EDISI II l 2015 SHARE d c t o r sharing accessible health and care Sinergi Dalam Keragaman Menuju Indonesia Sehat S INERGI adalah interaksi atau kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memproduksi efek gabungan yang lebih besar daripada jika masing-masing pihak melakukannya sendiri-sendiri secara terpisah. Definisi ini menjadi amat relevan dengan model pelayanan medis doctorSHARE. Sinergi dengan komponen masyarakat yang sangat beragam, serta dengan aneka jenis organisasi dan pemerintah adalah kunci keberhasilan pelayanan medis yang optimal sekaligus efektif. Berbekal prinsip inilah doctorSHARE memutuskan mengambil bagian dalam ajang Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 yang bertujuan meningkatkan konektivitas antar pulau melalui peningkatan akses, termasuk fasilitas kesehatan. Tujuan Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 ini sejalan dengan tagline doctorSHARE yang sangat menggaris bawahi masalah ketersediaan akses bagi warga periferi. Ajang kolaborasi dengan pemerintah ini sekaligus menjadi momentum bagi doctorSHARE untuk meluncurkan Rumah Sakit Apung (RSA) kedua dengan nama RSA 4 lokal (Yayasan Somatua) membuat kegiatan pelayanan medis berjalan lebih efektif. Dari aneka isu yang timbul selama berlangsungnya pelayanan medis, doctorSHARE juga makin menyadari pentingnya inovasi yang perlu menjembatani kesenjangan tenaga medis di pedalaman. Inovasi tersebut bernama “telemedicine” atau pelayanan medis jarak jauh. Buletin edisi kali ini mencoba mengupas mengapa telemedicine menjadi inovasi penting bagi dunia kesehatan tanah air. Selepas tetralogi bulan Maret 2015, tim doctorSHARE melanjutkan misinya ke berbagai wilayah mulai dari Mentawai di Sumatera Barat hingga pelayanan medis dengan RSA dr. Lie Dharmawan di Indonesia Timur seperti Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Teluk Bintuni di Papua Barat. Di ibukota, doctorSHARE juga menggelar pelayanan medis bagi warga Semper bekerjasama dengan CCI. Nusa Waluya I. Profil RSA Nusa Waluya I dan Rumah Sakit Apung Ketiga, serta bagaimana doctorSHARE menjalankan sistem rumah sakit bergerak terapung dapat dibaca dalam bagian awal buletin doctorSHARE Edisi II/2015 ini. Di luar aktivitas pelayanan medis, buletin ini juga mencatat sebuah peristiwa bersejarah bagi doctorSHARE yakni peletakan batu pertama di lahan Balsomlait, Kei Besar, Maluku Tenggara pada 27 April 2015. Di atas lahan ini kelak akan dibangun klinik, panti rawat gizi, gedung pelatihan untuk tenaga kesehatan, dan kebun tanaman obat /pangan lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kei Besar. Dalam buletin ini, rekan-rekan juga dapat membaca kisah para relawan non medis doctorSHARE yang tak kalah menarik dengan relawan medis. Selain sinergi antar lembaga, sinergi internal antara relawan medis dan non medis (termasuk Anak Buah Kapal RSA dr. Lie Dharmawan) juga menjadi kata kunci yang sangat fundamental bagi doctorSHARE untuk mewujudkan visinya, termasuk sinergi dengan sahabat-sahabat di Jerman yang tak lama lagi akan mendirikan doctorSHARE Jerman. doctorSHARE percaya bahwa sinergi dalam semangat menghargai keragaman dapat mendorong percepatan pelayanan kesehatan di seluruh tanah air, mulai dari wilayah periferi. Seperti paparan awal, sinergi mampu memberikan ledakan lebih dahsyat daripada hanya mengerjakannya sendiri-sendiri. Saat sinergi tercapai, “Indonesia Sehat” tak lagi menjadi mimpi yang tak tergapai g Prinsip sinergi pula yang mengantar doctorSHARE berhasil menggelar TETRALOGI Pelayanan Medis 2015 dalam rangka dua tahun pelayanan medis dengan RSA dr. Lie Dharmawan yang berlangsung serempak (16 Maret 2015) di empat lokasi berbeda. Keempat lokasi tersebut adalah Kepulauan Nias, Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur, Kei – Maluku Tenggara, dan Kabupaten Intan Jaya, Papua. Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE 2015 kaya dengan kisah-kisah menarik dari berbagai sudut pandang yang terangkum dalam buletin ini. Pada tetralogi inilah doctorSHARE meluncurkan program terbarunya yaitu “Flying Doctors” atau “Dokter Terbang”, sebuah upaya menjemput bola bagi warga di kawasan pedalaman. Temuan tim doctorSHARE di Papua mengukuhkan betapa program ini perlu dilanjutkan. Sinergi dengan organisasi editorial 5 catatan I ndonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan penduduk sekitar 250 juta jiwa. Alamnya indah, kekayaan yang terkandung di dalamnya berlimpah, keindahan alamnya mengundang decak kagum banyak orang. Namun dibalik segala glamour itu, menjadi sebuah fakta bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang hidup sangat bersahaja, bahkan miskin. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kita masih rendah, khususnya di bidang medis. Sebagai sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang medis, doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli) memposisikan diri untuk membantu pemerintah membangun manusia Indonesia di bidang medis, terutama di daerah terpencil. Dalam rangka inilah doctorSHARE mengembangkan program kerja yang meliputi: a Panti Rawat Gizi (Therapeutic Feeding Centre) cuma-cuma dan a Pengobatan bantuan kemanusiaan a Pendampingan/penyuluhan kesehatan a Kampanye medis a Rumah Sakit Apung (Floating Hospital) a Dokter Terbang ke pedalaman (Flying Doctors) medis jarak jauh a Pelayanan (Telemedicine) Kami bertekad dalam beberapa tahun ke depan, usaha ini dapat membantu mewujudkan wajah pelayanan kesehatan yang sesuai standar kedokteran universal. 6 dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKV Founder of doctorSHARE Untuk mewujudkan semua itu, kita harus punya statistik yang jujur dan pemetaan yang jelas. Kejujuran dan ketepatan lokasi sangat kita butuhkan untuk memperbaiki kualitas pelayanan medis. Sulit bagi kita yang sering blusukan ke daerah-daerah untuk percaya bahwa “hanya” ada sekitar 28 juta rakyat yang hidup pra sejahtera. Persoalan lain yang mengemuka adalah minimnya infrastruktur dan kurang tepatnya penyediaan alat-alat tanpa disertai pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan. doctorSHARE tidak mempermasalahkan apa dan siapa yang bersalah dalam hal ini, namun ketika melihat ada kebutuhan yang dapat diisi, kami menyediakan diri untuk membantu. Beberapa contoh temuan nyata di lapangan dan upaya yang kami lakukan: a Ditemukannya para penderita malnutrisi saat melakukan screening door to door yang setelahnya langsung kami rawat. a Belum tersedianya sarana pelayanan medis di daerah-daerah tertentu mengakibatkan pasien-pasien harus menempuh perjalanan jauh dengan resiko tinggi dan biaya-biaya yang tak sedikit untuk memperoleh pertolongan yang mereka butuhkan. Situasi inilah yang mendorong lahirnya program Rumah Sakit Apung (Floating Hospital) dan Dokter Terbang (Flying Doctors). tertentu sudah a Daerah-daerah memiliki alat-alat medis memadai seperti USG (ultrasonografi), namun “Melalui doctorSHARE kami berharap dapat membangun manusia-manusia menjadi lebih efektif serta keluar dari keterperangkapannya” Usaha Dukung Pemerintah Ubah Wajah Pelayanan Medis Daerah Terpencil listrik rata-rata hanya tersedia pk 18.00 hingga pk 06.00 esok harinya. Yang dapat memfungsikan alat ini pun tidak ada. Di sinilah telemedicine berperan: menghubungkan tenaga dokter umum dan perawat setempat agar dapat berkonsultasi dengan dokter ahli di Jakarta. a Angka kematian bayi masih tinggi. doctorSHARE pun menggagas pelatihan-pelatihan bagi bidan desa. Untuk membangun negara kita, seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan harus bahu membahu menjalin kerjasama sesuai bidangnya masing-masing. Kami berterima kasih kepada pemerintah yang telah memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam membangun Indonesia Sehat dari periferi. Dengan kerjasama yang terjalin dengan baik, kami yakin wajah pelayanan kesehatan kita akan mengalami kemajuan yang signifikan dalam tempo beberapa tahun ke depan g 7 Jangkau Periferi Lisa Suroso, SE, CVM, CID Co-Founder of doctorSHARE G adis kecil bernama Susanty itu merasakan sakit yang sangat pada perutnya. Mulutnya juga mual karena sudah dua malam terapungapung dalam gelap. Tak tahu mau dibawa ke mana, tapi Mama kerap terlihat panik dan menangis. Mama bilang, “Tidak ada dokter, tidak ada dokter...” Puluhan jam sudah mereka berlayar, berharap di pulau berikutnya ada dokter dan jawaban, mengapa perut Susanty sakit sekali dan kini nafasnya mulai putus-putus. Kampung Susanty di Saumlaki memang jauh dari fasilitas kesehatan. Satu-satunya harapan mereka adalah Pulau Kei di Maluku Tenggara. Tapi diperlukan tiga hari dan dua malam untuk berlayar ke Kei Kecil. Nasib baik berpihak pada mereka. Di Kei Kecil sedang ada tim doctorSHARE yang memberikan pelayanan medis cuma-cuma. Setelah diperiksa baru ketahuan kalau usus Susanty terjepit dan mulai membusuk. Hari itu Tuhan menyelamatkan Susanty dari jerat maut. Kisah Susanty yang beruntung mungkin tak banyak dialami penduduk pulau-pulau terpencil lainnya. Seringkali penduduk harus membayar harga sangat mahal dalam mencari layanan kesehatan, yaitu nyawa mereka sendiri. Kasus-kasus yang bisa segera ditangani bila berada di kota besar (seperti misalnya gizi kurang/buruk, diare pada bayi, tertusuk paku berkarat di kaki) dengan mudah berujung maut hanya karena tidak ada dokter, perawat, atau obat. Inilah kenyataan pahit yang dialami penduduk di kepulauan terpencil yang menjadi pekerjaan rumah kita semua. Sistem Rumah Sakit Bergerak telah diterapkan pemerintah Indonesia menjadi salah satu upaya menjangkau masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) tanpa/minim fasilitas kesehatan. Namun demikian, Indonesia belum memiliki sebuah 8 Melalui Sistem Pelayanan Medis Bergerak Terapung cetak biru resmi tentang sistem Pelayanan Medis/Klinik/Rumah Sakit Terapung. Kehadiran Sistem Pelayanan Medis Terapung bisa menjadi jawaban bagi permasalahan kesehatan di wilayah Indonesia yang terdiri dari 17,000 kepulauan. Inilah yang memotivasi doctorSHARE merintis dan mempraktikkan pelayanan medis terapung. Rumah Sakit Apung pertama doctorSHARE yaitu RSA dr. Lie Dharmawan adalah contoh pertama bahwa dari kapal kayu sederhana kita bisa menolong penduduk di pulau-pulau tanpa /minim fasilitas kesehatan. Di tengah kesederhanaan dan keterbatasannya, RSA ini sudah melayani sekitar 10.000 penduduk di wilayah terpencil termasuk 500 operasi mayor dan minor dalam masa waktu dua tahun pelayarannya. RSA kedua yaitu RSA Nusa Waluya I mengikuti jejak RSA pertama melakukan aksi jemput bola kepada masyarakat yang membutuhkan. Kini doctorSHARE ingin melangkah lebih jauh lagi dalam menyempurnakan sistem Pelayanan Medis Bergerak Terapung dengan melakukan program percontohan menerapkan sistem ini di wilayah kepulauan dan mengadopsi beberapa desa tanpa/ minim fasilitas/tenaga kesehatan. Dengan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat untuk mengevaluasi tingkat efektifitas dan penjangkauan kepada masyarakat, sistem ini akan melibatkan secara aktif peran masyarakat dalam melaporkan dan mendeteksi kasus-kasus lokal, misalnya gizi buruk, kehamilan berisiko, dan lain-lain. Target percontohan ini adalah menjadi cetak biru yang bisa menjadi rujukan dan bahan evaluasi Kementerian Kesehatan RI dalam menyempurnakan sistem pelayanan medis wilayah kepulauan yang kemudian bisa diadopsi oleh provinsi dan kabupaten yang sebagian besar penduduknya tinggal di pulaupulau terpencil g PELAYANAN MEDIS BERGERAK TERAPUNG Rumah Sakit Apung PANTI RAWAT GIZI Community Feeding Centre Klinik Sekoci Sistem Kerja Sistem Kerja + + + + + 1. Klinik Sekoci & RSA berlayar dengan jadwal keliling tetap yang diumumkan ke masyarakat dan puskesdes setempat. 2. Klinik sekoci melalukan penelurusan ke warga & melakukan pengobatan di tempat, atau rujukan ke puskemas/ puskesdes/pustu setempat (bila ada). 3. Warga dilibatkan secara aktif untuk melaporkan kasus kesehatan dan merujuk ke petugas/Klinik sekoci. 4. Bila menemukan kasus-kasus yang memerlukan tindakan operasi, dirujuk ke Rumah Sakit/Rumah Sakit Apung. 5. Menerapkan telemedicine sebagai upaya penjangkauan, pengobatan & pelatihan. + + + 1. Pelatihan bagi posyandu & masyarakat untuk pendeteksian bayi/anak kurang gizi. 2. Posyandu & masyarakat setempat melakukan antopometri (pengukuran) bayi/anak di lingkungan mereka sendiri, praktik & sosialisasi makanan lokal bergizi & terlibat dalam rawat jalan anak kurang gizi. 3. Melaporkan, merujuk, dan mengirim bayi/anak kurang gizi dengan penyakit penyerta ke Panti Rawat Gizi melalui Klinik Sekoci / RS Apung. HASIL & DAMPAK 1. Penjangkauan masyarakat yang hidup di wilayah terpencil dan sulit mengakses fasilitas kesehatan, dengan sistem jemput bola dan melibatkan masyarakat. 