BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Manajemen Grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai manajemen. Menurut Robbins dan Coulter (1996) dalam Wibowo (2013:2) menyatakan bahwa manajemen sebagai suatu proses untuk membuat aktivitas terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi menunjukkan hubungan antara input dan output dengan mencari biaya sumber daya minimum, sedangkan efektif menunjukkan makna pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Wibowo (2013:1) manajemen merupakan suatu proses menggunakan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan melalui fungsi planning dan decision making, organizing, leading, dan controlling. Menurut Terry yang dikutip oleh Abdullah (2014:1) mengartikan manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan lebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain. Follet yang dikutip oleh Abdullah (2014:1) mengartikan manajemen adalah seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner yang dikutip oleh Abdullah (2014:1) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan penggunaan sumberdayasumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. Gulick dalam Abdullah (2014:1) mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia: bekerjasama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah keseluruhan aktivitas yang berkenaan dengan melaksanakan pekerjaan organisasi melalui fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan secara efektif dan efisien. 13 14 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Middle theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Menurut Mathis dan Jackson (2011:3) manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Menurut Mangkunegara (2013:2) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. Menurut Dessler (1997) dalam Sutrisno (2009:5) manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang yang menjalankan aspek “orang” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian. Menurut Sutrisno (2009:6-7) manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia mempunyai tugas untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Menurut Yuniarsih dan Suwatno (2013:1) menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya pada pengaturan peranan sumber daya manusia dalam kegiatan suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia menganggap bahwa karyawan adalah kekayaan (asset) utama organisasi yang harus dikelola dengan baik. Jadi manajemen sumber daya manusia sifatnya lebih strategis bagi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah diterapkan. Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu manajemen yang memfokuskan perhatiannya untuk mengelola sumber daya manusia dalam suatu organisasi guna mencapai tujuan-tujuan organisasional secara efektif dan efisien. 15 2.1.2.2 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2011:43-46) manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi, berikut adalah tinjauan singkat tujuh aktivitas SDM, yaitu : 1. Perencanaan dan Analisis SDM Lewat perencanaan SDM, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan memengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan. Hal yang sangat penting untuk memiliki sistem informasi sumber daya manusia (SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya untuk perencanaan SDM. Pentingnya sumber daya manusia dalam daya saing organisasional harus disampaikan juga. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional, harus ada analisis dan penilaian efektifitas SDM. 2. Peluang Pekerjaan yang Sama (Equal Employment Opportunity—EEO) Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (EEO) memengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM. 3. Pengangkatan Pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. 4. Pengembangan SDM Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan-pekerjaan berkembang dan berubah diperlukan adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus menerus untuk menyesuaikan perubahan teknologi. Perencanaan karier menyebutkan arah dan aktivitas untuk karyawan individu ketika mereka berkembang di dalam organisasi tersebut. Menilai bagaimana karyawan melaksanakan pekerjaannya merupakan fokus dari manajemen kinerja. 5. Kompensasi dan Tunjangan Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar 16 mereka. Selain itu, program insentif seperti pembagian keuntungan dan penghargaan produktivitas mulai digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama. 6. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. Secara global, berbagai hukum keselamatan dan kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan kesehatan dan keselamatan. Selain itu, keamanan tempat kerja menjadi lebih penting sebagai akibat dari jumlah tindak kekerasan yang meningkat di tempat kerja. 7. Hubungan Karyawan dan Buruh/Manajemen Hubungan antara para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. Merupakan suatu hal yang penting untuk mengembangkan, mengomunikasikan, dan meng-update kebijakan dan prosedur SDM sehingga para manajer dan karyawan sama-sama tahu apa yang diharapkan. 