BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara di tentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Ditemukan bahwa angka kematian ibu dan bayi lebih mencerminkan kesanggupan satu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia di lingkungan ASEAN merupakan negara dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan bermutu (Cholil, 2007). Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu pada empat pilar safe motherhood belum berjalan dengan baik terutama persalinan yang aman. Sehingga penerapan kendali mutu pelayanan kesehatan ibu antara lain, melalui penetapan standar pelayanan, prosedur tetap, penilaian kerja, pelatihan klinis dan kegiatan audit maternalperinatal (Saifuddin, 2005). Standar Pelayanan minimal (SPM) perlu lebih dimanfaatkan sebagai alat untuk menjamin akses dan mutu pelayanan kesehatan secara merata, dengan menjadi alat penilaian kemampuan daerah dalam penyediaan pelayanan kesehatan. Pemantapan pelaksanaan program prioritas diantaranya desa siaga dan program asuransi kesehatan masyarakat miskin (Askeskin). Berkaitan dengan program Askeskin di rumah sakit umum, pelayanan kesehatan bagi penduduk 1 2 miskin diarahkan pada pelayanan kesehatan dasar dan pemeriksaan kehamilan. Sekitar 1,69 juta dari perkiraan 5 juta pertahun yang tidak memiliki askes kepada pelayanan pemeriksaan yang di berikan oleh tenaga kesehatan terlatih, termasuk bidan (Depkes RI, 2006). Kepuasan pelayanan kesehatan sebuah PONED Puskesmas akan selalu terkait dengan struktur input, struktur proses dan struktur luaran dari sistem pelayanan kesehatan. Dari rumusan-rumusan kepuasan pelayanan sebenarnya menunjukkan pada luaran dari struktur proses pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan input-input terstruktur berupa unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan di puskesmas. Luaran ini dapat diukur dengan rasionalisasi terhadap indikator-indikator kepuasan pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai suatu standar yang harus dicapai dan dipertahankan dan jika mungkin melampauinya (Azwar, 2006). Penyebab kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Menurut data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 sebab kematian ibu karena perdarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi puerperium 8%, emboli Obstetri 3% dan lain-lain 11%. Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006) Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya telah dilakukan. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001 telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional 3 making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah: (1) Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; (2) Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat; (3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Realisasi dari MPS tersebut di tingkat Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Koesno, 2004). Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga atau diramalkan sebelumnya. Pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan melatih tenaga dokter, perawat dan bidan serta melengkapi sarana dan prasarana sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan diharapkan dapat mencegah dan menangani komplikasi kehamilan dan persalinan sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB. Word Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu meninggal saat hamil dan bersalin setiap tahunnya. Di Amerika Utara 1:6 wanita diperkirakan meninggal akibat kehamilan dan persalinan. Negara Afrika 1:14, sedangkan di Asia Selatan 1:18. Sementara di Malasya Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 39 per 100.000 kelahiran hidup, Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Filiphina 170 per 100.000 kelahiran hidup dan Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup (Zoelkifly, 4 2007). Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan atau persalinan selama kehidupannya. Di banyak negara afrika 1:14 meninggal akibat kehamilan atu persalinan (Saifuddin, 2008). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Angka kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong tinggi. Angka kematian ibu (AKI) melahirkan tahun 2010 meningkat dibanding tahun 2009 lalu. Bila tahun 2009 terjadi 109,7 per 100.000 kelahiran hidup (12 kasus), tahun 2010 meningkat menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (13 kasus). Tahun 2011 sampai April sudah terjadi 3 kasus. Penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang cukup kompleks, salah satunya adalah pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan mempunyai peran yang sangat besar dalam kematian maternal yaitu kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal, asuhan medik yang kurang baik dan kurangnya tenaga terlatih serta obat-obat penyelamat jiwa. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas jelaslah bahwa angka kematian maternal yang tinggi di suatu negara sesungguhnya mencerminkan rendahnya mutu pelayanan di negara tersebut (Prawirohardjo, 2008). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Aceh tahun (2010) bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Aceh sebesar 200/100.000 kelahiran hidup (KH). Sedangkan distribusi cakupan pemberian tablet Fe1 sebesar 70,18% dan cakupan pemberian tablet Fe3 sebesar 63,27%. Cakupan terendah berada pada Kabupaten Aceh Tengah yaitu 12,40% untuk Fe1 dan 10,56% untuk Fe3, AKI sebesar 5 140/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Provinsi Aceh, 2011). Sedangkan data Profil Kesehatan Aceh Besar tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) berjumlah 7 orang, dan jumlah kelahiran hidup Tahun 2011 7.139 orang (Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Besar 2011). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti, jumlah pasien partus pada tahun (2012) di Puskesmas Ingin Jaya terdapat 103 orang, dan di Puskesmas Sukamakmur terdapat 189 orang. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas Ingin Jaya terdapat 87 orang dan di puskesmas Sukamakmur terdapat 47 orang. Pelayanan Obstetri Neonatus Emergensi Dasar (PONED) Puskesmas Sukamakmur Aceh Besar berdiri pada tahun 2007 menerapkan salah satu Puskesmas yang ada di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Aceh Besar yang terdiri dari 28 Puskesmas, dimana 6 dari 28 Puskesmas tersebut ialah merupakan puskesmas PONED. Sampai dengan tahun 2012 Jumlah Puskesmas PONED yang ada di Kabupaten Aceh Besar adalah 6 yaitu Puskesmas Lhoong, Puskesmas Darul Imarah, Puskesmas Montasik, Puskesmas Seulimum, Puskesmas Ingin Jaya dan Puskesmas Sukamakmur. PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Pelayanan Obsterik dan Neonatal Emergensi Dasar, meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), perdarahan post partum, infeksi nifas, BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah pemberian minum pada bayi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian yang berjudul: ”Gambaran Faktor-faktor yang 6 Mempengaruhi Keberhasilan Pelayanan Obstetri dan Neonatus Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Sukamakmur dan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar”. 2. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelayanan Obstetri dan Neonatus Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Sukamakmur dan Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar?”. 3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui Gambaran Faktor- faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelayanan Obstetri dan Neonatus Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Sukamakmur dan Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus Penelitian ini meliputi : 1. Untuk mengetahui gambaran pencatatan dalam pelaksanaan PONED di Puskesmas Sukamakmur dan Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. 7 2. Untuk mengetahui kualitas pelayanan bidan dalam pelaksanaan PONED di Puskesmas Sukamakmur dan Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan atau gambaran informasi dan evaluasi tentang perkembangan puskesmas mampu PONED di Puskesmas Sukamakmur dan Puskesmas Ingin Jaya Aceh Besar dan Dinas Kesehatan 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan bersalin. 3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang program puskesmas mampu PONED dalam silabus pembelajaran bagi Institusi Akademi Kebidanan U’budiyah Banda Aceh. 4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan Penelitian selanjutnya tentang Puskesmas Mampu PONED bagi Peneliti lainya. