IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing ikan jantan dan ikan betina mengeluarkan sperma dan ovum. Dengan melakukan pemijahan kelangsungan budidaya perikanan akan terus berjalan sehingga produksinya juga tidak akan berhenti. Induk jantan dan induk betina yang sudah siap pijah dipisahkan dan dipelihara dalam bak pemeliharaan induk selama 3 hari. Hal ini bertujuan agar ikan beradaptasi dengan lingkunganya sehingga saat pemijahan ikan tidak dalam kondisi stres. Pemijahan dilakukan pada pukul 08.00-09.00 dengan menggunakan metode stripping yaitu pengeluaran sel telur dan sperma dilakukan dengan di urut. Pengeluaran sel telur dan sperma dilakukan dengan stripping karena untuk pemijahan ikan mas dengan berat ikan diatas 3kg dibutuhkan tempat 8m3 sedangkan ukuran bak budidaya tidak lebih dari 1 m3. Selain itu metode ini juga lebih efektif untuk proses pembuahan apabila dilakukan dengan baik dan benar. Gambar 10. Bak budidaya/pemeliharaan Jumlah dalam ½ ml sebanyak 142 butir, sedangkan jumlah telur keseluruhan sebanyak 315 ml maka total telur berdasarkan perhitungan adalah 89,744 butir telur dengan berat induk 5 kg. Menurut Cahyo (2010) jumlah telur ikan mas dengan berat diatas 3 kg adalah 80,000-135,000 butir. Telur hasil pemijahan di sebar secara merata ke dalam 6 bak budidaya. Telur ikan mas menetas setelah 3 hari pada suhu air 23.9 – 26.1 oC. Suhu air yang cukup rendah ini disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah juga yaitu 23.1-29 oC. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang sedang mengalami musim hujan. Menurut Cholik et al (1986) suhu optimal pada penetasan telur ikan mas 16 adalah 26-28oC, sedangkan menurut Standard Nasional Indonesia (1999) setelah 45 jam dan suhu sekitar 25oC akan terjadi penetasan telur. Dengan suhu optimal tersebut diharapkan dapat mempecepat proses penetasan telur dan tingkat keberhasilan telur menetas. Oleh karena itu pada tahap ini perlu digunakan heater untuk mempertahankan suhu pada kondisi optimal. Faktor lain yang sangat berpengaruh pada keberhasilan penetasan telur adalah faktor kematangan gonad pada induk ikan dan kualitas air. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada masa inkubasi dapat di lihat pada Gambar 6. Gambar 11. Grafik suhu air pada saat inkubasi Gambar 12. Grafik hubungan antara suhu ruangan dengan suhu air pada saat inkubasi Dari grafik diatas fluktuasi suhu air pada masa inkubasi masih sangat baik yaitu antara 1-2oC per hari. Suhu air yang terlalu rendah akan mempengaruhi metabolisme telur sehingga akan menghambat perkembengan telur. Suhu air yang terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas enzim 17 penetasan pada telur dan akan mengakibatkan pengerasan pada chorion sehingga menghambat proses penetasan pada telur dan dapat mengakibatkan terjadinya keabnormalitasan (cacat) pada larva ikan yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan, telur ada yang menetas dan ada yang tidak menetas. Telur yang menetas adalah telur bagian atas dan telur yang tidak bergerombol. Sedangkan telur yang berada di bawah dan bergerombol banyak yang tidak menetas. Hal ini terjadi karena telur yang berada dibawah dan bergerombol kesulitan dalam mengambil oksigen dari air sehingga akan menghambat proses metabolisme pada telur dan mengakibatkan telur membusuk. Gambar 13. Larva ikan mas Setelah telur menetas menjadi larva, larva ikan tidak diberi makan sampai 3 hari karena masih mempunyai cadangan makanan. Larva ikan merupakan fase yang paling kritis dalam budidaya ikan karena larva ikan mempunyai ketahanan yang kurang baik dan rentan pada perubahan kondisi lungkungan. Oleh karena itu, larva ikan yang kurang cepat beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan ini akan mengalami stress yang berakibat kematian. Masing-masing larva mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda-beda tergantung individu ikan itu