PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia berada di wilayah tropis yang menjadikan kondisinya cocok sebagai tempat tumbuh berbagai macam flora, termasuk buah-buahan. Banyak buah-buahan asli Indonesia yang memiliki manfaat kesehatan yang baik, salah satunya adalah buah duwet. Duwet (Syzygium cumini) merupakan salah satu buah lokal Indonesia. Buah duwet memiliki rasa sepat masam dan berwarna ungu jika telah matang. Buah duwet dikenal dengan berbagai sebutan seperti jamblang, juwet, jambu keling, jambolan, atau java plum. Buah duwet termasuk dalam buah buni (bacca) mempunyai dinding buah terdiri dari dua lapisan, yakni lapisan luar (eksokarp atau epikarp) yang tipis dan lapisan dalam (endokarp) yang tebal, lunak dan berair (BPPT 2005). Macmillan (1991) menggambarkan buah duwet berukuran sekitar 2,5 cm, berwarna hijau saat masih muda dan berubah menjadi ungu cerah hingga ungu gelap seiring semakin matangnya buah ini. Buah duwet memiliki satu biji di dalamnya. Biasanya buah ini dicampur dengan garam sebelum dimakan dalam bentuk segar untuk mengurangi rasa asamnya. Di India, buah ini dapat dijadikan cuka (dari buah yang belum masak) sedangkan buah yang telah masak dijadikan minuman. Warna ungu pada buah duwet yang telah masak ini berasal dari antosianin. Antosianin merupakan pigmen warna ungu yang banyak terdapat pada buah dan sayur. Antosianin pada buah atau sayur dapat muncul dalam warna merah, ungu, atau biru, tergantung kondisi keasaman (pH). Antosianin merupakan salah satu sub kelas flavonoid yang penting bagi tanaman. Senyawa ini menarik perhatian serangga sehingga membantu tanaman dalam proses penyerbukan. Antosianin juga mampu melindungi jaringan tanaman dari photoinhibition dan oksidasi yang diakibatkan oleh proses fotosintesis (Einbond 2003). Antosianin juga dapat berperan sebagai sumber antioksidan. Antioksidan dari antosianin ini, menurut Lestario et. al. (2003), relatif lebih aman dibandingkan dengan antioksidan sintetis yang memungkinkan promosi karsinogenesis, karena buah ini sudah lama biasa dikonsumsi namun tidak ada laporan mengenai efek samping yang ditimbulkan. Buah duwet memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena kandungan antosianin alaminya. Bila dibandingkan, aktivitas antioksidan buah duwet masak 2 hampir sama dengan BHT (Butylated hidroksitoluen), antioksidan sintetik yang umum digunakan (Lestario et. al. 2003). Kandungan antioksidan yang tinggi ini membuat buah duwet bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2005) menyebutkan beberapa manfaat kesehatan yang dapat diberikan buah duwet, baik daging buah maupun biji buahnya. Daging buah duwet bermanfaat dalam membantu pengobatan berbagai gangguan kesehatan, seperti kencing manis, batuk kronis, asma, nyeri lambung, dan diare. Sedangkan biji buah duwet dapat bermanfaat untuk mengurangi beberapa masalah kesehatan, seperti kencing manis, diare, disentri, gangguan pencernaan seperti kembung, nyeri lambung, atau kram perut, dan pembesaran limpa. Tidak hanya daging buah dan bijinya yang memiliki manfaat kesehatan, di Brazil, baik buah, daun, dan kulit kayu tanaman duwet digunakan dalam perawatan diabetes, disentri, dan diare (Migliato et al. 2009). Walaupun memiliki manfaat yang besar, dari segi cita rasa, buah duwet kurang disukai, terutama karena adanya efek aftertaste yang ditimbulkan saat mengonsumsi buah ini sebagai buah segar. Manfaat kesehatan buah duwet tidak akan bisa dirasakan, jika buah ini tidak dikonsumsi. Oleh karena itu, pengolahan buah duwet diperlukan untuk meningkatkan daya terima masyarakat terhadap buah duwet, salah satunya dengan mengolah buah duwet menjadi minuman sari buah. Kandungan antosianin dan aktivitas antioksidan pada produk minuman sari buah setelah pengolahan kemungkinan tidak akan sebesar buah segar. Terlebih jika penanganan produk akhir kurang tepat dan produk tidak langsung dikonsumsi setelah dibuat. Penyimpanan mungkin akan mempengaruhi kadar antosianin yang akan berpengaruh pada tingkat aktivitas antioksidan pada produk minuman. Karena itu, dinilai penting untuk mengetahui bagaimana stabilitas antosianin pada produk minuman sari buah yang dibuat. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan minuman sari buah duwet (Syzygium cumini), serta menganalisis stabilitas antosianin dan aktivitas antioksidan pada minuman sari buah selama masa penyimpanan. 3 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain: 1. Mempelajari pembuatan minuman sari buah berbahan dasar buah duwet 2. Mengkaji sifat organoleptik produk minuman sari buah berbahan dasar buah duwet 3. Menganalisis sifat fisik dan sifat kimia minuman sari buah berbahan dasar buah duwet 4. Menganalisis kandungan antosianin dalam minuman sari buah berbahan dasar buah duwet 5. Menganalisis aktivitas antioksidan dalam minuman sari buah berbahan dasar buah duwet Kegunaan Penelitian Buah duwet merupakan buah lokal Indonesia yang sudah jarang dijumpai. Rasa sepat buah duwet mengurangi daya tarik bagi masyarakat untuk mengonsumsi buah ini. Padahal buah duwet mengandung antosianin yang memiliki fungsi antioksidan sehingga baik untuk kesehatan. Produk hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah daya tarik buah duwet serta menambah varian produk berbahan dasar buah duwet sebagai buah lokal Indonesia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah informasi mengenai buah duwet serta produk hasil olahan buah duwet yang selama ini tidak banyak diteliti aspek gizi dan manfaat kesehatannya. Informasi ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi masyarakat untuk meningkatkan pemanfaatan buah duwet sebagai bahan pangan sumber antioksidan. TINJAUAN PUSTAKA Buah Duwet (Syzygium cumini) Buah duwet merupakan buah dari suku jambu-jambuan (Myrtaceae). Buah ini memiliki nama ilmiah Syzygium cumini, yang juga memiliki sinonim dengan Syzygium jambolanum, Eugenia cumini, atau Eugenia jambolana (BPPT 2005). Klasifikasi ilmiah buah duwet adalah: Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Syzygium Spesies : Syzygium cumini Buah duwet dikenal dengan beberapa nama, di Indonesia, seperti Juwet, Jambu keling, Jamblang, dan Jambolan. Di India, duwet dikenal dengan Jambool dan di Amerika dikenal sebagai Java plum. Gambar 1 Buah duwet Buah duwet berbentuk lonjong sampai bulat telur, sering agak bengkok. Ukuran buah berkisar antara 1 hingga 5 cm, dengan kulit buah tipis, licin, dan mengkilap. Warna buah yang telah matang adalah merah tua sampai ungu kehitaman, kadang-kadang putih. Duwet sering tumbuh dalam gerombolan besar. Daging buah berwarna putih, kuning kelabu, sampai agak merah ungu 5 dan hampir tak berbau. Buah duwet memiliki banyak sari buah dengan rasa sepat masam sampai masam manis. Bentuk biji lonjong dan dapat berukuran sampai 3,5 cm (BPPT 2005). Buah duwet berwarna hijau sebelum masak. Warna hijau kemudian berubah menjadi merah, hingga pada akhirnya menjadi ungu sampai hitam pada saat buah benar-benar masak. BPPT (2005) menggambarkan bahwa tanaman buah duwet biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh liar, terutama di hutan jati. Duwet tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Pohon dengan tinggi 10-20 m ini, berbatang tebal, tumbuhnya bengkok, dan bercabang banyak. Daun tunggal, tebal, tangkai daun 1-3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau bulat telur terbalik, tepi rata, pertulangan menyirip, dan permukaan atasnya mengkilap. Panjang daun 7-16 cm dengan lebar 5-9 cm dan berwarna hijau. Bunga tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan. Mahkota bunga berbentuk bulat telur dengan banyak benang sari, berwarna putih, dan berbau harum. Pohon duwet juga sering ditanam sebagai pohon peneduh di pekarangan dan perkebunan (misalnya untuk meneduhi tanaman kopi), atau