2. Cetak biru turunan evaluasi & tata laksana sistem Pelayanan Medis Bergerak Terapung sebagai pilot project untuk dilaporkan ke Kementerian Kesehatan RI. 3. Cetak biru yang terbuka untuk diadopsi pemerintah lokal di wilayah kepulauan Indonesia lainnya. 9 Profil Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan Nama Kapal Pemilik Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Tonase Kotor (GT) Tonase Bersih (NT) Tahun Pembangunan Penggerak Utama Mesin Induk Tanda Selar KLM RSA dr. Lie Dharmawan Yayasan Dokter Peduli 23,13 Meter 6,82 Meter 4,40 Meter 173 GT 52 NT 2008 Motor MITSUBISHI 8DC11 340 PK GT.173 No.6786 / Bc Fasilitas a a a a a a a a Profil Rumah Sakit Apung Nusa Waluya I Bahan Utama Kapal Kayu Jumlah Baling-Baling Satu Kecepatan Kapal 10 Knots a Maksimum a Normal 8 Knots a Ekonomis 6 Knots Kapasitas Tangki a Tangki utama 5.000 Liter a Tangki cadangan 2.200 Liter Bahan Bakar Solar/HSD Jenis kapal Pinisi 8 tempat tidur pasien Fasilitas Radiologi EKG (elektrokardiogram) USG (ultrasonografi) Laboratorium Fasilitas Bedah Mayor & Minor Ruang Resusitasi Ruang Dokter Nama Kapal Pemilik Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Tonase Kotor (GT) Tonase Bersih (NT) Tahun Pembangunan Penggerak Utama Mesin Induk Fasilitas 10 a a a a a a a a Nusa Waluya I Yayasan Ekadharma 29,91 Meter 6,5 Meter 2,5 Meter 210 ton 63 ton 1997 converted 2015 Mesin GM Detroit Diesel 2 395 PS 10 tempat tidur pasien Instalasi Gawat Darurat Fasilitas Radiologi EKG (elektrokardiogram) USG (ultrasonografi) Laboratorium Ruang Resusitasi Ruang Konsultasi a a a a a a a a Tanda Selar GT.210. NO.1844/Ka Bahan Utama Kapal Jumlah Baling-Baling Kapasitas Tangki a Tangki utama a Tangki cadangan Bahan Bakar Tanki Air Baja Dua 500 Liter Solar/HSD 10 ton Fasilitas Bedah Mayor & Minor Kamar Perawatan Post-Op Poli Gigi Ruang Dokter Pre-Op Ruang Istirahat Dokter Gudang Obat Gudang Logistik Ruang Arsip 11 Profil Rumah Sakit Apung Ke-3 Jenis Accomodation Barge (siap layar 2016) Nama Kapal Pemilik Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal Tahun Pembangunan Fasilitas 12 Liputan Perkasa / TBD PT. Multi Agung Sarana Ananda 52,68 Meter 15,24 Meter 8 Kaki 1991 converted 2015 a 50 kamar tidur pasien (40 unit ber-AC dengan kamar mandi) a Fasilitas Bedah Mayor & Minor a Fasilitas Laparascopy & Tympanoplasty a Ruang Dokter Pre-Op a Kamar Perawatan Post-Op a Instalasi Gawat Darurat a Poli Gigi a Poli Mata a Poliklinik a Ruang Telemedicine a Ruang Kebidanan a Fasilitas Radiologi a EKG (elektrokardiogram) a USG (ultrasonografi) a Laboratorium a Kamar Jenazah a a a a a a a a a a a a a a a a a Tonase Kotor (GT) Tonase Bersih (NT) Penggerak Utama Bahan Utama Kapal Tangki Utama Tanki Air 726 ton 218 ton Tongkang Baja 160 m3 280 m3 Ruang Resusitasi Ruang Konsultasi Ruang Farmasi Ruang Istirahat Dokter Sistem Limbah Medis dan Non Medis Sistem Pengubah Air Laut ke Air Tawar Ruang Laundry Ruang Sterilisasi Alat Gudang Obat Gudang Logistik Ruang Arsip Ruang Fitness Ruanng Rapat Ruang Penyuluhan Ruang Makan & Kafetaria Dapur Umum Perlengkapan Keamanan dan Pemadam Kebakaran 13 Ekspedisi Nusantara Jaya Momentum Bangun Indonesia Dari Periferi E kspedisi Nusantara Jaya 2015 adalah sebuah ajang yang digelar pemerintah Indonesia dibawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Situs resminya menyebut bahwa ajang ini merupakan perjalanan mengelilingi pulaupulau terluar Indonesia untuk meningkatkan konektivitas di pulau-pulau terdepan, terpencil dan wilayah perbatasan, melalui peningkatan akses terhadap kebutuhan bahan pokok sehari-hari, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, sarana dan prasarana, serta percepatan pembangunan di wilayah pulau-pulau dan perbatasan. sedikitnya 88 unit kapal dan menyinggahi 540 pelabuhan di seluruh Indonesia. Indroyono juga menambahkan bahwa seluruh orang yang berada di kapal akan memberi bantuan dan menggelar program semangat bahari. Situs yang sama menyebut bahwa Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 menggunakan kapal perintis dan KRI Banda Aceh, sekaligus menjadi salah satu perwujudan Nawacita pemerintah yaitu menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga. Kata kuncinya adalah “konektivitas di pulaupulau terdepan, terpencil dan wilayah perbatasan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan “konektivitas” sebagai “hubungan yang dapat memudahkan (melancarkan) segala urusan (kegiatan)”. Artinya, konektivitas mensyaratkan tersedianya akses terhadap segala hal yang mendasar dalam kehidupan: kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Untuk mewujudkan tujuan utama ekspedisi ini, kegiatan pun dirancang agar dapat menyampaikan berbagai bantuan baik dari pemerintah maupun BUMN, Ormas, Swasta, bagi pemerintah daerah atau masyarakat di pulau-pulau terluar, terpencil, maupun wilayah perbatasan. Dalam pernyataannya di hadapan pers 14 Januari 2015 silam, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo menjelaskan bahwa ekspedisi ini melibatkan 14 Dengan keseriusan semacam ini, Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 seharusnya dapat menjadi sebuah momentum yang sangat positif untuk membangun Indonesia dari wilayah periferi, termasuk dalam bidang kesehatan. Berbagai temuan doctorSHARE di lapangan selama ini memang menunjukkan bahwa kondisi kesehatan warga periferi masih amat memprihatinkan. Kata kunci yang sama telah doctorSHARE sadari jauh-jauh hari, bahkan hingga mendorong lahirnya Rumah Sakit Apung yang berprinsip “menjemput bola”. Selama ini, laut tidak dipandang sebagai konektor tapi justru menjadi penghambat komunikasi dan transportasi. Laut seolah menjadi terdakwa putusnya konektivitas warga, membuat mereka mendapat label sebagai “warga d a e r a h terpencil”. Keputusan pemerintah untuk menjangkau mereka lewat Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 adalah sebuah upaya positif yang patut didukung. Ekspedisi ini dapat menjadi jalan pembuka untuk memperhatikan warga di pulau-pulau terdepan, terpencil dan wilayah perbatasan. Tentu kita berharap ekspedisi ini tidak menjadi ajang “pameran” semata namun benar-benar membawa manfaat langsung bagi warga. Harapan inilah yang mendorong doctorSHARE memutuskan terlibat dalam Ekspedisi Nusantara Jaya 2015. Dalam ajang ini, doctorSHARE sekaligus akan meluncurkan Rumah Sakit Apung kedua yaitu RSA Nusa Waluya I. Rumah Sakit Apung kedua ini akan dioperasikan untuk mendukung pelayanan kesehatan di pulau-pulau terpencil, sejalan dengan visi utama Ekspedisi Nusantara Jaya 2015. doctorSHARE merasa terhormat menjadi bagian dari Ekspedisi Nusantara Jaya 2015. Tentu kita berharap dampak positif ekspedisi ini bertahan dalam jangka panjang dan dapat menginspirasi masyarakat bahwa laut mengandung potensi sebagai jalan tol yang menghubungkan antar pulau dengan segala kebaikan di dalamnya. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 adalah momentum untuk membangun Indonesia dari periferi g 15 Telemedicine: Mungkinkah di Indonesia? dr. Antonny Halim Gunawan P ada 2011, saya mendapat kesempatan mengikuti pelatihan teknis suatu produk telemedicine di Senzhen, Tiongkok, bertema Remote & Mobile Healthcare Monitoring Platform Operation Training Course. Di sebuah ruang kecil yang cukup nyaman, terpampang monitor 21 inch, seperangkat komputer personal (PC), dan beberapa kursi yang diatur cukup rapi. Saya duduk mendengar penjelasan dari staf teknis yang didampingi seorang dokter. Tibatiba layar memunculkan tulisan “Incoming Call”. Wajah seorang pria paruh baya tampil di monitor. Staf teknis segera mengetik sesuatu di depan komputer lalu menunjukkan data tensi, nadi, serta gambaran EKG jantung. Didampingi dokter, staf tersebut melakukan panggilan telekonferensi dalam bahasa mandarin. Dalam sekejap, pria paruh baya tersebut mendapatkan advis dari dokter untuk meminum obat tertentu. Saya pun menanyakan posisi pasien pria paruh baya tersebut. Staf teknis menyebut bahwa pasien tersebut sedang berlibur ke Hongkong. Rupanya sang pasien mengeluhkan sesuatu di dadanya, dan melakukan komunikasi dengan handphone yang sudah diinstal aplikasi untuk memonitor kesehatannya. Wow! Keren juga. Bermodalkan sebuah handphone yang diinstal aplikasi kesehatan dan terkoneksi dengan alat kesehatan yang menempel di tubuh orang tersebut, dokter/rumah sakit sudah dapat memonitor kesehatan orang tersebut. Ia terhubung dengan dokternya, kapanpun dan dimanapun dia berada tiap detiknya. Mereka menyebut sistem ini sebagai telemedicine. 16 Telemedicine menghubungkan dokter, rumah sakit, dan pasien dalam waktu bersamaan di tempat yang berbeda. Telemedicine adalah layanan kesehatan jarak jauh, transfer data medik elektronik, praktik kesehatan dengan komunikasi audio, visual dan data termasuk perawatan, diagnosis, konsultasi dan pengobatan, serta pertukaran data medis dan diskusi ilmiah jarak jauh. Cakupan telemedicine cukup luas, mulai dari penyediaan pelayanan kesehatan jarak jauh lewat transfer informasi (audio, video, grafik) dengan perangkat-perangkat telekomunikasi yang melibatkan dokter, pasien, dan pihakpihak lain. Oleh karenanya, telemedicine terkait erat dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Mungkinkah sistem telemedicine diterapkan di Indonesia? Sangat mungkin! Indonesia memiliki aneka permasalahan kesehatan yang sangat kompleks seperti rasio sarana kesehatan berbanding jumlah penduduk yang masih kurang dan rasio dokter berbanding jumlah penduduk yang masih sangat kurang. Distribusi dokter juga masih terkonsentrasi di kota besar. Menempatkan dokter ahli di seluruh pulau jelas tidak mungkin. Sebagian besar dokter ahli kita berada di kota-kota besar, khususnya ibu kota provinsi. Mereka yang berada di kabupaten, kecamatan, atau desa harus puas hanya dilayani oleh dokter yang bukan spesialis atau bahkan mantri dan perawat. Selain itu, geografis Indonesia berupa kepulauan (lebih dari 17.000 pulau) dan pegunungan terutama di daerah terpencil, menyulitkan mekanisme jangkauan layanan kesehatan dan rujukan. Keberhasilan penerapan telemedicine mensyaratkan Percobaan telemedicine di kantor doctorSHARE integrasi tiga bagian yaitu infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), Sumber Daya Manusia (SDM), dan komitmen yang kuat. Telemedicine juga bertujuan mengurangi rujukan ke dokter sekaligus meningkatkan kemampuan menangani kasus-kasus darurat. Perluasan manfaat telemedicine dapat menjangkau daerah-daerah bencana, penerbangan jarak jauh, dan turis yang sedang berwisata. Beberapa hal yang mesti dipertimbangkan dalam implementasi telemedicine adalah sarana transmisi, lisensi bagi dokter yang melakukan telemedicine, aspek hukum, dan sebagainya. Pada akhirnya, telemedicine bertujuan mengusahakan tercapainya pelayanan kesehatan secara merata di seluruh populasi negara, meningkatkan kualitas pelayanan terutama untuk daerah terpencil, dan menghemat biaya dibanding cara konvensional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Indonesia sangat memerlukan telemedicine g dr. Antonny Halim Gunawan adalah anggota doctorSHARE, dokter ICU di RS dr. Oen Solo Baru, Wakil Ketua Mahasiswa S2 Magister Administrasi Universitas Indonesia 2013 – 2014, dan kontributor buku “Kesehatan Masyarakat di Indonesia: Konsep, Aplikasi, dan Tantangan” (2014). 