1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amilum

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amilum merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai eksipien dalam
formulasi tablet. Banyak tanaman yang menghasilkan amilum, salah satunya adalah
dari tanaman sagu Metroxylon sagu. Adapun kekurangannya adalah sifat alirnya
dan kompresibilitasnya yang kurang baik. Amilum yang tidak di modifikasi
memberikan kompresibilitas yang buruk dan cenderung meningkatkan kerapuhan
tablet dan capping jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Tablet yang kadar
amilumnya besar akan mengakibatkan kekerasannya menurun, sehingga
penggunaannya sebagai bahan pengisi terbatas (Kibbe, 2009).
Pembuatan eksipien coprocessed amilum sagu sebagai filler-binders dapat
dilakukan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah dengan pembuatan
amilum pregelatinasi dan pembuatan material komposit. Amilum pregelatin adalah
amilum yang telah di proses secara kimiawi atau mekanis untuk merusak sebagian
atau seluruh partikel amilum sehingga akan menghasilkan partikel dengan ukuran
yang lebih besar. Material komposit adalah kombinasi dua atau lebih eksipien yang
menghasilkan eksipien baru dengan sifat yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya. Pembuatan eksipien coprocessed tidak dapat dibuat hanya dengan
campuran fisik sederhana. Proses pregelatinasi dan komposit akan menghasilkan
material baru dengan sifat alir dan kompresibilitas yang lebih baik dan langsung
dapat digunakan dalam pembuatan tablet metode kempa langsung (Ajay et al.,
2012).
1
2
Material komposit dibuat dengan mengkombinasikan dua atau lebih
material dasar. Material yang sering dipakai sebagai bahan pembuatan material
komposit diantaranya povidon, laktosa, selulosa, dan amilum. Pemilihan MCC dan
povidon sebagai bahan untuk membuat amilum sagu komposit dikarenakan bahan
tersebut memiliki fungsi sebagai binders yang baik pada sediaan tablet. Salah satu
metode pengeringan pada proses modifikasi amilum adalah metode spray drying.
Spray drying adalah teknik yang sangat umum digunakan untuk mempersiapkan
bahan berbasis amilum dengan biaya yang rendah dan juga peralatan yang telah
tersedia (Gharsallaoui et al., 2007).
Material coprocessed yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai fillerbinder pada formulasi sediaan tablet asetosal. Asetosal yang digunakan sebanyak
80 mg dengan khasiat sebagai antiplatelet. Zat aktif asetosal dipilih karena asetosal
memiliki sifat alir yang kurang baik akibat struktur partikelnya yang berbentuk
seperti jarum sehingga ketika dilakukan pembuatan tablet dengan metode kempa
langsung diperlukan eksipien dengan sifat alir, kompresibilitas dan kompaktibilitas
yang baik.
Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki sifat amilum sagu dengan
proses pregelatinasi dan mengkombinasikan dengan binders yaitu MCC dan
povidon dengan metode pengeringan spray dry sehingga akan didapat eksipien baru
dari amilum sagu yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik serta
memenuhi persyaratan sebagai filler-binder tablet.
3
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik sifat fisik material amilum sagu pregelatin, material
komposit amilum sagu-PVP dan material komposit amilum sagu-MCC?
2. Bagaimana sifat fisik tablet yang dikempa menggunakan bahan filler-binder
dari hasil modifikasi eksipien amilum sagu?
C. Pentingnya Penelitian Diusulkan
Penelitian dengan judul Pembuatan Amilum Sagu (Metroxylon sagu,
Rottb.) Pregelatin dan Material Komposit sebagai Filler-Binder Sediaan Tablet
bermanfaat untuk menghasilkan eksipien coprocessed dari amilum sagu sebagai
fungsi filler-binder sediaan tablet dan dapat digunakan sebagai salah satu fillerbinder pada formulasi tablet yang akan memberikan kualitas tablet yang yang
memenuhi persyaratan dalam Farmakope Indonesia.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mengetahui karakteristik sifat fisik material amilum sagu pregelatin, material
komposit amilum sagu-PVP dan material komposit amilum sagu-MCC
2.
Mengetahui sifat fisik tablet yang dikempa menggunakan bahan filler- binder
dari hasil modifikasi eksipien amilum sagu.
4
E. Tinjauan Pustaka
1. Amilum sagu
Amilum sagu diambil dari salah satu anggota famili Palmae, yaitu dari
genus Metroxylon. Amilum sagu digunakan dalam bidang makanan sebagai
penstabil, pengental dan sebagai bahan pengganti amilum jagung dalam proses
pembuatan makanan. Kegunaan lain amilum sagu antara lain, sebagai lem kertas,
tekstil, dan penstabil dalam formulasi obat. Penggunaan amilum sagu dalam bidang
formulasi sediaan masih jarang digunakan dibandingkan dengan amilum yang lain,
seperti amilum jagung dan amilum singkong. Hal ini dikarenakan secara umum
amilum memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang rendah serta kohesifitas yang
tinggi sehingga tidak memenuhi syarat sebagai eksipien.
