
yang terdapat pada produksi pengolahan kulit
kecuali pada kegiatan mollen kulit, karena
kegiatan mollen kulit memiliki POB-nya sendiri.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan dari
penelitian yang telah dilakukan pada PD
Anugerah Jaya Sentosa ini adalah ;
1. Proses bisnis yang berjalan pada PD
Anugerah Jaya Sentosa saat ini terbagi
menjadi delapan entitas dengan dua entitas
eksternal yaitu pelanggan dan vendor serta
enam entitas internal yaitu penjualan dan
pemasaran,
perencanaan
produksi,
produksi konveksi, produksi pengolahan
kulit, inventori hasil produksi, dan inventori
bahan baku di mana pada entitas internal
pemilik masih melakukan sendiri pada
seluruh entitas di luar proses produksi.
2. Kondisi aliran informasi yang berjalan pada
PD Anugerah Jaya Sentosa saat ini masih
belum baik karena masih banyak data yang
tidak tersedia pada perusahaan.
3. Rancangan sistem informasi usulan yang
tepat untuk PD Anugerah Jaya Sentosa
adalah lima buah formulir terstandar, tiga
belas buah user interface formulir
terstandar, dan lima buah Prosedur Operasi
Baku (POB).
Daftar Pustaka
Fathansyah, Ir. (1999). Basis Data. Bandung:
Informatika.
Hoffer, J.A., Prescott, M.B., & Topi, H. (2009).
Modern Database Management Ninth
Edition. New Jersey: Pearson Education,
Inc.
Laudon, K. C. dan Laudon, J. P.. (2014).
Management
Information
Systems:
Managing The Digital Firm, 13th Edition.
Essex: Pearson Education Limited
McLeod Jr., R. dan Schell, G.. (2001).
th
Management Information Systems 8
Edition. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Sandy, I. A. (2009). Metoda Perancangan
Basis Data DDA (Desain Database
berdasarkan Aktivitas). Jurusan Teknik
Industri Universitas Katolik Parahyangan,
Edisi Februari 2009 : 58-62. Bandung :
Universitas Katolik Parahyangan
Download