hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kemampuan

advertisement
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN
PERAWATAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI
UNGARAN
Zemmy Arfandi *), Eko Susilo **), Gipta Galih Widodo ***).
*) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen Pembimbing I Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
***) Dosen Pembimbing II Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Retardasi mental merupakan suatu keadaan dengan intelegensi yang kurang. Anak
retardasi mental selain memiliki keterbatasan intelegensi juga memiliki keterbatasan dalam
kemampuan merawat diri sendiri sehingga membutuhkan dukungan dari keluarga untuk
mencapai kesesuaian yang akurat. Bentuk dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan
emosional, penghargaan, instrumental dan informatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan kemampuan perawatan diri pada anak
retardasi mental di SLB Negeri Ungaran.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross secsional.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan februari 2014, dengan menggunakan angket yang
berisi pernyataan tentang dukungan sosial keluarga dan kemampuan perawatan diri anak
retardasi mental. Jumlah populasi dalam penelitian ini 109 orang tua yang mempunyai anak
retardasi mental di SLB negeri Ungaran dan tehnik samplingnya menggunakan sampling
purposive dengan jumlah sampel 51 responden. Kemudian data dianalisa secara stastitik dengan
menggunakan uji kendall tau.
Hasil penelitian menunjukkan dukungan sosial keluarga dalam kriteria cukup 30 (58,8%),
kemampuan perawatan diri pada anak retardasi mental dalam kriteria baik 18 (35,3%). Hasil
analisa data dengan menggunakan uji kendall tau didapatkan ρ-value 0,004 < α= 0,05 yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kemampuan
perawatan diri pada anak retardasi mental di SLB Negeri Ungaran.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan kepada keluarga untuk lebih
meningkatkan dukungan dan memberikan bimbingan kepada anak retardasi mental untuk
mencapai kemampuan perawatan diri yang baik.
Kata kunci
Pustaka
: Dukungan sosial keluarga, kemampuan perawatan diri, anak retardasi mental
: 26 (2002 - 2013)
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN
PERAWATAN DIRI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI
UNGARAN
ABSTRACT
Mental retardation is a condition in which children have lack of intelligence. besides
having limited intelligence, children with mental retardation also have limitation in the ability in
maintaining personal hygiene thus require the support of the family to achieve an accurate
conformity. The forms of social support by family can be the emotional support, appreciati,
instrumental and informative. The purpose of this study was to find the correlation between
social support by family and the ability in maintaining personal hygiene in children with mental
retardation at the Ungaran State School for children with special heeds.
This was a descriptive-correlative study with cross-sectional approach. The data were
collected in February 2014, by using questionnaires that consistes of statements about social
support by family and the ability in maintaining personal hygiene in children with mental
retardation. The population in this study was 109 parents who had children with mental
retardation at the School and data sampling used purposive sampling technique with the samples
of 51 respondents. Then, the data were analyzed by using the Kendall tau test.
The results of this study indicated that the social support by family in the criteria of
sufficient by 30 respondents (58, 8%), the ability in maintaining personal hygiene in children
with mental retardation in the criteria of good by 18 respondents (35.3%). The results of the
analysis by using the Kendall tau test obtained that ρ-value of 0.004 <α = 0.05, which meant that
there was a significant correlation between social support by family and the ability in
maintaining personal hygiene in children with mental retardation at the Ungaran State School for
children with special heeds.
Based on these results it is recommended for the family to further enhance their support
and provide guidance to children with mental retardation to achieve good ability in maintaining
personal hygiene.