Menurut (Wong et al., 2007), kandungan amilosa dan amilopektin amilum
sagu adalah 24,9% dan 75,1%. Angka ini hampir sama dengan kandungan amilum
yang lain yang biasa digunakan dalam bidang farmasi, seperti amilum jagung,
gandum, dan sorgum (amilosanya 28% dan amilopektin 72%), amilum kentang
(amilosa 21% dan amilopektin 79%). Amilum sagu memiliki rentang ukuran
partikel yaitu 5 sampai 65 μm, secara umum memiliki tekstur permukaan yang
halus dengan suhu gelatinisasi dari amilum sagu adalah 69,5 sampai 70,2oC
(Abdorreza et al., 2012).
Modifikasi amilum bertujuan supaya amilum dapat larut dalam air dingin,
mengatasi ketidakstabilan sifat amilum dan untuk meningkatkan sifat fisiknya
selama pemrosesan. Beberapa contoh hasil modifikasi amilum yang telah beredar
di pasaran antara lain, Spress B820, StarLac, dan Starch RX. Seperti amilum
5
lainnya, amilum sagu perlu dimodifikasi untuk meningkatkan kualitasnya.
Modifikasi amilum dapat dilakukan secara kimiawi atau secara fisis (Singhal et al.,
2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Abdorreza et al. (2012) mengenai modifikasi
amilum sagu secara kimiawi dengan cara hidrolisis asam mampu menaikkan
kelarutannya dalam air. Amilopektin pada amilum sagu akan terhidrolisis lebih
cepat oleh adanya asam dibandingkan amilosa. Proses hidrolisis oleh asam ini
menyebabkan kekuatan gel yang dihasilkan amilum sagu menurun sehingga
berpengaruh pada kenaikan kelarutannya pada air. Beberapa penelitian mengenai
modifikasi amilum sagu secara fisis juga pernah dilakukan salah satunya oleh
Widodo and Hassan (2015). Amilum sagu dimodifikasi secara fisis dengan proses
pregelatinasi. Proses pregelatinasi ini mampu menaikkan ukuran partikel menjadi
lebih besar dari amilum sagu dan mengubah strutur partikelnya menjadi lebih
irregular.
2. Modifikasi eksipien
Modifikasi eksipien atau coprocessing pada teknologi farmasi berarti
memodifikasi atau memberikan perlakuan awal terhadap suatu bahan untuk
memperbaiki sifat fisiknya. Eksipien dapat dikembangkan melalui, pembuatan
eksipien yang baru secara sintetis atau kimiawi, modifikasi dengan mengubah
eksipien yang sudah ada, dan modifikasi dengan mengkombinasikan eksipien yang
sudah ada menjadi eksipien yang baru.
Pembuatan eksipien secara sintetis harus menjalani berbagai tahap dalam
hal regulasi dengan tujuan bahwa eksipien tersebut benar-benar aman dan tidak
6
toksik. Hal ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Resiko yang
besar dan biaya yang diperlukan juga besar menjadikan produsen harus berpikir
kembali untuk membuat eksipien secara sintetis.
Modifikasi eksipien dengan mengubah eksipien yang sudah ada sebelumnya
untuk menaikkan kualitasnya menjadi strategi yang paling banyak dilakukan dalam
hal pengembangan eksipien baru. Namun hal ini berlaku untuk beberapa jenis
eksipien saja karena sifat asli eksipien yang sulit untuk dilakukan modifikasi.
Berbagai contoh eksipien yang berhasil dikembangkan adalah amilum
pregelatinasi, croscarmellose dan crospovidon. Amilum pregelatin dikembangkan
dengan mem-pregelatinasi amilum. Crospovidon diperoleh dengan metode crosslinking.
Pengembangan eksipien dengan kombinasi atau komposit dapat menjadi
pilihan yang baik. Banyak kemungkinan kombinasi yang didapat dari eksipien yang
sudah ada untuk menghasilkan suatu eksipien baru dengan sifat dan karakteristik
yang lebih baik. Proses komposit merupakan proses yang komplek karena antar
eksipien yang akan di-komposit-kan dapat terjadi interaksi. Konsep modifikasi
eksipien dengan proses komposit berdasarkan pada interaksi dua atau lebih eksipien
pada level sub partikel dengan tujuan untuk menghasilkan perubahan fungsional
eksipien yang saling sinergi dan menutupi sifat yang kurang menguntungkan
(Gohel dan Jogani, 2002).
Komposit eksipien dapat diproduksi dengan mengkombinasikan eksipien
pada level partikel dengan eksipien yang lain dengan dibantu proses co-drying
seperti spray drying. Keuntungan bahan tambahan hasil modifikasi adalah:
7
a. tidak mengalami perubahan kimia
b. meningkatkan sifat alir
c. meningkatkan kompaktibilitas
d.mempunyai potensi dilusi yang lebih baik dan kemampuan mempertahankan sifat
kompresibilitas ketika dicampur dengan bahan lain
e. menghasilkan variasi bobot kecil
f. mengurangi sensitivitas terhadap lubrikan (Gohel dan Jogani, 2005).
