1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN AGAMA TENTANG PERGAULAN ANTAR JENIS KELAMIN DAN SIKAP TERHADAP HIDUP BERSAMA SEBELUM MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing (H. Fuad Nashori,S.Psi., M.Si., Psikolog) 2 : Pengantar Hidup bersama tanpa status pernikahan antara pria dan wanita yang tidak ada hubungan saudara, atau lebih dikenal dengan istilah kumpul kebo mulai dimaklumi orang. Isu ini sudah menjadi hal biasa yang berkembang di kalangan masyarakat. Artis sebagai profesi yang menjadi banyak sorotan bisa dijadikan contoh. Andi Soraya, sebagai public figure Andy mengakui secara transparan memutuskan untuk hidup bersama sebelum menikah bersama Steve Emanuel yang juga adalah seorang selebritis. Baginya pola hidup seperti ini adalah ajang persiapan untuk saling mengerti dalam mengarungi bahtera rumah tangganya nanti. Selain itu hidup bersama sebelum menikah baginya adalah hak asasi manusia untuk melakukannya (GATRA, 3 Oktober 2003). Hidup bersama dengan pacar tidak hanya terjadi pada artis tetapi juga terjadi pada masyarakat umum khususnya remaja. Yogyakarta yang merupakan pusat berkumpulnya generasi muda yang datang dari berbagai daerah juga merupakan tempat fenomena ini banyak ditemukan. Selama menyelesaikan studinya di Yogyakarta mereka melakukan hidup bersama dengan pasangan sebelum mereka menikah, bahkan di antaranya ada yang sampai memiliki anak (Koran Merapionline, 2 Februari 2006). Bagi mereka, pola hidup bersama tersebut sebetulnya menunjukkan pandangan mereka tentang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral dan serius. Mereka menganggap bahwa perkawinan dua orang dengan latar belakang kebiasaan yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah, karenanya harus ada 3 proses sebelumnya yang membuat mereka bisa lebih saling memahami dan mengerti. Bagi mereka, hidup bersama memungkinkan mereka untuk mengenal pasangannya lebih dalam, sehingga jika mereka menikah, tidak terlalu sulit untuk melakukan adaptasi (Swastika, 2002). Masyarakat selama ini memastikan bahwa pasangan yang hidup bersama tersebut tentu saja melakukan aktivitas seksual. Pemenuhan naluri biologis hanya dibenarkan dalam ikatan suami istri. Jika tidak, berarti salah dan haram hukumnya. Ini membuktikan bahwa sebenarnya perbuatan hidup bersama sering disebut dengan istilah samen leven bukanlah perkara yang baru, sejak dulu telah menjadi satu fenomena yang dianggap melanggar konvensi sosial masyarakat. Istilah ini memang cenderung sarkastik dan mencerminkan betapa masyarakat memberi nilai rendah bagi pasangan yang belum menikah, akan tetapi tetap hidup bersama (Swastika, 2002). Fenomena hidup bersama sebelum menikah yang marak di lingkungan sosial di sekitar rumah, tempat kerja, dan masyarakat luas (terpantau melalui media massa). Bagaimana respon atau sikap mahasiswa terhadap fenomena hidup bersama sebelum menikah yang sangat identik dengan seks bebas, berhubungan dengan pandangannya terhadap perilaku tersebut. Mereka yang menolak, dengan keyakinan tegas bahwa hal itu tidak layak ditolelir, bisa jadi karena merasakan akibat negatifnya atau karena berpegang pada nilai - nilai luhur mengenai kesetiaan dan seksualitas. Mereka yang menerima, dengan konsekuensi sewaktu-waktu dapat melakukan, mungkin berpandangan bahwa libido merupakan dorongan biologis yang normal dan perlu disalurkan, entah dengan siapa saja kita ingin melakukannya. Hal ini ditolelir oleh orang yang tidak melakukan namun membiarkan hal itu terjadi di lingkungannya. Hasil penelitian 4 Ginting (1996) tentang sikap terhadap hubungan seksual sebelum menikah didapatkan masih tergolong rendah. Hasil ini berdasarkan dari rerata empirisnya yang lebih rendah dibanding dengan rerata hipotetik (hipotetik = 132,5 ; empiris = 97,662). Ini berarti sikap individu secara keseluruhan masih tergolong negatif sebagian besar tidak menyetujui dilakukannya hubungan seksual sebelum menikah. Nabhani (2001) mengatakan bahwa hubungan lawan jenis antara laki – laki dan perempuan