this file

advertisement
EDISI II
l
2015
SHARE
d
c
t
o
r
sharing accessible health and care
Sinergi Dalam
Keragaman Menuju
Indonesia Sehat
S
INERGI adalah interaksi atau
kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk memproduksi
efek gabungan yang lebih besar
daripada jika masing-masing pihak
melakukannya sendiri-sendiri secara terpisah.
Definisi ini menjadi amat relevan dengan
model pelayanan medis doctorSHARE. Sinergi
dengan komponen masyarakat yang sangat
beragam, serta dengan aneka jenis organisasi
dan pemerintah adalah kunci keberhasilan
pelayanan medis yang optimal sekaligus
efektif.
Berbekal
prinsip
inilah
doctorSHARE
memutuskan mengambil bagian dalam ajang
Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 yang bertujuan
meningkatkan konektivitas antar pulau
melalui peningkatan akses, termasuk fasilitas
kesehatan. Tujuan Ekspedisi Nusantara Jaya
2015 ini sejalan dengan tagline doctorSHARE
yang sangat menggaris bawahi masalah
ketersediaan akses bagi warga periferi.
Ajang kolaborasi dengan pemerintah
ini sekaligus menjadi momentum bagi
doctorSHARE untuk meluncurkan Rumah
Sakit Apung (RSA) kedua dengan nama RSA
4
lokal (Yayasan Somatua) membuat kegiatan
pelayanan medis berjalan lebih efektif.
Dari aneka isu yang timbul selama
berlangsungnya
pelayanan
medis,
doctorSHARE
juga
makin
menyadari
pentingnya inovasi yang perlu menjembatani
kesenjangan tenaga medis di pedalaman.
Inovasi tersebut bernama “telemedicine” atau
pelayanan medis jarak jauh. Buletin edisi kali
ini mencoba mengupas mengapa telemedicine
menjadi inovasi penting bagi dunia kesehatan
tanah air.
Selepas tetralogi bulan Maret 2015, tim
doctorSHARE melanjutkan misinya ke berbagai
wilayah mulai dari Mentawai di Sumatera
Barat hingga pelayanan medis dengan
RSA dr. Lie Dharmawan di Indonesia Timur
seperti Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten
Teluk Bintuni di Papua Barat. Di ibukota,
doctorSHARE juga menggelar pelayanan medis
bagi warga Semper bekerjasama dengan CCI.
Nusa Waluya I. Profil RSA Nusa Waluya I dan
Rumah Sakit Apung Ketiga, serta bagaimana
doctorSHARE menjalankan sistem rumah sakit
bergerak terapung dapat dibaca dalam bagian
awal buletin doctorSHARE Edisi II/2015 ini.
Di luar aktivitas pelayanan medis, buletin ini
juga mencatat sebuah peristiwa bersejarah
bagi doctorSHARE yakni peletakan batu
pertama di lahan Balsomlait, Kei Besar, Maluku
Tenggara pada 27 April 2015. Di atas lahan ini
kelak akan dibangun klinik, panti rawat gizi,
gedung pelatihan untuk tenaga kesehatan,
dan kebun tanaman obat /pangan lokal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kei
Besar.
Dalam buletin ini, rekan-rekan juga dapat
membaca kisah para relawan non medis
doctorSHARE yang tak kalah menarik dengan
relawan medis. Selain sinergi antar lembaga,
sinergi internal antara relawan medis dan non
medis (termasuk Anak Buah Kapal RSA dr. Lie
Dharmawan) juga menjadi kata kunci yang
sangat fundamental bagi doctorSHARE untuk
mewujudkan visinya, termasuk sinergi dengan
sahabat-sahabat di Jerman yang tak lama lagi
akan mendirikan doctorSHARE Jerman.
doctorSHARE percaya bahwa sinergi dalam
semangat menghargai keragaman dapat
mendorong percepatan pelayanan kesehatan
di seluruh tanah air, mulai dari wilayah
periferi. Seperti paparan awal, sinergi mampu
memberikan ledakan lebih dahsyat daripada
hanya mengerjakannya sendiri-sendiri. Saat
sinergi tercapai, “Indonesia Sehat” tak lagi
menjadi mimpi yang tak tergapai g
Prinsip sinergi pula yang mengantar
doctorSHARE berhasil menggelar TETRALOGI
Pelayanan Medis 2015 dalam rangka dua
tahun pelayanan medis dengan RSA dr. Lie
Dharmawan yang berlangsung serempak (16
Maret 2015) di empat lokasi berbeda.
Keempat lokasi tersebut adalah Kepulauan
Nias, Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur,
Kei – Maluku Tenggara, dan Kabupaten
Intan Jaya, Papua. Tetralogi Pelayanan Medis
doctorSHARE 2015 kaya dengan kisah-kisah
menarik dari berbagai sudut pandang yang
terangkum dalam buletin ini.
Pada
tetralogi
inilah
doctorSHARE
meluncurkan program terbarunya yaitu “Flying
Doctors” atau “Dokter Terbang”, sebuah
upaya menjemput bola bagi warga di kawasan
pedalaman. Temuan tim doctorSHARE di
Papua mengukuhkan betapa program ini
perlu dilanjutkan. Sinergi dengan organisasi
editorial
5
catatan
I
ndonesia
adalah
sebuah
negara kepulauan terbesar
di dunia dengan penduduk
sekitar
250
juta
jiwa.
Alamnya indah, kekayaan
yang terkandung di dalamnya berlimpah,
keindahan alamnya mengundang decak
kagum banyak orang.
Namun dibalik segala glamour itu,
menjadi sebuah fakta bahwa masih
banyak rakyat Indonesia yang hidup
sangat bersahaja, bahkan miskin. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) kita masih
rendah, khususnya di bidang medis.
Sebagai sebuah organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang medis, doctorSHARE
(Yayasan Dokter Peduli) memposisikan
diri untuk membantu pemerintah
membangun manusia Indonesia di bidang
medis, terutama di daerah terpencil.
Dalam rangka inilah doctorSHARE
mengembangkan program kerja yang
meliputi:
a Panti Rawat Gizi (Therapeutic
Feeding Centre)
cuma-cuma
dan
a Pengobatan
bantuan kemanusiaan
a Pendampingan/penyuluhan
kesehatan
a Kampanye medis
a Rumah Sakit Apung (Floating
Hospital)
a Dokter Terbang ke pedalaman (Flying
Doctors)
medis
jarak
jauh
a Pelayanan
(Telemedicine)
Kami bertekad dalam beberapa tahun
ke depan, usaha ini dapat membantu
mewujudkan wajah pelayanan kesehatan
yang sesuai standar kedokteran universal.
6
dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKV
Founder of doctorSHARE
Untuk mewujudkan semua itu, kita harus
punya statistik yang jujur dan pemetaan
yang jelas.
Kejujuran dan ketepatan lokasi sangat kita
butuhkan untuk memperbaiki kualitas
pelayanan medis. Sulit bagi kita yang
sering blusukan ke daerah-daerah untuk
percaya bahwa “hanya” ada sekitar 28
juta rakyat yang hidup pra sejahtera.
Persoalan lain yang mengemuka adalah
minimnya infrastruktur dan kurang
tepatnya penyediaan alat-alat tanpa
disertai pengembangan kapasitas Sumber
Daya Manusia (SDM) dan prasarana yang
memadai sesuai kebutuhan. doctorSHARE
tidak mempermasalahkan apa dan siapa
yang bersalah dalam hal ini, namun ketika
melihat ada kebutuhan yang dapat diisi,
kami menyediakan diri untuk membantu.
Beberapa contoh temuan nyata di
lapangan dan upaya yang kami lakukan:
a Ditemukannya
para
penderita
malnutrisi saat melakukan screening
door to door yang setelahnya
langsung kami rawat.
a Belum tersedianya sarana pelayanan
medis di daerah-daerah tertentu
mengakibatkan pasien-pasien harus
menempuh perjalanan jauh dengan
resiko tinggi dan biaya-biaya yang
tak sedikit untuk memperoleh
pertolongan yang mereka butuhkan.
Situasi inilah yang mendorong
lahirnya program Rumah Sakit
Apung (Floating Hospital) dan Dokter
Terbang (Flying Doctors).
tertentu
sudah
a Daerah-daerah
memiliki alat-alat medis memadai
seperti USG (ultrasonografi), namun
“Melalui doctorSHARE kami
berharap dapat membangun
manusia-manusia menjadi
lebih efektif serta keluar dari
keterperangkapannya”
Usaha Dukung
Pemerintah
Ubah Wajah
Pelayanan Medis
Daerah Terpencil
listrik rata-rata hanya tersedia pk
18.00 hingga pk 06.00 esok harinya.
Yang dapat memfungsikan alat ini
pun tidak ada. Di sinilah telemedicine
berperan: menghubungkan tenaga
dokter umum dan perawat setempat
agar dapat berkonsultasi dengan
dokter ahli di Jakarta.
a Angka kematian bayi masih tinggi.
doctorSHARE
pun
menggagas
pelatihan-pelatihan bagi bidan desa.
Untuk membangun negara kita, seluruh
stakeholder atau pemangku kepentingan
harus bahu membahu menjalin kerjasama
sesuai bidangnya masing-masing. Kami
berterima
kasih kepada pemerintah
yang telah memberi kesempatan untuk
berpartisipasi
dalam
membangun
Indonesia Sehat dari periferi.
Dengan kerjasama yang terjalin dengan
baik, kami yakin wajah pelayanan
kesehatan kita akan mengalami kemajuan
yang signifikan dalam tempo beberapa
tahun ke depan g
7
Jangkau Periferi
Lisa Suroso, SE, CVM, CID
Co-Founder of doctorSHARE
G
adis kecil bernama Susanty
itu merasakan sakit yang
sangat
pada
perutnya.
Mulutnya juga mual karena
sudah dua malam terapungapung dalam gelap. Tak tahu mau dibawa
ke mana, tapi Mama kerap terlihat panik
dan menangis. Mama bilang, “Tidak ada
dokter, tidak ada dokter...” Puluhan jam
sudah mereka berlayar, berharap di pulau
berikutnya ada dokter dan jawaban,
mengapa perut Susanty sakit sekali dan
kini nafasnya mulai putus-putus.
Kampung Susanty di Saumlaki memang
jauh dari fasilitas kesehatan. Satu-satunya
harapan mereka adalah Pulau Kei di
Maluku Tenggara. Tapi diperlukan tiga
hari dan dua malam untuk berlayar ke Kei
Kecil. Nasib baik berpihak pada mereka.
Di Kei Kecil sedang ada tim doctorSHARE
yang memberikan pelayanan medis
cuma-cuma. Setelah diperiksa baru
ketahuan kalau usus Susanty terjepit
dan mulai membusuk. Hari itu Tuhan
menyelamatkan Susanty dari jerat maut.
Kisah Susanty yang beruntung mungkin
tak banyak dialami penduduk pulau-pulau
terpencil lainnya. Seringkali penduduk
harus membayar harga sangat mahal
dalam mencari layanan kesehatan, yaitu
nyawa mereka sendiri. Kasus-kasus yang
bisa segera ditangani bila berada di kota
besar (seperti misalnya gizi kurang/buruk,
diare pada bayi, tertusuk paku berkarat di
kaki) dengan mudah berujung maut hanya
karena tidak ada dokter, perawat, atau
obat. Inilah kenyataan pahit yang dialami
penduduk di kepulauan terpencil yang
menjadi pekerjaan rumah kita semua.
Sistem Rumah Sakit Bergerak telah diterapkan
pemerintah Indonesia menjadi salah satu
upaya menjangkau masyarakat di daerah
tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK)
tanpa/minim fasilitas kesehatan. Namun
demikian, Indonesia belum memiliki sebuah
8
Melalui Sistem Pelayanan Medis Bergerak Terapung
cetak biru resmi tentang sistem Pelayanan
Medis/Klinik/Rumah Sakit Terapung.
Kehadiran Sistem Pelayanan Medis Terapung
bisa menjadi jawaban bagi permasalahan
kesehatan di wilayah Indonesia yang terdiri
dari 17,000 kepulauan. Inilah yang memotivasi
doctorSHARE merintis dan mempraktikkan
pelayanan medis terapung.
Rumah Sakit Apung pertama doctorSHARE
yaitu RSA dr. Lie Dharmawan adalah contoh
pertama bahwa dari kapal kayu sederhana
kita bisa menolong penduduk di pulau-pulau
tanpa /minim fasilitas kesehatan. Di tengah
kesederhanaan dan keterbatasannya, RSA
ini sudah melayani sekitar 10.000 penduduk
di wilayah terpencil termasuk 500 operasi
mayor dan minor dalam masa waktu dua
tahun pelayarannya.
RSA kedua yaitu RSA Nusa Waluya I mengikuti
jejak RSA pertama melakukan aksi jemput
bola kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kini doctorSHARE ingin melangkah lebih
jauh lagi dalam menyempurnakan sistem
Pelayanan Medis Bergerak Terapung
dengan melakukan program percontohan
menerapkan sistem ini di wilayah kepulauan
dan mengadopsi beberapa desa tanpa/
minim fasilitas/tenaga kesehatan. Dengan
bekerjasama dengan Dinas Kesehatan
setempat untuk mengevaluasi tingkat
efektifitas dan penjangkauan kepada
masyarakat, sistem ini akan melibatkan secara
aktif peran masyarakat dalam melaporkan
dan mendeteksi kasus-kasus lokal, misalnya
gizi buruk, kehamilan berisiko, dan lain-lain.
Target percontohan ini adalah menjadi cetak
biru yang bisa menjadi rujukan dan bahan
evaluasi Kementerian Kesehatan RI dalam
menyempurnakan sistem pelayanan medis
wilayah kepulauan yang kemudian bisa
diadopsi oleh provinsi dan kabupaten yang
sebagian besar penduduknya tinggal di pulaupulau terpencil g
PELAYANAN MEDIS
BERGERAK TERAPUNG
Rumah Sakit
Apung
PANTI RAWAT GIZI
Community
Feeding Centre
Klinik Sekoci
Sistem Kerja
Sistem Kerja
+
+
+
+
+
1. Klinik Sekoci & RSA berlayar dengan
jadwal keliling tetap yang diumumkan
ke masyarakat dan puskesdes
setempat.
2. Klinik sekoci melalukan penelurusan
ke warga & melakukan pengobatan di
tempat, atau rujukan ke puskemas/
puskesdes/pustu setempat (bila ada).
3. Warga dilibatkan secara aktif untuk
melaporkan kasus kesehatan dan
merujuk ke petugas/Klinik sekoci.
4. Bila menemukan kasus-kasus yang
memerlukan tindakan operasi, dirujuk
ke Rumah Sakit/Rumah Sakit Apung.
5. Menerapkan telemedicine sebagai
upaya penjangkauan, pengobatan &
pelatihan.
+
+
+
1. Pelatihan bagi posyandu & masyarakat
untuk pendeteksian bayi/anak kurang
gizi.
2. Posyandu & masyarakat setempat
melakukan antopometri (pengukuran)
bayi/anak di lingkungan mereka
sendiri, praktik & sosialisasi makanan
lokal bergizi & terlibat dalam rawat
jalan anak kurang gizi.
3. Melaporkan, merujuk, dan mengirim
bayi/anak kurang gizi dengan penyakit
penyerta ke Panti Rawat Gizi melalui
Klinik Sekoci / RS Apung.
HASIL & DAMPAK
1. Penjangkauan masyarakat yang hidup di wilayah terpencil dan sulit mengakses fasilitas
kesehatan, dengan sistem jemput bola dan melibatkan masyarakat.
