11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Karyawan Kinerja adalah

advertisement
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kinerja Karyawan
Kinerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan
dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik (Nitisemito,2000:96). Menurut
Moekijat (2001:131) kinerja adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerja
sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar suatu tujuan. Simamora
(2006:175) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) Faktor
individual meliputi: persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.
2) Faktor perusahaan meliputi: sumber daya, kepemimpinan, penghargaan,
struktur dan job design. Kinerja juga dapat didefinisikan sebagai prestasi yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya sesuai
dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu (Rivai, 2005:17)
Penelitian yang dilakukan oleh Sukanada (2010) menyimpulkan bahwa
variabel kepemimpinan, kompensasi berpengaruh positif dan signifikan secara
langsung terhadap disiplin karyawan, dan kinerja karyawan yang berarti bahwa
hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja karyawan adalah hubungan yang
bernilai positif, yaitu semakin baik kepemimpinan yang ada maka semakin baik
pula kinerja karyawan dan sebaliknya. Sujawan (2002) menemukan bahwa faktor
pendidikan, pelatihan, motivasi dan kepuasan kerja secara bersama-sama
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di PDAM Kabupaten
Gianyar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Al-Ahmadi (2009) menemukan
12
bahwa kinerja berkorelasi positif dengan komitmen organisasional, kepuasan
kerja, variabel pribadi dan profesional.
Kinerja karyawan yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha kerja
sama karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Tohardi (Mudiartha
2003:3) ada beberapa alasan atau jawaban yang dapat dikemukakan berkenan
dengan pentingnya kinerja bagi suatu organisasi atau perusahaan yaitu:
1) Dengan adanya kinerja yang tinggi buruh dan karyawan, pekerjaan yang
diberikan kepadanya atau ditugaskan kepadanya dapat diselesaikan dengan
waktu yang lebih singkat atau lebih cepat.
2) Dengan kinerja yang tinggi, tentunya dapat mengurangi angka absensi atau
tidak bekerja karena malas
3) Dengan kinerja yang tinggi, pihak organisasi atau perusahaan memperoleh
keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan, karena seperti yang
diketahui bahwa semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak
bersemangat dalam bekerja semakin besar pula angka kerusakan.
4) Dengan kinerja yang tinggi, otomatis membuat pekerja atau pegawai akan
merasa betah bekerja. Kecil kemungkinan karyawan atau pekerja tersebut
akan pindah bekerja ditempat lain. Karyawan yang memilki semangat kerja
yang tinggi mempunyai kecendrungan bekerja dengan hati-hati dan teliti
sehingga selalu sesuia dengan prosedur kerja yang ada di organisasi atau
perusahaan tersebut, untuk itu pula pekerjaan tenaga kerja yang mempunyai
kinerja yang tinggi tersebut dapat menghindar dari kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
13
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
Keefektifan kinerja seseorang tergantung pada organisasi itu sendiri,
apakah mempunyai kejelasan misi, strategi dan tujuan, tanpa kejelasan tersebut
maka individu, departemen dan yang lainnya akan berhamburan ke segala arah
tanpa tujuan yang pasti (Cushway, 1994:85)
Gorda (2006:13) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan adalah.
1) Kepemimpinan
Merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar bersedia secara
iklas melaksanakan suatu pekerjaan dalam upaya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2) Komunikasi
Merupakan suatu proses penyampaian informasi yang memberikan pengertian
dari seseorang kepada orang lain sehingga timbul keyakinan untuk
melaksanakan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
3) Motivasi
Rangkaian dorongan terhadap seseorang untuk melakuka sesuatu guna
mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Hubungan manusiawi
Keseluruhan rangkaian hubungan baik yang bersifat formal maupun informal
antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan, antara bawahan dengan
bawahan lainya agar dibina kearah hubungan harmonis sehingga timbul
kebersamaan diantara organisasi
14
5) Lingkungan fisik tempat kerja
Segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar para pekerja dan yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.
Simamora (2006:175) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja yaitu: 1) Faktor individual meliputi: persepsi, attitude, personality,
pembelajaran dan motivasi 3) Faktor perusahaan meliputi: sumber daya,
kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design.
