Bahasa Indonesia Peran Bahasa Indone Bahasa Daerah Oleh Yeyen Maryani Kepala Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan A ncaman dari dalam terlihat dari makin meluasnya peran bahasa daerah, terutama bahasa Betawi dengan ”bahasa gaul” yang dikembangkan oleh kalangan muda. Selain itu, derasnya arus bahasa asing yang telah merasuki berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Ada orang yang mangatakan, bahasa Indonesia dewasa ini dalam keadaan terancam bahaya. Ancaman itu bukan saja datang dari dalam, melainkan juga datang dari luar. Kerisauan itu dikemukakan oleh berbagai kalangan, seperti budayawan, pakar perfilman, dan tentu saja pengamat bahasa. Masalahnya adalah apakah memang bahasa Indonesia itu seperti yang digambarkan? Bagaimana pula bahasa Indonesia dalam menghadapi peran bahasa daerah dan bahasa asing yang semakin luas, apalagi dikaitkan dalam menghadapi globalisasi? Situasi Kebahasaan Dalam kenyataannya, di Indonesia terdapat tiga kelompok bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa 14 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013 daerah, dan bahasa asing. Masingmasing mempunyai kedudukan dan fungsinya. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa negara Indonesia. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional terpatri dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Adanya pengakuan dalam butir ketiga Sumpah Pemuda, yakni ”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, menyiratkan bahwa selain bahasa Indonesia ada lagi bahasa lain yang diakui keberadaannya. Di antara sekian bahasa lain itu, bahasa Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Hal itu dapat dipahami dari ”menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Menjunjung bahasa nasional berarti kebanggaan terhadap bahasa Indonesia harus melebihi kebanggaan terhadap bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa esia dan h asing. Kebanggaan itu diukur dari pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia pada situasi formal daripada penggunaan bahasa-bahasa daerah dan asing. Oleh karena itu, fungsi bahasa Indonesia dapat kita pahami juga sebagai jati diri bangsa. Mengingat masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda, termasuk bahasa, pilihan akan adanya bahasa persatuan merupakan pilihan yang tepat dan akurat. Tanpa bahasa persatuan, akan sulit bangsa Indonesia dipersatukan karena keberagaman latar sosial budayanya. Peran sebagai bahasa persatuan telah diemban bahasa Indonesia selama ini dan peran yang sangat ampuh untuk merekat keutuhan bangsa. Selain itu, peran sebagai bahasa komunikasi antarwarga dan masyarakat serta budaya mampu diemban bahasa Indonesia. Pengukuhan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam Sumpah Pemuda dipertegas lagi oleh Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36, sehingga memosisikannya sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai situasi formal kenegaraan, baik berkaitan dengan penggunaannya dalam pidato, dokumen, pendidikan sebagai bahasa pengantar, perencanaan penbangunan, pengembangan ilmu dan teknologi, dan media massa. Dalam situasi formal kenegaraan, kita menyaksikan penggunaan bahasa Indonesia oleh mantan presiden atau presiden yang berkuasa. Misalnya, penggunaan bahasa Indonesia oleh mantan Presiden Soeharto dalam berbagai pidato kenegaraan di luar negeri atau dalam menerima kunjungan kenegaraan negara lain. Suatu hal yang menggembirakan kita, bahwa dalam pidato siaran pers dalam menerima kunjungan Prsiden Amerika Serikat, 20 November 2006 yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu perlu ditunjukkan kepada dunia luar, bahwa bangsa Indonesia yang besar ini memiliki bahasa nasionalnya, bahasa Indonesia. Walaupun begitu, peran bahasa Indonesia dalam konteks itu belum maksimal karena penggunaannya masih sebagian-sebagian. Bahkan, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, terdapat pasal yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia bagi presiden, wakil presiden, dan pejabat yang lain. Hal itu dikuatkan dengan Keputusan Presiden No. 