2. Cetak biru turunan evaluasi & tata laksana sistem Pelayanan Medis Bergerak Terapung
sebagai pilot project untuk dilaporkan ke Kementerian Kesehatan RI.
3. Cetak biru yang terbuka untuk diadopsi pemerintah lokal di wilayah kepulauan Indonesia
lainnya.
9
Profil Rumah Sakit Apung
dr. Lie Dharmawan
Nama Kapal
Pemilik
Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal
Tonase Kotor (GT)
Tonase Bersih (NT)
Tahun Pembangunan
Penggerak Utama Mesin Induk
Tanda Selar
KLM RSA dr. Lie Dharmawan
Yayasan Dokter Peduli
23,13 Meter
6,82 Meter
4,40 Meter
173 GT
52 NT
2008
Motor
MITSUBISHI 8DC11
340 PK
GT.173 No.6786 / Bc
Fasilitas
a
a
a
a
a
a
a
a
Profil Rumah Sakit Apung
Nusa Waluya I
Bahan Utama Kapal Kayu
Jumlah Baling-Baling Satu
Kecepatan Kapal
10 Knots
a Maksimum
a Normal
8 Knots
a Ekonomis
6 Knots
Kapasitas Tangki
a Tangki utama
5.000 Liter
a Tangki cadangan 2.200 Liter
Bahan Bakar
Solar/HSD
Jenis kapal
Pinisi
8 tempat tidur pasien
Fasilitas Radiologi
EKG (elektrokardiogram)
USG (ultrasonografi)
Laboratorium
Fasilitas Bedah Mayor & Minor
Ruang Resusitasi
Ruang Dokter
Nama Kapal
Pemilik
Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal
Tonase Kotor (GT)
Tonase Bersih (NT)
Tahun Pembangunan
Penggerak Utama Mesin Induk
Fasilitas
10
a
a
a
a
a
a
a
a
Nusa Waluya I
Yayasan Ekadharma
29,91 Meter
6,5 Meter
2,5 Meter
210 ton
63 ton
1997 converted 2015
Mesin
GM Detroit Diesel 2
395 PS
10 tempat tidur pasien
Instalasi Gawat Darurat
Fasilitas Radiologi
EKG (elektrokardiogram)
USG (ultrasonografi)
Laboratorium
Ruang Resusitasi
Ruang Konsultasi
a
a
a
a
a
a
a
a
Tanda Selar
GT.210.
NO.1844/Ka
Bahan Utama Kapal
Jumlah Baling-Baling
Kapasitas Tangki
a Tangki utama
a Tangki cadangan
Bahan Bakar
Tanki Air
Baja
Dua
500 Liter
Solar/HSD
10 ton
Fasilitas Bedah Mayor & Minor
Kamar Perawatan Post-Op
Poli Gigi
Ruang Dokter Pre-Op
Ruang Istirahat Dokter
Gudang Obat
Gudang Logistik
Ruang Arsip
11
Profil Rumah Sakit Apung Ke-3
Jenis Accomodation Barge (siap layar 2016)
Nama Kapal
Pemilik
Panjang Kapal Lebar Kapal Draft Kapal
Tahun Pembangunan
Fasilitas
12
Liputan Perkasa / TBD
PT. Multi Agung Sarana Ananda
52,68 Meter
15,24 Meter
8 Kaki
1991 converted 2015
a 50 kamar tidur pasien (40 unit
ber-AC dengan kamar mandi)
a Fasilitas Bedah Mayor & Minor
a Fasilitas Laparascopy &
Tympanoplasty
a Ruang Dokter Pre-Op
a Kamar Perawatan Post-Op
a Instalasi Gawat Darurat
a Poli Gigi
a Poli Mata
a Poliklinik
a Ruang Telemedicine
a Ruang Kebidanan
a Fasilitas Radiologi
a EKG (elektrokardiogram)
a USG (ultrasonografi)
a Laboratorium
a Kamar Jenazah
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Tonase Kotor (GT)
Tonase Bersih (NT)
Penggerak Utama Bahan Utama Kapal
Tangki Utama
Tanki Air
726 ton
218 ton
Tongkang
Baja
160 m3
280 m3
Ruang Resusitasi
Ruang Konsultasi
Ruang Farmasi
Ruang Istirahat Dokter
Sistem Limbah Medis dan Non Medis
Sistem Pengubah Air Laut ke Air Tawar
Ruang Laundry
Ruang Sterilisasi Alat
Gudang Obat
Gudang Logistik
Ruang Arsip
Ruang Fitness
Ruanng Rapat
Ruang Penyuluhan
Ruang Makan & Kafetaria
Dapur Umum
Perlengkapan Keamanan dan
Pemadam Kebakaran
13
Ekspedisi Nusantara Jaya
Momentum Bangun Indonesia Dari Periferi
E
kspedisi Nusantara Jaya 2015
adalah sebuah ajang yang digelar
pemerintah Indonesia dibawah
Kementerian
Koordinator
Bidang Kemaritiman. Situs
resminya menyebut bahwa ajang ini
merupakan perjalanan mengelilingi pulaupulau terluar Indonesia untuk meningkatkan
konektivitas di pulau-pulau terdepan,
terpencil dan wilayah perbatasan, melalui
peningkatan akses terhadap kebutuhan
bahan pokok sehari-hari, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, sarana dan prasarana,
serta percepatan pembangunan di wilayah
pulau-pulau dan perbatasan.
sedikitnya 88 unit kapal dan menyinggahi 540
pelabuhan di seluruh Indonesia. Indroyono
juga menambahkan bahwa seluruh orang
yang berada di kapal akan memberi bantuan
dan menggelar program semangat bahari.
Situs yang sama menyebut bahwa Ekspedisi
Nusantara Jaya 2015 menggunakan kapal
perintis dan KRI Banda Aceh, sekaligus
menjadi salah satu perwujudan Nawacita
pemerintah yaitu menghadirkan kembali
negara untuk melindungi segenap bangsa
dan memberikan rasa aman pada seluruh
warga.
Kata kuncinya adalah “konektivitas di pulaupulau terdepan, terpencil dan wilayah
perbatasan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) mengartikan “konektivitas” sebagai
“hubungan yang dapat memudahkan
(melancarkan) segala urusan (kegiatan)”.
Artinya,
konektivitas
mensyaratkan
tersedianya akses terhadap segala hal yang
mendasar dalam kehidupan: kebutuhan
pokok,
pendidikan,
kesehatan,
dan
sebagainya.
Untuk mewujudkan tujuan utama ekspedisi
ini, kegiatan pun dirancang agar dapat
menyampaikan berbagai bantuan baik dari
pemerintah maupun BUMN, Ormas, Swasta,
bagi pemerintah daerah atau masyarakat
di pulau-pulau terluar, terpencil, maupun
wilayah perbatasan.
Dalam pernyataannya di hadapan pers 14
Januari 2015 silam, Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman, Indroyono Soesilo
menjelaskan bahwa ekspedisi ini melibatkan
14
Dengan keseriusan semacam ini, Ekspedisi
Nusantara Jaya 2015 seharusnya dapat
menjadi sebuah momentum yang sangat
positif untuk membangun Indonesia dari
wilayah periferi, termasuk dalam bidang
kesehatan. Berbagai temuan doctorSHARE di
lapangan selama ini memang menunjukkan
bahwa kondisi kesehatan warga periferi
masih amat memprihatinkan.
Kata kunci yang sama telah doctorSHARE
sadari jauh-jauh hari, bahkan hingga
mendorong lahirnya Rumah Sakit Apung yang
berprinsip “menjemput bola”. Selama ini,
laut tidak dipandang sebagai konektor tapi
justru menjadi penghambat komunikasi dan
transportasi. Laut seolah menjadi terdakwa
putusnya konektivitas warga, membuat
mereka mendapat label sebagai “warga
d a e r a h
terpencil”.
Keputusan
pemerintah
untuk menjangkau mereka lewat Ekspedisi
Nusantara Jaya 2015 adalah sebuah upaya
positif yang patut didukung. Ekspedisi
ini dapat menjadi jalan pembuka untuk
memperhatikan warga di pulau-pulau
terdepan, terpencil dan wilayah perbatasan.
Tentu kita berharap ekspedisi ini tidak
menjadi ajang “pameran” semata namun
benar-benar membawa manfaat langsung
bagi warga.
Harapan
inilah
yang
mendorong
doctorSHARE memutuskan terlibat dalam
Ekspedisi Nusantara Jaya 2015. Dalam ajang
ini, doctorSHARE sekaligus akan meluncurkan
Rumah Sakit Apung kedua yaitu RSA Nusa
Waluya I. Rumah Sakit Apung kedua ini akan
dioperasikan
untuk mendukung pelayanan kesehatan di
pulau-pulau terpencil, sejalan dengan visi
utama Ekspedisi Nusantara Jaya 2015.
doctorSHARE merasa terhormat menjadi
bagian dari Ekspedisi Nusantara Jaya 2015.
Tentu kita berharap dampak positif ekspedisi
ini bertahan dalam jangka panjang dan
dapat menginspirasi masyarakat bahwa laut
mengandung potensi sebagai jalan tol yang
menghubungkan antar pulau dengan segala
kebaikan di dalamnya. Ekspedisi Nusantara
Jaya 2015 adalah momentum untuk
membangun Indonesia dari periferi g
15
Telemedicine: Mungkinkah di Indonesia?
dr. Antonny Halim Gunawan
P
ada 2011, saya mendapat
kesempatan
mengikuti
pelatihan teknis suatu produk
telemedicine di Senzhen,
Tiongkok, bertema Remote
& Mobile Healthcare Monitoring Platform
Operation Training Course. Di sebuah ruang
kecil yang cukup nyaman, terpampang
monitor 21 inch, seperangkat komputer
personal (PC), dan beberapa kursi yang diatur
cukup rapi.
Saya duduk mendengar penjelasan dari staf
teknis yang didampingi seorang dokter. Tibatiba layar memunculkan tulisan “Incoming
Call”. Wajah seorang pria paruh baya tampil di
monitor. Staf teknis segera mengetik sesuatu
di depan komputer lalu menunjukkan data
tensi, nadi, serta gambaran EKG jantung.
Didampingi dokter, staf tersebut melakukan
panggilan telekonferensi dalam bahasa
mandarin.
Dalam sekejap, pria paruh baya tersebut
mendapatkan advis dari dokter untuk
meminum obat tertentu. Saya pun
menanyakan posisi pasien pria paruh baya
tersebut. Staf teknis menyebut bahwa pasien
tersebut sedang berlibur ke Hongkong.
Rupanya sang pasien mengeluhkan sesuatu di
dadanya, dan melakukan komunikasi dengan
handphone yang sudah diinstal aplikasi untuk
memonitor kesehatannya.
Wow! Keren juga. Bermodalkan sebuah
handphone yang diinstal aplikasi kesehatan
dan terkoneksi dengan alat kesehatan
yang menempel di tubuh orang tersebut,
dokter/rumah sakit sudah dapat memonitor
kesehatan orang tersebut. Ia terhubung
dengan dokternya, kapanpun dan dimanapun
dia berada tiap detiknya. Mereka menyebut
sistem ini sebagai telemedicine.
16
Telemedicine menghubungkan dokter, rumah
sakit, dan pasien dalam waktu bersamaan di
tempat yang berbeda. Telemedicine adalah
layanan kesehatan jarak jauh, transfer data
medik elektronik, praktik kesehatan dengan
komunikasi audio, visual dan data termasuk
perawatan, diagnosis, konsultasi dan
pengobatan, serta pertukaran data medis
dan diskusi ilmiah jarak jauh.
Cakupan telemedicine cukup luas, mulai dari
penyediaan pelayanan kesehatan jarak jauh
lewat transfer informasi (audio, video, grafik)
dengan perangkat-perangkat telekomunikasi
yang melibatkan dokter, pasien, dan pihakpihak lain. Oleh karenanya, telemedicine
terkait erat dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi.
Mungkinkah sistem telemedicine diterapkan
di Indonesia? Sangat mungkin! Indonesia
memiliki aneka permasalahan kesehatan
yang sangat kompleks seperti rasio sarana
kesehatan berbanding jumlah penduduk yang
masih kurang dan rasio dokter berbanding
jumlah penduduk yang masih sangat kurang.
Distribusi dokter juga masih terkonsentrasi
di kota besar. Menempatkan dokter ahli di
seluruh pulau jelas tidak mungkin. Sebagian
besar dokter ahli kita berada di kota-kota
besar, khususnya ibu kota provinsi. Mereka
yang berada di kabupaten, kecamatan, atau
desa harus puas hanya dilayani oleh dokter
yang bukan spesialis atau bahkan mantri dan
perawat.
Selain itu, geografis Indonesia berupa
kepulauan (lebih dari 17.000 pulau) dan
pegunungan terutama di daerah terpencil,
menyulitkan mekanisme jangkauan layanan
kesehatan dan rujukan. Keberhasilan
penerapan telemedicine mensyaratkan
Percobaan telemedicine di kantor doctorSHARE
integrasi tiga bagian yaitu infrastruktur
teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
Sumber Daya Manusia (SDM), dan komitmen
yang kuat.
Telemedicine juga bertujuan mengurangi
rujukan ke dokter sekaligus meningkatkan
kemampuan
menangani
kasus-kasus
darurat. Perluasan manfaat telemedicine
dapat menjangkau daerah-daerah bencana,
penerbangan jarak jauh, dan turis yang
sedang berwisata. Beberapa hal yang mesti
dipertimbangkan
dalam
implementasi
telemedicine adalah sarana transmisi, lisensi
bagi dokter yang melakukan telemedicine,
aspek hukum, dan sebagainya.
Pada
akhirnya,
telemedicine
bertujuan
mengusahakan
tercapainya
pelayanan
kesehatan secara merata di seluruh
populasi negara, meningkatkan kualitas
pelayanan terutama untuk daerah terpencil,
dan menghemat biaya dibanding cara
konvensional. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia sangat
memerlukan telemedicine g
dr. Antonny Halim Gunawan adalah anggota
doctorSHARE, dokter ICU di RS dr. Oen Solo
Baru, Wakil Ketua Mahasiswa S2 Magister
Administrasi Universitas Indonesia 2013 – 2014,
dan kontributor buku “Kesehatan Masyarakat
di Indonesia: Konsep, Aplikasi, dan Tantangan”
(2014).
17
Telemedicine: Lipat Gandakan SDM
Kesehatan Daerah Terpencil
D
Lie Mei Phing, BS, BA, MBA
Apotek
okter Indonesia mata duitan.
Mereka hanya mau kerja di
kota dan tidak punya hati
untuk rakyat kecil.” Tuduhan
ini kerap dilontarkan. Tapi
apakah setiap dokter Indonesia seperti ini?
Berdasarkan pengalaman saya bergaul dengan
dokter-dokter nusantara, jawabannya adalah
tidak. Masih banyak dokter yang menyikapi
serius sumpah jabatannya. Mereka sangat ingin
menyumbangkan keahliannya untuk saudarasaudara setanah air yang butuh layanan medis.
berapa dari kita siap untuk menjual seluruh
harta milik, melepas jabatan mapan, dan
memindahkan keluarga ke daerah dengan
infrastruktur minim untuk anak-anak lapar ini?
Sama halnya dengan dokter! Tidak banyak yang
siap untuk ditempatkan di hutan, tapi sebagian
besar dokter Indonesia tidak keberatan,
bahkan mungkin sangat ingin menyumbangkan
sebagian waktunya (beberapa jam seminggu)
untuk membantu masyarakat kecil yang
sungguh membutuhkan, terutama mereka
yang tinggal di DTPK.
Jika demikian, mengapa selama hampir 70 tahun
merdeka Indonesia selalu kesulitan memenuhi
kebutuhan dokter untuk masyarakat kecil,
terutama mereka yang berdomisili di daerah
tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK)?