Hasibuan (2007:231) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja adalah sebagai berikut:
1)
Faktor internal, yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.
Misalnya seorang yang memiliki kemampuan yang tinggi menyebabkan
kinerja seseorang baik dan orang tersebut tipe pekerja keras. Sedangkan
seorang punya kinerja rendah menyebabkan kinerja buruk dan orang
tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaikinya.
2)
Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
yang berasal dari lingkungannya. Seperti perilaku, sikap dan tindakantindakan rekan kerja, pimpinan atau bawahan, fasilitas-fasilitas kerja dan
iklim perusahaan.
Menurut Halsey dalam Ardiana (2009:18) ada lima faktor yang disebutkan
dengan alasan bahwa dengan penempatan kerja yang tepat, pemberian kompensasi
yang adil, pemberian berprestasi yang terbuka, hubungan kerja atau komunikasi
yang kondusif, dan budaya kerja yang baik dapat meningkatkan kinerja karyawan.
15
Kinerja karyawan adalah sikap mental dari karyawan untuk melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawab yang
dibebankan baik secara individu maupun kelompok dalam bentuk kerjasama
sehingga mendorong mereka untuk bekerja lebih giat dan lebih baik, dapat
memperkecil kekeliruan-kekeliruan dan dapat melaksanakan tugas tepat pada
waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Suindrawan, 2010:101).
Indikator-indikator untuk mengukur kinerja adalah sebagai berikut:
1) Kerja sama.
Dalam suatu hubungan kerja, sikap untuk saling bekerja sama antar karyawan
diperlukan untuk dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif.
Mudiartha (2003:14) mengartikan kerja sama sebagai tindakan kolektif
seseorang dengan orang lain yang dapat dilihat dari kesediaan para karyawan
untuk bekerja sama dengan teman-teman sekerja dan dengan atasan mereka
untuk mencapai tujuan bersama, kesedian untuk saling membantu diantara
teman-teman sekerja maupun dengan atasan sehubungan dengan tugastugasnya, dan adanya keaktifan dalam kegiatan organisasi.
2) Disiplin.
Disiplin merupakan kesadaran atau kesediaan seseorang menaati semua
peraturan
perusahaan
dan
norma-norma
sosial
yang
berlaku
(Fathoni,2006:126).
3) Kepuasan kerja.
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenang dan mencintai
pekerjaannya. Karyawan yang tidak memiliki kepuasan dalam bekerja akan
16
sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan
bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak
ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan (Handoko 2002
Ilmu Pengetahuan telah melahirkan ukuran kinerja terbaru yang disebut
Balanced Scorecard yang dicetuskan oleh Robert S Kaplan dan David C Norton
(Rivai, 2005:449). Dalam metode pengukuran ini terdapat empat persepektif yang
berbeda yaitu : 1) perspektif keuangan, yaitu pengukuran kinerja keuangan yang
mengarah kepada perbaikan, perencanaan, implementasi, dan pelaksanan
strategis; 2) perspektif pelanggan, yaitu menilai kinerja berdasarkan kepuasan
pelanggan atas produk atau jasa yang bernilai lebih bagi konsumen; 3) perspektif
operasional, yaitu menilai kinerja berdasarkan inovasi, operasi, dan layanan purna
jual; dan 4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu mengukur kinerja
berdasarkan kemampuan pegawai mencakup tingkat kepuasan pegawai,
kemampuan system informasi, motivasi, pembelajaran dan keserasian individu
perusahaan.
Simamora (2006:500) mengartikan kinerja sebagai tingkat peran karyawan
mencapai
persyaratan-persyaratan
pekerjaan,
sedangkan
Dharma
(2002)
mendefinisikan kinerja sebagai sesuatu yang dikerjakan, produk atau jasa yang
dihasilkan seseorang atau sekelompok orang. Pengertian tersebut, melihat kinerja
dari dua sisi, yaitu dari sisi individu dan dari sisi organisasi.