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia bagi Presiden, Wakil Presiden, dan Pejabat Lainnya. No. 05 Tahun IV • September 2013 • DikbuD 15 Aset Bangsa Bahasa daerah merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Ada sekitar 746 bahasa daerah (5 mengalami kepunahan) di Nusantara ini (Sugono, 2008). Mulai dari penutur belasan sampai dengan penutur jutaan orang. Karena merupakan kazanah bangsa yang berharga, bangsa Indonesia bertanggung jawab akan kelestariannya. Bahasabahasa yang terancam punah karena beberapa faktor penyebabnya tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, perlu inventarisasi dan kodifikasi bahasa-bahasa yang demikian. Di dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, memang kewajiban mengembangkan dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian kebudayaan adalah daerah masing-masing. Namun, jika hal itu hanya manjadi tanggung jawab daerah, besar kemungkinan penanganan bahasa daerah akan terabaikan. Apalagi, bahasa daerah di daerah tertentu yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan, tidak akan mampu ditangai oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, tanggung jawab penanganan bahasa daerah itu menjadi tanggung jawab bersama. kedudukan dan fungsi masingmasing agar berjalan sesuai dengan kedudukannya. Peran Bahasa Indonesia Perkembangan bahasa Indonesia begitu pesat sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Pesatnya perkembangan bahasa Indonesia itu dapat dibandingkan dari masa ke masa. Apabila kita menoleh ke masa Sumpah Pemuda, Balai Pustaka, Pujangga Baru, Proklamasi Kemerdekaan, semasa Orde Lama, Orde Baru, sampai dengan Era Reformasi, dan abad ke-21, bangsa Indonesia harus berbangga dengan perkembangan bahasa Indonesia sampai hari ini. Malah, jika dibandingkan dengan bahasa Melayu yang digunakan di negara tetangga, bahasa Indonesia makin memperlihatkan kemodernannya. Baik dari kosakata maupun dari diksinya. Kata-kata atau diksi yang di Indonesia dipandang sebagai katakata mubazir, ada kemungkinan di Malaysia tidak mubazir. Misalnya, kata daripada di dalam bahasa Indonesia hanya digunakan untuk perbandingan, yang berbeda jika digunakan di Malaysia yang dapat bermakna asal. Dengan kata lain, perbedaan itu sangat mencolok yang manandai kekhasan bahasa masing-masing. Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya disebabkan pengaruh bahasa asing, seperti Belanda, Inggris, Arab, dan China, tetapi juga oleh bahasa daerah yang jumlahnya ratusan itu. Perkembangan bahasa Indonesia dapat dilihat dari perkembangan Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah mempunyai cara sendiri dalam melestarikan bahasa daerahnya. Bahkan, ada yang menggunakan bahasa daerah secara resmi di kantor pada hari-hari tertentu. Apabila hal itu dilakukan, peran dan fungsi bahasa Indonesia telah diambil oleh peran dan fungsi bahasa daerah. Situasi seperti itu akan menurunkan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang salah satu fungsinya adalah bahasa resmi di pemerintahan. Bahasa Indonesia akan mengalami degradasi karena desakan bahasa daerah seperti itu. Contoh “Nyok, kite jage dan kite bangun kote Jakarta bareng-bareng” yang dipajang di depan kantor kelurahan di Jakarta merupakan salah satu kegalauan orang terhadap bahasa Indonesia. Untuk itu, perlu dikembalikan 16 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013 Mendikbud Mohammad Nuh berperan sebagai Tokoh “Semar” dalam pagelaran wayang orang, di Yogyakarta. Kesenian tradisional mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan bahasa Indonesia. Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bahwa bahasa Indonesia itu miskin. Padahal, yang miskin adalah pemakai yang belum mampu menguasai kekayaan bahasa Indonesia untuk mengungkapkan berbagai hal yang ada dalam pikirannya. Segala sarana kebahasaan sudah tersedia untuk itu. Tinggal kita memanfaatkannya. harus pula dijawab dengan kesiapan bahasa Indonesia. Persoalannya adalah apakah bahasa Indonesia telah siap menghadapinya? Selain Kamus Besar Bahasa Indonesia, perangkat bahasa yang sudah dihasilkan adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972 dengan revisi 1988), Pedoman Umum Pembentukan Istilah (1975 dan 2004), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1998). Kesiapan