sebagai penahan angin (wind break). Bunga-bunganya baik sebagai pakan lebah madu. Buah duwet biasa dimakan segar. Di India dan Filipina, seperti juga kebiasaan di beberapa daerah di Indonesia, buah duwet yang masak dicampurkan dengan sedikit garam dan kadang-kadang ditambah juga dengan gula pasir, kemudian dikocok di dalam wadah tertutup sehingga lunak dan berkurang rasa sepatnya. Selain dimakan segar, buah yang banyak mengandung vitamin A dan vitamin C ini, juga dapat dijadikan sari buah, jeli atau minuman beralkohol. Buah duwet mengandung berbagai zat gizi yang baik bagi tubuh. Zat-zat yang bermanfaat dari buah duwet tidak hanya berasal dari daging buah, melainkan juga berasal dari biji dan kulit buahnya. Salah satu manfaat buah duwet adalah untuk mengurangi kerapuhan pembuluh darah kapiler penyebab luka diabetes yang lama sembuhnya. Manfaat lain duwet adalah menjaga kadar kolesterol darah tetap normal (Anonim 2010), mengobati asma, diare, dan nyeri lambung (BPPT 2005). Buah duwet memiliki berbagai manfaat kesehatan karena aktivitas antioksidan yang tinggi. Sifat antioksidan buah berasal dari antosianin yang menyebabkan warna ungu pada buah ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sari et. al. (2009) menunjukkan bahwa dalam 100 gram buah duwet segar mengandung 6 161 miligram antosianin (3430mg/100g kulit buah kering). Kandungan gizi dalam setiap 100 gram buah duwet, ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi 100 gram buah duwet masak Kandungan gizi Zat gizi Satuan Jumlah Energi Karbohidrat Protein Lemak Air Vitamin A Vitamin B3 Vitamin C Kalsium Zat besi Fosfor Magnesium Kalium Natrium Kkal 60,00 gram 15,56 gram 0,72 gram 0,23 gram 83,13 IU 3,00 mg 0,26 mg 14,30 mg 19,00 mg 0,19 mg 17,00 mg 15,00 mg 79,00 mg 14,00 Sumber: USDA Nutrient database (2010) Buah duwet, menurut BPPT (2005), selain mengandung zat gizi seperti yang digambarkan di Tabel 1, mengandung minyak atsiri, fenol (methylxanthoxylin), alkaloid (jambosine), asam organik, triterpenoid, resin yang berwarna merah tua mengandung asam elagat dan tannin. Kadar antosianin pada buah duwet dipengaruhi tingkat kematangan buah. Lestario et. al. (2003) meneliti kandungan antosianin pada buah duwet yang dibagi dalam tujuh tingkat kematangan, mulai buah berwarna hijau, hingga buah berwarna hitam. Kandungan antosianin pada beberapa tingkat kematangan, menurut penelitian Lestario et. al. (2003), ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Kadar antosianin buah duwet pada beberapa tingkat kematangan Antosianin Tingkat kematangan (mg/g buah kering beku) Hijau 1,68±0,03 Hijau-merah 3,05±0,10 Merah muda 4,32±0,08 Merah 5,96±0,07 Ungu cerah 7,85±0,12 Ungu gelap 12,16±0,08 Hitam 29,39±0,36 Sumber: Lestario et. al. 2003 Penelitian Lestario et. al. (2003) menunjukkan bahwa kadar antosianin pada buah duwet semakin tinggi sejalan dengan peningkatan kematangan buah. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna buah duwet yang semakin ungu 7 sejalan dengan semakin masaknya buah duwet. Seperti halnya kadar antosianin yang semakin tinggi pada masing-masing tingkat kematangan buah duwet, aktivitas antioksidan buah duwet juga meningkat seiring dengan kematangan buah. Pada tingkat kematangan maksimal, aktivitas antioksidan buah duwet hampir sama dengan tingkat aktivitas antioksidan sintetis BHT. Pada penelitian Lestario et. al. (2003), peningkatan aktivitas antioksidan antosianin ditunjukkan dengan penurunan tingkat oksidasi asam linoleat yang menghasilkan peroksida. Tabel 3 menujukkan tingkat aktivitas antioksidan pada beberapa tingkat kematangan buah duwet. Tabel 3 Aktivitas antioksidan pada beberapa tingkat kematangan buah duwet Aktivitas antioksidan Tingkat kematangan (% pencegahan oksidasi asam linoleat) Hijau 29,68±0,59 Merah 47,81±0,54 Ungu 64,75±0,11 BHT 79,45±0,57 Sumber: Lestario et. al.2003 Antioksidan Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, tubuh