Pengaruh Konseling Gizi Pada Ibu Keluarga Miskin

advertisement
124
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ibu pada keluarga miskin pada umumnya mempunyai pendidikan yang
rendah dan mempunyai pengetahuan, sikap dan praktek yang mendukung ASI
eksklusif yang kurang. Konseling gizi pada ibu keluarga miskin dapat
meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek yang mendukung ASI eksklusif
lebih baik.
Konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan gizi ibu. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya perbedaan (p= 0,000) tingkat pengetahuan gizi
antara kelompok perlakuan dan kontrol, dimana tingkat pengetahuan gizi ibu
lebih baik pada ibu kelompok perlakuan. Persentase perubahan jawaban yang
benar pada ibu kelompok perlakuan sebesar 60,3% , sedangkan pada ibu
kelompok kontrol hanya sebesar 7,9%.
Konseling gizi diharapkan dapat menumbuhkan sikap gizi yang lebih
baik pada ibu dalam mendukung pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
Terdapat perbedaan sikap gizi ibu (p=0,000) antara ibu kelompok perlakuan
dengan ibu kelompok kontrol. Ibu kelompok perlakuan mempunyai sikap gizi
lebih baik dibandingkan ibu kelompok kontrol. Persentase perubahan jawaban
sikap yang benar sebesar 24,8% pada kelompok ibu kelompok perlakuan dan
4,3% pada ibu kelompok kontrol.
Ibu kelompok perlakuan melakukan praktek gizi yang lebih baik
(p=0,000) dibandingkan ibu kelompok kontrol. Ibu yang diberi konseling gizi
melakukan pemberian ASI pada periode inisiasi cepat, sebaliknya pada ibu
yang tidak diberi konseling gizi sebagian besar pada periode inisiasi lambat.
Penundaan inisiasi ASI pada bayi akan mendorong ibu untuk memberikan
makanan prelaktal, sehingga bayi kelompok kontrol sebagian besar menerima
makanan prelaktal. Seluruh Ibu yang diberi konseling gizi memberikan
kolostrum kepada bayinya, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar
atau 89,7% yang memberikan kolostrum kepada bayinya. Rata-rata frekuensi
pemberian ASI lebih tinggi pada bayi kelompok perlakuan yaitu 13,5 kali per
125
hari, dibandingkan bayi kelompok kontrol yaitu 11,9 kali per hari. Bayi pada
kelompok perlakuan menyusu rata-rata selama 14 menit setiap kali menyusui,
sedangkan bayi kelompok kontrol selama 13 menit. Pemberian MP-ASI dini
sebelum bayi berusia 6 bulan dilakukan oleh ibu dari kedua kelompok, yaitu
pada saat usia bayi 99,1±60,8 hari atau sekitar tiga bulan pada ibu yang diberi
konseling gizi dan pada saat usia bayi 70,7±44,6 hari atau sekitar dua bulan
pada ibu yang tidak diberi konseling gizi.
Keputusan dalam pemberian MP-ASI pada kedua kelompok merupakan
keputusan ibu dengan dorongan berbagai pihak. Keputusan untuk pemberian
MP-ASI dini, karena pengaruh pengalaman ibu akan anak sebelumnya,
dorongan keluarga dalam hal ini suami atau orang tua, petugas kesehatan
dengan memberikan susu formula secara gratis, ibu-ibu lain (tetangga) yang
lebih menganjurkan untuk memberikan MP-ASI tertentu, pengaruh iklan yang
terdapat dalam kemasan dan kekuatiran ibu terhadap ketidakcukupan kebutuhan
bayi apabila hanya diberi ASI saja selama enam bulan. Hal ini menunjukkan
lemahnya kesadaran petugas kesehatan dengan melakukan pelanggaran
terhadap The International Code of Marketing of Breastmilk Substitutes bahwa
petugas kesehatan tidak boleh memberikan sampel susu formula pada ibu bayi.
Selain itu, pelanggaran terjadi karena peraturan yang sudah tidak dapat
mengakomodasi tentang pemberian ASI eksklusif enam bulan.
Mutu gizi yang dikonsumsi ibu pada kedua kelompok pada umumnya
termasuk mutu gizi sangat kurang. Mutu gizi yang sangat kurang disebabkan
karena pangan yang dikonsumsi kurang bervariasi dan kurang mencukupi.
Meskipun demikian, status gizi sebagian besar ibu
pada kedua kelompok
berada pada kategori normal.