Menurut Furtwengler, (2002) yang menilai kinerja berdasarkan kepuasan
pelanggan atas pelayanan, produk dan jasa yang bernilai lebih bagi pelanggan
yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
17
1) Kecepatan, dalam hal ini adalah kemampuan setiap karyawan dalam
memberikan pelayanan terhadap para pelanggan atau nasabah, baik pelanggan
internal maupun pelanggan eksternal yang sesuai dengan Standard Operating
Procedure (SOP)
2) Kualitas, adalah kecepatan dalam memberikan pelayanan. Pelayanan yang
cepat dan berkualitas dapat membuat para pelanggan merasa puas,
menghemat waktu dan biaya.
3) Layanan, adalah layanan yang diberikan oleh setiap karyawan sesuai dengan
jenis pekerjaannya yang diberikan pada semua pelanggan baik internal
maupun eksternal akan sangat mendukung kecepatan dan kualitas pelayanan.
4) Nilai, adalah setiap pelanggan menginginkan nilai atas pelayanan. Layanan
yang cepat dan berkualitas sesuai dengan harapan pelanggan.
2.1.2
Penilaian kinerja
Menurut Rivai (2005:17) penilaian kinerja (performance appraisal) pada
dasarnya merupakan proses yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi
kinerja (job performance). Penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang
kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal dan dikaitkan dengan
standar kerja yang telah ditentukan perusahaan.
Menurut Sedarmayanti (2010:87) manajemen kinerja adalah proses yang
digunakan perusahaan untuk memastikan karyawan bekerja searah dengan tujuan
organisasi sehingga manajemen kinerja sebagai suatu proses untuk menciptakan
pemahaman yang sama tentang apa yang harus dicapai, dan pengelolaan karyawan
sehingga meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan.
18
Thomas dalam Timpe (1992) menyatakan bahwa penilaian kinerja harus
mengenali prestasi serta membuat rencana untuk meningkatkan kinerja karyawan
serta memungkinkan pekerjaan dapat diorganisasikan dengan baik sehingga
memberikan kepuasan, pencapaian dan pemerkaya jabatan yang lebih besar.
Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak menurut Rivai (2005:55)
adalah agar mereka mengetahui manfaat yang mereka harapkan. Manfaat
penilaian kinerja dalam Sedarmayanti (2010:264) antara lain:
1) Meningkatkan prestasi kerja
Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh
umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan / prestasinya.
2) Memberi kesempatan yang adil
Penilaian yang akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan
menempati sisi pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah
sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan mereka.
4) Penyesuaian kompensasi
Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan
perbaikan, pemberian kompensasi dan sebagainya.
5) Keputusan promosi dan demosi
Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.
19
6) Mendiagnosis kesalahan dalam desain pekerjaan
Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain
pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan
tersebut.
7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi
Kinerja
karyawan
baru
yang rendah
dapat
mencerminkan adanya
penyimpangan proses rekrutmen dan seleksi.
2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1
Pengertian kepuasan kerja
Locke dalam Luthan (2006:243) memberikan definisi komprehensif dari
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif, evaluatif dan
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi
positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau
tidaknya pekerjaan mereka (Davis, 1990:105). Kepuasan kerja menunjukkan
kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan
pekerjaan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan,
perjanjian psikologis, dan motivasi
Seseorang puas ataupun tidak puas dengan pekerjaannya, maka banyak
teori tentang kepuasan kerja telah dicetuskan oleh para ilmuwan. Berikut ini
beberapa teori yang popular dan sering dipakai sebagai acuan.
1) Discrepancy Theory, yang dipelopori oleh Porter (Wijono, 2010:66-94)
dikenal juga dengan sebutan Teori Perbandingan Intrapersonal (Intrapersonal
20
Comparison Process). Menurut teori ini kepuasan atau ketidakpuasan yang
dirasakan oleh individu merupakan hasil dari suatu perbandingan yang
dilakukan oleh dirinya sendiri (terhadap berbagai macam hal yang mudah
diperolehnya dari pekerjaan dan menjadi harapannya).