sendiri. Presentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50-80% (Richter & Rustidja, 1985). Setelah 3 hari larva di beri pakan berupa kuning telur sampai 1-2 minggu pertama, sedangkan larva berumur setelah 2 minggu diberi pakan berupa kutu air/daphnia. Larva ikan tetap dibiarkan pada bak budidaya/pemeliharaan hingga pendederan I (awal) yaitu kurang lebih selama satu bulan. B. KUALITAS AIR 1. Debit Keseragaman debit pada sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) dapat menunjukan bahwa suatu rancangan baik atau tidak. Semakin seragam debit yang ada pada bak budidaya/pemeliharaan maka semakin baik rancangan yang telah dibuat. Ketinggian air juga akan mempengaruhi besarnya debit, semakin tinggi ketinggian air maka akan semakin besar juga debit air yang dialirkan. Data debit air pada masing-masing bak dapat di lihat pada tabel 2. 18 Tabel 2. Debit air pada masing-masing bak (liter/detik) Bak 22/1/2011 4/2/2011 11/2/2011 1 0.01250 0.01233 0.01244 2 0.01244 0.01244 0.01239 3 0.01239 0.01228 0.01228 4 0.01217 0.01239 0.01239 5 0.01244 0.01244 0.01244 6 0.01239 0.01244 0.01244 Filtrasi - 0.14933 0.14917 Dari tabel 2. dapat di lihat bahwa debit air cukup seragam dan stabil dengan rata-rata debit adalah 0.012 liter/debit pada bak budidaya dan 0.149 liter/detik pada bak filtrasi. Namun ada sedikit perbedaan debit pada masing-masing bak yang disebabkan oleh adanya penyumbatan pada lubang pipa inlet tempat keluarnya air. Penyumbatan tersebut disebabkan oleh lumut, siput, atau sisa pakan sehingga perlu pembersihan dan perawatan secara rutin agar debit aliran yang masuk ke dalam bak tetap stabil. Besarnya debit aliran yang masuk ke bak budidaya dapat diatur pada keran masukan sebelum pipa inlet untuk tiap bak budidaya. Gambar 14. Keran pengatur air ke pipa inlet 19 Gambar 15. Grafik tinggi air pada tiap bak budidaya Dari Gambar 15. dapat di lihat bahwa tinggi air pada masing-masing juga cukup seragam dengan rata-rata 44.6 cm pada bak budidaya dan 38.5 cm pada bak filtrasi. Pada bak budiaya tinggi air maksimum 45.9 cm dan tinggi air minimum 44 cm. Tinggi air di ukur dari datum yang sama yaitu dasar bak. Adanya perbedaan tinggi ini juga disebabkan oleh permukaan lantai yang miring dan penyumbatan pada pipa saluran pembuangan bak budidaya. Penyumbatan tersebut disebabkan oleh sisa-sisa makanan dan kotoran, siput atau benda-benda lain yang menumpuk pada saluran pembuangan. Oleh karena itu perlu pembersihan dan perawatan secara rutin agar tidak terjadi penyumbatan. 2. DO (Dissolved Oxygen) Gambar 16. Grafik DO pada tiap bak budidaya Dari Gambar 16. dapat diketahui bahwa nilai DO pada bak budidaya di atas batas minimum untuk budidaya ikan mas yaitu 5 mg/l (ppm). Menurut Standard Nasional Indonesia (1999) besarnya 20 DO yang baik pada budidaya ikan mas adalah diatas 5 ppm. Secara kesluruhan rata-rata nilai DO pada bak budidaya adalah 5.35 ppm dengan nilai terendah 5.22 ppm dan nilai tertinggi 5.52 ppm. Ketersediaan oksigen pada sistem sangat dipengaruhi oleh pergerakan permukaan air yang beriak/bergelombang sehingga akan mempercepat proses difusi udara kedalam air. Dalam hal ini debit yang mengalir pada sistem sangat berpengaruh pada ketersediaan oksigen dalam air. Semakin besar debit maka akan semakin tinggi juga kadar oksigennya. Jumlah ikan yang ada dalam air juga berpengaruh pada ketersediaan oksigen dalam air. Semakin padat jumlah ikan dalam air maka ketersediaan oksigen dalam air juga berkurang. Ikan mas termasuk ikan yang membutuhkan kadar oksigen terlarut yang tinggi. Apabila kadar oksigen dalam air sangat rendah akan menyebabkan kematian pada ikan mas. Oleh karena itu kadar oksigen pada bak budidaya perlu dipertahankan pada kondisi yang optimal kadar oksigennya yaitu dengan ditambahkan aerator. Selain itu, masalah konsentrasi oksigen rendah juga dapat diperkecil melalui pengaturan pemberian pakan. Kelebihan pemberian pakan biasanya diikuti dengan proses pembusukan yang memanfaatkan oksigen dari air dan hasilnya adalah bahan anorganik. 