perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBEDAAN DAYA ANTHELMINTIK ANTARA EKSTRAK DAUN
PEPAYA (Carica papaya Linn.), DAUN PARE (Momordica charantia Linn.)
DAN KOMBINASINYA TERHADAP CACING Ascaris suum, Goeze
SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
NURUL RAHMAWATI SWADINI
G.0009161
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Nurul Rahmawati Swadini, G.0009161, 2012. Difference of Anthelmintic Capacity
among Papaya Leaves Extract (Carica papaya Linn.), Bitter Gourd Leaves Extract
(Momordica charantia Linn.), and Its Combination for Ascaris suum, Goeze
According to In Vitro Manner. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret
University, Surakarta.
Background: Ascariasis is infection disease caused by Ascaris lumbricoides Linn.
Drugs therapy for ascariasis has various side effect and made unpleasant sensation for
the patient such as nausea vomitus, diarrhea,and constipation. Infuse of papaya leaves
and infuse of bitter gourd leaves known has anthelmintic activity with saponin and
tannin content. Papaya leaves extract and bitter gourd leaves extract was combined in
purpose to increase the anthelmintic capacity. Its capacity maybe higher than papaya
leaves extract or bitter gourd leaves extract alone. This experiment aimed to find out
difference of anthelmintic capacity among papaya leaves extract, bitter gourd leaves
extract and its combination for Ascaris suum, Goeze according to In Vitro manner.
Method: This experiment is quasi experimental with pre and post test controlled
group design. Sample for this experiment is Ascaris suum, Goeze worm. Intervention
group divided into five subgroups, one group positive control, and one group negative
control. Samples are dipped into each extract for maximum monitoring time. Death
time of all worms in one group is record. Data was analyzed with linear regression
and probit analysis (α = 0,05).
Result: Regression analysis declared that there was causality relationship between
death time with concentration of papaya leaves extract, bitter gourd leaves extract,
combination of both with significance value p = 0,000 (p < 0,05). Probit analysis
explained that LT50 of papaya leaves extract was 61,895 minutes. LT50 of bitter gourd
was 63,751 minutes. LT50 combination of papaya leaves extract and bitter gourd
extract was 15,053 minutes. LT50 Pyrantel was 20,005 minutes so it’s concluded that
combination of papaya leaves and bitter gourd leaves extract has higher efficacy than
Pyrantel pamoate.
Conclusion: There is difference of anthelmintic capacity among papaya leaves
extract, bitter gourd extract and its combination. Papaya leaves extract and bitter
gourd leaves extract as anthelmintic. Combination of both extract has higher
effectiveness than papaya leaves extract or bitter gourd leaves extract alone and also
has higher effectiveness than Pyrantel pamoate.
Keyword: Anthelmintic capacity, papaya leaves extract, bitter gourd leaves extract,
combination
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Nurul Rahmawati Swadini, G.0009161, 2012. Perbedaan Daya Anthelmintik
antara Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.), Daun Pare (Momordica
charantia Linn.), dan Kombinasinya terhadap Cacing Ascaris suum, Goeze secara
In Vitro
Latar Belakang: Askariasis adalah penyakit infeksi oleh cacing Ascaris
lumbricoides Linn. Terapi medikamentosa untuk askariasis dapat memiliki efek
samping yang beragam dan mengganggu, seperti mual muntah, pusing, diare atau
konstipasi. Infusa daun pepaya (Carica papaya Linn.) dan infusa daun pare
(Momordica charantia Linn.) diketahui memiliki potensi anthelmintik dengan
kandungan saponin dan tanin. Ekstrak daun pepaya dan daun pare
dikombinasikan untuk mendapatkan daya anthelmintik yang lebih kuat dengan
efektivitas lebih besar daripada ekstrak daun pepaya atau daun pare saja.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya anthelmintik dari
ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya terhadap cacing Ascaris suum,
Goeze secara In Vitro.
Metode: Penelitian ini adalah jenis eksperimental kuasi dengan rancangan pre
and post test controlled group design. Sampel penelitian berupa cacing Ascaris
suum, Goeze. Kelompok dengan perlakuan ekstrak daun pepaya, daun pare dan
kombinasinya terbagi atas masing-masing 5 kelompok, satu kelompok kontrol
positif dan satu kelompok kontrol negatif. Cacing direndam dalam ekstrak selama
waktu pengamatan maksimal. Pengamatan dilakukan tiap jam. Waktu kematian
semua cacing dalam satu kelompok perlakuan dicatat. Data dihitung dengan
analisis regresi linear dan analisis probit (α = 0,05).
Hasil Penelitian: Hasil regresi linear menyatakan bahwa terdapat hubungan sebab
akibat antara waktu kematian dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya, daun pare
dan kombinasinya yang signifikan dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hasil analisis
probit didapatkan bahwa LT50 ekstrak daun pepaya sebesar 61,895 menit. LT50
ekstrak daun pare sebesar 63,751 menit. LT50 kombinasi keduanya sebesar 15,053
menit. LT50 Pirantel sebesar 20,005 menit.
Simpulan: Terdapat perbedaan daya anthelmintik di antara ekstrak daun pepaya,
daun pare dan kombinasinya. Ekstrak daun pepaya maupun ekstrak daun pare
efektif sebagai anthelmintik. Kombinasi keduanya memiliki efektivitas yang lebih
baik daripada ekstrak daun pepaya maupun pare saja dan lebih baik daripada
Pirantel pamoat.
Kata Kunci: Daya anthelmintik, ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare,
kombinasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Perbedaan Daya Anthelmintik antara Ekstrak Daun Pepaya
(Carica papaya, Linn.), Daun Pare (Momordica charantia, Linn.) dan
Kombinasinya terhadap Cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro”
Sripsi ini diajukan sebagi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berbagai kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi karena
bimbingan, bantuan, arahan, dukungan dan do’a dari banyak pihak. Oleh karena
itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Sri Haryati, Dra., M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan
bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis
4. Cr. SitiUtari, Dra., M.Kes sebagai Penguji Utama yang telah berkenan menguji
dan memberikan masukan atau saran kepada penulis
5. Bambang Sukilarso S., dr., Sp.ParK, M.Si selaku Pembimbing Pendamping
yang telah mendampingi, memberikan saran dan bantuan bagi penulis
6. Yulia Sari, S.Si., M.Si. sebagai Penguji Pendamping yang berkenan member
nasihat, saran, kritik dan koreksi untuk memperbaiki skripsi penulis
7. Kedua orang tua, drg. Swasto Triwardi Putro dan Sri Suwarni, S.Kep., NERS,
kedua orang adik, Ibnu Ari Swasemba dan Hidayat Nur Swasono Adi yang
telah memberikan motivasi, do’a, serta harapan sehingga penulis mampu
segera menyelesaikan skripsi ini.
8. Segenap Staf Tim Skripsi, Staf Laboratorium Parasitologi dan Mikologi, dan
Staf Laboratorium Farmasetika dan Teknologi Farmasi FMIPA Universitas
Sebelas Maret atas bantuan, waktu dan tenaga yang telah diberikan.
9. Sahabat karibku Olivia, Asti, Dhida, Imah, Nimas, Atika dan Dian, sahabat
asisten parasit, kakak tingkat, rekan satu angkatan, rekan Kastrat de
Geneeskunde, SKI, LKMI dan segenap pihak yang telah membantu penulisan
skripsi ini.
Surakarta, November 2012
Nurul Rahmawati Swadini
vi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
PRAKATA .............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI........................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL...... ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........ ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
2. Perumusan Masalah ................................................................................... 4
3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4
4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................... 6
1.
Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6
1.
Ascaris lumbricoides, Linn....................................................... 6
1. Taksonomi ............................................................................ 6
2. Morfologi .............................................................................. 6
3. Habitat dan Siklus Hidup..................................................... 8
4. Patogenesis ........................................................................... 9
5. Gejala Klinis ......................................................................... 11
6. Diagnosis .............................................................................. 12
7. Klasifikasi Askariasis .......................................................... 13
8. Penatalaksanaan ................................................................... 13
9.
Ascaris suum, Goeze ................................................................. 16
1. Taksonomi ............................................................................ 16
2. Morfologi .............................................................................. 16
3. Siklus Hidup ......................................................................... 17
4.
Tanaman Pepaya (Carica papaya, Linn. ................................. 18
commit to user
1. Taksonomi ............................................................................ 18
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. .Nama Daerah ........................................................................ 18
3. Deskripsi ............................................................................... 19
4. Kandungan Kimia ................................................................ 20
5. .Khasiat dan Penggunaan...................................................... 22
6. Tanaman Pare (Momordica charantia Linn.) ......................... 24
1. Taksonomi ............................................................................ 24
2. Nama Daerah ........................................................................ 24
3. Deskripsi ............................................................................... 24
4. Kandungan Kimia ................................................................ 26
5. Khasiat dan Penggunaan...................................................... 27
6.
Kerangka Pemikiran.................................................................. 30
7.
Hipotesis .................................................................................... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 32
1. Jenis Penelitian ................................................................................. 32
2. Lokasi Penelitian .............................................................................. 32
3. Subyek Penelitian ............................................................................. 32
4. Teknik Sampling .............................................................................. 32
5. Rancangan Penelitian ....................................................................... 34
6. Identifikasi Variabel ......................................................................... 35
7. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 35
8. Alat dan Bahan Penelitian................................................................ 38
1. Bahan............................................................................................ 38
2. Alat ............................................................................................... 38
3. Cara Kerja ......................................................................................... 39
4. Analisis Statistik ............................................................................... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................. 44
1. Data Hasil Penelitian ........................................................................ 44
1.
Penelitian Tahap Pendahuluan ................................................. 44
2.
Penelitian Tahap Akhir ............................................................. 46
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Analisis Data ..................................................................................... 49
1.
Uji Normalitas ........................................................................... 49
2.
Uji Linearitas ............................................................................. 49
3.
Uji Korelasi Pearson ................................................................. 50
4.
Uji Regresi Linear ..................................................................... 50
4.
1.
Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pepaya ........................ 51
2.
Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pare ............................. 52
3.
Uji Regresi Linear Kombinasi .......................................... 53
Lethal Concentration 50 (LC50) ............................................... 56
5. Lethal Time 50 (LT50) ............................................................... 58
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 61
BAB VI PENUTUP................................................................................................ 66
1.
Simpulan ..................................................................................................... 66
2.
Saran ........................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 68
LAMPIRAN
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Askariasis adalah infeksi cacing yang disebabkan oleh cacing Ascaris
lumbricoides Linn. Askariasis termasuk infeksi cacing yang ditularkan
melalui tanah atau soil-transmitted helminthes. Penyakit ini merupakan
masalah kesehatan yang cukup serius, terutama di negara berkembang seperti
halnya Indonesia (Acevedo dan Caraballo, 2011). Infeksi cacing berkaitan
dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang kumuh, hygiene yang kurang
baik, kondisi sosial ekonomi, demografi dan gaya hidup masyarakat yang
didukung oleh kelembaban yang tinggi di Indonesia (Mahmoud, 2000;
Norhayati et al., 2003).
Cacing Ascaris lumbricoides Linn. yang menginfeksi manusia
memiliki kemiripan morfologi, sifat biokimiawi dan sifat fisiologis dengan
cacing Ascaris suum, Goeze yang menginfeksi babi atau sapi sehingga
Ascaris suum, Goeze sering digunakan sebagai model pengganti Ascaris
lumbricoides Linn dalam penelitian (Loreille dan Bouchet, 2003; Arizono et
al., 2010). Bahkan sering terjadi infeksi silang antara manusia dan babi
sehingga ditemukan kasus askariasis oleh Ascaris suum pada manusia
(Crompton, 2001; Arizono et al., 2010). Selain itu, diketahui pula bahwa
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
cacing Ascaris suum memiliki reaksi yang sama terhadap Piperazin Sitrat
berupa paralisis otot (Irawan, 1996).
