BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi massa merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan sebagainya (Pawito, 2007:16). Media massa sendiri saat ini telah merasuk ke dalam kehidupan modern, dimana setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa. Media massa bagi masyarakat dianggap sebagai medium yang digunakan sebagai sarana penyampaian komunikasi, informasi, peristiwa maupun isu yang sedang terjadi di sekitarnya. Serta, sebagai tempat untuk mengekspresikan ideide maupun gagasan mereka ke khalayak luas. Selain itu, media massa dapat diakses oleh masyarakat dari segala penjuru (Vivian, 2008:5). Dari penjelasan diatas diketahui bahwa masyarakat sangat terpengaruh dengan media massa. Membuat media massa memiliki dampak yang kuat dalam memunculkan opini publik (Fauzi, 2007:5-6). Serta memiliki pengaruh atau peran yang penting dalam komunikasi, baik komunikasi massa atau non massa jauh lebih efektif. Media massa juga memberi dampak dalam membuat “pesan” maupun informasi yang ditayangkan baik dari acara berita, dan lainnya. dimaknai apa adanya oleh masyarakat. Terutama bagi kaum yang kualitas pendidikannya rendah, menganggap semua informasi yang ditayangkan oleh media massa selalu benar, lebih 1 parahnya mereka lebih terpengaruh dengan judul dan kesan berita yang disimpulkan oleh media massa daripada menganalisis isi beritanya secara mendalam. Maka pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pembahasan mengenai film. Film sendiri bisa dikategorikan sebagai media massa. Hal ini disebabkan karena film memiliki kekuatan dan kemampuan dalam menjangkau banyak segmen social, lantas para ahli percaya bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak (Sobur, 2003: 127). Maka mulailah banyak berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Film selalu merekam atau refleksi realitas yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat, kemudian diproyeksikan ke atas layar tanpa merubah realitas (Sobur, 2003: 128). Film memiliki fungsi untuk menghibur, mendidik, pemberian informasi kepada masyarakat, dan sebagainya. Film juga memiliki kebebasan bagi pembuat sineas dalam menyampaikan informasi atau pesan dari seorang pembuat sineas kepada penonton. Membuat munculnya beraneka ragam genre film. Mulai dari drama, dokumentasi, horor, dan sebagainya. Telah disuguhkan kepada masyarakat. Selain itu, film juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap jiwa manusia karena penonton tidak hanya terpengaruh saat menonton film saja tetapi juga akan terus terbawa sampai waktu yang cukup lama. Jadi, film merupakan peran yang sangat penting dalam media massa untuk menyampaikan suatu pesan atau setidaknya memberikan pengaruh kepada khalayak luas untuk bertindak sesuatu (Effendy, 2003 :108). 2 Jadi dalam penelitian ini film yang diteliti oleh peneliti yakni Film Lovely man. Film yang bergenre drama ini menceritakan tentang seorang anak yang bernama Cahaya yang ke jakarta untuk mencari ayahnya yang bernama Saiful. Sesampainnya di Jakarta Cahaya menemukan bahwa Ayahnya ternyata adalah seorang waria yang biasa dipanggil Ipuy. Dalam film ini peneliti lebih mengambil gambaran atau representasi mengenai waria yang ditampilkan dalam film tersebut sesuai dengan gambaran yang ada di masyarakat. Selain film Lovely Man, film-film lama indonesia juga kerap kali menampilkan trasngender atau waria “wanita pria”. Meski kemunculan mereka dalam film tidak selalu ditempatkan sebagai posisi peran utama. Munculnya mereka dalam film dianggap memiliki kemampuan dan daya tarik tersendiri didalam film tersebut. Sebab perilaku mereka memperlihatkan perilaku mereka yang suka menggoda dan abnormal, seperti penampilan awal mereka yang memiliki tubuh laki-laki namun berpakaian seperti perempuan. Penampilan sosok waria yang selalu ditampilkan secara terus-menerus dalam film tersebut, lama-lama membuat munculnya stereotip negatif dalam masyarakat akan keberadaan mereka. Mereka dianggap sebagai penyebar HIV Aids, posesif, mudah marah atau cemburu, sejajar dengan pelacur, gelandangan, pengemis maupun pencuri. Meski mereka memiliki pekerjaan di bidang informal, seperti salon kecantikan, pembantu rumah tangga, berdagang. Meski begitu sebagian besar dari kaum waria memang memiliki pekerjaan sebagai pelacur atau dunia pelacuran tetap sulit bagi mereka untuk tinggalkan (Koeswinarno,2004:2). 