manusia tidak dapat menghindari paparan radikal bebas atau oksidan yang membahayakan kesehatan. Radikal bebas merupakan atom atau molekul dengan satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Komponen-komponen reaktif dan produknya ini terbentuk melalui berbagai proses fisiologis dan biokimia seperti respirasi mitokondria, aktifasi fagosit, maupun aktivitas oksidasi oleh enzim (Basu et. al.1999). Radikal bebas derivat oksigen dan prooksidan lain memiliki peranan penting dalam pembentukan komponen esensial dan aktivasi biologis dari komponen-komponen penting. Namun, di saat bersamaan, radikal bebas bersifat toksik dan dapat menyebabkan kerusakan sel melalui oksidasi lipid, protein dan DNA. Selain itu, fungsi sel imun juga dapat terganggu dengan adanya aktivitas radikal bebas. Salah satu zat yang memperkecil bahaya dari radikal bebas adalah antioksidan. Antioksidan mengganggu produksi radikal bebas atau membantu inaktivasi radikal bebas saat terbentuk (Basu et. al. 1999). Antioksidan dipercaya mampu menangkal oksidasi dari radikal bebas yang dapat merusak komponen sel (Webb 2007) dan menyebabkan penyakitpenyakit degeneratif (MacDougall et. al. 2002), seperti penyakit jantung koroner, kanker, diabetes, katarak, dan arthritis. Barus (2007) juga menyebutkan peran 8 positif lain dari antioksidan untuk membantu sistem pertahanan tubuh bila ada unsur pencetus penyakit memasuki dan menyerang tubuh. Berbagai jenis protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh dapat memiliki fungsi antioksidan (Basu et. al. 1999). Begitu pula dengan beberapa jenis vitamin dan mineral, seperti vitamin C, vitamin E, dan selenium, memiliki fungsi antioksidan atau merupakan bagian yang penting dari sebuah sistem antioksidan. Beberapa antioksidan lain tidak dinyatakan sebagai zat gizi esensial. Namun, sekarang disadari bahwa zat-zat gizi yang awalnya bukan merupakan zat gizi esensial namun memiliki aktivitas antioksidan dapat berperan dalam menjaga kesehatan yang optimal dengan menurunkan tingkat oksidasi dari radikal bebas. Beberapa antioksidan potensial pada makanan tidak dinyatakan sebagai zat gizi esensial. Senyawa tersebut antara lain karotenoid, flavonoid, fenol, dan polifenol (Webb 2007). Senyawa-senyawa yang memberikan sifat antioksidan dapat digunakan secara terpisah. Namun, sering kali senyawa-senyawa ini digunakan secara bersamaan untuk memberikan perlindungan yang optimal (MacDougall et. al. 2002). Namun demikian, belum ada batasan yang pasti asupan harian senyawa antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit (Basu et. al. 1999). Senyawa Fenol Senyawa fenol banyak ditemukan pada tanaman. Senyawa ini memiliki cincin aromatis dengan satu atau dua buah gugus hidroksil (Basu et. al. 1999). Pada tumbuhan, senyawa fenol berperan sebagai pertahanan terhadap serangga. Sintesis senyawa fenol pada tumbuhan berhubungan dengan serangan serangga, paparan sinar ultraviolet, dan pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa fenol memiliki peran dalam mencegah serangan serangga, oksidasi oleh cahaya, dan infeksi bakteri maupun jamur (Asami et. al. 2003). Salah satu kelompok senyawa fenol yang paling banyak ditemui adalah flavonoid. Flavonoid berperan dalam memberikan rasa dan warna pada berbagai buah dan sayuran. Di dalam tubuh, flavonoid dan senyawa fenol lainnya memiliki berbagai manfaat biologis, termasuk antioksidan, antiinflamasi, menghambat pertumbuhan mikroba, dan mencegah timbulnya tumor (Prior 2003). Senyawa flavonoid dan asam fenolat, secara in vitro, terbukti berpotensi sebagai antioksidan. Akan tetapi, terdapat kemungkinan sifat pro-oksidan pada senyawa ini apabila berinteraksi dengan ion logam pada kondisi tertentu. 