Keywords
: Social support by family, ability in maintaining personal hygiene,
Children with mental retardation
Bibliographies : 26 (2002-2013)
PENDAHULUAN
Gangguan mental di anggap sebagai
sindroma, pola perilaku atau psikologis yang
menyimpang pada individu, dan sindroma itu
dihubungkan dengan adanya: distress (misalnya
simptom yang menyakitkan), atau disability artinya
ketidakmampuan (misalnya tidak berdaya pada satu
atau beberapa bagian penting dari fungsi tertentu),
atau kehilangan kebebasan. Gangguan mental
menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental disorders 4th) antara lain:
retardasi mental, delirium, demensia, amnestik,
gangguan mental disebabkan oleh medis umum,
gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat, gangguan skizofrenia, gangguan mood
(perasaan), gangguan kecemasan, gangguan
dissosiasif, gangguan seksual dan identitas gender,
gangguan penyesuaian, gangguan kepribadian, dan
gangguan mental yang lain (APA, 1994, dalam
Moeljono, 2007).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 %
dalam satu populasi. Di Indonesia retardasi mental
merupakan masalah yang cukup besar karena 1-3%
dari jumlah penduduk Indonesia menderita retardasi
mental, yang berarti dari 1000 penduduk
diperkirakan 30 penduduk menderita retardasi
mental dengan kriteria retardasi mental ringan 80
%, retardasi mental sedang 12 %, retardasi mental
sangat berat 1 %. Insidennya sulit diketahui karena
retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali
sampai anak-anak usia pertengahan dimana
retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden
tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak
umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental
mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan (Muchayaroh,
2002).
Menurut (American Association on Mental
Retardation; Washington, D.C., 1992), Retardasi
mental mengarah pada keterbatasan beberapa fungsi
utama. Kelainan ini ditandai dengan fungsi
intelektual yang sangat di bawah rata – rata dan
secara bersamaan disertai dengan (ditambah
penekanan pada) keterbatasan yang berhubungan
dengan dua atau lebih area penerapan kemampuan
adaptasi seperti : komunikasi, merawat diri sendiri,
kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, santai,
dan bekerja (M. William Schwartz 2004).
Perawatan diri adalah perilaku yang
dilakukan atau dikerjakan individu atau walinya
secara pribadi untuk mempertahankan hidup
kesehatan dan kesejahteraan. Perawatan diri sangat
dipengaruhi oleh pengalaman keluarga dalam
megatasi masalah, pendidikan keluarga, budaya,
pengetahuan, tumbuh kembang dan pola asuh
(Meleis, 2007).
Penyandang retardasi mental sedang yang
belum mampu melakukan kegiatan sehari-hari atau
kemandirian dalam merawat diri sendiri bukan
semata-mata karena ketunaanya melainkan karena
lingkungan yang kurang mendukung, maka
diperlukan suatu bimbingan, baik dari pihak
keluarga ataupun masyarakat, yang diharapkan
penyandang retardasi mental sedang memiliki
kemampuan dalam merawat diri sendiri, apabila
kemampuan tersebut betul-betul dikuasai maka
akan memberikan keyakinan pada penyandang
retardasi mental sedang tersebut. Peran serta
keluarga
untuk
meningkatkan
kemampuan
perawatan diri pada anak retardasi mental dapat
dengan memfasilitasi, memberikan motivasi
ataupun dukungan.
Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi
(2008) mengatakan dukungan sosial keluarga
adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan antara lain dukungan
informasional, pengahargaan, emosional dan
instrumental.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10
orang tua siswa yang mengalami retardasi sedang di
SLB Negeri Ungaran mengenai kemampuan
keperawatan diri pada anaknya. Hasilnya di
dapatkan bahwa 4 dari 10 orang tua mengatakan
anaknya sudah mampu melakukan aktivitas
perawatan diri seperti mandi, toileting, makan dan
berhias. Peneliti juga menanyakan pada ke empat
orang tua tersebut apakah mereka memberikan
dukungan seperti informasi, saran, penghargaan,
perhatian dan memfasilitasi anak dalam melakukan
perawatan diri. Keempat orang tua tersebut
mengatakan yang berbeda – beda. Tiga diantara
mereka mengatakan memfasilitasi, memperhatikan,
memberikan informasi dan mengajari bagaimana
melakukan perawatan diri,namun mereka sering
lupa memberikan penghargaan seperti pujian saat
anak dapat melakukan secara mandiri. Pada 1 dari
keempat orang tua tersebut mengatakan hanya
memberikan dukungan secara informasi saja karena
ia bekerja sebagai buruh pabrik sehingga jarang
berada di rumah. Enam orang tua diantara sepuluh
orang tua yang di wawancarai mengatakan bahwa
anaknya belum mampu melakukan aktivitas
perawatan diri seperti mandi, makan, toileting dan
berhias. Peneliti juga menanyakan pada ke enam
orang tua tersebut apakah mereka memberikan
dukungan seperti informasi, saran, penghargaan,
perhatian dan memfasilitasi anak dalam melakukan
perawatan diri, jawaban 4 dari 6 orang tua tersebut
mengatakan memberikan dukungan, informasi,
memfasilitasi, dan memberikan perhatian dengan
anaknya agar dapat melakukan aktivitas perawatan
diri secara mandiri. Dua diantaranya mengatakan
telah berusaha untuk melatih dengan teratur, namun
karena anaknya tidak mampu, maka kedua orang
tua tersebut selalu membantu keperluan perawatan
diri
anaknya
seperti
memakaikan
baju,
memandikan, menyuapi makan dan membantu saat
aktivitas BAB dan BAK.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
”Hubungan Antara Dukungan sosial Keluarga
Dengan Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak
Retardasi Mental di SLB Negeri Ungaran”.