3. Amilum pregelatin
Amilum pregelatin adalah amilum yang telah diproses secara kimia dan atau
mekanis sehingga semua atau sebagian dari granula pati pecah. Amilum sagu
pregelatinasi diproduksi dengan meng-gelatinisasi amilum dan diikuti dengan
pengeringan yang cepat. Selama tahap gelatinisasi, amilum mengabsorpsi air
sehingga struktur kristalnya rusak. Partikel amilum dapat rusak sebagian atau
keseluruhannya tergantung proses pregelatinasinya. Rusaknya struktur dari amilum
itu menyebabkan air dapat berinteraksi dengan mudahnya terhadap molekul amilum
dan menghasilkan kenaikan viskositasnya tanpa perlu dilakukan pemanasan. Proses
pregelatinasi amilum memiliki keterbatasan, beberapa diantaranya adalah tekstur
partikel yang dihasilkan buram, tidak cukup stabil dan kekuatan gel yang lemah
(Majzoobi et al., 2015).
Kandungan amilosa pada amilum adalah kurang dari 50% sehingga jumlah
amilopektinnya lebih dari 50%, tapi kandungan amilosa dalam amilum berperan
penting karena banyaknya amilosa yang terkandung menentukan kekuatan gel yang
terbentuk. Amilum asli memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi
8
dibandingkan amilum pregelatinasi sehingga akan dihasilkan gel yang lebih keras
(Adedokun and Itiola, 2010).
Menurut Widodo dan Hasan (2015) selain suhu gelatinisasi amilum, lama
waktu pemanasan mempengaruhi bentuk partikel yang dihasilkan karena semakin
lama waktu pemanasan maka semakin banyak jumlah air yang masuk ke dalam
partikel amilum. Pada waktu pemanasan di bawah 30 menit pada suhu gelatinisasi,
partikel amilum memasuki tahap swelling, kemudian pada waktu 45 menit hingga
60 menit, partikel amilum telah mengalami gelatinisasi.
Proses pregelatinasi sebagian menjadikan sifat alir pati menjadi lebih baik
dan langsung dapat digunakan dalam pembuatan tablet metode kempa langsung.
Proses pregelatinasi penuh menghasilkan amilum yang larut dalam air dingin
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam metode granulasi basah.
Pregelatinasi biasanya diproduksi dengan drum drying, ekstrusion dan spray
drying.
4. Komposit
Komposit dapat didefinisikan sebagai metode menggabungkan dua atau
lebih eksipien dengan proses yang sesuai. Metode tersebut didasarkan pada suatu
konsep dimana terjadi interaksi pada level partikel antara dua atau lebih bahan
tambahan dengan tujuan menyediakan pengembangan fungsional penggunaan
bahan tambahan dengan cara menutupi sifat sifat yang tidak diinginkan yang
dihasilkan dari penggunaan satu jenis bahan tambahan saja (Hauschild dan Freyer,
2004).
9
Komposit eksipien dibuat dengan cara menggabungkan satu jenis bahan
tambahan ke dalam struktur pertikel dari jenis bahan tambahan yang lain
menggunakan proses co-drying, seperti spray dry, flash drying dan drum drying.
Oleh karena itu, pembuatan eksipien baru harus dimulai dengan mengidentifikasi
karakteristik partikel yang cocok untuk memberikan hasil yang baik. Variasi
partikel yang terbentuk dapat dibuat dengan mengubah beberapa parameter kritis
seperti kondisi kristalisasi dan pengeringan (Nachaegari dan Bansal, 2004).
Proses mengembangkan eksipien komposit melibatkan langkah-langkah
berikut:
1. mengidentifikasi jenis eksipien yang akan dibuat menjadi eksipien komposit
dengan mempelajari karakteristik material dan persyaratan fungsi
2. menentukan proporsi eksipien yang akan digunakan
3. menentukan ukuran partikel diperlukan untuk eksipien karena ukuran partikel
yang didapat tergantung pada nya ukuran partikel awal
4. memilih proses pengeringan yang sesuai seperti spray dry atau flash dry
Eksipien komposit untuk pembuatan tablet metode kempa langsung telah
banyak diproduksi dan diperdagangkan. Pada tabel I ditunjukkan beberapa contoh
eksipien komposit yang sering digunakan dalam formulasi sediaan tablet.
5. Bahan pengisi-pengikat (filler-binder)
Eksipien dengan keunggulan tertentu telah banyak dikembangkan dan
diaplikasikan dalam pembuatan tablet, khususnya eksipien golongan pengisipengikat. Bahan pengisi-pengikat merupakan bahan pengisi yang dapat sekaligus
digunakan sebagai bahan pengikat dan digunakan dalam formulasi tablet kempa
10
langsung. Karakteristik ini dapat diperoleh dengan memodifikasi suatu bahan
pengisi (filler) untuk bisa memiliki kompresibilitas yang baik sehingga dengan
pengempaan akan mampu berfungsi sebagai pengikat. Suatu filler-binder pada
umumnya merupakan suatu bahan pengisi yang memiliki deformasi plastis, yaitu
suatu bahan yang ketika dilakukan pengempaan maka konformasi dari fiiler-binder
akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk semula, hal
inilah yang menyebabkan suatu filler-binder akan meningkatkan kompresibilitas
bahan penyusun tablet (Gohel dan Jogani, 2005).