bahasa Indonesia tidak lagi diragukan. Berbagai perangkat bahasa telah disiapkan untuk menghadapi situasi seperti itu. Bahasa Indonesia sekarang tidak lagi bahasa Indonesia seperti pada masa awal kemerdekaan. Untuk itu, Pusat Bahasa dengan bekerja sama dengan pakar bidang ilmu telah melakukan pengindonesiaan kosakata asing. Di pihak lain perkembangan teknologi informasi begitu pesatnya. Setiap detik kita diberondong dengan informasi yang tak ada batasnya. Kemajuan dunia maya sangat memengaruhi bahasa Indonesia. Karena itu, berondongan kata dan istilah dalam dunia maya dan teknologi informasi pada umumnya FOTO: Arif PIH kosakata yang termuat dalam kamus. Misalnya, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1974) memuat sekira 28.000 kata. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat 62.000 (1988), 72.000 (1992), dan 80.000 (2002) kosakata. Selain itu, upaya yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dalam kerangka kerja sama kebahasaan telah menghasilkan padanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia dalam berbagai bidang ilmu lebih kurang 350.000 istilah. Hal itu menunjukkan, bahasa Indonesia telah berperan sebagai sarana pengembangan ilmu dan teknologi. Di bidang teknologi informasi dan komputer, bukan saja istilah teknologi informasi yang disiapkan, melainkan juga padanan istilah komputer dalam bahasa Indonesia telah dihasilkan. Microshoft telah bekerja sama mengindonesiakan istilah komputer dengan Pusat Bahasa yang tidak kurang dari 120.000 istilah telah dipadankan. Jika orang ingin menggunakan komputer berbasis bahasa Indonesia, sudah tersedia program untuk itu. Bahasa Indonesia yang digunakan di kalangan media massa sudah memperlihatkan peningkatan, apalagi dengan seringnya dilakukan penilaian penggunaan bahasa Indonesia di media massa. Penilaian itu akan memacu media massa untuk berupaya meningkatkan kemampuannya. Hal yang menggembirakan adalah kehadiran Forum Bahasa Media Massa sebagai sarana bertukar pikiran dan pengalaman dalam menerapkan kaidah bahasa di media massa. Apabila kesadaran itu timbul dari berbagai kalangan, kita makin yakin bahwa bahasa Indonesia akan mendapat tempat yang baik. Banyak bidang yang sudah dijalani oleh bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi. Berbagai bidang itu, misalnya, selain ranah pers, ranah industri, niaga, manufaktur, produksi, rekayasa, profesi mandiri seperti pengacara, notaris, dan konsultan juga telah dimasuki oleh bahasa Indonesia. Masing-masing memperlihatkan gayanya yang khas.* No. 05 Tahun IV • September 2013 • DikbuD 17 Keaksaraan Keaksaraan untuk Hidup yang Lebih Layak Bagaimana menurut Ibu konteks peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dengan keaksaraan? Jiwa patriotisme dan nasionalisme lebih mudah dibangkitkan di kalangan masyarakat yang melek aksara daripada yang buta aksara. Dengan melek aksara, mereka juga lebih berdaya dalam kehidupan sosialekonomi. Namun, bagaimana cara memberdayakan penyandang buta aksara menjadi pribadi yang mandiri? Berikut wawancara dengan Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ella Yulaelawati, di Jakarta, 2 Agustus 2013 lalu. Orang yang melek aksara tentu akan lebih mudah memaknai patriotisme, memahami arti merah putih, dan yang terpenting memahami arti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam hal ini, jika seseorang mempunyai keterampilan membaca dan menulis, walaupun tinggal di daerah perbatasan, tentunya dapat memaknai keberadaan dirinya, negaranya, dan lebih menjiwai pemaknaannya itu. Namun demikian, konsep keaksaraan itu tidak selesai dengan bisa membaca dan menulis saja, tetapi pengertiannya berkembang bahwa keaksaraan itu prasyarat dalam kemampuan belajar yang berkualitas. Jadi tidak hanya sekedar membaca teks tetapi juga konteks. Disinilah kemudian dengan kemampuan membaca makna dapat dijadikan alat untuk memperjuangkan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan lebih baik, dan juga untuk menjadi lebih sejahtera. Sederhananya, dengan keaksaraan itu sesorang bisa lebih jadi kritis demokratis, lebih bisa menggunakan teknologi informasi secara produktif dan juga lebih bisa hidup berbudaya damai. Jadi keaksaraan itu