Penyakit kecacingan sering ditemukan pada anak usia sekolah
sehingga mempunyai pengaruh terhadap kecerdasan sedangkan pada orang
dewasa menyebabkan penurunan produktivitas karena gejala kecacingan
berupa rasa tidak nyaman, nyeri perut, lemas, disertai gejala penyakit berat
lainnya
dapat
mempengaruhi
aktivitas
manusia
(Pasaribu,
1993;
Gandahusada, 2000). Prevalensi askariasis di Indonesia pada anak sangat
tinggi berkisar antara 60% - 90% (Margono, 2003). Hasil survei yang
dilakukan pada 40 Sekolah Dasar (SD) di 10 provinsi menunjukkan
prevalensi kecacingan antara 2,2% - 90,3%. Prevalensi askariasis di DKI
Jakarta adalah 4-91%, Jawa Barat 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jawa Timur
16-74%, Sumatera Utara 75%, Sumatera Barat 2-71%, Sumatera Selatan 5178%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sulawesi Utara 30-72% (Depkes, 2004;
Rampegan, 2007). Sedangkan di dunia prevalensinya sekitar 25% (David,
2005). Sebagian besar infeksi cacing ini tersebar luas dan sering mengalami
reinfeksi pada 2 bulan pasca terapi, dalam jangka waktu 4 bulan hampir
separuh dari populasi yang terinfeksi mengalami reinfeksi (Norhayati et
al.,2003).
Pengobatan askariasis secara kimiawi memiliki efek samping berupa
mual, muntah, diare, sakit kepala dan insomnia (Katzung, 2004). Selain itu,
alternatif obat vermifuga masih sedikit sehingga perlu dicari alternatif
vermifuga yang lain. Beberapa penelitian tentang tanaman obat tradisional
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
akhir-akhir ini banyak dilakukan seperti tanaman papaya (Carica papaya
Linn.) dengan menggunakan infusa daun dan infusa akar tanaman tersebut
sebagai anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli Schrank dan Fasciola
gigantica (Hidayati, 2003;
Septriani, 2004; Putri, 2007). Menurut
Kedyantarto (2008) infusa daun pare (Momordica charantia) juga memiliki
daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli secara In Vitro.
Ekstrak adalah sediaan yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
maupun hewani menurut cara yang sesuai seperti maserasi, sokletasi,
perkolasi. Pembuatan sediaan ekstrak ini dimaksudkan agar zat berkhasiat
yang terkandung dalam simplisia terdapat pada kadar yang tinggi sehingga
memudahkan untuk ditentukan dosisnya (Anief, 1996).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melanjutkan
penelitian Hidayati (2003), Septriani (2004), Putri (2007), dan Kedyantarto
(2008) dengan menggunakan tanaman yang sama, tetapi dalam bentuk
ekstrak. Harapan ke depannya penelitian ini akan menjadi dasar penelitian
selanjutnya untuk mengindentifikasi bahan aktif anthelmintik yang terdapat
dalam ekstrak daun pare sehingga diperoleh konsentrasi yang lebih rendah,
tetapi memiliki daya anthelmintik yang tinggi. Daya anthelmintik dinilai
dengan menghitung waktu kematian semua cacing Ascaris suum, Goeze.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada penelitian ini antara lain :
1. Adakah perbedaan daya anthelmintik antara ekstrak daun pepaya (Carica
papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) dan kombinasi
keduanya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro?
2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) terhadap
waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro?
3. Bagaimana pengaruh ekstrak daun pare (Momordica charantia Linn.)
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro?
4. Bagaimana pengaruh kombinasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya
Linn.) dan daun pare (Momordica charantia Linn.) terhadap waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis perbedaan daya anthelmintik antara ekstrak daun pepaya
(Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) dan
kombinasinya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.)
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro.
3. Mengetahui pengaruh ekstrak daun pare (Momordica charantia Linn.)
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
4. Mengetahui pengaruh kombinasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya
Linn.) dan daun pare (Momordica charantia Linn.) terhadap waktu
kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan
daya anthelmintik dan konsentrasi efektif ekstrak daun tanaman pepaya
(Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) serta
kombinasinya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
dunia farmasi untuk menggunakan ekstrak daun tanaman pepaya (Carica
papaya Linn.) dan/atau daun pare (Momordica charantia Linn.) serta
kombinasi keduanya sebagai terapi substitusi askariasis dari herbal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ascaris lumbricoides, Linn.
a. Taksonomi
Kingdom
: Animalia
Subkingdom
: Metazoa
Filum
: Nemathelminthes
Kelas
: Nematoda
Subkelas
: Scernentea (Phasmidia)
Bangsa
: Ascaridia
Superfamili
: Ascaridiodea
Famili
: Ascarididae
Marga
: Ascaris
Jenis
: Ascaris lumbricoides Linn.
(Utari, 2002; Loreille dan Bouchet, 2003)
b. Morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides Linn. memiliki bentuk gilik mirip
cacing tanah (Lumbricus terestris). Cacing jantan memiliki panjang
tubuh 12-30 cm dan lebarnya 2-4 mm. Cacing betina memiliki panjang
tubuh 22-35 cm dan lebar tubuh 3-6 mm (Rasmaliah, 2001). Pada
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
potongan melintang, cacing ini memiliki kutikula tebal dengan
hipodermis yang menonjol ke dalam rongga badan sebagai korda
lateral. Tubuh cacing ini tertutupi oleh kutikula yang rata dan bergaris
halus. Cacing Ascaris lumbrocoides Linn. memiliki warna putih
kemerahan dengan ujung tubuh anterior dan posteriornya membulat.
Bagian anterior merupakan mulut, terdiri atas 3 buah bibir yaitu satu
bagian dorsal, dua lainnya berada di subventral. Bagian posterior
tubuhnya terdapat anus (Utari, 2002).
Cacing jantan memiliki dua buah spekulum yang dapat menjulur
keluar melalui kloaka disertai dengan untaian rambut kecil yang disebut
spikula di ujung posteriornya (Rasmaliah, 2001). Alat reproduksi
cacing betina berupa vulva atau cincin kopulasi yang terletak di
sepertiga anterior tubuhnya dan di tengah (Zaman, 1991).
Gambar 2.1. Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (CDC, 2006)
Cacing betina mampu memproduksi telur hingga 100.000200.000 butir per hari. Telur cacing Ascaris lumbricodes Linn. yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
sudah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron (Padmasutra, 2007). Telur
yang tidak dibuahi berukuran 88-94 x 39-44 mikron. Kulit telur
terselubungi oleh lapisan albuminoid yang tidak teratur (Gandahusada
et al, 2000). Telur tersusun atas selubung hialin yang tidak berwarna,
membran vitellina tipis dan embrio di bagian dalam telur yang berupa
protoplasma amorf dan berbutir. Bagian polar telur cacing terdapat
ruang kosong berbentuk bulan sabit atau crescent (Utari, 2002).
c. Habitat dan Siklus Hidup
Telur cacing keluar dari tubuh manusia melalui tinja penderita
saat defekasi. Telur cacing dibagi menjadi dua macam yaitu telur yang
tidak dibuahi (infertil) dan telur yang dibuahi (fertil). Telur fertil yang
jatuh pada lingkungan yang suportif berkembang menjadi telur infektif
dalam waktu kurang lebih 3 minggu (Utari, 2002).
Gambar 2.2. Siklus Hidup Cacing Ascaris lumbricoies Linn. (CDC,
2006)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Manusia atau hewan yang menelan telur infektif, melalui
makanan atau minuman yang tercemar, akan terinfeksi (Widoyono,
2008). Telur cacing infektif yang tertelan manusia menetas di usus
halus dan menjadi larva rhabditoid yang mampu menembus dinding
usus halus dan masuk ke sirkulasi darah sistemik melalui vena kapiler
di usus halus kemudian ke vena porta hepatica. Larva tersebut
bermigrasi ke jantung lalu masuk ke paru-paru untuk kemudian
menetap di paru-paru selama 1 – 7 hari setelah infeksi. Larva rhabditoid
ini mengalami maturasi di paru-paru menjadi larva II. Larva II melalui
arteri pulmonalis masuk ke alveolus. Larva tersebut menembus
pembuluh kapiler kemudian bermigrasi ke bronkus melalui bronkiolus,
masuk ke trakea sampai ke epiglottis. Setelah mencapai epiglottis larva
itu akan tertelan kembali melalui esofagus hingga mencapai lambung.
Larva II kemudian tumbuh menjadi cacing dewasa saat sampai di usus
halus (Gandahusada, 2000; Utari, 2002; Padmasutra, 2007).
d. Patogenesis
Infeksi cacing Ascaris lumbricoides pada tubuh manusia
memunculkan gejala klinis yang berbeda dipengaruhi oleh (1) Respon
imun penderita, (2) Efek migrasi cacing, (3) Efek mekanik dari cacing
dewasa, (4) Defisiensi gizi karena keberadaan cacing dewasa di usus
halus (Garcia dan Bruckner, 2001).
Beberapa gejala klinis yang
muncul pada penderita ditemukan saat cacing mencapai stadium larva
dan stadium dewasa. Larva cacing Ascaris lumbricoides yang berasal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
dari vena porta hepatica di hepar bermigrasi ke paru-paru untuk
mengalami maturasi. Invasi larva cacing ke alveolus menyebabkan
kerusakan jaringan sehingga timbul reaksi jaringan berupa infiltrasi
eosinofil sebanyak 20%, makrofag, dan sel epitel diikuti gejala
dyspnea, wheezing atau mengi dan demam antara 39,9-40,0oC (Utari,
2002; Garcia dan Bruckner, 2001; Laskey, 2007) sehingga pada
pemeriksaan foto thorax ditemukan infiltrat eosinofil di paru-paru
(Pohan, 2006). Apabila cacing bermigrasi dari
nasofaring ke tuba
Eustachius menyebabkan Otitis Media Akut (OMA), sedangkan larva
yang masuk ke ginjal menyebabkan nefristis (Hutz, 2004).
Cacing dewasa hidup di usus halus tetapi dapat bermigrasi ke
usus besar sehingga apabila cacing ada dalam jumlah besar akan
mengakibatkan intususepsi, perforasi, dan obstruksi usus besar serta
menyebabkan gangren usus besar pada kasus infeksi berat (Khuroo,
1996; Nikolić et al., 2011). Selain ke usus besar, cacing dewasa juga
dapat bermigrasi ke ductus vesica felea atau kandung empedu, ductus
pancreaticus, ginjal, apendiks, rongga peritoneal bahkan memasuki
rongga pleura. Cacing dewasa bermigrasi karena suhu tubuh meningkat,
penggunaan anestesi, atau kondisi abnormal lainnya (Garcia dan
Bruckner, 2001).
Infestasi cacing yang sangat banyak pada tubuh (hyperinfection)
dapat menimbulkan gejala kekurangan gizi karena cacing dewasa dapat
menyerap nutrisi berupa 2,8 gram karbohidrat, 0,7 gram protein, asam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
lemak dan gliserol setiap hari (Rasmaliah, 2001; Hutz, 2004).