2.1.3 Penempatan Karyawan 2.1.3.1 Pengertian Penempatan Karyawan Langkah awal dalam menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan handal, perlu adanya suatu perencanaan dalam menentukan karyawan yang akan mengisi pekerjaan yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Keberhasilan dalam pengadaan tenaga kerja terletak pada ketepatan dalam penempatan karyawan, baik penempatan karyawan baru maupun karyawan lama pada posisi jabatan baru. Para karyawan baru yang telah selesai menjalankan program orientasi harus segera mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimilikinya. Menurut Hasibuan (2001) dalam Yuniarsih dan Suwatno (2013:115) mengemukakan penempatan karyawan merupakan tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan calon pegawai yang diterima (lulus seleksi) pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut. Schuler dan Jackson (1997) dalam Yuniarsih dan Suwatno (2013:115) 17 mengemukakan penempatan (placement) berkaitan dengan pencocokan seseorang dengan jabatan yang akan dipegangnya. Menurut Yuniarsih dan Suwatno (2013:116) penempatan pegawai tidak hanya menempatkan saja, melainkan harus mencocokan dan membandingkan kualifikasi yang dimiliki pegawai dengan kebutuhan dan persyaratan dari suatu jabatan atau pekerjaan. Mathis dan Jackson (2001) dalam Yuniarsih dan Suwatno (2013:116) mengemukakan penempatan adalah menempatkan seseorang pada posisi yang tepat. Menurut Rivai (2004) dalam Yuniarsih dan Suwatno (2013:116) penempatan karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini khusus terjadi pada karyawan baru. Kepada karyawan lama yang telah menduduki jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain. Dengan demikian penempatan dalam kaitan ini meliputi promosi, transfer, dan demosi. Dalam bukunya yang berjudul “A to Z Human Capital Manajemen Sumber Daya Manusia” Gaol (2014:196) menjelaskan yang dimaksud dengan placement (penempatan karyawan) adalah suatu pengaturan awal atau pengaturan kembali dari seorang atau lebih pegawai pada suatu jabatan baru ataupun jabatan yang berlainan. Menurut Dessler (2008) dalam Kavoo-Linge dan Kiruri (2013:213) penempatan karyawan adalah proses pada posisi di dalamnya lingkup kewenangan karyawan dimana akan memiliki kesempatan yang wajar untuk sukses. Dalam kaitan ini Sastrohadiwiryo (2002) dalam Yuniarsih dan Suwatno (2013:116) mengemukakan penempatan tenaga kerja adalah suatu proses pembagian tugas dan pekerjaan kepada tenaga kerja yang lulus seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggungjawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta tanggung jawabnya. Dari beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa penempatan karyawan dilakukan setelah karyawan bersangkutan lulus seleksi. Hal tersebut tidak saja berlaku bagi karyawan baru tetapi juga bagi penempatan karyawan lama, baik promosi maupun alih tugas dan demosi. Dikatakan demikian karena sebagaimana halnya karyawan baru, karyawan lama pun perlu direkrut secara internal, diseleksi dan ditempatkan, juga mengalami program pengenalan sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melakukan pekerjaan baru. 18 2.1.3.2 Faktor-faktor Penempatan Karyawan Dalam buku yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” Yuniarsih dan Suwatno (2013:117) mengemukakan faktor-faktor pertimbangan dalam penempatan karyawan yang dikutip dari Schuler dan Jackson (1997) bahwa dalam melakukan penempatan karyawan hendaklah mempertimbangkan keterampilan, kemampuan, preferensi, dan kepribadian karyawan. Sastrohadiwiryo (2002:162-165), mengemukakan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menempatkan karyawan adalah sebagai berikut. 1. Faktor Prestasi Akademis Prestasi akademis yang dimiliki tenaga kerja selama mengikuti pendidikan sebelumnya harus dipertimbangkan, khususnya dalam penempatan tenaga kerja tersebut untuk menyelesaikan tugas pekerjaan, serta mengemban wewenang dan tanggung jawab. Prestasi akademis yang perlu dipertimbangkan tidak terbatas pada jenjang terakhir pendidikan tetapi termasuk jenjang pendidikan yang pernah dialaminya. Tenaga kerja yang memiliki prestasi akademis tinggi harus ditempatkan pada tugas dan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, sebaliknya tenaga kerja yang memiliki latar belakang akademis rata-rata atau dibawah standar harus ditempatkan pada tugas dan pekerjaan ringan dengan beban wewenang dan tanggung jawab yang relatif rendah. Latar belakang pendidikanpun harus menjadi pertimbangan dalam menempatkan karyawan. 2. Faktor Pengalaman Faktor pengalaman perlu mendapat pertimbangan karena ada kecenderungan, makin lama berkerja, makin banyak pengalaman yang dimiliki dan sebaliknya makin singkat masa kerja, makin sedikit pengalaman yang diperoleh. 3. Fakor Kesehatan Fisik dan Mental Faktor ini juga tidak kalah pentingnya dengan faktor-faktor tersebut di atas, karena bila diabaikan dapat merugikan lembaga. Oleh sebab itu sebelum karyawan yang bersangkutan diterima menjadi karyawan diadakan tes/uji kesehatan oleh dokter yang ditunjuk. 