Tabel I. Contoh Eksipien Komposit Kempa Langsung (Gohel et al., 2007)
Eksipien coprocessed
Laktosa, 3,2% kallidone
Nama dagang
Ludipress
Sukrosa 3%, dextrin, DipacProsolv
mikrokristalin selulosa,
silikon dioksida
Industri
Basfag,
ludwigshafen,
Germany
Megglegmbh&
co.KG,
Germany
Penwest
pharmaceuticals
company
Laktosa, 25%selulosa
Cellactose
Mikrokristalin selulosa, Avicel ce-15
guar gum
Fmc
corporation
Kalsium
karbonat, Formaxx
sorbitol
Mikrokristalin selulosa, Microlela
laktosa
Merck
95% b-laktosa + 5% Pharmatose
lactitol
dcl 40
Dmvveghel
Meggle
Kelebihan
Higroskopis
sifat alir baik,
Kompresibilitas
rasa enak, murah
rendah,
baik,
Baik untuk kempa
langsung, sifat alir baik,
menurunkan kerapuhan,
menurunkan sensitivitas
terhadap granulasi basah
Jumlah partikel kecil
sedikit, tidak banyak
berdebu
Distribusi
ukuran
partikel baik
Dapat digunakan untuk
formulasi dosis besar,
atau dengan dosis kecil
Kompresibilitas tinggi
11
Kebanyakan filler-binder merupakan suatu bahan yang dapat menyerap air
dengan cepat. Hal ini memberikan keuntungan karena hal tersebut membantu
memperantarai terjadinya penetrasi air ke dalam matriks tablet yang akan
mempercepat proses disintegrasi. Beberapa filler-binder yang sering digunakan
adalah kombinasi starch dan laktosa seperti Starlac dan berbagai varian
mikrokristalin selulosa seperti diantaranya Avicel PH 102 dan Vivapur 102.
6. Spray drying
Spray drying merupakan proses pengeringan dengan memaparkan partikel
pada semburan gas panas yang suhunya lebih tinggi daripada suhu partikel cairan
tersebut. Hal ini menyebabkan penguapan partikel cairan sehingga terbentuk
partikel yang kering. Spray drying dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut spray dryer. Spray dryer digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti
pengeringan ekstrak, pembuatan susu bubuk dari susu cair, maupun pembuatan
material coprocessed. Untuk menghasilkan material coprocessed, bahan-bahan
tambahan dicampur dan disuspensikan dalam air dan cairan suspensi inilah yang
akan bertindak sebagai droplets pada proses spray drying. Suspensi ini akan diubah
menjadi serbuk kering secara langsung dalam satu tahap proses (Whiteside et al.,
2013). Serbuk kering hasil spray drying inilah yang disebut sebagai material
coprocessed.
Spray dryer dilakukan dengan mengatur parameter-parameter seperti suhu
inlet, suhu outlet, tekanan kompresi dan kecepatan hisap cairan (Paudel et al.,
2013). Ada beberapa alasan mengapa spray drying dipilih oleh beberapa industri,
antara lain merupakan proses yang kontinyu, sifat fisik produk seperti bentuk dan
12
ukuran partikel, kadar air dan sifat alir dapat dikontrol dengan memilih alat dan
kondisi proses, serta dapat digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap panas
karena atomisasinya berlangsung sangat cepat (Celik dan Wendel, 2005).
7. Pemerian bahan
a. Amilum sagu
Pohon sagu merupakan tumbuhan yang termasuk famili Palmae. Amilum
sagu diambil dari salah satu anggota famili Palmae, yaitu dari genus Metroxylon,
yang selanjutnya sering disebut palma sagu. Pohon sagu banyak tumbuh di Asia
Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Papua New Guinea. Daerah
yang memproduksi sagu adalah Papua, Maluku, Kalimantan, dan Sumatra (Singhal
et al., 2008).