Kekurangan
gizi
menyebabkan
gangguan
pertumbuhan
dan
perkembangan sehingga menurunkan fungsi kognitif anak usia sekolah
(Ismid et al., 1996, Hadidjaja et al., 1998). Gejala lainnya berupa asma
dan urtikaria akan berlanjut selama cacing dewasa masih dalam usus
halus (Garcia dan Bruckner, 2001).
e. Gejala Klinis
Gejala apendiksitis akut dan perforasi apendik terjadi bila cacing
telah masuk ke apendik. Gejala akibat gastroenteritis berupa rasa mual,
muntah dan rasa tidak nyaman atau nyeri di perut (Garcia dan Bruckner,
2001). Muncul gejala penyakit serius seperti kolesistisis akut,
pankreatitis akut, cholangitis akut, abses hepar ketika larva memasuki
kandung empedu, pankreas dan hepar. Larva yang masuk melalui
ductus vesica felea menyebabkan sumbatan sehingga timbul kolesistitis
akut dan cholangitis akut. Abses hepar terjadi karena larva memasuki
hepar melalui vena porta hepatica. Anoreksia juga ditemukan pada
penderita askariasis, serta diikuti diare dan konstipasi (Rasmaliah,
2001).
Invasi cacing dalam tubuh akan menginduksi produksi IgE dan
respon Th2 dalam sistem imun (Jankovic et al., 2006) serta
meningkatnya antibodi anti-Ascaris dan serum antibodi alergen spesifik
(Santos et al., 2008; Acevedo et al., 2009) sehingga infeksi Ascaris
lumbricoides berkaitan dengan kejadian peningkatan produksi IgE,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
antibodi anti-Ascaris dan respon Th2 yang menyebabkan terjadinya
atopic wheezing. Proses alergi itu terjadi melalui sensitasi sel mast di
paru-paru oleh antibodi anti-Ascaris dan antibodi alergen spesifik yang
dilepaskan oleh larva Ascaris lumbricoides Linn. (Alcântara-Neves et
al., 2010). Suatu studi meta-analisis menemukan bahwa infeksi Ascaris
lumbricoides berhubungan dengan peningkatan risiko asma karena
infiltrat eosinofil di jaringan paru-paru tadi menginduksi bronkospasme
(Leonardi-Bee et al., 2006).
f. Diagnosis
Penegakan diagnosis ascariasis melalui pemeriksaan tinja yaitu
ditemukannya telur pada feces penderita atau keluarnya cacing dewasa
melalui anus, mulut atau hidung (Gandahusada, 2000; Lanskey, 2007).
Ultrasonografi (USG) bisa mendeteksi cacing dalam saluran
empedu
dan
pankreas.
Endoscopy
Retrogad
Cholangio-
Pancreoaticography (ERCP) atau CT-Scan juga membantu penegakan
diagnosis askariasis kandung empedu, askariasis pankreas dan
askariasis duodenum. ERCP ini juga mampu mengeluarkan cacing yang
terdeteksi tersebut dari kandung empedu (Khuroo, 1996)
Pemeriksaan
lumbricoides
hasil
sputum
ditemukan
migrasinya
dari
larva
paru-paru
cacing
Ascaris
walaupun
hasil
pemeriksaan ini tidak umum ditemukan (Garcia dan Bruckner, 2001).
Pemeriksaan bilas lambung juga bisa ditemukan larva dan infiltrat
eosinofil sehingga pemeriksaan bilas lambung bisa dilakukan sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
pedoman penegakan diagnosis selain pemeriksaan sputum, pemeriksaan
tinja dan pemeriksaan radiologi (Proffitt dan Walton, 1962).
g. Klasifikasi Askariasis
Berdasarkan jumlah telur cacing dalam 1 gram faeces atau
Number of Egg Per Gram (NEPG), askariasis digolongkan menjadi 3
golongan yaitu :
1) Askariasis ringan
: NEPG < 7.000
2) Askariasis sedang
: NEPG 7.000-35.000
3) Askariasis berat
: NEPG > 35.000
(Putra et al., 2005)
h. Penatalaksanaan
Terapi untuk infeksi cacing ada dua macam mekanisme kerja,
yaitu vermifuga dan vermisida. Vermisida bekerja dengan cara
membunuh cacing sedangkan vermifuga dengan cara memabukkan
cacing, mengeluarkan atau menghalau cacing. Terapi pilihan untuk
askariasis adalah Pirantel pamoat, Mebendazole, Albendazole. Obat
pilihan kedua berupa Levamisole atau Piperazine (Katzung, 2004).
Albendazole adalah obat anthelmintik yang merupakan derivat
karbamat dari benzimidazol. Obat ini adalah obat cacing spektrum luas
terhadap cacing Ascaris lumbricoides, Oxyuris vermicularis, Taenia sp.,
Ancylostoma duodenale, Strongyloides stercoralis dan Trichiuris
trichiura. Dosis tunggal 400 mg Albendazole merupakan terapi yang
efektif untuk askariasis ringan hingga berat, namun obat ini merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
kontraindikasi bagi ibu hamil (Putra et al., 2005). Efek samping obat ini
berupa gangguan lambung dan usus, demam, kerontokan rambut dan
exanthema (Tjay dan Rahardja, 2007).
Mebendazol merupakan
ester-metil dari benzimidazol yang
bekerja sebagai vermisid dan larvasid. Mekanisme kerja obat ini
melalui
perintangan
pemasukan
karbohidrat
dan
mempercepat
penggunaan glikogen pada cacing. Obat ini diberikan dalam dosis 100
mg untuk 2 kali sehari. Efek sampingnya yang kadang timbul adalah
diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara (Sukarban dan
Santoso, 1991).
Pirantel pamoat adalah derivat pirimidin. Pirantel pamoat adalah
obat anthelmintik spektrum luas yang merupakan drug of choice
sebagai terapi askariasis, enterobiasis dan strongiloidiasis (Sukarban et
al., 1995). Obat ini bekerja melalui mekanisme depolarisasi otot cacing
dan meningkatkan frekuensi impuls dengan menghambat enzim
asetilkolinesterase sehingga cacing mati secara spastik karena
peningkatan kontraksi otot cacing (Syarif dan Elysabeth, 2007). Dosis
tunggal Pirantel pamoat sebanyak 10 mg basa/Kg BB menghasilkan
angka kesembuhan 85-100% (Ganiswara, 2007). Efek samping
penggunaan Pirantel berupa mual muntah, diare dan sakit kepala
(Golsmith et al., 2001). Obat ini merupakan kontraindikasi untuk ibu
hamil dan pasien penyakit hati karena meningkatkan SGOT. Selain itu
tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 2 tahun (Katzung, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Piperazin merupakan obat anthelmintik yang daya kerjanya
cepat dengan dosis terapi sebesar 75 mg/Kg BB. Cara kerja obat ini
sama dengan Pirantel pamoat. Piperazin banyak digunakan, tetapi pada
tahun 1984 obat ini sudah tidak digunakan lagi di banyak Negara Barat
karena efek sampingnya dan neutoksisitasnya (Tjay dan Rahardja,
2007).
Efek
samping
penggunaan
Piperazin
adalah
gejala
gastrointestinal, sakit kepala, gejala gangguan sistem saraf pusat berupa
ataksia temporer dan kejang yang jarang ditemukan. Akibat overdosis
Piperazin adalah inkoordinasi otot atau kelemahan otot, vertigo,
kesulitan bicara, bingung. Namun, gejala ini akan hilang bila
pengobatan dihentikan (Syarif dan Elysabeth, 2007).
Levamisol merupakan isomer dari tetramisol. Obat ini
digunakan dalam dosis tunggal 150 mg. Cara kerja Levamisol melalui
peningkatan potensial aksi dan menghambat transmisi neuromuskular
cacing sehingga cacing mengalami paralisis tonik (Sukarban dan
Santoso, 1991). Kelemahannya adalah Levamisol tidak dipasarkan di
Indonesia dan punya efek samping berupa nausea, muntah, sakit perut,
sakit kepala dan pusing (Goldsmith, 2001; Margono et al., 2004). Pada
tahun 1977, kasus resistensi Levamizole, Pirantel, dan Morantel telah
ditemukan di Australia (Kaplan, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2. Ascaris suum, Goeze
a. Taksonomi
Kingdom
: Animalia
Subkingdom
: Metazoa
Filum
: Nemathelminthes
Kelas
: Nematoda
Subkelas
: Scernentea (Phasmidia)
Bangsa
: Ascaridia
Superfamili
: Ascaridiodea
Famili
: Ascarididae
Marga
: Ascaris
Jenis
: Ascaris suum Linn.
(Loreille dan Bouchet, 2003)
b. Morfologi
Cacing ini mirip dengan Ascaris lumbricoides Linn. secara
morfologis. Namun, ada sedikit perbedaan pada susunan giginya
(Miyazaki, 1991). Cacing jantan memiliki panjang 15-25 cm dan
diameter 3 mm. Cacing betina memiliki panjang sampai 41 cm dan
diameter 5 mm. Tubuh cacing diselimuti lapisan kutikula yang relatif
tebal. Sistem pencernaan berupa esophagus sepanjang 6,5 mm.
Bagian posterior cacing jantan terdapat spikula sepanjang 2 mm
yang digunakan sebagai alat kopulasi sedangkan organ reproduksi
cacing betina berupa vulva yang terletak di sepertiga bagian anterior
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
tubuhnya. Telur berbentuk ellipsoid atau bulat panjang dengan lapisan
luar berupa lapisan albuminoid tebal, selubung hialin yang transparan
dan bagian dalam berisi embrio cacing. Ukuran telur cacing antara 5070 x 40-50 mikron (FKH UNAIR, 2006).
c. Siklus Hidup
Ascaris suum, Goeze memiliki hospes utama yaitu babi, tetapi
bisa juga hidup dalam tubuh sapi, unggas, domba, anjing bahkan
ditemukan kasus menginfeksi manusia. Cacing ini terdistribusi luas di
seluruh dunia. Siklus hidup cacing Ascaris suum, Goeze sama dengan
Ascaris lumbricoides Linn. (Loreille dan Bouchet, 2003).
Penelitian ini menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze karena
tidak dimungkinkan mendapatkan cacing Ascaris lumbricoides Linn.
dalam kondisi hidup dan dalam jumlah yang memadai. Secara garis
besar, kedua cacing ini memiliki kemiripan morfologi, sifat biokimiawi
dan sifat fisiologis (Arizono et al., 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
3. Tanaman Pepaya (Carica papaya Linn.)
a. Taksonomi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Violales
Famili
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya Linn.
(Kartesz, 2005)
b. Nama Daerah
Pepaya memiliki nama yang berbeda pada setiap daerah yang
berbeda. Di Sumatera, pepaya dikenal sebagai kabulo (Enggano), peute
(Aceh), pertek (Gayo), pastel (Dairi), betik (Karo), botik (Toba), bala
(Nias), sika ilo (Mentawai), betik atau kates (Palembang), batiek atau
pancene (Minangkabau), gedang (Lampung). Di Jawa pepaya disebut
kates (Jawa Tengah dan Madura) dan gedang (Sunda). Di Sulawesi
dikenal dengan nama kapala (Sangir), apaya (Minahasa), papaya
(Gorontalo), rianre (Bugis). Sedangkan di pulau Nusa Tenggara pepaya
disebut kates (Sasak), kasi (Flores), paja (Solor). Masyarakat di pulau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Kalimantan mengenalnya sebagai pisang malaka (Katingan), gadang
(Sampit). Pepaya dikenal sebagai banas atau manjan di Tidung dan
Tarakan (Santoso, 1998).
c. Deskripsi
Pepaya (Carica papaya Linn.) adalah tanaman semi perdu yang
tumbuh dengan cepat, berbatang tunggal dan tumbuh lurus. Tanaman
yang berasal dari Amerika Tengah ini mampu hidup sampai 20 tahun,
habibatnya di wilayah beriklim tropis. Batang tanaman pepaya terdapat
cekungan sisa cabang daun yang sudah mati. Tumbuhan ini memiliki
dominasi apikal yang kuat sehingga cabangnya hanya ada sedikit. Daun
pepaya memiliki tulang daun menjari, lebar, dan tersusun spiral pada
batangnya (Chan dan Theo, 2002).