atau hubungan seksual antara laki – laki dan perempuan hanya disyahkan dalam lembaga perkawinan. Sistem interaksi atau pergaulan laki – laki dan perempuan dalam Islam menetapkan bahwa naluri seksual pada manusia adalah semata – mata untuk melestarikan keturunan. Islam membenarkan pergaulan walaupun dengan berlainan jenis kelamin, tetapi Allah dan Rasul memberikan pedoman cara pergaulan supaya ada batasan untuk menghindari maksiat dan kemungkaran (Baba, 2005). Batasan bergaul dalam Islam misalnya, tidak membenarkan percampurbauran antara kaum laki - laki dan perempuan yang bukan mahramnya, menjauhi pergaulan bebas yang dapat menimbulkan hal - hal negatif yang tidak diinginkan, menjaga pandangan mata dan memelihara mata cukuplah dengan menundukkan pandangan bila ada laki laki atau perempuan yang bukan mahramnya, jangan memandangnya berulang ulang, menghindari berdua - duaan dengan lawan jenis, dan menghindari bersentuhan (Abidin, 2005). Seperti dalam HR Thabrani: “Ditikam salah satu dari pada kamu dengan jarum dari besi pada kepalanya adalah lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya” (Abidin, 2005). 5 Nabhani (2001) mengemukakan bahwa Islam membatasi hubungan lawan jenis atau hubungan seksual antara pria dan wanita hanya dalam lembaga perkawinan dan melalui pemilikan hamba - hamba sahaya semata. Sistem interaksi atau pergaulan pria dan wanita dalam Islam menetapkan bahwa naluri seksual pada manusia adalah semata - mata untuk melestarikan keturunan umat manusia. Sistem ini mengatur hubungan lawan jenis antara laki - laki dan perempuan dengan peraturan yang rinci, dengan menjaga naluri ini agar hanya disalurkan dengan cara yang alami. Agama memandang percampurbauran antara laki - laki dan perempuan yang bukan mahramnya diharamkan dan merupakan dosa besar dan dimasukkan dalam kategori zina (Jamal, 2001). Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S Al-Israa’: 32 “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” Pemerintah juga menyatakan ketidaksetujuan akan terjadinya perzinaan. Hal ini sesuai dengan RUU KUHP yang memuat ancaman hukuman maksimal untuk perbuatan zina adalah lima tahun (Pasal 484). Sementara, hidup bersama sebelum menikah hanya diancam pidana maksimal dua tahun (Pasal 486). Berbicara tentang kesusilaan maka dengan adanya perbuatan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan, perbuatan zina termasuk di dalamnya. Walaupun sudah ada RUU yang berlaku untuk tindak asusila, tetapi masih banyak sebagian dari orang untuk tetap memutuskan hidup bersama sebelum menikah yang merupakan bagian dari zina (Nasrullah, 2005). Direktur Koalisi Perempuan Indonesia, Nursyahbani Katjasungkana, kurang setuju dengan RUU yang berlaku untuk tindak asusila. Nursyahbani Katjasungkana juga mengatakan bahwa perzinaan terkait dengan relasi domestik. Sepanjang tidak ada kekerasan dan 6 tidak merugikan pihak yang bersangkutan, seharusnya tidak dimasukkan sebagai tindak pidana (Gatra, 3 Oktober 2003). Masyarakat sebagai lingkungan sosial mempunyai cara sendiri untuk menghakimi pasangan yang melakukan hidup bersama sebelum menikah. Tidak jarang mereka diarak telanjang keliling dusun, atau bahkan langsung dinikahkan segera setelah kepergok, dan tidak ada satupun alasan yang bisa membuat mereka lolos dari sanksi sosial. Adanya sanksi yang masyarakat berikan kepada individu yang melakukan hidup bersama sebelum menikah mencerminkan bahwa masyarakat menolak adanya hidup bersama sebelum menikah dilingkungannya. Masyarakat percaya, bahwa perkawinan adalah sesuatu yang mudah dan alamiah. Meskipun hidup bersama sebelum menikah ada sanksi bagi yang melakukan, baik di RUU KUHP ataupun sanksi dari masyarakat tetapi masih banyak saja individu – individu yang melakukan hidup bersama sebelum menikah dengan pasangannya dan mengabaikan sanksi – sanksi yang ada. Individu berani mengambil resiko untuk kumpul kebo karena secara psikologis merasa lebih aman, ada yang memperhatikan dan diperhatikan, lagi pula mereka percaya bahwa pada titik