yang hakiki yaitu yang utuh dan mendorong keberadaban bangsa untuk lebih maju, sejahtera dan produktif. Keramaian pengunjung di Museum Nasional Bagaimana dengan peran pendidikan masyarakat dalam memutus mata rantai kemiskinan? Kita sudah merdeka 68 tahun lamanya. Memutus mata rantai kemiskinan itu harus punya niat dengan hati yang ikhlas dan melalui pola pikir yg tidak biasa, out of the box. Harus ada keikhlasan bahwa memberdayakan masyarakat yang belum beruntung itu perlu perencanaan dan pelaksanaan yang cerdas dan tuntas. Harus dipahami bahwa orang miskin itu dari segi keungan tetapi belum tentu secara moral atau mental mereka juga lebih miskin. Jadi saya mengatakan sebagai masyarakat yang belum beruntung. Dalam hal ini sebaiknya kita tidak berpikir dengan cara-cara biasa yaitu memberikan pendidikan dulu lalu mereka otomatis menjadi berdaya. Tapi mungkin dibalik, diberdayakan dahulu kemudian mereka menjadi terdidik. Oleh karena itu harus ada keberpihakan untuk mereka belajar produktif untuk memperoleh pengabdian dengan situasi yang sesuai kondisi dan potensi mereka. Selanjutnya mereka akan belajar memahami dan memberdayakan. Syukur-syukur kalau untuk anak-anak yang masih bisa mengenyam pendidikan formal, tetapi ada juga yang terlanjur belajar di luar usia sekolah. 18 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013 Bagaimana dengan kebijakan yang ada dalam konteks keaksaraan ini? Tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, “Mewujudkan Kesetaraan dalam meperoleh layanan pendidikan dan kebudayaan” termasuk penyediaan pendidikan orang dewasa yang relevan dan berkelanjutan sesuai kebutuhan masyrakat, untuk lebih responsif terhadap pendidikan dan pemberdayaan orang dewasa sehingga tercipta masyarakat ini yang belum beruntung menjadi masyarakat yang layak. Jadi nantinya mereka selain beraksara tetapi juga dapat menolong dirinya sediri untuk lebih mandiri. Bisa Ibu jelaskan secara garis besar tugas Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat? Intinya direktorat ini memberikan layanan keaksaraan orang dewasa yang menurut Permendiknas Nomor 48 Tahun 2010 mengamanatkan “tersedia dan terjangkaunya layanan pendidikan orang dewasa berkelanjutan dan berkesetaraan, bermutu, yang relevan dengan kebutuhan masyarakat”. Dari sinilah kemudian dijabarkan dalam lima fokus layanan, yaitu: (1) ketersediaan dan keterjangkauan layanan pendidikan keaksaraan orang dewasa; (2) ketersediaan sarana keaksaraan orang dewasa; (3) kesetaraan layanan pendidikan orang dewasa bagi perempuan, pemuda, dan anak marjinal; (4) ketersediaan layanan pendidikan keorangtuaan untuk mendukung PAUDISASI dan perlindungan anak; dan (5) kebermutuan lembaga penyelenggara pendidikan masyarakat. Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat berupaya meningkatkan keaksaraan penduduk dewasa melalui berbagai program yang terintegrasi dengan program keaksaraan usaha mandiri, pengembangan budaya baca masyarakat, pengarusutamaan gender bidang pendidikan dan pemberdayaan perempuan, pendidikan keorangtuaan, dan penataan kelembagaan penyelenggara pendidikan masyarakat. Sejatinya pengembangan pendidikan masyarakat merupakan upaya peningkatan kemampuan personal orang dewasa sebagai anggota masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai investasi masyarakat pembelajaran dalam proses pendidikan sepanjang hayat. Interpretasi keaksaraan itu sendiri sebenarnya apa? Keaksaraan (literacy) dibagi menjadi tiga tingkat pemahaman, yaitu keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional, dan keaksaraan kritis. Untuk keaksaraan dasar, seseorang yang melek aksara diinterpretasikan dapat memahami membaca dan menulis sebuah pernyataan sederhana tentang kehidupannya seharihari. Seseorang yang keaksaraannya fungsional dapat menggunakan keaksaraan dalam seluruh aktivitasnya secara efektif, bagi dirinya maupun masyarakat. Dan keaksaraan kritis dipandang sebagai sebuah proses aktif pembelajaran yang melibatkan kepedulian sosial dan refleksi kritis, yang dapat memberdayakan individuindividu dan kelompok untuk meningkatkan suatu perubahan sosial. Pendidikan keaksaraan yang terus diupayakan pemerintah diharapkan membuahkan hasil yang signifikan