orang membutuhkan biaya banyak”. Pernyataan tersebut hanya terdiri dari dua proposisi tetapi merupakan bentuk silogisme karena ada premis yang tidak atau belum disebut. 2. Darimana kita tahu dalam enthymema tersebut ternyata ada premis yang belum disebut? Dari kedua proposisi tersebut, kita segera tahu bahwa proposisi kedua adalah kesimpulan karena ada kata penunjuk jadi. Kesimpulan terdiri dari S dan P maka proposisi pertama adalah premis Mayor karena terdiri dari M dan P. Sehingga premis yang belum disebut adalah premis minor dengan bunyi “Hampir semua orang belajar di luar negeri”. 3. Bagaimana kita mengetahui bahwa premis minornya adalah “Hampir semua orang belajar di luar negeri” Tentunya kita susun terlebih dahulu argumen tersebut dalam bentuk 3 proposisi dengan asumsi awal yang diketahui adalah premis mayor dan kesimpulannya terlebih dahulu. [Premis Mayor] Belajar di luar negeri membutuhkan banyak biaya (A) M P [Premis Minor] ............................................................ [Kesimpulan] Beberapa orang membutuhkan banyak biaya (I) S P Premis minor “Hampir semua (beberapa) orang belajar diluar negeri” adalah bentuk (I) maka kita dapatkan bahwa argumen tersebut adalah Bentuk I dengan corak AII. 4. Apakah dengan demikian silogisme tersebut valid? Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA Untuk mengetahui apakah silogisme tersebut sudah valid atau belum sebagai sebuah pengembangan dari enthymema, maka prosedur yang harus dilakukan selain menambah premis yang belum disebut tadi adalah juga melihat apakah susunan bentuk dan coraknya juga sudah sesuai. Hal ini disebabkan ada beberapa kemungkinan pilihan bentuk dan corak dari premis yang baru disebut itu. Tetapi jika diketahui bahwa premis mayornya adalah A dan kesimpulan I maka kemungkinan premis minor coraknya adalah I (lihat tabel Bentuk dan corak silogisme). Jika premis mayor dan premis minornya adalah proposisi A maka kesimpulan bisa jadi proposisi A (maka silogisme tersebut adalah bentuk I) atau proposisi I saja (maka silogisme tersebut adalah bentuk III atau IV). Sesudah itu baru diuji kembali melalui Aksioma selanjutnya dan Dalil Silogisme. 5. Apakah dengan mencocokkan bentuk dan corak silogisme sudah dapat dipastikan bahwa silogisme itu valid berdasarkan aksiomanya? Belum tentu. Meskipun bentuk dan corak sudah cocok, dalam aksioma harus diperhitungkan mengenai distribusi term. Pencocokkan antara bentuk dan corak merupakan cara mudah tetapi masih harus dibuktikan lagi. Contohnya [Premis Mayor] Berdagang dipinggir jalan mengganggu ketertiban (A) M P [Premis Minor] Orang Madura berdagang dipinggir jalan (A) S [Kesimpulan] M Orang Madura mengganggu ketertiban (A) S P Kalau kita perhatikan, bentuknya (bentuk I) sudah cocok dengan coraknya (AAA) tetapi distribusi termnya masih tidak tepat. Yakni luas subyek (Orang Madura) lebih besar dari pada luas predikat (berdagang dipinggir jalan, mengganggu ketertiban). Padahal dalam proposisi A luas predikat lebih besar dibandingkan luas subyek sehingga aksioma pun dilanggar. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA 6. Jadi bagaimana yang benar? Argumen tersebut akan tepat kalau luas subyeknya diubah seperti beberapa orang Madura sehingga bentuknya tetap bentuk I namun coraknya adalah AII. 7. Apa konsekuensi dari kesalahan tersebut? Seringkali yang kita tidak duga dalam penarikan kesimpulan seperti demikian adalah lahirnya stereotipe atau prasangka, misalnya [semua] orang Madura itu mengganggu ketertiban dan ini menjadi pembenaran tanpa pernah kita sekalipun memeriksanya dalam aturan-aturan yang menyangkut penalaran. 