METODE PENELITIAN
1. Desain penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif korelasi dengan variable
independen dukungan keluarga dan variable
dependen kemampuan perawatan diri anak
retardasi mental. Sedangkan metode yang
digunakan adalah metode pendekatan waktu
Cross Sectional.
2. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah bapak
atau ibu yang mempunyai anak retardasi mental
sedang di SLB Negeri Ungaran sebanyak 109
responden. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah sampling purposive dengan
jumlah sampel 51 responden.
3. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 17 - 19
Februari dan bertempat di SLB Negeri Ungaran
4. Instrument penelitian
Instrument dalam penelitian ini adalah
koesioner. Koesioner langsung diberikan kepada
orang tua yang didalamnya terdiri dari 18 item
pertanyaan tentang dukungan sosial keluarga
berbentuk skala likert, pertanyaan favorable,
(selalu = 4. Sering = 3, kadang – kadang = 2,
tidak pernah = 1. Pertanyaan unfavorable, (
selalu = 1, sering = 2, kadang – kadang = 3,
tidak pernah = 4) dan kuesioner tentang
kemampuan perawatan diri yang terdiri dari 18
item pernyataan) dengan jawaban Ya = 1,
jawaban Tidak = 0 yang terbagi menjadi
beberapa tingkat mandi, berhias, makan dan
toileting.
5. Tehnik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti
dengan cara menemui orang tua secara langsung
di SLB Negeri Ungaran saat mengantar,
menjemput dan menunggui anaknya bersama
dengan 2 asisten tetap berada di tempat
penelitian, untuk mendampingi responden pada
saat penelitian supaya dapat menjelaskan
kepada responden yang mengalami kesulitan
dalam memberikan jawaban atas pertanyaan
kuesioner. Setelah semua kuesioner diisi,
peneliti
mengumpulkan kembali
semua
kuesioner yang telah disebarkan dan mengecek
kembali semua data untuk diolah.
6. Analisa
Analisa univariat dalam penelitian melalui
prosentase dan distribusi frekuensi. Sedangkan
analisa bivariat menggunakan uji uji korelasi
kendall tau digunakan untuk mengetahui
hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan kemampuan
retardasi mental.
perawatan
diri
anak
HASIL PENELITIAN
1. Analisa univariat
a. Pengukuran skor dukungan sosial
keluarga terhadap anak retardasi mental
Berdasarkan gambar 1, dapat diketahui
bahwa sebagian besar dukungan sosial keluarga
yang diterima anak retardasi mental di SLB
Ungaran dalam kategori cukup, yaitu sejumlah
30 anak (58,8%).
