BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Evaluasi
2.1.1
Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan dan
merupakan suatu proses untuk menilai atau menetapkan sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan tercapai. Evaluasi membandingkan antara hasil yang telah dicapai
oleh suatu program dengan tujuan yang direncanakan (Notoadmodjo, 2011). Evaluasi
merupakan proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang
dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai, serta dilaksanakan sebagai upaya
untuk melakukan perbaikan atas segala kegiatan (Ayuningtyas, 2014).
Terdapat tiga elemen penting yang harus diperhatikan dan harus ada dalam
proses evaluasi, yaitu kriteria atau pembanding yang merupakan ciri ideal dari situasi
yang diinginkan yang dapat dirumuskan dalam tujuan operasional, bukti atau
kejadian merupakan kenyataan yang diperoleh dari hasil penelitian, dan penilaian
yang dibentuk dengan membandingkan kriteria dengan kejadian tersebut sehingga
evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis (Sutjipta, 2009).
2.1.2
Fungsi Evaluasi
Adapun fungsi evaluasi yaitu, memberi informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai kinerja suatu program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan
kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan-tindakan yang direncanakan
(Ayuningtyas, 2014). Selain itu fungsi pengawasan dan pengendalian adalah fungsi
yang erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Untuk menerapkan fungsi
9
10
pengawasan dan pengendalian diperlukan standar meliputi input, proses, output, dan
outcome yang dituangkan dalam bentuk-bentuk target atau prosedur kerja. Standar
input digunakan untuk menilai keberhasilan persiapan dan pelaksanaan program.
Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat
lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih
diefektifkan (Muninjaya, 2011).
2.1.3
Jenis Evaluasi
Jenis
evaluasi
yang
dibedakan
berdasarkan
sasaran
dan
waktu
pelaksanaannya dibedakan menjadi tiga jenis (Muninjaya, 2011), yaitu:
1.
Evaluasi input
Evaluasi input dilaksanakan sebelum kegiatan program dimulai, untuk
mengetahui ketepatan jumlah, mutu sumber daya, metode, standar prosedur
pelaksanaan disesuaikan dengan sumber daya yang dimanfaatkan untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan program. Evaluasi ini bersifat pencegahan (preventive
evaluation) karena kegiatan evaluasi ini mengkaji persiapan kegiatan sehingga dapat
mencegah terjadinya penyimpangan sedini mungkin.
2.
Evaluasi proses
Evaluasi proses dilaksanakan pada saat kegiatan sedang berlangsung.
Tujuannya untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kegiatan program atau metode
yang digunakan, meningkatkan motivasi staf, dan memperbaiki komunikasi di antara
staf, dan sebagainya. Evaluasi ini disebut dengan formative evaluation.
3.
Evaluasi output
Evaluasi output dilaksanakan pada hasil kegiatan program. Kegiatan evaluasi
ini disebut summative evaluation atau impact evaluation. Dilaksanakan setelah
11
pekerjaan selesai untuk mengetahui ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Output
dibandingkan dengan target, efek, atau outcome untuk mengetahui pengaruh kegiatan
program terhadap sikap dan perilaku masyarakat atau dampak program pada
penurunan kejadian sakit atau kematian. Evaluasi ini juga ditujukan untuk
mengetahui mutu pelayanan kesehatan dibandingkan dengan standar mutu yang
sudah ditetapkan pada saat penyusunan perencanaan.
2.2
Puskesmas
2.2.1
Pengertian Puskesmas
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja (Kemenkes RI, 2004).
1.
Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta
ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2.
Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
12
3.
Penanggung jawab Penyelenggaraan
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuannya.
4.
Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
2.2.2
Fungsi Puskesmas
Fungsi Puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004) terdiri dari:
1.
Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di
samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
2.
Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan
kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif
dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut
13
menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3.
Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:
a.
Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit.
b.
Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan
serta
mencegah
penyakit
tanpa
mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan
kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
2.2.3
Upaya dan Azas Puskesmas
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung
14
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004), upaya kesehatan tersebut dikelompokkan
menjadi dua yakni:
1.
Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat, yang terdiri dari Upaya Promosi
Kesehatan, Upaya Kesehatan Lingkungan, Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta
Keluarga Berencana, Upaya Perbaikan Gizi, Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular, dan Upaya Pengobatan.
2.
Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan
harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas
penyelenggaraan puskesmas berdasarkan Kepmenkes RI No. 128 Tahun 2004
tentang Kebijakan Dasar Puskesmas (Kemenkes RI, 2004) adalah:
1.