9 Senyawa flavonoid yang sering dijumpai meliputi katekin (sering dijumpai dalam teh) dan anthosianidin yang sebagian besar merupakan pigmen warna pada sayuran dan buah. Asupan harian flavonoid diperkirakan antara 20 mg hingga 1 g (Basu et. al. 1999). Beberapa senyawa flavonoid dan asam fenolat serta sumbernya antara lain: katekin (teh dan minuman anggur), flavonon (buahbuahan sitrus), flavonol (bawang merah, buah zaitun, teh, minuman anggur, dan apel), antosianidin (buah-buahan berwarna), dan asam kafeat (tomat, plum, ceri). Salah satu komponen flavonoid yang paling umum terdapat pada tumbuhtumbuhan adalah antosianin, yang merupakan derivat dari antosianidin. Antosianin Antosianin merupakan komponen flavonoid yang paling umum terdapat pada tumbuhan. Antosianin memiliki lima subkelas, yaitu peralgonidin, cyanidin, peonidin, malvidin, dan delphinidin (Rein 2005). Antosianin merupakan pigmen larut air yang menyebabkan warna merah, ungu, dan biru pada tanaman. Warna yang berbeda ini dipengaruhi oleh pH dan interaksi antosianin dengan kelas flavonoid lain yang tidak berwarna dalam tumbuhan (dikenal dengan copigmentation). Antosianin merupakan derivat dari anthosianidin yang tidak beraroma dan hampir tidak berasa. Antosianin terdiri dari dua struktur dasar aglikon, satu atau lebih gugusan gula, dan terkadang juga memiliki gugusan asil (MacDougall et. al. 2002). Bagian gula pada antosianin, biasanya berupa glukosa, rhamnosa, xylosa, galaktosa, arabinosa, dan fruktosa (Ozela, Stringheta, and Chauca 2007). Struktur kimia dasar pada lima sub kelas antosianin ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 Struktur kimia dasar antosianin 10 Pada tanaman bunga, warna merah cerah dan ungu merupakan cara menarik serangga yang membantu penyerbukan. Pada tanaman buah, kulit buah yang berwarna juga menarik perhatian serangga yang mungkin memakan buah dan menyebarkan bijinya. Pada jaringan fotosintesis, antosianin berperan sebagai tabir surya yang melindungi sel dari kerusakan dengan menyerap cahaya ultraviolet. Antosianin terdapat pada daun muda yang berwarna merah, pada daun saat musim panas, dan daun-daun hijau yang berubah merah pada saat musim dingin. Prior (2003) menyebutkan bahwa antosianin memiliki manfaat antioksidan dengan berperan sebagai donor elektron atau transfer atom hidrogen pada radikal bebas. Antosianin merupakan kelas flavonoid yang paling umum pada tanaman. Sumber antosianin yang biasa digunakan dalam industri biasanya adalah anggur, elderberry dan blackcurrant. Kadar antosianin dalam buah dapat berkisar antara 0,25 mg hingga 500 mg per 100 gram buah segar (Prior 2003). MacDougall et. al. (2002) menyebutkan beberapa sumber lain yang belakangan digunakan, seperti kol merah dan wortel hitam. Dua komoditas ini, menurut MacDougall et. al. (2002), memiliki antosianin yang lebih stabil terhadap pH dan cahaya dibandingkan dengan sumber-sumber antosianin yang terlebih dahulu digunakan. Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan antosianin pada beberapa jenis buah dan sayur Antosianin Bahan Pangan (mg/100g) [1] Marion Blackberry 317 [2] Strawberry 97 [2] Raspberry 365 [2] Blueberry 365 [2] Cherry 177 [3] Duwet 161 [4] Anggur merah 88 [5] Kol ungu 355 Sumber: [1] [2] Siriwoharn et. al (2004); Hosseinian dan Beta (2007); [4] [5] Sari et. al. (2009); Munos-Espada et. al. (2004); Kim & Wampler (2009) [3] Antosianin, seperti halnya pigmen alami lainnya, memiliki stabilitas yang rendah. Degradasi dapat terjadi selama ekstraksi, pemurnian, pengolahan, dan penyimpanan pigmen. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin antara lain struktur kimia pigmen, keasaman (pH), suhu, dan jenis pelarut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laleh et. al. (2006) menunjukkan bahwa peningkatan pH, suhu, dan paparan cahaya dapat merusak molekul antosianin. Salah satu karakteristik utama antosianin adalah perubahan warna yang 11 merespon adanya perubahan pH lingkungan. Warna dan stabilitas antosianin pada larutan sangat tergantung pada pH. Antosianin paling stabil pada pH rendah dan perlahan kehilangan warnanya seiring dengan peningkatan pH dan menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0 sampai 5,0. Menurut Rein (2005), antosianin lebih stabil pada larutan asam daripada pada larutan netral atau alkali. Namun kehilangan warna dapat bersifat reversibel. Corak warna merah akan kembali dengan adanya peningkatan derajat keasaman (Ozela, Stringheta, and Chauca 2007). Stabilitas antosianin juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Proses pemanasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerusakan antosianin. Rahmawati (2011) mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka waktu pendek (High Temperature Short Time). Paparan cahaya juga dapat memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama kehilangan pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin (Ozela, Stringheta, and Chauca 2007). Dalam penelitiannya, Ozela, Stringheta, and Chauca (2007) menemukan bahwa pH juga memiliki pengaruh yang sangat besar pada stabilitas antosianin baik pada keadaan ada atau tidak adanya cahaya. Keberadaan oksigen dan interaksi dengan komponen lain seperti gula dan asam askorbat juga mempengaruhi stabilitas antosianin. Antosianin memiliki manfaat kesehatan bagi tubuh dan digunakan sebagai komponen aktif dari beberapa produk kesehatan (MacDougall et. al. 2002). Manfaat tersebut, menurut Ozela, Stringheta, and Chauca (2007), termasuk perlindungan terhadap kerusakan hati, penurunan tekanan darah, peningkatan kemampuan penglihatan, zat anti peradangan dan antiseptik, menghambat mutasi akibat mutagen yang berasal dari makanan yang dimasak, dan menekan poliferasi sel kanker. Berbagai aktivitas fisiologis antosianin dapat memberikan dampak yang signifikan dalam mencegah kanker, diabetes, serta penyakit kardiovaskular dan syaraf. MacDougall et. al. (2002) juga menyebutkan antosianin memiliki manfaat anti alergi dan antitrombotic. Vitamin C Vitamin C (asam askorbat) merupakan salah satu vitamin larut air. Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin C dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi dan penangkap oksigen. Fungsi lain vitamin C yang penting adalah mendukung 12 penyerapan dan metabolisme zat besi (Bender 2003). Dalam bentuk larutan yang mengandung logam, vitamin C bersifat sebagai proantioksidan dengan mereduksi logam yang menjadi katalis aktif untuk oksidasi dalam tingkat keadaan rendah. Bila tidak ada logam, vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi (Barus 2009). Vitamin C merupakan antioksidan kuat dalam oksidasi LDL (Noroozi et. al. 1998) dan memegang peranan penting dalam menurunkan oksidasi fosfolipid akibat radikal bebas. Pencegahan penyakit jantung dengan konsumsi buah dan sayuran juga berkaitan dengan kandungan vitamin C pada keduanya. Kandungan vitamin C setiap 100 g buah duwet adalah 14,3 mg (USDA 2010). Konsumsi 100 g buah duwet setiap hari mampu memenuhi 16% kebutuhan vitamin C pria dewasa, 19% kebutuhan vitamin C wanita dewasa, dan 35% kebutuhan vitamin C pada anak-anak. Vitamin C tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia. Namun demikian, tubuh sangat memerlukan vitamin C untuk membangun dan menjaga jaringan yang kuat. Kebutuhan ini terutama untuk jaringan seperti jaringan tulang, sendi, gigi, dentin, tendon, dan dinding kapiler. Sebagian besar protein yang terdapat pada jaringan fibrosa adalah kolagen. Untuk membentuk kolagen, asam amino prolin harus mengalami reaksi hidroksilasi menjadi hidroksiprolin. Reaksi ini membutuhkan asam askorbat. Jika kebutuhan asam askorbat terpenuhi dengan baik, kolagen dan jaringan yang terbentuk dari kolagen akan berkembang dengan cepat (Nix 2005). Kebutuhan tubuh seseorang terhadap vitamin C bervariasi dipengaruhi beberapa hal, termasuk usia dan jenis kelamin. Faktor fisiologis seperti kehamilan dan menyusui juga menambah kebutuhan vitamin