19 4. Faktor Status Perkawinan Status perkawinan juga perlu dipertimbangkan mengingat banyak hal merugikan bila tidak ikut dipertimbangkan, terutama bagi pegawai wanita. 5. Faktor Usia Faktor usia pada diri pegawai yang lulus dalam seleksi perlu mendapatkan pertimbangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan rendahnya produktivitas kerja yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan. 2.1.3.3 Dimensi dan Indikator Penempatan Karyawan Dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” Yuniarsih dan Suwatno (2013:117-118) tentang penempatan karyawan menyangkut beberapa indikator dari penempatan karyawan itu sendiri yaitu : 1. Pendidikan Pendidikan minimum yang disyaratkan yaitu menyangkut : • Pendidikan yang seharusnya, artinya pendidikan yang harus dijalankan syarat. • Pendidikan alternatif, yaitu pendidikan lain apabila terpaksa, dengan tambahan latihan tertentu dapat mengisi syarat pendidikan yang seharusnya. 2. Pengetahuan Kerja Pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang tenaga kerja agar dapat melakukan kerja dengan wajar. Pengalaman kerja ini sebelum ditempatkan dan harus diperoleh pada ia bekerja dalam pekerjaan tersebut. Indikatornya adalah : • Pengetahuan mendasari keterampilan: memahami tentang produk • Peralatan kerja • Prosedur dan metode proses pekerjaan 3. Keterampilan Kerja Kecakapan/keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan yang hanya diperoleh dalam praktek. Indikator keterampilan kerja adalah : 20 • Keterampilan mental, seperti menganalisa data, membuat keputusan, menghitung, menghafal, dan lain-lain. • Keterampilan fisik, seperti membetulkan listrik, mencangkul, mekanik, dan lain-lain. • Keterampilan sosial, seperti mempengaruhi orang lain, berpidato, menawarkan barang atau jasa, dan lain-lain. 4. Pengalaman Kerja Pengalaman seseorang tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan tertentu. Pengalaman pekerjaan ini indikatornya adalah : • Pekerjaan yang harus dilakukan. • Lamanya melakukan pekerjaan itu. 5. Faktor Usia Dalam rangka menempatkan pegawai, faktor usia pada diri pegawai yang lulus dalam seleksi, perlu mendapatkan pertimbangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan rendahnya produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai yang bersangkutan. Indikatornya adalah : • 2.1.4 Kesesuaian faktor usia seseorang karyawan dengan posisi kerja Pelatihan 2.1.4.1 Pengertian Pelatihan Menurut Mathis dan Jackson (2011:301) pelatihan adalah sebuah proses di mana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Dalam pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Menurut Bangun (2012:201) pelatihan adalah suatu proses memperbaiki keterampilan kerja karyawan untuk membantu meningkatkan kinerja. Menurut Kaswan (2013:2) pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan. Pelatihan mungkin juga meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih efektif. Pelatihan sangat penting bagi karyawan baru maupun karyawan yang sudah lama. Pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang. 21 Menurut Monappa dan Saiyadain (2008) yang dikutip oleh Degraft-Otoo (2012), mendefinisikan pelatihan sebagai “mengajar atau kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama tujuan utama membantu anggota organisasi untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan sikap yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Ini adalah tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan untuk melakukan pekerjaan tertentu.” Menurut Chiaburu dan Tekleab (2005) yang dikutip oleh Ameeq dan Hanif (2013:71) pelatihan didefinisikan sebagai “intervensi terencana yang dirancang untuk meningkatkan faktor-faktor penentu kinerja individu”. Pelatihan terkait dengan keterampilan yang dianggap perlu oleh anggota organisasi itu, dalam rangka meningkatkan kemungkinan pencapaian tujuannya. Menurut Dessler (dalam Gaol 2014:210) pelatihan memberikan pegawai baru atau yang ada sekarang keterampilan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Menurut Rivai dan Sagala (2009:211) pelatihan merupakan bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada parktik daripada teori. Sementara keterampilan itu adalah meliputi pengertian physical skill, intelectual skill, social skill, managerial skill dan lain-lain. Jadi dapat dikatakan bahwa pelatihan secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya. 2.1.4.2 Mengapa Pelatihan Diperlukan Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis akan membahas mengapa pelatihan diperlukan dalam suatu perusahaan. Hansson (2007) dalam Shiryan et al (2012:47) menggunakan sebuah seperangkat data internasional yang dikumpulkan dari 26 negara untuk meneliti sejauh mana investasi pelatihan meningkatkan kinerja perusahaan, dan menemukan bahwa jumlah yang diinvestasikan dalam pelatihan adalah variabel utama “menunjukkan bahwa manfaat ekonomi dari pelatihan lebih besar daripada biaya pergantian karyawan.” Menurut Gaol (2014:212) ada beberapa alasan mengapa pelatihan diperlukan. 