Azas pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya.
15
2.
Azas pemberdayaan masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar
berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.
3.
Azas keterpaduan
Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:
2.1 Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan
penyelenggaraan
berbagai
upaya
kesehatan
yang
menjadi
tanggungjawab puskesmas.
2.2 Keterpaduan lintas sektor
Keterpaduan
lintas
sektor
adalah
upaya
memadukan
penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan
inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat
kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.
4.
Azas rujukan
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang
dimiliki oleh puskesmas terbatas. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan
berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka
penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
16
Salah satu yang diperlukan dalam keberhasilan pelayanan kesehatan adalah
sistem rujukan yang adekuat sesuai dengan kapabilitas fasilitas kesehatan dan
kolaborasi antara rujukan yang berjenjang dan lintas sektor (Murray & Pearson,
2006).
2.3
Manajemen Puskesmas
Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematik untuk menghasilkan output yang efektif dan efisien (Depkes RI, 2006c).
Ada tiga fungsi manajemen puskesmas yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan, penilaian, dan
pertanggungjawaban (Kemenkes RI, 2004).
2.3.1
Perencanaan (P1)
Perencanaan adalah pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan
selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa (Handoko,
2014). Perencanaan Tingkat Puskesmas adalah proses penyusunan rencana kegiatan
puskesmas pada tahun yang akan datang yang dilakukan secara sistematis untuk
mengatasi masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2006c).
Dilakukan dengan empat tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap analisa situasi, tahap
penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK), tahap penyusunan Rencana
Pelaksanaan Kegiatan (RPK).
2.3.2
Pelaksanaan dan Pengendalian (P2)
Pelaksanaan dan pengendalian adalah proses penyelenggaraan, pemantauan,
serta penilaian terhadap penyelenggaraan rencana tahunan puskesmas (Kemenkes RI,
2004).
17
1.
Pengorganisasian
Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas, perlu dilakukan
pengorganisasian yang berupa penentuan penanggung jawab dan pelaksana untuk
setiap kegiatan dan untuk setiap satuan wilayah kerja, serta berupa penggalangan
kerjasana tim secara lintas sektoral. Penanganan kasus kesehatan yang tepat dan
efektif memerlukan pembagian tugas dan wewenang yang jelas pada setiap anggota
tim (PATH, 2013). Melalui pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki
oleh organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien (Muninjaya,
2004). Menurut Siagian (2003) rotasi pekerjaan mampu meningkatkan motivasi
melalui variasi kegiatan petugas, mengurangi kejenuhan, meningkatkan fleksibilitas
petugas dalam bekerja serta dapat memperluas keterampilan dan pengetahuan
petugas karena petugas telah dilatih untuk melakukan pekerjaan yang berbeda.
2.
Penyelenggaraan
Fungsi pelaksanaan (aktuasi) merupakan usaha untuk menciptakan iklim
kerjasama diantara pimpinan dengan staf maupun antar staf (Muninjaya, 2004).
Dalam menyelenggarakan rencana tersebut perlu melakukan kegiatan sebagai
berikut:
a.
Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun.
b.
Menyusun jadwal kegiatan bulanan utnuk setiap petugas sesuai
dengan rencana yang telah disusun.
c.
Menyelenggarakan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan
dengan tetap memperhatikan azas penyelenggaraan puskesmas,
standar dan pedoman pelayanan puskesmas, sesuai prinsip kendali
mutu yaitu mengikuti siklus pemecahan masalah, dilaksanakan
18
melalui kerjasama tim, sesuai sumber daya yang tersedia, serta
sesuai prinsip program kendali biaya yaitu kepatuhan terhadap
berbagai standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi, yang
terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan.
3.
Pemantauan
Penyelenggaraan
kegiatan
harus
diikuti
dengan
kegiatan
pemantauan yang dilakukan secara berkala, yaitu:
a.
Melakukan telaah penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai
yang terdiri dari:
1) Telaah internal, yaitu Lokakarya Mini Bulanan puskesmas atau
telaah bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil
yang dicapai puskesmas dibandingkan dengan rencana dan
standar pelayanan (Depkes RI, 2006a). Data yang digunakan
diambil
dari
Sistem
Informasi
Manajemen
Puskesmas
(SIMPUS) yaitu SP2TP, survei lapangan, laporan lintas sektor,
dan laporan sarana kesehatan swasta.