3. pH Gambar 17. Grafik pH air pada bak budidaya Nilai pH pada bak budidaya antara 6.9-7.1, hal ini dapat di lihat pada Gambar 17. Nilai tersebut sangat baik untuk budidaya ikan mas. Menurut Standard Nasional Indonesia (1999) nilai pH yang baik untuk budidaya ikan mas adalah 6.5-8.5. Dari grafik diatas dapat di lihat bahwa nilai pH naik turun namun masih berada pada batas yang optimal. Penurunan pH dalam air terjadi akibat aktivitas ikan yang menghasilkan asam seperti kotoran ikan dan zat-zat hasil metabolisme. Selain itu, Air yang banyak mengandung karbondioksida biasanya mempunyai pH lebih rendah dari 7 dan bersifat asam. Semakin padat jumlah ikan maka semakin kecil juga nilai pH. Selain itu pergantian air yang jarang dilakukan juga dapat menyebabkan penurunan pH. pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi biota yang ada dalam air. Perairan asam akan kurang prodiktif dan dapat membunuh ikan didalamnya. Pada pH 21 rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan meningkat dan selera makan akan berkurang. 4. Suhu Gambar 18. Grafik suhu air pada bak budidaya Gambar 18. Merupakan grafik suhu air pada bak budidaya mulai dari pemijahan hingga akhir pendederan I. Dari gambar tersebut menunjukan bahwa suhu air pada bak budidaya cukup stabil yaitu berada pada kisaran 24-30oC. Hal ini sesuai dengan kondisi suhu yang optimal bagi budidaya ikan mas. Berdasarkan SNI (1999) nilai suhu yang cocok untuk budidaya ikan mas adalah 25-30oC. Nilai suhu terendah pada sistem terjadi pada saat pemijahan yaitu sebesar 23.9oC. Sedangkan nilai suhu tertinggi terjadi pada saat pendederan I yatiu sebesar 30.1oC. Selain itu fluktasi suhu yang terjadi juga cukup baik untuk budidaya ikan yaitu sebesar 1-2.9oC per hari (fluktuasi suhu lebih dari 3oC per hari dapat menyebabkan ikan mengalami stress). Kisaran suhu minimum terjadi pada saat pagi hari yaitu antara jam 06.00-9.00 sedangkan kisaran suhu maksimum terjadi pada saat siang hari hingga sore hari. Ikan pada setiap bak budidaya dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu yang didapat sehingga ikan tidak mengalami stress yang dapat mengakibatkan kematian. Fluktuasi suhu air pada sistem sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang ada di dalam ruangan. Gambar 19. menunjukan bahwa pola sebaran fluktuasi suhu air hampir sama, mengikuti fluktuasi suhu udara yang ada di dalam ruangan. Fluktuasi suhu air relatif stabil dibandingkan fluktuasi suhu ruangan. Fluktuasi suhu ruangan mempunyai fluktuasai suhu yang lebih cepat dan lebih besar. Hal ini disebabkan oleh kalor jenis yang dimiliki udara lebih kecil daripada kalor jenis yang dimiliki air yaitu 1000 J/KgoK, sedangkan kalor jenis air sebesar 4180 J/KgoK. Nilai kalor jenis yang rendah pada suatu zat menunjukan bahwa zat tersebut sangat cepat mengalami kenaikan suhu begitu juga sebaliknya pada nilai kalor jenis yang tinggi. Definisi kalor jenis sendiri adalah besarnya energi/ kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu (1o persatuan suhu) persatuan massa. Oleh karena itu suhu air relaitf stabil jika dibandingkan dengan suhu udara yang ada disekitarnya. Suhu ruangan berada pada kisaran 23-34.9oC. 22 Gambar 19. Grafik hubungan suhu air dengan suhu udara 5. Electrical Conductivity (EC)/ Total Dissolve Solid (TDS) Gambar 20. Grafik TDS pada bak budidaya Gambar 20. menunjukan bahwa nilai TDS relatif stabil dengan nilai antara 127-132 ppm. Nilai ini sangat baik dan jauh dari batas nilai maksimal untuk budidaya ikan mas. Nilai maksimal kadar garam yang tergolong kedalam klasifikasi air bersih adalah 500 ppm (As Kapoor, 2001). Dari grafik terlihat bahwa semakin lama nilai TDS juga semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas ikan yang semakin lama mengalami pertumbuhan perkembangan. Sisa