perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBEDAAN DAYA ANTHELMINTIK ANTARA EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya Linn.), DAUN PARE (Momordica charantia Linn.) DAN KOMBINASINYA TERHADAP CACING Ascaris suum, Goeze SECARA IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL RAHMAWATI SWADINI G.0009161 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Nurul Rahmawati Swadini, G.0009161, 2012. Difference of Anthelmintic Capacity among Papaya Leaves Extract (Carica papaya Linn.), Bitter Gourd Leaves Extract (Momordica charantia Linn.), and Its Combination for Ascaris suum, Goeze According to In Vitro Manner. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Ascariasis is infection disease caused by Ascaris lumbricoides Linn. Drugs therapy for ascariasis has various side effect and made unpleasant sensation for the patient such as nausea vomitus, diarrhea,and constipation. Infuse of papaya leaves and infuse of bitter gourd leaves known has anthelmintic activity with saponin and tannin content. Papaya leaves extract and bitter gourd leaves extract was combined in purpose to increase the anthelmintic capacity. Its capacity maybe higher than papaya leaves extract or bitter gourd leaves extract alone. This experiment aimed to find out difference of anthelmintic capacity among papaya leaves extract, bitter gourd leaves extract and its combination for Ascaris suum, Goeze according to In Vitro manner. Method: This experiment is quasi experimental with pre and post test controlled group design. Sample for this experiment is Ascaris suum, Goeze worm. Intervention group divided into five subgroups, one group positive control, and one group negative control. Samples are dipped into each extract for maximum monitoring time. Death time of all worms in one group is record. Data was analyzed with linear regression and probit analysis (α = 0,05). Result: Regression analysis declared that there was causality relationship between death time with concentration of papaya leaves extract, bitter gourd leaves extract, combination of both with significance value p = 0,000 (p < 0,05). Probit analysis explained that LT50 of papaya leaves extract was 61,895 minutes. LT50 of bitter gourd was 63,751 minutes. LT50 combination of papaya leaves extract and bitter gourd extract was 15,053 minutes. LT50 Pyrantel was 20,005 minutes so it’s concluded that combination of papaya leaves and bitter gourd leaves extract has higher efficacy than Pyrantel pamoate. Conclusion: There is difference of anthelmintic capacity among papaya leaves extract, bitter gourd extract and its combination. Papaya leaves extract and bitter gourd leaves extract as anthelmintic. Combination of both extract has higher effectiveness than papaya leaves extract or bitter gourd leaves extract alone and also has higher effectiveness than Pyrantel pamoate. Keyword: Anthelmintic capacity, papaya leaves extract, bitter gourd leaves extract, combination commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Nurul Rahmawati Swadini, G.0009161, 2012. Perbedaan Daya Anthelmintik antara Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.), Daun Pare (Momordica charantia Linn.), dan Kombinasinya terhadap Cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro Latar Belakang: Askariasis adalah penyakit infeksi oleh cacing Ascaris lumbricoides Linn. Terapi medikamentosa untuk askariasis dapat memiliki efek samping yang beragam dan mengganggu, seperti mual muntah, pusing, diare atau konstipasi. Infusa daun pepaya (Carica papaya Linn.) dan infusa daun pare (Momordica charantia Linn.) diketahui memiliki potensi anthelmintik dengan kandungan saponin dan tanin. Ekstrak daun pepaya dan daun pare dikombinasikan untuk mendapatkan daya anthelmintik yang lebih kuat dengan efektivitas lebih besar daripada ekstrak daun pepaya atau daun pare saja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya anthelmintik dari ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro. Metode: Penelitian ini adalah jenis eksperimental kuasi dengan rancangan pre and post test controlled group design. Sampel penelitian berupa cacing Ascaris suum, Goeze. Kelompok dengan perlakuan ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya terbagi atas masing-masing 5 kelompok, satu kelompok kontrol positif dan satu kelompok kontrol negatif. Cacing direndam dalam ekstrak selama waktu pengamatan maksimal. Pengamatan dilakukan tiap jam. Waktu kematian semua cacing dalam satu kelompok perlakuan dicatat. Data dihitung dengan analisis regresi linear dan analisis probit (α = 0,05). Hasil Penelitian: Hasil regresi linear menyatakan bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara waktu kematian dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya yang signifikan dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Hasil analisis probit didapatkan bahwa LT50 ekstrak daun pepaya sebesar 61,895 menit. LT50 ekstrak daun pare sebesar 63,751 menit. LT50 kombinasi keduanya sebesar 15,053 menit. LT50 Pirantel sebesar 20,005 menit. Simpulan: Terdapat perbedaan daya anthelmintik di antara ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya. Ekstrak daun pepaya maupun ekstrak daun pare efektif sebagai anthelmintik. Kombinasi keduanya memiliki efektivitas yang lebih baik daripada ekstrak daun pepaya maupun pare saja dan lebih baik daripada Pirantel pamoat. Kata Kunci: Daya anthelmintik, ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare, kombinasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Daya Anthelmintik antara Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya, Linn.), Daun Pare (Momordica charantia, Linn.) dan Kombinasinya terhadap Cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro” Sripsi ini diajukan sebagi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Berbagai kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi karena bimbingan, bantuan, arahan, dukungan dan do’a dari banyak pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Sri Haryati, Dra., M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi bagi penulis 4. Cr. SitiUtari, Dra., M.Kes sebagai Penguji Utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan atau saran kepada penulis 5. Bambang Sukilarso S., dr., Sp.ParK, M.Si selaku Pembimbing Pendamping yang telah mendampingi, memberikan saran dan bantuan bagi penulis 6. Yulia Sari, S.Si., M.Si. sebagai Penguji Pendamping yang berkenan member nasihat, saran, kritik dan koreksi untuk memperbaiki skripsi penulis 7. Kedua orang tua, drg. Swasto Triwardi Putro dan Sri Suwarni, S.Kep., NERS, kedua orang adik, Ibnu Ari Swasemba dan Hidayat Nur Swasono Adi yang telah memberikan motivasi, do’a, serta harapan sehingga penulis mampu segera menyelesaikan skripsi ini. 8. Segenap Staf Tim Skripsi, Staf Laboratorium Parasitologi dan Mikologi, dan Staf Laboratorium Farmasetika dan Teknologi Farmasi FMIPA Universitas Sebelas Maret atas bantuan, waktu dan tenaga yang telah diberikan. 9. Sahabat karibku Olivia, Asti, Dhida, Imah, Nimas, Atika dan Dian, sahabat asisten parasit, kakak tingkat, rekan satu angkatan, rekan Kastrat de Geneeskunde, SKI, LKMI dan segenap pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Surakarta, November 2012 Nurul Rahmawati Swadini vi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI PRAKATA .............................................................................................................. vi DAFTAR ISI........................................................................................................... vii DAFTAR TABEL...... ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR........ ..................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 2. Perumusan Masalah ................................................................................... 4 3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4 4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5 BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................... 6 1. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6 1. Ascaris lumbricoides, Linn....................................................... 6 1. Taksonomi ............................................................................ 6 2. Morfologi .............................................................................. 6 3. Habitat dan Siklus Hidup..................................................... 8 4. Patogenesis ........................................................................... 9 5. Gejala Klinis ......................................................................... 11 6. Diagnosis .............................................................................. 12 7. Klasifikasi Askariasis .......................................................... 13 8. Penatalaksanaan ................................................................... 13 9. Ascaris suum, Goeze ................................................................. 16 1. Taksonomi ............................................................................ 16 2. Morfologi .............................................................................. 16 3. Siklus Hidup ......................................................................... 17 4. Tanaman Pepaya (Carica papaya, Linn. ................................. 18 commit to user 1. Taksonomi ............................................................................ 18 vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. .Nama Daerah ........................................................................ 18 3. Deskripsi ............................................................................... 19 4. Kandungan Kimia ................................................................ 20 5. .Khasiat dan Penggunaan...................................................... 22 6. Tanaman Pare (Momordica charantia Linn.) ......................... 24 1. Taksonomi ............................................................................ 24 2. Nama Daerah ........................................................................ 24 3. Deskripsi ............................................................................... 24 4. Kandungan Kimia ................................................................ 26 5. Khasiat dan Penggunaan...................................................... 27 6. Kerangka Pemikiran.................................................................. 30 7. Hipotesis .................................................................................... 31 BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 32 1. Jenis Penelitian ................................................................................. 32 2. Lokasi Penelitian .............................................................................. 32 3. Subyek Penelitian ............................................................................. 