2) Telaah eksternal dilakukan dalam Lokakarya Mini Triwulan
puskesmas yang merupakan telaah triwulan terhadap hasil yang
dicapai oleh saranan pelayanan kesehatan tingkat pertama
lainnya serta sektor terkait yang ada di wilayah kerja puskesmas
(Depkes RI, 2006a).
b.
Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai
dengan pencapaian kinerja puskesmas serta masalah dan hambatan
yang ditemukan dari hasil telaah bulanan dan triwulanan.
19
2.3.3 Pengawasan, Penilaian, dan Pertanggungjawaban (P3)
Keberhasilan atau kegagalan dari suatu kegiatan dinilai dari pencapaian akan
sasaran yang telah ditetapkan. Pengawasan pengendalian dilaksanakan karena adanya
dorongan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program
terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Supriyanto & Damayanti, 2007). Untuk
terselenggaranya hal tersebut dilakukan kegiatan sebagai berikut:
1.
Pengawasan dan pengendalian
Pengawasan mencakup aspek administratif, keuangan dan teknis pelayanan.
Pengawasan dibedakan atas dua macam yaitu pengawasan internal yang dilakukan
secara melekat oleh atasan langsung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh
masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak terkait lainnya.
Apabila ditemukan penyimpangan maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara
pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fungsi pengawasan dan
pengendalian dilaksanakan dengan monitoring dan evaluasi. Fungsi monitoring dan
evaluasi di puskesmas bertujuan untuk proteksi dari penyimpangan, memperbaiki
penyimpangan, dan mencegah penyimpangan (Sulaeman, 2009).
2.
Penilaian
Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran. Penilaian kinerja
puskesmas adalah suatu upaya untuk melakukan penilaian hasil kerja atau prestasi
puskesmas (Depkes RI, 2006b). Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat
puskesmas
sebagai
instrumen
mawas
diri,
kemudian
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan verifikasi hasilnya. Lingkup penilaian kinerja puskesmas
adalah berdasarkan upaya-upaya puskesmas dalam menyelenggarakan:
20
a.
Pelayanan kesehatan Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan
Pengembangan.
b.
Pelaksanaan manajemen puskesmas yaitu proses penyusunan
perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini dan pelaksanaan penilaian
kinerja. Juga melingkupi manajemen sumber daya, manajemen alat,
obat, keungan, dan lain-lain.
c.
Mutu pelayanan puskesmas, meliputi:
1) Penilaian input berdasarkan standar yang ditetapkan.
2) Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhan
terhadap standar yang ditetapkan.
3) Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang
diselenggarakan.
4) Penilaian outcome pelayanan.
3.
Pertanggungjawaban
Pada setiap akhir tahun anggaran, kepala puskesmas harus membuat laporan
pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan, serta perolehan
dan penggunaan berbagai sumber daya termasuk keuangan. Laporan tersebut
disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta pihak-pihak lainnya
termasuk masyarakat.
2.4
Puskesmas Mampu PONED
Puskesmas mampu PONED adalah Puskesmas rawat inap yang mampu
menyelenggarakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi atau komplikasi
tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (Kemenkes RI, 2013a).
21
2.4.1
Sumber Daya dalam Penyelenggaraan PONED
Penanganan kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal memerlukan
sumber daya yang jumlah dan ketersediaannya harus mencukupi, antara lain fasilitas,
obat-obatan, peralatan, dan petugas kesehatan (US Department of Health and Human
Services, 2014).
1.
Sumber Daya Manusia (SDM)
Perencanaan dalam kebutuhan SDM dengan memastikan jumlah dan
ketersediaan sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan program kesehatan
ibu dan anak (Anwar, Kalim, & Koblinsky, 2009). Menurut Sutrisno (2009) semua
potensi SDM berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan.
Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi, tersedianya modal dan
memadainya bahan, jika tanpa SDM sulit bagi organisasi itu untuk mencapai
tujuannya. Tim kesehatan dalam penyelenggaraan PONED terdiri dari (Kemenkes
RI, 2013a):
a.
Tim Inti Sebagai Pelaksana PONED
Tenaga kesehatan yang berfungsi sebagai tim inti pelaksana
PONED harus yang sudah terlatih dan bersertifikat dari Pusat Diklat
Tenaga Kesehatan yang telah mendapat sertifikasi sebagai
penyelenggara Diklat PONED. Tim ini pelaksana Puskesmas mampu
PONED yaitu minimal satu orang Dokter Umum, satu orang Bidan
(minimal D3), dan satu orang Perawat (minimal D3). Tenaga tim inti
pelaksana PONED harus selalu siap (on side) selama 24 jam/hari dan
7 hari/minggu.