C seseorang. Berikut ini ditampilkan tabel yang memuat kecukupan vitamin C pada beberapa kelompok usia pada keadaan normal. Tabel 5 Angka kecukupan Vitamin C Angka Kecukupan Jenis Kelamin Usia Vitamin C (mg) 0-6 bl 40 7-12 bl 50 Anak 1-3 th 40 4-9 th 45 10-12 th 50 Laki-laki 13-15 th 75 >16 th 90 10-12 th 50 Perempuan 13-15 th 65 >16 th 75 Sumber: WKNPG 2004 13 Seperti vitamin larut air lainnya, kelebihan konsumsi vitamin C akan dibuang dari tubuh melalui urin. Namun demikian, konsumsi vitamin C dalam sangat banyak juga tidak disarankan. Batas paling tinggi konsumsi vitamin C adalah 2000 mg per hari (Nix 2005). Konsumsi yang melebihi batas paling tinggi menyulitkan kerja ginjal untuk mengeluarkannya bersama urin. Kekurangan vitamin C dalam darah dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti: asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Selain itu vitamin C dapat memperkecil terbentuknya penyakit katarak dan penyakit mata (Barus 2009). Nix (2005) juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin C dapat menyebabkan pendarahan pada jaringan, tulang, dan sendi. Tulang menjadi mudah retak dan penyembuhan luka pun lebih lama. Minuman Sari Buah Duwet Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak. Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu: 1. Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pemerasan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir. 2. Sari buah pekat yaitu cairan yang dihasilkan dari pemerasan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air) (Esti 2000). Minuman sari buah duwet dibuat tanpa proses pemekatan. Oleh karena itu, minuman sari buah duwet tergolong ke dalam sari buah encer. Bahan Penyusun Minuman Sari Buah Duwet Minuman sari buah duwet dibuat dengan bahan utama buah duwet masak berwarna ungu gelap. Selain buah duwet masak sebagai bahan utama, bahan lain yang digunakan adalah sukrosa, garam, asam sitrat, dan natrium benzoat. Sukrosa. Sukrosa atau sakarosa disebut juga sebagai gula tebu. Dalam bahan pangan, sukrosa diperoleh dari gula pasir dan gula merah. Secara komersial, gula pasir dibuat melalui proses penyulingan dan kristalisasi sedangkan gula merah dibuat melalui proses penyulingan yang tidak sempurna. 14 Pada pembuatan sirup, sebagian sukrosa akan terpecah menjadi glukosa dan fruktosa (Almatsier 2001). Pembuatan minuman sari buah duwet menggunakan sukrosa yang berasal dari gula pasir. Selain sebagai pemanis, sukrosa digunakan karena memiliki fungsi pengawet karena menghambat pertumbuhan bakteri dengan pemakaian minimal 3 persen (Esti 2000). Garam. Garam dapur (NaCl) dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran di dalamnya. Garam dapur dapat diperoleh dari air laut. Kandungan garam dapur dalam air laut sekitar 3 persen (Esti 2000). Asam sitrat. Asam sitrat (C6H8O7) merupakan asam organik lemah yang dapat ditemukan pada daun dan buah tumbuh-tumbuhan bergenus Citrus. Asam sitrat berbentuk kristal atau serbuk putih, mudah larut dalam air, spirtus, dan etanol. Asam sitrat tidak berbau dan memiliki rasa asam. Jika dipanaskan, asam sitrat meleleh kemudian terurai dan selanjutnya terbakar hingga menjadi arang. Asam sitrat memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan jamur. Dalam jumlah molar yang sama, asam sitrat memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan jamur dibandingkan dengan asam laktat dan asam asetat. Asam sitrat dapat digunakan pada produk susu, buah kering, jeli buah, minuman buah, dan selai. Asam sitrat dapat juga digunakan sebagai pengontrol pH pada jus buah kaleng dan flavor agent pada tuna kalengan. Asam sitrat ditemukan pada jaringan dalam siklus Kreb. WHO/FAO tidak memberikan batasan asupan harian untuk asam sitrat pada manusia (Fennema et. al. 2002). Natrium Benzoat. Natrium benzoat merupakan bentuk asam benzoat yang umum dipasarkan. Rumus kimia natrium benzoat adalah