35,3%
(18resp)
5,9%
(3resp)
Kurang
Cukup
58,9%
(30resp)
Baik
Gambar 1. Dukungan sosial keluarga yang
diterima anak retardasi mental di SLB Negeri
Ungaran.
b. Pengukuran skor kemampuan perawatan
diri anak retardasi mental
Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui
bahwa sebagian besar kemampuan perawatan
diri pada anak retardasi mental di SLB Ungaran
dalam kategori cukup, yaitu sejumlah 29 anak
(56,9%).
35,3% (18
anak)
7,8% (4
anak)
Kurang
Cukup
56,9% (29
anak)
Baik
Gambar 2. Kemampuan perawatan diri anak
retardasi mental di SLB Negeri Ungaran
2. Analisa bivariat
Setelah dilakukan penelitian dengan mengunakan uji
korelasi kendall tau pada dukungan sosial keluarga
dengan kemampuan perawatan diri pada anak
retardasi mental di SLB Negeri Ungaran didapatkan
hasil bahwa sebagian besar keluarga memberikan
dukungan sosial keluarga dalam kategori sedang dan
kemampuan perawatan diri anak retardasi mental
dalam kategori sedang.
Dukungan sosial
keluarga
Kemampuan perawatan diri
Kurang
Cukup
Baik
τ, p-value
Kurang
1
1
1
τ 0,0409
Cukup
2
23
5
p-value
0,004
Baik
1
5
12
Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan uji Kendall Tau diperoleh nilai korelasi
 = 0,409 dengan p-value sebesar 0,004. Oleh karena
p-value 0,004 < α (0,05) maka Ho ditolak, dan dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial keluarga dengan kemampuan
perawatan diri pada anak retardasi mental di SLB
Negeri Ungaran.
PEMBAHASAN
1. Dukungan sosial keluarga yang diterima anak
retardasi mental di SLB Negeri Ungaran
Setelah dilakukan penelitian tentang
dukungan sosial keluarga yang diterima oleh
anak retardasi mental di SLB Negeri Ungaran.
Didapatkan data bahwa seluruh reponden
memberi dukungan sosial keluarga dengan
kategori yang bervariasi. Diantara 51 reponden
sebagian besar dukungan sosial yang diterima
anak retardasi mental di SLB Negeri Ungaran
dalam kategori cukup yaitu sejumlah 30 anak
(58,8%), 18 (35,3%) dukungan sosial keluarga
dalam kategori baik dan sedangkan 3 (5,9%)
dukungan keluarga dalam kategori kurang.
Dukungan sosial keluarga adalah suatu
keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang
lain yang memperhatikan, menghargai dan
mencintainya {Cohen & Syme, dalam Setiadi
(2008)}.
Adanya fakta dari hasil penelitian ini yang
didapatkan bahwa terdapat 30 (58,8%) dari 51
responden mempunyai dukungan sosial keluarga
dalam kategori cukup, 18 (35,3%) dalam
kategori baik dan sedangkan 3 (5,9%) dalam
kategori kurang. Hal ini mungkin dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dukungan sosial keluarga diantaranya adalah
pendidikan. Menurut Supartini (2004) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan
sosial orang tua yaitu usia orang tua,
keterlibatan ayah, pendidikan orang tua,
pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak
dan stress orang tua.
Dalam hasil penelitian ini didapatkan
sebagian besar pendidikan responden yaitu
SMA 31 (60,7%). Tingkat pendidikan yang
rendah berdampak pada kurangnya pengetahuan
tentang kebutuhan – kebutuhan anak dan cara
didik anak retardasi mental sehingga rasa kasih
sayang dan perhatian keluarga terhadap anak
retardasi mental juga berkurang. Oleh karena itu
semakin rendah tingkat pengetahuan keluarga
maka semakin buruk dampaknya bagi anak
retardasi mental. Sebaliknya semakin baik
tingkat pengetahuan keluarga maka semakin
baik dampaknya bagi perkembangan anak
retardasi mental (Wahidin R, 2006).
Umur responden dalam penelitian ini
berkisar antara 23 – 58 tahun, ini tergolong
matang untuk mendidik anak dengan retardasi
mental. Menurut Supartini (2004) usia orang tua
mempengaruhi peran dalam mengasuh anak.
usia yang terlalu muda dan terlalu tua tidak
dapat menjalankan peran secara optimal karena
diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.