32 4. Teknik Sampling .............................................................................. 32 5. Rancangan Penelitian ....................................................................... 34 6. Identifikasi Variabel ......................................................................... 35 7. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 35 8. Alat dan Bahan Penelitian................................................................ 38 1. Bahan............................................................................................ 38 2. Alat ............................................................................................... 38 3. Cara Kerja ......................................................................................... 39 4. Analisis Statistik ............................................................................... 43 BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................. 44 1. Data Hasil Penelitian ........................................................................ 44 1. Penelitian Tahap Pendahuluan ................................................. 44 2. Penelitian Tahap Akhir ............................................................. 46 commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Analisis Data ..................................................................................... 49 1. Uji Normalitas ........................................................................... 49 2. Uji Linearitas ............................................................................. 49 3. Uji Korelasi Pearson ................................................................. 50 4. Uji Regresi Linear ..................................................................... 50 4. 1. Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pepaya ........................ 51 2. Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pare ............................. 52 3. Uji Regresi Linear Kombinasi .......................................... 53 Lethal Concentration 50 (LC50) ............................................... 56 5. Lethal Time 50 (LT50) ............................................................... 58 BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 61 BAB VI PENUTUP................................................................................................ 66 1. Simpulan ..................................................................................................... 66 2. Saran ........................................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 68 LAMPIRAN commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Askariasis adalah infeksi cacing yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides Linn. Askariasis termasuk infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah atau soil-transmitted helminthes. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang cukup serius, terutama di negara berkembang seperti halnya Indonesia (Acevedo dan Caraballo, 2011). Infeksi cacing berkaitan dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang kumuh, hygiene yang kurang baik, kondisi sosial ekonomi, demografi dan gaya hidup masyarakat yang didukung oleh kelembaban yang tinggi di Indonesia (Mahmoud, 2000; Norhayati et al., 2003). Cacing Ascaris lumbricoides Linn. yang menginfeksi manusia memiliki kemiripan morfologi, sifat biokimiawi dan sifat fisiologis dengan cacing Ascaris suum, Goeze yang menginfeksi babi atau sapi sehingga Ascaris suum, Goeze sering digunakan sebagai model pengganti Ascaris lumbricoides Linn dalam penelitian (Loreille dan Bouchet, 2003; Arizono et al., 2010). Bahkan sering terjadi infeksi silang antara manusia dan babi sehingga ditemukan kasus askariasis oleh Ascaris suum pada manusia (Crompton, 2001; Arizono et al., 2010). Selain itu, diketahui pula bahwa commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 cacing Ascaris suum memiliki reaksi yang sama terhadap Piperazin Sitrat berupa paralisis otot (Irawan, 1996). Penyakit kecacingan sering ditemukan pada anak usia sekolah sehingga mempunyai pengaruh terhadap kecerdasan sedangkan pada orang dewasa menyebabkan penurunan produktivitas karena gejala kecacingan berupa rasa tidak nyaman, nyeri perut, lemas, disertai gejala penyakit berat lainnya dapat mempengaruhi aktivitas manusia (Pasaribu, 1993; Gandahusada, 2000). Prevalensi askariasis di Indonesia pada anak sangat tinggi berkisar antara 60% - 90% (Margono, 2003). Hasil survei yang dilakukan pada 40 Sekolah Dasar (SD) di 10 provinsi menunjukkan prevalensi kecacingan antara 2,2% - 90,3%. Prevalensi askariasis di DKI Jakarta adalah 4-91%, Jawa Barat 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jawa Timur 16-74%, Sumatera Utara 75%, Sumatera Barat 2-71%, Sumatera Selatan 5178%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sulawesi Utara 30-72% (Depkes, 2004; Rampegan, 2007). Sedangkan di dunia prevalensinya sekitar 25% (David, 2005). Sebagian besar infeksi cacing ini tersebar luas dan sering mengalami reinfeksi pada 2 bulan pasca terapi, dalam jangka waktu 4 bulan hampir separuh dari populasi yang terinfeksi mengalami reinfeksi (Norhayati et al.,2003). Pengobatan askariasis secara kimiawi memiliki efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala dan insomnia (Katzung, 2004). Selain itu, alternatif obat vermifuga masih sedikit sehingga perlu dicari alternatif vermifuga yang lain. Beberapa penelitian tentang tanaman obat tradisional commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 akhir-akhir ini banyak dilakukan seperti tanaman papaya (Carica papaya Linn.) dengan menggunakan infusa daun dan infusa akar tanaman tersebut sebagai anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli Schrank dan Fasciola gigantica (Hidayati, 2003; Septriani, 2004; Putri, 2007). Menurut Kedyantarto (2008) infusa daun pare (Momordica charantia) juga memiliki daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli secara In Vitro. Ekstrak adalah sediaan yang dibuat dengan menyari simplisia nabati maupun hewani menurut cara yang sesuai seperti maserasi, sokletasi, perkolasi. Pembuatan sediaan ekstrak ini dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terkandung dalam simplisia terdapat pada kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk ditentukan dosisnya (Anief, 1996). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian Hidayati (2003), Septriani (2004), Putri (2007), dan Kedyantarto (2008) dengan menggunakan tanaman yang sama, tetapi dalam bentuk ekstrak. Harapan ke depannya penelitian ini akan menjadi dasar penelitian selanjutnya untuk mengindentifikasi bahan aktif anthelmintik yang terdapat dalam ekstrak daun pare sehingga diperoleh konsentrasi yang lebih rendah, tetapi memiliki daya anthelmintik yang tinggi. Daya anthelmintik dinilai dengan menghitung waktu kematian semua cacing Ascaris suum, Goeze. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah pada penelitian ini antara lain : 1. Adakah perbedaan daya anthelmintik antara ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) dan kombinasi keduanya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro? 2. Bagaimana pengaruh ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro? 3. Bagaimana pengaruh ekstrak daun pare (Momordica charantia Linn.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro? 4. Bagaimana pengaruh kombinasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) dan daun pare (Momordica charantia Linn.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis perbedaan daya anthelmintik antara ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) dan kombinasinya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro. 2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro. 3. Mengetahui pengaruh ekstrak daun pare (Momordica charantia Linn.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 4. Mengetahui pengaruh kombinasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) dan daun pare (Momordica charantia Linn.) terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro. D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan daya anthelmintik dan konsentrasi efektif ekstrak daun tanaman pepaya (Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) serta kombinasinya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze. 2. Aspek Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi dunia farmasi untuk menggunakan ekstrak daun tanaman pepaya (Carica papaya Linn.) dan/atau daun pare (Momordica charantia Linn.) serta kombinasi keduanya sebagai terapi substitusi askariasis dari herbal commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ascaris lumbricoides, Linn. a. Taksonomi Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Subkelas : Scernentea (Phasmidia) Bangsa : Ascaridia Superfamili : Ascaridiodea Famili : Ascarididae Marga : Ascaris Jenis : Ascaris lumbricoides Linn. (Utari, 2002; Loreille dan Bouchet, 2003) b. Morfologi Cacing Ascaris lumbricoides Linn. memiliki bentuk gilik mirip cacing tanah (Lumbricus terestris). Cacing jantan memiliki panjang tubuh 12-30 cm dan lebarnya 2-4 mm. Cacing betina memiliki panjang tubuh 22-35 cm dan lebar tubuh 3-6 mm (Rasmaliah, 2001). Pada commit to user 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 potongan melintang, cacing ini memiliki kutikula tebal dengan hipodermis yang menonjol ke dalam rongga badan sebagai korda lateral. Tubuh cacing ini tertutupi oleh kutikula yang rata dan bergaris halus. Cacing Ascaris lumbrocoides Linn. memiliki warna putih kemerahan dengan ujung tubuh anterior dan posteriornya membulat. Bagian anterior merupakan mulut, terdiri atas 3 buah bibir yaitu satu bagian dorsal, dua lainnya berada di subventral. Bagian posterior tubuhnya terdapat anus (Utari, 2002). Cacing jantan memiliki dua buah spekulum yang dapat menjulur keluar melalui kloaka disertai dengan untaian rambut kecil yang disebut spikula di ujung posteriornya (Rasmaliah, 2001). Alat reproduksi cacing betina berupa vulva atau cincin kopulasi yang terletak di sepertiga anterior tubuhnya dan di tengah (Zaman, 1991). Gambar 2.1. Cacing Ascaris lumbricoides dewasa (CDC, 2006) Cacing betina mampu memproduksi telur hingga 100.000200.000 butir per hari. Telur cacing Ascaris lumbricodes Linn. yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 sudah dibuahi berukuran 60 x 45 mikron (Padmasutra, 2007). Telur yang tidak dibuahi berukuran 88-94 x 39-44 mikron. Kulit telur terselubungi oleh lapisan albuminoid yang tidak teratur (Gandahusada et al, 2000). Telur tersusun atas selubung hialin yang tidak berwarna, membran vitellina tipis dan embrio di bagian dalam telur yang berupa protoplasma amorf dan berbutir. Bagian polar telur cacing terdapat ruang kosong berbentuk bulan sabit atau crescent (Utari, 2002). c. Habitat dan Siklus Hidup Telur cacing keluar dari tubuh manusia melalui tinja penderita saat defekasi. Telur cacing dibagi menjadi dua macam yaitu telur yang tidak dibuahi (infertil) dan telur yang dibuahi (fertil). Telur fertil yang jatuh pada lingkungan yang suportif berkembang menjadi telur infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu (Utari, 2002). Gambar 2.2. Siklus Hidup Cacing Ascaris lumbricoies Linn. (CDC, 2006) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 Manusia atau hewan yang menelan telur infektif, melalui makanan atau minuman yang tercemar, akan terinfeksi (Widoyono, 2008). Telur cacing infektif yang tertelan manusia menetas di usus halus dan menjadi larva rhabditoid yang mampu menembus dinding usus halus dan masuk ke sirkulasi darah sistemik melalui vena kapiler di usus halus kemudian ke vena porta hepatica. Larva tersebut bermigrasi ke jantung lalu masuk ke paru-paru untuk kemudian menetap di paru-paru selama 1 – 7 hari setelah infeksi. Larva rhabditoid ini mengalami maturasi di paru-paru menjadi larva II. Larva II melalui arteri pulmonalis masuk ke alveolus. Larva tersebut menembus pembuluh kapiler kemudian bermigrasi ke bronkus melalui bronkiolus, masuk ke trakea sampai ke epiglottis. Setelah mencapai epiglottis larva itu akan tertelan kembali melalui esofagus hingga mencapai lambung. Larva II kemudian tumbuh menjadi cacing dewasa saat sampai di usus halus (Gandahusada, 2000; Utari, 2002; Padmasutra, 2007). d. Patogenesis Infeksi cacing Ascaris lumbricoides pada tubuh manusia memunculkan gejala klinis yang berbeda dipengaruhi oleh (1) Respon imun penderita, (2) Efek migrasi cacing, (3) Efek mekanik dari cacing dewasa, (4) Defisiensi gizi karena keberadaan cacing dewasa di usus halus (Garcia dan Bruckner, 2001). Beberapa gejala klinis yang muncul pada penderita ditemukan saat cacing mencapai stadium larva dan stadium dewasa. Larva cacing Ascaris lumbricoides yang berasal commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 dari vena porta hepatica di hepar bermigrasi ke paru-paru untuk mengalami maturasi. Invasi larva cacing ke alveolus menyebabkan kerusakan jaringan sehingga timbul reaksi jaringan berupa infiltrasi eosinofil sebanyak 20%, makrofag, dan sel epitel diikuti gejala dyspnea, wheezing atau mengi dan demam antara 39,9-40,0oC (Utari, 2002; Garcia dan Bruckner, 2001; Laskey, 2007) sehingga pada pemeriksaan foto thorax ditemukan infiltrat eosinofil di paru-paru (Pohan, 2006). Apabila cacing bermigrasi dari nasofaring ke tuba Eustachius menyebabkan Otitis Media Akut (OMA), sedangkan larva yang masuk ke ginjal menyebabkan nefristis (Hutz, 2004). Cacing dewasa hidup di usus halus tetapi dapat bermigrasi ke usus besar sehingga apabila cacing ada dalam jumlah besar akan mengakibatkan intususepsi, perforasi, dan obstruksi usus besar serta menyebabkan gangren usus besar pada kasus infeksi berat (Khuroo, 1996; Nikolić et al., 2011). Selain ke usus besar, cacing dewasa juga dapat bermigrasi ke ductus vesica felea atau kandung empedu, ductus pancreaticus, ginjal, apendiks, rongga peritoneal bahkan memasuki rongga pleura. Cacing dewasa bermigrasi karena suhu tubuh meningkat, penggunaan anestesi, atau kondisi abnormal lainnya (Garcia dan Bruckner, 2001). Infestasi cacing yang sangat banyak pada tubuh (hyperinfection) dapat menimbulkan gejala kekurangan gizi karena cacing dewasa dapat menyerap nutrisi berupa 2,8 gram karbohidrat, 0,7 gram protein, asam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 lemak dan gliserol setiap hari (Rasmaliah, 2001; Hutz, 2004). Kekurangan gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan sehingga menurunkan fungsi kognitif anak usia sekolah (Ismid et al., 1996, Hadidjaja et al., 1998). Gejala lainnya berupa asma dan urtikaria akan berlanjut selama cacing dewasa masih dalam usus halus (Garcia dan Bruckner, 2001). e. Gejala Klinis Gejala apendiksitis akut dan perforasi apendik terjadi bila cacing telah masuk ke apendik. Gejala akibat gastroenteritis berupa rasa mual, muntah dan rasa tidak nyaman atau nyeri di perut (Garcia dan Bruckner, 2001). Muncul gejala penyakit serius seperti kolesistisis akut, pankreatitis akut, cholangitis akut, abses hepar ketika larva memasuki kandung empedu, pankreas dan hepar. Larva yang masuk melalui ductus vesica felea menyebabkan sumbatan sehingga timbul kolesistitis akut dan cholangitis akut. Abses hepar terjadi karena larva memasuki hepar melalui vena porta hepatica. Anoreksia juga ditemukan pada penderita askariasis, serta diikuti diare dan konstipasi (Rasmaliah, 2001). Invasi cacing dalam tubuh akan menginduksi produksi IgE dan respon Th2 dalam sistem imun (Jankovic et al., 2006) serta meningkatnya antibodi anti-Ascaris dan serum antibodi alergen spesifik (Santos et al., 2008; Acevedo et al., 2009) sehingga infeksi Ascaris lumbricoides berkaitan dengan kejadian peningkatan produksi IgE, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 antibodi anti-Ascaris dan respon Th2 yang menyebabkan terjadinya atopic wheezing. Proses alergi itu terjadi melalui sensitasi sel mast di paru-paru oleh antibodi anti-Ascaris dan antibodi alergen spesifik yang dilepaskan oleh larva Ascaris lumbricoides Linn. (Alcântara-Neves et al., 2010). Suatu studi meta-analisis menemukan bahwa infeksi Ascaris lumbricoides berhubungan dengan peningkatan risiko asma karena infiltrat eosinofil di jaringan paru-paru tadi menginduksi bronkospasme (Leonardi-Bee et al., 2006). f. Diagnosis Penegakan diagnosis ascariasis melalui pemeriksaan tinja yaitu ditemukannya telur pada feces penderita atau keluarnya cacing dewasa melalui anus, mulut atau hidung (Gandahusada, 2000; Lanskey, 2007). Ultrasonografi (USG) bisa mendeteksi cacing dalam saluran empedu dan pankreas. Endoscopy Retrogad Cholangio- Pancreoaticography (ERCP) atau CT-Scan juga membantu penegakan diagnosis askariasis kandung empedu, askariasis pankreas dan askariasis duodenum. ERCP ini juga mampu mengeluarkan cacing yang terdeteksi tersebut dari kandung empedu (Khuroo, 1996) Pemeriksaan lumbricoides hasil sputum ditemukan migrasinya dari larva paru-paru cacing Ascaris walaupun hasil pemeriksaan ini tidak umum ditemukan (Garcia dan Bruckner, 2001). Pemeriksaan bilas lambung juga bisa ditemukan larva dan infiltrat eosinofil sehingga pemeriksaan bilas lambung bisa dilakukan sebagai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 pedoman penegakan diagnosis selain pemeriksaan sputum, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan radiologi (Proffitt dan Walton, 1962). g. Klasifikasi Askariasis Berdasarkan jumlah telur cacing dalam 1 gram faeces atau Number of Egg Per Gram (NEPG), askariasis digolongkan menjadi 3 golongan yaitu : 1) Askariasis ringan : NEPG < 7.000 2) Askariasis sedang : NEPG 7.000-35.000 3) Askariasis berat : NEPG > 35.000 (Putra et al., 2005) h. Penatalaksanaan Terapi untuk infeksi cacing ada dua macam mekanisme kerja, yaitu vermifuga dan vermisida. Vermisida bekerja dengan cara membunuh cacing sedangkan vermifuga dengan cara memabukkan cacing, mengeluarkan atau menghalau cacing. Terapi pilihan untuk askariasis adalah Pirantel pamoat, Mebendazole, Albendazole. Obat pilihan kedua berupa Levamisole atau Piperazine (Katzung, 2004). Albendazole adalah obat anthelmintik yang merupakan derivat karbamat dari benzimidazol. Obat ini adalah obat cacing spektrum luas terhadap cacing Ascaris lumbricoides, Oxyuris vermicularis, Taenia sp., Ancylostoma duodenale, Strongyloides stercoralis dan Trichiuris trichiura. Dosis tunggal 400 mg Albendazole merupakan terapi yang efektif untuk askariasis ringan hingga berat, namun obat ini merupakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 kontraindikasi bagi ibu hamil (Putra et al., 2005). Efek samping obat ini berupa gangguan lambung dan usus, demam, kerontokan rambut dan exanthema (Tjay dan Rahardja, 2007). Mebendazol merupakan ester-metil dari benzimidazol yang bekerja sebagai vermisid dan larvasid. Mekanisme kerja obat ini melalui perintangan pemasukan karbohidrat dan mempercepat penggunaan glikogen pada cacing. Obat ini diberikan dalam dosis 100 mg untuk 2 kali sehari. Efek sampingnya yang kadang timbul adalah diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara (Sukarban dan Santoso, 1991). Pirantel pamoat adalah derivat pirimidin. Pirantel pamoat adalah obat anthelmintik spektrum luas yang merupakan drug of choice sebagai terapi askariasis, enterobiasis dan strongiloidiasis (Sukarban et al., 1995). Obat ini bekerja melalui mekanisme depolarisasi otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls dengan menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga cacing mati secara spastik karena peningkatan kontraksi otot cacing (Syarif dan Elysabeth, 2007). Dosis tunggal Pirantel pamoat sebanyak 10 mg basa/Kg BB menghasilkan angka kesembuhan 85-100% (Ganiswara, 2007). Efek samping penggunaan Pirantel berupa mual muntah, diare dan sakit kepala (Golsmith et al., 2001). Obat ini merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil dan pasien penyakit hati karena meningkatkan SGOT. Selain itu tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 2 tahun (Katzung, 2004). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 Piperazin merupakan obat anthelmintik yang daya kerjanya cepat dengan dosis terapi sebesar 75 mg/Kg BB. Cara kerja obat ini sama dengan Pirantel pamoat. Piperazin banyak digunakan, tetapi pada tahun 1984 obat ini sudah tidak digunakan lagi di banyak Negara Barat karena efek sampingnya dan neutoksisitasnya (Tjay dan Rahardja, 2007). Efek samping penggunaan Piperazin adalah gejala gastrointestinal, sakit kepala, gejala gangguan sistem saraf pusat berupa ataksia temporer dan kejang yang jarang ditemukan. Akibat overdosis Piperazin adalah inkoordinasi otot atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung. Namun, gejala ini akan hilang bila pengobatan dihentikan (Syarif dan Elysabeth, 2007). Levamisol merupakan isomer dari tetramisol. Obat ini digunakan dalam dosis tunggal 150 mg. Cara kerja Levamisol melalui peningkatan potensial aksi dan menghambat transmisi neuromuskular cacing sehingga cacing mengalami paralisis tonik (Sukarban dan Santoso, 1991). Kelemahannya adalah Levamisol tidak dipasarkan di Indonesia dan punya efek samping berupa nausea, muntah, sakit perut, sakit kepala dan pusing (Goldsmith, 2001; Margono et al., 2004). Pada tahun 1977, kasus resistensi Levamizole, Pirantel, dan Morantel telah ditemukan di Australia (Kaplan, 2004). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 2. Ascaris suum, Goeze a. Taksonomi Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda Subkelas : Scernentea (Phasmidia) Bangsa : Ascaridia Superfamili : Ascaridiodea Famili : Ascarididae Marga : Ascaris Jenis : Ascaris suum Linn. (Loreille dan Bouchet, 2003) b. Morfologi Cacing ini mirip dengan Ascaris lumbricoides Linn. secara morfologis. Namun, ada sedikit perbedaan pada susunan giginya (Miyazaki, 1991). Cacing jantan memiliki panjang 15-25 cm dan diameter 3 mm. Cacing betina memiliki panjang sampai 41 cm dan diameter 5 mm. Tubuh cacing diselimuti lapisan kutikula yang relatif tebal. Sistem pencernaan berupa esophagus sepanjang 6,5 mm. Bagian posterior cacing jantan terdapat spikula sepanjang 2 mm yang digunakan sebagai alat kopulasi sedangkan organ reproduksi cacing betina berupa vulva yang terletak di sepertiga bagian anterior commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 tubuhnya. Telur berbentuk ellipsoid atau bulat panjang dengan lapisan luar berupa lapisan albuminoid tebal, selubung hialin yang transparan dan bagian dalam berisi embrio cacing. Ukuran telur cacing antara 5070 x 40-50 mikron (FKH UNAIR, 2006). c. Siklus Hidup Ascaris suum, Goeze memiliki hospes utama yaitu babi, tetapi bisa juga hidup dalam tubuh sapi, unggas, domba, anjing bahkan ditemukan kasus menginfeksi manusia. Cacing ini terdistribusi luas di seluruh dunia. Siklus hidup cacing Ascaris suum, Goeze sama dengan Ascaris lumbricoides Linn. (Loreille dan Bouchet, 2003). Penelitian ini menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze karena tidak dimungkinkan mendapatkan cacing Ascaris lumbricoides Linn. dalam kondisi hidup dan dalam jumlah yang memadai. Secara garis besar, kedua cacing ini memiliki kemiripan morfologi, sifat biokimiawi dan sifat fisiologis (Arizono et al., 2010). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 3. Tanaman Pepaya (Carica papaya Linn.) a. Taksonomi Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Violales Famili : Caricaceae Genus : Carica Spesies : Carica papaya Linn. (Kartesz, 2005) b. Nama Daerah Pepaya memiliki nama yang berbeda pada setiap daerah yang berbeda. Di Sumatera, pepaya dikenal sebagai kabulo (Enggano), peute (Aceh), pertek (Gayo), pastel (Dairi), betik (Karo), botik (Toba), bala (Nias), sika ilo (Mentawai), betik atau kates (Palembang), batiek atau pancene (Minangkabau), gedang (Lampung). Di Jawa pepaya disebut kates (Jawa Tengah dan Madura) dan gedang (Sunda). Di Sulawesi dikenal dengan nama kapala (Sangir), apaya (Minahasa), papaya (Gorontalo), rianre (Bugis). Sedangkan di pulau Nusa Tenggara pepaya disebut kates (Sasak), kasi (Flores), paja (Solor). Masyarakat di pulau commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 Kalimantan mengenalnya sebagai pisang malaka (Katingan), gadang (Sampit). Pepaya dikenal sebagai banas atau manjan di Tidung dan Tarakan (Santoso, 1998). c. Deskripsi Pepaya (Carica papaya Linn.) adalah tanaman semi perdu yang tumbuh dengan cepat, berbatang tunggal dan tumbuh lurus. Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini mampu hidup sampai 20 tahun, habibatnya di wilayah beriklim tropis. Batang tanaman pepaya terdapat cekungan sisa cabang daun yang sudah mati. Tumbuhan ini memiliki dominasi apikal yang kuat sehingga cabangnya hanya ada sedikit. Daun pepaya memiliki tulang daun menjari, lebar, dan tersusun spiral pada batangnya (Chan dan Theo, 2002). Gambar 2.3. Daun Pepaya (Dokumentasi Peneliti, 2012) Buah pepaya memiliki bentuk yang beragam sesuai dengan bentuk bunganya sehingga bentuk bunga yang menentukan bentuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 buahnya kelak. Bentuk bunga pepaya ditentukan oleh jenis kelamin tanaman pepaya itu sendiri. Ada beberapa bentuk bunga dan buah pepaya yaitu : (1) Bunga Betina (Uniseksusal), buahnya akan berbentuk bulat (Pepaya Mas, Pepaya Hortus Gold, Pepaya Solo) atau lonjong (Pepaya Jinggo, Pepaya Semangka, Pepaya Cibinong), (2) Bunga Sempurna Pentadria (Biseksual), buahnya berbentuk bulat telur sampai lonjong atau piriform (Pepaya Jinggo, Pepaya Hawai dan pepaya hasil bastar), (3) Bunga Sempurna Antara, buahnya berkerut dan tidak berbentuk bulat maupun lonjong, (4) Bunga Jantan, bunganya jarang berkembang menjadi buah bila di tanam di dataran rendah dan berhasil menjadi buah bila ditanam di dataran tinggi (Rukmana, 2003). Bentuk tanaman pepaya pun berbeda bila jenis kelamin tanamannya berbeda. Tanaman betina memiliki bunga betina sehingga buahnya pun berbentuk bulat seperti uraian sebelumnya. Pepaya yang akan dimanfaatkan adalah pepaya tanaman sempurna. Karakteristik buah pepaya dari pohon sempurna (biseksual) berbentuk piriform kulitnya berwarna hijau kekuningan. Apabila dibelah menjadi dua tampak buahnya berwarna orange tua. Rongga dalam buah pepaya berbentuk bintang (Thomas, 2000). Bijinya berwarna hitam dan diselimuti lapisan tipis (Muslihah, 2004). d. Kandungan Kimia Zat aktif terbesar dari tanaman pepaya adalah papain, yang terkandung pada buah dan getahnya. Papain dimanfaatkan dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 industri makanan, kosmetik, obat-obatan, penyamakan kulit dan industri tekstil. Daun pepaya mengandung karpain, karposid, saponin, dekstrosa, dan levulosa sedangkan getah pepaya mengandung papain, kempkapai, lisozim, lipase, glutamine dan siklotransferase. Penelitian lain mendapatkan hasil bahwa daun pepaya juga mengandung tanin, glycophenol, alkaloid, flavornoid, cardiac glycosides, glycosides, antraquinon dan saponin. (Imaga et al., 2009) Buah Carica papaya Linn. mengandung papain, papyotimin, fitokinase (Hargono, 1985). Kandungan tanin dan saponin berperan sebagai agen anthelmintik. Tanin termasuk senyawa golongan alkaloid yang berperan sebagai astrigen. Senyawa ini merupakan senyawa polifenol yang berikatan dengan protein sehingga menyebabkan denaturasi protein (Westendarp, 2006). Efek denaturasi protein tersebut dimanfaatkan sebagai vermifuga melalui kerusakan protein tubuh cacing (Duke, 2009). Tanin diketahui memiliki daya anthelmintik secara In Vitro maupun In Vivo dalam tubuh kambing dan domba (Brunet dan Hoste, 2006; Censi et al., 2007). Alonso dkk. (2008) menemukan bahwa selain vermifuga, tanin juga menghambat migrasi larva cacing pada kambing. Saponin adalah senyawa glikosida yang bersifat basa jika dikocok dalam air. Berasal dari kata sapo yang artinya sabun, diambil dari kata saponaria vaccaria, suatu tanaman yang mengandung saponin digunakan sebagai sabun pencuci (Suparjo, 2008). Saponin terdiri atas dua macam senyawa yaitu steroid dan triterpenoid yang terglikolisasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 secara enzimatik membentuk senyawa glikosida steroid dan glikosida triterpenoid (Rijai, 2006). Saponin bekerja dengan menghambat kerja enzim kolinesterase sehingga menyebabkan kematian cacing secara spastik (Kuntari, 2008). Cacing yang telah mengalami paralisis tadi lebih mudah dikeluarkan dari tubuh melalui peristaltik usus (Tjay dan Rahardjo, 2007). Saponin merupakan senyawa yang bersifat nonpolar sehingga untuk mengambil zat tersebut diperlukan pelarut yang bersifat nonpolar juga agar zat tersebut bisa larut di dalamnya. Begitu juga dengan tanin, tanin memiliki sifat yang sama dengan saponin sehingga membutuhkan pelarut nonpolar pula (Anief, 1996). e. Khasiat dan Penggunaan Buah pepaya dimanfaatkan sebagai buah untuk dikonsumsi. Daun pepaya diketahui memiliki efek anthelmintik, antimalaria, mengatasi keputihan dan nyeri haid (Thomas, 2000). Ekstrak buah pepaya yang belum masak diketahui memiliki aktivitas antisickling atau antianemia sel sabit (Oduola et al., 2006) Daun pepaya dimanfaatkan sebagai penambah nafsu makan (Hargono, 1985). Selain itu, daun pepaya dimanfaatkan sebagai sayuran di Indonesia, Malaysia dan India Timur (Indran et al., 2008). Ekstrak daun pepaya digunakan sebagai obat sakit jantung, analgesik dan mengatasi sakit perut (Giove, 1996) serta diketahui memiliki khasiat antioksidan (Rahmat et al., 2004). Ekstrak daun pepaya dalam etanol commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 juga diketahui memiliki efek gastroprotektif terhadap ulkus peptikum oleh karena stres oksidatif (Indran et al., 2008). Ekstrak daun pepaya diduga berpotensi sebagai terapi penyakit anemia sel sabit atau Sickle Cell Disease (SCD) karena diketahui memiliki kemampuan mencegah agregasi trombosit, hemolisis dan mencegah rupturnya eritrosit karena meningkatkan ketahanan membran plasmanya (Imaga et al., 2009). Enzim papain yang terkandung dalam pepaya juga diklaim mampu menghambat terjadinya nekrosis jaringan pada luka kronis, bengkak dan ulkus sehingga dimanfaatkan sebagai terapi pascabedah (Mezhlumiyan et al., 2003). Menurut penelitian oleh Putri (2007), infusa daun pepaya memiliki LT100 selama 18,866 jam, infusa biji yang yang memiliki LT100 sebesar 17,726 jam, sedangkan infusa akar pepaya memiliki LT100 sebesar 30,961 jam. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 4. Tanaman Pare (Momordica charantia Linn.) a. Taksonomi Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Marga : Momordica Jenis : Momordica charantia Linn. (Rukmana, 1997) b. Nama Daerah Pare memiliki beberapa nama antara lain prien (Gayo), paria (Batak Toba, Sunda, Bugis, Makassar), foria (Nias), peria (Melayu), papare (Jakarta), popari (Manado), paria (Bima), beleng gede (Gorontalo), pania (Timor), pepareh (Madura), kambeh (Minangkabau). Papriane (Seram), papari (Buru), papare (Halmahera), Kepare (Ternate) (Lolytasari, 2008). c. Deskripsi Pare (Momordica charantia Linn.) tumbuh di habibat tropis, di dataran rendah, atau tegalan. Asal dari tumbuhan pare ini tidak diketahui secara pasti, tetapi diketahui bahwa berasal dari tempat yang beriklim tropis. Pare tumbuh di daratan Amazon, Afrika Timur, Asia commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 dan Kepulauan Karibia. Selain itu pare banyak dijumpai di India, Asia Tenggara, seperti di Indonesia dan Cina (Kumar et al., 2010). Tumbuhan ini tumbuh secara merambat serta memiliki sulur spiral panjang membelit benda yang ada di sekitarnya, bercabang dan berbau tidak enak. Tumbuhan ini berdaun tunggal, bertulang daun menjari, memiliki tangkai sepanjang 1,5 – 3,5 cm, letaknya berselingan, bentuknya bulat panjang, panjang daun 3,5-8,5 cm dengan lebar 4 cm, pangkalnya berbentuk jantung, berwarna hijau tua. Gambar 2.4. Daun Pare (Dokumentasi Peneliti, 2012) Batang pare berusuk lima, panjangnya 2 – 5 m. Batang muda ditumbuhi rambut-rambut kecil dan tersusun rapat. Buah nya berbentuk bulat memanjang, ovoid, ellipsoid atau spindle dengan 8-10 rusuk tersusun memanjang, berbintil tidak beraturan, panjang buah sekitar 830 cm, serta memiliki rasa pahit (IPTEK, 2005). Apabila buahnya dibelah akan tampak bagian dalam yang bergaung, berisi biji-biji pare. Biji pare berwarna putih apabila buahnya belum masak sedangkan saat buah pare sudah masak biji pare berubah warna menjadi merah. Buah pare yang belum masak memiliki commit to user tekstur renyah seperti ketimun perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 berwarna hijau dan akan berubah menjadi kuning lembek saat buah telah masak (Kumar et al., 2010). d. Kandungan Kimia Zat aktif yang terkandung dalam pare terutama adalah momordicin I, momordicin II, dan cucurbitacin B (Fatope et al., 1990). Kandungan aktif lainnya adalah glycosides (termasuk momordin, charantin, charantosides, goyaglycosides, momordicosides), terpenoid (termasuk momordicin-28, momordicinin, momordicilin, momordenol, dan momordol (Begum et al., 1997; Okabe et al., 1982; Kimura et al., 2005; Akihisa et al., 2007; Chang et al, 2008). Pare juga mengandung sitotoksin yaitu protein yang berperan dalam inaktivasi ribosom, seperti momorcharin dan momordin (Ortigao et al., 1992). Hasil penapisan fitokimia daun pare ditemukan senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid dan steroid (Aminah et al., 2007). Pada buah pare teridentifikasi albuminoid, karbohidrat dan zat warna sedangkan akar tanaman pare mengandung asam momordial dan asam oleanolat. Biji pare mengandung alkaloid saponin, triterprenoid dan asam momordial (Lolytasari, 2008). Saponin inilah yang berperan sebagai agen anthelmintik. Menurut Kuntari (2008), saponin yang terkandung dalam air rebusan daun Ketepeng (Cassia alata Linn.) mempunyai efek anthelmintik dengan menghambat kerja enzim kolinesterase sehingga cacing akan mengalami paralisis spastik otot yang akhirnya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 menyebabkan kematian cacing. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memanfaatkan saponin dalam daun pare sebagai agen anthelmintik. Efek zat ini dimungkinkan akan mengalami potensiasi karena ekstrak daun pepaya dalam metanol juga mengandung saponin sehingga akan meningkatkan daya anthelmintik jika kedua ekstrak dikombinasikan. Harapannya akan didapatkan konsentrasi yang lebih rendah dengan efektivitas yang lebih baik. e. Khasiat dan Kegunaan Manfaat tumbuhan pare secara medis adalah sebagai anthelmintik secara vermifuga, antibakteri sehingga berpotensi sebagai antibiotik (Sankaranarayanan dan Jolly, 1993). Manfaat lainnya antara lain antidiabetik, antiinflamasi, antimikrobial, antileukemia, antimutagenik, antimycobacterial, antioksidan, antitumor, antiulkus, dan antiviral. Buah pare dimanfaatkan untuk mengatasi nyeri perut, kolik, dan antimuntah. Selain itu juga dimanfaatkan mengatasi gout, rematik, penyakit hepar dan lien yang bersifat subakut dan diduga mampu menghilangkan stres. Pare juga digunakan sebagai astrigen, peningkat libido, immunostimulan. Beberapa efek yang diketahui antara lain hipoglikemi, hipotrigliserid, hipotensi, laksatif, laktatif, dan hipokolesterolemia (Kumar et al., 2010). Aktivitas antidiabetik buah pare disebabkan oleh kandungan polypeptide-p, charantin, vicine dan glycoside mampu menurunkan gula darah hewan uji melalui peningkatan re-uptake glukosa oleh hepar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 dan sel otot, meningkatkan produksi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin dan memacu pembentukan sel β pancreas baru (Khan et al., 2000; Jasspret et al., 2003; Virdi et al., 2003; Shettyl et al., 2005, Shridar et al., 2008). Ekstrak buah pare menurunkan sekresi apolipoprotein B (Apo B) dan menghambat ekspresi apolipoprotein C-III sehingga menurunkan LDL dan meningkatkan ekspresi apolipoprotein A-1 (Apo1) sehingga meningkatkan serum HDL. Melalui mekanisme tersebut buah pare mampu menurunkan kadar lemak total tubuh untuk mencegah obesitas (Nerurkar et al., 2005; Umesh et al, 2005). Pada tahun 1997, Bourinbaiar dan Huang menemukan pare memiliki aktivitas anti-HIV. Singh dkk. (2006) menemukan adanya aktivitas larvasida nyamuk oleh tanaman pare ini. Penelitian sebelumnya tentang manfaat pare menemukan bahwa pare memiliki aktivitas anthelmintik yang lebih efektif membunuh cacing Ascaridia galli daripada Piperazine (Lal et al., 1976). Bubuk buah Momordica charantia Linn. lebih efektif menyembuhkan ulkus jika dibandingkan dengan povidone iodine pada model hewan coba (Vikas et al., 2004). Aktivitas antimutagenik dengan menekan kerja methylnitrosamine, methanesulfonate dan tetracycline sehingga mencegah kerusakan kromosom (Balboa et al., 1992). Menurut Kedyantarto (2008) infusa daun pare memiliki efek anthelmintik dengan LT100 23,314 jam, lebih rendah daripada ekstrak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 biji pare dengan LT100 33,793 jam. Rata-rata waktu kematian pada infusa daun memiliki perbedaan bermakna dibandingkan dengan infusa biji pare. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 B. Kerangka Pemikiran A Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.) Tanin B Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia Linn.) Saponin Saponin C Kombinasi Tanin Saponin Saponin Tanin Menghambat Enzim Kolinesterase Denaturasi Protein dalam Tubuh Cacing Penumpukan asetilkolin dalam celah post sinaps Perlakuan pada Cacing Ascaris suum Gangguan metabolism dan Homeostasis Cacing Variabel Luar Terkendali Kontraksi otot secara berulang menyebabkan kejang secara spastik Variabel Luar Tak Terkendali Jenis Cacing Umur Cacing Ukuran Cacing Kepekaan Cacing Suhu Ruangan Umur Daun Kematian Cacing A Keterangan Kematian Cacing : B Kematian Cacing C Kematian Cacing Gambar 2.3. Skema commitKerangka to user Pemikiran perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 : menyebabkan, berefek : variabel tak terkendali mempengaruhi hasil penelitian : satu kesatuan proses C. Hipotesis 1. Ekstrak daun papaya, daun pare dan kombinasinya memiliki daya anthelmintik yang berbeda terhadap cacing Ascaris suum, Goeze secara In Vitro. 2. Ekstrak daun pepaya efektif sebagai anthelmintik. 3. Ekstrak daun pare efektif sebagai anthelmintik. 4. Ekstrak kombinasi daun pare dan daun pepaya lebih efektif daripada ekstrak daun pepaya ataupun ekstrak daun pare sebagai anthelmintik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan rancangan eksperimental kuasi dengan model pre and post test controlled group design. B. Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi dan Mikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian/hewan uji berupa cacing Ascaris suum, Goeze dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria inklusi : cacing yang masih hidup dan masih bergerak, jantan ataupun betina, ukuran tubuh cacing yang relatif sama. 2. Kriteria eksklusi : cacing yang sudah mati atau tidak bergerak. Sampel diambil dari tempat penyembelihan “Radjakaja” Kotamadya Surakarta. D. Teknik Sampling Sampel penelitian ini diambil menggunakan teknik sampling secara purposive sampling dengan menyamakan ukuran cacing. Penentuan jumlah cacing tiap cawan petri menggunakan Rumus Federer : commit to user 32 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 (n-1)(t-1) > 15 Keterangan : n = besar sampel t = jumlah kelompok perlakuan (Federer, 1955) Penelitian ini menggunakan 17 kelompok perlakuan sehingga perhitungannya : (n-1)(t-1) > 15 (n-1)(17-1) > 15 16n -16 > 15 n > 1,95 Besar sampel yang digunakan pada setiap kelompok adalah 3 ekor cacing untuk menanggulangi akibat intervensi variabel luar tidak terkendali. Dengan Rumus Federer juga dapat ditentukan besar pengulangan: (t-1)(r-1) > 15 Keterangan : t = jumlah kelompok perlakuan r = ulangan/replikasi (Purawisastra, 2001) Penelitian ini menggunakan 17 kelompok perlakuan, maka: (t-1)(r-1) > 15 16r-16 > 15 r > 1,95 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 Dengan perhitungan tersebut, maka setiap kelompok perlakuan akan direplikasi sebanyak 2 kali. E. Rancangan Penelitian Ascaris suum, Goeze Perendaman dalam ekstrak daun Pepaya (Carica papaya Linn.) Perendaman dalam ekstrak daun pare (Momordic a charantia Linn.) Perendaman dalam kombinasi antara ekstrak daun pepaya dan daun pare Perendaman dalam larutan pyrantel pamoate 5 mg/ml Inkubasi 37oC Waktu kematian semua cacing dihitung per 1 jam Analisis Probit Uji Regresi Linear Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian commit to user Perendaman dalam larutan NaCl 0,9% perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 F. Identifikasi Variabel 1. Variabel Bebas : Ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya 2. Variabel Terikat : Daya anthelmintik 3. Variabel Perancu a. Variabel perancu yang dapat dikendalikan 1) Jenis cacing 2) Ukuran cacing 3) Suhu ruangan b. Variabel perancu yang tidak dapat dikendalikan 1) Umur cacing 2) Variasi kepekaan cacing terhadap larutan uji 3) Umur daun pepaya maupun daun pare G. Definisi Operasional Variabel 1. Larutan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.) Ekstrak daun pepaya adalah hasil ekstraksi yang diambil dari simplisia daun pepaya menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol 70%. Skala pengukuran variabel ini adalah rasio. 2. Larutan Ekstrak Daun Pare (Momordica charantia Linn.) Ekstrak daun pepaya adalah hasil ekstraksi yang diambil dari simplisia daun pare menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol 70%. Skala pengukuran variabel ini adalah rasio. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 3. Larutan Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare Kombinasi ekstrak berasal dari campuran hasil ekstraksi simplisia daun pepaya dan daun pare. Campuran tersebut yang akan diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi tertentu yang ditentukan melalui penelitian pendahuluan. Skala pengukuran variabel ini adalah rasio. 4. Penetapan Konsentrasi Konsentrasi ekstrak yang didapatkan dari hasil ekstraksi dianggap 100% sehingga untuk mendapatkan variasi konsentrasi tertentu dilakukan pengenceran menggunakan larutan NaCl 0,9%. Skala variabel adalah skala rasio dengan alat ukur peneliti. 5. Daya Anthelmintik Daya Anthelmintik dinyatakan dengan kemampuan membunuh cacing melalui waktu kematian cacing, yaitu waktu matinya semua cacing dalam tiap rendaman setelah pemberian perlakuan pada setiap kelompok perlakuan. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam hingga semua cacing mati selama waktu maksimal pengamatan. Waktu maksimal pengamatan diperoleh dari waktu yang diperlukan untuk matinya semua cacing pada rendaman NaCl 0,9% pada penelitian pendahuluan. Cacing yang dianggap mati adalah cacing yang tidak bergerak saat digerakkan. Skala variabel adalah skala rasio dengan alat ukur stopwatch. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 6. Variabel Perancu Terkendali a. Jenis Cacing Jenis cacing yang digunakan dalam penelitian ini adalah cacing gelang yang hidup di usus halus babi (Ascaris suum, Goeze) b. Ukuran Cacing Ukuran cacing yang digunakan dalam penelitian ini dikendalikan dengan memilih cacing yang memiliki panjang 30 cm sampai 35 cm. c. Suhu Percobaan Suhu percobaan dikendalikan dengan inkubator menjadi 37oC . 7. Variabel Perancu Tidak Terkendali a. Umur Cacing Umur cacing tidak dapat ditentukan karena cacing yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari usus halus babi secara langsung. Oleh karena tidak bisa diketahui kapan babi tersebut terinfeksi cacing. b. Variabel Kepekaan Cacing terhadap Larutan Uji Variabel kepekaan cacing dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga merupakan variabel luar yang tidak terkendali. c. Umur Daun Pepaya dan Pare Ekstrak daun pepaya maupun daun pare berasal dari banyak pohon dan tidak diketahui kapan daun-daunnya mulai tumbuh. Oleh karena itu, umur daun pepaya maupun pare tidak dapat diketahui commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 secara pasti, selain itu tidak diketahui pula waktu penanaman tanaman tersebut. H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Bahan : Bahan yang digunakan alam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Cacing Ascaris suum, Goeze b. Larutan garam fisiologis (NaCl konsentrasi 0,9%) c. Larutan Uji Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya Linn.) dan Ekstrak Daun Pare Hijau (Momordica charantia Linn.) d. Pirantel pamoat 5 mg/ml 2. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain : a. Cawan petri dengan diameter 13 cm b. Batang pengaduk kaca c. Gelas ukur d. Pinset anatomis e. Labu takar f. Toples untuk menyimpan cacing g. Inkubator h. Handscoen i. Timbangan j. Stopwatch commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 k. Penggaris 30 cm l. Alat tulis m. Larutan NaCl 0,9% n. Pirantel pamoat I. Cara Kerja 1. Tahap Persiapan a. Pembuatan Ekstrak 1) Pengambilan Bahan Daun pepaya dan daun pare didapatkan langsung dari daerah Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Dipilih daun yang masih segar, tidak busuk maupun tidak kering. 2) Pembuatan Simplisia Daun Pepaya dan Daun Pare Pembuatan simplisia dilakukan di Laboratorium Fitokimia Universitas Setia Budi. Daun pepaya maupun pare dikeringkan dalam oven khusus pembuatan simplisia dengan suhu 50oC. Tujuan pengovenan adalah untuk menghilangkan kadar air dalam daun tersebut sehingga hanya tersisa + 10% sehingga mudah dihancurkan menjadi serbuk halus. Daun pepaya dan pare yang sudah dikeringkan dihaluskan menggunakan ayakan nomor 40 lalu simplisia ditimbang. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 3) Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmasetika FMIPA UNS secara teknik maserasi menggunakan pelarut metanol 70%. Prosedur ekstraksi secara maserasi antara lain: a) Menimbang simplisia yang dibutuhkan menggunakan timbangan b) Serbuk dimasukkan ke dalam wadah tertentu kemudian dibasari dengan penyari, dalam teknik ini menggunakan metanol (10 bagian serbuk bahan dicampur 75 bagian penyari c) Diaduk hingga rata kemudian ditutup dan dibiarkan selama 2 hari dengan sesekali diaduk d) Setelah waktu perendaman selesai, campuran disaring menggunakan kain flannel e) Ampas dicuci dengan cairan penyari hingga diperoleh 100 bagian ekstrak f) Ekstrak cair disimpan dalam wadah dan diberi label. g) Untuk menghilangkan pelarut, cairan ekstrak daun kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga tersisa ekstrak berbentuk gel. 4) Penentuan Konsentrasi Larutan Uji yang Akan Digunakan Konsentrasi larutan ekstrak daun pepaya dan daun pare yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan hasil penelitian pendahuluan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 Konsentrasi tertentu didapatkan dari pengenceran ekstrak uji dengan NaCl 0,9% dalam Uji Pendahuluan yaitu: a) Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare Konsentrasi I : 20%b/v, 20 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi II : 30%b/v, 30 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi III : 40%b/v, 40 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. b) Kombinasi Ekstrak daun Pepaya dan Daun Pare Konsentrasi I : 20%b/v, 10 gram ekstrak daun pepaya dan 10 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi II : 30%b/v, 15 gram ekstrak daun pepaya dan 15 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi III : 40%b/v, 20 gram ekstrak daun pepaya dan 20 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian tahap akhir disesuaikan dengan hasil penelitian pendahuluan, antara lain: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 a) Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare Konsentrasi I : 40%b/v, 20 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi II : 50%b/v, 30 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi III : 60%b/v, 40 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi IV : 70%b/v, 70 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9% Konsentrasi V : 80%b/v, 80 gram ekstrak ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9% b) Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare Konsentrasi I : 40%b/v, 20 gram ekstrak daun pepaya dan 20 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi II : 50%b/v, 25 gram ekstrak daun pepaya dan 25 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. Konsentrasi III : 60%b/v, 30 gram ekstrak daun pepaya dan 30 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 Konsentrasi IV : 70%b/v, 35 gram ekstrak daun pepaya dan 35 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9% Konsentrasi V : 80%b/v, 40 gram ekstrak daun pepaya dan 40 gram ekstrak daun pare ditambahkan dengan 100 ml NaCl 0,9%. 5) Konsentrasi Larutan Pirantel pamoat Larutan Pirantel pamoat yang digunakan pada penelitian ini sebesar 5 mg/ml. Konsentrasi tersebut didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa larutan Pirantel pamoat memiliki dosis terapi sebesar 125 mg yang dilarutkan dalam 25 ml NaCl 0,9% sehingga didapatkan konsentrasi 5 mg/ml. J. Analisis Data Data waktu kematian cacing akan dianalisis secara statistik dengan analisis regresi linear dan dan analisis probit. Analisis regresi linear adalah analisis yang mendeskripsikan hubungan sebab-akibat dan besarnya nilai hubungan tersebut. Analisis regresi merupakan analisis multivariate. Bermakna secara statistik bila nilai p < 0,05 (Dahlan, 2008). Analisis probit digunakan untuk mengetahui efektivitas daya bunuh ekstrak daun pepaya, daun pare maupun kombinasi keduanya terhadap cacing Ascaris suum, Goeze yang dinyatakan dalam lethal time (Matsumura, 1975). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Hasil Penelitian 1. Penelitian Tahap Pendahuluan Penelitian tahap pendahuluan dilakukan untuk mengetahui batasan konsentrasi yang digunakan pada penelitian tahap akhir sesuai dengan metode penelitian yang sudah disebutkan sebelumnya. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian tahap pendahuluan disajikan pada Tabel 4.1. Hasil penelitian tahap pendahuluan didapatkan data seperti pada tabel berikut ini : Tabel 4.1. Waktu Kematian Cacing pada Kontrol Positif dan Kontrol Negatif Ulangan Lama Kematian Cacing (Menit) NaCl 0,9% Pirantel Pamoat 5 mg/ml I 5400 60 II 5760 60 III 5400 60 Rerata 5520 60 commit to user 44 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 Tabel 4.2. Waktu Kematian Cacing dalam Ekstrak Daun Pepaya, Daun Pare dan Kombinasinya pada Penelitian Tahap Pendahuluan Perlakuan Waktu Kematian Cacing (Menit) Pepaya Konsentrasi 20% 520 Pepaya Konsentrasi 30% 590 Pepaya Konsentrasi 40% 537 Pare Konsentrasi 20% 1053 Pare Konsentrasi 30% 1020 Pare Konsentrasi 40% 605 Kombinasi Konsentrasi 20% 582 Kombinasi Konsentrasi 30% 524 Kombinasi Konsentrasi 40% 567 NaCl 0,9% 5520 Pirantel pamoat 60 Hasil penelitian pendahuluan bahwa pada ekstrak daun pepaya konsentrasi 20% semua cacing mati paling cepat kemudian diikuti ekstrak kombinasi konsentrasi 30%. Waktu kematian cacing dalam ekstrak daun Pare konsentrasi 20% adalah yang paling lama. Tujuan dilakukan penelitian pendahuluan adalah untuk mengetahui variasi konsentrasi pada penelitian tahap akhir. Tujuan digunakan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif adalah untuk mengetahui waktu hidup cacing di luar tubuh hospes, sehingga waktu pengamatan dibatasi sesuai waktu hidup cacing tersebut. Pirantel pamoat digunakan sebagai pembanding antara efektivitas ekstrak daun pepaya, daun pare maupun kombinasinya dengan obat paten. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pada konsentrasi 40%, waktu userwaktu kontrol positif sehingga kematian cacing masih commit jauh to dari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 konsentrasi perlu ditingkatkan untuk mendekati efektivitas kontrol positif sebagai pembanding. Penelitian tahap akhir menggunakan konsentrasi 40% sebagai batas bawah hingga konsentrasi maksimal yang bisa dilakukan yaitu 80% dengan pertimbangan bahwa konsentrasi tersebut adalah konsentrasi maksimal cacing dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, diambil konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%. 2. Penelitian Tahap Akhir Penelitian tahap akhir dilakukan dengan 17 kelompok percobaan yaitu 5 konsentrasi berbeda dari ekstrak daun papaya (Carica papaya, Linn.), daun pare (Momordica charantia, Linn.) dan kombinasinya sehingga terdapat 15 kelompok perlakuan, kontrol negatif dengan larutan NaCl 0,9% dan kontrol positif dengan Pirantel pamoat 5 mg/ml. Hasil penelitian tahap akhir disajikan dalam data sebagai berikut: Tabel 4.3. Waktu Kematian Semua Cacing dalam Ekstrak Daun Pepaya pada Penelitian Tahap Akhir Ulangan Waktu Kematian Cacing (Menit) Ekstrak Daun Pepaya I II III Rerata T 40% 50% 60% 70% 80% 135 100 90 108,33 115 90 110 105 90 75 95 86,67 90 62 80 77,33 66 53 60 59,67 commit to user Pirantel Pamoat 5 mg/ml 60 90 60 70 NaCl 0,9% 3120 1440 2880 2480 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 Tabel 4.4. Waktu Kematian Semua Cacing dalam Ekstrak Daun Pare pada Penelitian Tahap Akhir Ulangan 40% I II III Rerata 150 80 95 108,33 Waktu Kematian Cacing (Menit) Ekstrak Daun Pare Pirantel Pamoat 50% 60% 70% 80% 5 mg/ml NaCl 0,9% 75 80 112 89 3120 1440 2880 2480 60 65 58 61 66 50 52 56 45 56 55 52 60 90 60 70 Tabel 4.5. Waktu Kematian Semua Cacing dalam Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare pada Penelitian Tahap Akhir Ulangan 40% I II III Rerata 65 55 45 55 Waktu Kematian Cacing (Menit) Ekstrak Kombinasi Pirantel Pamoat 50% 60% 70% 80% 5 mg/ml NaCl 0,9% 60 48 40 49,33 3120 1440 2880 2480 45 55 35 45 35 40 30 35 30 40 48 39,33 60 90 60 70 Hasil uji penelitian tahap akhir yang ditampilkan dalam Tabel 4.3 hingga Tabel 4.5 menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare memiliki daya anthelmintik terbesar karena mampu membunuh semua cacing pada kelompok perlakuan dengan rerata waktu tersingkat dibandingkan dengan ekstrak daun pepaya ataupun daun pare saja. Rerata waktu kematian ekstrak kombinasi dengan konsentrasi lebih tinggi dari 40% memiliki waktu yang lebih cepat daripada rerata waktu kematian commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 Pirantel pamoat 5 mg/ml. Rerata waktu kematian ekstrak kombinasi konsentrasi 80% adalah yang paling cepat. Waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare pada berbagai konsentrasi lebih kecil daripada waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya. Seiring meningkatnya konsentrasi ekstrak, waktu kematian semakin kecil sehingga menunjukkan daya anthelmintiknya semakin besar. Semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin meningkat pula daya anthelmintik dibuktikan dengan waktu kematian yang semakin singkat. Namun, apabila diperhatikan perbedaan waktu kematian cacing dalam ekstrak kombinasi di berbagai konsentrasi tidak signifikan seperti ditunjukkan dalam diagram berikut ini : 120 100 40% 80 50% 60% 60 70% 40 80% 20 Pirantel 0 pepaya pare kombinasi Gambar 4.1. Diagram Rerata Waktu Kematian berdasarkan Larutan Uji commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 B. Analisis Data Hasil penelitian pada Tabel 4.3, Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 dianalisis dengan regresi linear yang didahului uji normalitas, uji linearitas dan uji korelasi Pearson dinyatakan sebagai berikut : 1. Uji Normalitas Data Nilai normalitas data ditentukan dari nilai probabilitas (p) yang didapatkan dari pengujian Kolmogorov-Smirnov. Data dinyatakan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.6. Nilai Probabilitas (p) Uji Normalitas dengan Uji KolmogorovSmirnov Perlakuan Ekstrak Daun Pepaya Ekstrak Daun Pare Kombinasi Ekstrak Nilai Probabilitas (p) .858 .861 .830 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov (Tabel 4.6) dari semua kelompok perlakuan menunjukkan p > 0,05 sehingga data hasil penelitian ini terdistribusi normal. Hasil Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 1. 