JRL Vol 5-2 OK.indd - BPPT - Badan Pengkajian dan Penerapan

advertisement
JRL
Vol. 5
No.2
Hal 157-164
Jakarta, Juli 2009
ISSN : 2085-3866
EVALUASI KUALITAS PERAIRAN DALAM PEMBENIHAN
IKAN KERAPU TIKUS (Cromileptis altivelis)
Di HATCHERY PERAIRAN TANJUNG RIAU BATAM
Ratu Siti Aliah
Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi , BPPT
E-mail : [email protected]
Abstract
An evaluation of the water quality at the hatchery of Tanjung Riau was conducted to understand
the water quality status at the several place of the hatchery unit such as brood stock tanks, larva
rearing tank, water storage tank, fingerling tank as well as the source of the water supply. The
water quality status of Tanjung Riau generally is in a good condition to support the hatchery
activities, but for turbidity and salinity were in the exceed and below the normal status and its
influence on the spawning activity. To overcome the problem on the spawning of the brood stock,
the improving of water supply with higher salinity and low turbidity should be set up to ensure the
succeeded of the spawning.
Key words : Water quality, grouper brood stock, hatchery,Tanjung Riau Batam
1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Permasalahan yang paling serius dan sering
dihadapi dalam kegiatan pembenihan ikan adalah
masalah kualitas lingkungan perairan pantai yang
cenderung menurun dan seringkali mengganggu
kegiatan usaha pembenihan ikan. Kejadian
kematian masal pada benih ikan dan rendahnya
tingkat kelulus hidupan pada larva ikan seringkali
berhubungan dengan masalah gangguan pada
kualitas air. Untuk mengatasi kondisi yang demikian,
perlu dilakukan kegiatan monitoring lingkungan
perairan secara teratur agar perubahan kualitas
perairan dapat diketahui sedini mungkin dan segera
agar dapat dilakukan tindakan pengendalian (Chua,
1993; Duff, 1987; Hammo, 1987; Waldichuk, 1987;
Wu, 1988; Pillay, 2004).
Kemajuan
157
teknik
pembenihan
ikan,
ikan kerapu, dimulai dengan pengkajian dan
pengembangan biologi induk kerapu, terutama
pengetahuan tentang kebiasaan hidup dan
kondisi lingkungan. Secara umum, pembenihan
diperuntukkan sebagai pendekatan manipulasi cara
pemeliharaan induk yang baik untuk memacu proses
pematangan gonad induk serta memacu proses
pemijahan dengan hasil akhir untuk memperoleh
kondisi telur dengan kualitas baik. Disamping itu
juga adanya perbaikan dukungan pada ketepatan
pemilihan lokasi untuk tempat pemeliharaan induk,
pemeliharaan larva maupun benih dan pendederan,
serta didukung penyempurnaan sarana kerja yang
baik dan pendekatan manipulasi lingkungan.
Dalam pembangunan suatu usaha
pembenihan, yang utama harus dikuasai adalah
pengetahuan dan keperluan sarana produksi
yang berpengaruh terhadap besarnya biaya
investasi maupun kemudahan dalam operasional.
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
Dalam penentuan sarana harus disesuaikan
metoda dan target produksi yang akan dicapai.
Secara umum, dalam pembenihan ikan kerapu
terdapat beberapa mata rantai kegiatan yaitu
produksi induk matang gonad, pemeliharaan
larva dan pengadaan pakan alami secara
mekanik yang besarnya disesuaikan dengan
target produksi benih yang telah direncanakan.
Guna terlaksananya seluruh kegiatan tersebut,
maka dibutuhkan sejumlah bak pematangan
gonad, bak pemeliharaan larva dan bak untuk
kultur pakan hidup. Disamping sarana utama
berupa bak kultur, pompa air dan blower beserta
jaringannya, sarana penunjang yang mutlak
diperlukan dalam rangka menjaga keamanan
produk serta kelangsungan usaha kegiatan
hatchery adalah sistem biosecurity berupa
sistem pengendalian kualitas air dan kesehatan
lingkungan perairan (sistem filtrasi, instalasi ultra
violet, carbon filter, biofilter, instalasi pengolah
air kontrol, jaringan pipa sistem tertutup (close
system), sarana dan kegiatan pemantauan
(monitoring) kualitas perairan, sistem kontrol
otomatis serta sarana penunjang lainnya).