tertentu masyarakat akhirnya bisa makin permisif dan kompromis dengan fenomena ini (Swastika, 2002). Dari kaca mata psikologis, sikap pro dan kontra terhadap hidup bersama sebelum menikah tersebut diduga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah faktor psikologis/kepribadian dan pengetahuan (Pitriana, 2006). Ancok (Paulineke, 1998) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pembentukan sikap dan apakah sikap itu positif atau negatif juga tergantung bagaimana individu mendapatkan pengetahuan, mengolah dan menterjemahkannya berdasarkan kebenaran dari 7 ilmu pengetahuan itu sendiri. Glock dan Stark (Paloutzian, 1996) menyebutkan bahwa religious knowledge (Dimensi intelektual) adalah salah satu dari lima aspek religiusitas yang dipandang dapat mempengaruhi sikap. Religious knowledge (dimensi intelektual) adalah seberapa jauh pengetahuan seseorang terhadap ajaran - ajaran agama yang dianutnya terutama yang terdapat dalam kitab suci maupun karya tulis lain yang berpedoman pada kitab suci. Pentingnya aspek pengetahuan dalam segi kehidupan juga didukung oleh Islam. Islam adalah agama yang sangat mendorong pemeluknya untuk menguasai ilmu pengetahuan keislaman. Agama Islam telah cukup memberikan bimbingan cara hidup dan pergaulan yang baik (Nasar, 2006). Sekarang tergantung dari setiap pribadi individu apakah mau berusaha untuk menimba ilmu pengetahuan tersebut atau sebaliknya bersikap tidak peduli sehingga nantinya memunculkan sikap yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Aspek pengetahuan agama khususnya mengenai pergaulan dapat menimbulkan sikap yang berbeda terhadap hidup bersama sebelum menikah. Bagi individu yang memiliki pengetahuan mengenai pergaulan yang berlaku dalam ajaran agama khususnya mengenai pergaulan antar jenis kelamin maka mereka akan berusaha untuk menghindari terjadinya hidup bersama sebelum menikah sedangkan yang memiliki pengetahuan yang dangkal akan bersikap positif terhadap hidup bersama sebelum menikah. Pada pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin diterangkan dengan jelas mengenai hal hal yang berkaitan dengan pergaulan antar jenis kelamin misalnya, perintah dan larangan dalam melakukan pergaulan, tata cara dalam pergaulan sehingga diharapkan dengan mengetahui pengetahuan agama tentang pergaulan antar 8 jenis kelamin maka hidup bersama sebelum menikah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dapat dihindari. Uraian tersebut di atas yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah? Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Semakin tinggi pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin semakin negatif sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Sebaliknya semakin rendah pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin semakin positif sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia yang sedang menempuh pendidkan S1 dari berbagai angkatan dan jurusan. Metode sampling yang yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random Sample. Karakteristik subjek yaitu: (a) mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia; (b) berjenis kelamin pria atau wanita; (c) berusia 18-24 tahun. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode questionnaire atau angket. Adapun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah 9 Skala ini disusun berdasarkan aspek-aspek sikap dari Secord dan Backman (Azwar, 2005) dan Walgito (2002) yang menyatakan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Skala sikap hidup bersama sebelum menikah direncanakan terdiri dari 59 aitem. Metode pemberian skor yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Likert dengan skor yang bergerak dari 1 sampai 4. Skala pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin Penyusunan skala ini berdasarkan pembagian aspek-aspek pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin oleh Nabhani (2001) yang membagi menjadi dua aspek yaitu perintah dan larangan agama dalam pergaulan antar jenis kelamin dan tata cara dalam pergaulan antar jenis kelamin. Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dalam penelitian ini adalah pengetahuan yang dimiliki oleh subjek yang berkaitan dengan pergaulan antar jenis kelamin berdasarkan ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam Al – Quran dan sunnah Rasul. Skala pengetahuan terdiri dari 30 aitem. Aitem-aitem dalam skala ini dinyatakan dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin. Subjek diberi pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban dan hanya ada satu jawaban yang benar. Pemberian skor dilakukan dengan melihat kunci jawaban. Jawaban yang benar mendapat nilai 1 dan yang salah nilainya 0. Skor keseluruhan subjek ialah penjumlahan pada jawaban yang benar. 10 Data dalam penelitian ini merupakan data interval sehingga dianalisis dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Teknik analisis data ini akan menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows. Hasil Penelitian Deskripsi Subjek Tabel 1 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 52 % Laki – lakI 52 orang Perempuan 48 orang 48 % Jumlah 100 orang 100 % Tabel 2 Deskripsi Subjek Berdasarkan Umur Umur 18 Frekuensi 12 Orang Persentase 12 % 19 13 Orang 13 % 20 15 Orang 15 % 21 14 Orang 14 % 22 20 Orang 20 % 23 15 Orang 15 % 24 11 Orang 11 % Jumlah 100 Orang 100 % Deskripsi Penelitian Gambaran umum tentang data penelitian dapat dilihat dalam tabel data penelitian fungsi - fungsi statistik dasar baik skala I (pengetahuan agam tentang 11 pergaulan antar jenis kelamin) maupun skala II (sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah) berikut ini. Tabel 3 Perbandingan data empirik dan hipotetik Data Hipotetik Data empirik Variabel Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin Sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah Skor maks Skor min M SD Skor maks Skor min M SD 30 0 15 5 28,00 7,00 21,04 4,48 236 59 147,5 29,5 176,00 62,00 115,63 23,48 Sebaran hipotetik dari skor skala pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dapt diuraikan untuk mengetahui keadaan subjek penelitian yang berdasarkan pada kategorisasi standar deviasi, dapat dilihat pada tabel, yaitu: Tabel 4 Kriteria Kategori Skala Pengetahuan Agama Tentang Pergaulan Antar Jenis Kelamin Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Rentang Skor Jumlah Persentase X > 27,8 4 orang 4% 23,3 < X < 27,8 30 orang 30 % 18,79 < X < 23,3 41 orang 41 % 14,3 < X < 18,8 15 orang 15 % 12 Sangat Rendah X < 14,3 10 orang 10 % Jumlah 100 Orang 100 % Berdasarkan kategori di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek memiliki kategori pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin yang sangat tinggi yaitu sebanyak 4 %, tinggi 30 %, sedang 41 %, rendah 15 % dan sangat rendah 10 %. Tabel 5 Kriteria Kategori Sikap Skala Sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah Kategori Rentang Skor Jumlah Persentase X > 150,85 8 orang 8% 18 orang 18 % 103,89 < X < 127,37 46 orang 46 % 80,4 < X < 103,9 22 orang 22 % X < 10,9 6 orang 6% Jumlah 100 Orang 100 % Sangat Tinggi Tinggi 127,37 < X < 150,85 Sedang Rendah Sangat Rendah Berdasarkan kategori di atas maka 46 % subjek berada pada kategori sedang, 22 % pada kategori rendah, 6 % pada kategori sangat rendah, 18 % pada kategori tinggi dan 8 % pada kategori sangat tinggi. Uji Asumsi Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12,0 dengan teknik statistik One Sample Kolmogorov Smirnov Test. Variabel pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin menunjukkan K-SZ = 13 1.184 ; p = 0,121 (p > 0,05). Sedangkan variabel sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah K-SZ = 0,550 ; p = 0,923 (p > 0,05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa kedua alat ukur tersebut memiliki sebaran yang normal. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas variabel pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Uji lenieritas ini dilakukan dengan menggunakan program computer SPSS versi 12,0. diperoleh bahwa F = 9,969 ; p = 0,002 (p<0,005), dan deviation from linierity f = 1,547 ; p = 0,093 (p>0,05). Hasil uji linieritas tersebut menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah bersifat linier dan tidak ada kecenderungan menyimpang dari garis linier. Uji Hipotesis Hubungan antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah dapat diketahui dengan cara melakukan uji hipotesis. Hasil analisis data menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson pada program computer SPSS versi 12,0 menunjukkan bahwa terjadi korelasi antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Hal ini dapat dilihat dari rxy = - 0,290 dengan p = 0,02 (p<0,05), sumbangan efektif sebesar 8,4 persen dan nilai koefisien menunjukkan bahwa di antara variabel pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah terjadi korelasi negatif. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara pengetahuan 14 agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah dapat diterima. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kedua variabel penelitian. Uji Tambahan Uji beda dilakukan untuk melihat perbedaan tingkat pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah berdasarkan jenis kelamin. Analisis data menggunakan T- test menunjukkan bahwa: a. Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin Uji t dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for Windows diperoleh hasil t = -3,753 ; p = 0,000 (p<0,01). Hasil uji t menunjukkan ada perbedaan pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin antara laki - laki dan perempuan. Tabel 6 Pengetahuan Agama Tentang Pergaulan Antar Jenis Kelamin Jenis Kelamin N Mean SD Perempuan 48 22,52 3,256 Laki – laki 52 19,52 4,941 Uji t Sig.(2-tiled) - 3,753 0,000 b. Sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah Uji t dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for Windows diperoleh hasil t = 1,661 ; p = 0,100 (p > 0,05). Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah antara laki – laki dan perempuan. Tabel 7 Sikap terhadap Hidup Bersama Sebelum Menikah Jenis Kelamin N Mean SD Uji t Sig.(2-tiled) 15 Perempuan 48 111,60 22,249 Laki – laki 52 119,35 24,194 1,661 0,100 Pembahasan Setelah dilakukan analisis data melalui korelasi product moment dari Pearson, diperoleh adanya korelasi negatif antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dapat digunakan untuk memprediksi sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Dengan kata lain, korelasi negatif antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah menunjukkan bahwa nilai - nilai variabel pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin akan diikuti oleh penurunan tingkat sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Semakin tinggi pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin akan berjalan seiring dengan semakin rendahnya sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah, hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi (r = -0,290) ; p = 0,02 atau p<0,01. Rendahnya sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah pada mahasisiwa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga dapat dilihat dari jawaban pada beberapa aitem, antara lain : aitem 18 “Saya tidak akan melakukan hidup bersama sebelum menikah walaupun saya sangat mencintai pasangan saya” sebesar 44% menjawab Sangat Setuju (SS) dan 38% menjawab Setuju (S), aitem 24 “ Walaupun pasangan akan meninggalkan saya, saya tetap tidak akan hidup bersama sebelum menikah dengan pacar” sebesar 16 25% menjawab Sangat Setuju (SS) dan 50% menjawab Setuju (S) dan aitem 37 “ Saya tidak akan hidup bersama sebelum menikah dengan pacar karena hanya akan merugikan diri sendiri” 48% menjawab Sangat Setuju (SS) dan 32% menjawab Setuju (S). Sumbangan pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin terhadap sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah adalah 8,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin memberikan pengaruh sebesar 8,4 % terhadap sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Sisanya 91,6 % merupakan faktor - faktor lain yang mempengaruhi dalam penelitian ini. Pada analisis tambahan dengan menggunakan uji t terlihat tidak ada perbedaan sikap yang signifikan terhadap hidup bersama sebelum menikah. berdasarkan uji t dengan t = 1,661 ; p = 0,100 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan sikap yang signifikan antara laki - laki dan perempuan. Suhartono (2005) mengatakan pengetahuan adalah proses untuk mengetahui dan akan menghasilkan sesuatu yaitu pengetahuan. Pengetahuan agama adalah proses mengetahui norma agama sebagai sistem keyakinan dan sistem perilaku yang terlembagakan dalam sikap keseharian seseorang. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi sikap, pengetahuan juga pembentukan sikap. merupakan Kurangnya salah satu unsur pengetahuan dan yang penting dalam pemahaman secara mendalam akan membawa individu pada sikap yang kurang proporsional. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi sikapnya terhadap suatu objek sikap. Azwar (2005) mengatakan bahwa lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh 17 dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral individu yang mana dalam penelitian ini adalah mahasiswa muslim. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh atau tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Pemahaman yang diperoleh itulah yang disebut pengetahuan sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu juga berperan dalam menjalankan ajaran agamanya dan menyikapi suatu objek sikap yaitu hidup bersama sebelum menikah. Peranan lembaga pendidikan dan agama sangat penting untuk seseorang sebagai dasar pemahaman mengenai sesuatu hal dalam menjalankan kehidupan sehari - hari sebagai manusia beragama. Rendahnya pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin termasuk faktor yang mendukung bersikap positif terjadinya hidup bersama sebelum menikah. Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin yang berisikan tentang peraturan yang mengatur hubungan antara laki - laki dan perempuan dapat menjadi pegangan dalam menyikapi dan melakukan suatu hubungan antara laki - laki dan perempuan yang juga bisa mengarah kepada hidup bersama sebelum menikah. Pengetahuan agama yang rendah mengakibatkan seseorang tidak paham betul aturan - aturan maupun norma yang digunakan sebagai pegangan dan sistem berfikir. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi sikap. Dalam penelitian ini, mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian adalah mahasiswa yang kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan hasil dari rerata empirik pada skala pengetahuan sebesar 21,04 (18,79 < X >23,3) mahasiswa yang kuliah di Fakultas Ekonomi 18 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta termasuk dalam kategori sedang. Diduga sedang nya pengetahuan yang dimiliki oleh subjek karena adanya keragu – raguan beragama (religius doubt) yang memang menjadi karakteristik kehidupan beragama pada masa remaja (Idrus, 2006). Subandi (1991) mengatakan bahwa remaja kurang peduli terhadap masalah agama maupun aturan – aturan. Pada skala sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah diperoleh hasil dari rerata empirik bahwa mahasiswa termasuk dalam kategori sedang dengan angka sebesar 115,63 (103,89 < X < 127,37). Hasil ini mengartikan bahwa mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai subjek dalam penelitian ini termasuk pada orang – orang yang mentolerir, atau dengan kata lain tidak melakukan hidup bersama sebelum menikah tetapi membiarkan hal itu terjadi di lingkungannya. Derajat (1994) berpendapat bahwa cara terpenting untuk mengetahui dan memahami ajaran agama adalah melalui pendidikan yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai dengan kemampuan dan perkembangan jiwa serta kecerdasan manusia. Penelitian ini dapat membuktikan bahwa ada hubungan negatif antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah walaupun masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, antara lain : metode pengumpulan data berupa angket yang bisa diganti dengan wawancara yang bisa mengasilkan hasil yang kebih kuat terhadap fenomena hidup bersama sebelum menikah pada mahasiswa, selain itu dalam penelitian ini masih kurang menyajikan hasil penelitian lain yang berhubungan dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah dan pengetahuan agama untuk itu dapat disempurnakan dengan menambah literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. 