Di Antara Perairan Selat Makasar Dan Laut Jawa

advertisement
4
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kabupaten Pati
4.1.1 Kondisi geografi
Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara
administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pati
memiliki batas-batas koordinat 110O48’-111O15’BT dan 06O25’-07O01’LS
(Gambar 12).
Gambar 12 Peta geografi Kabupaten Pati.
Wilayah Kabupaten Pati sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara
dan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan
Kabupaten Blora, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan
Kabupaten Jepara, serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Rembang
dan Laut Jawa.
Kabupaten Pati sebagian besar merupakan dataran rendah, bagian selatan
merupakan rangkaian Pegunungan Kapur Utara, bagian barat laut merupakan
perbukitan dan bagian timur laut adalah daerah pantai landai berawa dengan
panjang garis pantai ± 49,21 km. Dari 21 kecamatan, terdapat 7 kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa yaitu: Kecamatan Dukuh Seti, Tayu,
Trangkil, Wedarijaksa, Juwana dan Batangan.
Kecamatan Dukuh Seti, Tayu, Juwana dan Batangan memiliki usaha
perikanan tangkap dengan tujuh buah Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yang
berlokasi di seluruh kecamatan-kecamatan tersebut.
Kecamatan Juwana, memiliki batas-batas koordinat 111O06’-111O11’BT
dan 06O39’-06O45’LS. Batas-batas wilayah : sebelah utara dengan Laut Jawa,
sebelah barat dengan Kecamatan Pati dan Kecamatan Wedarijaksa, sebalah
selatan dengan Kecamatan Jaken dan Kecamatan Jakenan dan sebelah timur
dengan Kecamatan Batangan.
Wilayah Kecamatan Juwana merupakan dataran rendah yang dekat dengan
Laut Jawa, memiliki panjang pantai ± 5,61 km dengan ketinggian daratan 3,76 m
di atas permukaan laut. Luas Kecamatan Juwana adalah 5,593 km2 atau 4,12 %
dari luas total Kabupaten Pati yang mencapai 150 368 km2.
4.1.2 Kondisi iklim
Keadaan iklim Kabupaten Pati secara umum berdasarkan pengamatan dari
stasiun klimatologi Rondole Pati, memiliki temperatur terendah 24
O
C dan
temperatur tertinggi 33 OC, curah hujan rata-rata 1 699 mm/tahun dengan hari
hujan sebanyak 105 hari serta kelembaban udara berkisar antara 74-77 % /tahun.
Kondisi selama musim hujan, biasanya memiliki temperatur antara
25-26
O
C dengan curah hujan 200-400 mm/hari hujan. Pada musim panas
temperatur bisa mencapai 33 OC dengan curah hujan 0-80 mm/hari hujan.
4.2
Lingkungan Perairan Laut Jawa dan Selatan Selat Makasar
Laut Jawa terletak hanya 220 mil dari pulau Kalimantan dan perairan pantai
utara Jawa yang meliputi laut teritorial kepulauan. Laut Jawa terkadang
disamakan sebagai ″Mediterania/Laut Tengah″nya Indonesia. Perairan Laut Jawa
″bertemu″ di sebelah barat dengan Laut Cina melalui Selat Karimata, di sebelah
selatan dengan Samudra Hindia melalui Selat Sunda dan Selat Bali, di timur
dengan Laut Flores dan Laut Sulawesi melalui Selat Makasar (Lubis et al. 2005).