Gambar 2.3. Daun Pepaya (Dokumentasi Peneliti, 2012)
Buah pepaya memiliki bentuk yang beragam sesuai dengan
bentuk bunganya sehingga bentuk bunga yang menentukan bentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
buahnya kelak. Bentuk bunga pepaya ditentukan oleh jenis kelamin
tanaman pepaya itu sendiri. Ada beberapa bentuk bunga dan buah
pepaya yaitu : (1) Bunga Betina (Uniseksusal), buahnya akan berbentuk
bulat (Pepaya Mas, Pepaya Hortus Gold, Pepaya Solo) atau lonjong
(Pepaya Jinggo, Pepaya Semangka, Pepaya Cibinong), (2) Bunga
Sempurna Pentadria (Biseksual), buahnya berbentuk bulat telur sampai
lonjong atau piriform (Pepaya Jinggo, Pepaya Hawai dan pepaya hasil
bastar), (3) Bunga Sempurna Antara, buahnya berkerut dan tidak
berbentuk bulat maupun lonjong, (4) Bunga Jantan, bunganya jarang
berkembang menjadi buah bila di tanam di dataran rendah dan berhasil
menjadi buah bila ditanam di dataran tinggi (Rukmana, 2003).
Bentuk tanaman pepaya pun berbeda bila jenis kelamin
tanamannya berbeda. Tanaman betina memiliki bunga betina sehingga
buahnya pun berbentuk bulat seperti uraian sebelumnya. Pepaya yang
akan dimanfaatkan adalah pepaya tanaman sempurna. Karakteristik
buah pepaya dari pohon sempurna (biseksual) berbentuk piriform
kulitnya berwarna hijau kekuningan. Apabila dibelah menjadi dua
tampak buahnya berwarna orange tua. Rongga dalam buah pepaya
berbentuk bintang (Thomas, 2000). Bijinya berwarna hitam dan
diselimuti lapisan tipis (Muslihah, 2004).
d. Kandungan Kimia
Zat aktif terbesar dari tanaman pepaya adalah papain, yang
terkandung pada buah dan getahnya. Papain dimanfaatkan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
industri makanan, kosmetik, obat-obatan, penyamakan kulit dan
industri tekstil. Daun pepaya mengandung karpain, karposid, saponin,
dekstrosa, dan levulosa sedangkan getah pepaya mengandung papain,
kempkapai, lisozim, lipase, glutamine dan siklotransferase. Penelitian
lain mendapatkan hasil bahwa daun pepaya juga mengandung tanin,
glycophenol, alkaloid, flavornoid, cardiac glycosides, glycosides,
antraquinon dan saponin. (Imaga et al., 2009) Buah Carica papaya
Linn. mengandung papain, papyotimin, fitokinase (Hargono, 1985).
Kandungan tanin dan saponin berperan sebagai agen anthelmintik.
Tanin termasuk senyawa golongan alkaloid yang berperan
sebagai astrigen. Senyawa ini merupakan senyawa polifenol yang
berikatan dengan protein sehingga menyebabkan denaturasi protein
(Westendarp, 2006). Efek denaturasi protein tersebut dimanfaatkan
sebagai vermifuga melalui kerusakan protein tubuh cacing (Duke,
2009). Tanin diketahui memiliki daya anthelmintik secara In Vitro
maupun In Vivo dalam tubuh kambing dan domba (Brunet dan Hoste,
2006; Censi et al., 2007). Alonso dkk. (2008) menemukan bahwa selain
vermifuga, tanin juga menghambat migrasi larva cacing pada kambing.
Saponin adalah senyawa glikosida yang bersifat basa jika
dikocok dalam air. Berasal dari kata sapo yang artinya sabun, diambil
dari kata saponaria vaccaria, suatu tanaman yang mengandung saponin
digunakan sebagai sabun pencuci (Suparjo, 2008). Saponin terdiri atas
dua macam senyawa yaitu steroid dan triterpenoid yang terglikolisasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
secara enzimatik membentuk senyawa glikosida steroid dan glikosida
triterpenoid (Rijai, 2006). Saponin bekerja dengan menghambat kerja
enzim kolinesterase sehingga menyebabkan kematian cacing secara
spastik (Kuntari, 2008). Cacing yang telah mengalami paralisis tadi
lebih mudah dikeluarkan dari tubuh melalui peristaltik usus (Tjay dan
Rahardjo, 2007).
Saponin merupakan senyawa yang bersifat nonpolar sehingga
untuk mengambil zat tersebut diperlukan pelarut yang bersifat nonpolar
juga agar zat tersebut bisa larut di dalamnya. Begitu juga dengan tanin,
tanin memiliki sifat yang sama dengan saponin sehingga membutuhkan
pelarut nonpolar pula (Anief, 1996).
e. Khasiat dan Penggunaan
Buah pepaya dimanfaatkan sebagai buah untuk dikonsumsi.
Daun pepaya diketahui memiliki efek anthelmintik, antimalaria,
mengatasi keputihan dan nyeri haid (Thomas, 2000). Ekstrak buah
pepaya yang belum masak diketahui memiliki aktivitas antisickling atau
antianemia sel sabit (Oduola et al., 2006)
Daun pepaya dimanfaatkan sebagai penambah nafsu makan
(Hargono, 1985). Selain itu, daun pepaya dimanfaatkan sebagai sayuran
di Indonesia, Malaysia dan India Timur (Indran et al., 2008). Ekstrak
daun pepaya digunakan sebagai obat sakit jantung, analgesik dan
mengatasi sakit perut (Giove, 1996) serta diketahui memiliki khasiat
antioksidan (Rahmat et al., 2004). Ekstrak daun pepaya dalam etanol
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
juga diketahui memiliki efek gastroprotektif terhadap ulkus peptikum
oleh karena stres oksidatif (Indran et al., 2008). Ekstrak daun pepaya
diduga berpotensi sebagai terapi penyakit anemia sel sabit atau Sickle
Cell Disease (SCD) karena diketahui memiliki kemampuan mencegah
agregasi trombosit, hemolisis dan mencegah rupturnya eritrosit karena
meningkatkan ketahanan membran plasmanya (Imaga et al., 2009).
Enzim papain yang terkandung dalam pepaya juga diklaim mampu
menghambat terjadinya nekrosis jaringan pada luka kronis, bengkak
dan
ulkus
sehingga
dimanfaatkan
sebagai
terapi
pascabedah
(Mezhlumiyan et al., 2003).
Menurut penelitian oleh Putri (2007), infusa daun pepaya
memiliki LT100 selama 18,866 jam, infusa biji yang yang memiliki
LT100 sebesar 17,726 jam, sedangkan infusa akar pepaya memiliki LT100
sebesar 30,961 jam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
4. Tanaman Pare (Momordica charantia Linn.)
a. Taksonomi
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Cucurbitales
Famili
: Cucurbitaceae
Marga
: Momordica
Jenis
: Momordica charantia Linn.
(Rukmana, 1997)
b. Nama Daerah
Pare memiliki beberapa nama antara lain prien (Gayo), paria
(Batak Toba, Sunda, Bugis, Makassar), foria (Nias), peria (Melayu),
papare (Jakarta), popari (Manado), paria (Bima), beleng gede
(Gorontalo), pania (Timor), pepareh (Madura), kambeh (Minangkabau).
Papriane (Seram), papari (Buru), papare (Halmahera), Kepare (Ternate)
(Lolytasari, 2008).
c. Deskripsi
Pare (Momordica charantia Linn.) tumbuh di habibat tropis, di
dataran rendah, atau tegalan. Asal dari tumbuhan pare ini tidak
diketahui secara pasti, tetapi diketahui bahwa berasal dari tempat yang
beriklim tropis. Pare tumbuh di daratan Amazon, Afrika Timur, Asia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
dan Kepulauan Karibia. Selain itu pare banyak dijumpai di India, Asia
Tenggara, seperti di Indonesia dan Cina (Kumar et al., 2010).
Tumbuhan ini tumbuh secara merambat serta memiliki sulur
spiral panjang membelit benda yang ada di sekitarnya, bercabang dan
berbau tidak enak. Tumbuhan ini berdaun tunggal, bertulang daun
menjari, memiliki tangkai sepanjang 1,5 – 3,5 cm, letaknya
berselingan, bentuknya bulat panjang, panjang daun 3,5-8,5 cm dengan
lebar 4 cm, pangkalnya berbentuk jantung, berwarna hijau tua.
Gambar 2.4. Daun Pare (Dokumentasi Peneliti, 2012)
Batang pare berusuk lima, panjangnya 2 – 5 m. Batang muda
ditumbuhi rambut-rambut kecil dan tersusun rapat. Buah nya berbentuk
bulat memanjang, ovoid, ellipsoid atau spindle dengan 8-10 rusuk
tersusun memanjang, berbintil tidak beraturan, panjang buah sekitar 830 cm, serta memiliki rasa pahit (IPTEK, 2005). Apabila buahnya
dibelah akan tampak bagian dalam yang bergaung, berisi biji-biji pare.
Biji pare berwarna putih apabila buahnya belum masak sedangkan saat
buah pare sudah masak biji pare berubah warna menjadi merah. Buah
pare yang belum masak
memiliki
commit
to user tekstur renyah seperti ketimun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
berwarna hijau dan akan berubah menjadi kuning lembek saat buah
telah masak (Kumar et al., 2010).
d. Kandungan Kimia
Zat aktif yang terkandung dalam pare terutama adalah
momordicin I, momordicin II, dan cucurbitacin B (Fatope et al., 1990).
Kandungan aktif lainnya adalah glycosides (termasuk momordin,
charantin, charantosides, goyaglycosides, momordicosides), terpenoid
(termasuk momordicin-28, momordicinin, momordicilin, momordenol,
dan momordol (Begum et al., 1997; Okabe et al., 1982; Kimura et al.,
2005; Akihisa et al., 2007; Chang et al, 2008). Pare juga mengandung
sitotoksin yaitu protein yang berperan dalam inaktivasi ribosom, seperti
momorcharin dan momordin (Ortigao et al., 1992).
Hasil penapisan fitokimia daun pare ditemukan senyawa
golongan alkaloid, saponin, flavonoid dan steroid (Aminah et al.,
2007). Pada buah pare teridentifikasi albuminoid, karbohidrat dan zat
warna sedangkan akar tanaman pare mengandung asam momordial dan
asam oleanolat. Biji pare mengandung alkaloid saponin, triterprenoid
dan asam momordial (Lolytasari, 2008). Saponin inilah yang berperan
sebagai agen anthelmintik.
Menurut Kuntari (2008), saponin yang terkandung dalam air
rebusan daun Ketepeng (Cassia alata Linn.) mempunyai efek
anthelmintik dengan menghambat kerja enzim kolinesterase sehingga
cacing akan mengalami paralisis spastik otot yang akhirnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
menyebabkan kematian cacing. Berdasarkan uraian di atas, penelitian
ini memanfaatkan saponin dalam daun pare sebagai agen anthelmintik.
Efek zat ini dimungkinkan akan mengalami potensiasi karena ekstrak
daun pepaya dalam metanol juga mengandung saponin sehingga akan
meningkatkan daya anthelmintik jika kedua ekstrak dikombinasikan.