22 1. Program orientasi belum cukup bagi penyelesaian tugas, meskipun program orientasi dilakukan secara lengkap. Orientasi saja tidak dapat membuat orang yang tidak bisa menjadi bisa, orientasi hanya bersifat pengenalan agar orang tersebut tidak kaget dalam pekerjaannya kelak. 2. Adanya perubahan-perubahan dalam teknik penyelesaian tugas. Ingat kembali Peter Principle “in a hierarchy every employee tends to rise to their level of incompetence” yaitu dengan adanya cara penyelesaian tugas baru, ketidakmampuan kita akan meningkat sehingga perlu dilatih. 3. Adanya jabatan-jabatan baru yang memerlukan keterampilan- keterampilan. 4. Keterampilan pegawai kurang memadai untuk menyelesaikan tugas. 5. Penyegaran kembali. Sering kali orang yang sudah bosan menjadi tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya tidak baik lagi. Latihan dapat memperbaiki skill dan kebiasan kerja yang buruk. Sedangkan menurut Rivai dan Sagala (2009:219) kebutuhan pelatihan adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Kebutuhan dapat digolongkan menjadi: 1. Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang Kebutuhan ini biasanya dapat dikenali dari prestasi karyawannya yang tidak sesuai dengan standar hasil kerja yang dituntut pada jabatan itu. Meskipun tidak selalu penyimpangan ini dapat dipecahkan dengan pelatihan. 2. Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya Pada tingkat hierarki manapun dalam perusahaan sering dilakukan rotasi jabatan. Alasannya bermacam-macam, ada yang menyebutkan untuk mengatasi kejenuhan, ada juga yang menyebutkan untuk membentuk orang generalis. 3. Untuk memenuhi tuntutan perubahan Perubahan-perubahan, baik intern (perubahan sistem, struktur organisasi) maupun ekstern (perubahan teknologi, perubahan orientasi bisnis perusahaan) sering memerlukan adanya tambahan pengetahuan baru. 23 2.1.4.3 Jenis-jenis Pelatihan Menurut Mathis dan Jackson (2011:318) pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum meliputi : • Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin Dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru). • Pelatihan pekerjaan/teknis Memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik (misalnya: pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan hubungan pelanggan). • Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional (misalnya: komunikasi antarpribadi, keterampilan-keterampilan manajerial/ kepengawasan, dan pemecahan konflik). • Pelatihan perkembangan dan inovatif Menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan (misalnya: praktikpraktik bisnis, perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional). 2.1.4.4 Metode-metode Pelatihan Menurut Bangun (2012:210-211) pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan; sehingga perlu perhatian yang serius dari perusahaan. Pelatihan sumber daya manusia akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atas pekerjaan yang mereka kerjakan. Ada beberapa metode dalam pelatihan tenaga kerja, antara lain metode on the job training dan off the job training. 1. Metode On-The-Job Training Metode on-the-job training merupakan metode yang paling banyak digunakan perusahaan dalam melatih tenaga kerjanya. Para karyawan mempelajari pekerjaannya sambil mengerjakannya secara langsung. Kebanyakan perusahaan 24 menggunakan orang dalam perusahaan yang melakukan pelatihan terhadap sumber daya manusianya, biasanya dilakukan oleh atasan langsung. Dengan menggunakan metode ini lebih efektif dan efisien pelaksanaan latihan karena disamping biaya pelatihan yang lebih murah, tenaga kerja yang dilatih lebih mengenal dengan baik pelatihnya. Adapun empat metode yang digunakan antara lain, rotasi pekerjaan, penugasan yang direncanakan, pembimbingan, dan pelatihan posisi. a. Rotasi pekerjaan (job rotation), merupakan pemindahan pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya dalam organisasi, sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman tenaga kerja. b. Penugasan yang direncanakan, menugaskan tenaga kerja untuk mengembangkan kemampuan dan pengalamannya tentang pekerjaannya. c. Pembimbingan, pelatihan tenaga kerja langsung oleh atasannya. Metode ini sangat efektif dilakukan karena atasan langsung sangat mengetahui bagaimana keterampilan bawahannya, sehingga lebih tahu menerapkan metode yang digunakan. d. Pelatihan posisi, tenaga yang dilatih untuk dapat menduduki suatu posisi tertentu. Pelatihan seperti ini diberikan kepada tenaga kerja yang mengalami perpindahan pekerjaan. Sebelum dipindahkan ke pekerjaan baru terlebih dahulu diberikan pelatihan agar mereka dapat mengenal lebih dalam tentang pekerjaannya. 2. Metode Off-The-Job Training Dalam metode off-the-job training, pelatihan dilaksanakan dimana karyawan dalam keadaan tidak bekerja dengan tujuan agar terpusat pada kegiatan pelatihan saja. Pelatih didatangkan dari luar organisasi atau para peserta mengikuti pelatihan di luar organisasi. Hal ini dilakukan karena kurang atau tidak tersedianya pelatih dalam perusahaan. Keuntungan dalam metode ini, para peserta latihan tidak merasa jenuh dilatih oleh atasannya langsung, metode yang diajarkan pelatih berbeda sehingga memperluas pengetahuan. Kelemahannya adalah biaya yang dikeluarkan relatif besar, dan pelatih belum mengenal secara lebih mendalam para peserta latihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelatihan. Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain: a. Business games, peserta dilatih dengan memecahkan suatu masalah, sehingga para peserta dapat belajar dari masalah yang sudah pernah terjadi pada suatu 25 perusahaan tertentu. Metode ini bertujuan ini agar para peserta latihan dapat dengan lebih baik dalam pengambilan keputusan dan cara mengelola operasional perusahaan dengan baik. b. Vestibule school, tenaga kerja dilatih dengan menggunakan peralatan yang sebenarnya dan sistem pengaturan sesuai dengan yang sebenarnya tetapi dilaksanakan di luar perusahaan. Tujuannya adalah untuk menghindari tekanan dan pengaruh kondisi dalam perusahaan. c. Case study, dimana peserta dilatih untuk mencari penyebab timbulnya suatu masalah, kemudian dapat memecahkan masalah tersebut. Pemecahan masalah dapat dilakukan secara individual atau kelompok atas masalah-masalah yang ditentukan. 2.1.4.5 Dimensi dan Indikator Pelatihan Dimensi dan indikator pelatihan menurut Rivai dan Sagala (2009) adalah : 1. Instruktur Mengingat pelatih umumnya berorientasi pada peningkatan skill, maka para pelatih yang dipilih untuk memberikan materi pelatihan harus benar-benar memiliki kualifikasi yang memadai sesuai bidangnya, personal dan kompeten, selain itu pendidikan instruktur pun harus benar-benar baik untuk melakukan pelatihan. Indikatornya adalah : • Kemampuan Instruktur Pelatihan 2. Peserta Pelatihan Agar program pelatihan dapat mencapai sasaran hendaknya para peserta pelatihan diseleksi berdasarkan persyaratan tertentu dan kualifikasi yang sesuai, selain itu peserta pelatihan juga harus memiliki semangat yang tinggi untuk mengikuti pelatihan. Indikatornya adalah : • Kemampuan Peserta Pelatihan • Antusias Peserta Dalam Mengikuti Pelatihan 3. Materi (Bahan) Materi disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan. Kebutuhan di sini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap. Apapun materinya, program harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan. Indikatornya adalah : 26 • Kelengkapan Materi Pelatihan • Manfaat Materi yang diberikan 4. Metode Pelatihan Sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan, maka ditentukanlah metode atau cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan metode pelatihan tersebut didasarkan atas materi yang akan disajikan. Indikatornya adalah : • Metode Pelatihan yang digunakan • Alat bantu yang digunakan 5. Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan harus dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan serta kondisikondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Indikatornya adalah : • Kesesuaian tujuan dengan pelaksanaan pelatihan 6. Lingkungan yang menunjang Lingkungan yang menunjang dipersiapkan untuk meningkatkan kelebihan suatu program dan kondisi yang merupakan umpan balik untuk menilai atau menghasilkan output yang sesuai. Indikatornya adalah : • Suasana pelatihan • Kelengkapan Fasilitas 2.1.5. Kompetensi 2.1.5.1 Pengertian Kompetensi Menurut Andrews dan Higson (2007) kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang memungkinkan seseorang untuk efektif melakukan kegiatan dari pekerjaan atau fungsi tertentu dengan standar kerja yang diharapkan. Kelompok umum yang paling penting dari kompetensi yang dibutuhkan adalah tingkat soft skill yang lebih tinggi terutama yang berkaitan dengan komunikasi. Menurut Wibowo dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Kinerja” (2013:324) “Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.” Boulter et al. (dalam Sutrisno, 2009:203), mengemukakan bahwa, “Kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan 27 kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu”. Keterampilan adalah hal-hal yang orang bisa lakukan dengan baik. Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang sesuatu. Peran sosial adalah citra yang ditunjukkan oleh seseorang dimuka publik. Sementara itu, menurut Bartram (2002) dan Woodruffe (1992) dalam Vathanopas dan Thai-ngam (2007:5) kompetensi dapat digambarkan sebagai seperangkat pola perilaku yang berkewajiban membawa posisi dalam rangka untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam pengiriman hasil yang diinginkan. McClelland dalam Gaol (2014:499) mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan, kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah apa yang para outstanding performers lakukan lebih sering pada lebih banyak situasi dengan hasil yang lebih baik, daripada apa yang dilakukan para average performers. Spencer (1993) dalam Abdullah (2014:50) mendefinisikan kompetensi itu sebagai karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektvitas kinerja dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau kinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu, “A competency is underlying characteristic of an individual that causally related to creterian referented effective and or superior performance in a job or situation”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kompetensi itu mengandung pengertian: a. Karakteristik dasar (underlying characteristic) kompetensi bagian dari kepribadian yang melekat pada diri seseorang, serta perilakunya dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan. b. Hubungan kausal (causally relaited) kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksi kinerja seseorang. Artinya jika seseorang mempunyai kompetensi yang tinggi maka ia akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebagai akibat). c. Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, terukur dan spesifik atau terstandar. 28 Mengacu dari pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang memungkinkan seseorang memberikan kinerja unggul. 2.1.5.2 Karakteristik Kompetensi Sutrisno (2009:206-207) mengemukakan karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer (1993), yaitu sebagai berikut: 1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu. Misalnya, orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan feedback untuk memperbaiki dirinya. 2. Sifat adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespons sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya diri, kontrol diri, stres, atau ketabahan. 3. Konsep diri adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana nilai yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalnya, seorang yang dinilai menjadi pemimpin seyogianya memiliki perilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability. 4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan. 5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir analitis dan konseptual. Misalnya, seorang programmer komputer membuat suatu program yang berkaitan dengan Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia. 29 2.1.5.3 Dimensi dan Indikator Kompetensi Menurut Andrews dan Higson (2007) dalam jurnal ”Role of Undergraduate Work Placement in Developing Employment Competences: Result From a 5 year Study of Employers”, indikator kompetensi diantaranya : 1. Communication Skills • Kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas dan ringkas menggunakan berbagai metode lisan dan tertulis 2. Team-working and Relationship Building Skills • Kemampuan untuk bekerja dalam tim • Kemampuan memanfaatkan keterampilan interpersonal yang tepat untuk membangun hubungan dengan rekan kerja, anggota tim dan para pemangku kepentingan eksternal 3. Self and Time Management Skills • Kemampuan untuk mengatur diri sendiri, waktu seseorang dan jadwal seseorang secara efektif dalam setiap situasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan. 4. Ability to see the Bigger Picture • Kemampuan untuk melihat bagaimana segala sesuatu saling berhubungan dan melakukan pendekatan terhadap isu-isu yang terkait dengan pekerjaan secara strategis dan inovatif 5. Influencing and Persuading Abilities • Kemampuan untuk berkomunikasi di semua tingkatan menggunakan teknik mempengaruhi dan keterampilan negosiasi untuk secara positif mempengaruhi orang lain 6. Problem Solving Abilities • Kemampuan menganalisis masalah dan situasi secara kritis dan logis • Kemampuan menerapkan solusi terbaik dan logis untuk masalah 7. Leadership Abilities • Kemampuan memimpin sebuah tim, mengambil tanggung jawab untuk tugas, memberikan arahan, memberikan struktur dan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain 30 8. Presentation Skills • Kemampuan untuk menyiapkan dan menyampaikan informasi yang efektif kepada audiens yang berbeda dalam berbagai macam keadaan dengan maksud ingin memperkenalkan suatu produk maupun program kegiatan 2.1.6 Kinerja Karyawan 2.1.6.1 Pengertian Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2011:378) kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama. Menurut Gomes (2003) kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu. Menurut Bangun (2012:231) kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job standard). Menurut Wibowo (2013:7) kinerja berasal dari kata performance yang berarti hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Namun perlu pula dipahami bahwa kinerja itu bukan sekedar hasil pekerjaan atau prestasi kerja, tetapi juga mencakup bagaimana proses pekerjaan itu berlangsung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja yang merupakan hasil dari implementasi rencana kerja yang dibuat oleh suatu institusi yang dilaksanakan oleh pimpinan dan karyawan (SDM) yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.6.2 Dimensi dan Indikator Kinerja Gomes (2003) mengukur kinerja karyawan dari berbagai aspek. Dimensi dan indikator dari kinerja karyawan itu sendiri yaitu : 1. Quantity of Work Jumlah pekerjaan yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. • Menyelesaikan pekerjaan untuk mendapat hasil yang maksimal 31 • Menggunakan waktu kerja dengan cermat • Menyelesaikan pekerjaan sesuai target 