3 Hal ini membuat mereka sering mendapat pelecehan, cemooh, krisis identitas, pengucilan, bahkan kekerasan. Baik datang dari masyarakat maupun keluarga mereka sendiri (aib) (Koeswinarno, 2004:6). Berbagai bentuk konflik sosial maupun masalah sosial yang diberikan oleh masyarakat mereka terima. Seperti dianggap menganggu ketertiban umum, dan sebagainya. Membuat pemerintah menggambil tindakan dengan adanya penertiban atau memberangus kaum ini (Koeswinarno, 2004:6). Munculnya waria di layar kaca, bukan berarti keberadaan mereka telah diakui oleh masyarakat. Namun mereka hanya dimanfaatkan demi kelucuan semata bagi masyarakat. Padahal banyak juga kaum transjender yang memiliki prestasi yang gemilang, sebut saja Dorce Gamalama dan Chenny Han yang berprestasi di bidang desain, entertainmen dan sebagainya. Namun sayangnya hal ini tidak di perlihatkan di dalam film. Malah keabnormalan mereka yang banyak di perlihatkan sebagai sesuatu yang layak untuk ditertawakan. Dari penjelasan di atas membuat peneliti menganggap bahwa film ini penting untuk diteliti. Sebab dalam film film Lovely Man merepresentasi diri waria sesuai dengan realita yang dipersepsikan masyarakat, yakni berpakaian dan berperilaku layaknya perempuan, serta memiliki profesi yang mengharuskan mereka keluar pada malam hari untuk bekerja sebagai penjaja seks. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis dan sifat penelitian kualitatif deskriptif, dengan metode analisis semiotika yang dikemukakan oleh John Fiske, yang terdiri dari tiga level yakni realitas, representasi dan ideologi, yang merepresentasi dan memaknai tanda verbal dan non verbal diri waria 4 yang terdapat di film Lovely Man. Peneliti memilih metode analisis semiotik milik John Fiske. Karena semiotika John Fiske memiliki kelebihan yakni dapat diterapkan untuk segala macam tanda. Semiotika Fiske ini sangat relevan dengan pendekatan semiotik dalam analisis film, sebab dalam film terdiri dari kode-kode yang beraneka ragam, serta meliputi verbal non verbal. Maka semiotika John Fiske ini sangat relevan dengan pendekatan semiotika dalam analisis film. Dikarenakan penelitian ini adalah film yang ditayangkan di Bioskop maka analisis yang dilakukan setara dengan dengan kode-kode televisi pada sinema yang diutarakan oleh John Fiske. 1.2 Pertanyaan Penelitian Setiap manusia seharusnya diperlakukan sama, namun hingga kini keberadaan waria masih dijadikan sebagai bahan cemohan oleh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia yang melihat mereka sebagai sumber masalah yang perlu diberantas, disingkirkan maupun dimusnahkan. Padahal mereka manusia biasa sama seperti kita. Bedanya hanya dari segi psikologi, dimana mereka menolak dan tidak menerima tampilan fisik yang sebenarnya. Dalam film Lovely Man ini memang menampilkan identitas diri waria yang dapat menjadi penyampai pesan yang menceritakan perilaku, profesi dan kehidupan mereka setiap harinya. Namun film juga berpotensi merekonstruksi pandangan negatif yang dapat merugikan kaum minoritas tersebut. 5 Merujuk pada uraian di atas maka di rumuskan masalah sebagai berikut : 1. “Bagaimana representasi waria dalam film Lovely Man berdasarkan kode pertelevisian Fiske dalam tingkatan Realitas?” 2. “Bagaimana representasi waria dalam film Lovely Man berdasarkan kode pertelevisian Fiske dalam tingkatan Representasi?” 3. “Bagaimana representasi waria dalam film Lovely Man berdasarkan kode pertelevisian Fiske dalam tingkatan ideologi?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana representasi waria dalam film Lovely Man berdasarkan kode-kode pertelevisian Fiske yang terbagi menjadi tiga kode yakni Realitas, Representasi dan ideologi. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada perkembangan penelitian, khususnya di bidang ilmu komunikasi. 1.4.2 Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seluruh lapisan masyarakat untuk mengetahui seluk-beluk kehidupan sosok transgender atau “waria” yang seseungguhnya, sebab kebanyakan orang-orang maupun masyarakat justru melakukan 6 penghukuman dan penghakiman hanya karena melihat sosok mereka dari luar semata. 7