Gambar 1. Struktur molekul amilopektin (Hausler, 2009)
Gambar 2. Struktur molekul amilosa (Hausler, 2009)
13
Pada gambar 1 dan gambar 2 ditunjukkan struktur molekul amilosa dan
amilopektin. Menurut (Wong et al., 2007), kandungan amilosa dan amilopektin
amilum sagu adalah 24,9% dan 75,1%. Angka ini hampir sama dengan kandungan
amilum yang lain yang biasa digunakan dalam bidang farmasi, seperti amilum
jagung, gandum, dan sorgum (amilosanya 28% dan amilopektin 72%), amilum
kentang (amilosa 21% dan amilopektin 79%). Amilum sagu memiliki rentang
ukuran partikel yaitu 10 sampai 50 μm, secara umum memiliki tekstur permukaan
yang halus dengan bentuk yang oval dan truncated. Suhu gelatinisasi Koffler dari
amilum sagu adalah 60 sampai 70oC (Abdorreza et al., 2012).
b. Povidon K-30
Povidon merupakan polimer sintetik yang terdiri dari rantai 1-vinyl2pyrrolidinon (Gambar 3), dan tergantung dari derajat polimerisasinya akan
menghasilkan polimer dengan BM berbeda. Karakterisasi povidon dengan
menghitung viskositasnya pada larutan berarir (aqueous solution) relatif terhadap
viskositas air yang digambarkan sebagai K-value. K-value berkisar 10-120.
Povidon K-30 merupakan salah satu kualitas dari povidon dengan K-value 30 dan
bobot molekul sekitar 50.000.
Povidon merupakan serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berwarna,
serta bersifat higroskopis, dengan data kelarutan sebagai berikut: mudah larut dalam
asam, kloroform, etanol 95%, keton, metanol, dan air, praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon, dan minyak mineral (Kibbe, 2009).
14
Gambar 3. Struktur molekul povidon (Kibbe, 2006)
Penggunaan povidon sebagai bahan pengikat banyak digunakan karena
memiliki beberapa keuntungan diantaranya waktu hancur yang cepat. Povidon
umumnya digunakan dalam bentuk larutan ataupun bentuk kering. Larutan dalam
air digunakan untuk mengranulasi bahan tidak larut sedangkan larutan dalam
alkohol digunakan untuk mengranulasi bahan larut (Hamed, 2005).
c. Mikrokristallin Sellulosa PH 101
Mikrokristallin sellulosa (MCC) dengan nama lain Avicel PH 101 dengan
struktur molekul seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, merupakan bubuk yang
diperoleh melalui proses depolimerisasi dan pemurnian sellulosa sehingga
diperoleh serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa. MCC tersedia
secara komersial dalam ukuran partikel, kelembaban, sifat dan penggunaan yang
berbeda-beda (Guy, 2009).
Gambar 4. Struktur molekul mikrokristalin sellulosa (Kibbe, 2006)
15
MCC umum digunakan sebagai eksipien pada tablet yang dibuat dengan
teknik kempa langsung. MCC memiliki kompaktibilitas yang baik, dan bersifat
inert terhadap sebagaian besar zat aktif. MCC tersedia secara komersial dengan
kelas berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada metode
pembuatan, ukuran partikel, kelembaban, sifat alir, dan sifat fisik lainnya. Partikel
berukuran lebih besar dengan densitas masa yang lebih tinggi umumnya
memberikan sifat aliran serbuk yang lebih baik (Guy, 2009).
d. Asetosal (Acidum Acetylosalicylicum)
Asetosal atau Acidum Acetylosalicylicum adalah suatu obat analgesik,
antipiretik, dan anti inflamasi yang efektif. Struktur molekul asetosal ditunjukkan
pada gambar 5. Asetosal juga dapat mencegah agregasi platelet dan ada beberapa
bukti yang menunjukkan bahwa asetosal dapat digunakan dalam pencegahan
penyakit stroke. Kadar C9H8O4 tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Asetosal berupa hablur, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun,
atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering;
di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam
asetat. Asetosal mempunyai kelarutan yang baik dalam etanol, kloroform dan eter,
serta sukar larut dalam air dan eter mutlak (Departemen Kesehatan, 2014).
Gambar 5. Struktur molekul asetosal (Departemen Kesehatan, 2014).
16
e. Magnesium Stearat
Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asamasam organik padat yang diperoleh dari lemak terutama dari magnesium stearat dan
magnesium palmitat, mengandung tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3%
MgO. Magnesium stearat berbentuk serbuk halus, putih, dan voluminus; bau lemah
khas; mudah melekat di kulit dan bebas dari butiran. Magnesium stearat tidak larut
dalam air, etanol dan eter (Departemen Kesehatan, 2014)
8. Pemeriksaan sifat fisik eksipien
Pemeriksaan sifat fisik material eksipien dimaksudkan untuk mengetahui
karakteristik material coprocessed dan mendapatkan tablet yang berkualitas baik.
Evaluasi sifat fisik material coprocessed:
a. Bentuk dan topografi material
Bentuk partikel merupakan parameter penting yang dapat memberikan efek
signifikan terhadap massa serbuk. Berdasarkan bentuknya, partikel dapat
diklasifikasikan menjadi spherical, elongated, acicular, angular, dan bentukbentuk lainnya (Heng dan Chan, 2005). Telah diketahui secara umum, bahwa
kemampuan alir serbuk meningkat ketika bentuk partikel menjadi lebih irregular.