Harapannya akan didapatkan konsentrasi yang lebih rendah dengan
efektivitas yang lebih baik.
e. Khasiat dan Kegunaan
Manfaat
tumbuhan
pare
secara
medis
adalah
sebagai
anthelmintik secara vermifuga, antibakteri sehingga berpotensi sebagai
antibiotik (Sankaranarayanan dan Jolly, 1993). Manfaat lainnya antara
lain
antidiabetik,
antiinflamasi,
antimikrobial,
antileukemia,
antimutagenik, antimycobacterial, antioksidan, antitumor, antiulkus,
dan antiviral. Buah pare dimanfaatkan untuk mengatasi nyeri perut,
kolik, dan antimuntah. Selain itu juga dimanfaatkan mengatasi gout,
rematik, penyakit hepar dan lien yang bersifat subakut dan diduga
mampu menghilangkan stres. Pare juga digunakan sebagai astrigen,
peningkat libido, immunostimulan. Beberapa efek yang diketahui antara
lain hipoglikemi, hipotrigliserid, hipotensi, laksatif, laktatif, dan
hipokolesterolemia (Kumar et al., 2010).
Aktivitas antidiabetik buah pare disebabkan oleh kandungan
polypeptide-p, charantin, vicine dan glycoside mampu menurunkan
gula darah hewan uji melalui peningkatan re-uptake glukosa oleh hepar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
dan sel otot, meningkatkan produksi insulin, meningkatkan sensitivitas
insulin dan memacu pembentukan sel β pancreas baru (Khan et al.,
2000; Jasspret et al., 2003; Virdi et al., 2003; Shettyl et al., 2005,
Shridar et al., 2008).
Ekstrak buah pare menurunkan sekresi apolipoprotein B (Apo
B)
dan
menghambat
ekspresi
apolipoprotein
C-III
sehingga
menurunkan LDL dan meningkatkan ekspresi apolipoprotein A-1
(Apo1) sehingga meningkatkan serum HDL. Melalui mekanisme
tersebut buah pare mampu menurunkan kadar lemak total tubuh untuk
mencegah obesitas (Nerurkar et al., 2005; Umesh et al, 2005).
Pada tahun 1997, Bourinbaiar dan Huang menemukan pare
memiliki aktivitas anti-HIV. Singh dkk. (2006) menemukan adanya
aktivitas larvasida nyamuk oleh tanaman pare ini. Penelitian
sebelumnya tentang manfaat pare menemukan bahwa pare memiliki
aktivitas anthelmintik yang lebih efektif membunuh cacing Ascaridia
galli daripada Piperazine (Lal et al., 1976). Bubuk buah Momordica
charantia Linn. lebih efektif menyembuhkan ulkus jika dibandingkan
dengan povidone iodine pada model hewan coba (Vikas et al., 2004).
Aktivitas antimutagenik dengan menekan kerja methylnitrosamine,
methanesulfonate dan tetracycline sehingga mencegah kerusakan
kromosom (Balboa et al., 1992).
Menurut Kedyantarto (2008) infusa daun pare memiliki efek
anthelmintik dengan LT100 23,314 jam, lebih rendah daripada ekstrak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
biji pare dengan LT100 33,793 jam. Rata-rata waktu kematian pada
infusa daun memiliki perbedaan bermakna dibandingkan dengan infusa
biji pare.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
B. Kerangka Pemikiran
A
Ekstrak Daun Pepaya
(Carica papaya Linn.)
Tanin
B
Ekstrak Daun Pare
(Momordica charantia
Linn.)
Saponin
Saponin
C
Kombinasi
Tanin
Saponin
Saponin
Tanin
Menghambat Enzim
Kolinesterase
Denaturasi Protein
dalam Tubuh Cacing
Penumpukan
asetilkolin dalam
celah post sinaps
Perlakuan pada
Cacing Ascaris suum
Gangguan metabolism
dan Homeostasis Cacing
Variabel Luar Terkendali
Kontraksi otot secara
berulang menyebabkan
kejang secara spastik
Variabel Luar Tak Terkendali
Jenis Cacing
Umur Cacing
Ukuran Cacing
Kepekaan Cacing
Suhu Ruangan
Umur Daun
Kematian Cacing
A
Keterangan
Kematian Cacing :
B
Kematian Cacing
C
Kematian Cacing
Gambar 2.3. Skema
commitKerangka
to user Pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
: menyebabkan, berefek
: variabel tak terkendali mempengaruhi hasil penelitian
: satu kesatuan proses
C. Hipotesis
1. Ekstrak daun papaya, daun pare dan kombinasinya memiliki daya
anthelmintik yang berbeda terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In
Vitro.
2. Ekstrak daun pepaya efektif sebagai anthelmintik.
3. Ekstrak daun pare efektif sebagai anthelmintik.
4. Ekstrak kombinasi daun pare dan daun pepaya lebih efektif daripada
ekstrak daun pepaya ataupun ekstrak daun pare sebagai anthelmintik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan rancangan eksperimental kuasi dengan model pre and post test
controlled group design.
B. Lokasi Penelitan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi dan Mikologi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian/hewan uji berupa cacing Ascaris suum, Goeze
dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Kriteria inklusi : cacing yang masih hidup dan masih bergerak, jantan
ataupun betina, ukuran tubuh cacing yang relatif sama.
2.
Kriteria eksklusi : cacing yang sudah mati atau tidak bergerak.
Sampel diambil dari tempat penyembelihan “Radjakaja” Kotamadya
Surakarta.
D. Teknik Sampling
Sampel penelitian ini diambil menggunakan teknik sampling secara
purposive sampling dengan menyamakan ukuran cacing. Penentuan jumlah
cacing tiap cawan petri menggunakan Rumus Federer :
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
(n-1)(t-1) > 15
Keterangan : n = besar sampel
t = jumlah kelompok perlakuan (Federer, 1955)
Penelitian
ini
menggunakan
17
kelompok
perlakuan
sehingga
perhitungannya :
(n-1)(t-1)
> 15
(n-1)(17-1) > 15
16n -16 > 15
n > 1,95
Besar sampel yang digunakan pada setiap kelompok adalah 3 ekor cacing
untuk menanggulangi akibat intervensi variabel luar tidak terkendali.
Dengan Rumus Federer juga dapat ditentukan besar pengulangan:
(t-1)(r-1) > 15
Keterangan :
t = jumlah kelompok perlakuan
r = ulangan/replikasi (Purawisastra, 2001)
Penelitian ini menggunakan 17 kelompok perlakuan, maka:
(t-1)(r-1)
> 15
16r-16
> 15
r
> 1,95
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Dengan perhitungan tersebut, maka setiap kelompok perlakuan akan
direplikasi sebanyak 2 kali.
E. Rancangan Penelitian
Ascaris suum, Goeze
Perendaman
dalam
ekstrak daun
Pepaya
(Carica
papaya
Linn.)
Perendaman
dalam
ekstrak
daun pare
(Momordic
a charantia
Linn.)
Perendaman
dalam
kombinasi
antara ekstrak
daun pepaya
dan daun pare
Perendaman
dalam larutan
pyrantel
pamoate 5
mg/ml
Inkubasi 37oC
Waktu
kematian
semua cacing
dihitung per 1
jam
Analisis Probit
Uji Regresi Linear
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
commit to user
Perendaman
dalam larutan
NaCl 0,9%
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
F. Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas : Ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya
2. Variabel Terikat : Daya anthelmintik
3. Variabel Perancu
a. Variabel perancu yang dapat dikendalikan
1) Jenis cacing
2) Ukuran cacing
3) Suhu ruangan
b. Variabel perancu yang tidak dapat dikendalikan
1) Umur cacing
2) Variasi kepekaan cacing terhadap larutan uji
3) Umur daun pepaya maupun daun pare
G. Definisi Operasional Variabel
1. Larutan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.)
Ekstrak daun pepaya adalah hasil ekstraksi yang diambil dari
simplisia daun pepaya menggunakan metode maserasi dengan pelarut
metanol 70%. Skala pengukuran variabel ini adalah rasio.
2. Larutan Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia Linn.)
Ekstrak daun pepaya adalah hasil ekstraksi yang diambil dari
simplisia daun pare menggunakan metode maserasi dengan pelarut
metanol 70%. Skala pengukuran variabel ini adalah rasio.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
3. Larutan Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare
Kombinasi ekstrak berasal dari campuran hasil ekstraksi simplisia
daun pepaya dan daun pare. Campuran tersebut yang akan diencerkan
untuk mendapatkan konsentrasi tertentu yang ditentukan melalui penelitian
pendahuluan.
Skala pengukuran variabel ini adalah rasio.
4. Penetapan Konsentrasi
Konsentrasi ekstrak yang didapatkan dari hasil ekstraksi dianggap
100% sehingga untuk mendapatkan variasi konsentrasi tertentu dilakukan
pengenceran menggunakan larutan NaCl 0,9%. Skala variabel adalah skala
rasio dengan alat ukur peneliti.
5. Daya Anthelmintik
Daya Anthelmintik dinyatakan dengan kemampuan membunuh
cacing melalui waktu kematian cacing, yaitu waktu matinya semua cacing
dalam tiap rendaman setelah pemberian perlakuan pada setiap kelompok
perlakuan. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam hingga semua cacing mati
selama waktu maksimal pengamatan. Waktu maksimal pengamatan
diperoleh dari waktu yang diperlukan untuk matinya semua cacing pada
rendaman NaCl 0,9% pada penelitian pendahuluan. Cacing yang dianggap
mati adalah cacing yang tidak bergerak saat digerakkan. Skala variabel
adalah skala rasio dengan alat ukur stopwatch.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
6. Variabel Perancu Terkendali
a. Jenis Cacing
Jenis cacing yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing
gelang yang hidup di usus halus babi (Ascaris suum, Goeze)
b. Ukuran Cacing
Ukuran cacing yang digunakan dalam penelitian ini dikendalikan
dengan memilih cacing yang memiliki panjang 30 cm sampai 35 cm.
c. Suhu Percobaan
Suhu percobaan dikendalikan dengan inkubator menjadi 37oC .
7. Variabel Perancu Tidak Terkendali
a. Umur Cacing
Umur cacing tidak dapat ditentukan karena cacing yang
digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari usus halus babi secara
langsung. Oleh karena tidak bisa diketahui kapan babi tersebut
terinfeksi cacing.
b. Variabel Kepekaan Cacing terhadap Larutan Uji
Variabel kepekaan cacing dipengaruhi oleh banyak faktor
sehingga merupakan variabel luar yang tidak terkendali.
c. Umur Daun Pepaya dan Pare
Ekstrak daun pepaya maupun daun pare berasal dari banyak
pohon dan tidak diketahui kapan daun-daunnya mulai tumbuh. Oleh
karena itu, umur daun pepaya maupun pare tidak dapat diketahui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
secara pasti, selain itu tidak diketahui pula waktu penanaman tanaman
tersebut.
H. Alat dan Bahan Penelitian
1. Bahan :
Bahan yang digunakan alam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Cacing Ascaris suum, Goeze
b. Larutan garam fisiologis (NaCl konsentrasi 0,9%)
c. Larutan Uji Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.) dan Ekstrak
Daun Pare Hijau (Momordica charantia Linn.)
d. Pirantel pamoat 5 mg/ml
2. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
a. Cawan petri dengan diameter 13 cm
b. Batang pengaduk kaca
c. Gelas ukur
d. Pinset anatomis
e. Labu takar
f. Toples untuk menyimpan cacing
g. Inkubator
h. Handscoen
i. Timbangan
j. Stopwatch
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
k. Penggaris 30 cm
l. Alat tulis
m. Larutan NaCl 0,9%
n. Pirantel pamoat
I. Cara Kerja
1. Tahap Persiapan
a. Pembuatan Ekstrak
1) Pengambilan Bahan
Daun pepaya dan daun pare didapatkan langsung dari daerah
Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Dipilih daun yang masih segar,
tidak busuk maupun tidak kering.