Karena belum ada platform yang mengijinkan
SDM kesehatan kita menyumbangkan keahlian
sesuai batasan yang sanggup mereka berikan!
Telemedicine adalah teknologi pelayanan
medis jarak jauh. Teknologi ini bervariasi tingkat
kompleksitasnya mulai dari penggunaan SMS
untuk konsultasi sederhana hingga operasi
menggunakan mesin yang dikendalikan jarak
jauh oleh dokter di kota berbeda.
Saat melihat anak lapar di jalan, banyak dari
kita tidak keberatan berbagi beberapa ribu.
Kita bahkan siap memberi ratusan ribu guna
membantu lebih banyak anak kelaparan. Tapi
Hampir semua negara memiliki inovasi di
bidang telemedicine, tetapi belum ada yang
berhasil menelurkan sistem yang menangani
masalah kesehatan secara holistik dalam skala
nasional. Jika diadaptasi sesuai kebutuhan dan
kondisi infrastruktur lokal, teknologi ini dapat
Data Input
DATA +
VIRTUAL HOSPITAL
Strategic Scalling
& Planning
Rumah Sakit
Bergerak
18
Strategic Training
Pemberdayaan
SDM DTPK
Pasien di daerah
Periferi
Tenaga Kesehatan
Lokal
menjadi
platform
penghubung
antara
dokter
Indonesia
dengan
tenaga
puskesmas DTPK.
Implementasi seperti
apa yang cocok untuk
diterapkan di daerah?
Berdasarkan pengalaman doctorSHARE
melayani di DTPK, solusi yang diterapkan harus
memenuhi dua hal: dapat digunakan dengan
infrastruktur minim (tanpa internet, terkadang
tanpa listrik) dan cukup fleksibel sehingga
dapat digunakan untuk variasi kasus yang
sangat besar. Belum ada solusi siap pakai yang
memenuhi kedua kriteria ini pada saat yang
bersamaan.
Salah satu program inovatif doctorSHARE
adalah telemedicine custom yang didesain
sesuai kondisi lapangan. Tenaga puskesmas
DTPK akan dilengkapi dengan tablet dan
peralatan medis portabel yang dapat digunakan
untuk membuat rekam medis lengkap di lokasi.
Informasi ini disimpan, kemudian dikirim saat
ada koneksi internet memadai. Hal ini sangat
mungkin diterapkan daerah, bahkan dengan
infrastruktur sangat minim.
Data pasien lalu diunggah ke Rumah Sakit
Dokter Spesialis/
Senior di RS Virtual
virtual. Inilah platform
dimana
dokterdokter yang peduli
dapat
membantu
mendiagnosa kasuskasus sulit sesuai
keahlian
masingmasing. Mereka tidap
perlu cuti atau pindah
daerah. Secara kontinu,
mereka dapat menyumbangkan beberapa jam
seminggu untuk membantu tenaga puskesmas
DTPK menangani kasus-kasus sulit.
Kolaborasi semacam ini diperkirakan dapat
menangani 70-80% kasus kronis yang selama
ini harus dirujuk. Beban masyarakat kecil pun
akan sangat berkurang karena ongkos jalan ke
rumah sakit rujukan seringkali mengakibatkan
mereka putus rawat.
Dengan telemedicine, kita mengekspor
keahlian tanpa memindahkan ahlinya. Saya pun
percaya dan optimis bahwa masalah kurangnya
SDM kesehatan ahli di DTPK dapat dituntaskan
dalam satu periode pemerintahan g
Lie Mei Phing, BS (Electrical Engineering &
Computer Science), BA (Physics), MBA adalah
anggota doctorSHARE, entrepreneur, pengajar,
mentor, dan pengembang fulltimer telemedicine.
19
Flying Doctors Jangkau Pedalaman Papua
F
lying Doctors atau Dokter
Terbang
adalah
sebuah
program yang baru dirintis
doctorSHARE tahun 2015.
Program ini lahir setelah
melihat besarnya kebutuhan medis warga
di daerah pedalaman yang tidak terjangkau
melalui jalur air (laut/sungai) maupun darat,
khususnya di pedalaman Papua.
Program Rumah Sakit Apung yang telah
berjalan selama ini adalah hal yang terbukti
sangat positif dalam menjangkau warga
periferi sehingga mereka dapat menikmati
pelayanan medis sebagaimana mestinya
namun terkadang tidak cukup efektif untuk
menjangkau warga yang hidup di pedalaman
pegunungan.
Bekerjasama dengan organisasi lokal, tim
doctorSHARE pun menerbangkan dokterdokter menggunakan pesawat perintis, yang
dilanjutkan dengan berjalan kaki dari satu
titik ke titik lain. Bentuk pelayanan medis
yang dilakukan antara lain adalah pengobatan
umum, bedah minor, dan penyuluhan
kesehatan.
Pelaksanaan program Dokter Terbang
perdana berlangsung pada 16 – 18 Maret
2015 di Kabupaten Intan Jaya, Papua, sebagai
bagian dari rangkaian tetralogi memperingati
dua tahun pelayanan medis doctorSHARE
dengan RSA dr. Lie Dharmawan.
Pada
kali
pertama
pelaksanaannya,
tim Dokter Terbang menyadari betapa
mendesaknya kebutuhan untuk menjangkau
masyarakat pedalaman. Landasan terbang
adalah satu-satunya ruas jalan yang beraspal.
Masyarakat tidak mengenal perilaku hidup
bersih dan sehat. Air keruh yang langsung
diminum warga, sumbernya sama dengan
yang digunakan hewan untuk minum dan
mandi.
Banyak pasien yang harus berjalan kaki
belasan jam naik turun gunung serta
menyeberang sungai untuk mencapai
tempat tim melangsungkan pelayanan
medis, padahal tim sendiri telah berjalan
kaki berjam-jam melalui tanjakan dengan
kemiringan yang relatif tajam.
Selain
itu,
tim
Dokter
Terbang
juga
mempelajari adanya kekhususan
tersendiri
yang
membutuhkan
penanganan sesuai kultur dan
kebiasaan alam setempat. Di daerah
yang lebih terpencil, tidak ada
dokter, perawat, ataupun bidan.
Tidak ada obat-obatan. Kalau ada
yang sakit, warga mempercayainya
sebagai sebuah kutukan sehingga
pasien hanya pasrah menunggu ajal.
Kondisi-kondisi
semacam
ini
menambah keyakinan doctorSHARE
bahwa program Dokter Terbang
memang sangat dibutuhkan warga
pedalaman. Sudah terlalu lama
mereka menderita tanpa perhatian.
Padahal, mendapatkan pelayanan
medis adalah hak dasar setiap warga
negara.
Berbekal pengalaman dan pelajaran
berharga
inilah
doctorSHARE
berkomitmen
akan
terus
menjalankan
program
Dokter
Terbang secara berkelanjutan bagi
warga-warga di daerah pedalaman g
20
2121
Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE:
Muna & Kesehatan Papua
di Mata Tokoh Setempat
“Dokter Terbang” Di Papua
P
(16 – 18 Maret 2015)
.elayanan medis “Dokter Terbang”
(Flying Doctors) berlangsung pada
16 – 18 Maret 2015 di Kabupaten
Intan Jaya, Papua. Pelayanan
medis Dokter Terbang merupakan
bagian dalam rangkaian TETRALOGI Pelayanan
Medis doctorSHARE 2015 bertema “Membangun
Indonesia Sehat dari Periferi“.
Dokter Terbang merupakan program perdana
doctorSHARE yang dilakukan bekerjasama dengan
Yayasan Somatua, sebuah yayasan lokal yang
bergerak dalam pemberdayaan masyarakat Suku
Moni. Dalam program ini, doctorSHARE
menerjunkan 8 orang yang terdiri dari
4 dokter (2 spesialis dan 2 dokter
umum) dan 4 relawan non medis.
Kegiatan diawali dengan survei dan
sosialisasi ke beberapa desa yang
hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki.
Desa Bulapa merupakan desa terjauh yang hanya
dapat dicapai dengan berjalan kaki selama 10
jam (pulang-pergi). Jalur yang dihadapi cukup
menantang dan melelahkan, memberikan
gambaran nyata mengenai situasi dan kondisi
masyarakat Kabupaten Intan Jaya dari berbagai
sisi.
Pelayanan medis yang dilakukan meliputi bedah
minor, pengobatan umum, dan penyuluhan
kesehatan. Secara keseluruhan, doctorSHARE
melayani 20 pasien bedah minor dan 439
pasien pengobatan umum. doctorSHARE juga
22
melangsungkan penyuluhan kesehatan bertema
“Perilaku Hidup Bersih Sehat” di hadapan 245
siswa SD (Desa Titigi dan Desa Mamba).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat
setempat masih sangat minim. Dibandingkan
daerah pesisir yang sering dikunjungi RSA dr.
Lie Dharmawan, daerah pengunungan tengah,
khususnya Intan Jaya merupakan salah satu
daerah yang sangat membutuhkan uluran tangan
berbagai pihak.
Kondisi alam dan esktrimitas cuaca di Intan
Jaya sangat khas
mencirikan daerah
pegunungan.
Intan Jaya juga
menjadi
salah
satu kabupaten
pemekaran
Lie Mei Phing, BS, BA, MBA*
M
una adalah musyawarah
adat
dalam
tradisi
masyarakat
asli
pegunungan Papua. Sudah
ratusan
tahun
muna
menjadi ajang pemecahan masalah yang
hasilnya sangat dihormati oleh masyarakat.
Seperti mimpi rasanya saat saya diundang
menghadiri muna kecil untuk memecahkan
masalah kesehatan setempat. Pesertanya
hanya sembilan: tujuh tokoh yang paling
disegani secara adat oleh masyarakat dan dua
perwakilan doctorSHARE, termasuk saya.
Bukan rahasia lagi bahwa akses kesehatan di
daerah pegunungan Papua masih jauh dari
memadai. Karena alasan inilah doctorSHARE
mengirim tim kecil untuk merintis program
Flying Doctors guna melayani desa-desa di
daerah ini secara kontinyu. Sebagai bagian tim,
saya berkesempatan melihat langsung kondisi
lapangan setempat. Sangat mengenaskan
memang!
Lebih dari 500 orang memadati lapangan
rumput kecil di sekitar tenda darurat tempat
pelayanan dilakukan. Ini bukan hal baru bagi
tim doctorSHARE. Tapi ada yang berbeda dan
meninggalkan kesan mendalam: lebih dari 80%
pasien yang mengantri datang dengan berjalan
kaki naik turun gunung selama 2 sampai 15
jam!
Dua hari sebelumnya, tim mengunjungi
beberapa desa yang relatif dekat yaitu “hanya“ 5
jam jalan kaki satu arah dari lokasi pengobatan.
Kurir lokal dari desa-desa yang dikunjungi
kemudian membawa pesan tertulis ke desadesa yang lebih jauh. Kehausan masyarakat
akan akses medis terlihat dari respon yang luar
biasa. Mereka rela berjalan kaki berjam-jam
dalam kesakitannya.
Medan yang dilalui pun tidak mudah! Tim
merasakan sendiri beratnya medan saat
mengunjungi beberapa desa lokal. Belum ada
jalan aspal, hanya jalan tanah yang berbatu-
baru yang sedang berada dalam
tahap pembangunan infrastruktur.
Situasi tersebut sangat mempengaruhi kondisi
kesehatan daerah ini. Tak heran jika masyarakat
terlihat begitu antusias dengan pelayanan medis
yang diselenggarakan.
Setelah pelayanan medis Dokter Terbang yang
perdana, doctorSHARE dan Yayasan Somatua
sepakat untuk meneruskan program ini ke desadesa lain di sekitar Kabupaten Intan. Dokter
Terbang direncanakan menjadi program rutin
yang akan dilakukan setiap tiga bulan dan
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
desa g
23
batu. Saat hujan, jalan menjadi sangat licin.
Inklinasi lumayan curam, medan seolah selalu
naik atau turun, hampir tidak pernah datar. Di
beberapa tempat, kondisi jalan sempit sehingga
tim harus berhati-hati.
Kembali ke Muna, salah seorang kepala suku
yang hadir berdiri dan berbalik menghadap
hamparan pegunungan di depan kelompok
kecil yang hadir. Tangannya menunjuk satu titik
di tengah gunung: “Dari sini sampai ke arah
sana.... dan di gunung di belakang daerah itu,
dan di gunung di belakangnya.... kami tidak
punya sarana kesehatan....
Jangankan
dokter. Bidan
atau mantri
pun
tidak
ada. Jika sakit,
kami
harus
jalan kaki 7
hari
untuk
mencapai
puskesmas
terdekat.
Masyarakat
akhirnya
malas
dan
membiarkan saja. Luka kecil
yang kena kotoran babi
akhirnya infeksi. Kami hanya
membungkusnya dengan
kresek, terkadang ada
yang meninggal. Kenapa
harus begini? Kenapa
masyarakat harus mati siasia seperti ini?”
Air mata seluruh anggota muna yang hadir
tumpah. Ada kepala suku senior berkoteka
serta kepala suku berkaus lusuh bercelana
pendek dengan kacamata dan kresek yang
menutupi luka di kakinya. Adapula tokoh agama
berkemeja rapi, tokoh wanita yang sempat
bersekolah di luar negeri, dan pemimpin
yayasan lokal yang tumbuh sebagai anak yatim
piatu dan fasih bercakap bahasa Inggris karena
bisnis internasionalnya.
Meski latarnya sangat beragam, mereka disegani
24
dan ditaati masyarakat. Bagaimana mungkin?
Memberanikan diri, saya menanyakan proses
pemilihan kepala suku berdasarkan adat Papua.
Peserta yang hadir menjawab bersahutan,
memberi gambaran tentang sosok pemimpin
yang mereka anggap layak diikuti.
Go r esa n R ela wa n
“Proses ini terjadi secara natural!”
The most valuable com mod
ity in life is the
feeling you get when you
give.
Compassion is the cur ren
cy that leads to
true wealth.
Jim Car rey
“Kepala suku bukan jabatan yang diwariskan
maupun dipilih pada saat-saat tertentu!”
“Kepala suku tidak dipilih berdasarkan harta
atau kekuatan fisik!”
“Kepala suku adalah orang
yang telah melakukan fungsi
kepala suku secara natural dan
membuahkan hasil! Saat jasa
sudah banyak dan kemampuan
terbukti, jabatan itu akan
diberikan secara natural!”
Ternyata, inilah sebabnya kami
diundang. Saat masyarakat
telah melihat hasil
nyata dari usaha
tim, kepercayaan
diberikan
s e h i n g g a
m e m b u k a
jalan
untuk
bekerjasama
d e n g a n
masyarakat yang
dianggap keras dan
tertutup ini.
Pada akhir muna, kelompok kecil menyepakati
kolaborasi untuk memperbaiki kesehatan
setempat: perbaikan pola hidup dan
pembangunan klinik lokal oleh tokoh-tokoh
adat, serta kelanjutan program Flying Doctors
dan telemedicine doctorSHARE.
Lie Mei Phing, BS (Electrical Engineering &
Computer Science), BA (Physics), MBA adalah
anggota doctorSHARE, pengembang fulltimer
telemedicine yang terlibat dalam
pelayanan medis ke Papua.
Patricia Wangsadipura,
RN, MSN, FNP-C
My volunteering journey
began ver y early
in life: my parents inspired
me. My father was a
doctor and my mother was
a nurse in Indonesia. Often,
they would assist
medically underserved peo
ple who knocke d on our doo
r requesting help.