Dilihat dari segi pekerjaan, orang tua 22
(43,1%) bekerja swasta, dan 22(43,1%) sebagai ibu
rumah tangga sehingga orang tua mempunyai cukup
waktu dalam mengasuh dan mendidik anak dengan
retardasi mental. Menurut Harlock (1997) yang
menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai
banyak pekerjaan yang menyita waktu, tentu
menyita waktu orang tua bersama anak sehingga
orang tua harus pandai – pandai membagi waktu
bersama anak untuk bermain dan memberikan
stimulasi perkembangan.
Dukungan sosial keluarga pada anak
retardasi mental sangatlah mempengaruhi sikap
dan perilaku dari anak tersebut, terlebih pada
anak
retardasi
mental
yang
memang
membutuhkan perhatian khusus dari sekitarnya
dan juga sebagai salah satu faktor yang paling
penting
bagi
pertumbuhan
dan
juga
perkembangan anak retardasi mental. Dengan
adanya dukungan oleh keluarga dan dijadikan
sebagai keseharian sehingga anak tersebut dapat
melakukan sesuatu untuk mewujudkan suatu
tujuan yang setelah diberi dukungan oleh
keluarga.
2. Kemampuan perawatan diri pada anak retardasi
mental di SLB Negeri Ungaran
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
hasil bahwa sebagian besar kemampuan
perawatan diri pada anak retardasi mental di
SLB Negeri Ungaran dalam kategori cukup,
yaitu 29 (56,9%), 18 (35,3%) kemampuan
perawatan diri dalam kategori baik dan
sedangkan 4 (7,8%) kemampuan perawatan diri
dalam kategori kurang.
Berdasarkan
hasil
penelitian
oleh
Widyartanty (2009) dengan judul “hubungan
pemberian
motivasi
keluarga
terhadap
kemampuan merawat diri pada anak tunagrahita
di SDLB Putra Jaya Malang” didapatkan hasil
bahwa mayoritas anak tunagrahita pada usia
sekolah mampu untuk melakukan perawatan
diri.
Pada anak retardasi mental ringan mereka
memiliki IQ 52-69 yang artinya mereka masih
mampu untuk didik artinya selain dapat diajar
baca tulis bahkan sampai kelas 4-6 SD, juga
bisa dilatih ketrampilan tertentu sebagai bekal
hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti
orang dewasa yang normal. Kategori retardasi
mental sedang memiliki IQ 36-51 yang artinya
mereka masih mampu dilatih untuk memiliki
kemampuan perawatan diri, sedangkan pada
anak retardasi mental berat dan sangat berat
mengalami kesulitan dalam merawat diri karena
adanya gangguan motorik yang mencolok
ataupun defisit lain yang menyertainya serta
memiliki intelegensi yang terbatas sehingga
sulit bagi anak untuk diajarkan cara merawat
dirinya.
Perawatan diri merupakan salah satu
kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya
guna
mempertahankan
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperwatannya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri. Kemampuan
merawat diri akan mengantarkan anak retardasi
mental dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan mencapai kemandirian. Dalam
melakukan perawatan diri pada anak retardasi
mental masih mengalami kesulitan, sehingga
mereka perlu diajarkan dan memerlukan waktu
yang lama, latihan dan bantuan yang lebih
banyak serta pengajaran yang berulang- ulang.
3. Hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan kemampuan perawatan diri pada anak
retrardasi mental di SLB Negeri Ungaran
Berdasarkan hasil analisa data dapat
diketahui bahwa anak yang menerima dukungan
sosial keluarga kurang yang memiliki
kemampuan perawatan diri baik sejumlah 1
anak (33,3%), sedangkan anak yang menerima
dukungan sosial keluarga cukup yang memiliki
kemampuan perawatan diri baik sejumlah 5
anak (16,7%) dan anak yang menerima
dukungan sosial keluarga baik yang memiliki
kemampuan perawatan diri baik sejumlah 12
anak (66,7%).