2.2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui kondisi perairan di lingkungan
hatchery Tanjung Riau Batam dan melihat
pengaruhnya terhadap kegiatan pembenihan,
maka dilakukan monitoring dan evaluasi kualitas
air dan kuantitasnya baik secara fisik, kimia
maupun biologi.
2.
Metoda Penelitian
2.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di
kawasan hatchery Tanjung Riau Batam
(Gambar 1) pada bulan April-Oktober 2007.
Kawasan hatchery Tanjung Riau Batam, sumber
airnya berasal dari Perairan Tanjung Riau yang
disekelilingnya terdapat berbagai kegiatan
antara lain docking kapal, perhotelan, pangkalan
minyak dan pemukiman. Kondisi ini diduga
secara tidak langsung mempengaruhi kualitas
perairan Tanjung Riau.
Gambar 1. Peta lokasi hatchery Tanjung Riau Batam
158
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
2.2
Pengambilan dan Analisa Sampel
Untuk mengetahui kondisi kualitas
perairan dan pola perubahan parameter fisika
(temperatur, pH, salinitas dan partikel tersuspensi
: total suspendid solid - tss) dan oksigen
terlarut (DO) lingkungan hatchery dilakukan
pemantauan secara periodik harian. Sedangkan
parameter kimia seperti nutrien (nitrat, nitrit,
ammonia dan fosfat), BOD dan COD dilakukan
bulanan. Parameter logam berat seperti Ag,
Hg, Mg, Pb, Cd, Se, Zn dilakukan secara
musiman. Parameter fisika diukur langsung
dilapangan dengan menggunakan Water Quality
Checker Merek Horiba U-10.
Sementara
parameter kimia (nutrient) dan logam berat
dianalisa di laboratorium dengan menggunakan
spectrophotometer (APPHA, 1979). Lokasi yang
dipantau antara lain sumber air, bak tandon, bak
larva, bak induk dan bak pendederan (Gambar
2). Dengan mengetahui karakteristik dan kondisi
kualitas air di hatchery dengan baik, maka fungsi
hatchery dan pengelolaannya dapat dilakukan
secara optima
3.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan data harian (Tabel 1) diketahui
bahwa kualitas air baik di bak tandon, bak induk,
bak larva maupun bak pendederan dalam kondisi
baik dan mendukung kegiatan pembenihan ikan.
Suhu perairaran, salinitas, pH, DO dan kekeruhan
dalam keadaan normal untuk kehidupan ikan.
Kekeruhan yang timbul di bak-bak pemantauan
terjadi akibat dari kegiatan pemberian pakan
dan sisa kotoran ikan yang sewaktu-waktu dapat
dikurangi dengan melakukan penyiponan dan
penggantian air. Dari data tersebut juga terlihat
bahwa tingkat kekeruhan di bak induk relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan di bak larva
dan bak pendederan. Hal ini mengindikasikan
bahwa jumlah kotoran dan sisa makanan di bak
induk relatif lebih banyak dan perlu kegiatan
pembersihan yang lebih sering untuk mencegah
terjadinya ledakan (blooming) plankton akibat
terjadinya peningkatan konsentrasi nitrogen
yang berakibat kepada penurunan oksigen.
Namun demikian dilihat dari konsentrasi oksigen
terlarut (DO), bak induk relatif lebih baik. Hal
Gambar 2. Lokasi pengambilan sampling air
159
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
ini mungkin disebabkan oleh luasan bak yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan bak
larva dan bak pendederan. Selain dengan
upaya pembersihan kotoran dengan penyiponan
di bak induk, perbaikan kualitas air juga dapat
dilakukan dengan meningkatkan persentase
penggantian air dengan menambah debet air
masuk dan keluar.
