Sinergi Litbang Botani dan Anatomi Kayu

advertisement
Sinergi Litbang Botani dan Anatomi Kayu
Oleh
Titi Kalima
Kelti Botani dan Ekologi
Puslitbang KonservasidanRehabilitasi
I.
PENDAHULUAN
Berbicara masalah Litbang Botani, berarti identik dengan tumbuhan atau
herbarium Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi. Herbarium khususnya
tumbuhan hutan Litbang Konservasi dan Rehabilitasi merupakan salah satu
herbarium Botani yang didirikan pada tahun 1913 dan dimiliki Badan Litbang
Kehutanan. Sebagai penanggung jawab struktural, herbarium botani ini
berada dibawah Kelompok Peneliti Botani dan Ekologi Tumbuhan, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Koleksi
herbarium ini merupakan kekayaan keanekaragaman spesies tumbuhan
hutan Indonesia yang tak ternilai harganya dan merupakan kekayaan
Kementerian Kehutanan.
Keanekaragaman spesies tumbuhan atau flora di Indonesia merupakan
bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya. Flora Indo-Malaya meliputi
tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan
Filipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Filipina sering disebut
sebagai kelompok flora Malesiana.
Hutan di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 40.000 species
tumbuhan berbunga atau berbiji, yang sebagian besar terdapat di Indonesia
sekitar 30.000 spesies, tersebar di sekitar 17.000 pulau (Sastrapradja dkk.
1989). Dari jumlah tersebut, sekitar 4.000 spesies berupa pohon, yakni
tumbuhan berkayu yang memiliki batang utama yang jelas terpisah dari
1
tajuknya (Sutisna dkk. 1998). Diantara tumbuhan berkayu di Indonesia
didominasi oleh pohon dari famili Dipterokarpa, yaitu sebanyak 238 spesies
diantaranya Keruing ( Dipterocarpusspp.), Meranti (Shorea spp.), dan Kayu
kapur (Drybalanops aromatica) (Ashton 1982). Pada umumnya Dipterokarpa
terdapat pada daerah tropis bsah dengan curah hujan > 1000 mm per tahun dan atau
musim kemarau kurang dari 6 bulan, sehingga Dipterokarpa tumbuh subur di hutan lahan
pamah hujan tropis (lowland rain forest) dengan ketinggian tempat tidak lebih dari 1500 m
dpl. (Whitmore, 1988).
Mengawali uraian ini, sebaiknya kita sepakati lebih dulu tentang arti dua istilah pada judul
makalah. Merujuk Kamus Biologi yang disusun oleh Mien A. Rifai (2004), Istilah Botani
adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari sifat-sifat morfologi tumbuhan, klasifikasi dan
tata nama jenis tumbuhan. Sedangkan Anatomi kayu adalah salah satu ilmu botani
yang mempelajari struktur bagian dalam dari kayu mencakup sel dan jaringan kayu.
II. DEFINISIDAN RUANG LINGKUP LITBANG BOTANI
Definisi Botani adalah Ilmuyangmempelajaritentangtumbuhan dan
perantumbuhanbagikehidupan, klasifikasi dan tatanama tumbuhan.
Perlukah kita mempelajari Botani Hutan ? Perlu
1. karena dengan belajar botani, akan mengetahui segala sesuatu tentang
tumbuhan hutan yang menjadi sumber keuntungan bagi manusia
2. karena pengelolaan tumbuhan hutan yang tidak baik dan benar akan
menjadimalapetaka bagi manusia
Ruang lingkup Botani sangat luas terutama dalam kegiatan kehutanan,
meliputi disiplin ilmu antara lain ilmubudidaya, morfologi, anatomi, ekologi,
taksonomi, genetika, palaebotani, fitogeografi, dan cabang ilmu sejenis
lainnya. Cabang ilmu – ilmu itu sendiri tidaklah akan berjalan pesat secara
efisien tanpa bantuan botani.