Bentuk dan topografi partikel dapat diobservasi menggunakan scanning electron
microscopy (SEM). Scanning electron microscopy (SEM) memberikan gambaran
dan data yang terperinci mengenai permukaan granul kering (Schmidt, 2000).
b. Diameter rata-rata ukuran material
Menurut Sulaiman (2007), ukuran dan distribusi ukuran partikel/granul
akan mempengaruhi bobot tablet, variasi bobot tablet (keseragaman tablet), waktu
17
disintegrasi, friabilitas granul, sifat alir, dan kinetika kecepatan pengeringan pada
granulasi basah. Ada beberapa metode untuk mngetahui parameter ini antara lain
metode pengendapan, sentrifugasi, pengayakan, dan mikroskopi. Metode
pengayakan lebih terpilih karena kepraktisan dan mudah pelaksanaan. Ukuran
granul dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan penolong, metode granulasi, jumlah
dan macam bahan pengikat yang digunakan. Peningkatan ukuran partikel dapat
disebabkan oleh semakin banyaknya bahan pengikat.
c. Sifat alir
Menurut Sulaiman (2007), sifat alir dari material yang akan dikempa sangat
penting karena berhubungan dengan keseragaman pengisisan ruang cetakan (die)
yang akan mempengaruhi keseragaman bobot tablet yang akhirnya akan
mempengaruhi keseragaman zat aktif. Uji sifat alir material coprocessed dilakukan
dengan metode langsung dan tidak langsung. Cara langsung dilakukan dengan
menetapkan kecepatan waktu alir. Uji sifat alir secara tidak langsung dilakukan
dengan sudut diam dan cara pengetapan.
1) waktu alir
Kecepatan alir dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, porositas, gaya
elektrostatik dan gaya gesekan antar partikel serta kondisi percobaan. Kecepatan
alir menunjukkan mudah tidaknya granul mengalir dalam mesin pencetak tablet.
Granul yang mempunyai waktu alir yang baik, pada pengisian ke ruang cetak akan
berlangsung kontinyu sehingga akan menghasilkan massa tablet yang tetap dan
mempunyai variasi bobot yang relatif rendah. Pada umumnya untuk 100 gram
granul atau serbuk dengan waktu alir kurang dari 10 detik maka mempunyai waktu
18
alir yang baik dan mudah untuk dilakukan penabletan. Persyaratan ini benar apabila
kita menggunakan peralatan yang standar, karena besar kecil lubang corong secara
langsung akan mempengaruhi kecepatan alir (Sulaiman, 2007). Pada pengujian sifat
alir, menggunakan corong dengan diameter 10 mm.
2) sudut diam
Sudut diam yaitu sudut maksimum yang terbentuk antara permukaan
tumpukan granul dengan bidang horizontal bila sejumlah serbuk atau granul
dituang dalam alat pengukur. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk,
ukuran dan kelembaban granul atau serbuk. Granul atau serbuk akan mengalir
dengan baik jika mempunyai sudut diam antara 25o-40o (Sulaiman, 2007). Sudut
diam dipengaruhi oleh besar kecilnya gaya tarik dan gaya gesek antar partikel. Jika
gaya tarik dan gaya geseknya kecil, maka sudut diamnya akan kecil dan dalam
keadaan yang demikian campuran serbuk atau granul tersebut akan lebih cepat dan
lebih mudah untuk mengalir.
d. Bulk density dan tapped density
1) tapped density
Pengetapan menunjukkan penurunan volume granul atau serbuk akibat
ketukan (tapped) dan getaran (vibrating). Adanya pengetapan menyebabkan
volume serbuk berkurang dan terjadi konsolidasi sehingga bulk density serbuk
bertambah sampai mencapai kesetimbangan. Tapped density didapat dari
pembagian antar berat serbuk dengan volume konstan setelah pengetapan.
Pengetapan dilakukan dengan mengamati perubahan volume sebelum pengetapan
dan volume setelah pengetapan (Sulaiman, 2007). Nilai tapped density (ρP) dihitung
19
dengan persamaan 1 yaitu pembagian antara serbuk dengan volume konstan setelah
pengetapan.
bobot granul
(ρP) = volume granul setelah konstan (Vinf) .........................................(1)
2) bulk density
Bulk density granul didapat dari pembagian massa granul dengan volume
totalnya. Bulk density mempengaruhi rasio kompresi yang berefek pada ketebalan
dan juga berpengaruh pada sifat alir. Bulk density dari suatu bahan dipengaruhi oleh
sejumlah faktor seperti bentuk, ukuran, dan kohesivitas partikel. Partikel besar akan
membentuk ruang dan memiliki bulk density yang lebih rendah dari partikel
berukuran kecil. Hal ini disebabkan, partikel kecil dapat tersusun lebih rapat dan
membentuk ruang yang sempit (Sulaiman, 2007). Bulk density (ρb) granul dihitung
dengan persamaan 2
bobot granul
(ρb) = volume granul (Vo) ......................................................................(2)
e. Kompaktibilitas dan kompresibilitas granul
Uji kompaktibilitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan granul
untuk saling melekat menjadi massa yang kompak, digunakan mesin single punch
dengan berbagai tekanan dari yang rendah ke yang tinggi dengan mengatur
kedalaman punch atas turun ke ruang die. Kompaktibilitas digambarkan oleh
kekerasan tablet yang dihasilkan. Uji kompresibilitas dimaksudkan untuk
20
mengetahui kemampatan campuran granul selama dikempa. Kompresibilitas
digambarkan oleh ketebalan tablet.
