fakultas syariah dan hukum uin alauddin makassar 2017

advertisement
Pelindungan Hukum Terhadap Hak Merek Perusahaan Di Kota Makassar
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat meraih
gelar Sarjana hukum jurusan ilmu hukum
Pada fakultas syariah dan hukum
UIN Alauddin Makassar
Oleh :
WIWI WARDANI
NIM.10500113093
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Wiwi Wardani
Nim
: 10500113093
Tempat/Tanggal lahir : Makassar 7 juli 1992
Jur/Prodi/Konsentrasi : Ilmu hukum/Hukum Perdata
Fakultas/Program
: Syariah dan Hukum/ S1
Alamat
: Jalan Sultan Alauddin III Lr. 8
Judul
: Perlindungan Hukum terhadap Hak Merek Perusahaan di
Kota Makassar
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain sebagian atau seluruhnya, maka
skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
ii
KATA PENGANTAR
ِ ‫ﺑِ ْﺴ ِﻢ اﻟﻠﱠ ِﻪ اﻟ ﱠﺮ ْﺣ َﻤ ِﻦ اﻟ ﱠﺮِﺣ‬
‫ﻴﻢ‬
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Warbarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena rahmat, taufik, dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan taslim
senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhamad SAW yang tela membawa
kita kejalan yang lurus seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Karya tulis ilmiah ini berbentuk skripsi dengan judul: “Perlindungan
Hukum Terhadap Hak Merek Perusahaan di Kota Makassar”, merupakan salah
satu persyaratan untuk menyelesaikan strata satu (S1) program studi Ilmu Hukum di
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat
mengharapkan masukan, kritis dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan
dan penyempurnaan skripsi ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam
penulisan skripsi ini, tetapi Alhamdulillah dapat penulis atasi dan selesaikan dengan
baik.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang sudah
membantu selama proses penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Pertama penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghormatan
setinggi-tingginya kepada kedua orang tua penulis, bapak dan mama yang tidak
pernah lelah membesarkan dan mendidik penulis hingga sampai pada titik ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga untuk Widya, Winda, Wanda, terima kasih
telah menjadi saudara terbaik selama ini. Terima kasih juga untuk tante princess,
yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil selama ini.
Selanjutnya juga penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebanyakbanyaknya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,
yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Musaffir, selaku rektor Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar dan segenap jajarannya.
v
2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.,Ag., selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar beserta
jajarannya.
3. Ibu Istiqomah S.H.,M.H., sebagai ketua jurusan ilmu hukum sekaligus sebagai
penasihat akademik penulis.
4. Bapak Kasjim Salenda Dr. Kasjim Salenda, M. Th.I. selaku pembimbing I dan
ibu Erlina S.H., M.H., selaku pembimbing II.
5. Seluruh dosen fakultas syariah dan hukum, terima kasih telah menyalurkan
ilmunya kepada penulis selama ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
6. Kepada seluruh staf perpustakaan, terima kasih telah melayani dengan baik
dan menyediakan referensi yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini.
7. Kepada pappi Robby dan Mammi Ila yang tiada hentinya memberikan
dorongan dan nasihat yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Kepada saudara-saudaraku dari ibu yang lain, Aldo, Azkiyah, Alfira, Yogi,
terima kasih atas semangat dan motivasinya kepada penulis.
9. Kepada sahabat-sahabat penulis,Agung Amanah, Afri, Ime, Pipit, Wiwi,
Silvi, Nurul, dan Ayu. Terima kasih atas dukungannya yang tiada akhir.
10. Teman-teman jurusan ilmu hukum angkatan 2013.
11. Keluarga besar KKN Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa terkhusus kepada warga
desa bolaromang.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan motivasi, dukungan, doa, sumbangan pemikiran, bantuan materil
dan non materil, penulis ucapkan terima kasih.
Demikianlah kata pengantar penulis, mohon maaf atas segala tulisan yang
tidak berkenan dalam skripsi ini. Akhir kata semoga Allah swt membalas semua
amal perbuatan dan budi baik kita semua. Amin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Mei 2017
Wiwi Wardani
v
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI.........................................................ii
PENGESAHAN ..............................................................................................iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................iv
DAFTAR ISI...................................................................................................vi
ABSTRAK ......................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1-4
A.
B.
C.
D.
E.