III. HUBUNGAN DENGAN ILMU BOTANI LAIN
Pada dasarnya penelitian-penelitian Botani yang dilakukan adalah kegiatan
eksplorasi dan inventarisasi tumbuhan hutan yang mengkhususkan diri
2
dalam kegiatan identifikasi atau pengenalan spesiestumbuhan serta
penempatan dan penamaan bagi tumbuhan-tumbuhan. Kegiatan ini sangat
dipengaruhi dari keadaan sifat – sifat morfologi dan struktur anatomi dari
tumbuhan yang dimaksud. Karena, proses penempatan tumbuhan ke dalam
tingkatannya masing-masing berdasarkan persamaan sifat-sifat yang tampak,
baik dari segi morfologi ataupun dari segi anatominya.
Dari catatan sejarah awal botani melakukan kegiatan penelitian-penelitian di
kawasan hutan di Indonesia (Kartawinata, 2010), sebagai sebagai berikut
A. Sejarah eksplorasi dan penelitian botani sebelum tahun 1950
Tumbuhan adalah sumber pangan, obat-obatan, sandang, papan dan berbagai layanan
ekologi bagi kehidupan manusia. Keanekaragaman hayati (tumbuhan dan hewan) atau
biodiversitas Indonesia diketahui sangat luar biasabesarnya, sehingga Indonesia
menyandang predikat Negara megadiversitas. Tumbuhan apa saja yang terdapat dalam
kawasan hutan Indonesia sejak dulu? Tidak banyak tetumbuhan yang didokumentasikan.
Dokumen tumbuhannya tersimpan atau terkoleksi di Herbarium Botani dan Ekologi,
Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi (Botani, 1971) .
Beberapa catatan tentang eksplorasi dan penelitian botani di kawasan hutan Indonesia
sejaklebih dari dua abad lalu hingga tahun 1953 adalah Steenis & Steenis-Kruseman (1953),
Steenis-Kruseman (1950), Steenis dkk. (1972, 2005) Honig & Verdoorn (1945) dan Wit
(1949).
Ekspedisi pertama Belanda dilaksanakan oleh van Linschoten pada tahun 1598-1599.
Linschoten banyak mengumpulkan data botani dan tidak hanya membuat daftar spesies
tetapi juga pertelaan ilmiah berbagai spesies tumbuhan bermanfaat, terutama spesies
komersial seperti rempah-rempah, cendana, gaharu, kamper dan kemenyan. Ekspedisi
Linschoten ini membuka jalur perdagangan tersendiri dan tampaknya memicu para
saudagar di Belanda untuk mendirikan perserikatandagang VOC (Vereenigde Oost Indische
Compagnie) pada tahun 1602. Sedangkan Rumphius, seorang Jerman pencinta alam
dikirim ke Hindia Timur (1653), menetap dan meninggal (1702) di Ambon. Ia terus
menelaah flora di Ambondan pulau-pulau sekitarnya yang ditulis dalam buku Amboinsche
3
Kruideboek (Pustaka Tumbuhan Amboina) yang lebih terkenal sebagai Herbarium
Amboinense, yang terbit sebanyak 7 volume pada tahun 1741–1755. Buku Herbarium
Amboinense telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan diluncurkan pada bulan
Februari 2011 oleh US Tropical Botanical Gardens di Florida.
Carl Pehr Thunberg (1743–1828), seorang Swedia dan murid BapakTaksonomi, Carolus
Linnaeus dari Eropa yang melakukan ekspedisi llmiah khusus untuk studi botani di daerah
tropik terutama Asia, termasuk Indonesia. Pada tahun 1777 berkunjung ke Jawa,dan
Thunberg adalah botaniwan pertama yang mendokumentasikan flora pegunungan Jawa,
khususnya di Jawa Barat, termasuk kawasan Gunung Gede, yang diterbitkan sebagai buku
Florula Javanica (1825).