2) Equity Theory, dikemukakan Zalesnik dan dikembangkan oleh Adams
(Luthans, 2006:290) menyebutkan bahwa secara sederhana teori ini
berpendapat bahwa input utama dalam kinerja dan kepuasan adalah tingkat
ekuitas (atau inekuitas) yang diterima seseorang dalam pekerjaan mereka.
3) Two Factor Theory, dinyatakan oleh Herzberg (Luthans, 2006:243). Prinsip
teori dua faktor ini adalah kepuasan kerja dan ketidakpuasan itu merupakan
dua hal yang berbeda. Menurut teori dua faktor, karakteristik pekerjaan dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yang pertama, dinamakan dissatisfier
atau ketidakpuasan, dan yang ke dua dinamakan satisfier atau kepuasan.
Teori Discrepancy dan Teori Equity menekankan bahwa kepuasan orang
dalam bekerja, ditengarai oleh dekatnya jarak antara harapan dan kenyataan yang
sesuai dengan harapannya, dan demikian juga yang diterima rekan sekerja lain
adalah sama atau adil seperti yang diterima sesuai dengan pengorbanannya
(Wijono 2010: 103).
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa
baik hasil pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthans,
2006:243). Menurut Luthan terdapat tiga dimensi yang diterima secara umum
dalam kepuasan kerja yaitu sebagai berikut.
21
1) Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja, dengan
demikian kepuasan kerja dapat dilihat dan diduga.
2) Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai
memenuhi atau melampaui harapan.
3) Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan sikap positif atau negatif terhadap pekerjaannya yang terkait dengan
kondisi kerja dan lingkungan kerja.
2.2.2
Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja menurut
Luthans (2006:244) yang mengungkapkan ada enam aspek sebagai faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang karyawan:
1) Pekerjaan itu sendiri (Work it- self)
Penghargaan yang hakiki dalam pekerjaan itu sendiri dan akan memberikan
kepuasan jika orang dapat merasakan perasaan berprestasi, mengungkapkan
dan menggunakan kemampuan mereka, serta menggunakan kekuatan
pengambilan keputusan mereka sendiri. Yang termasuk pekerjaan yang
memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang menarik dan menantang,
pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan yang dapat memberikan
status.
2) Kompensasi
Salah satu cara departemen personalia meningkatkan prestasi kerja, motivasi,
dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Pemberian
22
kompensasi juga merupakan suatu cara untuk meningkatkan prestasi kerja,
motivasi, dan kepuasan kerja karyawan.
3) Promosi
Dalam memasuki dunia kerja, setiap individu memiliki motif yang berbedabeda. Berprestasi merupakan salah satu dari motif-motif yang ada pada diri
manusia. Setiap pencapaian prestasi diikuti perolehan yang mempunyai nilai
bagi karyawan bersangkutan baik berbentuk upah, promosi, teguran atau
pekerjaan yang lebih baik, tentunya mempunyai nilai yang berbeda bagi
orang yang berbeda. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk
yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan
4) Supervisi/pengawasan
Pengawasan merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja. Ada dua
dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: 1)
ketertarikan dan kepedulian penyelia pada karyawannya, dan 2) partisipasi
atau pengaruh. Manajer yang memungkinkan orang berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan mempengaruhi pekerjaan mereka. Partsipasi memiliki
efek positif pada kepuasan kerja.
5) Kelompok kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi
karyawan individu, saling ketergantungan antara anggota kelompok dalam
menyelesaikan pekerjaan, kelompok yang baik dan efetif membuat pekerjaan
menjadi menyenangkan.
23
6) Kondisi kerja
Kondisi kerja adalah kondisi dari lingkungan yang ada di sekitar tempat kerja
seorang karyawan dalam suatu perusahan. Efek lingkungan kerja pada
kepuasan kerja sama halnya dengan efek kelompok kerja. Jika segalanya
berjalan baik, tidak ada masalah dalam kepuasan kerja yang muncul.
Penelitian yang dilakukan oleh Tirtayana (2005) menunjukkan bahwa
kelima faktor yang dipilih yaitu kompensasi, hubungan kerja, kondisi kerja,
tanggung jawab dan kesempatan berprestasi yang diidentifikasi berkontribusi
secara signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Puskesmas di Kabupaten
Karangasem.