dalam penuntasan buta aksara dan kemiskinan di Indonesia. Tentunya ini menjadi upaya bersama juga dalam mengisi kemerdekaan di Indonesia kita tercinta ini. (Arifah) FOTO: Istimewa Inilah kemudian ada program pendidikan kesetaraan, pendidikan orang dewasa, pendidikan masyarakat, dan lain sebagainya dalam ranah pendidikan non formal dan informal. No. 05 Tahun IV • September 2013 • DikbuD 19 Pendidikan Memerdekakan Pendidikan Oleh Ibnu Hamad Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Merdeka dapat berarti terbebas dari belenggu. Secara fisik, belenggu itu terlepas dari kaki, tangan, dan pundak, sehingga seseorang mudah bergerak kemana saja. Secara psikologis, jiwa yang merdeka adalah jiwa yang terbebas dari kekhawatiran, ketakutan, dan kesedihan. Juga dari kemalasan, iri dan dengki, serta kekikiran. D alam pemikiran, kemerdekaan dicirikan oleh terbebasnya pendapat dari pendapatan. Pemikir merdeka selalu menyatakan sesuatu yang sesuai dengan hati nuraninya. Orang yang merdeka dan pro kemerdekaan senantiasa berupaya memerdekakan setiap hal yang membelanggu dirinya, lingkungannya, dan bangsanya. Ia tak betah melihat sebuah masalah berputar di situ-situ juga. Ia selalu mencari solusinya; bukan hanya gemar mempermasalahkan masalahnya. Dunia pendidikan kita, harus diakui, seperti tak henti dari berbagai 20 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013 masalah yang membelenggunya. Dari masalah sarana prasarana, akses, hingga kualitas. Mulai pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Padahal sudah banyak terobosan yang telah dilakukan Kemdikbud untuk mengeluarkan pendidikan dari berbagai belenggu yang membelitnya. Kesebelas di antaranya saya paparkan secara singkat di bawah ini. Kesatu, hingga awal 2011 banyak berita mengenai bangunan SD dan SMP yang rusak berat. Beberapa di antaranya ambruk. Untuk itu dilaksanakanlah Program Penuntasan Rehab Sekolah Rusak Berat mulai tahun 2011. Tak kurang dari 180.000 ruang kelas yang rusak berat telah direbab hingga tahun 2012. Program ini terus dilanjutkan pada tahuntahun berikutnya. (UKT) untuk para mahasiswa baru PTN. Hal ini bisa dilakukan berkat disediakannya biaya operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN). Jadi BOS bukan hanya di tingkat SD, SMP, dan SMA tetapi juga di PTN. Kedua, penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) pendidikan dasar (SD dan SMP) sering terlambat. Karena itulah dikembangkan sistem penyaluran dana BOS yang langsung ke rekening sekolah dengan pemantauan secara on line. Dengan demikian sudah tidak terdengar lagi keluhan penyaluran yang terlambat. Disamping itu besaran biaya per unit cost (per siswa) BOS pun terus ditambah. Keenam, tampaknya seloroh “orang miskin dilarang kuliah” yang sempat populer kini tak berlaku lagi. Kehadiran Program Bidikmisi yang dimulai tahun 2010 telah mengantarkan lebih dari 100 ribu siswa dari keluarga miskin bisa kuliah dengan beragam program studi dalam bidang ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora. Ribuan dari mereka tersebar di 80-an PTN seluruh Indonesia. Selain biaya kuliahnya gratis, peserta Bidik Misi juga memperoleh uang saku setiap bulannya. Beberapa di antara mereka, termasuk yang kuliah di kodekteran, memperoleh IPK 4,0. Ketujuh, untuk meningkatkan akses ke pendidikan tinggi, juga dilakukan terobosan dengan menegerikan sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di daerah-daerah terdepan Indonesia, mengembangkan akademi komunitas (AK) dan mendirikan PTN Ketiga, disamping dana BOS, untuk para siswa yang tidak mampu disediakan Bantuan Siswa Miskin (BSM). Dana ini diharapkan bisa mengurangi beban biaya personal siswa dari keluarga yang tidak mampu; di antaranya untuk membeli sepatu, baju seragam, tas dan kebutuhan pribadi siswa lainnya. Kelima, dikeluhkan banyak orang bahwa biaya di perguruan tinggi negeri (PTN) selalu naik setiap tahun. Bahkan biaya untuk program studi tertentu, terutama kedokteran, terkesan gila-gilaan. Karena itulah mulai tahun akademik 2013 ditempuh mekanisme uang kuliah tunggal FOTO: WJ PIH Keempat, hingga tahun 2012 angka partisipasi kasar (APK) SMA sederajat rata-rata nasional baru mencapai 70 persen, angka yang rendah