B. Sejarah eksplorasi dan penelitian botani sesudah tahun 1950
Antara sebelum tahun 1950 sampai dengan sekarang, eksplorasi botani dan koleksi
spesimen dapat dilaksanakan dengan baik oleh para peneliti muda dan senior, seperti
tercatat sekitar 84.132 spesimen yang tersimpan di Herbarium Botani dan Ekologi,
Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi (Botani, 1971). Disamping koleksizaman Belanda,
koleksi dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian Hutan bekerjasama dengan Herbarium
Bogoriense (Kartawinata 2005, 2006). Sedangkan koleksi kayunya tersimpan di
Laboratorium Anatomi Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan
dan Pengolahan Hasil Hutan sebanyak 3233 jenis kayu (Puslitbang Hasil Hutan, 1991).
Sampai saat ini kita belum mempunyai Flora Indonesia, sedangkan yang telah dibuat
lengkap adalah Flora of Java (Backer & Bakhuizen van de Brink. 1963 – 1968).
IV.
PENTINGNYA IDENTIFIKASI SPESIES TUMBUHAN DIHUTAN
Suatu spesies tumbuhan tanpa berdasarkan nama yang baku, akan sulit
untuk dikomunikasikan. Saat ini, terutama bagi spesies- spesies tumbuhan
yang berasal dari dan atau berada di hutan banyak yang hanya dikenal
berdasarkan nama daerahnya saja, di lain pihak diketahui bahwa status
nama daerah tersebut sangat tidak menjamin akan kebenaran informasi.
Untuk itu, disinilah peranan herbarium dan para Botanisnya diperlukan
4
dalam memberikan nama yang baku dan berlaku secara luas, baik untuk
kepentingan ekonomi maupun untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
A. Penamaan tumbuhan hutan
1). Nama Daerah atau lokal adalah nama yang diberikan kepada tumbuhan
itu dalam bahasa orang yang memberi nama. Dengan demikian satu
jenis tumbuhan dapat mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai
dengan bahasa orang yang memberikannya.
Dari pengalaman penulis bersama para pengenal pohon di beberapa daerah
(lapangan), sering dijumpai nama daerah yang sama diberikan kepada
beberapa pohon, tetapi setelah material herbariumnya dibuat dan kemudian
diidentifikasi, ternyata pohon-pohon tersebut terdiri atas berbagai spesies
dari marga berbeda, bahkan adakalanya dari famili yang berbeda pula.
Contoh: beberapa pohon di hutan biasa disebut ”medang”. Pengenal pohon
yang benar-benar ahli biasanya memberi nama tambahan untuk pohon yang
bersangkutan di samping nama ”medang ampal” (Triommamalaccensis
Hook.f. dari famili Burseraceae); ”medang kepinding” (Prunus arborea
(Blume) Kalkman dari famili Rosaceae) dan ”medang ayau” (Ryparosa
javanica (Blume) Kurz ex Koord. & Valeton dari famili Flacourtiaceae).
2). Nama Perdagangan adalah nama yang sudah lazim dipakai dalam
Perdagangan,Contoh : Keruing (marga Dipterocarpus); Pulai (marga
Alstonia); Jelutung (marga Dyera); Meranti (marga Shorea).
Sebagaimana diketahui, di dalam perdagangan kayu telah banyak dikenal
nama-nama kayu yang diekspor ataupun yang diperdagangkan di dalam
negeri. Dewasa ini sedang diupayakan untuk membakukan nama-nama
perdagangan Indonesia yang bersifat nasional. Dalam hal ini, perlu
kesepakatan berbagai pihak, baik pemerintah, pedagang maupun pengguna.
Meskipun idealnya satu nama dagang diberlakukan hanya bagi satu spesies
pohon, namun di dalam praktek seringkali terjadi bahwa satu nama kayu
5
perdagangan berlaku bagi beberapa spesies pohon. Sebagai contoh: nama
dagang” belangeran” diberlakukan hanya untuk satu spesies pohon, yaitu
Shorea balangeran Burck dari famili Dipterokarpa; “benuang” hanya
ditujukan bagi spesies pohon Octomeles sumatrana Miq. Famili Datiscaceae.
Namun ada nama dagang yang berlaku bagi beberapa spesies dalam satu
marga misalnya “ bintangur”, yang ditujukan bagi berbagai spesies pohon
dari marga Calophyllum, yakni C. inophyllum L., C.macrocarpum Hook.f.,
C.pulcherrinum Wallich ex Choisy, C. soulattri Burm.f. dan spesies-spesies
lainnya (Sutisna dkk. 1998).