Berdasarkan hasil uji statistik untuk
mengetahui hubungan antara dukungan sosial
keluarga dengan kemampuan perawatan diri
pada anak retardasi mental di SLB Negeri
Ungaran digunakan uji Kendall Tau, didapatkan
hasil p-value 0,004 < α (0,05) maka Ho ditolak,
dengan nilai korelasi τ = 0,409. Dari
perhitungan tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial keluarga dengan kemampuan
perawatan diri pada anak retardasi mental di
SLB Negeri Ungaran.
Hal tersebut dapat dikatakan bahwa antara
dukungan sosial keluarga terhadap kemampuan
perawatan diri pada anak retardasi mental di
SLB Negeri Ungaran mempunyai hubungan
yang positif yang berarti semakin baik
dukungan sosial keluarga terhadap anak
retardasi mental maka akan semakin baik anak
retardasi mental dalam melakukan perawatan
diri. Sedangkan berdasarkan nilai korelasi (τ) =
0,409 dapat diketahui hubungan kedua variable
dalam kategori sedang.
Hasil ini sama dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Eko Kurniawan (2011) dengan
judul “ Hubungan Antara Dukungan Sosial
Keluarga Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak
Retardasi Mental “yang didapatkan hasil bahwa
ada hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak
retardasi mental kelas 1 di SDLB Negeri Sukoharjo
Pati. Hubungan ini merupakan hubungan yang
positif, yang artinya jika dukungan keluarga semakin
baik maka kemampuan sosialisasi anak retardasi
mental juga akan semakin baik dan juga penelitian
yang dilakukan oleh Widyartanty (2009) dengan
judul “hubungan pemberian motivasi keluarga
terhadap kemampuan merawat diri pada anak
tunagrahita di SDLB Putra Jaya Malang” yang
didapatkan hasil bahwa semakin tinggi motivasi
keluarga yang diberikan orang tua terhadap anak
tunagrahita maka akan semakin baik anak
tunagrahita dalam melakukan perawatan diri.
Anak retardasi mental khususnya retardasi
mental sedang membutuhkan pelatihan dan
bimbingan agar dapat melakukan kegiatan
secara mandiri. Pelatihan dan bimbingan
tersebut tidak hanya berasal dari pendidikan
formal saja, namun juga pendidikan informal
yang dilakukan oleh keluarga. keluarga
merupakan sekumpulan orang yang memiliki
hubungan darah dan akan saling mendukung
satu sama lain. Keluarga merupakan orang –
orang terdekat yang mampu memberikan
dampak positif bagi anggota keluarga lainnya.
Sesuai dengan hasil analisa diatas bahwa
dukungan sosial keluarga baik maka
kemampuan perawatan diri anak retardasi
mental juga akan baik, akan tetapi ada dukungan
sosial keluarga kurang dengan kemampuan
perawatan diri baik dan cukup masing-masing 1
orang (33,3%) begitu juga dengan dukungan
sosial keluarga cukup dengan kemampuan
perawatan diri baik 5 orang (16,7%), ini
dikarenakan karena faktor lain salah satunya
faktor lingkungan seperti sekolah yang
membantu dalam perkembangan kemampuan
anak retardasi mental, sarana prasarana yang
memadai dan metode guru dalam mengajar anak
retardasi mental dengan tepat. Pada dukungan
sosial keluarga yang cukup dan kemampuan
perawatan diri kurang 2 orang (6,7%) ini
mungkin dikarenakan faktor dalam diri anak
yaitu intelegensi, meskipun dukungan keluarga
cukup akan tetapi jika anak tidak mampu
menerima dikarenakan kemampuan otak yang
terbatas.