17 Telemedicine: Lipat Gandakan SDM Kesehatan Daerah Terpencil D Lie Mei Phing, BS, BA, MBA Apotek okter Indonesia mata duitan. Mereka hanya mau kerja di kota dan tidak punya hati untuk rakyat kecil.” Tuduhan ini kerap dilontarkan. Tapi apakah setiap dokter Indonesia seperti ini? Berdasarkan pengalaman saya bergaul dengan dokter-dokter nusantara, jawabannya adalah tidak. Masih banyak dokter yang menyikapi serius sumpah jabatannya. Mereka sangat ingin menyumbangkan keahliannya untuk saudarasaudara setanah air yang butuh layanan medis. berapa dari kita siap untuk menjual seluruh harta milik, melepas jabatan mapan, dan memindahkan keluarga ke daerah dengan infrastruktur minim untuk anak-anak lapar ini? Sama halnya dengan dokter! Tidak banyak yang siap untuk ditempatkan di hutan, tapi sebagian besar dokter Indonesia tidak keberatan, bahkan mungkin sangat ingin menyumbangkan sebagian waktunya (beberapa jam seminggu) untuk membantu masyarakat kecil yang sungguh membutuhkan, terutama mereka yang tinggal di DTPK. Jika demikian, mengapa selama hampir 70 tahun merdeka Indonesia selalu kesulitan memenuhi kebutuhan dokter untuk masyarakat kecil, terutama mereka yang berdomisili di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK)? Karena belum ada platform yang mengijinkan SDM kesehatan kita menyumbangkan keahlian sesuai batasan yang sanggup mereka berikan! Telemedicine adalah teknologi pelayanan medis jarak jauh. Teknologi ini bervariasi tingkat kompleksitasnya mulai dari penggunaan SMS untuk konsultasi sederhana hingga operasi menggunakan mesin yang dikendalikan jarak jauh oleh dokter di kota berbeda. Saat melihat anak lapar di jalan, banyak dari kita tidak keberatan berbagi beberapa ribu. Kita bahkan siap memberi ratusan ribu guna membantu lebih banyak anak kelaparan. Tapi Hampir semua negara memiliki inovasi di bidang telemedicine, tetapi belum ada yang berhasil menelurkan sistem yang menangani masalah kesehatan secara holistik dalam skala nasional. Jika diadaptasi sesuai kebutuhan dan kondisi infrastruktur lokal, teknologi ini dapat Data Input DATA + VIRTUAL HOSPITAL Strategic Scalling & Planning Rumah Sakit Bergerak 18 Strategic Training Pemberdayaan SDM DTPK Pasien di daerah Periferi Tenaga Kesehatan Lokal menjadi platform penghubung antara dokter Indonesia dengan tenaga puskesmas DTPK. Implementasi seperti apa yang cocok untuk diterapkan di daerah? Berdasarkan pengalaman doctorSHARE melayani di DTPK, solusi yang diterapkan harus memenuhi dua hal: dapat digunakan dengan infrastruktur minim (tanpa internet, terkadang tanpa listrik) dan cukup fleksibel sehingga dapat digunakan untuk variasi kasus yang sangat besar. Belum ada solusi siap pakai yang memenuhi kedua kriteria ini pada saat yang bersamaan. Salah satu program inovatif doctorSHARE adalah telemedicine custom yang didesain sesuai kondisi lapangan. Tenaga puskesmas DTPK akan dilengkapi dengan tablet dan peralatan medis portabel yang dapat digunakan untuk membuat rekam medis lengkap di lokasi. Informasi ini disimpan, kemudian dikirim saat ada koneksi internet memadai. Hal ini sangat mungkin diterapkan daerah, bahkan dengan infrastruktur sangat minim. Data pasien lalu diunggah ke Rumah Sakit Dokter Spesialis/ Senior di RS Virtual virtual. Inilah platform dimana dokterdokter yang peduli dapat membantu mendiagnosa kasuskasus sulit sesuai keahlian masingmasing. Mereka tidap perlu cuti atau pindah daerah. Secara kontinu, mereka dapat menyumbangkan beberapa jam seminggu untuk membantu tenaga puskesmas DTPK menangani kasus-kasus sulit. Kolaborasi semacam ini diperkirakan dapat menangani 70-80% kasus kronis yang selama ini harus dirujuk. Beban masyarakat kecil pun akan sangat berkurang karena ongkos jalan ke rumah sakit rujukan seringkali mengakibatkan mereka putus rawat. Dengan telemedicine, kita mengekspor keahlian tanpa memindahkan ahlinya. Saya pun percaya dan optimis bahwa masalah kurangnya SDM kesehatan ahli di DTPK dapat dituntaskan dalam satu periode pemerintahan g Lie Mei Phing, BS (Electrical Engineering & Computer Science), BA (Physics), MBA adalah anggota doctorSHARE, entrepreneur, pengajar, mentor, dan pengembang fulltimer telemedicine. 19 Flying Doctors Jangkau Pedalaman Papua F lying Doctors atau Dokter Terbang adalah sebuah program yang baru dirintis doctorSHARE tahun 2015. Program ini lahir setelah melihat besarnya kebutuhan medis warga di daerah pedalaman yang tidak terjangkau melalui jalur air (laut/sungai) maupun darat, khususnya di pedalaman Papua. Program Rumah Sakit Apung yang telah berjalan selama ini adalah hal yang terbukti sangat positif dalam menjangkau warga periferi sehingga mereka dapat menikmati pelayanan medis sebagaimana mestinya namun terkadang tidak cukup efektif untuk menjangkau warga yang hidup di pedalaman pegunungan. Bekerjasama dengan organisasi lokal, tim doctorSHARE pun menerbangkan dokterdokter menggunakan pesawat perintis, yang dilanjutkan dengan berjalan kaki dari satu titik ke titik lain. Bentuk pelayanan medis yang dilakukan antara lain adalah pengobatan umum, bedah minor, dan penyuluhan kesehatan. Pelaksanaan program Dokter Terbang perdana berlangsung pada 16 – 18 Maret 2015 di Kabupaten Intan Jaya, Papua, sebagai bagian dari rangkaian tetralogi memperingati dua tahun pelayanan medis doctorSHARE dengan RSA dr. Lie Dharmawan. Pada kali pertama pelaksanaannya, tim Dokter Terbang menyadari betapa mendesaknya kebutuhan untuk menjangkau masyarakat pedalaman. Landasan terbang adalah satu-satunya ruas jalan yang beraspal. Masyarakat tidak mengenal perilaku hidup bersih dan sehat. Air keruh yang langsung diminum warga, sumbernya sama dengan yang digunakan hewan untuk minum dan mandi. Banyak pasien yang harus berjalan kaki belasan jam naik turun gunung serta menyeberang sungai untuk mencapai tempat tim melangsungkan pelayanan medis, padahal tim sendiri telah berjalan kaki berjam-jam melalui tanjakan dengan kemiringan yang relatif tajam. Selain itu, tim Dokter Terbang juga mempelajari adanya kekhususan tersendiri yang membutuhkan penanganan sesuai kultur dan kebiasaan alam setempat. Di daerah yang lebih terpencil, tidak ada dokter, perawat, ataupun bidan. Tidak ada obat-obatan. Kalau ada yang sakit, warga mempercayainya sebagai sebuah kutukan sehingga pasien hanya pasrah menunggu ajal. Kondisi-kondisi semacam ini menambah keyakinan doctorSHARE bahwa program Dokter Terbang memang sangat dibutuhkan warga pedalaman. Sudah terlalu lama mereka menderita tanpa perhatian. Padahal, mendapatkan pelayanan medis adalah hak dasar setiap warga negara. Berbekal pengalaman dan pelajaran berharga inilah doctorSHARE berkomitmen akan terus menjalankan program Dokter Terbang secara berkelanjutan bagi warga-warga di daerah pedalaman g 20 2121 Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE: Muna & Kesehatan Papua di Mata Tokoh Setempat “Dokter Terbang” Di Papua P (16 – 18 Maret 2015) .elayanan medis “Dokter Terbang” (Flying Doctors) berlangsung pada 16 – 18 Maret 2015 di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Pelayanan medis Dokter Terbang merupakan bagian dalam rangkaian TETRALOGI Pelayanan Medis doctorSHARE 2015 bertema “Membangun Indonesia Sehat dari Periferi“. Dokter Terbang merupakan program perdana doctorSHARE yang dilakukan bekerjasama dengan Yayasan Somatua, sebuah yayasan lokal yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat Suku Moni. Dalam program ini, doctorSHARE menerjunkan 8 orang yang terdiri dari 4 dokter (2 spesialis dan 2 dokter umum) dan 4 relawan non medis. Kegiatan diawali dengan survei dan sosialisasi ke beberapa desa yang hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Desa Bulapa merupakan desa terjauh yang hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki selama 10 jam (pulang-pergi). Jalur yang dihadapi cukup menantang dan melelahkan, memberikan gambaran nyata mengenai situasi dan kondisi masyarakat Kabupaten Intan Jaya dari berbagai sisi. Pelayanan medis yang dilakukan meliputi bedah minor, pengobatan umum, dan penyuluhan kesehatan. Secara keseluruhan, doctorSHARE melayani 20 pasien bedah minor dan 439 pasien pengobatan umum. doctorSHARE juga 22 melangsungkan penyuluhan kesehatan bertema “Perilaku Hidup Bersih Sehat” di hadapan 245 siswa SD (Desa Titigi dan Desa Mamba). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat setempat masih sangat minim. Dibandingkan daerah pesisir yang sering dikunjungi RSA dr. Lie Dharmawan, daerah pengunungan tengah, khususnya Intan Jaya merupakan salah satu daerah yang sangat membutuhkan uluran tangan berbagai pihak. Kondisi alam dan esktrimitas cuaca di Intan Jaya sangat khas mencirikan daerah pegunungan. Intan Jaya juga menjadi salah satu kabupaten pemekaran Lie Mei Phing, BS, BA, MBA* M una adalah musyawarah adat dalam tradisi masyarakat asli pegunungan Papua. Sudah ratusan tahun muna menjadi ajang pemecahan masalah yang hasilnya sangat dihormati oleh masyarakat. Seperti mimpi rasanya saat saya diundang menghadiri muna kecil untuk memecahkan masalah kesehatan setempat. Pesertanya hanya sembilan: tujuh tokoh yang paling disegani secara adat oleh masyarakat dan dua perwakilan doctorSHARE, termasuk saya. Bukan rahasia lagi bahwa akses kesehatan di daerah pegunungan Papua masih jauh dari memadai. Karena alasan inilah doctorSHARE mengirim tim kecil untuk merintis program Flying Doctors guna melayani desa-desa di daerah ini secara kontinyu. Sebagai bagian tim, saya berkesempatan melihat langsung kondisi lapangan setempat. Sangat mengenaskan memang! Lebih dari 500 orang memadati lapangan rumput kecil di sekitar tenda darurat tempat pelayanan dilakukan. Ini bukan hal baru bagi tim doctorSHARE. Tapi ada yang berbeda dan meninggalkan kesan mendalam: lebih dari 80% pasien yang mengantri datang dengan berjalan kaki naik turun gunung selama 2 sampai 15 jam! Dua hari sebelumnya, tim mengunjungi beberapa desa yang relatif dekat yaitu “hanya“ 5 jam jalan kaki satu arah dari lokasi pengobatan. Kurir lokal dari desa-desa yang dikunjungi kemudian membawa pesan tertulis ke desadesa yang lebih jauh. Kehausan masyarakat akan akses medis terlihat dari respon yang luar biasa. Mereka rela berjalan kaki berjam-jam dalam kesakitannya. Medan yang dilalui pun tidak mudah! Tim merasakan sendiri beratnya medan saat mengunjungi beberapa desa lokal. Belum ada jalan aspal, hanya jalan tanah yang berbatu- baru yang sedang berada dalam tahap pembangunan infrastruktur. Situasi tersebut sangat mempengaruhi kondisi kesehatan daerah ini. Tak heran jika masyarakat terlihat begitu antusias dengan pelayanan medis yang diselenggarakan. Setelah pelayanan medis Dokter Terbang yang perdana, doctorSHARE dan Yayasan Somatua sepakat untuk meneruskan program ini ke desadesa lain di sekitar Kabupaten Intan. Dokter Terbang direncanakan menjadi program rutin yang akan dilakukan setiap tiga bulan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa g 23 batu. Saat hujan, jalan menjadi sangat licin. Inklinasi lumayan curam, medan seolah selalu naik atau turun, hampir tidak pernah datar. Di beberapa tempat, kondisi jalan sempit sehingga tim harus berhati-hati. Kembali ke Muna, salah seorang kepala suku yang hadir berdiri dan berbalik menghadap hamparan pegunungan di depan kelompok kecil yang hadir. Tangannya menunjuk satu titik di tengah gunung: “Dari sini sampai ke arah sana.... dan di gunung di belakang daerah itu, dan di gunung di belakangnya.... kami tidak punya sarana kesehatan.... Jangankan dokter. Bidan atau mantri pun tidak ada. Jika sakit, kami harus jalan kaki 7 hari untuk mencapai puskesmas terdekat. Masyarakat akhirnya malas dan membiarkan saja. Luka kecil yang kena kotoran babi akhirnya infeksi. Kami hanya membungkusnya dengan kresek, terkadang ada yang meninggal. Kenapa harus begini? Kenapa masyarakat harus mati siasia seperti ini?” Air mata seluruh anggota muna yang hadir tumpah. Ada kepala suku senior berkoteka serta kepala suku berkaus lusuh bercelana pendek dengan kacamata dan kresek yang menutupi luka di kakinya. Adapula tokoh agama berkemeja rapi, tokoh wanita yang sempat bersekolah di luar negeri, dan pemimpin yayasan lokal yang tumbuh sebagai anak yatim piatu dan fasih bercakap bahasa Inggris karena bisnis internasionalnya. Meski latarnya sangat beragam, mereka disegani 24 dan ditaati masyarakat. Bagaimana mungkin? Memberanikan diri, saya menanyakan proses pemilihan kepala suku berdasarkan adat Papua. Peserta yang hadir menjawab bersahutan, memberi gambaran tentang sosok pemimpin yang mereka anggap layak diikuti. Go r esa n R ela wa n “Proses ini terjadi secara natural!” The most valuable com mod ity in life is the feeling you get when you give. Compassion is the cur ren cy that leads to true wealth. Jim Car rey “Kepala suku bukan jabatan yang diwariskan maupun dipilih pada saat-saat tertentu!” “Kepala suku tidak dipilih berdasarkan harta atau kekuatan fisik!” “Kepala suku adalah orang yang telah melakukan fungsi kepala suku secara natural dan membuahkan hasil! Saat jasa sudah banyak dan kemampuan terbukti, jabatan itu akan diberikan secara natural!” Ternyata, inilah sebabnya kami diundang. Saat masyarakat telah melihat hasil nyata dari usaha tim, kepercayaan diberikan s e h i n g g a m e m b u k a jalan untuk bekerjasama d e n g a n masyarakat yang dianggap keras dan tertutup ini. Pada akhir muna, kelompok kecil menyepakati kolaborasi untuk memperbaiki kesehatan setempat: perbaikan pola hidup dan pembangunan klinik lokal oleh tokoh-tokoh adat, serta kelanjutan program Flying Doctors dan telemedicine doctorSHARE. Lie Mei Phing, BS (Electrical Engineering & Computer Science), BA (Physics), MBA adalah anggota doctorSHARE, pengembang fulltimer telemedicine yang terlibat