They gave free medications
and ser vices without asking
for anything in
return. When I moved to
America at age ten, I took
the lessons they
taught me and pursue d a
career as a family nurse
practitioner.
One of my goals after
receiving my degree was
to go back to the
country of my birth to
join a medical mission.
Luckily, I was given
the opportunity to work
with doctorSHARE, a non
profit organization.
During my mission in Ind
onesia, my scope of par
ticipation was ver y
extensive. I assisted with
gathering supplies, taking
inventor y, data
entry, and participating in
patient care.
We went to the Nias Isla
nd and participate d in hea
lth education at an
orphanage and at schools
. Many patients even walked
for hours just to
get evaluated for surgerie
s. Despite limited reso urc
es, we pro vide d the
best care we could and wer
e able to ser ve over a tho
usand peo ple. It
was such a humbling exp
erience.
Initially I was wor ried bec
ause my Bahasa Indonesia
is ver y limited
and at times I have slight
difficulty with com municat
ion, especially with
medical ter minology. How
ever, my teammates on the
mission were so
welcoming that we felt imm
ediately connected, even
at the airport. It
made the mission that muc
h more won derful.
The best part is that we
came from all walks of life,
but we were able
to develop an excellent cam
ara derie that ensued a succ
essful mission. I
have such amazing memorie
s now. I cannot thank doc
torSHARE and all
of the pro viders I worked
with eno ugh for this exp
erience.
Mostly, I want to thank all
of the patients I worked
with for continuing
to inspire me, for teaching
me abo ut the culture of Nias
, and reinforcing
the importance of compas
sion. This change d my life.
Patricia Wangsadipura, RN (Reg
istered Nurse),
MSN (Masters Science of Nur
sing),
FNP-C (Certified Family Nurse
Practitioner)
is doctorSHARE’s medical volu
nteer
25
Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE:
“Kepulauan Nias”
(16 – 21 Maret 2015)
T
ahun 2005, gempa berkekuatan
8,7 skala richter mengguncang
Kepulauan
Nias.
Kota
Gunungsitoli, Kabupaten Nias
Utara, Selatan, dan Barat
mengalami kelumpuhan. Setidaknya 2.000
orang menjadi korban bencana dahsyat tersebut.
Dalam rangka sepuluh tahun gempa Nias inilah,
doctorSHARE mengadakan pelayanan medis
dengan menerjunkan 8 dokter umum, 2 dokter
spesialis, 2 apoteker, 2 perawat, dan seorang
relawan non medis. Tim juga menjalin kerjasama
dengan Koalisi Siaga Bencana Kepulauan Nias
(Sigana), Ratapan Ministries Nias, Lanal
Nias, dan Dinas Kesehatan setempat.
16 Maret 2015, doctorSHARE
melangsungkan bedah minor (4
kasus) di Desa Sisarahili Gamo
pasien pengobatan umum. Tim juga melakukan
pengobatan home visit bagi beberapa warga
Desa Niko’otano Dao.
19 Maret 2015, doctorSHARE mengadakan
penyuluhan kesehatan di hadapan 30 guru di SDN
01 Gunungsitoli dengan tema “Kanker Payudara”.
20 Maret 2015, sebagian tim bergerak menuju
Kecamatan Gomo Nias Selatan. Di Puskesmas
Gomo, tim menyelenggarakan pengobatan
umum (352 pasien) dan bedah minor (4 pasien).
21 Maret 2015, pelayanan medis berlangsung
di RSUD Lukas, Teluk Dalam, Nias Selatan.
Kegiatan dibuka oleh
Sekretaris Daerah
Nias Selatan, Bpk.
Faduhusi.
Tim
mengadakan
pengobatan
umum
(186
Go r esa n R ela wa n
Azizah Nida Ilyas
Si Amin Dari Gamo
Ketika doctorSHARE mela
ngsungkan pengobatan
umu m di Desa Sisarahi
li Gamo, mata saya
menangkap sosok seorang
anak laki-laki. Ia
bersama ibunya duduk dan
mengantri layaknya
pasien-pasien lain. Amin Asw
ad Zebua, demikian
nama anak tersebut, sepintas
tidak berbeda dengan
teman-teman sebayanya.
Namun gerak tangannya
pun terkepal. Waktu diminta
lemah, jemarinya
menggerakan tangan kana
nnya ke atas, Amin butuh
bantuan tangan kirinya yang
normal. Amin menunduk dan
hanya diam.
Ibun da Amin rupanya
tidak dapat berbahasa
Indonesia sehingga haru
diterjemahkan oleh ister
s
i kepala desa. Menurut
sang ibun da, sejak lima
tahun Amin sering sakit
panas, bahkan sampai keja
ng-k
ejan
tak paham. Mereka pikir
g. Keluarga Amin
Amin sakit panas biasa.
Akibatnya, saraf motorik
Amin terganggu. Kini Ami
n sudah sebelas tahun dan
masih tak dapat bicara.
Perkembangan otaknya men
urun. Ia pun tidak mengeny
am pen didikan sekolah
dasar sama sekali.
“Sebelum sakit panas, Ami
n lancar sekali bicara. Berg
erak pun bisa. Biasanya ia
main bersama anak-anak
lainnya,” ucap ibunya.
dr. Jeffry dari doctorSHARE
menjelaskan bahwa Amin
men derita Febrile Seizure.
Febrile Seizure adalah keja
ng-kejang yang sebenarn
ya tidak berbahaya bag i
anak namun yang terjadi
pada Amin adalah kejang
berulang tanpa penangan
Akibatnya, kontraktur otot
an.
Amin tidak lagi berfung si
normal.
Setiap Amin kejang, badanny
a menekuk. Tangan kanannya
juga melipat ke dalam
sehingga sulit digerakkan.
Kekuatan otot yang berk
urang membuat Amin tak
bertenaga.
Keti daktahuan orang tua
Amin mengenai penyakit ters
ebut membuat kondisinya
bertambah parah. Kehidup
an ekonomi keluarga yang
jauh dari cukup membuat
mereka tak mampu membaw
a Amin ke rumah sakit terd
ekat untuk men dapatkan
pengobatan yang layak.
Kecamatan Gunungsitoli Kota Gunungsitoli.
doctorSHARE juga mengadakan pengobatan
umum (336 pasien). 17 Maret 2015, doctorSHARE
melayani 239 pasien pengobatan umum di Pos
TNI AU Gunungsitoli. Walikota Gunungsitoli,
Bpk. Martinus Lase, hadir membuka pelayanan
medis.
18 Maret 2015, doctorSHARE melanjutkan
pelayanan medis di Kecamatan Gunungsitoli
Alo’oa dengan waktu tempuh dari Kota
Gunungsitoli sekitar 45 menit. Kecamatan ini
merupakan kecamatan terjauh dari pusat Kota
Gunungsitoli. Di lokasi ini, tim melayani 357
26
pasien), bedah mayor (7 pasien), dan
bedah minor (10 orang). 22 Maret 2015,
tim doctorSHARE melakukan visit post operasi
mayor di RSUD Lukas, Teluk Dalam sekaligus
bertemu dengan Kepala Dinas Kesehatan Nias
Selatan yang diwakili Bpk. Soginoto Dachi.
Secara keseluruhan, tim melayani 1.470 pasien
pengobatan umum, 18 pasien bedah minor,
dan 11 pasien bedah mayor, serta penyuluhan
kesehatan terhadap 30 guru SDN. Pelayanan
medis di Kepulauan Nias merupakan bagian
dalam rangkaian TETRALOGI Pelayanan Medis
doctorSHARE 2015 yang mengusung tema
“Membangun Indonesia Sehat dari Periferi" g
Orang tua Amin tidak mem
iliki pekerjaan tetap. Seb
agai pekerja serabutan,
upah yang didapat tak tent
u, kadang tak ada pemasuk
kan sama sekali. Mereka
hanya memanfaatkan hasi
l kebun seadanya untuk kons
umsi pribadi.
Menurut dr. Jeffry, Amin
sulit untuk kembali norm
al walaupun sudah diobati.
Ia hanya bisa sedikit mem
baik jika sarafnya diterapi
namun terapi saraf pasti
makan biaya. dr. Jeffry men
yarankan agar Amin diterapi
sendiri lewat gerakangerakan sederhana secara
rutin misalnya menggeraka
n jemari dan meluruskan
lengannya yang melipat.
Selain itu, Amin tak bole
h kelelahan. Dengan cara
inilah ia dapat terhindar
dari penyakit-penyakit yang
menyebabkan demam dan
kejang.
Azizah Nida Ilyas adalah
relawan media doctorSHAR
E
27
28
29
Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE:
Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara
P
(16 – 19 Maret 2015)
elayanan medis doctorSHARE
di Pulau Kei Besar, Provinsi
Maluku Tenggara berlangsung
pada 16 – 19 Maret 2015.
Rangkaian pelayanan medis
diawali dengan pengobatan umum di desadesa terpencil dengan menggunakan motor
klinik. Sebanyak 135 pasien mendapatkan
pelayanan medis dan obat-obatan.
Desa-desa terpencil tersebut terletak di
bagian barat pulau dengan fasilitas jalan
yang minim dan rusak parah. Seorang pasien
penderita acrochordons (skin tag) juga
berhasil dilayani dengan bedah minor.
Pada 17 Maret 2015, berlangsung pula
lomba mengolah embal yang diikuti lima
kelompok kader gizi Posyandu di sekitar Desa
Bombay, Kei Besar.
Acara
berlangsung meriah dengan kreatifitas
peserta yang cukup tinggi dalam mengolah
embal, umbi-umbian, serta bakan panganan
lokal lain menjadi menu-menu baru yang
bergizi.
Acara lomba masak ini dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat akan sumber-sumber makanan
lokal sebagai pengganti beras (nasi) yang
tidak tumbuh di Pulau Kei. Menu-menu baru
yang berhasil dibuat peserta ini kemudian
menginspirasi doctorSHARE menerbitkan
buku menu untuk disebarluaskan ke desadesa lain.
Pelayanan medis di Kei Besar dan lomba
mengolah embal ini merupakan bagian dalam
rangkaian TETRALOGI Pelayanan Medis
doctorSHARE 2015: “Membangun Indonesia
Sehat dari Periferi“. Sebelum rangkaian
tetralogi dimulai, tim doctorSHARE
sudah
terlebih
dulu melakukan
blusukan
rutin
memberikan
pelayanan medis
bagi
warga
seputar Kei Besarg
Tetralogi Pelayanan Medis doctorSHARE:
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
(16 – 19 Maret 2015)
S
ebagai bagian dari rangkaian
Tetralogi memperingati tahun
kedua pelayanan medis dengan
RSA
dr.
Lie
Dharmawan,
doctorSHARE
melangsungkan
pelayanan medis dengan RSA pada 16 – 19
Maret 2015 di Muara Kaman Ilir, Kecamatan
Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur. Kecamatan Muara
Kaman memiliki Sungai Mahakam yang
kedalamannya dapat dilalui oleh RSA.
Selama tiga hari berturut-turut (16 – 19 Maret
2015), tim doctorSHARE melangsungkan
pelayanan medis berupa bedah mayor dan
bedah minor di RSA dr. Lie Dharmawan
yang bersandar di Pelabuhan Muara Kaman.
Wakil Bupati Kutai Kartanegara, Bpk. Gufron
Yusuf menyempatkan diri hadir mengunjungi
tim di Pelabuhan Muara Kaman. Selain
menyampaikan apresiasi terhadap tim, Bpk.
Gufron Yusuf juga menghimbau masyarakat
Kutai untuk terus menjaga kesehatannya
dengan baik.
19 Maret 2015 merupakan hari terakhir
doctorSHARE menyelenggarakan pelayanan
medis di Kutai Kartanegara. Usai rangkaian
bedah mayor dan bedah minor, doctorSHARE
pun melangsungkan kegiatan pengobatan
umum dan penyuluhan kesehatan bagi
masyarakat Kutai.
Pengobatan umum berlangsung di Balai
Pertemuan Umum (BPU) Muara Kaman
yang dihadiri oleh 214 pasien. Jenis
penyakit terbanyak yang diderita pasien
adalah hipertensi (darah tinggi), dyspepsia
(gangguan pencernaan), arthalgia (nyeri
sendi), myalgia (nyeri otot), dan dermatitis
(penyakit kulit).
doctorSHARE pun memberikan penyuluhan
kesehatan bagi 125 siswa SD dan 75
siswa SMP/SMA yang berlokasi di Ruang
Serba Guna bertema “Bahaya Narkoba”.
30
Dalam kesempatan ini, tim doctorSHARE
memaparkan bahaya narkoba dan dampak
barang tersebut bagi kesehatan jiwa dan
tubuh.
Secara keseluruhan, doctorSHARE telah
melakukan bedah mayor terhadap 14 pasien,
bedah minor terhadap 41 pasien, pengobatan
umum terhadap 214 pasien, dan penyuluhan
kesehatan bagi 200 siswa. Pelayanan medis
berlangsung lancar dan disambut dengan
antusiasme warga Muara Kaman.
Pelayanan medis di Muara Kaman,
Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur
ini merupakan bagian dalam rangkaian
TETRALOGI Pelayanan Medis doctorSHARE
2015: “Membangun Indonesia Sehat dari
Periferi“. Tiga pelayanan medis lainnya
berlangsung pada saat bersamaan di
Kabupaten Intan Jaya – Papua; Kepulauan
Nias; dan Pulau Kei, Maluku Tenggara g
31
Pelayanan Medis doctorSHARE:
Kepulauan Mentawai
Tato Mentawai: Antara Tradisi dan Kesehatan
Arfi Zulfan, Amd.
(1 - 5 April 2015)
K
K
epulauan
Mentawai,
Provinsi Sumatera Barat
terkenal dengan destinasi
wisata alam yang melimpah.
Keindahan alam Kepulauan
Mentawai sudah diakui
dunia internasional.
Namun
dibalik
keindahan alam serta
keunikan tradisinya,
Mentawai
memiliki
masalah serius dalam
bidang kesehatan.
Faktor
ekonomi,
jarak dan transportasi
yang
tidak
memadai
serta kurangnya pemahaman masyarakat
terhadap kesehatan adalah faktor yang
membuat sebagian besar masyarakat
Mentawai kurang memperhatikan kondisi
kesehatan mereka.
32
abupaten Mentawai adalah
salah satu gugus pulau
eksotis di tanah air yang
menjadi destinasi pariwisata.
Dengan pulau-pulau indah
dan ombak yang besar, Mentawai menjadi
surga bagi para penikmat olahraga selancar.
Mentawai pun menempati peringkat ketiga
sebagai lokasi ombak terbaik di dunia.
Selain
pelayanan
medis,
seorang dokter spesialis
tim doctorSHARE yang
berdomisili di Jerman,
dr. F. Sulistyo Winarto,
memberikan pelatihan USG
(ultrasonografi) kepada dokter dan perawat
yang bertugas di Puskesmas Muara Siberut.
Dalam rangka melayani kesehatan masyarakat
Mentawai, doctorSHARE memberangkatkan
12 dokter dan seorang relawan non medis.
Tidak hanya pelayanan medis, doctorSHARE
juga melakukan penyuluhan bagi 169 siswa
SDN 09 Muara Siberut tentang pentingnya
hidup bersih dan sehat.
Menurut kepala puskesmas dr. Tony Ruslim,
pelatihan USG sangat bermanfaat baginya
dan staf puskesmas. Tidak hanya oleh
masyarakat, kegiatan yang dilaksanakan
doctorSHARE juga disambut baik oleh
Bupati Mentawai Bpk. Yudas Sabaggalet.