f. Daya serap air
Daya serap air tablet sangat tergantung pada kemampuan daya serap air
granul/massa penyusun tablet. Faktor yang mempengaruhi masuknya air adalah
porositas tablet, hal ini tergantung oleh kompresi dan kemampuan menyerap air
dalam material yang dipakai. Air dapat berpenetrasi ke dalam pori-pori tablet
karena adanya aksi kapiler bahan penghancur. Prediksi daya hancur atau daya serap
air dari tablet dapat diperkirakan dengan mengukur atau mengamati daya serap
massa penyusun tablet tersebut (Sulaiman, 2007). Rumus untuk menghitung
kecepatan alir ditunjukkan pada persamaan 3.
Kecepatan penyerapan air =
𝐛𝐞𝐫𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐢𝐫 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐚𝐦𝐩𝐮𝐥
𝐥𝐚𝐦𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐲𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐧
..............................(3)
g. Kadar air
Salah satu parameter yang memberikan efek signifikan pada kebanyakan
formula tablet adalah kandungan air yang ada selama proses produksi dan yang
tertinggal sebagai residu dalam produk. Kadar air dapat mempengaruhi tingkat
kekerasan tablet dan bisa beraksi sebagai lubrikan internal. Kadar air dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah atau persen LOD dan berat kering atau persen
MC (Sulaiman, 2007). Kadar air yang terlalu kecil akan menyebabkan tablet yang
dihasilkan rapuh dibandingkan material yang mempunyai kadar air 2-4%. Material
yang dikempa harus memiliki kandungan lembab atau kadar air dalam batas-batas
21
tertentu. Hal ini penting karena berhubungan dengan sifat alir, proses pengempaan,
kompaktibilitas dan stabilitas (Sulaiman, 2007)
h. Kerapuhan material
Kerapuhan material diperiksa untuk mengetahui gambaran stabilitas fisis
material yang nantinya digunakan sebagai eksipien. Kerapuhan material penting
untuk diamati karena akan berpengaruh pada ukuran dan distribusi ukuran material,
yang nantinya akan berpengaruh pada kompresibilitas, sifat alir, dan variasi berat
tablet (Sulaiman, 2007).
9. Evaluasi tablet
Tablet dievaluasi menurut sifat-sifat sebagai berlikut:
a. keseragaman bobot
Parameter keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin
keseragaman dosis antar tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan
memiliki kadar zat aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi
keseragaman dosis obat dalam tablet. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
(1995), persyaratan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut adalah seperti pada
tabel II.
Tabel II. Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Departemen Kesehatan, 1995)
Bobot rata-rata tablet
Penyimpangan rata-rata bobot dalam %
A
B
15%
30%
26 - 150 mg
10%
20%
151 - 300 mg
7.5%
15%
5%
10%
25 mg atau kurang
lebih dari 300 mg
22
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan memilih 20 tablet secara acak,
kemudian menimbangnya satu per satu. Selanjutnya dicari harga rerata bobot tablet
dan standar deviasinya. Hasil penimbangan 20 tablet tidak boleh ada dua tablet yang
menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada satupun tablet yang menyimpang
dari ketentuan B.
b. kekerasan tablet
Kekerasan tablet didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk
menghancurkan tablet. Kekerasan tablet ditentukan dengan alat hardness tester dan
dinyatakan dalam kg. Caranya alat disetting pada skala nol, lalu tablet diletakkan
pada alat dengan posisi vertikal tegak lurus terhadap tuas. Ulir pada alat diputar
hingga tablet pecah. Besarnya tekanan tersebut dicatat dan dicari nilai rata-ratanya.
Kekerasan tablet yang baik adalah 4-8 kg. Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih
dapat diterima asalkan kerapuhannya tidak melebihi batas yang ditetapkan
(Sulaiman, 2007).
c. kerapuhan
Kerapuhan tablet dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang
dilepaskan
tablet
akibat
adanya
bahan
penguji
mekanis.
Kerapuhan
menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanik terutama guncangan
dan pengikisan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukkan tablet tersebut
bertahan terhadap goresan ringan atau kerusakan dalam pengemasan dan
transportasi (Allen et al., 2011).
23
Kerapuhan tablet ditentukan dengan alat Roche friablator. Alat ini bekerja
sesuai degnan efek abrasi dan guncangan pada suatu chamber plastic yang diputar
pada kecepatan 25 rpm dan tablet jatuh dari ketinggian 6 inchi pada tiap putaran.