Mengingat kondisi Perairan Tanjung Riau
yang mengalami masa surut selama 4 jam tiap
hari, maka penambahan kuantitas air untuk
meningkatkan persentase penggatian air akan
cukup sulit. Namun demikian saat ini sedang
dipikirkan jalan pemecahannya baik melalui
pengembangan sistem resirkulasi ataupun
pengaturan sistem pemompaan air dari bak
tandon. Dengan sistem ini diharapkan kualitas
dan kuantitas air di bak induk dapat ditingkatkan
untuk mendukung kegiatan pembenihan.
Tabel 1. Profil kualitas air harian di hatchery Batam
160
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
Selanjutnya,
berdasarkan
hasil
pemantauan kualitas air pada bulan Juni 2008
(musim kemarau) seperti terlihat pada Tabel
2, diketahui bahwa secara umum kondisi
perairan relatif normal dan mendukung kegiatan
pembenihan. Pengaruh yang terlihat cukup
nyata dari pemasangan filter dan uv terlihat pada
penurunan kekeruhan seperti juga terlihat pada
Gambar 3, kemudian parameter BOD, raksa
(Hg) dan bakteri. Diharapkan dengan terjadinya
penurunan pada beberapa parameter kualitas
air ini, kegiatan pembenihan dapat ditingkatkan
baik kualitas maupun kuantitasnya melalui
perbaikan kelulus hidupan baik larva maupun
benih. Untuk mengetahui perubahan kualitas
perairan secara musiman, maka perlu dilakukan
monitoring kualitas air secara periodik baik
musiman maupun harian. Dengan mengetahui
perubahan kualitas perairan yang demikian,
diharapkan pengelolaan kegiatan pembenihan
dapat dilakukan secara optimal disesuaikan
dengan kondisi lingkungan perairan. Karena
bagaimanapun optimasi kegiatan hatchery
harus dilakukan dengan dukungan berbagai
komponen yang saling mendukung, seperti
induk, pakan dan kualitas serta kuantitas air
yang baik dan memadai disamping melakukan
peningkatan ketahanan ikan terhadap penyakit
melalui kegiatan vaksinasi. Dengan menerapkan
sistem biosecurity yang memadai diharapkan
akan diperoleh benih dengan kualitas yang baik,
cepat tumbuh, sehat dan tahan penyakit.
Tabel 2. Kualitas air hatchery pada musim kemarau
161
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
Gambar 3. Pengaruh pemasangan filter dan UV terhadap kualitas air
Untuk menjaga kontinuitas kuantitas
suplai air dengan kualitas yang cukup baik
terutama pada waktu surut dimana suplai air
ke bak tandon (penampungan) terhenti selama
6 jam, maka perlu dibuatkan sistem resirkulasi
tertutup di lokasi pembenihan out door. Sistem
ini diharapkan dapat mengatasi masalah suplai
air di lokasi pembenihan in door dan bak induk.
Cara lain adalah dengan melakukan penggantian
pipa suplai air untuk menjamin kelancaran
suplai air sepanjang tahun baik secara kuantitas
maupun kualitas (Gambar 4)
Gambar 4. Sistem resirkulasi tertutup pada hatchery di Tanjung Riau Batam
162
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
Untuk mengetahu kondisi kualitas air dari
bak induk kerapu tikus yang dipelihara dalam
bak beton kapasitas 20 ton dalam kondisi air
mengalir, maka dilakukan monitoring kualitas air
yang meliputi suhu, salinitas, pH, DO, kekeruhan
dan konduktifitas dilakukan setiap hari.
Pergantian air sebanyak 50 – 70% dari volume
air dilakukan menjelang musim pemijahan.
Tujuan dari penggantian air ini adalah untuk
memberikan rangsangan fisik air agar ikan
kerapu dapat memijah.
Hasil pemantauan
kualitas air di bak induk dari bulan April 2008
sampai dengan bulan Agustus 2008 disajikan
dalam Tabel 3. Salinitas air di bak induk pada
bulan Mei, Juli dan Agustus 2008 terlihat kurang
dari 28 ppt. Kondisi ini kurang mendukung
terjadinya perkembangbiakkan ikan kerapu
tikus yang memerlukan salinitas di atas 28 ppt.