Selain menggelar pertemuan dengan Bupati
Mentawai, tim doctorSHARE juga bertemu
dengan Kadinkes Kab. Mentawai, Lahmuddin,
SKM, S.IP dan direktur RSUD Kepulauan
Mentawai, dr. Marulam PMHS.
Pelayanan medis selama lima hari (1 – 5
April 2015) ini dilaksanakan di enam lokasi,
diantaranya adalah Puskesmas Muara
Siberut, Polindes Desa Muntei, Polindes Desa
Puro, Polindes Desa Maileppet, Polindes
Desa Madobag, dan SDN 09 Muara Siberut.
Dalam kegiatan ini, doctorSHARE melayani
pengobatan umum sebanyak 622 pasien
dengan penyakit terbanyak myalgia (nyeri
otot), dyspepsia (gangguan pencernaan),
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut),
cacingan, dan TBC (tuberkolosis).
Kegiatan
yang
diselenggarakan
oleh
doctorSHARE ini disambut baik masyarakat
Kepulauan Mentawai. Setiap kali pelayanan
medis digelar, warga langsung berbondong
mendaftar. Tidak sedikit pula warga yang
datang dari luar daerah sudah menunggu
sebelum pendaftaran pelayanan medis
dibuka.
Selain
itu,
doctorSHARE
juga
menyelenggarakan bedah minor terhadap
63 pasien dengan kasus terbanyak lipoma,
papiloma, ateroma, skin tag, soft tissue
tumor, dan clavus. Jumlah pasien USG
mencapai 109 pasien dan kebanyakan
memeriksakan kehamilan, kandungan, dan
tumor g
Tak sekadar berpanorama eksotis, Mentawai
juga memiliki budaya yang unik. Salah satunya
adalah tato. Tatu atau titi, begitu masyarakat
sering menyebutnya, adalah ciri khas suku
Mentawai yang telah dikenal dunia. Tidak
sembarang orang bisa melakukannya. Ada
seniman khusus yang bertugas membuat tato
atau biasa disebut sipatiti.
Pembuatan tato Mentawai terbilang masih
sangat tradisional. Jarum
tato biasanya
t e r b u a t
dari tulang
hewan atau
kayu
karai.
Tintanya
b e r a s a l
dari
kerak
hitam bekas
p e m b a ka ra n
tungku
atau
lampu minyak
yang diberi cabai
dan air tebu atau kelapa.
Proses merajah tubuh ini dimulai
dengan membuat sketsa motif
pada tubuh orang yang akan
ditato dengan menggunakan
lidi dan tinta. Setelah sketsa
rampung, garis motif diperjelas
dengan menusukkan karai yang telah dibentuk
sedemikian rupa menyerupai jarum atau paku
yang telah diberi tinta dengan cara mengetukngetukkannya berulang kali.
Bagi masyarakat Mentawai, tato memiliki
makna mendalam dan sakral. Tak heran jika
perlu ritual tertentu sebelum dan sesudah
tubuh seseorang dirajah tinta.
“Ritual-ritual sakral yang harus dilakukan
dalam proses pra dan pasca perajahan
dipimpin oleh Rimata (Kepala Suku) dan Sikerei
(dukun). Awalnya, warga yang hendak ditato
memberikan berbagai macam persembahan
seperti babi, ayam, dan berbagai hasil bumi
lainnya untuk para leluhur,” tutur Bajak
Derik (53), salah seorang penduduk Desa
Matatonan, Kepulauan Mentawai.
Di sisi lain, tradisi tato berpotensi buruk bagi
kesehatan terlebih pemahaman masyarakat
adat Mentawai mengenai kesehatan masih
amat minim. Berbagai penyakit berbahaya
hingga mematikan pun menghantui mulai
dari HIV/AIDS, hepatitis B dan hepatitis C, dan
sebagainya.
relawan
Cynthia g
“Meski
tato
telah
menjadi
tradisi,
tak
ada
salahnya
memperhatikan faktor
kebersihan alat. Jarum
yang digunakan harus
steril, jangan bekas
pakai. Jarum tato yang
terbuat dari tulang
hewan atau kayu
arai serta tinta
dari
kerak
hitam
sisa
p e m b a ka ra n
tungku
atau
lampu minyak
jelas sangat jauh
dari kata steril,”
papar
salah
seorang dokter
doctorSHARE, dr.
Arfi Zulfan adalah Relawan Media doctorSHARE.
33
Pelayanan Medis doctorSHARE:
Kabupaten Tambrauw, Papua Barat
Kartini-kartini Muda doctorSHARE
Aditya Mardiansyah, S. Ikom
(14 – 18 April 2015)
d
.octorSHARE melalui RSA dr. Lie
Dharmawan kembali melakukan karya
pelayanan medis bagi warga Kabupaten
Tambrauw, Provinsi Papua Barat. Tema
yang diambil adalah “Menjalin Kerjasama
Wujudkan Indonesia Sehat”. Pelayanan medis ini
merupakan kali kedua setelah kegiatan serupa
tahun 2013 silam. Kegiatan berlangsung atas
kerjasama doctorSHARE, Pemerintah Daerah
Kabupaten Tambrauw, Kodim 1704/ Sorong,
dan dokter-dokter dari RSUD Sorong. Lokasi
pelayanan medis meliputi tiga distrik di Kabupaten
Tambrauw yaitu Sausapor, Moraid dan Fef. Distrik
Sausapor berada di pesisir sementara Distrik
Moraid dan Distrik Fef di dataran tinggi
Papua Barat.
Empat dokter spesialis, 11 dokter
umum, seorang penata anestesi, 2
perawat, dan 4 relawan non medis diterjunkan
untuk melakukan. bedah mayor, bedah minor,
pengobatan umum, penyuluhan kesehatan dan
pelatihan penggunaan ultrasonografi atau USG
(diikuti 5 bidan dan 1 dokter).
14 April 2015, doctorSHARE mengadakan
screening di Puskesmas Sausapor untuk
menyeleksi pasien yang memenuhi syarat untuk
dioperasi. Tim bekerjasama dengan tenaga
medis dari puskesmas. 15 April – 18 April 2015,
doctorSHARE mengadakan pelayanan medis
berupa bedah mayor (total: 25 pasien) dan
bedah minor (34 pasien). Selain itu, tim juga
34
menyelenggarakan pengobatan umum bagi
masyarakat Tambrauw di Distrik Sausapor, Distrik
Moraid, dan Distrik Fef (1.853 pasien). Penyakit
terbanyak yang diderita warga adalah Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), gangguan
pencernaan (dispepsia), nyeri otot (myalgia),
darah tinggi (hipertensi), dan nyeri kepala
(cephalgia).
Selain pengobatan umum dan bedah,
doctorSHARE juga memberikan penyuluhan
bertema “pendidikan seks dan penyakit seksual
menular”bagi47siswaSMAISausapor.Penyuluhan
mengenai seks ini
dirasakan sangat
penting mengingat
masih tingginya
jumlah pengidap
HIV/AIDS di Papua
Barat.
doctorSHARE
pun
memberikan
pelatihan ultrasonografi (USG) bagi
para dokter umum dan bidan di Distrik
Sausapor. Kabupaten Tambrauw belum memiliki
tenaga dokter spesialis. Melalui pelatihan ini,
doctorSHARE berharap tenaga medis setempat
dapat memanfaatkan USG secara maksimal.
“Antusiasme masyarakat sangat tinggi. Pelayanan
medis terwujud dengan baik berkat kerjasama
dari berbagai pihak. Kami berharap pelayanan
medis ini bermanfaat bagi masyarakat Tambrauw,”
papar koordinator pelayanan medis doctorSHARE
untuk Kabupaten Tambrauw, dr. Riny Sari Bachtiar,
MARS g
Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan
datang karena kamu selangkah lagi untuk menang. Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan
terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu - R.A. Kartini
R
aden Ajeng Kartini yang lahir
pada 21 April 1879, begitu
dikenal dengan usahanya
memperjuangkan hak-hak
wanita menjadi kaum
terpandang serta memiliki kedudukan
yang sama dengan laki-laki (emansipasi
wanita). Perjuangannya tidak sia-sia.
Kini, wanita tidak berbeda dengan kaum
Adam.
Wanita dapat
m em i l i h
jalannya
kehidupannya
s e n d i r i .
Ke s e m p a t a n
u n t u k
mengecap
pendidikan
terbuka lebar.
Mereka
juga
bebas mengaplikasikan
ilmunya agar berguna
bagi orang lain. Sosok
Kartini-kartini
muda
saat ini dapat dilihat
melalui dokter-dokter
wanita yang menjadi
relawan doctorSHARE.
“doctorSHARE menggunakan sistem jemput
bola dengan RSA dr. Lie Dharmawan sehingga
bisa menjangkau mereka yang berada di
daerah terpencil,” ucap Wakil Sekretaris
Jenderal doctorSHARE, dr. Marseline Mieke
Yashika Iskandar. Selain itu, dr. Mieke juga
berharap ilmunya berguna bagi masyarakat,
terutama di daerah-daerah yang fasilitas
kesehatannya belum memadai.
Relawan dokter wanita lainnya adalah dr.
Riny Sari Bachtiar, MARS. dr. Riny sekaligus
menjabat sebagai Koordinator “Dokter
Terbang” (Flying Doctors) doctorSHARE.
Aktivitasnya sebagai dokter relawan sangatlah
padat sehingga menuntut fisik yang prima.
dr. Riny pun mengungkap
bahwa
di
d a e r a h
pelosok,
memang
tidak semua
ke b u t u h a n
utama dan
penunjang
tersedia
untuk para dokter.
Seorang relawan dokter wanita
doctorSHARE lainnya, dr. Nidia
Limarga, mengatakan bahwa
daerah-daerah terpencil
masih
kekurangan
tenaga dan fasilitas
medis. Mereka harus
menempuh
jarak
jauh dengan biaya
tidak sedikit bila ingin
berobat ke rumah sakit
berfasilitas lengkap dan
memadai sehingga peran
relawan-relawan dokter
pun menjadi sangat diperlukan.
Kemandirian
Kartini-kartini
muda
doctorSHARE terlihat selama pelayanan medis
berlangsung. Mereka tidak henti-hentinya
menebar keramahan, sesekali muncul
candaan untuk mengurangi ketegangan
saat pelayanan medis berlangsung. Mereka
bekerja tanpa memandang tugas utama
sebagai seorang dokter. Selagi punya
kesempatan mengerjakan tugas apapun,
tidak disia-siakan pula kesempatan tersebut g
Aditya adalah Relawan Media doctorSHARE.
35
Albino di Tanah Tambrauw
Stanford
Muhammad Alfan Baedlowi
W
arga yang tinggal di Distrik
Sausapor,
Kabupaten
Tambrauw – Papua Barat
rata-rata berkulit gelap.
Tapi pemandangan berbeda
melintas dengan kehadiran beberapa pasien
berkulit putih dan bermata kuning yang
sensitif terhadap cahaya. Rupanya, mereka
adalah orang-orang albino yang mendiami
beberapa distrik di Kabupaten Tambrauw.
Kebanyakan orang-orang albino memang
tinggal di daerah pesisir seperti Distrik
Sausapor, Abun, dan beberapa distrik lainnya,
bukan di dataran tinggi atau pegunungan.
“Orang-orang albino di Sausapor memang
cukup banyak,” papar dr. Yulita, salah seorang
dokter di Puskesmas Sausapor.
Salah seorang petugas Puskesmas Sausapor,
Immanuel, menambahkan bahwa dulunya
memang ada legenda rakyat yang beredar.
Orang Papua tidak menyukai orang kulit putih
36
karena dianggap sebagai penjajah sehingga
banyak orang kulit putih dibunuh. Suatu
hari, lahirlah seorang kulit putih di kalangan
penduduk Papua. Anak berkulit putih tersebut
tidak jadi dibunuh dan diasuh sampai besar.
Ditelisik lebih lanjut, ternyata orang albino di
Kabupaten Tambrauw rata-rara berasal dari
Buton, Sulawesi Tenggara. Sangat jarang orang
Papua asli yang berkulit putih. Penduduk
albino juga memiliki warna rambut yang tidak
hitam seperti kebanyakan orang Asia. Ada
yang pirang, bahkan putih. Jika terkena sinar
matahari dalam jangka waktu lama, akan
timbul flek hitam pada kulit.
“Saya perhatikan kebanyakan mata orang
albino tidak bisa fokus saat diajak bicara.
Mungkin sedang mencari fokus,” ujar
Immanuel.
Salah seorang warga albino, Wa Liyasih (33)
menjelaskan bahwa matanya memang sangat
sensitif terhadap sinar matahari. Wa Liyasih
merasa pandanganya mengabur pada jarak
tertentu. Wa Liyasih yang berasal dari Buton
ini berkata bahwa sejak SD, dirinya tidak dapat
melihat dengan baik tulisan di papan tulis
walaupun sudah duduk di bangku terdepan.
“Bapak dan mama saya tidak albino. Kakek
nenek juga tidak. Mungkin kakeknya kakek
atau neneknya nenek. Waktu saya sekolah,
papan tulis tidak terlalu terlihat toh…. Jadi
kalau mau pulang rajin catat punya teman,”
kenang Wa Liyasih.
Perempuan yang sudah empat tahun tinggal
di Tambrauw ini juga menambahkan bahwa
kulitnya akan perih, kasar, dan memerah jika
terlalu lama terkena sinar matahari secara
langsung.
Albino sendiri disebabkan oleh kelainan
melanin. Kelainan tersebut dinamakan
Albinisme. Pada dasarnya, asam amino dalam
tubuh seseorang akan diubah menjadi pigmen
(zat warna). Pada orang albino, tubuh tidak
mampu memproduksi pigmen tersebut serta
menyebarkannya ke seluruh tubuh.
Pada beberapa kasus, albinisme hanya
terjadi pada bagian tubuh tertentu saja
misalnya rambut dan sebagian kulit dalam
bentuk bintik putih yang telokalisir, namun
albinisme total pun dapat terjadi.
Albinisme sendiri terbagi menjadi dua yaitu
albinisme okulokutaneus dengan indikasi tidak
adanya pigmen sama sekali baik di kulit, mata
maupun rambut. Pada kasus ini, penderita
akan mengalami fotophobia atau mata yang
sangat sensitif terhadap sinar matahari. Tipe
kedua yaitu albinisme okuler atau kelainan
albinisme yang terjadi pada mata si penderita
itu sendiri.
Efek yang dirasakan oleh orang albino
bermacam-macam. Beberapa diantaranya
adalah nigmagtus atau cepatnya gerakan mata
demi mencari cahaya yang paling tepat untuk
matanya, juling, menurunnya ketajaman
penglihatan, dan yang terparah adalah
kebutaan fungsional g
Muhammad Alfan Baedlowi adalah Relawan
Media doctorSHARE.
37
Pelayanan Medis doctorSHARE
di Kabupaten Teluk Bintuni - Papua Barat
P
28 April – 2 Mei 2015
elayanan medis doctorSHARE
di Indonesia Timur terus
berlanjut hingga ke Kabupaten
Teluk Bintuni, Papua Barat. Di
kawasan ini, tim melangsungkan
pelayanan medis dengan menerjunkan 13
relawan medis dan 2 relawan non medis.
Dalam perjalanan dari Manokwari menuju Teluk
Bintuni yang membutuhkan waktu sembilan
jam, tim menyaksikan pemandangan yang
sangat indah sekaligus menghadapi tantangan
medan berat berupa jalur tanah merah yang
licin. Mobil beberapa kali tergelincir sehingga
harus ditarik.
28 April 2015, tim melangsungkan pemeriksaan
bagi calon-calon pasien yang akan menjalankan
bedah. Pemeriksaan dilakukan di Puskesmas
Distrik Babo, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua
Barat.
