1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal didefinisikan sebagai obat-obat yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Selain itu, obat herbal juga bisa terdiri dari obat yang berasal dari sumber hewani, mineral atau gabungan antara ketiganya (Mangan, 2003). Akhir-akhir ini penggunaan obat herbal mulai diminati oleh masyarakat baik di negara maju dan negara berkembang. Hal ini dikarenakan obat herbal dipercaya memiliki beberapa keuntungan dibanding obat modern diantaranya yaitu efek samping yang minimal jika digunakan secara tepat, harganya yang relatif lebih murah dibanding obat modern, serta tidak memerlukan teknologi yang rumit dalam pengolahannya (Payyappallimana, 2010). Dalam upaya untuk memanfaatkan potensi obat herbal yang begitu besar serta untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap obat herbal, maka perlu dilakukan pengembangan obat herbal menjadi bentuk sediaan farmasi. Rute oral adalah rute yang paling sering dan nyaman digunakan untuk pemberian obat atau sediaan farmasi, oleh sebab biaya terapi yang relatif rendah dan kemudahan penggunaannya yang mengarah pada tingginya kepatuhan pasien untuk menggunakan obat dalam rute oral (Dash and Verma, 2013). Salah satu bentuk sediaan yang dapat digunakan secara oral adalah bentuk sediaan tablet. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk 1 2 tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI, 1979). Keunggulan sediaan ini antara lain proses produksinya yang mudah serta ekonomis, stabilitas yang relatif lebih baik, distribusi dan penyimpanannya yang mudah, nyaman dalam penggunaanya dan dosis lebih akurat dibandingkan sediaan cair oral (Harbir, 2012). Salah satu permasalahan dalam pengembangan obat herbal menjadi sediaan tablet adalah kesulitan dalam menghasilkan sediaan yang memenuhi persyaratan sifat fisik, stabilitas fisika dan kimia, serta pelepasan bahan aktif yang mengarah pada bioavailabilitas bahan aktif obat. Sebagian besar komponen utama obat herbal yang digunakan adalah dalam bentuk ekstrak kental, yang mana pada ekstrak tersebut terdapat kandungan air atau pelarut yang membuatnya sedikit basah sehingga sulit untuk diformulasikan terutama menjadi bentuk sediaan padatan seperti tablet. Permasalahan lainnya dari penggunaan ekstrak sebagai komponen utama yaitu ekstrak pada umumnya memiliki daya alir dan kompresibilitas yang buruk meskipun sudah dalam bentuk kering, sehingga susah untuk dikempa secara langsung (Gallo et al., 2013). Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang formulasi sediaan tablet menggunakan ekstrak tumbuhan yang berkhasiat obat sebagai bahan aktif. Pada penelitian ini digunakan ubi jalar ungu sebagai permodelan, dikarenakan ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin yang memiliki beberapa efek farmakologis diantaranya antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif, dan lainlain (Montila et al., 2011). Selain itu kandungan antosianin dalam ubi jalar ungu 3 dapat diekstraksi dengan mudah yaitu menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol asam, dan telah ditemukan metode untuk menganalisis antosianin secara kuantitatif dengan mudah yaitu menggunakan metode pH differential (Jiao et al., 2012; Huang et al., 2010; Giusti dan Worlstad, 2001). Permasalahan dalam penggunaan ekstrak ubi jalar ungu sebagai bahan aktif adalah daya alir ekstrak yang kurang baik dan senyawa aktif ekstrak yaitu antosianin dapat berubah menjadi senyawa bermuatan, yang mana senyawa antosianin dalam ekstrak ubi jalar ungu pada suasana asam dapat berubah bentuk menjadi senyawa kation (bermuatan positif), yang memungkinkan terjadinya interaksi zat aktif dan eksipien jika diformulasikan dengan eksipien ionik baik anion maupun kation (Giusti dan Worlstad, 2001; Crowley and Martini, 2001). Berdasarkan informasi tersebut, formulasi ekstrak ubi jalar ungu merupakan langkah yang kompleks, dan eksipien yang tepat perlu ditambahkan pada ekstrak. Dalam pembuatan tablet, metode yang umum digunakan adalah metode kempa langsung. Beberapa penelitian tentang formulasi tablet herbal dengan metode kempa langsung yang pernah dilakukan, menggunakan permodelan tablet dengan perbandingan zat aktif : eksipien yaitu 1:4, menghasilkan tablet dengan profil disolusi yang baik dan sifat fisik tablet yang memenuhi persyaratan (Majekodunmi et al., 2008; Rojas et al., 2013). Pada penelitian ini akan digunakan rasio ekstrak : eksipien 1:4 dalam pembuatan tablet secara kempa langsung. Untuk menghasilkan tablet dengan mutu yang baik dan memenuhi persyaratan farmakope indonesia, pemilihan dan komposisi bahan-bahan pembantu (eksipien) memegang peranan penting. Eksipien untuk sediaan farmasi 4 dibagi menjadi dua jenis yaitu polimer dan dan non polimer (Shah et al., 2014). Eksipien polimer sering digunakan untuk memformulasi matriks tablet. Pemilihan polimer tergantung pada sifat fisikokimia bahan obat yang akan dimasukkan ke dalam sistem matriks dan jenis pelepasan obat yang dibutuhkan. Eksipien polimer dibagi menjadi dua yaitu non ionik (pH independent) dan ionik (pH dependent). Eksipien polimer ionik dapat menimbulkan terjadinya interaksi ionik dengan zat aktif yang memiliki muatan. Senyawa yang bermuatan dapat saling tarik-menarik dengan senyawa yang memiliki muatan berlawanan, dan tolak-menolak dengan senyawa yang bermuatan sama, hal tersebut dapat mempengaruhi kelarutan dan pelepasan senyawa aktif dari matriks tablet (Yoshida et al., 2013; Crowley and Martini, 2001). Oleh karena itu kemampuan eksipien untuk terionisasi juga perlu diperhatikan dalam memformulasi suatu bahan aktif yang memiliki muatan. Berdasarkan data tersebut di atas, pada penelitian ini akan dilakukan formulasi tablet secara kempa langsung dengan rasio zat aktif dan eksipien 1:4 menggunakan variasi polimer pengisi yaitu amilum singkong partially pregelatinized yang merupakan polimer nonionik, avicel® PH 102 yang merupakan polimer anionik semisintetik, dan natrium alginat yang merupakan polimer anionik alami, dengan tujuan memperoleh eksipien polimer tablet yang cocok untuk permodelan bahan aktif yang digunakan yaitu ekstrak ubi jalar ungu dimana eksipien terbaik dinilai dengan melihat sifat fisik tablet dan profil pelepasan zat aktif yang dihasilkan. 5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu apakah terdapat perbedaan pada sifat fisik serta profil disolusi tablet ekstrak ubi jalar ungu setelah dilakukan variasi terhadap polimer yang digunakan sebagai pengisi dalam proses pembuatan tablet dengan metode kempa langsung ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh polimer yang sesuai sebagai bahan pengisi dalam memformulasi suatu sediaan farmasi tablet dengan bahan aktif ekstrak ubi jalar ungu sehingga menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan fisik dan disolusi sediaan tablet. 1.4 Manfaat Penelitian Memberikan alternatif dalam pemilihan eksipien untuk formulasi sediaan tablet herbal dengan bahan aktif berupa ekstrak ubi jalar ungu dengan metode kempa langsung.