dalam pelayanan medis ke Papua. Patricia Wangsadipura, RN, MSN, FNP-C My volunteering journey began ver y early in life: my parents inspired me. My father was a doctor and my mother was a nurse in Indonesia. Often, they would assist medically underserved peo ple who knocke d on our doo r requesting help. They gave free medications and ser vices without asking for anything in return. When I moved to America at age ten, I took the lessons they taught me and pursue d a career as a family nurse practitioner. One of my goals after receiving my degree was to go back to the country of my birth to join a medical mission. Luckily, I was given the opportunity to work with doctorSHARE, a non profit organization. During my mission in Ind onesia, my scope of par ticipation was ver y extensive. I assisted with gathering supplies, taking inventor y, data entry, and participating in patient care. We went to the Nias Isla nd and participate d in hea lth education at an orphanage and at schools . Many patients even walked for hours just to get evaluated for surgerie s. Despite limited reso urc es, we pro vide d the best care we could and wer e able to ser ve over a tho usand peo ple. It was such a humbling exp erience. Initially I was wor ried bec ause my Bahasa Indonesia is ver y limited and at times I have slight difficulty with com municat ion, especially with medical ter minology. How ever, my teammates on the mission were so welcoming that we felt imm ediately connected, even at the airport. It made the mission that muc h more won derful. The best part is that we came from all walks of life, but we were able to develop an excellent cam ara derie that ensued a succ essful mission. I have such amazing memorie s now. I cannot thank doc torSHARE and all of the pro viders I worked with eno ugh for this exp erience. Mostly, I want to thank all of the patients I worked with for continuing to inspire me, for teaching me abo ut the culture of Nias , and reinforcing the importance of compas sion. This change d my life. Patricia Wangsadipura, RN (Reg istered Nurse), MSN (Masters Science of Nur sing), FNP-C (Certified Family Nurse Practitioner) is doctorSHARE’s medical volu nteer 25 Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE: “Kepulauan Nias” (16 – 21 Maret 2015) T ahun 2005, gempa berkekuatan 8,7 skala richter mengguncang Kepulauan Nias. Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara, Selatan, dan Barat mengalami kelumpuhan. Setidaknya 2.000 orang menjadi korban bencana dahsyat tersebut. Dalam rangka sepuluh tahun gempa Nias inilah, doctorSHARE mengadakan pelayanan medis dengan menerjunkan 8 dokter umum, 2 dokter spesialis, 2 apoteker, 2 perawat, dan seorang relawan non medis. Tim juga menjalin kerjasama dengan Koalisi Siaga Bencana Kepulauan Nias (Sigana), Ratapan Ministries Nias, Lanal Nias, dan Dinas Kesehatan setempat. 16 Maret 2015, doctorSHARE melangsungkan bedah minor (4 kasus) di Desa Sisarahili Gamo pasien pengobatan umum. Tim juga melakukan pengobatan home visit bagi beberapa warga Desa Niko’otano Dao. 19 Maret 2015, doctorSHARE mengadakan penyuluhan kesehatan di hadapan 30 guru di SDN 01 Gunungsitoli dengan tema “Kanker Payudara”. 20 Maret 2015, sebagian tim bergerak menuju Kecamatan Gomo Nias Selatan. Di Puskesmas Gomo, tim menyelenggarakan pengobatan umum (352 pasien) dan bedah minor (4 pasien). 21 Maret 2015, pelayanan medis berlangsung di RSUD Lukas, Teluk Dalam, Nias Selatan. Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Daerah Nias Selatan, Bpk. Faduhusi. Tim mengadakan pengobatan umum (186 Go r esa n R ela wa n Azizah Nida Ilyas Si Amin Dari Gamo Ketika doctorSHARE mela ngsungkan pengobatan umu m di Desa Sisarahi li Gamo, mata saya menangkap sosok seorang anak laki-laki. Ia bersama ibunya duduk dan mengantri layaknya pasien-pasien lain. Amin Asw ad Zebua, demikian nama anak tersebut, sepintas tidak berbeda dengan teman-teman sebayanya. Namun gerak tangannya pun terkepal. Waktu diminta lemah, jemarinya menggerakan tangan kana nnya ke atas, Amin butuh bantuan tangan kirinya yang normal. Amin menunduk dan hanya diam. Ibun da Amin rupanya tidak dapat berbahasa Indonesia sehingga haru diterjemahkan oleh ister s i kepala desa. Menurut sang ibun da, sejak lima tahun Amin sering sakit panas, bahkan sampai keja ng-k ejan tak paham. Mereka pikir g. Keluarga Amin Amin sakit panas biasa. Akibatnya, saraf motorik Amin terganggu. Kini Ami n sudah sebelas tahun dan masih tak dapat bicara. Perkembangan otaknya men urun. Ia pun tidak mengeny am pen didikan sekolah dasar sama sekali. “Sebelum sakit panas, Ami n lancar sekali bicara. Berg erak pun bisa. Biasanya ia main bersama anak-anak lainnya,” ucap ibunya. dr. Jeffry dari doctorSHARE menjelaskan bahwa Amin men derita Febrile Seizure. Febrile Seizure adalah keja ng-kejang yang sebenarn ya tidak berbahaya bag i anak namun yang terjadi pada Amin adalah kejang berulang tanpa penangan Akibatnya, kontraktur otot an. Amin tidak lagi berfung si normal. Setiap Amin kejang, badanny a menekuk. Tangan kanannya juga melipat ke dalam sehingga sulit digerakkan. Kekuatan otot yang berk urang membuat Amin tak bertenaga. Keti daktahuan orang tua Amin mengenai penyakit ters ebut membuat kondisinya bertambah parah. Kehidup an ekonomi keluarga yang jauh dari cukup membuat mereka tak mampu membaw a Amin ke rumah sakit terd ekat untuk men dapatkan pengobatan yang layak. Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli. doctorSHARE juga mengadakan pengobatan umum (336 pasien). 17 Maret 2015, doctorSHARE melayani 239 pasien pengobatan umum di Pos TNI AU Gunungsitoli. Walikota Gunungsitoli, Bpk. Martinus Lase, hadir membuka pelayanan medis. 18 Maret 2015, doctorSHARE melanjutkan pelayanan medis di Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa dengan waktu tempuh dari Kota Gunungsitoli sekitar 45 menit. Kecamatan ini merupakan kecamatan terjauh dari pusat Kota Gunungsitoli. Di lokasi ini, tim melayani 357 26 pasien), bedah mayor (7 pasien), dan bedah minor (10 orang). 22 Maret 2015, tim doctorSHARE melakukan visit post operasi mayor di RSUD Lukas, Teluk Dalam sekaligus bertemu dengan Kepala Dinas Kesehatan Nias Selatan yang diwakili Bpk. Soginoto Dachi. Secara keseluruhan, tim melayani 1.470 pasien pengobatan umum, 18 pasien bedah minor, dan 11 pasien bedah mayor, serta penyuluhan kesehatan terhadap 30 guru SDN. Pelayanan medis di Kepulauan Nias merupakan bagian dalam rangkaian TETRALOGI Pelayanan Medis doctorSHARE 2015 yang mengusung tema “Membangun Indonesia Sehat dari Periferi" g Orang tua Amin tidak mem iliki pekerjaan tetap. Seb agai pekerja serabutan, upah yang didapat tak tent u, kadang tak ada pemasuk kan sama sekali. Mereka hanya memanfaatkan hasi l kebun seadanya untuk kons umsi pribadi. Menurut dr. Jeffry, Amin sulit untuk kembali norm al walaupun sudah diobati. Ia hanya bisa sedikit mem baik jika sarafnya diterapi namun terapi saraf pasti makan biaya. dr. Jeffry men yarankan agar Amin diterapi sendiri lewat gerakangerakan sederhana secara rutin misalnya menggeraka n jemari dan meluruskan lengannya yang melipat. Selain itu, Amin tak bole h kelelahan. Dengan cara inilah ia dapat terhindar dari penyakit-penyakit yang menyebabkan demam dan kejang. Azizah Nida Ilyas adalah relawan media doctorSHAR E 27 28 29 Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE: Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara P (16 – 19 Maret 2015) elayanan medis doctorSHARE di Pulau Kei Besar, Provinsi Maluku Tenggara berlangsung pada 16 – 19 Maret 2015. Rangkaian pelayanan medis diawali dengan pengobatan umum di desadesa terpencil dengan menggunakan motor klinik. Sebanyak 135 pasien mendapatkan pelayanan medis dan obat-obatan. Desa-desa terpencil tersebut terletak di bagian barat pulau dengan fasilitas jalan yang minim dan rusak parah. Seorang pasien penderita acrochordons (skin tag) juga berhasil dilayani dengan bedah minor. Pada 17 Maret 2015, berlangsung pula lomba mengolah embal yang diikuti lima kelompok kader gizi Posyandu di sekitar Desa Bombay, Kei Besar. Acara berlangsung meriah dengan kreatifitas peserta yang cukup tinggi dalam mengolah embal, umbi-umbian, serta bakan panganan lokal lain menjadi menu-menu baru yang bergizi. Acara lomba masak ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan sumber-sumber makanan lokal sebagai pengganti beras (nasi) yang tidak tumbuh di Pulau Kei. Menu-menu baru yang berhasil dibuat peserta ini kemudian menginspirasi doctorSHARE menerbitkan buku menu untuk disebarluaskan ke desadesa lain. Pelayanan medis di Kei Besar dan lomba mengolah embal ini merupakan bagian dalam rangkaian TETRALOGI Pelayanan Medis doctorSHARE 2015: “Membangun Indonesia Sehat dari Periferi“. Sebelum rangkaian tetralogi dimulai, tim doctorSHARE sudah terlebih dulu melakukan blusukan rutin memberikan pelayanan medis bagi warga seputar Kei Besarg Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE: Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (16 – 19 Maret 2015) S ebagai bagian dari rangkaian Tetralogi memperingati tahun kedua pelayanan medis dengan RSA dr. Lie Dharmawan, doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis dengan RSA pada 16 – 19 Maret 2015 di Muara Kaman Ilir, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kecamatan Muara Kaman memiliki Sungai Mahakam yang kedalamannya dapat dilalui oleh RSA. Selama tiga hari berturut-turut (16 – 19 Maret 2015), tim doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis berupa bedah mayor dan bedah minor di RSA dr. Lie Dharmawan yang bersandar di Pelabuhan Muara Kaman. Wakil Bupati Kutai Kartanegara, Bpk. Gufron Yusuf menyempatkan diri hadir mengunjungi tim di Pelabuhan Muara Kaman. Selain menyampaikan apresiasi terhadap tim, Bpk. Gufron Yusuf juga menghimbau masyarakat Kutai untuk terus menjaga kesehatannya dengan baik. 19 Maret 2015 merupakan hari terakhir doctorSHARE menyelenggarakan pelayanan medis di Kutai Kartanegara. Usai rangkaian bedah mayor dan bedah minor, doctorSHARE pun melangsungkan kegiatan pengobatan umum dan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat Kutai. Pengobatan umum berlangsung di Balai Pertemuan Umum (BPU) Muara Kaman yang dihadiri oleh 214 pasien. Jenis penyakit terbanyak yang diderita pasien adalah hipertensi (darah tinggi), dyspepsia (gangguan pencernaan), arthalgia (nyeri sendi), myalgia (nyeri otot), dan dermatitis (penyakit kulit). doctorSHARE pun memberikan penyuluhan kesehatan bagi 125 siswa SD dan 75 siswa SMP/SMA yang berlokasi di Ruang Serba Guna bertema “Bahaya Narkoba”. 30 Dalam kesempatan ini, tim doctorSHARE memaparkan bahaya narkoba dan dampak barang tersebut bagi kesehatan jiwa dan tubuh. Secara keseluruhan, doctorSHARE telah melakukan bedah mayor terhadap 14 pasien, bedah minor terhadap 41 pasien, pengobatan umum terhadap 214 pasien, dan penyuluhan kesehatan bagi 200 siswa. Pelayanan medis berlangsung lancar dan disambut dengan antusiasme warga Muara Kaman. Pelayanan medis di Muara Kaman, Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur ini merupakan bagian dalam rangkaian TETRALOGI Pelayanan Medis doctorSHARE 2015: “Membangun Indonesia Sehat dari Periferi“. Tiga pelayanan medis lainnya berlangsung pada saat bersamaan di Kabupaten Intan Jaya – Papua; Kepulauan Nias; dan Pulau Kei, Maluku Tenggara g 31 Pelayanan Medis doctorSHARE: Kepulauan Mentawai Tato Mentawai: Antara Tradisi dan Kesehatan Arfi Zulfan, Amd. (1 - 5 April 2015) K K epulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat terkenal dengan destinasi wisata alam yang melimpah. Keindahan alam Kepulauan Mentawai sudah diakui dunia internasional. Namun dibalik keindahan alam serta keunikan tradisinya, Mentawai memiliki masalah serius dalam bidang kesehatan. Faktor ekonomi, jarak dan transportasi yang tidak memadai serta kurangnya pemahaman masyarakat terhadap kesehatan adalah faktor yang membuat sebagian besar masyarakat Mentawai kurang memperhatikan kondisi kesehatan mereka. 