2) Pembuatan Simplisia Daun Pepaya dan Daun Pare
Pembuatan simplisia dilakukan di Laboratorium Fitokimia
Universitas Setia Budi. Daun pepaya maupun pare dikeringkan
dalam oven khusus pembuatan simplisia dengan suhu 50oC. Tujuan
pengovenan adalah untuk menghilangkan kadar air dalam daun
tersebut sehingga hanya tersisa + 10% sehingga mudah dihancurkan
menjadi serbuk halus. Daun pepaya dan pare yang sudah dikeringkan
dihaluskan menggunakan ayakan nomor 40 lalu simplisia ditimbang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
3) Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare
Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmasetika
FMIPA UNS secara teknik maserasi menggunakan pelarut metanol
70%. Prosedur ekstraksi secara maserasi antara lain:
a) Menimbang simplisia yang dibutuhkan menggunakan timbangan
b) Serbuk dimasukkan ke dalam wadah tertentu kemudian dibasari
dengan penyari, dalam teknik ini menggunakan metanol (10
bagian serbuk bahan dicampur 75 bagian penyari
c) Diaduk hingga rata kemudian ditutup dan dibiarkan selama 2 hari
dengan sesekali diaduk
d) Setelah
waktu
perendaman
selesai,
campuran
disaring
menggunakan kain flannel
e) Ampas dicuci dengan cairan penyari hingga diperoleh 100 bagian
ekstrak
f)
Ekstrak cair disimpan dalam wadah dan diberi label.
g) Untuk menghilangkan pelarut, cairan ekstrak daun kemudian
diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga tersisa
ekstrak berbentuk gel.
4) Penentuan Konsentrasi Larutan Uji yang Akan Digunakan
Konsentrasi larutan ekstrak daun pepaya dan daun pare yang
digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan hasil penelitian
pendahuluan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Konsentrasi tertentu didapatkan dari pengenceran ekstrak uji
dengan NaCl 0,9% dalam Uji Pendahuluan yaitu:
a) Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare
Konsentrasi I : 20%b/v, 20 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi II : 30%b/v, 30 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi III : 40%b/v, 40 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
b) Kombinasi Ekstrak daun Pepaya dan Daun Pare
Konsentrasi I
: 20%b/v, 10 gram ekstrak daun pepaya dan 10
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi II : 30%b/v, 15 gram ekstrak daun pepaya dan 15
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi III : 40%b/v, 20 gram ekstrak daun pepaya dan 20
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian tahap akhir
disesuaikan dengan hasil penelitian pendahuluan, antara lain:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
a) Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare
Konsentrasi I : 40%b/v, 20 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi II : 50%b/v, 30 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi III : 60%b/v, 40 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi IV : 70%b/v, 70 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%
Konsentrasi V : 80%b/v, 80 gram ekstrak ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%
b) Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare
Konsentrasi I
: 40%b/v, 20 gram ekstrak daun pepaya dan 20
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi II : 50%b/v, 25 gram ekstrak daun pepaya dan 25
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
Konsentrasi III : 60%b/v, 30 gram ekstrak daun pepaya dan 30
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Konsentrasi IV : 70%b/v, 35 gram ekstrak daun pepaya dan 35
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%
Konsentrasi V : 80%b/v, 40 gram ekstrak daun pepaya dan 40
gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan
100 ml NaCl 0,9%.
5) Konsentrasi Larutan Pirantel pamoat
Larutan Pirantel pamoat yang digunakan pada penelitian ini
sebesar 5 mg/ml. Konsentrasi tersebut didapatkan dari hasil
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa larutan Pirantel
pamoat memiliki dosis terapi sebesar 125 mg yang dilarutkan dalam
25 ml NaCl 0,9% sehingga didapatkan konsentrasi 5 mg/ml.
J. Analisis Data
Data waktu kematian cacing akan dianalisis secara statistik dengan
analisis regresi linear dan dan analisis probit.
Analisis regresi linear adalah analisis yang mendeskripsikan hubungan
sebab-akibat dan besarnya nilai hubungan tersebut. Analisis regresi merupakan
analisis multivariate. Bermakna secara statistik bila nilai p < 0,05 (Dahlan,
2008).
Analisis probit digunakan untuk mengetahui efektivitas daya bunuh
ekstrak daun pepaya, daun pare maupun kombinasi keduanya terhadap cacing
Ascaris suum, Goeze yang dinyatakan dalam lethal time (Matsumura, 1975).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
1. Penelitian Tahap Pendahuluan
Penelitian tahap pendahuluan dilakukan untuk mengetahui batasan
konsentrasi yang digunakan pada penelitian tahap akhir sesuai dengan
metode penelitian yang sudah disebutkan sebelumnya. Konsentrasi yang
digunakan pada penelitian tahap pendahuluan disajikan pada Tabel 4.1.
Hasil penelitian tahap pendahuluan didapatkan data seperti pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.1. Waktu Kematian Cacing pada Kontrol Positif dan Kontrol
Negatif
Ulangan
Lama Kematian Cacing (Menit)
NaCl 0,9%
Pirantel Pamoat 5 mg/ml
I
5400
60
II
5760
60
III
5400
60
Rerata
5520
60
commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Tabel 4.2. Waktu Kematian Cacing dalam Ekstrak Daun Pepaya, Daun
Pare dan Kombinasinya pada Penelitian Tahap Pendahuluan
Perlakuan
Waktu Kematian Cacing (Menit)
Pepaya Konsentrasi 20%
520
Pepaya Konsentrasi 30%
590
Pepaya Konsentrasi 40%
537
Pare Konsentrasi 20%
1053
Pare Konsentrasi 30%
1020
Pare Konsentrasi 40%
605
Kombinasi Konsentrasi 20%
582
Kombinasi Konsentrasi 30%
524
Kombinasi Konsentrasi 40%
567
NaCl 0,9%
5520
Pirantel pamoat
60
Hasil penelitian pendahuluan bahwa pada ekstrak daun pepaya
konsentrasi 20% semua cacing mati paling cepat kemudian diikuti ekstrak
kombinasi konsentrasi 30%. Waktu kematian cacing dalam ekstrak daun
Pare konsentrasi 20% adalah yang paling lama. Tujuan dilakukan
penelitian pendahuluan adalah untuk mengetahui variasi konsentrasi pada
penelitian tahap akhir. Tujuan digunakan NaCl 0,9%
sebagai kontrol
negatif adalah untuk mengetahui waktu hidup cacing di luar tubuh hospes,
sehingga waktu pengamatan dibatasi sesuai waktu hidup cacing tersebut.
Pirantel pamoat digunakan sebagai pembanding antara efektivitas ekstrak
daun pepaya, daun pare maupun kombinasinya dengan obat paten. Hasil
penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pada konsentrasi 40%, waktu
userwaktu kontrol positif sehingga
kematian cacing masih commit
jauh to
dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
konsentrasi perlu ditingkatkan untuk mendekati efektivitas kontrol positif
sebagai pembanding.
Penelitian tahap akhir
menggunakan konsentrasi 40% sebagai
batas bawah hingga konsentrasi maksimal yang bisa dilakukan yaitu 80%
dengan pertimbangan bahwa konsentrasi tersebut adalah konsentrasi
maksimal cacing dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, diambil
konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%.
2. Penelitian Tahap Akhir
Penelitian tahap akhir dilakukan dengan 17 kelompok percobaan
yaitu 5 konsentrasi berbeda dari ekstrak daun papaya (Carica papaya,
Linn.), daun pare (Momordica charantia, Linn.) dan kombinasinya
sehingga terdapat 15 kelompok perlakuan, kontrol negatif dengan larutan
NaCl 0,9% dan kontrol positif dengan Pirantel pamoat 5 mg/ml. Hasil
penelitian tahap akhir disajikan dalam data sebagai berikut:
Tabel 4.3. Waktu Kematian Semua Cacing dalam Ekstrak Daun Pepaya
pada Penelitian Tahap Akhir
Ulangan
Waktu Kematian Cacing (Menit)
Ekstrak Daun Pepaya
I
II
III
Rerata
T
40%
50%
60%
70%
80%
135
100
90
108,33
115
90
110
105
90
75
95
86,67
90
62
80
77,33
66
53
60
59,67
commit to user
Pirantel
Pamoat
5 mg/ml
60
90
60
70
NaCl
0,9%
3120
1440
2880
2480
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Tabel 4.4. Waktu Kematian Semua Cacing dalam Ekstrak Daun Pare
pada Penelitian Tahap Akhir
Ulangan
40%
I
II
III
Rerata
150
80
95
108,33
Waktu Kematian Cacing (Menit)
Ekstrak Daun Pare
Pirantel
Pamoat
50% 60% 70% 80% 5 mg/ml
NaCl
0,9%
75
80
112
89
3120
1440
2880
2480
60
65
58
61
66
50
52
56
45
56
55
52
60
90
60
70
Tabel 4.5. Waktu Kematian Semua Cacing dalam Kombinasi Ekstrak
Daun Pepaya dan Daun Pare pada Penelitian Tahap Akhir
Ulangan
40%
I
II
III
Rerata
65
55
45
55
Waktu Kematian Cacing (Menit)
Ekstrak Kombinasi
Pirantel
Pamoat
50%
60% 70% 80%
5 mg/ml
NaCl
0,9%
60
48
40
49,33
3120
1440
2880
2480
45
55
35
45
35
40
30
35
30
40
48
39,33
60
90
60
70
Hasil uji penelitian tahap akhir yang ditampilkan dalam Tabel 4.3
hingga Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak daun pepaya dan
daun pare memiliki daya anthelmintik terbesar karena mampu membunuh
semua cacing pada kelompok perlakuan dengan rerata waktu tersingkat
dibandingkan dengan ekstrak daun pepaya ataupun daun pare saja. Rerata
waktu kematian ekstrak kombinasi dengan konsentrasi lebih tinggi dari
40% memiliki waktu yang lebih cepat daripada rerata waktu kematian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Pirantel pamoat 5 mg/ml. Rerata waktu kematian ekstrak kombinasi
konsentrasi 80% adalah yang paling cepat.
Waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare pada berbagai
konsentrasi lebih kecil daripada waktu kematian cacing dalam ekstrak
daun pepaya. Seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak, waktu kematian
semakin kecil sehingga menunjukkan daya anthelmintiknya semakin
besar.
Semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin meningkat pula daya
anthelmintik dibuktikan dengan waktu kematian yang semakin singkat.
Namun, apabila diperhatikan perbedaan waktu kematian cacing dalam
ekstrak kombinasi di berbagai konsentrasi tidak signifikan seperti
ditunjukkan dalam diagram berikut ini :
120
100
40%
80
50%
60%
60
70%
40
80%
20
Pirantel
0
pepaya
pare
kombinasi
Gambar 4.1. Diagram Rerata Waktu Kematian berdasarkan Larutan Uji
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
B. Analisis Data
Hasil penelitian pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 dianalisis
dengan regresi linear yang didahului uji normalitas, uji linearitas dan uji
korelasi Pearson dinyatakan sebagai berikut :
1. Uji Normalitas Data
Nilai normalitas data ditentukan dari nilai probabilitas (p) yang
didapatkan dari pengujian Kolmogorov-Smirnov. Data dinyatakan dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 4.6. Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas dengan Uji KolmogorovSmirnov
Perlakuan
Ekstrak Daun Pepaya
Ekstrak Daun Pare
Kombinasi Ekstrak
Nilai Probabilitas (p)
.858
.861
.830
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Tabel 4.6) dari semua kelompok
perlakuan menunjukkan p > 0,05 sehingga data hasil penelitian ini
terdistribusi
normal.