Laut Jawa merupakan laut yang tidak begitu dalam. Isodepth 20 m terletak
pada jarak puluhan mil di laut lepas, sedangkan di selatan Laut Jawa, yang
ditemui pada jarak tersebut adalah isodepth 200 m. Pada kedalaman rata-rata 40
m, Laut Jawa membentuk lereng yang menurun secara perlahan-lahan menuju
timur, dengan kedalaman 30-an meter di bagian baratnya dan di bagian kanan dari
Selat Karimata, sekitar 60-an meter di bagian tengahnya dan mencapai 90 m di
sebelah barat, pada jarak beberapa mil dari Pulau Madura (Lubis et al. 2005). Hal
ini seperti suatu daratan yang tergenang dan berhubungan dengan perluasan
bagian timur dangkal Sunda, beberapa kali terbentuk dataran di laut ini pada
zaman batu atau paloelitik (pleistocene). Garis yang membagi perairan Laut Jawa
yang terletak di Selat Karimata saat ini, yang memisahkan dua daerah aliran
sungai yang besar, yang pertama mengalirkan airnya ke arah utara, ke dalam Laut
Cina, yang kedua mengumpulkan airnya dari selatan Kalimantan, timur Sumatera,
dan dari utara Jawa, selanjutnya mengalirkannya melalui bentuk lereng yang
menurun secara perlahan-lahan sampai ke Laut Flores di bagian timur (Potier, 1998).
Laut Jawa memiliki pergerakan-pergerakan musiman dari massa air laut
yang memperkuat fluktuasi presipitasi dan memprovokasi terjadinya variasi tajam
pada lingkungan perairannya. Suhu permukaan Laut Jawa menunjukkan stabilitas
termik yang tinggi dengan rata-rata tahunan 28
O
C dengan simpangan suhu
O
berkisar antara 2-3 C. Tetapi, begitu terbatasnya fluktuasi tersebut sehingga tidak
menghasilkan siklus tahunan yang begitu nyata. Suhu paling rendah berlangsung
pada bulan Februari dan Agustus yaitu pada saat musim berlangsung dengan baik,
suhu paling tinggi terjadi pada bulan April, Mei dan November pada saat
peralihan musim (Potier, 1998).
Tingkat salinitas lapisan permukaan air laut mengikuti siklus yang sama,
tetapi dengan variasi tinggi. Isohaline 34 ‰, merupakan bukti dari masuknya
massa air laut yang berasal dari Samudra Hindia ke dalam Laut Jawa, sebaliknya
juga menandai adanya aliran balik yang jauh dari Laut Jawa (Potier, 1998). Hal
tersebut diiringi dengan turunnya tingkat salinitas, mencapai 31 ‰ pada akhir
musim penghujan di tengah Laut Jawa. Penurunan salinitas ini ditimbulkan juga
oleh air sungai-sungai yang mengalir ke laut selama bulan November-Mei
(Potier, 1998).
Menurut Potier (1998) curah hujan sering melebihi 2 000 mm per tahun
terdapat dalam musim barat, terjadi pertama kali di bagian barat dari Laut Jawa,
kemudian secara progresif bergerak menuju timur kemudian kembali ke arah
sebaliknya.
Laut Jawa dapat dibedakan dengan jelas antara musim hujan dan musim
kering. Musim kering dengan curah hujan dari 50 mm berlangsung dari bulan Juli
sampai Oktober dan musim hujan berlangsung dari bulan Desember sampai bulan
Maret. Musim kering yang terjadi dalam monsun timur dengan penguapan yang
melampaui curah hujan. Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban relatif
rendah menyebabkan penguapan (lebih dari 100 mm/bulan). Dari bulan Juni
sampai Agustus energi yang dipergunakan untuk penguapan melebihi radiasi
sehingga terjadi pendinginan. Kekurangan atau defisit energi selama tiga bulan itu
berjumlah 5 700 kal/cm2 dan sebanding dengan penurunan suhu 1-4 OC dari
lapisan air sampai kedalaman 40 m, yang ternyata sesuai dengan hasil pengukuran
suhu secara langsung.sedangkan pendinginan dalam bulan Desember dan Januari
lebih dipengaruhi oleh monsun utara dengan angin yang relatif kuat dan
membawa massa udara yang dingin dan hujan ke daerah ini (Romimohtarto dan
Sumiyati, 1998).