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 1. Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 2000). Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja Puskesmas di tetapkan oleh Bupati KDH, dengan saran teknis dari Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten /Kodya yang telah disetujui oleh Kepala wilayah Departemen Kesehatan Propinsi (Depkes RI, 2000). Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000 jiwa. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan, puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas pembantu dan puskesmas keliling (Depkes RI, 2000). Selain jumlah penduduk, luas wilayah kerja puskesmas tersebut ditentukan juga oleh faktor geografis, keadaan sarana perhubungan, dan keadaan infrastruktur. 9 Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja puskesmas dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan puskesmas pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi. 2. Fungsi Puskesmas Pertama puskesmas merupakan Pusat Pembangunan Masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas berfungsi untuk mendorong masyarakat melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Puskesmas memberi petunjuk kepada masyarakat tentang cara-cara menggali dan menggunakan sarana yang ada secara tepat guna untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2000). Kedua puskesmas berfungsi untuk membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. Ketiga puskesmas berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan pengobatan upaya pencegahan, peningkatan kesehatan dan pemulihan kesehatan (Depkes RI, 2000). 3. Kegiatan Pokok Puskesmas Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang berbeda-beda, kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh sebuah puskesmas akan berbeda pula. Namun demikian, kegiatan pokok puskesmas yang seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut: kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana, 10 peningkatan gizi, kesehatan lingkungan, pencegahan dan pemberantasan penyakit khususnya melalui program imunisasi dan pengamatan penyakit, penyuluhan kesehatan, pengobatan termasuk penanggulangan kecelakaan, perawatan kesehatan, kesehatan kerja, kesehatan sekolah dan olah raga, kesehatan gigi mulut, mata, dan jiwa, pemeriksaan laboratorium sederhana, kesehatan usia lanjut, pembinaan pengobatan tradisional, dan pencatatan dan pelaporan dalam rangka informasi kesehatan (Depkes RI, 2000). Penatalaksanaan kegiatan pokok puskesmas diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat kecil. Dengan perkataan lain, kegiatan pokok puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat wilayah kerjanya. Setiap kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (Depkes RI, 2000). B. Puskesmas PONED Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader atau masyarakat, bidan di desa, dan puskesmas (Depkes RI, 2004). Puskesmas PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan ke rumah sakit atau rumah sakit PONEK (Depkes RI, 2009). 11 Puskesmas PONED adalah unit pelayanan yang memberikan serangkaian layanan kesehatan yang memberikan 6 fungsi mendasar yakni pemberian obat antibiotika, oksitosin, dan antikonvulsan secara parenteral, manual plasenta, membersihkan jaringan sisa dan pertolongan persalinan secara vakum ekstraksi. Pendukung pelayanan puskesmas PONED meliputi ketersediaan alat, obat dan infrastruktur. Evaluasi dapat diartikan prosedur penilaian pelaksanaan kerja dan hasil kerja secara menyeluruh dengan cara sistematik dengan membandingkan kinerja atau tujuan yang telah ditetapkan guna pengambilan keputusan (Paxton dkk, 2006) C. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar 1. Pengertian PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) merupakan pelayanan untuk menggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetri neonatus yang meliputi segi : a. Pelayanan obstetri : pemberian oksitosin parenteral, antibiotika perenteral dan sedative perenteral, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. b. Pelayanan neonatus : resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotika parenteral, pemberian antikonvulsan parenteral, pemberian bic-nat intraumbilical/Phenobarbital untuk mengatasi ikterus, pelaksanaan thermal control untuk mencegah hipotermia dan penganggulangan gangguan pemberian nutrisi. 