Rata-rata konsumsi zat gizi bayi kelompok ibu yang diberi konseling
gizi dan bayi kelompok ibu yang tidak diberi konseling gizi tidak jauh berbeda
(p>0,05) tetapi pemenuhan konsumsi bayi dari ASI lebih tinggi persentasenya
pada bayi kelompok ibu yang diberi konseling. Zat gizi dalam ASI merupakan
zat gizi yang mudah diserap dan dimetabolisme, sehingga rata-rata pertambahan
berat badan dan panjang badan bayi lebih besar pada bayi kelompok ibu yang
diberi konseling gizi.
126
Frekuensi sakit yang diderita bayi lebih sering terjadi pada bayi
kelompok kontrol dibandingkan bayi
kelompok
perlakuan. Pada bayi
kelompok kontrol tiga anak berulang 2 kali sakit dan dua anak berulang 3 kali
sakit, sedangkan pada bayi kelompok perlakuan tiga anak berulang 2 kali sakit.
Meskipun demikian, status gizi bayi mulai usia 0-6 bulan pada kedua kelompok
berdasarkan indikator BB/U, P/U dan BB/PB sebagian besar berada pada
kategori normal.
Persentase pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan dengan metoda
prosfektif lebih tinggi pada bayi kelompok perlakuan (25,8%) dibandingkan
bayi kelompok kontrol (3,4%). Konseling gizi mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif (p = 0,038) dan nilai Odd Ratio (OR) sebesar 9,7 (95%;CI.1,13483,674). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang diberi konseling gizi mempunyai
peluang memberikan ASI eksklusif 10 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
tidak diberi konseling gizi. Persentase pemberian ASI eksklusif enam bulan
dengan metode cross-sectional lebih tinggi pada bayi kelompok ibu yang diberi
konseling gizi yaitu 70,9%, dibandingkan bayi pada kelompok ibu yang tidak
diberi konseling gizi yaitu sebanyak 10%.
Ibu sebagai penentu pemberian ASI eksklusif atau tidak eksklusif
kepada bayi, pada umumnya belum siap untuk melakukan perubahan perilaku
yang baru yaitu memberikan ASI secara eksklusif enam bulan. Faktor yang
mendukung untuk memberikan ASI secara eksklusif adalah pengetahuan gizi,
sikap gizi dan praktek gizi, sedangkan faktor yang kurang mendukung adalah
sikap keluarga, petugas kesehatan, tetangga dan iklan.
Saran
Pemerintah
Indonesia
sebagai
salah
satu
negara
yang
turut
menandatangani Deklarasi Innocenti pada tahun 1990 dan sesuai dengan
anjuran WHO tahun 2001 yang menentukan pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan, terus mengupayakan cakupan ASI eksklusif. Berdasarkan hasil
kesimpulan penelitian bahwa pemberian ASI eksklusif 6 bulan sebesar 25,8%
pada ibu yang diberi konseling gizi, oleh karena itu disarankan untuk terus
127
mengupayakan pemberian ASI eksklusif melalui menegakkan peraturan yang
telah dibuat. Selain itu diberikan sangsi yang tegas kepada petugas kesehatan
dan fasilitas kesehatan (falkes) yang melanggar International Code of
Marketing of Breastmilk Subtitutes dan industri yang menggunakan sarana
falkes dan bidan untuk promosi serta pelanggaran pemasangan iklan pangan
untuk bayi. Perlunya memperbaharui peraturan yang sudah tidak dapat
mengakomodasi ketentuan baru tentang ASI eksklusif enam bulan.
Perlunya peningkatan pengetahuan dan kesadaran tentang ASI eksklusif
pada bidan atau tenaga kesehatan sebagai orang yang dianggap paling
berkompeten di masyarakat tentang ASI eksklusif, sehingga konseling gizi
untuk meningkatkan ASI eksklusif 6 bulan dapat diterapkan di masyarakat.
Konseling gizi tentang ASI eksklusif dapat dilakukan melalui Pos Kesehatan
Desa (POSKESDES) yang kewenangannya pada petugas kesehatan dan
kegiatannya sehari-hari oleh kader. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan
gizi tentang ASI eksklusif dilakukan juga pada Kader dengan melakukan
pelatihan sebagai ujung tombak di masyarakat atau menggunakan Kader yang
telah berhasil mempraktekkan ASI eksklusif dan mempunyai anak yang sehat
sebagai contoh..
Download