Dalam
penelitian
tersebut,
faktor
kompensasi
yang
berkontribusi dominan terhadap kepuasan kerja pegawai Puskesman di
Kabupaten Karangasem.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Bodur
(2002)
menyimpulkan
perbaikan penggajian dan kondisi staff kesehatan yang bekerja di pusat-pusat
kesehatan dan rasionalisasi pekerjaan akan diharapkan meningkatkan
kepuasan kerja dan memberikan kontribusi keseluruhan pelayanan kesehatan.
Penelitian yang dilakukan Lee (2006) menemukan bahwa kualitas
pelayanan yang diberikan dipengaruhi oleh kepuasan, persepsi karyawan
terhadap lingkungan kerja (seperti kepuasan terhadap pekerjaan mereka,
penghargaan organisasi, dan supervisor, level stress, rekan kerja, peranan
konflik, dan sebagainya) berdampak positif bagi kualitas pelayanan
pelanggan.
24
2.3
Kepemimpinan
2.3.1
Pengertian kepemimpinan
Menurut Bernadine dan Susilo Supardo (2002:3) kepemimpinan
didefinisikan sebagai suatu proses yang kompleks di mana seseorang
mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas, atau saran,
dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih kohesif dan
lebih masuk akal. Lebih jauh lagi dirumuskan bahwa kepemimpinan ini adalah
aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan
organisasi (Thoha, 2006:5).
Menurut Armstrong (1999:87) kepemimpinan
(leadership) adalah
mengerjakan segala sesuatu melalui orang lain, jika ada sasaran untuk dicapai,
jika suatu tugas harus dilaksanakan dan jika lebih dari dari orang diperlukan untuk
melakukannya.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kepemimpinan
Menurut Ardana dkk (2008 : 106) terdapat beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi fungsi kepemimpinan sebagai berikut.
1) Karakteristik pribadi pemimpin, yaitu pemimpin yang mempunyai intelegensi
yang tinggi (kemampuan, keterampilan, kedewasaan) yang lebih dibanding
bawahannya.
2) Kelompok yang dipimpin, yaitu pemimpin yang bisa mengimplementasikan
menggunakannya sebagai alat untuk tujuan yang harus dicapai.
3) Situasi, yaitu pemimpin yang mempunyai fleksibilitas di dalam segala situasi.
25
Menurut Sri Budi (2005: 167) bahwa terdapat lima fungsi kepemimpinan
sebagai berikut:
1) Fungsi penentu arah. Keterbatasan sumber daya perusahaan mengharuskan
pemimpin untuk mengelolanya dengan efektif, dengan kata lain arah yang
hendak dicapai oleh perusahaan menuju tujuan harus sedemikian rupa
sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang
ada. Arah yang dimaksud tertuang dalam organisasi.
2) Fungsi sebagai juru bicara. Fungsi ini mengharuskan pemimpin untuk
berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang
berkepentingan seperti pemilik saham, pemasok, penyalur, lembaga
keuangan, dan instansi pemerintah yang terkait.
3) Fungsi sebagai komunikator. Fungsi ini lebih ditekankan pada kemampuan
untuk mengkomunikasikan saran-saran, strategi, dan tindakan yang harus
dilakukan oleh bawahan.
4) Fungsi sebagai mediator. Konflik-konflik yang terjadi atau adanya perbedaanperbedaan kepentingan dalam perusahaan menuntut kehadiran seorang
pemimpin. Dalam menyelesaikan permasalahan yang ada kiranya sangat
mudah membayangkan bahwa tidak akan ada seseorang pemimpin yang akan
membiarkan
situasi
demikian
berlangsung
dalam
perusahaan
yang
dipimpinnya dan akan segera berusaha keras untuk menanggulanginya.
5) Fungsi sebagai integrator. Adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya,
dana dan tenaga kerja, serta diperlukannya spesialisasi pengetahuan dan
26
keterampilan dapat menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan berkotak-kotak
dan oleh karenanya tidak boleh dibiarkan berlangsung terus.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa definisi di atas adalah
kepemimpinan merupakan sifat atau gaya untuk mempengaruhi seseoarang atau
sekelompok orang untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan dari suatu
organisasi.