22
b.
Tim Pendukung
Tim
pendukung
penyelenggaraan
Puskesmas
mampu
PONED yaitu Dokter Umum minimal 1-2 orang, Perawat D3
minimal 5 orang, Bidan D3 minimal 5 orang, Analis Laboratorium
minimal 1 orang, dan Petugas Administrasi minimal 1 orang.
c.
Tim Promosi Kesehatan
Memiliki
kemampuan
Komunikasi
Informasi
Edukasi/Komunikasi Inter Personal dan Konseling (KIE/KIPK) dan
pemberdayaan masyarakat.
d.
Tenaga-tenaga Non Kesehatan Sebagai Penunjang Pelayanan
Diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan di fasilitas
perawatan,
sebagai
tenaga
penunjang
untuk
kelancaran
penyelenggaraan PONED di Puskesmas. Tenaga penunjang tersebut
adalah petugas dapur, petugas laundry, penjaga malam, cleaning
service, dan pengemudi ambulan satu orang (bertugas bergantian
dengan pengemudi Puskesmas Keliling).
2.
Fasilitas Rawat Inap di Puskesmas Mampu PONED
a.
Area tindakan yang berada di area terbatas (restrictive area),
merupakan area tindakan secara umum yang dapat digunakan untuk
tindakan kasus dalam PONED.
b.
Ruang kerja sekaligus sebagai kamar jaga untuk perawat/bidan jaga
(nurse station)
23
c.
Ruang perawatan pasien:
1) Ruang rawat persalinan dengan 4 tempat tidur dewasa dan 3-4
box bayi yang akan digunakan sebagai Ruang rawat gabung
(rooming in) untuk ibu dan neonatal
2) Pantry, ruang penyiapan makanan pasien
3) Kamar mandi dan WC pasien di luar kamar
4) Gudang tempat penyimpanan persediaan perlengkapan untuk
ruang rawat. Gudang ini bukan tempat barang bekas
3.
Peralatan dalam Penyelenggaraan PONED
a.
Peralatan sesuai standar dalam jenis dan jumlahnya, harus selalu
tersedia dalam keadaan bersih atau dalam keadaan steril dan siap
pakai, untuk kelengkapan di fasilitas rawat inap, ruang tindakan atau
persalinan, UGD obstetri atau neonatal maupun UGD umum, dan
peralatan standar KIA di ruang rawat jalan Puskesmas.
b.
Peralatan medis dan perawatan di fasilitas rawat jalan ibu dan bayi,
UGD, Klinik KB, sebagai bagian peralatan yang tidak terpisahkan
dari peralatan khusus PONED harus tersedia lengkap dan terpelihara
baik dan siap pakai.
c.
Peralatan penunjang medis sesuai standar.
d.
Peralatan non medis sesuai standar, terdiri atas:
1) Perlengkapan tempat tidur pemeriksaan ibu hamil, bayi,
gynecologis bed di klinik KB, berada di fasilitas rawat jalan,
masing-masing dilengkapi dengan meja dan kursi untuk pemberi
pelayanan.
24
2) Perlengkapan di UGD, berupa beberapa tempat tidur periksa,
dan kelengkapan penunjangnya, berada di fasilitas khusus UGD.
3) Perlengkapan di area terbatas.
4) Perlengkapan di Ruang Perawatan Bayi Khusus, di dekat
ruangan perawat jaga.
5) Perlengkapan meubelair bagi tenaga kesehatan pemberi layanan
di rawat inap termasuk PONED dalam melaksanakan tugasnya.
6) Perlengkaan ruang perawatan berupa kebutuhan jumlah tempat
tidur perawatan maternal, kebutuhan meubelair sederhana untuk
pasien di ruang rawat inap, sebanyak tempat tidur untuk ibu, dan
kursi tunggu keluarga pasien diluar ruangan rawat inap (teras
fasilitas rawat inap), sebagai kelengkapan ruang rawat inap
umumnya.
7) Tempat dan perlengkapan ruangan cuci linen atau laundry.
8) Kebutuhan perlengkapan kebersihan untuk ruangan di restrictive
area disediakan tersendiri, ruangan perawatan umumnya,
ruangan dapur, ruang cuci, dan area lingkungan.