3). Nama Ilmiah adalah nama untuk tumbuhan yang telah diatur secara
internasional. Perlu diketahui bahwa satu individu hanya memiliki satu
nama ilmiah yang sah dan berlaku secara internasional (Tjitrosoepomo,
1991).
V. KEGIATAN LITBANG BOTANI HUTAN
Kegiatan untuk lingkup Badan Litbang Kehutanan, penelitian mengenai aspek
botani (tumbuhan hutan) sebenarnya telah dilakukan sejak zaman Belanda,
namun demikian sekarang kegiatan ini bukanlah menjadi topik penelitian
utama, melainkan dilakukan pada saat peneliti melakukan kegiatan
penelitian aspek yang lain atau cabang ilmu botani lainnya. Dalam
mendukung kegiatan berkaitan dengan cabang ilmu botani lainnya dan
konservasi, maka peranan dan fungsi herbarium menjadi sangat penting.
Seorang ahli botani mempunyai peranan dan tanggung jawab dalam
membantu usaha konservasi spesies, membuat cagar alam dan mencegah
punahnya spesies – spesies tumbuhan tertentu. Botani juga mempunyai
peranan dalam program-progam pembangunan menuju ke swasembada
pangan mencakup: 1). Intensifikasi yaitu dengan memberikan saran dalam
memilih tumbuhan antar varietas atau antar spesies yang hendak disilangkan
untuk memperoleh bibit unggul. 2). Diversifikasi (pembudidayaan berbagai
spesies tumbuhan hutan); botani dapat membantu memilih spesies-spesies
tumbuhan yang cocok untuk tujuan tersebut. 3). Ekstensifikasi (perluasan
6
areal); botani dapat memilih spesies tumbuhan yang dapat digunakan
sebagai indikator tanah. Di samping itu botani juga berperan dalam
pengembangan tumbuhan obat-obat tradisional. Sedangkan dalam industri
perkayuan dan rotan misalnya, botani dapat berperan dalam
mengidentifikasi spesies-spesies tumbuhan yang dipakai sebagai bahan baku
(file:///D|/E-Learning/Taksonomi%20Tumbuhan/Textbook/BAHAN%2
0AJAR%20 Taksonomi%20Tumbuhan.htm(174of174)5/8/20073:37:11PM).
Kolaborasi atau kerjasama penelitian antar cabang ilmu botani terutama
Kelompok Peneliti, Institusi pemerintah atau swasta, Perguruan Tinggi sangat
diperlukan. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh masing-masing instansi
terkesan sendiri-sendiri sehingga apa yang dikerjakan oleh satu instansi
kemungkinan tumpang tindih dengan kegiatan di insansi lain.
Sehubungan dengan kondisi tersebut di atas diharapkan instansi-instansi
yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan Litbang Botani baik
kegiatan eksplorasi maupun inventarisasi tumbuhan hutan diharapkan
dilengkapi dukungan herbarium untuk setiap individu tumbuhan hutan.
Kolaborasi dalam kelompok penelitian yang terlibat, harus bersedia saling
berbagi ide, pengetahuan, keahlian dan pengalaman masing-masing. Karena
perbedaan latar belakang itulah yang akan menunjukkan kerja tim menjadi
lebih baik, sehingga kekuatan dari sinergi dapat disatukan untuk mencapai
tujuan terbaik. Salah satu contoh sinergi kegiatan Litbang Botani dengan
Anatomi kayu dan rotan yang sudah berjalan kurang lebih empat tahun
sangat bermanfaat. Menurut Stephen R. Covey dalam bukunya Principles
Centered Leadership (1993) mengatakan bahwa sinergi yang dikerjakan
bersama lebih baik hasilnya daripada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu
gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih
unggul (http://aplikasipancasila.blogspot.com/2011/11/sinergi.html).