8. Sedemikian bahayanyakah penalaran yang keliru tersebut? Sangat berbahaya, misalnya RUU Anti pornografi dan pornoaksi baru-baru ini. Bagaimana mungkin RUU yang sifatnya partikular negatif itu mengatur kepentingan yang sifatnya universal positif? Disebut partikular karena RUU tersebut dibuat berdasarkan kepentingan kelompok dan disebut negatif karena menegasi langsung halhal yang dianggap tabu berdasarkan kepentingan kelompok. Padahal yang mau diatur adalah yanga sifatnya universal yakni seluruh rakyat Indonesia dan positif yakni moralitas. Padahal sudah kita pelajari bahwa antara partikular negatif dan universal positif itu sifatnya adalah kontradiktoris. 9. Kembali pada soal silogisme, bagaimana dengan pengujian sebuah silogisme apakah juga harus dilakukan semuanya? Pengujian silogisme harus dilakukan secara berurutan mulai dari Aturan Dasar, Aksioma dan Dalil Silogisme. Jika Aturan Dasar dilanggar maka pengujian berhenti disitu dan dinyatakan tidak valid. Jika Aturan Dasar tidak dilanggar, segera periksa ke Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA Aksioma. Jika Aksioma dilanggar maka pengujian berhenti disitu dan dinyatakan tidak valid. Jika Aksioma tidak dilanggar, maka segera periksa berdasarkan Dalil Silogisme. Jika Dalil dilanggar maka pengujian berhenti disitu dan dinyatakan tidak valid. Jika Dalil tidak dilanggar maka argumken deduktif dalam bentuk silogisme tersebut dinyatakan valid. 10. Bagaimana jika silogisme lebih dari tiga proposisi? Usahakan silogisme tersebut sedapat mungkin bisa dibentuk dalam tiga proposisi. Kebanyak jika lebih dari tiga proposisi dan itu benar-benar merupakan bentuk silogisme maka ia dinamakan sebagai polisilogisme. Polisilogisme adalah rangkaian beberapa silogisme dimana kesimpulan dari sebuah silogisme standar kembali menjadi premis dari silogisme berikutnya. Contoh Polisilogisme: Semua diktator adalah ambisius Semua orang yang ambisius adalah tidak berbelas kasihan Semua orang yang tidak berbelas kasihan adalah orang ganas Semua orang yang ganas adalah orang yang ditakuti Semua orang yang ditakuti adalah orang yang patut dikasihani Jadi, Semua diktator adalah orang yang patut dikasihani 11. Jenis argumen apakah silogisme itu? Silogisme adalah jenis argumen deduktif. Argumen deduktif adalah argumen yang terdiri dari premis dan kesimpulan. Di dalam premis sudah tersirat kesimpulan, misalnya di dalam premis silogisme selalu ada Subyek (S) dan Predikat (P) jadi tinggal dicari kebenaran struktur penyampaiannya melalui Aturan Dasar, Aksioma dan Dalil. Selain itu argumen deduktif juga bersifat pasti karena yang diuji adalah validitas atau sah tidaknya argumen tersebut disampaikan. 12. Apakah dengan demikian silogisme menjadi penyampaian argumen yang kaku? Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA Tentu saja. Argumen deduktif, dalam hal ini silogisme bersifat rigid atau tidak fleksibel. Karenanya silogisme merupakan argumen yang cenderung lebih teoritis. Dalam menganalisis silogisme ada faktor yang memudahkan dan ada juga yang memberatkan. Faktor yang memudahkan adalah, pernyataan tersebut sudah tersedia premispremisnya sehingga anda dapat menghubungkannya langsung dengan kesimpulan yang juga sudah ada. Faktor yang memberatkan adalah pengujian silogisme membutuhkan ketelitian dan kesabaran, apalagi anda harus menghafal Aturan Dasar, Aksioma, Dalil, Bentuk dan Corak Silogisme. 13. Lebih teoritis dibandingkan apa? Argumen deduktif lebih bersifat kaku dan berkaitan dengan hal teoritis bila dibandingkan dengan argumen induktif. Dalam argumen induktif, penyampaian lebih fleksibel karena berkaitan dengan keputusan-keputusan yang kita lakukan sehari-hari. Selain itu kesimpulan dalam argumen induktif belum tersirat secara langsung di dalam premispremisnya. Dalam argumen induktif yang diuji bukan validitas melainkan dejarat kemungkinan atau probabilitasnya, sehingga dalam argumen induktif yang dihasilkan bukanlah kesimpulan yang bersifat pasti melainkan kemungkinan besar atau mana yang paling mungkin. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Fernando Rahadian Srivanto, MSi DSAR-DASAR LOGIKA