Hasil
Kolmogorov-Smirnov
dapat
dilihat
selengkapnya pada Lampiran 1.
2. Uji Linearitas
Uji Linearitas merupakan uji prasyarat sebelum dilakukan analisis
korelasi. Bila hasil uji linearitas (Tabel 4.7) menunjukkan nilai
probabilitas (p) < 0,05, artinya terdapat korelasi yang linear antara waktu
kematian dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
ekstrak kombinasi. Hasil uji linearitas selengkapnya dapat dilihat di
Lampiran 1.
Tabel 4.7. Hasil Uji Linearitas
Perlakuan
Ekstrak Daun Pepaya
Ekstrak Daun Pare
Kombinasi Ekstrak
Nilai Signifikansi (p)
.000
.000
.000
Hasil uji linearitas pada Tabel 4.7 didapatkan nilai signifikansi
adalah 0,000 berarti p < 0,05, maka H0 ditolak maka hubungannya linear.
2. Uji Korelasi Pearson
Uji Korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
korelasi antara waktu kematian dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya,
daun pare, dan ekstrak kombinasi. Hasil uji korelasi Pearson dinyatakan
sebagai berikut :
Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi Pearson
Perlakuan
Pepaya
Pare
Kombinasi
N
15
15
15
Koefisien
Korelasi (r)
-.829
-.828
-.825
Nilai Signifikansi
(p)
.000
.000
.000
Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 4.8 didapatkan koefisien
korelasi pada masing-masing perlakuan dan didapatkan nilai signifikansi
(p) < 0,05 artinya data tersebut bermakna secara statistik.
2. Uji Regresi Linear
Uji regresi linear dilakukan untuk mendeskripsikan hubungan
sebab akibat, dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan daya
commit
user ekstrak daun pare dan ekstrak
anthelmintik antara ekstrak
daun topepaya,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
kombinasi. Regresi linear juga digunakan untuk mengetahui besarnya
hubungan tersebut yang dinyatakan dengan perbedaan yang bermakna atau
tidak bermakna. Hasil uji regresi linear adalah sebagai berikut :
a. Uji Regresi Linear dari Pepaya
Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Linear Kadar Ekstrak Daun Pepaya
Model
1
Unstandardized Coefficients
B
1998.319
-30.231
(Constant)
Kadar
Standardized
Coefficients
Std. Error
287.056
5.101
t
Sig.
Beta
-.829
6.961
-5.926
.000
.000
Hasil uji regresi linear dari ekstrak daun pepaya terhadap waktu
kematian cacing, didapatkan persamaan regresi :
y = 1998,319 – 30,231x
Nilai signifikansi 0.000 berarti kurang dari 0,05 maka persamaan tersebut
bermakna. Grafik hasil uji regresi linear untuk ekstrak pepaya adalah
sebagai berikut ;
Pepaya
4000
3000
2000
y = 1998,319 – 30,231x
1000
0
Observed
-1000
Linear
-20
Kadar
0
20
40
60
80
100
commit to user
Gambar 4.2. Grafik Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pepaya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
b. Uji Regresi Linear Pare
Tabel 4.10. Hasil Uji Regresi linear Kadar Ekstrak Daun Pare
Model
1
(Constant)
Kadar
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
1996.889 287.588
-30.203
5.111
Standardized
Coefficients
T
Sig.
Beta
-.828
6.944
-5.910
.000
.000
Hasil uji regresi linear dari ekstrak daun pare didapatkan
persamaan regresi antara kadar ekstrak daun pare dengan waktu kematian
cacing yaitu :
y = 1996,889 – 30,203x
Nilai signifikansi 0,000 berarti < 0,05 maka persamaan tersebut bermakna
secara statistik. Grafik uji regresi linear dinyatakan sebagai berikut :
Pare
4000
3000
2000
y = 1996,889 – 30,203x
1000
0
Observed
-1000
Linear
-20
0
20
40
60
80
100
Kadar
Gambar 4.3 Grafik Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pare
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
c. Uji Regresi Linear Kombinasi
Tabel 4.11. Hasil Uji Regresi linear Kadar Kombinasi Ekstrak
Model
1
(Constant)
Kadar
Unstandardized
Coefficients
Std.
B
Error
1978.361 294.981
-30.555
5.242
Standardized
Coefficients
T
Sig.
Beta
6.707
-.825 -5.829
.000
.000
Hasil uji regresi linear antara kadar kombinasi ekstrak daun pepaya
dan daun pare didapatkan persamaan regresi :
y = 1978,361 – 30,555x
Nilai signifikansi 0,000 berarti < 0,05 maka persamaan tersebut bermakna.
Grafik uji regresi linear dari ekstrak kombinasi ini dinyatakan sebagai
berikut :
Kombinasi
4000
3000
2000
y = 1978,361 – 30,555x
1000
0
Observed
-1000
Linear
-20
0
20
40
60
80
100
Kadar
Gambar 4.4. Grafik Uji Regresi Linear Kombinasi Ekstrak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
Uji regresi linear masing-masing ekstrak sudah dipaparkan
sebelumnya. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh kadar ekstrak daun
pepaya terhadap waktu kematian, kadar ekstrak daun pare terhadap waktu
kematian dan pengaruh kadar ekstrak kombinasi keduanya terhadap waktu
kematian dinyatakan dengan hasil uji multivariate pada Tabel 4.12 berikut
ini :
Tabel 4.12. Hasil Uji Multivariate
Source
Corrected
Model
Intercept
KADAR
Error
Dependent Variable
Pepaya
Corrected
Total
Df
Mean Square
F
Sig.
14308056.444(a)
5
2861611.289
20.750
.000
Pare
14308044.944(a)
5
2861608.989
20.768
.000
Kombinasi
14827060.944(b)
5
2965412.189
21.540
.000
Pepaya
4265146.889
1
4265146.889
30.927
.000
Pare
4264173.389
1
4264173.389
30.947
.000
Kombinasi
3654906.722
1
3654906.722
26.549
.000
Pepaya
14308056.444
5
2861611.289
20.750
.000
Pare
14308044.944
5
2861608.989
20.768
.000
Kombinasi
21.540
.000
14827060.944
5
2965412.189
Pepaya
1654900.667
12
137908.389
Pare
1653490.667
12
137790.889
137667.944
Kombinasi
Total
Type III Sum of
Squares
1652015.333
12
Pepaya
20228104.000
18
Pare
20225709.000
18
Kombinasi
20133983.000
18
Pepaya
15962957.111
17
Pare
15961535.611
17
Kombinasi
16479076.278
17
a R Squared = .896 (Adjusted R Squared = .853)
b R Squared = .900 (Adjusted R Squared = .858)
Hasil uji multivariate tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh
kadar ekstrak daun pepaya terhadap waktu kematian, pengaruh kadar
ekstrak daun pare terhadap waktu kematian dan pengaruh kadar ekstrak
kombinasi daun pepaya dan daun pare berbeda. Nilai signifikansi 0,000
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
berarti kurang dari 0,05 maka perbedaan tersebut bermakna. Grafik uji
multivariat disajikan sebagai berikut :
3000
2000
1000
Mean
Pepaya
Pare
0
Kombinasi
.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Kadar
Gambar 4.5. Grafik Uji Multivariate
Grafik di bawah ini adalah grafik hasil uji multivariate antara
ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya sehingga dapat terlihat
perbedaan efektivitas antara ketiga ekstrak terhadap waktu kematian
cacing berdasarkan kadarnya.
120
Mean
100
80
Pepaya
60
Pare
40
Kombinasi
20
0
40%
50%
60%
commit
to user70%
80%
Kadar Ekstrak
Gambar 4.6 Grafik Analisis Perbedaan Daya Anthelmintik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
3. Lethal Concentration 50 (LC50)
Lethal concentration 50 adalah konsentrasi suatu zat uji yang mampu
membunuh 50% populasi sampel dalam waktu tertentu. LC50 dihitung
menggunakan analisis probit. Tujuan menghitung LC50 adalah mengetahui
efektivitas dosis ekstrak. Batas waktu pengamatan untuk ekstrak daun pepaya
adalah 90 menit. Batas waktu pengamatan untuk ekstrak daun pare adalah 150
menit. Batas waktu pengamatan untuk kombinasi ekstrak daun pepaya dan
daun pare adalah 75 menit. Hasil analisis probit terhadap data waktu kematian
cacing oleh ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya dinyatakan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.13. Lethal Concentration 50 (LT50) Ekstrak Daun Pepaya
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
LCx (%)
Batas Atas
43,033
47,974
51,885
55,479
59,063
62,878
67,233
72,715
81,064
30,080
37,000
42,633
47,656
52,218
56,401
60,424
64,755
70,535
Batas Bawah
49,458
53,872
57,732
61,849
66,801
73,195
81,816
94,272
115,957
Tabel tersebut menerangkan hasil analisis probit mengenai LC50 ekstrak
daun pepaya adalah mendekati 60% sehingga perhitungan Lethal Time 50
(LT50) dicari dari data waktu kematian konsentrasi 60%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Tabel 4.14. Lethal Concentration 50 (LC50) Ekstrak Daun Pare
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
LCx (%)
Batas Atas
24,467
29,589
33,935
38,150
42,563
47,486
53,385
61,226
74,041
1,326
3,171
5,924
10,050
16,307
25,807
38,807
50,686
60,562
Batas Bawah
35.632
39.956
43.562
47.154
51.291
57.198
69.852
108.925
244.479
LC50 ekstrak daun pare adalah 40% b/v sehingga perhitungan LT50
digunakan data waktu kematian cacing oleh ekstrak daun pare pada konsentrasi
40% b/v.
Tabel 4.15. Lethal Concentration 50 (LC50) Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya
dan Daun Pare
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
LCx (%)
Batas Atas
23,330
28,072
32,078
35,951
39,993
44,489
49,861
56,977
68,557
,812
2,042
3,958
6,939
11,645
19,233
31,244
45,513
56,667
Batas Bawah
34,591
38,610
41,924
45,166
48,767
53,504
62,208
89,888
202,666
LC50 kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare adalah 40% b/v
sehingga perhitungan LT50 digunakan data waktu kematian cacing oleh ekstrak
kombinasi pada konsentrasi 40% b/v.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
4. Lethal Time 50 (LT50)
Lethal Time 50 adalah waktu yang diperlukan untuk menimbulkan
kematian sebanyak 50% sampel pada konsentrasi tertentu. LT50 digunakan
untuk membandingkan antara efektivitas ekstrak daun pepaya, ekstrak daun
pare dan kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare dengan efektivitas
Pirantel pamoat sebagai obat pembanding. Hasil analisis LT50 dinyatakan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.16. Lethal Time 50 Ekstrak Daun Pepaya Konsentrasi 60% b/v
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
LTx (menit)
Batas Atas
43,179
48,860
53,415
57,642
61,895
66,461
71,720
78,406
88,722
27,578
35,147
41,507
47,332
52,773
57,884
62,862
68,224
75,356
Batas Bawah
51,140
56,368
60,988
65,940
71,927
79,754
90,547
106,601
135,577
Tabel 4.17. Lethal Time 50 Ekstrak Daun Pare Konsentrasi 40% b/v
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
LTx (menit)
Batas Atas
30,743
39,489
47,302
55,191
63,751
73,639
85,921
102,921
132,201
commit to user
16,992
25,071
32,960
41,285
50,350
60,360
71,647
85,338
105,771
Batas Bawah
41,141
50,068
58084
66,510
76,397
89,274
107,872
138,127
200,113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Tabel 4.18. Lethal Time 50 Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare
Konsentrasi 40% b/v
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
LTx (menit)
4,346
6,657
9,054
11,775
15,053
19,244
25,027
34,039
52,143
Batas Atas
Batas Bawah
,005
,031
,119
,367
1,041
2,869
7,818
18,797
33,530
10,974
14,194
17,204
20,451
24,377
29,908
40,400
77,235
359,019
LT50 dari ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan kombinasi
keduanya dibandingkan dengan LT50 Pirantel pamoat untuk perbandingan
efektivitas. Tabel berikut ini merupakan tabel Lethal Time 50 dari Pirantel
pamoat :
Tabel 4.19. Lethal Time 50 Pirantel pamoat
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Prosentase
Mortalitas (%)
10
20
30
40
50
60
70
80
90
LTx (menit)
6,838
9,885
12,893
16,180
20,005
24,734
31,038
40,484
58,522
Batas Atas
,054
,254
,773
1,966
4,561
9,808
18,217
27,356
37,874
Batas Bawah
13,749
17,311
20,668
24,444
29,499
38,408
62,208
150,338
648,812
LT50 Pirantel pamoat adalah 20,005 menit. Perbandingan antara LT50
Pirantel dan LT50 kombinasi ekstrak didapatkan bahwa LT50 kombinasi ekstrak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
daun pepaya dan pare lebih kecil yaitu 15,053 sehingga lebih efektif daripada
Pirantel pamoat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
PEMBAHASAN
Daya anthelmintik dinyatakan dengan waktu kematian semua cacing
dalam setiap kelompok perlakuan. Semakin singkat waktu kematian suatu
kelompok perlakuan menunjukkan daya anthelmintik larutan uji yang digunakan
pada kelompok tersebut semakin kuat.