Nilai kerapuhan yang dipersyaratkan Farmakope Indonesia edisi V adalah 0.1 % 0.9 %. Nilai kerapuhan tablet dihitung dengan persamaan 4.
kerapuhan % =
bobot awal −bobot akhir
bobot awal
………………..………(4)
d. waktu hancur tablet
Waktu hancur tablet merupakan parameter yang menggambarkan kecepatan
hancur tablet. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktif
sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal
pada kasa alat uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas,
kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut. Kecuali
dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak boleh lebih dari 15 menit (Departemen
Kesehatan, 2014).
F. Landasan Teori
Penelitian mengenai pengembangan eksipien khususnya filler-binder telah
banyak dilakukan. Review oleh Ajay et al. (2012) mengungkapkan modifikasi
eksipien dengan cara mengubah sifat fisis dan mengkombinasikan dua atau lebih
eksipien menjadi eksipien yang baru merupakan cara yang paling sering dipilih oleh
industri dalam mengembangkan ekspien yang baru. Eksipien hasil modifikasi yang
24
telah beredar beberapa di antaranya adalah Spress B820 yang merupakan
pregelatinasi dari amilum jagung dan juga Cellactose yang merupakan hasil
kombinasi dari laktosa dan selulosa.
Amilum telah lama digunakan sebagai filler-binder pada sediaan tablet
karena sifatnya yang mampu menaikkan bulk. Salah satu jenis amilum yang sedang
dikembangkan adalah amilum sagu yang diproduksi dari batang pohon Metroxylon,
sp. Amilum sagu memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang buruk dikarenakan
ukuran rata-rata partikelnya yang kecil, sehingga kurang tepat sebagai filler-binder
tablet kempa langsung. Perlu dilakukan modifikasi untuk memperbaiki sifat fisik
dari amilum sagu.
Amilum pregelatin adalah amilum yang telah diproses secara kimia dan atau
mekanis sehingga semua atau sebagian dari partikel amilum pecah. Proses
pregelatinasi dipilih karena dapat menjadikan sifat alir amilum menjadi lebih baik
dan langsung dapat digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode kempa
langsung. Sebagai contoh adalah amilum jagung pregelatinasi yang sudah sering
digunakan sebagai eksipien dalam proses kempa langsung dengan nama dagang
Spress B820. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo dan Hassan
(2015), amilum sagu yang di-pregelatinasi dengan suhu pemanasan 65oC dan
dikeringkan selama 2 hari dengan oven, mampu memperbaiki kompresibilitas dan
kompaktibilitas amilum sagu. Penggunaan spray dryer pada penelitian ini
diharapkan mampu meningkatkan sifat alir, kompresibilitas dan kompaktibilitas
amilum sagu pregelatin dibandingkan yang tidak menggunakan karena hasil
25
material yang diproduksi menggunakan spray dryer memiliki bentuk dan ukuran
yang seragam.
Material komposit dapat didefinisikan sebagai pengkombinasian dua atau
lebih jenis eksipien yang sudah ada dengan proses yang tepat. Menurut Nachaegari
dan Bansal (2004) kombinasi eksipien yang sering dicoba untuk diproduksi menjadi
material komposit adalah kombinasi filler dan binder. Material komposit yang
dihasilkan mempunyai karakteristik serbuk dan dan sifat fisik tablet yang lebih baik
dibanding bahan tunggal atau campurannya secara fisik.
MCC adalah bahan pengisi dan pengikat yang baik untuk formulasi sediaan
tablet dengan metode pembuatan granulasi basah dan kempa langsung. Memiliki
fungsi sebagai adsorbent,
agen pensuspensi, pelicin tablet dan kapsul, serta
pengikat untuk tablet (Guy, 2009). Povidon merupakan material yang larut dalam
air dan dapat digunakan sebagai agen penyalut atau bahan pengikat tablet (Hamed,
2005). Apabila MCC atau povidon dikombinasikan dengan amilum sagu, maka
akan memberikan material filler-binder yang baik dalam proses kempa langsung.
Kombinasi amilum sagu dengan MCC atau povidon belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Limwong et al. (2004) mengenai
kombinasi amilum beras dengan MCC mampu memberikan hasil yang baik dengan
bentuk partikel yang irregular sehingga mampu meningkatkan sifat alir dan
kompresibilitas amilum. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang
dilakukan oleh Setyaningrum (2008) mengenai optimasi amilum singkong dengan
povidon dengan rasio 9:1, dapat menghasilkan material coprocessed yang memiliki
sifat fisik yang baik.
26
G. Hipotesis
1.
Eksipien hasil dari modifikasi amilum sagu yang dihasilkan dengan proses
pregelatinasi dan coprocessed dengan bahan komposit povidon dan MCC
akan memiliki karakteristik sifat fisik yang lebih baik dibandingkan dengan
amilum sagu yang tidak dimodifikasi sehingga dapat digunakan sebagai
filler-binder untuk kempa langsung.
2.
Tablet yang dikempa menggunakan bahan filler-binder dari hasil modifikasi
eksipien amilum sagu, memberikan sifat fisik yang baik dan memenuhi
persyaratan sebagai tablet yang baik sesuai literatur.
Download