Pimpinan menurut Dale Timple dalam Umar (2005:54) merupakan orang
yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin dan
produktivitas jika bekerjasama dengan orang, tugas dan situasi agar dapat
mencapai sasaran perusahaan. Robbins, (2008:342) menyatakan pemimpin
menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan,
kemudian mereka menyatukan orang dengan mengkomunikasikan visi ini dan
mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan.
2.3.3 Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja
Kepemimpinan merupakan proses mendorong dan membantu orang lain
untuk bekerja dengan antusias untuk mencapai tujuan dan faktor manusialah yang
mempertautkan kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuannya (Davis,
1990:152). Dalam organisasi, dengan adanya kepemimpinan sangatlah diperlukan
sebab dengan adanya kepemimpinan maka kegiatan kelompok menjadi terarah
dan pencapaian tujuan menjadi lebih mudah dan efektif (Nimran, 1999:53)
Penelitian yang dilakukan oleh Borrill dan Dawson (2005) mengkaji
hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keterkaitan hubungan antara antara kepemimpinan dan kinerja
27
organisasional di bidang perawatan kesehatan (rumah sakit). Hasil penelitian
menghasilkan adanya hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan
tim manajemen puncak dengan kinerja. Temuan penting lain adalah hubungan
yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan tim manajemen puncak
semakin efektif akan semakin signifikan hubungannya dengan kinerja yang lebih
tinggi. Hasil dan temuan ini mempertegas hubungan positif dan signifikan yang
tidak dapat disangkal antara gaya kepemimpinan dan kinerja organisasional.
2.4
Kompensasi
2.4.1
Pengertian kompensasi
Menurut Hasibuan (2007:118), kompensasi merupakan istilah luas yang
berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial (financial reward) yang diterima oleh
orang-orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah organisasi.
Menurut Nitisemito (2000:90), kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan
perusahaan kepada perusahaannya yang dapat dinilai dengan uang dan
mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Kompensasi adalah seluruh
balas jasa baik berupa uang, barang maupun kenikmatan yang diberikan oleh
perusahaan kepada karyawan atas kinerja yang disumbangkan kepada perusahaan
(Gorda, 2006:179).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa kompensasi
adalah penerimaan balas jasa karyawan oleh perusahaan baik secara finansial
maupun nonfinansial yang cenderung diberikan secara tetap. Dengan demikian
dapat meningkatkan semangat kerja karyawan mencapai tujuan perusahaan.
28
2.4.2 Faktor-faktor yang menentukan kompensasi
Menurut Martoyo (2000:127), faktor-faktor yang mempengaruhi
perumusan penetapan kompensasi yaitu:
1) Kebenaran dan keadilan
Hal ini mengandung pengertian bahwa pemberian kompensasi kepada
masing-masing karyawan harus sesuai dengan kemampuan, kecakapan,
pendidikan dan jasa yang telah ditunjukkan kepada organisasi.
2) Dana organisasi
Kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan kompensasi baik berupa
finansial maupun non finansial amat tergantung kepada dana yang terhimpun
untuk keperluan tersebut.
3) Serikat karyawan
Karyawan
yang
tergabung
dalam
Serikat
Karyawan
dapat
juga
mempengaruhi pelaksanaan atau penetapan kompensasi, sebab Serikat
Karyawan dapat merupakan “simbol kekuatan” karyawan dapat menuntut
perbaikan nasib.
4) Produktivitas kerja
Produktivitas merupakan faktor yang mempengaruhi penilaian atas prestasi
kerja karyawan. Sedangkan prestasi kerja karyawan merupakan faktor yang
diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Karena itu produktivitas
karyawan akan mempengaruhi pemberian kompensasi.
29
5) Biaya hidup
Penyesuaian besarnya kompensasi, terutama yang berupa upah/gaji, dengan
biaya hidup karyawan beserta keluarga sehari-hari, harus mendapat perhatian
pimpinan perusahaan.