32 abupaten Mentawai adalah salah satu gugus pulau eksotis di tanah air yang menjadi destinasi pariwisata. Dengan pulau-pulau indah dan ombak yang besar, Mentawai menjadi surga bagi para penikmat olahraga selancar. Mentawai pun menempati peringkat ketiga sebagai lokasi ombak terbaik di dunia. Selain pelayanan medis, seorang dokter spesialis tim doctorSHARE yang berdomisili di Jerman, dr. F. Sulistyo Winarto, memberikan pelatihan USG (ultrasonografi) kepada dokter dan perawat yang bertugas di Puskesmas Muara Siberut. Dalam rangka melayani kesehatan masyarakat Mentawai, doctorSHARE memberangkatkan 12 dokter dan seorang relawan non medis. Tidak hanya pelayanan medis, doctorSHARE juga melakukan penyuluhan bagi 169 siswa SDN 09 Muara Siberut tentang pentingnya hidup bersih dan sehat. Menurut kepala puskesmas dr. Tony Ruslim, pelatihan USG sangat bermanfaat baginya dan staf puskesmas. Tidak hanya oleh masyarakat, kegiatan yang dilaksanakan doctorSHARE juga disambut baik oleh Bupati Mentawai Bpk. Yudas Sabaggalet. Selain menggelar pertemuan dengan Bupati Mentawai, tim doctorSHARE juga bertemu dengan Kadinkes Kab. Mentawai, Lahmuddin, SKM, S.IP dan direktur RSUD Kepulauan Mentawai, dr. Marulam PMHS. Pelayanan medis selama lima hari (1 – 5 April 2015) ini dilaksanakan di enam lokasi, diantaranya adalah Puskesmas Muara Siberut, Polindes Desa Muntei, Polindes Desa Puro, Polindes Desa Maileppet, Polindes Desa Madobag, dan SDN 09 Muara Siberut. Dalam kegiatan ini, doctorSHARE melayani pengobatan umum sebanyak 622 pasien dengan penyakit terbanyak myalgia (nyeri otot), dyspepsia (gangguan pencernaan), ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), cacingan, dan TBC (tuberkolosis). Kegiatan yang diselenggarakan oleh doctorSHARE ini disambut baik masyarakat Kepulauan Mentawai. Setiap kali pelayanan medis digelar, warga langsung berbondong mendaftar. Tidak sedikit pula warga yang datang dari luar daerah sudah menunggu sebelum pendaftaran pelayanan medis dibuka. Selain itu, doctorSHARE juga menyelenggarakan bedah minor terhadap 63 pasien dengan kasus terbanyak lipoma, papiloma, ateroma, skin tag, soft tissue tumor, dan clavus. Jumlah pasien USG mencapai 109 pasien dan kebanyakan memeriksakan kehamilan, kandungan, dan tumor g Tak sekadar berpanorama eksotis, Mentawai juga memiliki budaya yang unik. Salah satunya adalah tato. Tatu atau titi, begitu masyarakat sering menyebutnya, adalah ciri khas suku Mentawai yang telah dikenal dunia. Tidak sembarang orang bisa melakukannya. Ada seniman khusus yang bertugas membuat tato atau biasa disebut sipatiti. Pembuatan tato Mentawai terbilang masih sangat tradisional. Jarum tato biasanya t e r b u a t dari tulang hewan atau kayu karai. Tintanya b e r a s a l dari kerak hitam bekas p e m b a ka ra n tungku atau lampu minyak yang diberi cabai dan air tebu atau kelapa. Proses merajah tubuh ini dimulai dengan membuat sketsa motif pada tubuh orang yang akan ditato dengan menggunakan lidi dan tinta. Setelah sketsa rampung, garis motif diperjelas dengan menusukkan karai yang telah dibentuk sedemikian rupa menyerupai jarum atau paku yang telah diberi tinta dengan cara mengetukngetukkannya berulang kali. Bagi masyarakat Mentawai, tato memiliki makna mendalam dan sakral. Tak heran jika perlu ritual tertentu sebelum dan sesudah tubuh seseorang dirajah tinta. “Ritual-ritual sakral yang harus dilakukan dalam proses pra dan pasca perajahan dipimpin oleh Rimata (Kepala Suku) dan Sikerei (dukun). Awalnya, warga yang hendak ditato memberikan berbagai macam persembahan seperti babi, ayam, dan berbagai hasil bumi lainnya untuk para leluhur,” tutur Bajak Derik (53), salah seorang penduduk Desa Matatonan, Kepulauan Mentawai. Di sisi lain, tradisi tato berpotensi buruk bagi kesehatan terlebih pemahaman masyarakat adat Mentawai mengenai kesehatan masih amat minim. Berbagai penyakit berbahaya hingga mematikan pun menghantui mulai dari HIV/AIDS, hepatitis B dan hepatitis C, dan sebagainya. relawan Cynthia g “Meski tato telah menjadi tradisi, tak ada salahnya memperhatikan faktor kebersihan alat. Jarum yang digunakan harus steril, jangan bekas pakai. Jarum tato yang terbuat dari tulang hewan atau kayu arai serta tinta dari kerak hitam sisa p e m b a ka ra n tungku atau lampu minyak jelas sangat jauh dari kata steril,” papar salah seorang dokter doctorSHARE, dr. Arfi Zulfan adalah Relawan Media doctorSHARE. 33 Pelayanan Medis doctorSHARE: Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Kartini-kartini Muda doctorSHARE Aditya Mardiansyah, S. Ikom (14 – 18 April 2015) d .octorSHARE melalui RSA dr. Lie Dharmawan kembali melakukan karya pelayanan medis bagi warga Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat. Tema yang diambil adalah “Menjalin Kerjasama Wujudkan Indonesia Sehat”. Pelayanan medis ini merupakan kali kedua setelah kegiatan serupa tahun 2013 silam. Kegiatan berlangsung atas kerjasama doctorSHARE, Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw, Kodim 1704/ Sorong, dan dokter-dokter dari RSUD Sorong. Lokasi pelayanan medis meliputi tiga distrik di Kabupaten Tambrauw yaitu Sausapor, Moraid dan Fef. Distrik Sausapor berada di pesisir sementara Distrik Moraid dan Distrik Fef di dataran tinggi Papua Barat. Empat dokter spesialis, 11 dokter umum, seorang penata anestesi, 2 perawat, dan 4 relawan non medis diterjunkan untuk melakukan. bedah mayor, bedah minor, pengobatan umum, penyuluhan kesehatan dan pelatihan penggunaan ultrasonografi atau USG (diikuti 5 bidan dan 1 dokter). 14 April 2015, doctorSHARE mengadakan screening di Puskesmas Sausapor untuk menyeleksi pasien yang memenuhi syarat untuk dioperasi. Tim bekerjasama dengan tenaga medis dari puskesmas. 15 April – 18 April 2015, doctorSHARE mengadakan pelayanan medis berupa bedah mayor (total: 25 pasien) dan bedah minor (34 pasien). Selain itu, tim juga 34 menyelenggarakan pengobatan umum bagi masyarakat Tambrauw di Distrik Sausapor, Distrik Moraid, dan Distrik Fef (1.853 pasien). Penyakit terbanyak yang diderita warga adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), gangguan pencernaan (dispepsia), nyeri otot (myalgia), darah tinggi (hipertensi), dan nyeri kepala (cephalgia). Selain pengobatan umum dan bedah, doctorSHARE juga memberikan penyuluhan bertema “pendidikan seks dan penyakit seksual menular”bagi47siswaSMAISausapor.Penyuluhan mengenai seks ini dirasakan sangat penting mengingat masih tingginya jumlah pengidap HIV/AIDS di Papua Barat. doctorSHARE pun memberikan pelatihan ultrasonografi (USG) bagi para dokter umum dan bidan di Distrik Sausapor. Kabupaten Tambrauw belum memiliki tenaga dokter spesialis. Melalui pelatihan ini, doctorSHARE berharap tenaga medis setempat dapat memanfaatkan USG secara maksimal. “Antusiasme masyarakat sangat tinggi. Pelayanan medis terwujud dengan baik berkat kerjasama dari berbagai pihak. Kami berharap pelayanan medis ini bermanfaat bagi masyarakat Tambrauw,” papar koordinator pelayanan medis doctorSHARE untuk Kabupaten Tambrauw, dr. Riny Sari Bachtiar, MARS g Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang. Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu - R.A. Kartini R aden Ajeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879, begitu dikenal dengan usahanya memperjuangkan hak-hak wanita menjadi kaum terpandang serta memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki (emansipasi wanita). Perjuangannya tidak sia-sia. Kini, wanita tidak berbeda dengan kaum Adam. Wanita dapat m em i l i h jalannya kehidupannya s e n d i r i . Ke s e m p a t a n u n t u k mengecap pendidikan terbuka lebar. Mereka juga bebas mengaplikasikan ilmunya agar berguna bagi orang lain. Sosok Kartini-kartini muda saat ini dapat dilihat melalui dokter-dokter wanita yang menjadi relawan doctorSHARE. “doctorSHARE menggunakan sistem jemput bola dengan RSA dr. Lie Dharmawan sehingga bisa menjangkau mereka yang berada di daerah terpencil,” ucap Wakil Sekretaris Jenderal doctorSHARE, dr. Marseline Mieke Yashika Iskandar. Selain itu, dr. Mieke juga berharap ilmunya berguna bagi masyarakat, terutama di daerah-daerah yang fasilitas kesehatannya belum memadai. Relawan dokter wanita lainnya adalah dr. Riny Sari Bachtiar, MARS. dr. Riny sekaligus menjabat sebagai Koordinator “Dokter Terbang” (Flying Doctors) doctorSHARE. Aktivitasnya sebagai dokter relawan sangatlah padat sehingga menuntut fisik yang prima. dr. Riny pun mengungkap bahwa di d a e r a h pelosok, memang tidak semua ke b u t u h a n utama dan penunjang tersedia untuk para dokter. Seorang relawan dokter wanita doctorSHARE lainnya, dr. Nidia Limarga, mengatakan bahwa daerah-daerah terpencil masih kekurangan tenaga dan fasilitas medis. Mereka harus menempuh jarak jauh dengan biaya tidak sedikit bila ingin berobat ke rumah sakit berfasilitas lengkap dan memadai sehingga peran relawan-relawan dokter pun menjadi sangat diperlukan. Kemandirian Kartini-kartini muda doctorSHARE terlihat selama pelayanan medis berlangsung. Mereka tidak henti-hentinya menebar keramahan, sesekali muncul candaan untuk mengurangi ketegangan saat pelayanan medis berlangsung. Mereka bekerja tanpa memandang tugas utama sebagai seorang dokter. Selagi punya kesempatan mengerjakan tugas apapun, tidak disia-siakan pula kesempatan tersebut g Aditya adalah Relawan Media doctorSHARE. 35 Albino di Tanah Tambrauw Stanford Muhammad Alfan Baedlowi W arga yang tinggal di Distrik Sausapor, Kabupaten Tambrauw – Papua Barat rata-rata berkulit gelap. Tapi pemandangan berbeda melintas dengan kehadiran beberapa pasien berkulit putih dan bermata kuning yang sensitif terhadap cahaya. Rupanya, mereka adalah orang-orang albino yang mendiami beberapa distrik di Kabupaten Tambrauw. Kebanyakan orang-orang albino memang tinggal di daerah pesisir seperti Distrik Sausapor, Abun, dan beberapa distrik lainnya, bukan di dataran tinggi atau pegunungan. “Orang-orang albino di Sausapor memang cukup banyak,” papar dr. Yulita, salah seorang dokter di Puskesmas Sausapor. Salah seorang petugas Puskesmas Sausapor, Immanuel, menambahkan bahwa dulunya memang ada legenda rakyat yang beredar. Orang Papua tidak menyukai orang kulit putih 36 karena dianggap sebagai penjajah sehingga banyak orang kulit putih dibunuh. Suatu hari, lahirlah seorang kulit putih di kalangan penduduk Papua. Anak berkulit putih tersebut tidak jadi dibunuh dan diasuh sampai besar. Ditelisik lebih lanjut, ternyata orang albino di Kabupaten Tambrauw rata-rara berasal dari Buton, Sulawesi Tenggara. Sangat jarang orang Papua asli yang berkulit putih. Penduduk albino juga memiliki warna rambut yang tidak hitam seperti kebanyakan orang Asia. Ada yang pirang, bahkan putih. Jika terkena sinar matahari dalam jangka waktu lama, akan timbul flek hitam pada kulit. “Saya perhatikan kebanyakan mata orang albino tidak bisa fokus saat diajak bicara. Mungkin sedang mencari fokus,” ujar Immanuel. Salah seorang warga albino, Wa Liyasih (33) menjelaskan bahwa matanya memang sangat sensitif terhadap sinar matahari. Wa Liyasih merasa pandanganya mengabur pada jarak tertentu. Wa Liyasih yang berasal dari Buton ini berkata bahwa sejak SD, dirinya tidak dapat melihat dengan baik tulisan di papan tulis walaupun sudah duduk di bangku terdepan. “Bapak dan mama saya tidak albino. Kakek nenek juga tidak. Mungkin kakeknya kakek atau neneknya nenek. Waktu saya sekolah, papan tulis tidak terlalu terlihat toh…. Jadi kalau mau pulang rajin catat punya teman,” kenang Wa Liyasih. Perempuan yang sudah empat tahun tinggal di Tambrauw ini juga menambahkan bahwa kulitnya akan perih, kasar, dan memerah jika terlalu lama terkena sinar matahari secara langsung. Albino sendiri disebabkan oleh kelainan melanin. Kelainan tersebut dinamakan Albinisme. Pada dasarnya, asam amino dalam tubuh seseorang akan diubah menjadi pigmen (zat warna). Pada orang albino, tubuh tidak mampu memproduksi pigmen tersebut serta menyebarkannya ke seluruh tubuh. Pada beberapa kasus, albinisme hanya terjadi pada bagian tubuh tertentu saja misalnya rambut dan sebagian kulit dalam bentuk bintik putih yang telokalisir, namun albinisme total pun dapat terjadi. Albinisme sendiri terbagi menjadi dua yaitu albinisme okulokutaneus dengan indikasi tidak adanya pigmen sama sekali baik di kulit, mata maupun rambut. Pada kasus ini, penderita akan mengalami fotophobia atau mata yang sangat sensitif terhadap sinar matahari. Tipe kedua yaitu albinisme okuler atau kelainan albinisme yang terjadi pada mata si penderita itu sendiri. Efek yang dirasakan oleh orang albino bermacam-macam. Beberapa diantaranya adalah nigmagtus atau cepatnya gerakan mata demi mencari cahaya yang paling tepat untuk matanya, juling, menurunnya ketajaman penglihatan, dan yang terparah adalah kebutaan fungsional g Muhammad Alfan Baedlowi adalah Relawan Media doctorSHARE. 37 Pelayanan Medis doctorSHARE di Kabupaten Teluk Bintuni - Papua Barat P 28 April – 2 Mei 2015 elayanan medis doctorSHARE di Indonesia Timur terus berlanjut hingga ke Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Di kawasan ini, tim melangsungkan pelayanan medis dengan menerjunkan 13 relawan medis dan 2 relawan non medis. Dalam perjalanan dari Manokwari menuju Teluk Bintuni yang membutuhkan waktu sembilan jam, tim menyaksikan pemandangan yang sangat indah sekaligus menghadapi tantangan medan berat berupa jalur tanah merah yang licin. Mobil beberapa kali tergelincir sehingga harus ditarik. 