Arus yang terdapat di Laut Jawa menyebar secara luas di seluruh
perairannya. Dari bulan Mei-September arus laut mengalir ke barat dan sebaliknya
dari bulan November-Maret arus laut mengalir ke timur. Dalam bulan AprilOktober arah arus laut berobah dan biasanya dalam bulan ini terdapat arus
mengalir ke timur di lepas pantai Jawa dan arus mengalir ke barat di lepas pantai
Kalimantan. Di selat-selat sempit antara Kalimantan dan Sumatera seperti di Selat
Karimata dan Selat Gaspar, jika angin bertiup keras maka kecepatan arus
permukaan sering mencapai 100 cm/det (Romimohtarto dan Sumiyati, 1998).
Sepanjang tahun arus permukaan di Selat Makassar selalu mengalir ke
selatan dengan kecepatan pada umumnya rendah. Kecepatan minimum terjadi
dalam bulan-bulan Desember, Januari dan Mei, sedangkan arus terkuat terjadi
dalam bulan Februari, Maret dan dari bulan Juli-September. Selama angin monsun
tenggara massa air yang keluar dari bagian selatan Selat Makasar mengalir ke
Laut Jawa dan Laut Flores (Romimohtarto dan Sumiyati, 1998).
4.3
Aktifitas Perikanan Tangkap Kabupaten Pati
4.3.1 Tempat pendaratan ikan
Peta tematik yang diolah dari data atlas perikanan tangkap dan pelabuhan
perikanan di Pulau Jawa terbitan tahun 2005 di bawah ini (Gambar 13),
menunjukkan Kabupaten Pati memiliki 6 buah tempat pendaratan ikan yang masih
berstatus pusat pendaratan dan 1 buah telah berstatus pelabuhan yaitu Bajomulyo.
Gambar 13 Kondisi tempat pendaratan ikan (TPI) tahun 2004.
Pada Gambar 13 di atas dapat diketahui bahwa fasilitas-fasilitas yang
dimiliki semua tempat pendaratan ikan hampir seluruhnya masih dalam kondisi
belum memadai sehingga perlu adanya penambahan fasilitas. Fasilitas yang
dimiliki oleh Bajomulyo sudah cukup mendukung peranannya sebagai pelabuhan
perikanan pantai di kabupaten Pati.
4.3.2 Kondisi rumah tangga produksi
Peta tematik yang diolah berdasarkan data dinas kelautan dan perikanan
daerah Pati tahun 2004 di bawah ini (Gambar 14), memperlihatkan kondisi rumah
tangga produksi perikanan tangkap didominasi oleh perahu motor tempel (PMT)
dengan jumlah hampir 2 250 unit usaha. Sementara hampir semua kecamatan
yang memiliki usaha perikanan tangkap telah memiliki kapal motor (KM) dalam
berbagai ukuran. Untuk rumah tangga produksi di Kecamatan Juwana yang
menggunakan kapal bermotor, didominasi oleh ukuran antara 50-100 gross tonage
(GT) sebesar 51 unit atau 75% dari seluruh armada kapal bermotornya yang
berjumlah 80 unit.
Gambar 14 Kondisi rumah tangga produksi tahun 2004.
4.3.3 Alat tangkap
Alat penangkap ikan di seluruh Kabupaten Pati didominasi oleh alat tangkap
jaring insang hampir sebesar 2 500 unit. Jenis pukat kantong paling banyak
terdapat di Kecamatan Tayu, jenis pancing dan jaring insang banyak terdapat di
Kecamatan Dukuh Seti, sedangkan alat tangkap purse seine dengan menggunakan
kapal motor atau purse seine besar hanya terdapat di Kecamatan Juwana dengan
Bajomulyo sebagai pangkalannya.
Sumber daya ikan layang merupakan tangkapan dominan purse seine pada
tahun 2004 dari Bajomulyo, dengan 37% dari tangkapan totalnya. Untuk lebih
jelas tersaji pada gambar 15 berikut ini.
Gambar 15 Kondisi alat penangkap ikan tahun 2004.
4.3.4 Produksi sumber daya ikan
Gambar 16 di bawah ini menunjukkan adanya dominasi pada total
tangkapan sumber daya ikan menurut kecamatan pemilik usaha perikanan tangkap
berada di Bajomulyo, hal ini mengingat Bajomulyo sebagai pelabuhan nomor dua
terbesar di pantai utara setelah Pekalongan.