6) Pemerintah
Fungsi pemerintah untuk melindungi warganya dari tindakan sewenangwenang pimpinan/pemilik perusahaan dalam pemberian balas jasa karyawan
jelas berpengaruh terhadap penetapan kompensasi. Karena itu pemerintah
menetapkan upah minimum atau upah jam kerja.
Menurut Gorda (2006:182), faktor-faktor penentu besar kecilnya
kompensasi yang ditetapkan oleh pimpinan perusahaan adalah:
1) Penawaran dan permintaan tenaga kerja
2) Organisasi pekerja
3) Produktivitas kerja
4) Kemampuan perusahaan untuk membayar
5) Kesediaan perusahaan untuk membayar
6) Biaya hidup
7) Peraturan perundang-undangan
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kompensasi diantaranya adalah untuk memberikan keadilan
kepada hak-hak karyawan, terpenuhinya dana perusahaan atau organisasi, adanya
tuntutan dari serikat pekerja, produktivitas kerja karyawan, guna memenuhi biaya
hidup karyawan dan untuk memenuhi peraturan pemerintah.
30
2.4.3 Jenis dan syarat kompensasi
Menurut Husnan (2002:170), jenis-jenis kompensasi yang diberikan
perusahaan kepada karyawannya adalah sebagai berikut.
1) Upah atau gaji
Penerapan upah dan gaji beraneka ragam seperti :
a) Beraneka pasaran di sekelilingnya.
b) Atas dasar senioritas
c) Memenuhi standar minimum perusahaan
d) Atas dasar skala upah yang kriterianya tidak jelas
e) Atas dasar penelitian jabatan dan upah yang terstruktur dengan baik
2) Tunjangan-tunjangan meliputi:
a) Tunjangan yang berkaitan langsung dengan jabatan atau pekerjaan,
seperti tunjangan jabatan, tunjangan transport, tunjangan perumahan,
tunjangan pengobatan, uang hadir, uang lembur dan uang makan.
b) Tunjangan yang berkaitan dengan bantuan sosial dan ekonomi, seperti
tunjangan keluarga, tunjangan cuti dan tunjangan kematian.
c) Tunjangan khusus, seperti tunjangan hari raya dan tunjangan dinas.
Simamora (2006:445) menyebutkan, bahwa jenis–jenis yang terdapat di
kompensasi adalah sebagai berikut.
1)
Upah dan gaji
Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam
kerjanya, maka semakin besar bayarannya). Gaji umumnya berlaku untuk
31
tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam
kerja).
2)
Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang
diberikan oleh perusahaan. Program insentif terdiri dari insentif individu dan
insentif kelompok.
3)
Tunjangan
Contoh–contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan jiwa, liburan yang
ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang
berkaitan dengan hubungan kepegawaian.
4)
Fasilitas
Contoh–contoh
fasilitas
adalah
fasilitas
seperti
mobil
perusahaan,
keanggotaan klub, tempat parkir yang luas, atau akses ke pesawat
perusahaan yang diperoleh karyawan. Fasilitas yang didapat mewakili
jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar
mahal.
Menurut Nitisemito (2000:90), kompensasi yang diberikan harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Kompensasi yang diberikan harus diperhatikan
2) Kompensasi harus dapat memenuhi kebutuhan minimal
3) Kompensasi harus menimbulkan semangat dan gairah kerja
4) Kompensasi tidak boleh bersifat statis
5) Kompensasi harus dapat mengikat
6) Kompensasi harus adil
32
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa jenis dari kompensasi dapat
berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya. Sedangkan syarat dari pada
pemberian kompensasi harus adil pada setiap karyawan.
Menurut Nawawi (2003:322), faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
menetapkan pemberian kompensasi: (a) kompensasi harus dapat memenuhi
kebutuhan minimal manusia, (b) kompensasi harus dapat mengikat, (c)
kompensasi harus dapat menimbulkan semangat dan gairah kerja, (d) kompensasi
harus adil, (e) kompensasi tidak boleh bersifat statis, (f) komposisi dari
kompensasi harus diperhatikan.