28 April 2015, tim melangsungkan pemeriksaan bagi calon-calon pasien yang akan menjalankan bedah. Pemeriksaan dilakukan di Puskesmas Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Pelaksanaan bedah mayor dan bedah minor mulai dilakukan keesokan harinya yaitu 29 April 2 0 1 5 di RSA dr. Lie Dharmawan yang sandar di Dermaga Babo. Jumlah pasien bedah minor mencapai 16 pasien sementara bedah mayor 8 pasien. Kegiatan bedah mayor baru berakhir dini hari 30 April 2015 pukul 03.00 WIT. Pada hari yang sama, tim melanjutkan bedah mayor (6 pasien) dan bedah minor (15 pasien). Kegiatan bedah tahap ketiga berlangsung 1 Mei 2015 dengan bedah mayor mencapai 4 pasien dan bedah minor 16 pasien. 2 Mei 2015 merupakan hari terakhir tim melangsungkan pelayanan medis di Distrik Babo. Tim melangsungkan pengobatan umum dan penyuluhan kesehatan di lapangan parkir Dermaga Babo yang proses persiapannya turut dibantu oleh warga dan kru RSA dr. Lie Dharmawan. Pengobatan umum diikuti oleh 525 pasien dengan penyakit terbanyak berupa hipertensi, dislipidemia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), myalgia, dan rheumartoid artritis. Selain itu, tim juga mengadakan penyuluhan kesehatan dengan topik “anemia” segera setelah dimulainya kegiatan pengobatan umum. Saat bersamaan, tim juga melayani perawatan luka pasca bedah minor di Puskesmas Babo dan perawatan luka pasca bedah mayor di RSA dr. Lie Dharmawan. Setelah sebagian besar tim kembali ke ibukota, beberapa anggota doctorSHARE yang masih tinggal di Distrik Babo melakukan tindakan bedah minor tambahan yang dilakukan terhadap 2 pasien. Secara keseluruhan, tim doctorSHARE melakukan bedah minor terhadap 47 pasien (55 kasus) dan bedah mayor untuk 18 pasien (23 kasus) sementara pengobatan umum diikuti oleh 525 pasien g 38 Warna-Warni Pelayanan Medis di Babo Ifan Nugraha Dwiyana P Pilihan doctorSHARE menjalankan aksi kemanusiaan di Indonesia Timur, khususnya Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat nampaknya sangat tepat. Koordinator pelayanan medis darat, dr. Herliana Elizabeth Yusuf mengatakan bahwa Distrik Babo dikelilingi lautan sehingga hanya dapat diakses melalui kapal. Keterbatasan akses seperti ini jelas menjadi kendala bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi warganya. Selain itu, tim juga mendapati minimnya kesadaran masyarakat Babo akan pentingnya kesehatan. Meski demikian, pelayanan medis dalam bentuk bedah mayor, bedah minor, pengobatan umum, dan penyuluhan kesehatan oleh tim doctorSHARE selama lima hari berlangsung lancar. Langkah tim melakukan blusukan ke pelosok membuat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan perlahan mulai terbuka. Saat tim dokter memberikan arahan sebelum operasi, calon pasien tidak mau mengikutinya. Contohnya adalah larangan makan dan minum sebelum operasi yang tidak diindahkan. Akibatnya, banyak operasi yang harus ditunda. Tim dokter tentu tidak ingin mengambil resiko tinggi menjalankan operasi jika pasien tidak mengikuti arahan. Selain itu, tim doctorSHARE juga berbagi ilmu dan pengalaman dengan tenaga medis Puskesmas Babo. Langkah ini dirasakan penting agar masyarakat masyarakat juga mempercayai tenaga medis di Puskesmas. Selama ini, masyarakat Babo lebih banyak berobat ke dukun. Hal menarik lainnya adalah masih kentalnya kepercayaan masyarakat terhadap mitos. Mitos yang berkembang di Distrik Babo secara tidak langsung menjadi salah satu tantangan bagi pola pikir masyarakat terhadap kesehatan. Memicu kesadaran masyarakat terhadap kesehatan sesungguhnya bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Masyarakat yang sehat akan menciptakan sumber daya manusia berkualitas sehingga masa depan negara menjadi lebih cerah. Salah satu pasien yang datang ke RSA dr. Lie Dharmawan tiba-tiba menghentikan operasi. Sang pasien mengatakan kepada tim dokter bahwa ia merasakan hal janggal sehingga operasi harus dihentikan atau ia akan terkena hal-hal magis. “Bagi masyarakat Babo, belum disuntik berarti belum berobat,” papar Kepala Rumah Sakit Umum (RSU) Bintuni, dr. Eka W. Suradji, PhD Lima hari pelayanan medis di Distrik Babo usai, namun doctorSHARE tidak pernah usai menjalankan visinya yaitu “sharing accessible health and care”. Tim melanjutkan pelayanan medisnya untuk menjangkau warga di berbagai pelosok negeri lainnya g Ifan Nugraha Dwiyana adalah relawan media doctorSHARE 39 Peletakan Batu Pertama di Lahan Balsomait, Kei Besar – Maluku Tenggara - 27 April 2015 S enin, 27 April 2015, doctorSHARE menyelenggarakan proses peletakan batu pertama di Lahan Balsomait yang akan didirikan klinik, Panti Rawat Gizi, gedung pelatihan untuk tenaga kesehatan, serta kebun pangan dan obat lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kei Besar. Acara peletakan batu pertama bertema “Menuju Masyarakat Kei Besar Cerdas dan Sejahtera“ ini diikuti 200 orang. Para peserta tetap antusias hadir dan mengikuti rangkaian acara meski hujan sempat turun sejak pagi. Para peserta yang hadir antara lain adalah Ketua DPRD Maluku Tenggara (T. Welerubun, SH), Wakil Uskup Kei Besar (Pastor Frans Lesomar, MSC), Bupati Maluku Tenggara (Ir. Anderias Rentanubun), para tokoh agama dan tokoh adat, serta masyarakat Kei Besar. Peletakan batu pertama pembangunan di Lahan Balsomait ini merupakan sebuah peristiwa yang sangat penting bagi sejarah doctorSHARE. Kawasan Kei Besar merupakan lokasi lahirnya program-program awal doctorSHARE seperti Panti Rawat Gizi dan inspirasi Rumah Sakit Apung. “Selain itu, pendirian lahan yang akan dibangun aneka fasilitas kesehatan bagi masyarakat Kei Besar ini juga merupakan langkah awal dari visi yang lebih besar. Proyek percontohan ini tidak akan berhenti pada masyarakat Kei tapi juga dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas di penjuru tanah air lainnya,” papar Lie Mei Phing dalam kata sambutannya yang mewakili doctorSHARE. Lebih lanjut, Lie Mei Phing memaparkan bahwa tujuan yang paling penting dari proyek ini adalah memberdayakan putra daerah sehingga warga Kei bukan hanya sehat tapi juga cerdas dan mampu membangun daerahnya dengan baik. “Peletakan batu pertama merupakan awal doctorSHARE mengemban tugas yang lebih berat demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kei. Kami berharap masyarakat Kei dapat beperan aktif mulai dari pembangunan fisik hingga mewujudkan program kita bersama. Bersatunya tangan, tenaga dan pikiran adalah hal penting karena proyek ini adalah dari kita dan untuk kita semua,” ujar koordinator Panti Rawat Gizi doctorSHARE di Pulau Kei, dr. Angelina Vanessa. Pembangunan klinik, Panti Rawat Gizi, gedung pelatihan untuk tenaga kesehatan, serta kebun pangan dan obat lokal doctorSHARE di Lahan Balsomait ini direncanakan selesai dalam tiga bulan setelah peletakan batu pertama g 40 Warga Semper Belajar Makanan Sehat dan Bergizi W Fauziah Kamilah Fatimah arga Semper – Jakarta Utara begitu antusias ketika tim d o c to r S H A R E dan Care Channels Indonesia (CCI) kembali menyelenggarakan pelayanan medis. Pelayanan medis yang berlangsung pada Sabtu, 2 Mei 2015 ini dilaksanakan dalam bentuk pengobatan umum, feeding (pemberian pangan bergizi), dan penyuluhan kesehatan yang dihadiri oleh anakanak dan ibu-ibu. Kegiatan diawali dengan penyuluhan kesehatan dengan topik “makanan sehat dan bergizi” yang diikuti oleh 26 ibuibu. Topik ini menjadi penting karena pada dasarnya anakanak tidak dapat memilah makanan sehat dan bergizi. Makanan manis dan berwarna selalu jadi pilihan mereka. Makanan sehat dan makanan bergizi adalah dua hal yang berbeda. Makanan sehat adalah makanan tanpa pengawet dan pewarna sementara makanan bergizi adalah makanan yang mengandung protein, lemak, vitamin, dan karbohidat secara berimbang. Makanan sehat dan bergizi tidak hanya penting bagi anak-anak namun juga bagi para orang tua agar mereka hidup sehat. keperluan lain seperti beli sabun, bayar uang sekolah anak.....“ papar salah seorang ibu peserta penyuluhan. Koordinator doctorSHARE untuk pelayanan medis di Semper, dr. Widiawaty, pun menepis anggapan tersebut. “Makanan tidak bergizi dan tidak sehat justru biasanya lebih mahal,“ jelasnya. Pada saat bersamaan, anak-anak Semper melakukan kegiatan bermain, bernyanyi dan belajar bersama. Usai penyuluhan kesehatan dan kegiatan bermain, pelayanan medis dilanjutkan dengan pengobatan umum dan feeding atau pemberian makanan sehat dan bergizi pada 52 anak yang hadir. Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi sangat penting untuk perkembangan otak (kecerdasan), pertumbuhan, dan daya tahan tubuh. Sayangnya, hal penting ini tidak banyak disadari para orang tua. Pengobatan umum diikuti oleh 43 anak dan 26 ibu dengan jenis terbanyak meliputi batuk, pilek, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), penyakit kulit (dermatitis), nyeri otot (myalgia), dan darah tinggi (hipertensi). Anakanak bersemangat ketika berat dan tinggi badan mereka diukur. Rangkaian kegiatan yang berlangsung mulai pukul 15.40 pun baru berakhir pukul 18.10 WIB g “Bagi saya, makanan sehat dan bergizi itu agak sulit, soalnya uang yang saya dapat buat Fauziah Kamilah Fatimah adalah relawan media doctorSHARE 41 Go r esa n Rela wa n Sirikit Senjaya, S.Sn HUMAN … IS... ME ? Saya yakin semua yang mem baca artikel ini ialah “HUMAN”. Hanya man usia yang diberi anugerah kepandaian unt uk membaca, menulis dan mengemban gkan kapasitas dirinya. Tapi ada juga sek elompok manusia yang tidak bangga menjad i manusia. Dulu, saya adalah seorang di antaranya. Men salah gapa demikian? Tentu ban yak alasan yang memaksa orang-orang ters ebut enggan dengan kata “manusia” terlebih “HUMANIT Y”. Mengutip yourdictionary.com , humanisme ialah karakte r unik yang hanya dimiliki manusia seperti keb aikan, pengampunan, simp ati, dan karakterkarakter positif lainnya. Setelah beraba d-abad ger akan humanisme berjalan, apakah manusia menjadi lebih baik atau sebaliknya? Kalau menjadi lebih baik, mengap a beg itu banyak konflik anta r negara, antar daerah, dan antar manusia itu sen diri? Seiring aneka perkembangan yang terjadi (terutama tek nologi), bukankah karakter humanisme harusn ya makin mudah diterapkan ? Beg itu banyak cara yang dapat manusia lakukan untuk membantu sesamanya yang tak terbatas hanya pada man usia. Keja dian-kejadian seperti rasisme, pembakaran huta n untuk lahan saw it, dan pembantaian satwa-s atwa untuk mempertebal kantong manusia membuat saya mual dengan kata humanisme. Saya per nah berada pada fase mual yang sangat ting gi. Lelah dan malas rasanya melihat ke kiri, kanan, atas, bawah, atau depan. Saya memilih men jadi buta dengan kon disi yang terjadi di sek eliling. Ajakan itu berlalu begitu saja karena saat itu saya lebih tertarik menolong dan menyelematkan anjing terlantar di jalan. Saya memang seorang pecinta anjing sejak kecil. Bukan hanya itu. Latar belakang pendidikan saya adalah desain grafis. Apa yang dapat saya lakukan? Jangan-jangan saya hanya akan menjadi orang asing yang tidak mengerti apa-apa di tengah para dokter. Beberapa tahun berlalu. Saya pun sudah melupakan doctorSHARE hingga suatu hari saya pergi ke suatu mall di Jakarta untuk bertemu teman dan jalan-jalan. Rupanya teman saya datang bersama seorang temannya. Kami pun berkenalan. Sungguh lucu. Orang tersebut bernama dokter Luyanti. Hmmm… kebetulan atau …………? Dokter Luyanti atau akrab disapa Lulu pun akhirnya sering minta tolong membuat desain dan melibatkan saya dalam berbagai kegiatan doctorSHARE. Dari situlah saya mulai mengenal anggotaanggota yang tergabung dalam doctorSHARE hingga saat ini. doctorSHARE. Di sini, saya belajar untuk berbagi, peduli, dan menjadi “HUMAN”. Tidak perlu menunggu ini atau itu dengan berbagai alasan. Berbuat sesuatu bagi sesama dapat dilakukan melalui tindakantindakan sederhana. doctorSHARE terdiri dari para anggota dengan latar belakang profesi yang berbeda-beda namun “value” yang sama menyatukan kami. doctorSHARE membuat saya mulai belajar menjadi manusia lagi. Saya melihat contohcontoh baik yang bisa dilakukan seorang manusia dan kini merasa lebih lapang ketika mengucapkan Human is Me g Sirikit Senjaya, S.Sn doctorSHARE (2011 – sekarang) adalah anggota Ternyata mereka bukan alien seperti yang saya khawatirkan. Saya sangat bersyukur mendapat keluarga baru di Lalu mengapa saat ini say a bergabung dengan Yay