2. Uji Linearitas Uji Linearitas merupakan uji prasyarat sebelum dilakukan analisis korelasi. Bila hasil uji linearitas (Tabel 4.7) menunjukkan nilai probabilitas (p) < 0,05, artinya terdapat korelasi yang linear antara waktu kematian dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 ekstrak kombinasi. Hasil uji linearitas selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1. Tabel 4.7. Hasil Uji Linearitas Perlakuan Ekstrak Daun Pepaya Ekstrak Daun Pare Kombinasi Ekstrak Nilai Signifikansi (p) .000 .000 .000 Hasil uji linearitas pada Tabel 4.7 didapatkan nilai signifikansi adalah 0,000 berarti p < 0,05, maka H0 ditolak maka hubungannya linear. 2. Uji Korelasi Pearson Uji Korelasi Pearson dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara waktu kematian dengan konsentrasi ekstrak daun pepaya, daun pare, dan ekstrak kombinasi. Hasil uji korelasi Pearson dinyatakan sebagai berikut : Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi Pearson Perlakuan Pepaya Pare Kombinasi N 15 15 15 Koefisien Korelasi (r) -.829 -.828 -.825 Nilai Signifikansi (p) .000 .000 .000 Hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 4.8 didapatkan koefisien korelasi pada masing-masing perlakuan dan didapatkan nilai signifikansi (p) < 0,05 artinya data tersebut bermakna secara statistik. 2. Uji Regresi Linear Uji regresi linear dilakukan untuk mendeskripsikan hubungan sebab akibat, dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan daya commit user ekstrak daun pare dan ekstrak anthelmintik antara ekstrak daun topepaya, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 kombinasi. Regresi linear juga digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan tersebut yang dinyatakan dengan perbedaan yang bermakna atau tidak bermakna. Hasil uji regresi linear adalah sebagai berikut : a. Uji Regresi Linear dari Pepaya Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Linear Kadar Ekstrak Daun Pepaya Model 1 Unstandardized Coefficients B 1998.319 -30.231 (Constant) Kadar Standardized Coefficients Std. Error 287.056 5.101 t Sig. Beta -.829 6.961 -5.926 .000 .000 Hasil uji regresi linear dari ekstrak daun pepaya terhadap waktu kematian cacing, didapatkan persamaan regresi : y = 1998,319 – 30,231x Nilai signifikansi 0.000 berarti kurang dari 0,05 maka persamaan tersebut bermakna. Grafik hasil uji regresi linear untuk ekstrak pepaya adalah sebagai berikut ; Pepaya 4000 3000 2000 y = 1998,319 – 30,231x 1000 0 Observed -1000 Linear -20 Kadar 0 20 40 60 80 100 commit to user Gambar 4.2. Grafik Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pepaya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 b. Uji Regresi Linear Pare Tabel 4.10. Hasil Uji Regresi linear Kadar Ekstrak Daun Pare Model 1 (Constant) Kadar Unstandardized Coefficients Std. B Error 1996.889 287.588 -30.203 5.111 Standardized Coefficients T Sig. Beta -.828 6.944 -5.910 .000 .000 Hasil uji regresi linear dari ekstrak daun pare didapatkan persamaan regresi antara kadar ekstrak daun pare dengan waktu kematian cacing yaitu : y = 1996,889 – 30,203x Nilai signifikansi 0,000 berarti < 0,05 maka persamaan tersebut bermakna secara statistik. Grafik uji regresi linear dinyatakan sebagai berikut : Pare 4000 3000 2000 y = 1996,889 – 30,203x 1000 0 Observed -1000 Linear -20 0 20 40 60 80 100 Kadar Gambar 4.3 Grafik Uji Regresi Linear Ekstrak Daun Pare commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 c. Uji Regresi Linear Kombinasi Tabel 4.11. Hasil Uji Regresi linear Kadar Kombinasi Ekstrak Model 1 (Constant) Kadar Unstandardized Coefficients Std. B Error 1978.361 294.981 -30.555 5.242 Standardized Coefficients T Sig. Beta 6.707 -.825 -5.829 .000 .000 Hasil uji regresi linear antara kadar kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare didapatkan persamaan regresi : y = 1978,361 – 30,555x Nilai signifikansi 0,000 berarti < 0,05 maka persamaan tersebut bermakna. Grafik uji regresi linear dari ekstrak kombinasi ini dinyatakan sebagai berikut : Kombinasi 4000 3000 2000 y = 1978,361 – 30,555x 1000 0 Observed -1000 Linear -20 0 20 40 60 80 100 Kadar Gambar 4.4. Grafik Uji Regresi Linear Kombinasi Ekstrak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 Uji regresi linear masing-masing ekstrak sudah dipaparkan sebelumnya. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh kadar ekstrak daun pepaya terhadap waktu kematian, kadar ekstrak daun pare terhadap waktu kematian dan pengaruh kadar ekstrak kombinasi keduanya terhadap waktu kematian dinyatakan dengan hasil uji multivariate pada Tabel 4.12 berikut ini : Tabel 4.12. Hasil Uji Multivariate Source Corrected Model Intercept KADAR Error Dependent Variable Pepaya Corrected Total Df Mean Square F Sig. 14308056.444(a) 5 2861611.289 20.750 .000 Pare 14308044.944(a) 5 2861608.989 20.768 .000 Kombinasi 14827060.944(b) 5 2965412.189 21.540 .000 Pepaya 4265146.889 1 4265146.889 30.927 .000 Pare 4264173.389 1 4264173.389 30.947 .000 Kombinasi 3654906.722 1 3654906.722 26.549 .000 Pepaya 14308056.444 5 2861611.289 20.750 .000 Pare 14308044.944 5 2861608.989 20.768 .000 Kombinasi 21.540 .000 14827060.944 5 2965412.189 Pepaya 1654900.667 12 137908.389 Pare 1653490.667 12 137790.889 137667.944 Kombinasi Total Type III Sum of Squares 1652015.333 12 Pepaya 20228104.000 18 Pare 20225709.000 18 Kombinasi 20133983.000 18 Pepaya 15962957.111 17 Pare 15961535.611 17 Kombinasi 16479076.278 17 a R Squared = .896 (Adjusted R Squared = .853) b R Squared = .900 (Adjusted R Squared = .858) Hasil uji multivariate tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh kadar ekstrak daun pepaya terhadap waktu kematian, pengaruh kadar ekstrak daun pare terhadap waktu kematian dan pengaruh kadar ekstrak kombinasi daun pepaya dan daun pare berbeda. Nilai signifikansi 0,000 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 berarti kurang dari 0,05 maka perbedaan tersebut bermakna. Grafik uji multivariat disajikan sebagai berikut : 3000 2000 1000 Mean Pepaya Pare 0 Kombinasi .00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 Kadar Gambar 4.5. Grafik Uji Multivariate Grafik di bawah ini adalah grafik hasil uji multivariate antara ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya sehingga dapat terlihat perbedaan efektivitas antara ketiga ekstrak terhadap waktu kematian cacing berdasarkan kadarnya. 120 Mean 100 80 Pepaya 60 Pare 40 Kombinasi 20 0 40% 50% 60% commit to user70% 80% Kadar Ekstrak Gambar 4.6 Grafik Analisis Perbedaan Daya Anthelmintik perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 3. Lethal Concentration 50 (LC50) Lethal concentration 50 adalah konsentrasi suatu zat uji yang mampu membunuh 50% populasi sampel dalam waktu tertentu. LC50 dihitung menggunakan analisis probit. Tujuan menghitung LC50 adalah mengetahui efektivitas dosis ekstrak. Batas waktu pengamatan untuk ekstrak daun pepaya adalah 90 menit. Batas waktu pengamatan untuk ekstrak daun pare adalah 150 menit. Batas waktu pengamatan untuk kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare adalah 75 menit. Hasil analisis probit terhadap data waktu kematian cacing oleh ekstrak daun pepaya, daun pare dan kombinasinya dinyatakan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.13. Lethal Concentration 50 (LT50) Ekstrak Daun Pepaya No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 LCx (%) Batas Atas 43,033 47,974 51,885 55,479 59,063 62,878 67,233 72,715 81,064 30,080 37,000 42,633 47,656 52,218 56,401 60,424 64,755 70,535 Batas Bawah 49,458 53,872 57,732 61,849 66,801 73,195 81,816 94,272 115,957 Tabel tersebut menerangkan hasil analisis probit mengenai LC50 ekstrak daun pepaya adalah mendekati 60% sehingga perhitungan Lethal Time 50 (LT50) dicari dari data waktu kematian konsentrasi 60%. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 Tabel 4.14. Lethal Concentration 50 (LC50) Ekstrak Daun Pare Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. LCx (%) Batas Atas 24,467 29,589 33,935 38,150 42,563 47,486 53,385 61,226 74,041 1,326 3,171 5,924 10,050 16,307 25,807 38,807 50,686 60,562 Batas Bawah 35.632 39.956 43.562 47.154 51.291 57.198 69.852 108.925 244.479 LC50 ekstrak daun pare adalah 40% b/v sehingga perhitungan LT50 digunakan data waktu kematian cacing oleh ekstrak daun pare pada konsentrasi 40% b/v. Tabel 4.15. Lethal Concentration 50 (LC50) Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 LCx (%) Batas Atas 23,330 28,072 32,078 35,951 39,993 44,489 49,861 56,977 68,557 ,812 2,042 3,958 6,939 11,645 19,233 31,244 45,513 56,667 Batas Bawah 34,591 38,610 41,924 45,166 48,767 53,504 62,208 89,888 202,666 LC50 kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare adalah 40% b/v sehingga perhitungan LT50 digunakan data waktu kematian cacing oleh ekstrak kombinasi pada konsentrasi 40% b/v. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 4. Lethal Time 50 (LT50) Lethal Time 50 adalah waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kematian sebanyak 50% sampel pada konsentrasi tertentu. LT50 digunakan untuk membandingkan antara efektivitas ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare dengan efektivitas Pirantel pamoat sebagai obat pembanding. Hasil analisis LT50 dinyatakan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.16. Lethal Time 50 Ekstrak Daun Pepaya Konsentrasi 60% b/v No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 LTx (menit) Batas Atas 43,179 48,860 53,415 57,642 61,895 66,461 71,720 78,406 88,722 27,578 35,147 41,507 47,332 52,773 57,884 62,862 68,224 75,356 Batas Bawah 51,140 56,368 60,988 65,940 71,927 79,754 90,547 106,601 135,577 Tabel 4.17. Lethal Time 50 Ekstrak Daun Pare Konsentrasi 40% b/v No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 LTx (menit) Batas Atas 30,743 39,489 47,302 55,191 63,751 73,639 85,921 102,921 132,201 commit to user 16,992 25,071 32,960 41,285 50,350 60,360 71,647 85,338 105,771 Batas Bawah 41,141 50,068 58084 66,510 76,397 89,274 107,872 138,127 200,113 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 Tabel 4.18. Lethal Time 50 Kombinasi Ekstrak Daun Pepaya dan Daun Pare Konsentrasi 40% b/v Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. LTx (menit) 4,346 6,657 9,054 11,775 15,053 19,244 25,027 34,039 52,143 Batas Atas Batas Bawah ,005 ,031 ,119 ,367 1,041 2,869 7,818 18,797 33,530 10,974 14,194 17,204 20,451 24,377 29,908 40,400 77,235 359,019 LT50 dari ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan kombinasi keduanya dibandingkan dengan LT50 Pirantel pamoat untuk perbandingan efektivitas. Tabel berikut ini merupakan tabel Lethal Time 50 dari Pirantel pamoat : Tabel 4.19. Lethal Time 50 Pirantel pamoat No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Prosentase Mortalitas (%) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 LTx (menit) 6,838 9,885 12,893 16,180 20,005 24,734 31,038 40,484 58,522 Batas Atas ,054 ,254 ,773 1,966 4,561 9,808 18,217 27,356 37,874 Batas Bawah 13,749 17,311 20,668 24,444 29,499 38,408 62,208 150,338 648,812 LT50 Pirantel pamoat adalah 20,005 menit. Perbandingan antara LT50 Pirantel dan LT50 kombinasi ekstrak didapatkan bahwa LT50 kombinasi ekstrak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 daun pepaya dan pare lebih kecil yaitu 15,053 sehingga lebih efektif daripada Pirantel pamoat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Daya anthelmintik dinyatakan dengan waktu kematian semua cacing dalam setiap kelompok perlakuan. Semakin singkat waktu kematian suatu kelompok perlakuan menunjukkan daya anthelmintik larutan uji yang digunakan pada kelompok tersebut semakin kuat. Hasil penelitian pendahuluan menjadi acuan penelitian tahap akhir. Penggunaan NaCl 0,9% dimaksudkan untuk mengetahui waktu hidup cacing sebagai batasan waktu pengamatan selama penelitian. Larutan NaCl 0,9% bersifat isotonis sehingga tidak merusak membran sel tubuh cacing. Data hasil penelitian pendahuluan menyatakan bahwa waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya dan waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare adalah paling singkat pada konsentrasi 20% diikuti waktu kematian pada konsentrasi 40%. Waktu kematian 30% adalah yang paling lama di antara keduanya dari masing-masing ekstrak tadi. Waktu kematian cacing dalam kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare semakin singkat seiring dengan meningkatnya dosis sehingga berbeda dengan hasil penelitian dalam ekstrak daun pepaya saja maupun ekstrak daun pare saja. Oleh karena itu, digunakan konsentrasi di atas 40% untuk menanggulangi kerancuan sehingga didapatkan hasil yang signifikan sesuai kenaikan konsentrasi ekstrak. Selain itu waktu kematian dari penelitian pendahuluan masih jauh dari waktu kematian kelompok kontrol positif. Konsentrasi digunakan mulai 40% commit to user 61 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 sampai 80% karena apabila konsentrasi ditingkatkan lebih dari 80% tidak memungkinkan hewan uji untuk hidup sehingga menghindari kemungkinan positif palsu. Hasil penelitian tahap akhir didapatkan bahwa rerata waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya konsentrasi 40% sama besar dengan rerata waktu kematian dalam ekstrak daun pare pada konsentrasi yang sama. Rerata waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya pada konsentrasi di atas 40% lebih besar daripada waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare pada konsentrasi yang sama. Menurut dasar teori sebelumnya yang disebutkan bahwa daun pepaya memiliki kandungan dua zat aktif yang berbeda yaitu saponin dan tanin sehingga diperkirakan daya anthelmintiknya akan lebih kuat daripada ekstrak daun pare. Namun, hasil penelitian menunjukkan sebaliknya. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil penelitian seperti intervensi variabel luar baik terkendali maupun tidak terkendali. Umur cacing yang tidak diketahui serta respon cacing yang bervariasi terhadap perlakuan. Faktor kandungan zat aktif yang bisa berbeda-beda dipengaruhi banyak faktor. Varian tanaman yang berbeda juga memiliki kandungan zat aktif yang berbeda. Kandungan zat aktif tanaman dalam satu species bisa berbeda-beda tergantung iklim, cuaca, dan kandungan zat hara tanah tempat tumbuh tanaman tersebut. Daun yang digunakan dalam penelitian diambil dari daerah Sukoharjo sedangkan dalam penelitian Putri (2007) daun pepaya diambil dari daerah Semarang. Hal tersebut mendukung kemungkinan bahwa kadar zat aktif pada ekstrak daun pepaya berbeda karena tempat hidup tanaman berbeda. Walaupun commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 memiliki dua zat aktif, tetapi jumlahnya sedikit maka efektivitasnya pun lebih rendah. Waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya masih lebih besar dibandingkan dengan waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pare. Selain itu, kemungkinan kadar zat aktif dalam ekstrak daun pare lebih besar, walaupun terkandung satu zat aktif agen anthelmintik. Rerata waktu kematian semua cacing dalam kombinasi ekstrak konsentrasi 40% hingga konsentrasi 80% semakin kecil seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Rerata waktu kematian cacing dalam ekstrak kombinasi pada semua konsentrasi perlakuan lebih kecil daripada rerata waktu kematian cacing dalam ekstrak daun pepaya saja ataupun ekstrak daun pare saja. Daya anthelmintik kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare lebih kuat dibandingkan ekstrak daun pepaya ataupun ekstrak daun pare tersendiri dibuktikan dengan rerata waktu kematiannya yang lebih kecil. Secara garis besar, kelompok perlakuan yang menggunakan kombinasi ekstrak daun pare dan daun pepaya memiliki daya anthelmintik paling besar ditunjukkan dengan waktu kematian terkecil bahkan lebih kecil dibandingkan rerata waktu kematian pada kelompok kontrol positif. Proses cacing mengalami kematian pun berjalan cepat. Rerata waktu kematian cacing dalam kombinasi ekstrak daun pepaya dan ekstrak daun pare pada konsentrasi 40% lebih kecil dari rerata waktu kematian dalam Pirantel pamoat. Implikasinya kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare lebih efektif dari Pirantel pamoat. Hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas diketahui dengan uji korelasi Pearson didapatkan nilai koefisien korelasi antara konsentrasi ekstrak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 daun pepaya dengan waktu kematian cacing adalah -,829 berarti terdapat korelasi negatif dengan hubungan yang kuat. Nilai koefisien korelasi antara waktu kematian cacing dengan konsentrasi ekstrak daun pare adalah -,828 berarti terdapat hubungan negatif yang kuat antara keduanya. Nilai koefisien korelasi antara waktu kematian cacing dengan konsentrasi kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare adalah -,825 berarti terapat hubungan negatif yang kuat antara keduanya. Nilai signifikansi 0,000 berarti p < 0,05 maka simpulannya terdapat hubungan negatif yang kuat dan signifikan antara waktu kematian cacing dengan konsentrasi ekstrak perlakuan. Analisis probit antara konsentrasi ekstrak daun pepaya dengan jumlah cacing yang mati didapatkan bahwa LC50 sebesar 59,063%, kemudian didapatkan LT50 sebesar 61,895 menit. LT50 ekstrak daun pepaya masi jauh dari LT50 Pirantel sehingga masih kurang efektif dibandingkan Pirantel pamoat. Analisis probit antara konsentrasi ekstrak daun pepaya dengan jumlah cacing mati didapatkan LC50 sebesar 42,563%, kemudian didapatkan nilai LT50 sebesar 63,751 menit. Nilai LT50 ekstrak daun pare juga jauh dari LT50 Pirantel pamoat sehingga Pirantel pamoat masih lebih efektif daripada ekstrak daun pare. Analisis probit antara konsentrasi kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare memiliki LC50 sebesar 39,993% dan LT50 sebesar 15,053 menit. Nilai LT50 kombinasi ekstrak daun pepaya dan pare lebih kecil sehingga kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare lebih efektif daripada Pirantel pamoat. Hasil uji regresi linear menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya efektif sebagai anthelmintik karena hasil uji regresi linear didapatkan nilai signifikansi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 0,000 berarti p < 0,05. Ekstrak daun pare efektif sebagai anthelmintik dibuktikan nilai signifikansinya 0,000 berarti p < 0,05 sehingga bermakna secara statistik. Ekstrak kombinasi daun pepaya dan daun pare efektif sebagai anthelmintik dengan nilai signifikansi 0,000 berarti p < 0,05. Di antara ketiga perlakuan tersebut, ekstrak kombinasi daun pepaya dan daun pare adalah yang paling efektif. Hasil uji regresi linear didapatkan bahwa persamaan regresi ekstrak kombinasi memiliki nilai konstanta paling kecil dan nilai beta yang kecil maka pada kadar sama akan memiliki waktu kematian terkecil. Adanya hubungan sinergistik antara ekstrak daun pepaya dan daun pare sehingga daya anthelmintiknya semakin kuat. Hasil uji multivariate menunjukkan bahwa terdapat perbedaan daya anthelmintik antara ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan kombinasi keduanya yang bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Hidayati (2003), Septriani (2004), dan Kedyantarto (2008) bahwa infusa daun pepaya dan infusa daun pare efektif sebagai anthelmintik. Ternyata setelah dilakukan penelitian menggunakan ekstrak daun dari tanaman yang sama, daya antelmintiknya lebih efektif. Kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare memiliki efektivitas lebih baik dari ekstrak daun pepaya atau pare saja. Efektivitas kombinasi ekstrak daun pare dan daun pare lebih baik daripada Pirantel pamoat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Terdapat perbedaan daya anthelmintik yang bermakna antara ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.), daun pare (Momordica charantia Linn.) dan kombinasi keduanya, dengan nilai p = 0,000. 2. Ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.): efektif sebagai anthelmintik dengan nilai p = 0,000. 3. Ekstrak daun pare (Momordica charantia Linn.): efektif sebagai anthelmintik dengan nilai p = 0,000. 4. Kombinasi ekstrak daun pepaya (Carica papaya Linn.) dan pare (Momordica charantia Linn.): paling efektif sebagai anthelmintik dengan nilai p = 0,000. B. Saran 1. Penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi kombinasi ekstrak daun pepaya dan daun pare terhadap cacing spesies lain. 2. Penelitian lebih lanjut menggunakan metode isolasi senyawa aktif dalam daun yang diuji diperlukan sehingga didapatkan kadar yang tepat untuk memberikan efek anthelmintik yang optimal. 3. Penelitian lebih lanjut mengenai uji toksisitas dari ekstrak daun pepaya, ekstrak daun pare dan ekstrak kombinasi keduanya commit to user 66 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 4. Penelitian lebih lanjut secara In Vivo sehingga dapat diketahui efektifitas ekstrak daun papaya, pare maupun kombinasinya pada hospes cacing. 5. Penelitian lebih baik dilakukan terpisah, yaitu perlakuan menggunakan ekstrak daun pepaya tersendiri, ekstrak daun pare tersendiri maupun kombinasi ekstrak untuk menghindari kerepotan saat pencatatan waktu kematian commit to user