Tujuan pemberian kompensasi menurut Simamora (2006:548) kompensasi
haruslah memikat dan menahan karyawan-karyawan yang cakap, dan juga untuk
memotivasi karyawan dan mematuhi semua peraturan hukum.
Menurut Sedarmayanti (2010: 239) menyatakan bahwa tujuan sistim
kompensasi adalah sebagai berikut.
1) Menghargai prestasi kerja
Pemberian kompensasi yang memadai adalah penghargaan organisasi
terhadap prestasi kerja para karyawan, yang selanjutnya akan mendorong
perilaku-perilaku atau performance karyawan sesuai dengan yang diinginkan
oleh organisasi atau perusahaan.
2) Menjamin keadilan
Sistem kompensasi yang baik akan menjamin terjadinya keadilan diantara
karyawan dalam organisasi, dimana masing-masing karyawan memperoleh
imbalan yang sesuai dengan tugas, fungsi, jabatan dan prestasi kerja.
33
3) Mempertahankan karyawan
Dengan sistem kompensasi yang baik, para karyawan akan lebih betah
bekerja pada suatu organisasi, yang artinya mencegah keluarnya karyawan
dari organisasi itu untuk mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan.
4) Memperoleh karyawan yang bermutu
Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon
karyawan, sehingga lebih banyak pula peluang untuk memilih karyawan yang
terbaik.
5) Pengendalian biaya
Dengan sistem kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya melakukan
rekruitmen yang disebabkan seringnya terjadi karyawan yang keluar untuk
mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal ini berarti penghematan
biaya untuk rekruitmen dan seleksi karyawan baru.
6) Memenuhi peraturan-peraturan
Sistem kompensasi yang baik merupakan tuntutan dari pemerintah. Suatu
organisasi yang baik dituntut adanya sistem administrasi kompensasi yang
baik pula.
Menurut Simamora (2006:540) kompensasi merupakan apa yang diterima
oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Ada 3
wujud kompensasi yang terlihat menurut Saydam (1996:234) yaitu: 1)
Kompensasi yang berbentuk uang seperti upah dan gaji, bonus, uang lembur,
tunjangan pangan yang dibayar dengan uang dan sebagainya. 2) Kompensasi yang
berwujud barang seperti tunjangan pangan yang dibayardengan beras, tunjangan
34
lauk pauk yang dibayar dengan lauk pauk dan sebagainya. 3) Kompensasi yang
berwujud kenikmatan seperti penghargaan (pengakuan pencapaian hasil kerja),
promosi, perumahan dengan sewa murah, transportasi dengan sewa murah,
pelayanan kesehatan dan sebagainya
2.4.4 Pengaruh Kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja.
Simamora (2006:540) kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para
karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Berdasarkan uraian
di atas, dapat dinyatakan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diberikan
perusahaan kepada karyawannya sebagai imbalan atas kerja yang dilakukan dan
cenderung dilakukan secara tetap. Saydam (1996: 242) menyatakan bahwa
pemberian kompensasi yang setimpal bukan saja dapat mempengaruhi kondisi
material para karyawan juga dapat menentramkan batin karyawan untuk bekerja,
lebih tekun dan lebih berinisiatif sehingga dengan pemberian kompensasi yang
memadai dapat mencapai kepuasan kerja, dan saat karyawan puas dalam
pekerjaannya akan dapat mencapai kinerja yang lebih baik, dan sesuai dengan
kemampuannya. Bodur (2002) menemukan tingkat kepuasan kerja seluruh
staff pusat kesehatan bisa dibilang rendah di Turki terutama karena kondisi
kerja dan gaji. Kesimpulannya, dengan perbaikan penggajian dan kondisi staf
kesehatan yang bekerja di pusat-pusat kesehatan dan rasionalisasi pekerjaan
akan diharapkan meningkatkan kepuasan kerja dan dapat memberikan
kontribusi pada seluruh pelayanan kesehatan. (Carlson et.al 2006), dalam
penelitian ini ditemukan bahwa pemberian insentif secara tunai akan memberikan
dampak yang positif bagi performa perusahaan.
Download