Pelaksanaan bedah mayor dan bedah minor
mulai dilakukan keesokan harinya yaitu 29 April
2 0 1 5
di RSA
dr. Lie
Dharmawan yang sandar di Dermaga Babo.
Jumlah pasien bedah minor mencapai 16 pasien
sementara bedah mayor 8 pasien. Kegiatan
bedah mayor baru berakhir dini hari 30 April
2015 pukul 03.00 WIT. Pada hari yang sama, tim
melanjutkan bedah mayor (6 pasien) dan bedah
minor (15 pasien). Kegiatan bedah tahap ketiga
berlangsung 1 Mei 2015 dengan bedah mayor
mencapai 4 pasien dan bedah minor 16 pasien.
2 Mei 2015 merupakan hari terakhir tim
melangsungkan pelayanan medis di Distrik
Babo. Tim melangsungkan pengobatan umum
dan penyuluhan kesehatan di lapangan parkir
Dermaga Babo yang proses persiapannya
turut dibantu oleh warga dan kru RSA dr.
Lie Dharmawan. Pengobatan umum diikuti
oleh 525 pasien dengan penyakit terbanyak
berupa hipertensi, dislipidemia, Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), myalgia, dan
rheumartoid artritis.
Selain itu, tim juga mengadakan penyuluhan
kesehatan dengan topik “anemia” segera setelah
dimulainya kegiatan pengobatan umum. Saat
bersamaan, tim juga melayani perawatan luka
pasca bedah minor di Puskesmas Babo dan
perawatan luka pasca bedah mayor di RSA dr. Lie
Dharmawan.
Setelah sebagian besar tim
kembali ke ibukota, beberapa
anggota doctorSHARE yang
masih tinggal di Distrik Babo
melakukan tindakan bedah
minor tambahan yang
dilakukan terhadap 2 pasien.
Secara keseluruhan, tim
doctorSHARE melakukan
bedah minor terhadap
47 pasien (55 kasus) dan
bedah mayor untuk 18
pasien (23 kasus) sementara
pengobatan umum diikuti
oleh 525 pasien g
38
Warna-Warni Pelayanan Medis di Babo
Ifan Nugraha Dwiyana
P
Pilihan doctorSHARE menjalankan
aksi kemanusiaan di Indonesia
Timur, khususnya Distrik Babo,
Kabupaten Teluk Bintuni, Papua
Barat nampaknya sangat tepat.
Koordinator pelayanan medis darat, dr. Herliana
Elizabeth Yusuf mengatakan
bahwa Distrik Babo
dikelilingi lautan sehingga
hanya dapat diakses
melalui kapal.
Keterbatasan
akses
seperti ini jelas menjadi
kendala bagi pemerintah
dalam
memberikan
pelayanan kesehatan bagi
warganya. Selain itu, tim juga mendapati minimnya
kesadaran masyarakat Babo akan pentingnya
kesehatan.
Meski
demikian, pelayanan medis dalam
bentuk bedah mayor, bedah
minor, pengobatan umum, dan
penyuluhan kesehatan oleh tim
doctorSHARE selama lima hari berlangsung lancar.
Langkah tim melakukan blusukan ke pelosok
membuat kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan perlahan mulai terbuka.
Saat tim dokter memberikan arahan sebelum
operasi, calon pasien tidak mau mengikutinya.
Contohnya adalah larangan makan dan minum
sebelum operasi yang tidak diindahkan. Akibatnya,
banyak operasi yang harus ditunda. Tim dokter tentu
tidak ingin mengambil resiko tinggi menjalankan
operasi jika pasien tidak mengikuti arahan.
Selain itu, tim doctorSHARE juga berbagi ilmu dan
pengalaman dengan tenaga medis Puskesmas
Babo. Langkah ini dirasakan penting agar masyarakat
masyarakat juga mempercayai tenaga medis di
Puskesmas. Selama ini, masyarakat Babo lebih
banyak berobat ke dukun.
Hal menarik lainnya adalah masih kentalnya
kepercayaan masyarakat terhadap mitos. Mitos
yang berkembang di Distrik Babo secara tidak
langsung menjadi salah satu tantangan bagi pola
pikir masyarakat terhadap kesehatan.
Memicu kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan sesungguhnya bukan hanya tugas
pemerintah, melainkan tugas bersama seluruh
elemen masyarakat. Masyarakat yang sehat akan
menciptakan sumber daya manusia berkualitas
sehingga masa depan negara menjadi lebih cerah.
Salah satu pasien yang datang ke RSA dr. Lie
Dharmawan tiba-tiba menghentikan operasi. Sang
pasien mengatakan kepada tim dokter bahwa
ia merasakan hal janggal sehingga operasi harus
dihentikan atau ia akan terkena hal-hal magis.
“Bagi masyarakat Babo, belum disuntik berarti
belum berobat,” papar Kepala Rumah Sakit Umum
(RSU) Bintuni, dr. Eka W. Suradji, PhD
Lima hari pelayanan medis di Distrik Babo usai,
namun doctorSHARE tidak pernah usai menjalankan
visinya yaitu “sharing accessible health and care”.
Tim melanjutkan pelayanan medisnya untuk
menjangkau warga di berbagai pelosok negeri
lainnya g
Ifan Nugraha Dwiyana adalah relawan media
doctorSHARE
39
Peletakan Batu Pertama di Lahan Balsomait,
Kei Besar – Maluku Tenggara - 27 April 2015
S
enin, 27 April 2015, doctorSHARE
menyelenggarakan proses peletakan
batu pertama di Lahan Balsomait
yang akan didirikan klinik, Panti Rawat
Gizi, gedung pelatihan untuk tenaga
kesehatan, serta kebun pangan dan obat lokal
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kei Besar. Acara peletakan batu pertama
bertema “Menuju Masyarakat Kei Besar Cerdas
dan Sejahtera“ ini diikuti 200 orang. Para peserta
tetap antusias hadir dan mengikuti rangkaian
acara meski hujan sempat turun sejak pagi.
Para peserta yang hadir antara lain adalah Ketua
DPRD Maluku Tenggara (T. Welerubun, SH),
Wakil Uskup Kei Besar (Pastor Frans Lesomar,
MSC), Bupati Maluku Tenggara (Ir. Anderias
Rentanubun), para tokoh agama dan tokoh adat,
serta masyarakat Kei Besar.
Peletakan batu pertama pembangunan di
Lahan Balsomait ini merupakan sebuah
peristiwa yang sangat penting bagi sejarah
doctorSHARE. Kawasan Kei Besar merupakan
lokasi lahirnya program-program awal
doctorSHARE seperti Panti Rawat Gizi dan
inspirasi Rumah Sakit Apung.
“Selain itu, pendirian lahan yang akan dibangun
aneka fasilitas kesehatan bagi masyarakat Kei
Besar ini juga merupakan langkah awal dari
visi yang lebih besar. Proyek percontohan
ini tidak akan berhenti pada masyarakat Kei
tapi juga dapat diterapkan dalam skala yang
lebih luas di penjuru tanah air lainnya,” papar
Lie Mei Phing dalam kata sambutannya yang
mewakili doctorSHARE. Lebih lanjut, Lie Mei
Phing memaparkan bahwa tujuan yang paling
penting dari proyek ini adalah memberdayakan
putra daerah sehingga warga Kei bukan hanya
sehat tapi juga cerdas dan mampu membangun
daerahnya dengan baik.
“Peletakan batu pertama merupakan awal
doctorSHARE mengemban tugas yang lebih
berat demi meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kei. Kami berharap masyarakat Kei
dapat beperan aktif mulai dari pembangunan
fisik hingga mewujudkan program kita bersama.
Bersatunya tangan, tenaga dan pikiran adalah
hal penting karena proyek ini adalah dari kita dan
untuk kita semua,” ujar koordinator Panti Rawat
Gizi doctorSHARE di Pulau Kei, dr. Angelina
Vanessa.
Pembangunan klinik, Panti Rawat Gizi, gedung
pelatihan untuk tenaga kesehatan, serta kebun
pangan dan obat lokal doctorSHARE di Lahan
Balsomait ini direncanakan selesai dalam tiga
bulan setelah peletakan batu pertama g
40
Warga Semper Belajar Makanan Sehat dan Bergizi
W
Fauziah Kamilah Fatimah
arga Semper –
Jakarta
Utara
begitu antusias
ketika
tim
d o c to r S H A R E
dan Care Channels Indonesia
(CCI) kembali menyelenggarakan
pelayanan medis. Pelayanan
medis yang berlangsung pada
Sabtu, 2 Mei 2015 ini dilaksanakan
dalam
bentuk
pengobatan
umum, feeding (pemberian
pangan
bergizi),
dan
penyuluhan
kesehatan
yang
dihadiri oleh anakanak dan ibu-ibu.
Kegiatan
diawali
dengan penyuluhan
kesehatan dengan
topik
“makanan
sehat dan bergizi”
yang diikuti oleh 26 ibuibu. Topik ini
menjadi penting karena pada dasarnya anakanak tidak dapat memilah makanan sehat dan
bergizi. Makanan manis dan berwarna selalu
jadi pilihan mereka.
Makanan sehat dan makanan bergizi adalah
dua hal yang berbeda. Makanan sehat adalah
makanan tanpa pengawet dan pewarna
sementara makanan bergizi adalah makanan
yang mengandung protein, lemak, vitamin,
dan karbohidat secara berimbang. Makanan
sehat dan bergizi tidak hanya penting bagi
anak-anak namun juga bagi para orang tua
agar mereka hidup sehat.
keperluan lain
seperti beli sabun, bayar
uang sekolah anak.....“ papar
salah seorang ibu peserta
penyuluhan.
Koordinator doctorSHARE
untuk pelayanan medis di
Semper, dr. Widiawaty, pun
menepis anggapan tersebut. “Makanan tidak
bergizi dan tidak sehat justru biasanya lebih
mahal,“ jelasnya.
Pada saat bersamaan, anak-anak Semper
melakukan kegiatan bermain, bernyanyi dan
belajar bersama. Usai penyuluhan kesehatan
dan kegiatan bermain, pelayanan medis
dilanjutkan dengan pengobatan umum dan
feeding atau pemberian makanan sehat dan
bergizi pada 52 anak yang hadir.
Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi
sangat penting untuk perkembangan otak
(kecerdasan), pertumbuhan, dan daya tahan
tubuh. Sayangnya, hal penting ini tidak banyak
disadari para orang tua.
Pengobatan umum diikuti oleh 43 anak
dan 26 ibu dengan jenis terbanyak meliputi
batuk, pilek, Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA), penyakit kulit (dermatitis), nyeri otot
(myalgia), dan darah tinggi (hipertensi). Anakanak bersemangat ketika berat dan tinggi
badan mereka diukur. Rangkaian kegiatan
yang berlangsung mulai pukul 15.40 pun baru
berakhir pukul 18.10 WIB g
“Bagi saya, makanan sehat dan bergizi itu
agak sulit, soalnya uang yang saya dapat buat
Fauziah Kamilah Fatimah adalah relawan
media doctorSHARE
41
Go r esa n Rela wa n
Sirikit Senjaya, S.Sn
HUMAN … IS... ME ?
Saya yakin semua yang mem
baca artikel ini
ialah “HUMAN”. Hanya man
usia yang diberi
anugerah kepandaian unt
uk membaca,
menulis dan mengemban
gkan kapasitas
dirinya. Tapi ada juga sek
elompok manusia
yang tidak bangga menjad
i manusia. Dulu, saya adalah
seorang di antaranya. Men
salah
gapa demikian? Tentu ban
yak alasan yang
memaksa orang-orang ters
ebut enggan dengan kata
“manusia” terlebih
“HUMANIT Y”.
Mengutip yourdictionary.com
, humanisme ialah karakte
r unik yang hanya
dimiliki manusia seperti keb
aikan, pengampunan, simp
ati, dan karakterkarakter positif lainnya.
Setelah beraba d-abad ger
akan humanisme
berjalan, apakah manusia
menjadi lebih baik atau
sebaliknya? Kalau
menjadi lebih baik, mengap
a beg itu banyak konflik anta
r negara, antar
daerah, dan antar manusia
itu sen diri?
Seiring aneka perkembangan
yang terjadi (terutama tek
nologi), bukankah
karakter humanisme harusn
ya makin mudah diterapkan
? Beg itu banyak
cara yang dapat manusia
lakukan untuk membantu
sesamanya yang tak
terbatas hanya pada man
usia.
Keja dian-kejadian seperti
rasisme, pembakaran huta
n untuk lahan saw it,
dan pembantaian satwa-s
atwa untuk mempertebal
kantong manusia
membuat saya mual dengan
kata humanisme. Saya per
nah berada pada
fase mual yang sangat ting
gi. Lelah dan malas rasanya
melihat ke kiri,
kanan, atas, bawah, atau
depan. Saya memilih men
jadi buta dengan
kon disi yang terjadi di sek
eliling.
Ajakan itu berlalu begitu saja karena
saat itu saya lebih tertarik menolong dan
menyelematkan anjing terlantar di jalan. Saya
memang seorang pecinta anjing sejak kecil.
Bukan hanya itu. Latar belakang pendidikan
saya adalah desain grafis. Apa yang dapat
saya lakukan? Jangan-jangan saya hanya
akan menjadi orang asing yang tidak mengerti
apa-apa di tengah para dokter.
Beberapa tahun berlalu. Saya pun sudah
melupakan doctorSHARE hingga suatu hari
saya pergi ke suatu mall di Jakarta untuk
bertemu teman dan jalan-jalan. Rupanya
teman saya datang bersama seorang
temannya. Kami pun berkenalan.
Sungguh lucu. Orang tersebut bernama dokter
Luyanti. Hmmm… kebetulan atau …………?
Dokter Luyanti atau akrab disapa Lulu pun
akhirnya sering minta tolong
membuat desain dan melibatkan
saya dalam berbagai kegiatan
doctorSHARE.
Dari
situlah
saya mulai mengenal anggotaanggota yang tergabung dalam
doctorSHARE hingga saat ini.
doctorSHARE. Di sini, saya belajar untuk
berbagi, peduli, dan menjadi “HUMAN”.
Tidak perlu menunggu ini atau itu dengan
berbagai alasan. Berbuat sesuatu bagi
sesama dapat dilakukan melalui tindakantindakan sederhana. doctorSHARE terdiri dari
para anggota dengan latar belakang profesi
yang berbeda-beda namun “value” yang sama
menyatukan kami.
doctorSHARE membuat saya mulai belajar
menjadi manusia lagi. Saya melihat contohcontoh baik yang bisa dilakukan seorang
manusia dan kini merasa lebih lapang ketika
mengucapkan Human is Me g
Sirikit Senjaya, S.Sn
doctorSHARE
(2011 – sekarang)
adalah
anggota
Ternyata mereka bukan alien
seperti yang saya khawatirkan.
Saya
sangat
bersyukur
mendapat keluarga baru di
Lalu mengapa saat ini say
a bergabung dengan Yay
asan Dokter Peduli
atau doctorSHARE? Bukank
ah jadi terdengar sangat
kontradiktif dengan
apa yang saya utarakan
sebelumnya? Ya. Awalnya
saya pun bertanya
pada diri sen diri: “Se dang
apa saya di sini?”
Saya tidak tahu apakah ben
ar bahwa segala sesuatu
yang terjadi dalam
hidup kita bukanlah kebetu
lan. Saya men dengar doc
torSHARE pertama
kalinya dari seorang teman
yaitu dr. Jonathan Soekah
ar yang merupakan
anggota lama doctorSHAR
E. Saya diajak berpartisip
asi dalam keg iatan
doctorSHARE dan ia pun
ingin mengenalkan saya
kepada Sekretaris
Jen deral doctorSHARE yan
g saat itu masih berada
di Maluku Tenggara
yaitu dr. Luyanti, MARS.