Hasil penelitian pendahuluan menjadi acuan penelitian tahap akhir.
Penggunaan NaCl 0,9% dimaksudkan untuk mengetahui waktu hidup cacing
sebagai batasan waktu pengamatan selama penelitian. Larutan NaCl 0,9% bersifat
isotonis sehingga tidak merusak membran sel tubuh cacing. Data hasil penelitian
pendahuluan menyatakan bahwa waktu kematian cacing dalam ekstrak daun
pepaya dan waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare adalah paling singkat
pada konsentrasi 20% diikuti waktu kematian pada konsentrasi 40%. Waktu
kematian 30% adalah yang paling lama di antara keduanya dari masing-masing
ekstrak tadi. Waktu kematian cacing dalam kombinasi ekstrak daun pepaya dan
daun pare semakin singkat seiring dengan meningkatnya dosis sehingga berbeda
dengan hasil penelitian dalam ekstrak daun pepaya saja maupun ekstrak daun pare
saja. Oleh karena itu, digunakan konsentrasi di atas 40% untuk menanggulangi
kerancuan sehingga didapatkan hasil yang signifikan sesuai kenaikan konsentrasi
ekstrak. Selain itu waktu kematian dari penelitian pendahuluan masih jauh dari
waktu kematian kelompok kontrol positif. Konsentrasi digunakan mulai 40%
commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
sampai 80% karena apabila konsentrasi ditingkatkan lebih dari 80% tidak
memungkinkan hewan uji untuk hidup sehingga menghindari kemungkinan positif
palsu.
Hasil penelitian tahap akhir didapatkan bahwa rerata waktu kematian
cacing dalam ekstrak daun pepaya konsentrasi 40% sama besar dengan rerata
waktu kematian dalam ekstrak daun pare pada konsentrasi yang sama. Rerata
waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya pada konsentrasi di atas 40%
lebih besar daripada waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare pada
konsentrasi yang sama. Menurut dasar teori sebelumnya yang disebutkan bahwa
daun pepaya memiliki kandungan dua zat aktif yang berbeda yaitu saponin dan
tanin sehingga diperkirakan daya anthelmintiknya akan lebih kuat daripada
ekstrak daun pare. Namun, hasil penelitian menunjukkan sebaliknya.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil penelitian seperti intervensi
variabel luar baik terkendali maupun tidak terkendali. Umur cacing yang tidak
diketahui serta respon cacing yang bervariasi terhadap perlakuan. Faktor
kandungan zat aktif yang bisa berbeda-beda dipengaruhi banyak faktor. Varian
tanaman yang berbeda juga memiliki kandungan zat aktif yang berbeda.
Kandungan zat aktif tanaman dalam satu species bisa berbeda-beda
tergantung iklim, cuaca, dan kandungan zat hara tanah tempat tumbuh tanaman
tersebut. Daun yang digunakan dalam penelitian diambil dari daerah Sukoharjo
sedangkan dalam penelitian Putri (2007) daun pepaya diambil dari daerah
Semarang. Hal tersebut mendukung kemungkinan bahwa kadar zat aktif pada
ekstrak daun pepaya berbeda karena tempat hidup tanaman berbeda. Walaupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
memiliki dua zat aktif, tetapi jumlahnya sedikit maka efektivitasnya pun lebih
rendah. Waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya masih lebih besar
dibandingkan dengan waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare. Selain itu,
kemungkinan kadar zat aktif dalam ekstrak daun pare lebih besar, walaupun
terkandung satu zat aktif agen anthelmintik.
Rerata waktu kematian semua cacing dalam kombinasi ekstrak konsentrasi
40% hingga konsentrasi 80% semakin kecil seiring dengan peningkatan
konsentrasi ekstrak. Rerata waktu kematian cacing dalam ekstrak kombinasi pada
semua konsentrasi perlakuan lebih kecil daripada rerata waktu kematian cacing
dalam ekstrak daun pepaya saja ataupun ekstrak daun pare saja. Daya
anthelmintik kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare lebih kuat
dibandingkan ekstrak daun pepaya ataupun ekstrak daun pare tersendiri
dibuktikan dengan rerata waktu kematiannya yang lebih kecil.
Secara garis besar, kelompok perlakuan yang menggunakan kombinasi
ekstrak daun pare dan daun pepaya memiliki daya anthelmintik paling besar
ditunjukkan dengan waktu kematian terkecil bahkan lebih kecil dibandingkan
rerata waktu kematian pada kelompok kontrol positif. Proses cacing mengalami
kematian pun berjalan cepat. Rerata waktu kematian cacing dalam kombinasi
ekstrak daun pepaya dan ekstrak daun pare pada konsentrasi 40% lebih kecil dari
rerata waktu kematian dalam Pirantel pamoat. Implikasinya kombinasi ekstrak
daun pepaya dan daun pare lebih efektif dari Pirantel pamoat.
Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas diketahui dengan uji
korelasi Pearson didapatkan nilai koefisien korelasi antara konsentrasi ekstrak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
daun pepaya dengan waktu kematian cacing adalah -,829 berarti terdapat korelasi
negatif dengan hubungan yang kuat. Nilai koefisien korelasi antara waktu
kematian cacing dengan konsentrasi ekstrak daun pare adalah -,828 berarti
terdapat hubungan negatif yang kuat antara keduanya. Nilai koefisien korelasi
antara waktu kematian cacing dengan konsentrasi kombinasi ekstrak daun pepaya
dan daun pare adalah -,825 berarti terapat hubungan negatif yang kuat antara
keduanya. Nilai signifikansi 0,000 berarti p < 0,05 maka simpulannya terdapat
hubungan negatif yang kuat dan signifikan antara waktu kematian cacing dengan
konsentrasi ekstrak perlakuan.
Analisis probit antara konsentrasi ekstrak daun pepaya dengan jumlah
cacing yang mati didapatkan bahwa LC50 sebesar 59,063%, kemudian didapatkan
LT50 sebesar 61,895 menit. LT50 ekstrak daun pepaya masi jauh dari LT50
Pirantel sehingga masih kurang efektif dibandingkan Pirantel pamoat.
Analisis probit antara konsentrasi ekstrak daun pepaya dengan jumlah
cacing mati didapatkan LC50 sebesar 42,563%, kemudian didapatkan nilai LT50
sebesar 63,751 menit. Nilai LT50 ekstrak daun pare juga jauh dari LT50 Pirantel
pamoat sehingga Pirantel pamoat masih lebih efektif daripada ekstrak daun pare.
Analisis probit antara konsentrasi kombinasi ekstrak daun pepaya dan
daun pare memiliki LC50 sebesar 39,993% dan LT50 sebesar 15,053 menit. Nilai
LT50 kombinasi ekstrak daun pepaya dan pare lebih kecil sehingga kombinasi
ekstrak daun pepaya dan daun pare lebih efektif daripada Pirantel pamoat.
Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya efektif
sebagai anthelmintik karena hasil uji regresi linear didapatkan nilai signifikansi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
0,000 berarti p < 0,05. Ekstrak daun pare efektif sebagai anthelmintik dibuktikan
nilai signifikansinya 0,000 berarti p < 0,05 sehingga bermakna secara statistik.
Ekstrak kombinasi daun pepaya dan daun pare efektif sebagai anthelmintik
dengan nilai signifikansi 0,000 berarti p < 0,05. Di antara ketiga perlakuan
tersebut, ekstrak kombinasi daun pepaya dan daun pare adalah yang paling efektif.
Hasil uji regresi linear didapatkan bahwa persamaan regresi ekstrak kombinasi
memiliki nilai konstanta paling kecil dan nilai beta yang kecil maka pada kadar
sama akan memiliki waktu kematian terkecil. Adanya hubungan sinergistik antara
ekstrak daun pepaya dan daun pare sehingga daya anthelmintiknya semakin kuat.
Hasil uji multivariate menunjukkan bahwa terdapat perbedaan daya
anthelmintik antara ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan kombinasi
keduanya yang bermakna secara statistik.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Hidayati (2003),
Septriani (2004), dan Kedyantarto (2008) bahwa infusa daun pepaya dan infusa
daun pare efektif sebagai anthelmintik. Ternyata setelah dilakukan penelitian
menggunakan ekstrak daun dari tanaman yang sama, daya antelmintiknya lebih
efektif. Kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare memiliki efektivitas lebih
baik dari ekstrak daun pepaya atau pare saja. Efektivitas kombinasi ekstrak daun
pare dan daun pare lebih baik daripada Pirantel pamoat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1.
Terdapat perbedaan daya anthelmintik yang bermakna antara ekstrak daun
pepaya (Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.)
dan kombinasi keduanya, dengan nilai p = 0,000.
2.
Ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.): efektif sebagai anthelmintik
dengan nilai p = 0,000.
3.
Ekstrak daun pare (Momordica charantia Linn.): efektif sebagai
anthelmintik dengan nilai p = 0,000.
4.
Kombinasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) dan pare
(Momordica charantia Linn.): paling efektif sebagai anthelmintik dengan
nilai p = 0,000.
B. Saran
1. Penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi kombinasi ekstrak daun
pepaya dan daun pare terhadap cacing spesies lain.
2. Penelitian lebih lanjut menggunakan metode isolasi senyawa aktif dalam
daun yang diuji diperlukan sehingga didapatkan kadar yang tepat untuk
memberikan efek anthelmintik yang optimal.
3. Penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas dari ekstrak daun pepaya,
ekstrak daun pare dan ekstrak kombinasi keduanya
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
4. Penelitian lebih lanjut secara In Vivo sehingga dapat diketahui efektifitas
ekstrak daun papaya, pare maupun kombinasinya pada hospes cacing.
5. Penelitian lebih baik dilakukan terpisah, yaitu perlakuan menggunakan
ekstrak daun pepaya tersendiri, ekstrak daun pare tersendiri maupun
kombinasi ekstrak untuk menghindari kerepotan saat pencatatan waktu
kematian
commit to user
Download