2. Quality of Work Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. • Menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas • Mematuhi prosedur operasional • Memperhatikan kebutuhan pelanggan yang dilayani 3. Job Knowledge Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. • Memahami tugas, kewajiban dan wewenang yang dimiliki • Mampu merencanakan dan mengimplementasikan program kerja 4. Creativenes Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. • Mampu mengemukakan ide-ide perbaikan 5. Cooperation Kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi. • Koordinasi dengan unit kerja lain • Membangun jaringan kerja dengan luas dan efektif 6. Dependability Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya. • Dapat hadir secara rutin dan tepat waktu • Dapat mengikuti petunjuk yang diberikan perusahaan • Menyelesaikan tugas dan memenuhi tanggung jawab berdasarkan batas waktu 7. Initiative Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. • Minat lebih dalam melaksanakan pekerjaan • Mempunyai inisiatif atau bertindak proaktif dalam melaksanakan lebih pekerjaan 32 8. Personal Qualities Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi. • Keinginan untuk belajar dan mengembangkan diri • Meningkatkan keramahan dan kesopanan • Menjujung tinggi nilai-nilai yang dimiliki perusahaan dan bersikap serta bertindak sesuai nilai-nilai tersebut 2.2 Kajian Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah hasil dari penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 Nama Peneliti Matthew Hall, Helen Higson dan Nicola Bullivant (2009) Judul Penelitian The Role of the Undergraduate Work Placement in Developing Employment Competences: Results from a 5 year Study of Employers Keterangan Penelitian ini menjelaskan peran penempatan kerja sarjana dalam mengembangkan kompetensi kerja. Untuk melakukan hal ini salah satu penulis memanfaatkan kerangka kompetensi generik yang dikembangkan dalam proyek sebelumnya, bersama dengan data tentang bagaimana kompetensi ini dihargai oleh lulusan dan pengusaha. Penulis memanfaatkan survei dari pengusaha dan mahasiswa yang telah berpartisipasi dalam penempatan kerja Aston Business School. Dalam penelitian ini penulis membandingkan data untuk mengkaji bagaimana kompetensi yang dikembangkan selama penempatan kerja berkontribusi pada peningkatan lulusan kerja. Data dari survei menunjukkan leadership dan influencing and negotiating dianggap relatif kurang penting untuk dikembangkan selama penempatan atau kompetensi dianggap berharga ketika mencari pekerjaan. Kemampuan komunikasi dan manajemen waktu dinilai tinggi oleh pengusaha dan mahasiswa ketika mencari pekerjaan, 33 2 Alainati AlShawi (2012) dan The Effect of Education and Training on Competency meskipun hal ini relatif rendah dibandingkan dengan kompetensi lain yang dicapai selama penempatan. Kerja tim dan networking skills menunjukkan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kompetensi kerja selama penempatan. Secara keseluruhan tampak bahwa penempatan melengkapi siswa dengan kesempatan untuk pengembangan diri dan efektivitas pribadi dalam lingkungan kerja tim yang dinamis, dan bahwa kualitas adalah kunci untuk kerja. Penelitian ini menganalisis konsep kompetensi dan efek penting dari pendidikan dan pelatihan mengenai kompetensi individu. Tujuan dari penulisan ini adalah pertama untuk menggambarkan perkembangan kompetensi; kedua, untuk mempelajari dua kasus berbeda pada pengaruh pendidikan dan pelatihan pada kompetensi. Satu kasus menunjukkan bahwa ada efek pada kompetensi, tetapi kasus lain menunjukan bahwa tidak ada pengaruh. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi banding. Metode analisis komparatif digunakan untuk menyelidiki dan menganalisa secara kritis kedua kasus melalui kerangka kerja komparatif dalam rangka untuk memahami dua hasil yang berbeda. Analisis komparatif ini menunjukkan bahwa memang ada hubungan positif antara pendidikan dan pelatihan pada kompetensi meskipun hasil berbeda dari dua kasus berbeda. Implikasi penelitian ini adalah bahwa pendidikan dan pelatihan harus dilaksanakan dengan baik untuk menjadi efek pada kompetensi dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar untuk memaksimalkan manfaat kerja dan kompetensi individu. 34 3 Ismail dan Impact of Workers Abidin (2010) Competence on their Performance in the Malaysian Private Service Sector 4 Kavoo dan The Effect of Kiruri (2013) Placement Practices on Employee Performance in Small Service Firms in the Penelitian ini menganalisis dampak kompetensi pekerja terhadap kinerja mereka dalam pribadi sektor jasa. Analisis ini didasarkan pada sampel dari 1.136 pekerja baik eksekutif, manajer atau profesional dari tiga layanan sub-sektor, yaitu pendidikan, kesehatan dan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di Selangor, Wilayah Federal Kuala Lumpur. Secara keseluruhan, tingkat kinerja pekerja di sektor jasa swasta di Malaysia berada pada tingkat sedang sementara tingkat kompetensi pekerja ada pada tingkat tinggi. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan kinerja pekerja, jelas bahwa kompetensi pekerja adalah yang paling berpengaruh dan faktor inti, diikuti oleh faktor-faktor penting lainnya seperti sumber daya manusia, terdiri dari kepuasan kerja, etika, nilai-nilai dan kepribadian juga mempengaruhi kinerja pekerja. Oleh karena itu pemantauan terus menerus harus dilakukan pada organisasi dimana pengusaha memastikan bahwa karyawan pada berbagai tingkat kerja memiliki kompetensi dan keterampilan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan saat ini sehingga tujuan perusahaan dapat terpenuhi. Untuk memastikan bahwa kompetensi dan keterampilan, cocok dengan persyaratan pekerjaan dan kebutuhan saat ini, pelatihan yang berkesinambungan perlu diberikan kepada para pekerja karena hal ini juga telat terbukti menjadi penentu yang signifikan dari kinerja pekerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh praktek penempatan terhadap kinerja karyawan di perusahaan jasa kecil di sektor 35 Information Technology Sector in Kenya 5 Ameeq dan Impact of Training Furqan (2013) Employee’s Development and Performance in Hotel Industry of Lahore, Pakistan teknologi informasi. Desain penelitian ini adalah peneltian deskriptif yang telah diadopsi untuk penelitian. Penelitian ini memilih sampel dari 36 perusahaan menggunakan teknik stratified random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner terstruktur dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang termasuk frekuensi dan presentase. Sebuah pearson korelasi bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara praktek penempatan dan kinerja karyawan. Hasil penelitian menunjukkan asosiasi yang kuat antara kinerja dan informasi pekerjaan di satu sisi, pelatihan dan bimbingan di sisi lain. Penempatan karyawan perlu induksi yang tepat dengan memberikan bimbingan yang tepat, pelatihan karyawan baru dan memberikan informasi terkait pekerjaan karena ketiga aspek ini penting untuk meningkatkan kinerja karyawan. Penelitian ini telah dilakukan di sektor perhotelan Lahore. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan kuisioner. Dari kedua metode itu jelas bahwa ada hubungan yang kuat antara pelatihan dan kinerja karyawan. Penelitian ini jelas menunjukkan bahwa pelatihan merupakan bagian yang sangat penting dari industri ini dan tanpa pelatihan karyawan tidak dapat mencapai tugas secara baik dan efisien pada hari akhir bagi organisasi tersebut. 36 2.3 Kerangka Pemikiran Penempatan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Pendidikan, Pengetahuan kerja, Keterampilan kerja, Pengalaman kerja, Faktor usia. Pelatihan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Instruktur, Peserta pelatihan, Materi (bahan), Metode pelatihan, Tujuan pelatihan, Lingkungan yang menunjang. Kompetensi Karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : Communication skills, Team-working and Relationship Building Skills, Self and Time Management Skills, Ability to see the Bigger Picture, Influencing and Persuading Abilities, Problem-Solving Abilities, Leadership Abilities, Presentation Skills. Kinerja karyawan dipengaruhi oleh : Quantity of Work, Quality of Work, Job Knowledge, Creativeness, Cooperation, Dependability, Initiative, Personal Qualities. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan dalam topik sebelumnya maka dapat disusun kerangka pemikiran yang terdapat pada gambar 2.1 berikut ini. Penempatan Kerja Karyawan (X1) Kompetensi Karyawan (Y) Kinerja Karyawan (Z) Pelatihan (X2) 2.1 Gambar Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis Berikut ini adalah hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan dari penelitian: • Hipotesis 1 Ho = Tidak ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) terhadap kompetensi karyawan (Y) Ha = Ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) terhadap kompetensi karyawan (Y) 37 • Hipotesis 2 Ho = Tidak ada pengaruh pelatihan (X2) terhadap kompetensi karyawan (Y) Ha = • Ada pengaruh pelatihan (X2) terhadap kompetensi karyawan (Y) Hipotesis 3 Ho = Tidak ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) dan pelatihan (X2) terhadap kompetensi karyawan (Y) Ha = Ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) dan pelatihan (X2) terhadap kompetensi karyawan (Y) • Hipotesis 4 Ho = Tidak ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) terhadap kinerja karyawan (Z) Ha = Ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) terhadap kinerja karyawan (Z) • • Hipotesis 5 Ho = Tidak ada pengaruh pelatihan (X2) terhadap kinerja karyawan (Z) Ha = Ada pengaruh pelatihan (X2) terhadap kinerja karyawan (Z) Hipotesis 6 Ho = Tidak ada pengaruh kompetesi karyawan (Y) terhadap kinerja karyawan (Z) Ha = Ada pengaruh kompetensi karyawan (Y) terhadap kinerja karyawan (Z) • Hipotesis 7 Ho = Tidak ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) dan pelatihan (X2), terhadap kinerja karyawan (Z) melalui kompetensi karyawan (Y) Ha = Ada pengaruh penempatan kerja karyawan (X1) dan pelatihan (X2), terhadap kinerja karyawan (Z) melalui kompetensi karyawan (Y) 38