42
43
Go r esa n Rela wa n
Muhammad Alfan Baedlowi
Semua berawal dar i pan ggil
an nomor tanpa
nama yan g datang ke tele
pon gen ggam.
Masih san gat saya ingat
bahwa pan ggilan
ter sebut masuk pada sua
tu min ggu sian g
bercuaca men dun g. Pan
ggilan ter sebut
datang dar i kantor doctorS
HARE.
Di seberang tele pon, ses
eorang memperkenalkan
diri yan g kemudian
saya kenal ber nama Syl
vie Tanaga. Dia adalah
koo rdinato r media
doctorSHARE.
Sylvie menawarkan say
a menjadi relawan med
ia pada pelayanan
medis doctorSHARE di Kut
ai Kartan egara pada 16
– 19 Maret 2015.
Pen unjukkan saya sebena
rnya untuk men ggantikan
relawan media
sebelumnya yan g tiba-tib
a sakit dan dipa stikan tida
k bisa ikut ke
Kutai.
Singkat cer ita, dalam wak
tu singkat saya har us mem
per siapkan diri
baik secara fisik mau pun
mental. Maklum, ini adalah
pelayanan medis
pertama saya sebagai seo
ran g relawan media.
Beberapa har i kemudian,
saya datang ke kantor doc
torSHARE untuk
menjalankan sesi wawanc
ara. Selanjutnya, saya
dibe rikan arahan
tentan g tugas-tugas yan
g har us dike rjakan.
Ada saja pertanyaan demi pertanyaan yang
keluar dari mulut saya tentang ini dan
itu. Tentang hidup dan kehidupan, tentang
kondisi sosial politik, tentang nasionalisme
dan penerapannya, tentang banyak hal
yang membuat khazanah saya lebih luas
dan terbuka terhadap apa yang terjadi di
Indonesia, khususnya masalah medis dan
nasionalisme.
Saya sangat mengagumi dr Lie ketika beliau
nekat menjual rumah untuk membangun
Rumah Sakit Apung yang akhirnya banyak
menyelamatkan nyawa masyarakat.
Beliau menceritakan pelajaran hidup tentang
bagaimana menghargai perbedaan yang ada
karena bagaimanapun juga, Indonesia terdiri
dari berbagai macam suku
dan ras. Pesan inilah
yang paling terngiang
di pikiran saya.
Apa yang beliau sampaikan membuat saya
mendapat banyak hal. Saya mendapatkan
ilmu, pelajaran hidup, pengalaman, namun
yang terpenting adalah pemahaman baru
yang belum saya dapat sebelumnya. Saya
yang notabene masih menjadi mahasiswa
tentu sangat haus akan pengetahuan dan
pengalaman baru.
Terima kasih banyak untuk doctorSHARE
yang telah memberi kesempatan kepada
saya untuk ikut membantu menciptakan
Indonesia Sehat dengan cara yang lain g
Muhammad
Alfan
Baedlowi
adalah
relawan media doctorSHARE, saat ini
sedang menempuh studi di Fakultas Ilmu
Komunikasi
Universitas
Padjadjaran,
Bandung.
Pernah suatu ketika
saya
berbicang
dengan dr. Lie di sela
pelayanan medis di
Tambrauw.
Beliau
mengisahkan beragam
peristiwa
politik
Indonesia dari masa
lalu sampai sekarang.
Pelayanan medis di Kutai
pun dimulai. Banyak sek
ali hal yan g saya
dapat, ter utama gambar
an tentan g kon disi kes
ehatan masyarakat
di tempat-tempat ter pen
cil. Banyak dar i mereka
yan g susah atau
bahkan tidak dapat beroba
t karena har us men empuh
jarak jauh atau
men geluarkan biaya yan
g tidak sedikit. Tak hanya
itu, akses men uju
balai kesehatan terdekat
pun amat sulit.
Dem ikian pula den gan
Kabupaten Tambrauw, Pap
ua Barat. Banyak
masyarakat belu m bisa
men ikmati pelayanan med
is sebagaimana
mestinya karena ketiada
an biaya dan susahnya aks
es.
Jujur saja, saya san
gat ber untung bergab
ung den gan tim
doctorSHARE. Banyak pela
jaran yan g saya dapatk
an, apalagi ketika
berbincang den gan dr. Lie
Dharmawan, pen diri doctorS
HARE. Seakan
tidak habis materi yan g
dapat beliau bahas.
44
45
Go r esa n Rela wa n
Elisabet Wati Reyaan
Sebelum mengenal doc
torSHARE, saya
adalah seorang kar yaw
an swasta yang
kerjanya hanya bisa mem
erintah. Sungguh
bosan. Kebosanan ini
men dorong saya
keluar dari pekerjaan.
Selanjutnya,
saya
penasaran
ingin
mengunjungi kampung hala
man orang tua di Pula
Maluku Tenggara (Oktober
u Kei,
2010). Lahir dan besar di
ibukota membuat
saya tidak pernah mengun
jungi tempat ini.
Tidak ada niat sedikitpun
bekerja di Kei, namun
tante saya yang
merupakan seorang biarawa
ti (Suster Andrea) mengaja
k saya bergabung
melayani anak-anak berkeb
utuhan khu sus di sebuah
panti.
Kerinduan dalam hati untuk
melayani akhirnya membua
t saya bergabung
dengan panti per 1 Novemb
er 2010.
April 2011, doctorSHARE
men dirikan Panti Rawat Giz
i persis di samping
panti anak-anak berkeb
utuhan khusus. Saya
pun diperbantukan
menangani administrasi ked
ua panti ini.
Awalnya memang sulit ber
hadapan dengan anak rew
el dan orang tua
yang tidak paham soal hidu
p bersih dan sehat. Tapi
saya jadi melatih
diri untuk sabar, terutam
a dalam mengha dapi oran
g tua yang anaknya
berada dalam status perbaik
an gizi.
Keg iatan yang saya laku
kan mulai dari menyiapkan
bahan makanan
sampai merawat si anak
hingga tumbuh sehat. Say
a jadi sadar akan
pentingnya kasih dalam mel
ayani sesama.
Desember 2013, saya diaj
ak Sekretaris Jen deral doc
torSHARE yaitu dr.
Luyanti, MARS untuk ber
gabung dengan kantor doc
torSHARE di Jakarta
sebagai tenaga administrasi
. Saya setuju. Hanya ber
selang tiga hari,
saya pun berangkat ke Jak
arta.
Bergabung bersama doctorS
HARE mengantarkan say
a pada berbagai
pengalaman melayani yan
g sangat ber warna. Mes
ki tidak terjun
lang sung ke pulau-pulau,
saya senang dapat memban
tu proses persiapan
administrasi dan logistik.
Melelahkan tapi menyenang
kan!
Saya terjun lang sung dala
m pelayanan medis doctorS
HARE dengan
Rumah Sakit Apung untuk
pertama kalinya di kampun
g halaman yaitu
Pulau Kei (2014).
Selain itu, saya juga mengikuti pelayanan
medis bagi warga Kampung Nelayan di
Jakarta Utara dan korban banjir di Bandung
(pergantian 2014 ke 2015).
Saya juga terlibat dalam penyuluhan
kesehatan soal hidup bersih dan sehat bagi
anak-anak di Kalijodo, Jakarta.
Bagi saya, doctorSHARE adalah keluarga
besar, tempat dimana para anggotanya saling
memberi semangat dalam melayani.
46
Saya bangga
m e n j a d i
bagian di dalamnya.
Yang doctorSHARE berikan bukanlah materi
namun ketulusan hati dengan semangat yang
tak pernah padam g
Elisabet Wati Reyaan adalah bendahara
doctorSHARE (2013 – saat ini)
47
Kisah Crew Kapal RSA dr. Lie Dharmawan
Yudhi Saridin
Sebagai kapten RSA dr. Lie Dharmawan, Yudhi Saridin bertanggung jawab
atas setiap perjalanan kapal. Ia pun punya kisah menarik
T
idak pernah terbersit dalam
pikiran saya untuk menjadi
seorang pelaut. Cita-cita awal
saya adalah menjadi tentara.
Tapi pikiran jadi tentara segera
menyingkir setelah tahu bahwa adik saya
juga ternyata sangat ingin menjadi seorang
tentara. Saya ingin merantau saja ke Jakarta,
sebuah niat yang segera saya laksanakan
meski tanpa kepastian pekerjaan.
Di Jakarta, saya berjumpa dengan kawan
sesama orang Aceh yang membuka toko obat
di Jatinegara, Jakarta Timur. Saya pun bekerja
sebagai penjual obat. Pikiran saya berubah
lagi ketika mendengar kawan-kawan lainnya
mengikuti Diklat Kelautan. Saya bersekolah
hingga berhasil meraih ijazah Ahli Nautika.
Setelahnya, petualangan saya di laut pun
dimulai. Saya bergabung bersama kapal
kargo.
Tidak sampai setahun, saya mundur dan
kembali berjualan obat hingga datang
tawaran melaut untuk kapal kargo Taiwan
yang berpangkalan di Thailand.
Dari Thailand, saya berlayar ke Amerika
Serikat. Masa kontrak belum berakhir,
lagi-lagi saya memilih pulang dan kembali
berjualan obat. Tak lama, saya kembali
berlayar, melanjutkan pendidikan kelautan
dan akhirnya berhasil menjadi perwira
sebelum mendapat panggilan bergabung
bersama RSA dr. Lie Dharmawan.
Dari rekan yang lebih dulu bergabung
menjadi kru, saya sudah tahu soal RSA dr.
Lie Dharmawan meski belum mendapat
bayangan detail. Mematangkan niat
bercampur nekat, saya mengundurkan
diri dari perusahaan kargo dan bergabung
bersama RSA dr. Lie Dharmawan sebagai
kapten.
Pelayaran perdana saya bersama RSA dr.
Lie Dharmawan adalah ke Raja Ampat,
Papua Barat (2014). Bagi saya, RSA dr. Lie
Dharmawan jauh lebih sederhana daripada
kapal-kapal kargo tempat saya bekerja
selama ini, namun ada hal berbeda yang
tidak tergantikan: rasa bangga. Mengobati
orang memang jadi wewenang tim medis
tapi saya bangga menjadi bagian dari misi
sosial doctorSHARE.
Rasa bangga ini muncul karena kemana
pun RSA sandar, kami mendapat sambutan
hangat. Warga sangat menghargai kami dan
kami pun sangat senang melihat mereka
tersenyum. Saya sadar
bahwa kapal yang saya
kemudikan bukan kapal
biasa tapi kapal yang
telah
menyelamatkan
banyak
nyawa,
kapal
yang menyalakan kembali
harapan warga g
Kamarullah
Berawal dari pekerjaan sebagai kenek bus, Kamarullah tidak pernah menyangka bahwa ia
akhirnya menjadi jurumudi RSA dr. Lie Dharmawan. Pria kelahiran Matangkuli – Aceh Utara ini
mendapat pengalaman tak terlupakan.
Cita-cita awal saya adalah menjadi
seorang polisi, tapi cita-cita ini
kandas begitu saja. Masalah
ekonomi keluarga mendorong
saya menjadi seorang kenek bus
sejak kelas 2 SMA. Pekerjaan ini
saya jalani sepulang sekolah tanpa
bayangan sedikit pun akan masa
depan. Saya pasrah menjalani
profesi ini hingga akhirnya kawankawan menyarankan saya hijrah
saja ke Jakarta dan bekerja di
kapal.
K e r a g u a n
mendera.
Tapi
saya pikir tidak ada
salahnya mencoba.
Dengan rasa nekat
bercampur
takut
ditipu, saya menjual
harta benda sebagai
modal
awal
ke
Jakarta dan masuk
sekolah kelautan di Cilincing.
Selulus sekolah, saya melamar ke perusahaan
kargo di Sumatera dan akhirnya diterima.
Delapan bulan melaut, saya pulang ke Aceh
dan beberapa hari kemudian kembali ke
Jakarta.
Melaut sebagai jurumudi selama beberapa
bulan, kapal kargo berlabuh di Kalimantan.
Saya pun mendapat kabar dari seorang rekan
(M. Zubir) yang ternyata bekerja di Rumah
Sakit Apung. Mendengar ceritanya, saya
tertarik bergabung. Saya pun mengundurkan
diri dan nekat berangkat ke Jakarta. Zubir
menjemput dan pelayaran pertama saya
dengan RSA adalah ke Lombok (2014).
Bagi
48
saya,
pelayaran
paling
seru
dan
menegangkan
adalah ketika pulang dari
Kalimantan bulan Mei 2014.
Kapal oleng karena ombak
3 – 4 meter tidak hanya
menghantam buritan depan
tapi juga sisi samping selama
seharian. Semalaman kami
tidak tidur dan bergantian jaga.
Kami juga tidak bisa berteduh, hanya bisa
berlayar pelan-pelan. Ombak baru reda ketika
kapal masuk wilayah Jakarta.
Awalnya, saya tidak betah karena sudah
terbiasa dengan kapal-kapal besar yang jauh
lebih nyaman. Tapi lama-lama saya senang
karena bisa keliling ke tempat-tempat baru.
Melihat kondisi penduduk membuat saya
sadar bahwa selama ini saya jauh lebih
beruntung.
Saya senang sekali mendapat kesempatan
untuk membantu sesama. Jujur saja,
saya sebenarnya takut darah. Tapi saya
menikmatinya karena tahu bahwa Rumah
Sakit Apung ini adalah untuk kemanusiaan.
Saya tidak kapok. Saya juga bercita-cita
menjadi seorang kapten g
49
Mengenal Talasemia
dr. Tony Loman Sp.PK
T
hemoglobin.
alasemia
merupakan
penyakit yang disebabkan
oleh tidak adanya sintesis
satu atau lebih rantai
globin yang membentuk
Pada
Talasemia,
terdapat
kelainan
pada gen yang mengatur sintesis rantai
globin. Berdasarkan jenis rantai globin
yang terganggu produksinya, Talasemia
dibedakan menjadi Talasemia α, β, δβ atau
γδβ. Talasemia α dan β adalah yang paling
banyak ditemukan di dunia.
Talasemia banyak ditemukan di Turki,
Maroko, Italia, Yunani, Tiongkok, India,
Thailand, juga Indonesia. 6-8 % penduduk
Indonesia diperkirakan membawa sifat
Talasemia.
Pembawa
sifat
(carrier)
Talasemia
(“talasemia minor”) banyak ditemukan di
negara-negara yang pernah terinfeksi oleh
malaria. Hal ini terjadi karena mekanisme
alami yaitu pembawa sifat Talasemia lebih
kebal terhadap malaria.
Pembawa sifat Talasemia umumnya tidak
mempunyai keluhan, tampak sehat, bahkan
mampu berprestasi. Contohnya adalah
Zinedine Zidane, pemain bola terkenal
yang menjadi pembawa sifat Talasemia.
Penderita Talasemia mungkin mengalami
anemia ringan atau tanpa anemia. Selain
itu, mereka akan tetap sehat dan dapat
berusia lanjut, namun akan menurunkan
sifat Talasemia tersebut kepada anakanaknya.
Seseorang dicurigai sebagai pembawa sifat
Talasemia bila pada pemeriksaan darah
rutin ditemukan hemoglobin normal atau
50
sedikit di bawah normal, ditemukan nilai
MCV < 80 fl dan MCH < 27,0 pg.
Keadaan ini juga mungkin diperoleh
penderita kurang besi dan anemia karena
penyakit kronis. Untuk memastikan
adanya Talasemia, dilakukan pemeriksaan
Elektroforesis Kapiler Hemoglobin.