asan Dokter Peduli atau doctorSHARE? Bukank ah jadi terdengar sangat kontradiktif dengan apa yang saya utarakan sebelumnya? Ya. Awalnya saya pun bertanya pada diri sen diri: “Se dang apa saya di sini?” Saya tidak tahu apakah ben ar bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita bukanlah kebetu lan. Saya men dengar doc torSHARE pertama kalinya dari seorang teman yaitu dr. Jonathan Soekah ar yang merupakan anggota lama doctorSHAR E. Saya diajak berpartisip asi dalam keg iatan doctorSHARE dan ia pun ingin mengenalkan saya kepada Sekretaris Jen deral doctorSHARE yan g saat itu masih berada di Maluku Tenggara yaitu dr. Luyanti, MARS. 42 43 Go r esa n Rela wa n Muhammad Alfan Baedlowi Semua berawal dar i pan ggil an nomor tanpa nama yan g datang ke tele pon gen ggam. Masih san gat saya ingat bahwa pan ggilan ter sebut masuk pada sua tu min ggu sian g bercuaca men dun g. Pan ggilan ter sebut datang dar i kantor doctorS HARE. Di seberang tele pon, ses eorang memperkenalkan diri yan g kemudian saya kenal ber nama Syl vie Tanaga. Dia adalah koo rdinato r media doctorSHARE. Sylvie menawarkan say a menjadi relawan med ia pada pelayanan medis doctorSHARE di Kut ai Kartan egara pada 16 – 19 Maret 2015. Pen unjukkan saya sebena rnya untuk men ggantikan relawan media sebelumnya yan g tiba-tib a sakit dan dipa stikan tida k bisa ikut ke Kutai. Singkat cer ita, dalam wak tu singkat saya har us mem per siapkan diri baik secara fisik mau pun mental. Maklum, ini adalah pelayanan medis pertama saya sebagai seo ran g relawan media. Beberapa har i kemudian, saya datang ke kantor doc torSHARE untuk menjalankan sesi wawanc ara. Selanjutnya, saya dibe rikan arahan tentan g tugas-tugas yan g har us dike rjakan. Ada saja pertanyaan demi pertanyaan yang keluar dari mulut saya tentang ini dan itu. Tentang hidup dan kehidupan, tentang kondisi sosial politik, tentang nasionalisme dan penerapannya, tentang banyak hal yang membuat khazanah saya lebih luas dan terbuka terhadap apa yang terjadi di Indonesia, khususnya masalah medis dan nasionalisme. Saya sangat mengagumi dr Lie ketika beliau nekat menjual rumah untuk membangun Rumah Sakit Apung yang akhirnya banyak menyelamatkan nyawa masyarakat. Beliau menceritakan pelajaran hidup tentang bagaimana menghargai perbedaan yang ada karena bagaimanapun juga, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan ras. Pesan inilah yang paling terngiang di pikiran saya. Apa yang beliau sampaikan membuat saya mendapat banyak hal. Saya mendapatkan ilmu, pelajaran hidup, pengalaman, namun yang terpenting adalah pemahaman baru yang belum saya dapat sebelumnya. Saya yang notabene masih menjadi mahasiswa tentu sangat haus akan pengetahuan dan pengalaman baru. Terima kasih banyak untuk doctorSHARE yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk ikut membantu menciptakan Indonesia Sehat dengan cara yang lain g Muhammad Alfan Baedlowi adalah relawan media doctorSHARE, saat ini sedang menempuh studi di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Bandung. Pernah suatu ketika saya berbicang dengan dr. Lie di sela pelayanan medis di Tambrauw. Beliau mengisahkan beragam peristiwa politik Indonesia dari masa lalu sampai sekarang. Pelayanan medis di Kutai pun dimulai. Banyak sek ali hal yan g saya dapat, ter utama gambar an tentan g kon disi kes ehatan masyarakat di tempat-tempat ter pen cil. Banyak dar i mereka yan g susah atau bahkan tidak dapat beroba t karena har us men empuh jarak jauh atau men geluarkan biaya yan g tidak sedikit. Tak hanya itu, akses men uju balai kesehatan terdekat pun amat sulit. Dem ikian pula den gan Kabupaten Tambrauw, Pap ua Barat. Banyak masyarakat belu m bisa men ikmati pelayanan med is sebagaimana mestinya karena ketiada an biaya dan susahnya aks es. Jujur saja, saya san gat ber untung bergab ung den gan tim doctorSHARE. Banyak pela jaran yan g saya dapatk an, apalagi ketika berbincang den gan dr. Lie Dharmawan, pen diri doctorS HARE. Seakan tidak habis materi yan g dapat beliau bahas. 44 45 Go r esa n Rela wa n Elisabet Wati Reyaan Sebelum mengenal doc torSHARE, saya adalah seorang kar yaw an swasta yang kerjanya hanya bisa mem erintah. Sungguh bosan. Kebosanan ini men dorong saya keluar dari pekerjaan. Selanjutnya, saya penasaran ingin mengunjungi kampung hala man orang tua di Pula Maluku Tenggara (Oktober u Kei, 2010). Lahir dan besar di ibukota membuat saya tidak pernah mengun jungi tempat ini. Tidak ada niat sedikitpun bekerja di Kei, namun tante saya yang merupakan seorang biarawa ti (Suster Andrea) mengaja k saya bergabung melayani anak-anak berkeb utuhan khu sus di sebuah panti. Kerinduan dalam hati untuk melayani akhirnya membua t saya bergabung dengan panti per 1 Novemb er 2010. April 2011, doctorSHARE men dirikan Panti Rawat Giz i persis di samping panti anak-anak berkeb utuhan khusus. Saya pun diperbantukan menangani administrasi ked ua panti ini. Awalnya memang sulit ber hadapan dengan anak rew el dan orang tua yang tidak paham soal hidu p bersih dan sehat. Tapi saya jadi melatih diri untuk sabar, terutam a dalam mengha dapi oran g tua yang anaknya berada dalam status perbaik an gizi. Keg iatan yang saya laku kan mulai dari menyiapkan bahan makanan sampai merawat si anak hingga tumbuh sehat. Say a jadi sadar akan pentingnya kasih dalam mel ayani sesama. Desember 2013, saya diaj ak Sekretaris Jen deral doc torSHARE yaitu dr. Luyanti, MARS untuk ber gabung dengan kantor doc torSHARE di Jakarta sebagai tenaga administrasi . Saya setuju. Hanya ber selang tiga hari, saya pun berangkat ke Jak arta. Bergabung bersama doctorS HARE mengantarkan say a pada berbagai pengalaman melayani yan g sangat ber warna. Mes ki tidak terjun lang sung ke pulau-pulau, saya senang dapat memban tu proses persiapan administrasi dan logistik. Melelahkan tapi menyenang kan! Saya terjun lang sung dala m pelayanan medis doctorS HARE dengan Rumah Sakit Apung untuk pertama kalinya di kampun g halaman yaitu Pulau Kei (2014). Selain itu, saya juga mengikuti pelayanan medis bagi warga Kampung Nelayan di Jakarta Utara dan korban banjir di Bandung (pergantian 2014 ke 2015). Saya juga terlibat dalam penyuluhan kesehatan soal hidup bersih dan sehat bagi anak-anak di Kalijodo, Jakarta. Bagi saya, doctorSHARE adalah keluarga besar, tempat dimana para anggotanya saling memberi semangat dalam melayani. 46 Saya bangga m e n j a d i bagian di dalamnya. Yang doctorSHARE berikan bukanlah materi namun ketulusan hati dengan semangat yang tak pernah padam g Elisabet Wati Reyaan adalah bendahara doctorSHARE (2013 – saat ini) 47 Kisah Crew Kapal RSA dr. Lie Dharmawan Yudhi Saridin Sebagai kapten RSA dr. Lie Dharmawan, Yudhi Saridin bertanggung jawab atas setiap perjalanan kapal. Ia pun punya kisah menarik T idak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk menjadi seorang pelaut. Cita-cita awal saya adalah menjadi tentara. Tapi pikiran jadi tentara segera menyingkir setelah tahu bahwa adik saya juga ternyata sangat ingin menjadi seorang tentara. Saya ingin merantau saja ke Jakarta, sebuah niat yang segera saya laksanakan meski tanpa kepastian pekerjaan. Di Jakarta, saya berjumpa dengan kawan sesama orang Aceh yang membuka toko obat di Jatinegara, Jakarta Timur. Saya pun bekerja sebagai penjual obat. Pikiran saya berubah lagi ketika mendengar kawan-kawan lainnya mengikuti Diklat Kelautan. Saya bersekolah hingga berhasil meraih ijazah Ahli Nautika. Setelahnya, petualangan saya di laut pun dimulai. Saya bergabung bersama kapal kargo. Tidak sampai setahun, saya mundur dan kembali berjualan obat hingga datang tawaran melaut untuk kapal kargo Taiwan yang berpangkalan di Thailand. Dari Thailand, saya berlayar ke Amerika Serikat. Masa kontrak belum berakhir, lagi-lagi saya memilih pulang dan kembali berjualan obat. Tak lama, saya kembali berlayar, melanjutkan pendidikan kelautan dan akhirnya berhasil menjadi perwira sebelum mendapat panggilan bergabung bersama RSA dr. Lie Dharmawan. Dari rekan yang lebih dulu bergabung menjadi kru, saya sudah tahu soal RSA dr. Lie Dharmawan meski belum mendapat bayangan detail. Mematangkan niat bercampur nekat, saya mengundurkan diri dari perusahaan kargo dan bergabung bersama RSA dr. Lie Dharmawan sebagai kapten. Pelayaran perdana saya bersama RSA dr. Lie Dharmawan adalah ke Raja Ampat, Papua Barat (2014). Bagi saya, RSA dr. Lie Dharmawan jauh lebih sederhana daripada kapal-kapal kargo tempat saya bekerja selama ini, namun ada hal berbeda yang tidak tergantikan: rasa bangga. Mengobati orang memang jadi wewenang tim medis tapi saya bangga menjadi bagian dari misi sosial doctorSHARE. Rasa bangga ini muncul karena kemana pun RSA sandar, kami mendapat sambutan hangat. Warga sangat menghargai kami dan kami pun sangat senang melihat mereka tersenyum. Saya sadar bahwa kapal yang saya kemudikan bukan kapal biasa tapi kapal yang telah menyelamatkan banyak nyawa, kapal yang menyalakan kembali harapan warga g Kamarullah Berawal dari pekerjaan sebagai kenek bus, Kamarullah tidak pernah menyangka bahwa ia akhirnya menjadi jurumudi RSA dr. Lie Dharmawan. Pria kelahiran Matangkuli – Aceh Utara ini mendapat pengalaman tak terlupakan. Cita-cita awal saya adalah menjadi seorang polisi, tapi cita-cita ini kandas begitu saja. Masalah ekonomi keluarga mendorong saya menjadi seorang kenek bus sejak kelas 2 SMA. Pekerjaan ini saya jalani sepulang sekolah tanpa bayangan sedikit pun akan masa depan. Saya pasrah menjalani profesi ini hingga akhirnya kawankawan menyarankan saya hijrah saja ke Jakarta dan bekerja di kapal. K e r a g u a n mendera. Tapi saya pikir tidak ada salahnya mencoba. Dengan rasa nekat bercampur takut ditipu, saya menjual harta benda sebagai modal awal ke Jakarta dan masuk sekolah kelautan di Cilincing. Selulus sekolah, saya melamar ke perusahaan kargo di Sumatera dan akhirnya diterima. Delapan bulan melaut, saya pulang ke Aceh dan beberapa hari kemudian kembali ke Jakarta. Melaut sebagai jurumudi selama beberapa bulan, kapal kargo berlabuh di Kalimantan. Saya pun mendapat kabar dari seorang rekan (M. Zubir) yang ternyata bekerja di Rumah Sakit Apung. Mendengar ceritanya, saya tertarik bergabung. Saya pun mengundurkan diri dan nekat berangkat ke Jakarta. Zubir menjemput dan pelayaran pertama saya dengan RSA adalah ke Lombok (2014). Bagi 48 saya, pelayaran paling seru dan menegangkan adalah ketika pulang dari Kalimantan bulan Mei 2014. Kapal oleng karena ombak 3 – 4 meter tidak hanya menghantam buritan depan tapi juga sisi samping selama seharian. Semalaman kami tidak tidur dan bergantian jaga. Kami juga tidak bisa berteduh, hanya bisa berlayar pelan-pelan. Ombak baru reda ketika kapal masuk wilayah Jakarta. Awalnya, saya tidak betah karena sudah terbiasa dengan kapal-kapal besar yang jauh lebih nyaman. Tapi lama-lama saya senang karena bisa keliling ke tempat-tempat baru. Melihat kondisi penduduk membuat saya sadar bahwa selama ini saya jauh lebih beruntung. Saya senang sekali mendapat kesempatan untuk membantu sesama. Jujur saja, saya sebenarnya takut darah. Tapi saya menikmatinya karena tahu bahwa Rumah Sakit Apung ini adalah untuk kemanusiaan. Saya tidak kapok. Saya juga bercita-cita menjadi seorang kapten g 49 Mengenal Talasemia dr. Tony Loman Sp.PK T hemoglobin. alasemia merupakan penyakit yang disebabkan oleh tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin yang membentuk Pada Talasemia, terdapat kelainan pada gen yang mengatur sintesis rantai globin. Berdasarkan jenis rantai globin yang terganggu produksinya, Talasemia dibedakan menjadi Talasemia α, β, δβ atau γδβ. Talasemia α dan β adalah yang paling banyak ditemukan di dunia. Talasemia banyak ditemukan di Turki, Maroko, Italia, Yunani, Tiongkok, India, Thailand, juga Indonesia. 