19 Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran - ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan apabila konsep moral dan ajaran agama berperan dalam menentukan sikap individu terhadap fenomena hidup bersama sebelum menikah. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah ada korelasi negatif antara pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin dengan sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Semakin tinggi pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin, maka akan semakin negatif sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang atau individu mempunyai tingkat pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin yang rendah maka individu tersebut mempunyai sikap terhadap hidup bersama sebelum menikah yang positif. Saran Bagi penelitian selanjutnya. a. lebih memperluas subjek penelitian, misalnya subjek yang berlatar pendidikan non formal. b. Cermat lagi dalam mengontrol variabel -variabel lain yang belum diikutsertakan pada penelitian ini c. Menggunakan metode yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik. d. Menambah literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian tersebut. 20 e. Skala dapat disempurnakan dengan meminta bantuan dari orang yang benar – benar mengerti dan memahami Pengetahuan agama tentang pergaulan antar jenis kelamin, memperbaiki susunan kalimat, tata bahasa, penambahan aitem dan menambah alternatif jawaban. DAFTAR PUSTAKA Abidin, D.Z. 2005. Batas Pergaulan Bukan Hanya Fizkal, Malah Mental serta Spiritual. http//www.wanitajimceria.blogspot.com Ancok, D. & Suroso, F.N. 1995. Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problemproblem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ________2005. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannyanya. Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baba, S. 2005. Remaja Bertatih-Perlukan Pengalaman, http;//utusanrasul.tblog.com/post/196985146 Tunjuk Ajar. Budiarti, R.T. 2003. Norma Baru Hidup Bersama. www.GATRA.com/20/02/06 Darajat, Z. 1992. Remaja, Harapan dan Tantangan. Jakarta: CV. Ruhama Ginting, A. 1996. Hubungan antara Perkembangan Moral dengan Sikap Terhadap Hubungan Seksual Sebelum Menikah. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Idrus, M. 2006. Keraguan Kepada Tuhan pada Remaja. Psikologika vol. 21 Jamal, I. 2001. Kenikmatan yang Membawa Bencana. Jakarta: Darul Haq Nabhani, S.T. 2001. Sistem Pergaulan Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Thariqul Izzah 21 Nasar, M. F. 2006. Perkawinan Beda Agama Laporan: M. Fuad Nasar. www.Amanah.or.id/detail.php?id=535.10/01/07 Nasrullah, T. 2005. Pasal-pasal Kesusilaan di RUU KUHP dinilai Masih Rancu: Hukuman Maksimal Untuk Perbuatan Zina Lebih Berat dari “Kumpil Kebo”. http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=12705&cl=berita Paloutzian, R. F. 1996. Invitation to the Psychology of Religion. Edisi 2. Needham Heights, Massachusetts: A Simon & Schuster Company Pitriana, Y. dan Zulaifah, E. 2006. Pengetahuan Poligami dalam Islam dan Sikap Terhadap Poligami pada Wanita Muslim. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi PSIKOLOGIKA, Nomor 20. Tahun X, 109-118 Subandi. 1999. Psikologi Agama (Diktat Kuliah). Yogyakarta: Fkultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Suhartono, S. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Swastika, A. 2002. Kumpul Kebo. http://www.kunci.or.id/teks/10kebo.htm Harian Merapi. 2006. Wajah www.merapionline.com/20/02/06 Baru Kumpul Kebo. 22