Gambar 16 Kondisi umum produksi perikanan tangkap tahun 2004.
Keterangan gambar 16 menjelaskan pusat pendaratan ikan (PPI) Alas Dowo
dan Margomulyo menjadi tujuan utama pendaratan kelompok penaid atau
krustase, namun dalam jumlah yang kecil juga didaratkan di Puncel. Kelompok
demersal banyak didaratkan di Sambiroto, Banyutowo, Bajomulyo dan Puncel.
Gambar 16 juga menjelaskan kondisi sumber daya perikanan tangkap di
Kabupaten Pati pada tahun 2004 didominasi oleh kelompok ikan pelagis kecil.
Ada lima tempat pendaratan yang menjadi tujuan pendaratan ikan pelagis kecil
yaitu: Bajomulyo dengan kompoisi 60 % dari total pendaratan ikannya, Pecangan
95 % dari total pendaratan ikannya, Sambiroto 50 % dari total pendaratan
ikannya, Puncel 37 % dari total pendaratan ikannya dan Banyutowo 12 % dari
total pendaratan ikannya.
Gambar 17 di bawah ini menjelaskan Bajomulyo telah menjadi tujuan
utama pendaratan sumber daya ikan layang selama tahun 2004 dengan komposisi
46% dari total tangkapan sumber daya ikannya, namun dalam jumlah yang tidak
besar juga didaratkan di Sambiroto dengan komposisi 14% dari total tangkapan
sumber daya ikannya.
Gambar 17 Kondisi produksi sumber daya ikan layang tahun 2004.
Nilai
produksi
layang
pada
tahun
2004
di
Bajomulyo
sebesar
Rp. 49 258 187 000 hampir setengah dari total nilai produksi Juwana dan kurang
dari sepertiga total nilai produksi ikan di Kabupaten Pati (DinKPi Pati, 2004).
4.4
Musim Penangkapan Layang
Puncak produksi ikan layang di Laut Jawa terjadi dua kali dalam setahun
yaitu sekitar bulan Januari-Maret dan Juli-September. Puncak-puncak musim
produksi layang dapat berubah maju atau mundur sesuai dengan perubahan musim
di Indonesia. Spesies ikan layang yang banyak tertangkap di Laut Jawa adalah
Decapterus
ruselli
sebanyak
88%
dan
Decapterus
macrosoma
12%
(Djamali, 1995). Antara tahun 1993 hingga tahun 2003, puncak-puncak musim
penangkapan layang terjadi pada bulan Agustus dan bulan November
(Putro, 2004). Pada musim timur dengan kondisi perairan relatif tenang sehingga
memudahkan nelayan tradisional menangkap ikan layang di laut yang agak jauh
dari daratan (Djamali, 1995).
Aktivitas penangkapan layang antara bulan Maret hingga pertengahan Mei,
terkonsentrasi di sekitar Kepulauan Karimunjawa dan perairan sebelah utara
Tegal-Pekalongan. Pada akhir Mei hingga pertengahan Juli terjadi “musim
paceklik” di Laut Jawa yang menyebabkan aktivitas penangkapan layang
berpindah jauh ke perairan Laut Cina Selatan dan sebagian lagi berada di sebelah
utara Indramayu. Namun, antara pada akhir Juli hingga pertengahan September
aktivitas penangkapan layang berpindah lagi di Laut Jawa yaitu sekitar Pulau
Bawean dan Kepulauan Masalembu. Aktivitas penangkapan terus berlangsung
hingga pada akhir November dengan perluasan daerah penangkapan hingga timur
Laut Jawa yaitu di sekitar Pulau Natasiri (Matasiri). Pada bulan Desember hingga
penghujung April, aktivitas penangkapan layang berlangsung di Selat Makasar
sebelah selatan yaitu sekitar Pulau Selayar, Lari-larian, Genting dan timur
Kota Baru, sekalipun pada bulan Maret sebagian aktivitas penangkapan telah
berpindah dari daerah penangkapan ini (Putro, 2004).
Download