6-8 % penduduk Indonesia diperkirakan membawa sifat Talasemia. Pembawa sifat (carrier) Talasemia (“talasemia minor”) banyak ditemukan di negara-negara yang pernah terinfeksi oleh malaria. Hal ini terjadi karena mekanisme alami yaitu pembawa sifat Talasemia lebih kebal terhadap malaria. Pembawa sifat Talasemia umumnya tidak mempunyai keluhan, tampak sehat, bahkan mampu berprestasi. Contohnya adalah Zinedine Zidane, pemain bola terkenal yang menjadi pembawa sifat Talasemia. Penderita Talasemia mungkin mengalami anemia ringan atau tanpa anemia. Selain itu, mereka akan tetap sehat dan dapat berusia lanjut, namun akan menurunkan sifat Talasemia tersebut kepada anakanaknya. Seseorang dicurigai sebagai pembawa sifat Talasemia bila pada pemeriksaan darah rutin ditemukan hemoglobin normal atau 50 sedikit di bawah normal, ditemukan nilai MCV < 80 fl dan MCH < 27,0 pg. Keadaan ini juga mungkin diperoleh penderita kurang besi dan anemia karena penyakit kronis. Untuk memastikan adanya Talasemia, dilakukan pemeriksaan Elektroforesis Kapiler Hemoglobin. Walaupun pembawa sifat Talasemia tampak sehat, mereka perlu mengetahui kondisi kesehatannya. Penderita anemia sering diobati dengan preparat yang mengandung zat besi. Tindakan ini sama sekali tidak memperbaiki keadaan anemia pada penderita Talasemia. Mereka sebaiknya mendapat asupan asam folat dan makanan yang kaya antioksidan (buah-buahan dan sayur mayur). Pada anak-anak, pemeriksaan analisa hemoglobin dapat dilakukan segera setelah lahir. Yang terbaik untuk mendeteksi adanya Talasemia α adalah dari darah tali pusat. Pemeriksaan untuk mendeteksi Talasemia β sebaiknya dilakukan setelah usia satu tahun mengingat dibawah usia satu tahun masih ditemukan banyak HbF yang merupakan sisa-sisa produksi darah saat bayi berada dalam kandungan. Perkawinan antara dua orang pembawa sifat Talasemia akan beresiko mempunyai anak dengan anemia berat sehingga selalu memerlukan transfusi darah yang umum disebut “talasemia mayor”. Tanpa transfusi darah, penderita umumnya akan meninggal dalam usia 3-4 tahun. Dengan transfusi secara teratur yang umumnya berlangsung tiap bulan, usia penderita dapat bertahan hingga 30-40 tahun. Di samping itu, transfusi terus menerus mengakibatkan penimbunan zat besi pada tubuh penderita. Obat untuk mengeluarkan zat besi sudah tersedia namun sangat mahal. Oleh karenanya, sebaiknya hindari perkawinan antar sesama penderita Talasemia. Melalui pemeriksaan darah rutin dan analisa hemoglobin dengan metode Eletroforesis Kapiler Hemoglobin yang merupakan metode yang sudah disetujui WHO, pemeriksaan di laboratorium dapat menguji apakah seseorang merupakan “pembawa sifat Talasemia” atau “talasemia mayor”. Pemeriksaan ini tidak memerlukan puasa sebelum pengambilan darah. Bagi orang yang ternyata merupakan pembawa sifat talasemia, maka suami/ istri, dan saudara-saudaranya sebaiknya turut diperiksa untuk kepentingan masa depan keamanan perkawinan. Demikian pula dengan anak cucu mereka g normal minor minor mayor Perkawinan dari 2 pembawa sifat (carrier) dr. Tony Loman saat ini berkarya di Laboratorium dr. Tony dan RS Suaka Insan, Banjarmasin. 51 Talk Show Career Day CIMSA Universitas Pelita Harapan Minggu, 8 Maret 2015, doctorSHARE yang diwakili oleh dr. Herliana Elizabeth Yusuf dan dr. Cynthia Christine Jonachan menampilkan presentasi dalam ajang Career Day CIMSA Universitas Pelita Harapan (UPH) yang berlangsung di Auditorium Fakultas Kedokteran UPH. Kedua dokter yang juga merupakan alumni UPH ini menceritakan pengalamannya terlibat dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat bersama doctorSHARE, sekaligus cara bergabung menjadi relawan doctorSHARE g Rapat Audiensi doctorSHARE dengan Kementerian Kesehatan RI Rabu, 8 April 2015, doctorSHARE dan Kementerian Kesehatan RI menggelar rapat audiensi untuk menindak lanjuti proyek bersama Rumah Sakit Apung gugus pulau. Rapat yang juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan (Prof. Nila Djuwita Moeloek, Sp.M) dan pendiri doctorSHARE (dr. Lie Dharmawan) ini merupakan kolaborasi pemerintah – LSM mewujudkan Indonesia Sehat dari periferi g Presentasi Manajemen Kegawatdaruratan Maritim, Universitas Mataram Sabtu, 2 Mei 2015, pendiri doctorSHARE, dr. Lie Dharmawan, hadir membawakan presentasi bertema “manajemen kegawat daruratan maritim” di Hotel Lombok Raya, Mataram. Dalam acara yang digagas oleh PTBMMKI (Persatuan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia) ini, dr. Lie memaparkan pentingnya layanan medis dengan pola pikir laut sebagai penghubung sekaligus mendukung rencana Universitas Mataram membentuk jurusan kedokteran maritim g Sosialisasi doctorSHARE di Akademi Keperawatan Husada Jumat, 7 Mei 2015, Wakil Sekretaris Jenderal doctorSHARE, dr. Sianly, membawakan sosialisasi mengenai kontribusi doctorSHARE dalam pelayanan kesehatan masyarakat di hadapan sekitar 60 mahasiswa Akademi Keperawatan Husada, RS Husada, Jakarta. Sosialisasi ini bertujuan membangun kepedulian sosial seluruh mahasiswa agar selalu memiliki jiwa melayani sesama yang membutuhkan g 2nd Annual Indonesian Career Expo 2015, Melbourne – Australia Jumat, 16 Mei 2015, advisor doctorSHARE yang juga adalah Koordinator Program Telemedicine, Lie Mei Phing, membagikan pengalamannya pada malam pembukaan Indonesian Career Expo (IcarE) yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia ranting University of Melbourne. Melalui aneka pengalaman yang diutarakan, doctorSHARE berharap dapat menginspirasi generasi muda Indonesia yang tengah bersekolah di Australia agar kelak dapat kembali dan berkontribusi bagi tanah air selepas lulus g 52 Perintisan doctorSHARE Jerman dr. Luyanti, MARS Selama lebih dari lima tahun doctorSHARE berkarya dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Setiap pelayanan yang dilakukan memicu semangat untuk melayani lebih lagi. Semangat ini dimulai dari hal sederhana mulai dari bakti sosial, mengantarkan sumbangan kepada korban banjir, mengunjungi korban bencana, dan sebagainya. Namun kami menjumpai permasalahan kesehatan yang tidak sesederhana itu. Ketika melangsungkan bakti sosial, saya menemui seorang anak batuk pilek tapi anak ini kotor dan dia datang bersama empat saudaranya (yang seorang masih dalam kandungan) dengan ibu yang masih muda. Ayahnya hanya seorang nelayan dengan penghasilan lima belas ribu rupiah per bulan. Pertanyaan pun berentet dalam pikiran saya. Butuh sumber daya, dana, waktu, kecermatan, kepedulian, ketelitian dan ide yang lebih dalam. Karena itu, lahirlah Panti Rawat Gizi (Therapeutic Feeding Centre), Rumah Sakit Apung, Telemedicine, dan sebagainya. Tugas-tugas kami semakin banyak. Rumah Sakit Apung kini berjumlah tiga buah, ditambah program Flying Doctors di wilayah Papua dan rencana pendirian kebun fitofarmaka di Pulau Kei. Makan apa anak ini sehari-hari? Bagaimana ibunya mengurus anak-anak ini? Bagaimana mereka bersekolah? Apakah ibunya bisa mengajari anaknya dari sisi akademis? Akan menjadi apakah anak ini ketika mereka dewasa? Bagaimana bapaknya bisa membelikan pakaian untuk seluruh keluarganya? Bagaimana ia belajar mandi atau sikat gigi? Saya yakin tidak hanya kami yang memiliki semangat ini, tapi juga pemerintah, para donatur, dan masyarakat. Semangat ini juga melebar pada sahabat doctorSHARE di mancanegara. Semangat ini diwujudkan dengan rencana pendirian doctorSHARE Jerman tahun ini. Mereka adalah satu dari seratus dua puluh pasien yang saya temui saat itu. Bayangkan, berapa banyak pertanyaan yang ada di kepala saya dan berapa banyak pertanyaan di kepala para kolega teman-teman seperjuangan saya di doctorSHARE. Ada pekerjaan-pekerjaan yang perlu ditindak lanjuti karena temuan kami di lapangan tidak sesederhana yang kami pikirkan. doctorSHARE Jerman berfungsi sebagai wadah para anggota dan sahabat doctorSHARE di Jerman yang selama ini rindu berpartisipasi dalam pelayanan di Indonesia. Tak pernah bosan, saya ucapkan terima kasih atas kerjasama kita semua untuk sama-sama melayani Indonesia. INDONESIA IS IN MY HEART g dr. Luyanti, MARS adalah Ketua doctorSHARE Jerman 53 d ctorSHARE sharing accessible health and care PENDIRI dr. Lie A. Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV Lisa Suroso, SE, CVM, CID SEKRETARIS JENDERAL dr. Luyanti, MARS WAKIL SEKRETARIS JENDERAL dr. Sianly dr. Marselina Mieke Yashika Iskandar SEKRETARIS Lucy Tawara BENDAHARA Elisabet Wati Reyaan MANAGER PENGGALANGAN DANA Sirikit Senjaya, S.Sn KOORDINATOR PELAYANAN MEDIS dr. Christ Hally Santoso KOORDINATOR CONTIGENCY dr. Christ Hally Santoso KOORDINATOR PROYEK TFC DI PULAU KEI, MALUKU TENGGARA dr. Angelina Vanessa, dr. Karnel Singh KOORDINATOR PROYEK PENDAMPINGAN MASYARAKAT DI JAKARTA & SEKITARNYA dr. Fidella, dr. Widiawaty KOORDINATOR TELEMEDICINE dr. Riny Sari Bachtiar, MARS KOORDINATOR FLYING DOCTORS dr. Riny Sari Bachtiar, MARS KOORDINATOR KLINIK dr. Riny Sari Bachtiar, MARS; Siska A., Md. Kep. KOORDINATOR MEDIA Sylvie Tanaga, S.IP. , dr. Peggy Loman MANAJER TEKNIS KAPAL RSA dr. LIE DHARMAWAN dr. Christ Hally Santoso MEDIA BERBAGI doctorSHARE Pemimpin Redaksi: Sylvie Tanaga, S.IP Editor: dr. Peggy Loman Ilustrasi Cover: Stephen Surya, S.Sn Desain Grafis: Lisa Suroso, SE, CVM, CID Fotografi: doctorSHARE (Sylvie Tanaga) Eric Satyadi, SE Copyright c 2015 doctorSHARE All rights reserved. doctorSHARE menyediakan ­akses bantuan medis secara holistik, independen dan imparsial untuk orang-orang yang paling membutuhkan, yaitu mereka yang dianggap miskin dan tidak mampu tapi tidak mempunyai kartu miskin karena masalah administrasi kependudukan, sehingga berimbas kepada tidak dimilikinya Asuransi (Jaminan) Kesehatan Masyarakat dan tidak memperoleh akses kesehatan gratis yang disediakan pemerintah; mereka yang secara sosial dikecualikan dari layanan kesehatan dan dikucilkan dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi dan kekurangan gizi. Individu-individu yang tergabung dalam doctorSHARE bekerjasama, membagikan talenta dan kecakapan maing-masing tanpa memandang batasan-batasan suku, agama, etnis, ras dan antar golongan untuk mewujudkan visi dan misi doctorSHARE sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan etika pelayanan medis. Banyak di antara mereka yang telah berpengalaman di medan krisis Indonesia sejak tahun 1998 akibat ketidakstabilan politik, ekonomi dan sosial, serta terpaan bencana alam yang melanda Indonesia. Saat ini doctorSHARE didukung oleh ahli bedah, dokter, perawat, dan profesional seperti jurnalis, administrator, fotografer, desainer, ahli teknologi informasi, wiraswasta, pekerja sosial profesional, dan sejumlah donatur individual. Kami membuka diri bagi mereka yang tergerak untuk membagikan kecakapan profesionalisme mereka untuk mendukung visi dan misi doctorSHARE memulihkan masyarakat di bidang kesehatan. profil visi Menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan orang yang terjebak dalam krisis, sehingga mereka bisa memulihkan kemampuan untuk membangun kembali kehidupan bermasyarakat. misi Penyediaan perawatan medis dan akses pelayanan kesehatan untuk orang yang terjebak dalam krisis, seperti orang-orang yang tidak memiliki akses layanan kesehatan, orang-orang yang menghadapi diskriminasi atau kelalaian dari sistem kesehatan lokal, kelompok marginal dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi, dan kekurangan gizi. nilai Integritas, saling berbagi, cinta kasih, saling mempercayai dan menghormati. Kekuatan tim berada pada rasa tanggung jawab yang tinggi, kemampuan beradaptasi, dan sifat inklusif program 1 Pengobatan cuma-cuma 2 Rumah Sakit Apung 3 Bantuan kemanusiaan untuk bencana 4 Panti Rawat Gizi 5 Klinik 6 Telemedicine 7 Pendampingan Kesehatan 8 Kampanye Medis prinsip Non Profit Voluntary Services Kegiatan tidak dimaksudkan untuk mencari atau mengumpulkan keuntungan Humanitiy Acts Bekerja didasarkan pada prinsip kemanusiaan dan etika medis. Yayasan Dokter Peduli (doctorSHARE) berkomitmen untuk membawa kualitas perawatan kesehatan untuk orang yang berada dalam krisis tanpa memandang ras, etnis, suku, agama, antar golongan atau afiliasi politik Bearing Witness and Speak Out Menjadi saksi atas kejadian kekerasan, kerusuhan, bencana alam, dan konflik. Berbicara kepada publik dalam upaya untuk memunculkan krisis-krisis kesehatan yang terlupakan atau tidak disadari publik, menarik perhatian publik untuk kejadian kekerasan yang terjadi di luar jalur, dan mengkritisi kelemahan sistem bantuan, serta menantang pengalihan bantuan kemanusiaan yang dilakukan berdasarkan politik kepentingan. Sharing Percaya bahwa setiap individu mempunyai talenta, kecakapan dan kekuatan masing-masing yang bila dengan tujuan mulia disalurkan, dibagikan, dan dikolaborasikan akan banyak membantu masalah-masalah sosial terutama yang berkaitan dengan masalah kesehatan Independent Beroperasi secara mandiri dan bebas dari setiap kepentingan kelompok, golongan, politik, militer, bisnis, dan agama. Imparsial Netral, tidak berpihak pada salah satu pihak yang terlibat dalam konflik, memberikan perawatan secara independen untuk meningkatkan akses bagi korban konflik seperti yang disyaratkan oleh hukum kemanusiaan internasional. 3 Mega Glodok Kemayoran Kantor Toko Blok B No. 10-11 Jl. Angkasa Kav. B-6 Kemayoran Jakarta Pusat 10160 Telp. +6221 6586 6391 [email protected] www.doctorshare.org BCA no. 198.550.7777 a/n Yayasan Dokter Peduli DoctorSHARE @doctorSHARE doctorSHARE