Walaupun pembawa sifat Talasemia tampak
sehat, mereka perlu mengetahui kondisi
kesehatannya. Penderita anemia sering
diobati dengan preparat yang mengandung
zat besi. Tindakan ini sama sekali tidak
memperbaiki keadaan anemia pada
penderita Talasemia. Mereka sebaiknya
mendapat asupan asam folat dan makanan
yang kaya antioksidan (buah-buahan dan
sayur mayur).
Pada anak-anak, pemeriksaan analisa
hemoglobin dapat dilakukan segera setelah
lahir. Yang terbaik untuk mendeteksi
adanya Talasemia α adalah dari darah tali
pusat.
Pemeriksaan untuk mendeteksi Talasemia
β sebaiknya dilakukan setelah usia satu
tahun mengingat dibawah usia satu
tahun masih ditemukan banyak HbF yang
merupakan sisa-sisa produksi darah saat
bayi berada dalam kandungan.
Perkawinan antara dua orang pembawa
sifat Talasemia akan beresiko mempunyai
anak dengan anemia berat sehingga selalu
memerlukan transfusi darah yang umum
disebut “talasemia mayor”. Tanpa transfusi
darah, penderita umumnya akan meninggal
dalam usia 3-4 tahun. Dengan transfusi
secara teratur yang umumnya berlangsung
tiap bulan, usia penderita dapat bertahan
hingga 30-40 tahun.
Di samping itu, transfusi terus menerus
mengakibatkan penimbunan zat besi
pada tubuh penderita. Obat untuk
mengeluarkan zat besi sudah tersedia
namun sangat mahal. Oleh karenanya,
sebaiknya hindari perkawinan antar
sesama penderita Talasemia.
Melalui pemeriksaan darah rutin dan
analisa hemoglobin dengan metode
Eletroforesis Kapiler Hemoglobin yang
merupakan metode yang sudah disetujui
WHO, pemeriksaan di laboratorium dapat
menguji apakah seseorang merupakan
“pembawa
sifat
Talasemia”
atau
“talasemia mayor”. Pemeriksaan ini tidak
memerlukan puasa sebelum pengambilan
darah.
Bagi orang yang ternyata merupakan
pembawa sifat talasemia, maka suami/
istri, dan saudara-saudaranya sebaiknya
turut diperiksa untuk kepentingan masa
depan keamanan perkawinan. Demikian
pula dengan anak cucu mereka g
normal
minor
minor
mayor
Perkawinan dari 2 pembawa sifat (carrier)
dr. Tony Loman saat ini berkarya di
Laboratorium dr. Tony dan RS Suaka
Insan, Banjarmasin.
51
Talk Show Career Day CIMSA
Universitas Pelita Harapan
Minggu, 8 Maret 2015, doctorSHARE yang diwakili
oleh dr. Herliana Elizabeth Yusuf dan dr. Cynthia
Christine Jonachan menampilkan presentasi
dalam ajang Career Day CIMSA Universitas Pelita
Harapan (UPH) yang berlangsung di Auditorium
Fakultas Kedokteran UPH. Kedua dokter yang
juga merupakan alumni UPH ini menceritakan
pengalamannya terlibat dalam pelayanan kesehatan
bagi masyarakat bersama doctorSHARE, sekaligus
cara bergabung menjadi relawan doctorSHARE g
Rapat Audiensi doctorSHARE
dengan Kementerian
Kesehatan RI
Rabu, 8 April 2015, doctorSHARE dan
Kementerian Kesehatan RI menggelar rapat
audiensi untuk menindak lanjuti proyek bersama
Rumah Sakit Apung gugus pulau. Rapat yang
juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan (Prof.
Nila Djuwita Moeloek, Sp.M) dan pendiri
doctorSHARE (dr. Lie Dharmawan) ini merupakan
kolaborasi pemerintah – LSM mewujudkan
Indonesia Sehat dari periferi g
Presentasi Manajemen
Kegawatdaruratan Maritim,
Universitas Mataram
Sabtu, 2 Mei 2015, pendiri doctorSHARE, dr. Lie
Dharmawan, hadir membawakan presentasi
bertema “manajemen kegawat daruratan
maritim” di Hotel Lombok Raya, Mataram. Dalam
acara yang digagas oleh PTBMMKI (Persatuan
Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran
Indonesia) ini, dr. Lie memaparkan pentingnya
layanan medis dengan pola pikir laut sebagai
penghubung sekaligus mendukung rencana
Universitas Mataram membentuk jurusan
kedokteran maritim g
Sosialisasi doctorSHARE di
Akademi Keperawatan Husada
Jumat, 7 Mei 2015, Wakil Sekretaris
Jenderal doctorSHARE, dr. Sianly,
membawakan
sosialisasi
mengenai
kontribusi doctorSHARE dalam pelayanan
kesehatan masyarakat di hadapan sekitar
60 mahasiswa Akademi Keperawatan
Husada, RS Husada, Jakarta.
Sosialisasi ini bertujuan membangun
kepedulian sosial seluruh mahasiswa agar
selalu memiliki jiwa melayani sesama
yang membutuhkan g
2nd Annual Indonesian Career Expo
2015, Melbourne – Australia
Jumat, 16 Mei 2015, advisor doctorSHARE yang juga
adalah Koordinator Program Telemedicine, Lie Mei Phing,
membagikan pengalamannya pada malam pembukaan
Indonesian Career Expo (IcarE) yang diselenggarakan oleh
Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia ranting University of Melbourne. Melalui
aneka pengalaman yang diutarakan, doctorSHARE berharap dapat menginspirasi generasi muda Indonesia
yang tengah bersekolah di Australia agar kelak dapat kembali dan berkontribusi bagi tanah air selepas lulus g
52
Perintisan doctorSHARE Jerman
dr. Luyanti, MARS
Selama lebih dari lima
tahun
doctorSHARE
berkarya dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia.
Setiap pelayanan yang
dilakukan
memicu
semangat untuk melayani
lebih lagi. Semangat ini
dimulai dari hal sederhana
mulai
dari
bakti
sosial,
mengantarkan
sumbangan
kepada
korban
banjir,
mengunjungi
korban
bencana, dan sebagainya.
Namun kami menjumpai permasalahan
kesehatan yang tidak sesederhana itu. Ketika
melangsungkan bakti sosial, saya menemui
seorang anak batuk pilek tapi anak ini kotor
dan dia datang bersama empat saudaranya
(yang seorang masih dalam kandungan)
dengan ibu yang masih muda. Ayahnya hanya
seorang nelayan dengan penghasilan lima
belas ribu rupiah per bulan. Pertanyaan pun
berentet dalam pikiran saya.
Butuh sumber daya,
dana, waktu, kecermatan, kepedulian,
ketelitian dan ide yang lebih dalam. Karena
itu, lahirlah Panti Rawat Gizi (Therapeutic
Feeding Centre), Rumah Sakit Apung,
Telemedicine, dan sebagainya. Tugas-tugas
kami semakin banyak. Rumah Sakit Apung
kini berjumlah tiga buah, ditambah program
Flying Doctors di wilayah Papua dan rencana
pendirian kebun fitofarmaka di Pulau Kei.
Makan apa anak ini sehari-hari?
Bagaimana ibunya mengurus anak-anak ini?
Bagaimana mereka bersekolah?
Apakah ibunya bisa mengajari anaknya dari
sisi akademis?
Akan menjadi apakah anak ini ketika mereka
dewasa?
Bagaimana bapaknya bisa membelikan
pakaian untuk seluruh keluarganya?
Bagaimana ia belajar mandi atau sikat gigi?
Saya yakin tidak hanya kami yang memiliki
semangat ini, tapi juga pemerintah, para
donatur, dan masyarakat. Semangat ini
juga melebar pada sahabat doctorSHARE
di mancanegara. Semangat ini diwujudkan
dengan rencana pendirian doctorSHARE
Jerman tahun ini.
Mereka adalah satu dari seratus dua puluh
pasien yang saya temui saat itu. Bayangkan,
berapa banyak pertanyaan yang ada di kepala
saya dan berapa banyak pertanyaan di kepala
para kolega teman-teman seperjuangan saya
di doctorSHARE. Ada pekerjaan-pekerjaan
yang perlu ditindak lanjuti karena temuan
kami di lapangan tidak sesederhana yang
kami pikirkan.
doctorSHARE Jerman berfungsi sebagai
wadah para anggota dan sahabat
doctorSHARE di Jerman yang selama ini rindu
berpartisipasi dalam pelayanan di Indonesia.
Tak pernah bosan, saya ucapkan terima kasih
atas kerjasama kita semua untuk sama-sama
melayani Indonesia. INDONESIA IS IN MY
HEART g
dr. Luyanti, MARS adalah Ketua
doctorSHARE Jerman
53
d
ctorSHARE
sharing accessible health and care
PENDIRI
dr. Lie A. Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV
Lisa Suroso, SE, CVM, CID
SEKRETARIS JENDERAL
dr. Luyanti, MARS
WAKIL SEKRETARIS JENDERAL
dr. Sianly
dr. Marselina Mieke Yashika Iskandar
SEKRETARIS
Lucy Tawara
BENDAHARA
Elisabet Wati Reyaan
MANAGER PENGGALANGAN DANA
Sirikit Senjaya, S.Sn
KOORDINATOR PELAYANAN MEDIS
dr. Christ Hally Santoso
KOORDINATOR CONTIGENCY
dr. Christ Hally Santoso
KOORDINATOR PROYEK TFC
DI PULAU KEI, MALUKU TENGGARA
dr. Angelina Vanessa, dr. Karnel Singh
KOORDINATOR PROYEK PENDAMPINGAN
MASYARAKAT DI JAKARTA & SEKITARNYA
dr. Fidella, dr. Widiawaty
KOORDINATOR TELEMEDICINE
dr. Riny Sari Bachtiar, MARS
KOORDINATOR FLYING DOCTORS
dr. Riny Sari Bachtiar, MARS
KOORDINATOR KLINIK
dr. Riny Sari Bachtiar, MARS; Siska A., Md. Kep.
KOORDINATOR MEDIA
Sylvie Tanaga, S.IP. , dr. Peggy Loman
MANAJER TEKNIS KAPAL RSA dr. LIE DHARMAWAN
dr. Christ Hally Santoso
MEDIA BERBAGI doctorSHARE
Pemimpin Redaksi: Sylvie Tanaga, S.IP
Editor: dr. Peggy Loman
Ilustrasi Cover: Stephen Surya, S.Sn
Desain Grafis: Lisa Suroso, SE, CVM, CID
Fotografi: doctorSHARE (Sylvie Tanaga)
Eric Satyadi, SE
Copyright c 2015 doctorSHARE
All rights reserved.
doctorSHARE menyediakan ­akses bantuan
medis secara holistik, independen dan
imparsial untuk orang-orang yang paling
membutuhkan, yaitu mereka yang
dianggap miskin dan tidak mampu tapi
tidak mempunyai kartu miskin karena
masalah administrasi kependudukan,
sehingga
berimbas
kepada
tidak
dimilikinya Asuransi (Jaminan) Kesehatan
Masyarakat dan tidak memperoleh
akses kesehatan gratis yang disediakan
pemerintah; mereka yang secara sosial
dikecualikan dari layanan kesehatan dan
dikucilkan dalam masyarakat, mereka
yang terjebak dalam bencana alam,
epidemi dan kekurangan gizi.
Individu-individu yang tergabung dalam
doctorSHARE bekerjasama, membagikan
talenta dan kecakapan maing-masing
tanpa memandang batasan-batasan
suku, agama, etnis, ras dan antar
golongan untuk mewujudkan visi dan
misi doctorSHARE sesuai dengan prinsip
kemanusiaan dan etika pelayanan medis.
Banyak di antara mereka yang telah
berpengalaman di medan krisis Indonesia
sejak tahun 1998 akibat ketidakstabilan
politik, ekonomi dan sosial, serta terpaan
bencana alam yang melanda Indonesia.
Saat ini doctorSHARE didukung oleh ahli
bedah, dokter, perawat, dan profesional
seperti jurnalis, administrator, fotografer,
desainer, ahli teknologi informasi,
wiraswasta, pekerja sosial profesional,
dan sejumlah donatur individual.
Kami membuka diri bagi mereka yang
tergerak untuk membagikan kecakapan
profesionalisme
mereka
untuk
mendukung visi dan misi doctorSHARE
memulihkan masyarakat di bidang
kesehatan.
profil
visi
Menyelamatkan nyawa dan
meringankan penderitaan orang yang
terjebak dalam krisis, sehingga mereka
bisa memulihkan kemampuan untuk
membangun kembali kehidupan
bermasyarakat.
misi
Penyediaan perawatan medis dan
akses pelayanan kesehatan untuk
orang yang terjebak dalam krisis,
seperti orang-orang yang tidak
memiliki akses layanan kesehatan,
orang-orang yang menghadapi
diskriminasi atau kelalaian dari
sistem kesehatan lokal, kelompok
marginal dalam masyarakat, mereka
yang terjebak dalam bencana alam,
epidemi, dan kekurangan gizi.
nilai
Integritas, saling berbagi, cinta kasih,
saling mempercayai dan menghormati.
Kekuatan tim berada pada
rasa tanggung jawab yang tinggi,
kemampuan beradaptasi,
dan sifat inklusif
program
1
Pengobatan cuma-cuma
2
Rumah Sakit Apung
3
Bantuan kemanusiaan untuk bencana
4
Panti Rawat Gizi
5
Klinik
6
Telemedicine
7
Pendampingan Kesehatan
8
Kampanye Medis
prinsip
Non Profit Voluntary Services
Kegiatan tidak dimaksudkan untuk mencari atau
mengumpulkan keuntungan
Humanitiy Acts
Bekerja didasarkan pada prinsip kemanusiaan
dan etika medis. Yayasan Dokter Peduli
(doctorSHARE) berkomitmen untuk membawa
kualitas perawatan kesehatan untuk orang yang
berada dalam krisis tanpa memandang ras, etnis,
suku, agama, antar golongan atau afiliasi politik
Bearing Witness and Speak Out
Menjadi saksi atas kejadian kekerasan,
kerusuhan, bencana alam, dan konflik. Berbicara
kepada publik dalam upaya untuk memunculkan
krisis-krisis kesehatan yang terlupakan atau tidak
disadari publik, menarik perhatian publik untuk
kejadian kekerasan yang terjadi di luar jalur, dan
mengkritisi kelemahan sistem bantuan, serta
menantang pengalihan bantuan kemanusiaan
yang dilakukan berdasarkan politik kepentingan.
Sharing
Percaya bahwa setiap individu mempunyai
talenta, kecakapan dan kekuatan masing-masing
yang bila dengan tujuan mulia disalurkan,
dibagikan, dan dikolaborasikan akan banyak
membantu masalah-masalah sosial terutama
yang berkaitan dengan masalah kesehatan
Independent
Beroperasi secara mandiri dan bebas dari setiap
kepentingan kelompok, golongan, politik, militer,
bisnis, dan agama.
Imparsial
Netral, tidak berpihak pada salah satu pihak yang
terlibat dalam konflik, memberikan perawatan
secara independen untuk meningkatkan akses
bagi korban konflik seperti yang disyaratkan oleh
hukum kemanusiaan internasional.
3
Mega Glodok Kemayoran
Kantor Toko Blok B No. 10-11
Jl. Angkasa Kav. B-6
Kemayoran Jakarta Pusat 10160
Telp. +6221 6586 6391
[email protected]
www.doctorshare.org
BCA no. 198.550.7777
a/n Yayasan Dokter Peduli
DoctorSHARE
@doctorSHARE
doctorSHARE
Download