12 PONED dilaksanakan di tingkat puskesmas, dan menerima rujukan dari tenaga atu fasilitas kesehatan di tingkat desa atau masyarakat dan merujuk ke rumah sakit. PPGDON (Pertolongan Pertama pada kegawatdaruratan obstetric dan neonatal). Kegiatannya adalah menyelamatkan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal dengan memberikan pertolongan pertama serta mempersiapkan rujukan. PPGDON dilaksanakan oleh tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan sesuia dengan kebutuhan dapat merujuk ke puskesmas mampu PONED atau rumah sakit. PONEK (Pelayanan Obstetric dan Neonatal Emergensi Komprehensif), kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar. Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan PONEK (Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi komprehensif) Kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar. Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan (tidak berarti perlu NICU) setiap saat. PONEK dilaksanakan di RS kabupaten/kota dan menerima rujukan dari oleh tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan masyarakat atau rumah sakit. 2. Kebijaksanaan Ketersediaan pelayanan kegawatdaruratan untuk ibu hamil beserta janinnya sangat menentukan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir. Misalnya, perdarahan sebagai sebab kematian langsung terbesar dari ibu bersalin 13 perlu mendapat tindakan dalam waktu kurang dari 2 jam, dengan demikian keberadaan puskesmas mampu PONED menjadi sangat strategis. 3. Kriteria Fandy (2002) mengungkapkan Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan obstetric dan neonatal di Kabupaten/ Kota sangat spesifik daerah, namun untuk menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa criteria pengembangan: a. Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan. Diutamakan puskesmas dengan tempat perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap. b. Puskesmas sudah berfungsi/ menolong persalinan. c. Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan i. Melayani sekitar 50.000 – 100.000 penduduk yang tercakup oleh puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED). ii. Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas biasa ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat, mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan. d. Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurangkurangnya seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di sekitar lokasi puskesmas mampu PONED. e. Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia sekurangkurangnya: 14 1) Alat dan obat 2) Ruangan tempat menolong persalinan Ruangan ini dapat memanfaatkan ruangan yang sehari-hari digunakan oleh pengelola program KIA. a) Luas minimal 3 x 3 m b) Ventilasi dan penerangan memenuhi syarat c) Suasana aseptik bisa dilaksanakan d) Tempat tidur minimal dua buah dan dapat dipergunakan untuk melaksanakan tindakan. 3) Air bersih tersedia 4) Kamar mandi/ WC tersedia 5) Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan sebab kematian ibu yang utama yaitu : perdarahan, eklampsi, infeksi, partus lama, abortus, dan sebab kematian neonatal yang utama yaitu : asfiksia, tetanus neonatorum dan hipotermia. 4. Penanggung jawab Penanggung jawab puskesmas mampu PONED adalah dokter. 5. Dukungan Pihak Terkait Dalam pengembangan PONED harus melibatkan secara aktif pihak-pihak terkait, seperti : a. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota b. Rumah Sakit Kabupaten/ Kota c. Organisasi Profesi : IBI. IDAI, POGI, IDI 15 d. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) 6. Distribusi PONED Untuk satu wilayah kabupaten/ kota minimal ada 4 puskesmas mampu PONED, dengan sebaran yang merata. Jangkauan pelayanan kesehatan diutamakan gawat darurat obstetric neonatal (GDON) di seluruh kabupaten/ kota. 7. Kebijaksanaan PONED Pada lokasi yang berbatasan dengan kabupaten/ kota lain, perlu dilakukan kerjasama kedua kabupaten/ kota terebut. 8. Pelaksanaan PONED a. Persiapan pelaksanaan Dalam tahap ini ditentukan : 1) Biaya operasional PONED 2) Lokasi pelayanan emergensi di puskesmas 3) Pengaturan petugas dalam memberikan pelayanan gawat darurat obstetric neonatal. 