PENUTUP
Hutan Tropis Indonesia memiliki keanekaragaman tumbuhan, tetapi masih banyak yang
belum terungkap secara ilmiah. Program eksplorasi dan inventarissi terutama dalam
7
kegiatan kehutanan di masa yang akan datang perlu digalakkan dan ditingkatkan
kerjasama antar kelompok dalam bidang Puslitbang, Perguruan Tinggi, Swasta, dan LSM.
Akhir kata, semua upaya itu perlu dan harus kita tempuh bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Ashton, PS. 1982. Dipterocarpaceae. Flora Malesiana1. 9: 237-552.
Botani Hutan. 1971. Daftar nama pohon-pohonan Indonesia. Lembaga Penelitian Hutan,
Bogor
file:///D|/E-Learning/Taksonomi%20Tumbuhan/Textbook/BAHAN%
20AJAR%20. Taksonomi%20Tumbuhan.htm174of174)5/8/20073:37:11PM.
Diunduh 16 Maret 2013
Honig, P & F Verdoorn. 1945. Science and Scientiststs in the Netherlands Indies, Board for
the Netherlands Indies, Suriname and Curacao, New York City
Kartawinata, K. 2004. Biodiversity conservation in relation to plants used for medicines
and other products in Indonesia. Journal of Tropical Ethnobiology 1 (2): 1-11.
Kartawinata, K. 2005. Six decades of natural vegetation studies in Indonesia. Hal. 95-140
dalam Soemodihardjo, S. & SD. Sastrapradja (Ed.), Six Decades of Science and
Scientists in Indonesia, Naturindo, Bogor.
Kartawinata, K. 2010. Dua abad mengungkap kekayaan flora dan ekosistem Indonesia.
Rifai, MA . 2004. Kamus Biologi , Balai Pustaka, Jakarta
Sastrapradja, DS, A. Adisoemarto, K Kartawinata, S Sastrapradja & MA Rifai. 1989.
Keanekaragaman hayati untuk kelangsungan hidup bangsa. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi - LIPI, Bogor
Steinmann, A .1934. De op den Boroboedoer Afgebeelde Plantenwereld.DeTropische
Natuur 31: 198-224 [Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggrisoleh JA Kartawinata:
The world of plants represented on the Borobudur,Journal of Tropical
Ethnobiology 3 (1)
8
Steenis, CGGJ van, Hamzah & M Toha. 2005. Flora Pegunungan Jawa. PusatPenelitian
Biologi, LIPI, Bogor [Terjemahan Steenis, CGGJ van, Hamzah & MToha (1972). The
mountain flora of Java. E.J. Brill, Leiden, oleh J.A Kartawinata].
Steenis, CGGJ, van & Steenis-kruseman, MJ, van 1953. A brief sketch of
theTjibodas Mountin Garden. Flora Malesiana Bulletin No. 10.
(Contains bibliography on Botanical Research on forests on G.
Gede).
Steenis-kruseman MJ van & CGGJ van Steenis,, 1950. Malaysian Plant Collectors nd
Collections, being a Cyclopedia of Botanical exploration in Malaysia and a Guide to
the Concerned Literature up to the year 1950. Hal.i-clii & 1-639 dalam CGGJ van
Steenis (Ed.), Flora Malesiana, I, 19. Noordhoff-Kolff NV, Djakarta
Steenis, CGGJ van, Hamzah & M Toha . 1972. The mountain flora of Java. E.J.Brill, Leiden
Sutisna, U; T.Kalima & Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan
di Indonesia. Yayasan PROSEA Bogor. Pusat Diklat Pegawai & SDM
Kehutanan. Bogor.
Tjitrosupomo, G. 1991. Taksonomi Umum. Guru Besar Emeritus Fakultas
Biologi Universitas Gajah Mada.
Whitmore, T.C. 1988. Forest types and forest zonation. In : Earl of
Cranbrook (ed.) Malaysia. Key Environments Series. Oxford:
Pergamon Press.
Wit, HCD de. 1949. Short history of the phytography of Malaysian
v a s c u l a r p l a n t s . Flora Malesiana I , 4 : l x x i - c l x i
9
Download