pakan, sisa kotoran dan hasil metabolisme ikan sangat mempengaruhi tingginya nilai TDS dalam air. Tingkat konsentrasi garam yang tinggi pada air sampai batas tertentu akan meningkatkan tekanan osmotik pada ikan sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Oleh karena itu 23 agar ikan mas dapat tumbuh dan berkembang dengan baik maka air harus bersih dengan memiliki kadar garam dibawah 500 ppm. 6. Amonia (NH3) Nilai amonia hasil pengukuran dengan menggunakan tetra test tidak bisa menunjukan nilai yang akurat karena tingkat ketelitianya yang rendah. Nilai hasil pengukuran dengan tetra test ini hanya menunjukan bahwa nilai tersebut berada pada kondisi yang ideal atau tidak untuk budidaya perairan. Adapun petunjuk dari nilai tersebut adalah : 1. 0 mg/l : Kondisi ideal 2. 0.25 mg/l : Beracun dalam waktu lama 3. 1.5 mg/l : Beracun pada ikan 4. 3 mg/l : Fatal pada spesies yang sensitif 5. 5 mgl : Sangat fatal Gambar 21 . Nilai amonia hasil pengukuran dengan tetra test Gambar menunjukan bahwa nilai amonia pada sistem berada pada kondisi ideal dengan nilai 0 mg/l. Hal ini menunjukan bahwa air pada sistem layak untuk budidaya ikan mas. Sedangkan batas maksimal kadar amonia dalam air untuk budidaya ikan mas sebesar 0.02 mg/l. Kadar amonia dalam air dapat disebabkan oleh kotoran ikan atau sisa-sisa pakan. Pengelolaan air oleh SRAT melalui bak filtrasi mampu mengurangi kadar amonia yang tinggi. 24 C. PANEN Gambar 22. Ikan hasil pendederan I Panen dilakukan pada akhir pendederan I dan tidak dilakukan pada awal penetasan (larva). Hal ini disebabkan oleh ikan yang masih larva sangat sulit dilakukan perhitungan sehingga perhitungan dilakukan ketika ukuran ikan sudah cukup besar . Panjang ikan hasil pendederan I adalah 1.1-3.5cm dengan jumlah total ikan 5139 ekor. Jumlah ikan pada masing-masing bak dapat di lihat pada Gambar 21. Gambar 23. Grafik jumlah ikan pada tiap bak 25 Gambar 21.menunjukan bahwa jumlah ikan pada tiap bak tidak sama (berbeda) bahkan pada bak filtrasi juga terdapat ikan. Hal ini disebabkan karena larva ikan yang baru menetas memiliki tubuh yang masih terlalu kecil dan belum kuat untuk melawan arus air. Ketika larva ikan mas berada pada lubang pembuangan air maka larva tersebut terbawa arus hingga masuk kedalam bak filtrasi. Oleh karena itu dilakukan modifikasi pada lubang pembuangan air dengan memberikan pipa hampir setinggi permukaan air agar larva ikan terhalang dan tidak terbawa arus air. Namun modifikasi yang dilakukan masih belum maksimal karena masih banyak larva ikan yang masuk ke dalam lubang pembuangan sehingga perlu penambahan saringan yang ukuranya lebih kecil dari larva ikan dan lebih besar dari zat-zat sisa kotoran dan makanan yang tersuspensi. Jumlah ikan mas yang paling banyak pada bak budidaya berada pada bak 2 dengan jumlah 1032 ekor dan paling sedikit pada bak 4 dengan jumlah 555 ekor. Rata-rata jumlah ikan pada tiap bak berada diatas 500 ekor. Gambar 24. Grafik volume air pada tiap bak Gambar 25. Kepadatan ikan pada tiap bak 26 Dengan volume rata – rata di atas 195 liter (Gambar 22.) pada bak budidaya maka kepadatan ikan dapat dil ihat pada Gambar 23. Grafik tersebut menunjukan bahwa kepadatan ikan pada bak budidaya cukup baik yaitu rata-rata 3ekor/liter. Jumlah ikan dalam tiap liternya dapat di lihat pada tabel 3 (Axelrod, 1989). Tabel 3. Jumlah air berdasarkan ukuran ikan Ukuran ikan Jumlah Air (l/cm ikan) < 2 cm 1.0 2-5 cm 1.5 6-9 cm 2.0 10-13 cm 3.0 >14 cm 4.0 Sumber : Axelrod, H.R., 1989 Kepadatan ikan tertinggi terdapat pada bak filtrasi yang mencapai 38.55 ekor/liter. Tingginya kepadatan ikan pada bak filtrasi disebabkan oleh larva yang terbawa arus ke lubang pembuangan sehingga terjadi penumpukan pada bak filtrasi. Meskipun kepadatan ikannya tinggi akan tetapi ikan masih tetap sehat dan tidak menghambat pertumbuhan ikan. Hal ini menunjukan bahwa kualitas air pada bak filtrasi masih cukup bagus. 27