dibandingkan APK SMP sederajat yang telah mencapi ratarata nasional 97 persen. Jika ingin mencapai 97 persen juga dan tanpa terobosan maka baru terealisasi pada tahun 2040. Akan tetapi dengan kebijakan Pendidikan Menengah Universal (PMU) yang dirintis pada tahun 2012 dan dijalankan penuh mulai tahun 2013 target 97 persen itu niscaya tercapai pada tahun 2020. Dalam PMU ini antara lain terdapat program pembangunan ruang kelas baru (RKB) sekolah SMA dan SMK serta pemberian dana BOS Sekolah Menengah (BOS SM). Atas: Bangunan lama SDN OSILOA Kupang, NTT, Bawah: Bangunan SDN OSILOA Kupang, NTT, yang baru. Terbebas dari belenggu persoalan sarana-prasarana pendidikan. No. 05 Tahun IV • September 2013 • DikbuD 21 yang terlibat dengan tindakan asosial. Dalam konteks inilah Kurikulum 2013 patut ditempatkan sebagai terobosan untuk memecahkan masalah pendidikan kita. FOTO: WJ PIH Disamping standar kompetensi lulusan (SKL) yang mengintegrasikan antara sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam setiap mata pelajaran, Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan active learning dalam proses pembelajarannya. Ini dirancang untuk mendorong siswa agar mampu mengamati (observing), menanya (questioning), menalar (associating), mencoba (experimenting) dan membentuk jejaring (networking) sehingga terbentuk generasi yang kreatif, produktif dan afektif. Bidikmisi dan BOPTN membuka peluang lebih besar bagi kelompok yang tidak mampu untuk mengakses pendidikan tinggi. baru. Dari 17 PTS, sudah 12 PTS yang dinegerikan sejak tahun 2010 hingga 2013. Untuk AK, satu kabupaten/ kota akan memiliki minimal satu AK. Sedangkan untuk PTN baru sedang dirintis pendirian dua institut teknologi (satu di Sumatera dan satu di Kalimantan) dan dua istitut seni dan budaya (satu di Kalimantan dan satu di Papua). Kedelapan, di tengah jumlah guru yang berlimpah, daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal) justru mengalami kekurangan tenaga pendidik. Umumnya para guru lebih suka mengajar di daerah perkotaan. Kerena itulah ditempuh kebijakan sarjana mengajar di daerah terluar, terdepan, tertinggal atau SM3T. Disamping menutupi kekurangan guru, program ini juga menjadi wahana pemerataan kualitas pendidikan di daerah 3T. Setiap tahun, sejak tahun 2011, dikirim 3000-an sarjana pendidikan untuk mengajar di terluar, terdepan, tertinggal. Mereka adalah yang lolos ketahan-malangan dari ribuan calon peserta yang mengikuti seleksi tulis dan pelatihan. Kesembilan, khusus untuk puteraputeri dari daerah yang belum mendapatkan layanan pendidikan secara optimal, seperti Papua, dilaksanakan afirmasi pendidikan. Dalam program ini, peserta adik ada yang diterima di SMA/sederajat dan ada yang kuliah di PTN di luar Papua, utamanya sekolah dan PTN di Jawa. Kesepuluh, banyak pengamat yang menyatakan bahwa pembelajaran yang ada terlalu menekankan pada hafalan, kurang memberikan perhatian pada pendidikan karakter disamping banyak membebani administrasi pengajaran pada guru. Alhasil, pelajar dan alumni banyak 22 DikbuD • No. 05 Tahun IV • September 2013 Administrasi pengajaran pada guru pun jauh berkurang dalam Kurikulum 2013. Kreativitas guru tak lagi dilihat dalam membuat silabus tetapi justeru dalam proses pembelajaran yang aktif tersebut. Sementara buku pegangan guru dan siswa disediakan pemerintah, menambah merdeka siswa, orang tua dan guru dari beban pengadaan buku. Kesebelas, banyak dikeluhkan akses terhadap sumber belajar terbatas. Ada kendala distribusi dan daya beli. Karena itu dilakukan terobosan penyediaan bahan ajar (buku) secara on line melalui layanan rumah belajar, termasuk di dalamnya buku-buku yang digunakan dalam Kurikulum 2013. Sehingga mudah diakses dimana saja dan kapan saja. Dengan banyaknya terobosan seperti itu, juga terobosan lain yang belum diuraikan di sini, kita harapkan dunia pendidikan kita akan kian terbebas dari beragam masalah yang membelenggunya. Itu sangat penting demi masa depan Indonesia. Lebih penting lagi kita seyogyanya menjadi orang yang memerdekakan pendidikan: setiap ada masalah yang menggelayuti sistem pendidikan kita, sedapat mungkin kita berupaya mencari pemecahan masalahnya, bukan mempermasalahkan masalahnya. (*)