4.
Obat dan Bahan Habis Pakai
Materials atau bahan baku merupakan suatu unsur yang
merupakan objek yang digunakan sebagai sarana yang digunakan oleh
sumber daya untuk mencapai tujuan (Satrianegara, 2009). Disediakan
obat dan bahan habis pakai, baik jenis dan jumlahnya harus cukup,
dengan buffer stock minimal sesuai ketentuan. Ketersediaan obat dan
bahan habis pakai di fasilitas rawat inap sesuai dengan kebutuhan.
25
5.
Sarana Pendukung Pelayanan PONED
a.
Sarana
transportasi
rujukan
pasien
berupa
Ambulan
Gadar/Emergensi
b.
Ambulans dilengkapi saranan perlengkapan medis (kit emergensi, O2
portable, transportable incubator)
c.
Tersedia perangkat komunikasi (Radio medic atau Tele rujukan)
yang dapat difungsikan setiap waktu dengan baik untuk mendukung
pelaksanaan rujukan serta statis berada di ruang tindakan dan mobile
di ambulans rujukan emergensi.
2.4.2 Pelayanan yang Diberikan Puskesmas Mampu PONED
Dalam penanganan kasus kesehatan dibutuhkan kepatuhan dalam penggunaan
Standard Operating Procedure (SOP). Standard Operating Procedures pada dasarnya
adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang digunakan untuk
memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitas proses
yang dilakukan berjalan efektif dan efisien (Tambunan, 2008). Terdapat batasan
kewenangan dalam kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang dapat ditangani oleh
Puskesmas mampu PONED, yaitu (Kemenkes RI, 2013a):
1.
Maternal
a.
Perdarahan pada kehamilan muda
b.
Perdarahan post Partum
c.
Hipertensi dalam Kehamilan
d.
Persalinan macet
e.
Ketuban pecah sebelum waktunya dan sepsis
f.
Infeksi Nifas
26
2.
2.4.3
Neonatal
a.
Asfiksia pada neonatal
b.
Gangguan nafas pada bayi baru lahir
c.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
d.
Hipotermi pada bayi baru lahir
e.
Hipoglikemi dari ibu dengan diabetes millitus
f.
Ikterus
g.
Kejang pada Neonatus
h.
Infeksi Neonatus
Evaluasi Puskesmas Mampu PONED di Indonesia
Puskesmas mampu PONED merupakan fasilitas kesehatan terdekat dengan
masyarakat yang diharapkan mampu menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal yang bertujuan untuk membantu menurunkan AKI dan AKB. Pelaksanaan
Puskesmas mampu PONED tentunya dipengaruhi oleh ketersedian input dan proses
sehingga mencapai output, outcome, dan impact yang diharapkan. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pencapaian output pada
Puskesmas mampu PONED dipengaruhi oleh ketersediaan input dan proses.
Penelitian yang berjudul Analisis Pelaksanaan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas PONED Kabupaten Kendal menunjukkan
bahwa di Puskesmas PONED yang belum berjalan memiliki SDM secara kuantitas
belum memadai dan secara kualitas belum mendapat pelatihan PONED, sarana
prasarana belum memenuhi standar minimal, jarak dari masyarakat ke Puskesmas
dan Rumah Sakit sama dekat, tidak ada dana khusus untuk program PONED,
27
komunikasi belum optimal, struktur birokrasi belum optimal yaitu tidak ada
pelaporan kasus PONED ke DKK serta pembinaan dari DKK belum rutin dan tidak
ada umpan balik. Sementara, Puskesmas PONED yang berjalan telah melaksanakan
sosialisasi lintas program dan sektoral, memiliki sumber daya yang memadai,
disposisi atau sikap pelaksana program mendukung (S. Handayani, 2012).
Selain itu, hasil penelitian yang berjudul Analisis Implementasi Program
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Tlogosari
Kulon dan Karangmalang Kota Semarang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan
program PONED belum berjalan efektif dipengaruhi oleh aspek komunikasi yaitu
tidak dilakukannya sosialisasi lintas sektor dan belum mempunyai STO khusus
PONED lengkap, hanya terdiri dari seorang dokter, bidan, dan perawat. Aspek
ketersediaan sumber daya belum terpenuhinya kuantitas petugas yang memadai,
tidak adanya dana alokasi khusus PONED dan pemberian dana insentif, fasilitas alat
dan obat yang belum memenuhi standar, namun keterjangkauan lokasi masih
terjangkau. Aspek disposisi sebagian besar petugas mendukung dan siap
melaksanakan program PONED. Aspek stuktur birokrasi tidak adanya format
pencatatan pelaporan khusus PONED serta belum ada kerjasama dengan RS PONEK
dan organisasi profesi seperti POGI, PDAI, serta IBI (Wulan, 2012).