NaC6H5CO2. Natrium benzoat terbentuk dari proses netralisasi asam benzoat oleh natrium hidroksida. Bentuk fisik natrium benzoat berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, rasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi (300oC) akan meleleh lalu terbakar (Esti 2000). Natrium benzoat digunakan sebagai bahan pengawet. FDA membatasi penggunaan bahan ini sebesar 0,1% berat bahan makanan. Pada sari buah, penggunaan maksimal natrium benzoat adalah 1000 mg/L (Winarno 1992). Mekanisme pengawetan oleh natrium benzoat yang diutarakan oleh Krebs et. al. (1983) adalah dengan absorbsi asam benzoat ke dalam sel. Jika pH 15 intraseluler berubah menjadi lebih rendah dari lima, proses fermentasi aerob pada glukosa akan menurun hingga 95%. Pembuatan minuman sari buah duwet Buah duwet yang digunakan pada pembuatan minuman sari buah ini merupakan buah duwet matang dengan warna ungu gelap. Buah duwet dipisahkan antara daging dan biji buahnya. Daging buah duwet kemudian dihancurkan menghasilkan bubur buah duwet. Bubur buah dicampurkan dengan 9 bagian air. Sebelum ditambahkan pada bubur buah, terlebih dahulu air dicampur dengan asam sitrat sebanyak 3 persen berat campuran air dan bubur buah. Campuran air dan bubur buah kemudian ditambahkan gula pasir, garam, dan natrium benzoat. Hasil dari proses di atas menghasilkan minuman sari buah duwet. Sari buah duwet dipasteurisasi pada suhu 72oC selama 15 detik. Tahap terakhir, minuman sari buah dikemas dalam gelas plastik dan segel plastik. Pasteurisasi Penanganan produk akhir mempengaruhi masa simpan produk. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperpanjang masa simpan adalah pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan dengan cara mengurangi jumlah mikroorganisme dalam produk tanpa mempengaruhi sifat-sifat fisiko kimiawi dan organoleptiknya. Karena proses ini tidak merusak seluruh mikroorganisme, pengaruhnya bersifat sementara. Produk yang dipasteurisasi harus disimpan dalam suhu dingin dan hanya untuk waktu yang pendek (Makfoeld et. al. 2006). Teknik pasteurisasi, menurut Makfoeld (2006) dapat dilakukan dengan kombinasi suhu dan waktu yang berbeda, yaitu. 1. Proses suhu tinggi waktu pendek (high temperature short time, HTST). Pada proses ini, produk dipanaskan pada suhu 72-80oC dalam waktu 15 detik. 2. Pasteurisasi suhu rendah yang dilakukan pada suhu 62oC dalam waktu 30 menit. Pembuatan minuman sari buah duwet menggunakan teknik pasteurisasi HTST, dilakukan selama 15 detik pada suhu 72-80oC. Sesuai hal yang dikemukakan Rahmawati (2011) bahwa proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka waktu pendek (High Temperature Short Time). 16 Uji Organoleptik Uji inderawi telah berkembang sejak manusia memberikan penilaian terhadap makanan, air, dan berbagai produk lain yang dapat digunakan atau dikonsumsi. Perkembangan di dunia pemasaran mencetuskan uji inderawi yang lebih bersifat formal. Seorang pembeli, dengan harapan sebagian kecil produk mewakili seluruhnya, akan menguji sampel produk sebelum membelinya. Penjual pun mulai memberikan harga produknya berdasarkan penilaian terhadap kualitas produknya (Meilgaard, Civille, dan Carr 1999). Literatur yang berkembang menggunakan istilah “Uji Organoleptik” untuk menjelaskan penilaian objektif terhadap atribut inderawi. Walaupun pada kenyataannya penilaian yang dilakukan seringkali subjektif. Atribut inderawi yang dimaksud meliputi penampilan, aroma, konsistensi atau tekstur, dan rasa. Atribut inderawi lain yang dapat disertakan adalah suara (noise) untuk mengukur kerenyahan makanan (Meilgaard, Civille, dan Carr 1999). Mutu produk pangan dapat sangat ditentukan oleh penilaian inderawi dari konsumen. Uji organoleptik menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk mengukur daya terima suatu produk. Uji ini dapat memberikan indikasi kebusukan dan penurunan mutu dari produk (Nurhayati 2010).