4. KETERBATASAN
Disamping terbuktinya hasil penelitian
tentang dukungan sosial keluarga dengan
kemampuan perawatan diri pada anak retardasi
mental di SLB Negeri Ungaran, masih tetap ada
keterbatasan dalam penelitian ini yang terjadi
saat pengambilan data pada responden yaitu
tidak adanya pengamatan dan observasi
langsung pada responden tentang dukungan
sosial keluarga yang diberikan kepada anak.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Dukungan sosial keluarga pada anak
retardasi mental di SLB Negeri Ungaran
dalam kategori cukup (58,8%).
b. Kemampuan perawatan diri anak retardasi
mental di SLB Negeri Ungaran dalam
kategori baik (35,3%).
c. Hasil uji analisa kendal tau didapatkan ρ
value 0,004 < α 0,05 berarti ada hubungan
yang signifikan antara dukungan sosial
keluarga dengan kemampuan perawatan diri
anak retardasi mental, dimana pengaruh
tersebut positif yang makin baik dukungan
sosial keluarga maka semakin baik juga
kemampuan perawatan diri anak dengan
retardasi mental.
2. Saran
 Bagi Perawat

Bagi tenaga keperawatan diharapkan
dapat memberikan asuhan keperawatan yang
dapat membantu anak retardasi mental untuk
membentuk kemampuan perawatan diri
yang baik.
Bagi Institusi SDLB

Bagi SDLB diharapkan menjalin
kerjasama dengan orang tua anak agar dapat
meningkatkan perannya sebagai pendidik
dan dapat mengarahkan orang tua dalam
memberikan pendidikan pada saat anak di
rumah.
Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat melakukan penelitian lebih lanjut
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial keluarga dan kemampuan
perawatan diri anak retardasi mental agar
mendapatkan hasil yang lebih baik.
Bagi Keluarga
Bagi keluarga diharapkan meningkatkan
bimbingan dan pendidikan pada anak
retardasi
mental
untuk
membentuk
kemampuan perawatan diri yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta :
JKPKKR.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Bastiansyah, Eko. (2008). Panduan Lengkap : Membaca
Hasil Tes Kesehatan. Jakarta : Penebar Plus.
Christensen, Paula J. (2009). Proses Keperawatan :
Aplikasi Model Konseptual. Jakarta : EGC.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Tuna Grahita.
Bandung : Refika Aditama.
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagonik Anak
Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara.
Efendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan
komunitas : teori dan praktek dalam keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Eko Kurniawan. (2011). Hubungan antara dukungan
sosial keluarga dengan kemampuan sosialisasi
anakretardasimental.fromhttp://www.perpusnwu.w
eb.id/perpustakaan/opac/index.php
Herlina. (2013). Hubungan pola asuh keluarga degan
kemamdirian perawatan diri anak usia sekolah.
From : www. depdiknas.go.id/jurnal/37/hub pola
asuh orang tua.htm diakses pada tanggal 10
Desember 2013
Maramis, (2009). Ilmu Kedikteran Jiwa. Surabaya :
Airlangga University Press.
Maslim, (2002). Buku Saku PPDGJ-III. Jakarta : Nuh
Jaya.
Meleis, A. (2007). Theoretical Nursing : Development &
Progress. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
M. William Schwartz, (2004). Pedoman Klinis Pediatri.
Jakarta : EGC
Muchayaroh. (2002). Masalah Anak Retardasi mental.
Retreived,juli2002,fromhttp://journal.lib.unair.ac.id
/index.php/dxm/article/view.
Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Salemba Medika
Moeljono. (2007). Kesehatan Mental : Konsep dan
Penerangan. Malang : UMM press.
Notosoedirdjo, M., & Latipun. (2007). Kesehatan
mental. Malang: UMM Press.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan Jakarta : Salemba
Medika.
Perry, Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Jakarta : EGC
Rendy, C. (2013). Buku Saku Keterampilan Dasar
Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Somantri, (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung
: Refika Aditama.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Jakarta :
Rineka Cipta.
Supartini, . 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak.
Jakarta: EGC.
Setiadi. (2008). Konsep & Proses Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Wong, donna L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6.
Jakarta : EGC
Widyartanty, (2009). “Hubungan Pemberian Motivasi Keluarga
Terhadap Kemampuan Merawat Diri Pada Anak Tunagrahita di
SDLB
Putra
Jaya
Malang”from:http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keper
awatan/Kriesty.%20W.pdf. diakses tanggal 27 januari 2009.
Download