Hasil penelitian yang berjudul Inovasi Implementasi Puskesmas PONED
dalam Upaya Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di 3 (Tiga)
Kabupaten di Jawa Timur menunjukkan bahwa sumber daya manusia di puskesmas
PONED dari jumlah dan penempatan belum memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan
puskesmas PONED dan RS PONEK belum maksimal. Dengan adanya inovasi
daerah dalam implementasi puskesmas PONED seperti penempatan dokter SPOG
28
dengan SK Bupati di Dinas kesehatan, mendekatkan fasilitas pelayanan operasi
seksio sesaria di puskesmas dan pemberdayaan bidan desa dalam tim PONED
merupakan upaya dalam peningkatan cakupan PONED. Hambatan dalam
pelaksanaan PONED terutama dalam hal koordinasi dan kebijakan yang mendukung
pelaksanaan di lapangan (Rachmawati & Suprapto, 2010).
2.5
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
Indikator
Judul penelitian
Tujuan
Tempat
Jenis Penelitian
Unit Analisis
Subyek Penelitian
Metode
pengumpulan
data
Penelitian Kismoyo (2012)
Benarkah Puskesmas PONED Efektif?
Penelitian Desita (2012)
Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
di Puskesmas Karang Malang Semarang
Untuk
melihat
implementasi Untuk
mengevaluasi
pelaksanaan
pelayanan
puskesmas
mampu PONED di Puskesmas Karang Malang
kegawatdaruratan
Obstetrik
dan
Neonatal
Dasar
(PONED)
di
Kabupaten Bantul
Yogyakarta
Semarang
Deskriptif kualitatif
Deskriptif kualitatif
Manajemen
pelayanan
PONED, Variabel tenaga khusus, sarana prasarana,
ketersediaan SDM, sarana prasarana, keterjangkauan lokasi, pendanaan, SOP,
penatalaksanaan kasus
sosialisasi, kualitas pelayanan petugas,
sistem rujukan, pencatatan pelaporan dan
supervsisi
Penelitian Ini
Evaluasi Implementasi Puskesmas
Mampu PONED di Kabupaten
Karangasem
Untuk
mengevaluasi
implementasi Puskesmas mampu
PONED
di
Kabupaten
Karangasem
Karangasem, Bali
Studi evaluatif
Ketersediaan input yaitu SDM,
dana, bangunan fasilitas dan
peralatan, obat dan bahan habis
pakai, Pedoman Puskesmas
Mampu PONED, dan SOP;
aktivitas manajerial dan
operasional; output yang dicapai
Dokter, bidan perawat, laboran, dan Tiga tim PONED dan Kepala Puskesmas, Tim inti PONED, Kepala
sopir ambulans serta pemangku 6 informan triangulasi terdiri dari Kabid Puskesmas, dan Kepala Seksi
kebijakan dinas kesehatan
Kesga DKK Semarang serta 5 sasaran Kesga Dinas Kesehatan
PONED
Wawancara mendalam, observasi,
Wawancara mendalam dan observasi
Observasi, telaah dokumen, dan
telaah dokumen
wawancara mendalam
29
Hasil
Tidak semua puskesmas dapat
melayani kegawatdaruratan obstetri
dan neonatal, provider pelayanan
belum mampu memahami tujuan
pelayanan dengan baik. Alat, obat, dan
infrastruktur
belum
seluruhnya
tersedia. Pengelolaan rujukan kasus
kegawatdaruratan
obstetri
dan
neonatal
belum
berjalan
baik,
cencerung rujukan dini.
Pelaksanaan PONED belum berjalan
efektif karena kuantitas tenaga khusus
PONED belum memadai, tidak ada dana
khusus, obat belum memenuhi standar,
belum ada SOP yang terpasang di salam
puskesmas, belum ada supir pengganti
untuk rujukan puskesmas, tidak ada
format pencatatan dan pelaporan khusus
PONED, belum ada supervisi untuk
pelaksanaan PONED, lokasi terjangkau.
-
30
Download