4) Format-format a) Rujukan b) Pencatatan dan pelaporan (Kartu Ibu, Partograf, dll) b. Sosialisasi Dalam pemasaran social ini yang perlu diketahui oleh masyarakat antara lain adalah jenis pelayanan yang diberikan dan tarif pelayanan. Pemasaran social dapat dlaksanakan antara lain oleh petugas kesehatan dan sector terkait, dari tingkat kecamatan sampai ke desa, a.l dukun/ kader dan satgas GSI melalui 16 berbagai forum yang ada seperti rapat koordinasi tingkat kecamatan/ desa, lokakarya mini dan kelompok pengajian dan lain-lainnya. c. Alur pelayanan di puskesmas mampu PONED Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran → alur pasien. Pelayanan gawat darurat obstetric dan neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap (protap). 9. Pencatatan Dalam pelaksanaan PONED ini, diperlukan pencatatan yang akurat baik ditingkat Kabupaten/ Kota (RS PONED) maupun di tingkat puskesmas. Formatformat yang digunakan adalah yang sudah baku seperti : a. Pencatatan System Informasi manajemen Puskesmas (SP2PT) b. KMS ibu hamil/ buku KIA c. Register Kohort Ibu dan Bayi d. Partograf e. Format-format AMP 1) Tingkat Puskesmas a) Formulir Rujukan maternal dan Neonatal (Form R) Formulir ini dipakai oleh puskesmas, bidan di desa maupun bidan swasta, untuk merujuk kasus ibu maupun neonatus. b) Formulir Otopsi Verbal Maternal dan Neonatal (Form OM dan OP). 17 Form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/ bersalin/nifas yang meninggal. Sedangkan Form OP digunakan untuk otopsi verbal bayi baru lahir yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh petugas puskesmas. 2) Tingkat Rumah Sakit a) Formulir Maternal dan Neonatal (Form MP) Formulir ini mencatat data dasar semua ibu bersalin/ nifas dan bayi baru lahir yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh bidan atau perawat. b) Formulir Medical Audit (Form MA) Form ini dipakai untuk menulis hasil/ kesimpulan data dari audit maternal dan audit neonatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus anak neonatal). 10. Pelaporan Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan format yang terdapat pada buku pedoman AMP, yaitu : a. Laporan dari RS Kabupaten/ Kota ke Dinkes Kabupaten/ kota (Form RS) 1) Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir. 2) Laporan dari puskesmas ke Dinkes Kabupaten/ Kota (Form Puskesmas). 18 3) Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas dan jumlah kasus yang dirujuk ke RS Kabupaten/ Kota. b. Laporan dari Dinkes kabupaten/ Kota ke tingkat propinsi/ Dinkes Propinsi. Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan neonatal yang ditangani oleh RS kabupaten/ Kota dan puskesmas, serta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi/ gangguan. 11. Pemantauan Pemantauan dilakukan oleh institusi yang berada secara fungsional satu tingkat diatasnya secara berjenjang dalam satu kesatuan system. Hasil pemantauan harus dimanfaatkan oleh unit kesehatan masing-masing dan menjadi dasar untuk melakukan perbaikan serta perencanaan ulang manajemen pelayanan melalui : a. Pemanfaatan laporan. Laporan yang diterima bermanfaat untuk melakukan penilaian kinerja dan pembinaan b. Umpan Balik Hasil analisa laporan dikirimkan sebagai umpan balik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota ke RS PONEK dan Puskesmas PONED atau disampaikan melalui pertemuan Review Program Kesehatan Ibu dan Anak secara berkala di Kabupaten/ Kota dengan melibatkan ketiga unsur pelayanan kesehatan tersebut diatas. Umpan balik dikirimkan kembali dengan tujuan untuk melakukan tindak lanjut terhadap berbagai masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan PONED/ PONEK. 19 12. Evaluasi Evaluasi pelaksanaan pelayanan PONEK/ PONED dilakukan secara berjenjang dan dilaksanakan pada setiap semester dalam bentuk evaluasi tengah tahun dan akhir tahun. Kegiatan evaluasi dilakuan melalui pertemuan evaluasi Kesehatan Ibu dan Anak.Hasil evaluasi disampaikan melalui Pertemuan Pemantapan Sistem Rujukan kepada pihak yang terkait baik lintas program maupun lintas sektoral dalam untuk dapat dilakukan penyelesaian masalah dan rencana tindak lanjut. Beberapa aspek yang dievaluasi antara lain : a. Masukan (input) 1) Tenaga 2) Dana 3) Sarana 4) Obat dan alat 5) Format pencatatan dan pelaporan 6) Prosedur Tetap PONED/ PONEK 7) Jumlah dan