Demikian pula dengan kondisi pH yang di bawah
7,60 dan di atas 8,20. Kondisi yang demikian
nampaknya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan proses pemijahan kerapu tikus di
Tanjung Riau. Selain masalah kualitas air, yang
perlu di tangani adalah suplai air yang sering kali
kurang memadai, terutama pada waktu air surut,
sehingga kedepan kedua kendala tersebut perlu
dicarikan penyelesaiannya.
4.
Kesimpulan Dan Saran
Untuk kegiatan pengelolaan kualitas air di
hatchery Tanjung Riau Batam, direkomendasikan
untuk dilakukan pemantauan secara periodik
pada titik-titik (bak) yang digunakan secara aktif
untuk kegiatan pembenihan. Bak (titik-titik ) yang
menjadi perhatian adalah sumber air, bak tandon,
bak induk, bak penetasan, bak larva dan bak
pendederan. Hasil pemantauan menunjukkan
bahwa secara umum kualitas air di Tanjung
Riau dalam keadaan baik dan normal untuk
mendukung kegiatan pembenihan. Beberapa
parameter seperti kekeruhan dan salinitas
menjadi problem dalam kegiatan pemijahan dan
perkembangbiakkan kerapu. Untuk mengatasi
masalah pemijahan, pengambilan air dengan
salinitas cukup tinggi, nampaknya harus
dilakukan di bagian tengah teluk.
Tabel 3. Kualitas air di bak pemeliharaan induk kerapu tikus pada
Bulan April 2008 – Agustus 2008
Bulan
Suhu (0c)
Salinitas
(ppt)
April 2008
28,4-30,3
28,6-29,2
7,75-8,15
4,39-5,96
0-4
44,1-45,0
50-70
Mei 2008
28,4-31,1 27,7-29,2
7,84-8,22
4,19-6,64
0-9
42,9-4,50
70
Juni 2008
28,8-30,2
28,2-28,8
7,46-8,06
4,35-6,72
0-17
43,5-44,1
70
Juli 2008
27,5-29,8 27,0-29,1
7,59-8,18
3,40-6,04
0-12
41,8-44,8
Agustus 2008
27,9-31,7
7,88-8,43
3,94-6,63
0-21
41,8-44,8
27,6-29,4
PH
DO
(ppm)
Kekeruhan
NT U
Konduktivitas (mS/
cM)
Ganti
Air
(%)
Flow
Through
Pembersihan
(kuras
bak)
Hari
Mendung
(%)
2x
14
70
1x
35
50-70
1x
39
40
23
Ket : Warna merah menunjukkan nilai yang lebih rndah atau lebih tinggi dari nilai yang disarankan.
163
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
Daftar Pustaka
1.
2.
164
APPHA, 1979. Standard Methods for the
Examination Water and Waste Water.
Fourteen edition. 1138 pp. M.C.Rand, A.E.
Greenberg, M.J. Taras and M.A. Franson
(eds). American Public Health Association.
American Water Work Association. Water
Pollution Control Federation.
Chua, Thia-Eng. 1993. Environmental
Management of Coastal Aquaculture
Development, p. 199-212.
In Pullin,
R.S.V,. Rosenthal. and J.L. Maclean
(eds). Environment and aquaculture in
developing countries. ICLARM Conf. Proc
31, 359p.
3.
Duff. A. 1987. Scottish Fish Farm Pollution.
Marine Pollution Bulletin. 18 : 261.
4.
Hammo, L.S. 1987. Mariculture pollution.
Mar. Pollute Bull 12: 199-205.
5.
Pillay, T.V.R. 2004. Aquaculture and the
Environment. Second Edition. Blackwell
Publishing.196 pp..
6.
Waldichuk. M. 1987. Fish Farming
Problems. Mar. Pollut. Bull.18: 2-3.
7.
Wu. RSS. 1988. Marine Pollution in
Hongkong : a Review. Asian Mar Biol 5 :
1-23.
JRL Vol. 5 No. 2, Juli 2009 : 157-164
Download