kualitas pengelolaan yang telah dilakukan termasuk Case Fatality Rate b. Proses 1) Kualitas pelayanan yang diberikan 2) Kemampuan, ketrampilan dan kepatuhan tenaga pelaksana pelayanan terhadap Prosedur Tetap PONED/ PONEK 20 3) Frekuensi pertemuan Audit maternal Perinatal di Kabupaten/ Kota dalam satu tahun c. Keluaran (output) 1) Kuantitas a) Jumlah dan jenis kasus PONED/ PONEK yang dilayani b) Proporsi kasus terdaftar dan rujukan baru kasus PONED/ PONEK di tingkat RS Kabupaten/ Kota 2) Kualitas a) Case Fatality Rate b) Proporsi jenis morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi c) Response time D. Kualitas Pelayanan 1. Pengertian Kualitas Pelayanan Definisi kualitas pelayanan terpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Wyckof yang di kutip oleh Arif (2007).” Menyatakan bahwa kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang di harapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.” Dengan kata lain Arif (2007) mengatakan ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa/pelayanan yaitu expected service dan perceived service apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang di harapkan maka kualitas 21 jasa dipersepsikan baik atau memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan maka kualitas dipersepsikan ideal. Sementara itu menurut Gronroos yang di kutip oleh Arif (2007). Menyatakan bahwa kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu : a. Tehnical Quality Yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, et al., tehnical quality dapat diperinci lagi sebagai berikut : 1) Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya Harga. 2) Experience quality, yaitu kualitas yang hanya dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya, ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapihan hasil. 3) Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya, kualitas operasi jantung. b. Functional Quality Yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. c. Corporate Image Yaitu profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan. 22 Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa apabila jasa yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan yang di harapkan, maka kualitas pelayanan akan dipersepsikan baik. Dan sebaliknya, jika pelayanan yang dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan konsumen, maka kualitas dipersepsikan sangat jelek atau tidak baik, sehingga konsumen merasa bahwa kebutuhan dan keinginannya belum terpenuhi atau belum memuaskan. 2. Dimensi Kualitas Jasa / Pelayanan Menurut Fandy (2002) mengemukakan bahwa dari sepuluh dimensi kualitas pelayanan yang ada sebelumnya dapat dirangkum menjadi lima dimensi pokok, kelima dimensi pokok tersebut meliputi : a. Bukti langsung (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. b. Kehandalan (Reability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan denan segera, akurat, dam memuaskan. c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keyakinan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap. d. Jaminan (Assurance), mencangkup pengetahuaan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf ; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguaan. e. Empati (Emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggannya. Untuk keperluan Penelitian ini, maka pengukuran atas kualitas pelayanan di ukur berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan diatas. 23 3. Faktor – faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan. Untuk menarik konsumen maka sebuah perusahaan baik perusahaan jasa atau produk wajib memberikan suatu kualitas jasa yang baik untuk konsumennya. Namun terkadang perusahaan belum bisa melakukan hal tersebut dikarenakan masih ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor – faktor tersebut meliputi : a. Produksi dan Konsumsi yang terjadi secara simultan Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah Inseparability, artinya jasa diproduksi dan di konsumsi pada saat yang bersamaan. Beberapa kekuranggan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya : 1) Tidak terampil dalam melayani pelanggan. 2) Cara berpakaian tidak sesuai. 3) Tuturkatanya tidak sopan dan kurang menyenangkan. b. Intensitas tenaga kerja yang tinggi. c. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai. d. Kesenjangan – kesenjangan komunikasi. Kesenjangan komunikasi yang sering terjadi : 1) Perusahaan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak dapat memenuhinya. 24 2) Perusahaan tidak bisa selalu menyajikan informasi terbaru kepada pelanggan, misalnya yang berkaitan dengan perubahan prosedur/aturan. e. memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama karena pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena memiliki perasaan dan emosi. f. Perluasan atau pengembanggan jasa secara berlebuhan. g. Visi bisnis jangka pendek. E. Tugas Pokok Bidan Bidan di desa di prioritaskan sebagai pelaksana pelayanan KIA, khususnya dalam pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan Dukun bayi. Dalam kaitan tersebut, bidan di desa juga menjadi pelaksana kesehatan bayi dan keluarga berencana, yang pelaksanaannya sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Salah satu tugas bidan dalam menggerakan dan meningkatan peran serta masyarakat dalam program KIA khususnya pembinaan dukun bayi dan kader diantaranya: 1. Pertolongan persalinan 3 bersih serta kewajibannya untuk lapor pada petugas kesehatan. 2. Pengenalan kehamilan dan persalinan beresiko. 3. Perawatan bayi baru lahir, khususnya perawatan tali pusat dan pemberian ASI ekslusive. 25 4. Pengenalan neonatus beresiko, khususnya BBLR dan tetanus neonaturum serta pertolongan pertamanya sebelum ditangani oleh petugas kesehatan 5. Pelaporan persalinan dan kematian ibu serta bayi 6. Penyuluhan bagi ibu hamil ( gizi, perawatan payudara, tanda bahaya) dan penyuluhan KB. Bidan desa sebagai staf Puskesmas yang bertugas di desa yang berfungsi sebagai pelaksana KlA-KB di desa. Adapun tugas bidan desa adalah : 1. Mendata ibu hamil 2. Menganalisa masalah kesehatan ibu hamil dan merencanakan tindak lanjut 3. Menggerakkan peran serta masyarakat khususnya ibu hamil/kelompok peminat KlA 4. Melatih dan membina kader serta dukun bayi 5. Memberikan pertolongan persalinan di rumah penduduk dan pondok persalinan 6. Memberikan pengobatan dini pada ibu hamil dengan resiko 7. Melakukan kunjungan rumah dan melakukan tindak lanjut 8. Melakukan pencatatan dan pelaporan 9. Konsultasi kepada dokter puskesmas 10. Kerjasama dengan sektor-sektor terkait 11. Membina Posyandu (Depkes Rl, 2002) Tugas Bidan menurut Rencana KMD (Kesehatan Masyarakat Desa) ialah sebagai berikut : 1. Mendidik masyarakat terutama ibu-ibu mengenai kesehatan dimana saja ada kesempatan. 26 2. Melakukan kunjungan rumah untuk memelihara dan mempertinggi nilai kesehatan seluruh keluarga. 3. Memberikan pertolongan persalinan dengan sebaik-baiknya. 4. Menyelenggarakan BKIA dan bentuk biro konsultasi. 5. Menyelenggarakan kursus dukun bayi. 6. Mengawasi dan membimbing pekerjaan petugas tenaga kesehatan lain dan dukun yang berada di dalam lingkungannya. 7. Membantu pendidikan guru sekolah dalam bidang kesehatan. 8. Membantu terlaksananya program KMD dan usaha pembangunan masyarakat desa pada umumnya /dalam keadaan wabah misalnya. 9. Mengikuti petunjuk yang diberikan pimpinan dan meneruskan kepada tenaga kesehatan yang diperbantukan kepadanya. 10. Membantu dokter dalam pemeriksaan dan pengobatan anak dan ibu yang sakit. 11. Menelaah laporan tenaga kesehatan yang diperbantukan kepadanya 12. Menyusun laporan berkala yang meliputi pekerjaan yang telah dilakukan. 13. Menilai usaha yang menjadi tugasnya. 14. Bekerja sebagai anggota regu kesehatan. 15. Memupuk semangat regu pada tenaga kesehatan yang diperbantukan kepadanya. 16. Bekerja erat dengan petugas dinas lain dan dengan pemimpin masyarakat yang dapat membantu usaha pemeliharaan kesehatan keluarga di wilayahnya 27 17. Meneruskan segala sesuatu yang tidak dapat diatasi sendiri atau diputuskan sendiri kepada pemimpin seksipemeliharaan kesehatan keluarga/atasannya Dalam melaksanakan tugas pokonya tersebut, bidan perlu menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat setempat, khususnya pamong setempat, tokoh masyarakat dan sasaran. Mengingat peran dukun di masyarakat, perlu dijalin kerjasama yang baik antara dukun dengan tenaga kesehatan sehingga dapat membantu kelancaran tugas sehari-hari dari bidan dan sekaligus membantu untuk merencanakan tugas-tugas lainnya yang menjadi tanggung jawab bidan.