Latar Belakang Masalah......................................................................1
Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ................................................3
Rumusan Masalah ...............................................................................3
Kajian Pustaka.....................................................................................3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS .....................................................................5-39
A. Tinjauan tentang merek.......................................................................5
1. Pengertian Hak Merek.............................................................5
2. Persyaratan Merek...................................................................8
3. Sejarah Merek .........................................................................12
4. Pendaftaran dan Perpanjangan Pendaftaran Merek.................16
5. Pengapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek....................17
6. Pelanggaran Hak atas Merek..................................................20
7. Sanksi terhadap Pelanggaran Hak Merek ...............................22
8. Hak Merek dalam Islam ..........................................................26
B. Tinjauan tentang harta perusahaan......................................................31
1. Pengertian Perusahaan ...........................................................31
2. Bentuk-bentuk Perusahaan......................................................32
3. Pengertian harta perusahaan....................................................36
vi
4. Penggolongan harta perusahaan..............................................38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................40-42
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
Jenis dan Lokasi Penelitian .................................................................40
Pendekatan Penelitian .........................................................................40
Sumber Data........................................................................................40
Metode Pengumpulan Data .................................................................41
Instrumen Penelitian............................................................................41
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................41
Pengujian Keabsahan Data..................................................................42
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MEREK
PERUSAHAAN DI KOTA MAKASSAR .....................................43-56
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................43
B. Proses Pendaftaran Hak Atas Merek Di Kota Makassar ....................44
C. Penerapan Sanksi Terhadap Hak Atas Merek Perusahaan..................50
BAB V PENUTUP..........................................................................................57-58
A. Kesimpulan .........................................................................................57
B. Implikasi Peneltian..............................................................................57
KEPUSTAKAAN ...........................................................................................59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
ABSTRAK
Nama
:
Wiwi Wardani
NIM
:
10500113093
Judul
:
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Perusahaan
Di Kota Makassar
Pokok masalah penelitian ini mengenai Perlindungan Hukum terhadap Hak
Merek Perusahaan di Kota Makassar. Pokok masalah tersebut selanjutnya
dirumuskan kedalam beberapa submasalah atau pertanyaan penelitian, yaitu: 1)
Bagaimana pendafataran Hak atas Merek di Kota Makassar? 2) Bagaimana penerapan
sanksi terhadap pelanggar hak atas merek persusahaan?
Jenis penelitian ini tergolong kualitatif dengan pendekatan penelitian yang
digunakan adalah pendekatan yuridis. Adapun sumber data penelitian ini berupa
sumber data primer yakni wawancara dengan salah satu hakim Pengadilan Negeri
Makassar dan data sekunder yakni aturan perundang-undangan, buku, jurnal dan
artikel dari internet. Selanjutnya, teknik pengolahan data dilakukan dengan cara
mengolah dan menganalisis secara kualitatif yaitu menganalisa data berdasarkan
kualitasnya lalu dideskripsikan dengan menggunakan kalimat sehingga diperoleh
paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti, kemudian
ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ketidak telitian Dirjen HKI dalam
proses pemeriksaan merek sehingga mengakibatkan kerancuan serta kerugian
terhadap pemilik merek dan pendaftar merek selanjutnya. Selain itu penarapan sanksi
lebih banyak berupa sanksi pidana dan perdata. Padahal sanksi yang paling berat
sesungguhnya adalah sanksi administrasi berupa penghentian pemakaian merek.
Implikasi dari penelitian ini adalah: 1) hendaklah Dirjen HKI selaku pihak
yang bertanggung jawab dalam hal pendafataran merek, lebih teliti dalam proses
pendaftaran merek. 2) Sebelum melakukan tahapan-tahapan pendafataran, baik pihak
pendaftar maupun Dirjen HKI melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap merek
yang akan didaftar. Hal tersebut untuk menghindari terbitnya sertifikat merek dengan
merek yang sama baik keseluruhan maupun pada pokonya. 3) Proses penerapan
sanksi yang lebih efektif dilakukan adalah sanksi administrasi. Dengan pemberlakuan
sanksi administrasi maka pelaku pelanggaran hak atas merek tidak dapat melanjutkan
proses produksi karena keharusan untuk menghentikan semua kegiatan yang
berkenaan dengan pemakaian merek tersebut.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia HaKI sudah diatur secara nasional dalam peraturan
perundang-undangan, salah satunya pengaturan tentang merek yaitu dengan
dikeluarkannya
Undang-Undang
(selanjutnya
disingkat
UU)
Hak
Milik
Perindustrian yaitu dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien Stb 545
Tahun 1912. Kemudian UU ini diganti dengan UU Merek No.21 Tahun 1961.
Setelah itu UU Merek terus mengalami revisi berkali-kali diantaranya menjadi
UU No.19 Th 1992, UU No.14 Tahun 1997 dan yang terbaru adalah UU No. 15 Th
2001. Jadi jika dicermati maka bidang HKI dimana merek merupakan salah satu
bagiannya, di Indonesia sudah mendapat perhatian sejak zaman sebelum
Indonesia merdeka.
Merek memiliki kemampuan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain di dalam pasar, baik untuk
barang/jasa yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Fungsi merek tidak hanya
sekedar untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, melainkan juga
berfungsi sebagai asset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk
merek-merek yang berpredikat terkenal ( well-known marks).
Suatu merek dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena melalui
merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya
serta keterjaminan bahwa suatu produk tersebut original. Melalui merek sebuah
perusahaan telah membangun suatu karakter terhadap produk-produknya, yang
1
2
diharapkan akan dapat membentuk reputasi bisnis yang meningkat atas penggunaan
merek tersebut.
Pada prakteknya penerapan hak atas merek ini sering tidak sesuai dengan apa
yang ditentukan oleh undang-undang. Sehingga hal ini menimbulkan kerugian bagi
pemiliki merek. Tindakan yang dapat menimbulkan kerugian ini merupakan tindakan
pelanggaran terhadap merek.
Upaya pemilik merek untuk mencegah pemakaian mereknya oleh pihak lain
merupakan hal yang sangat penting dan sepatutnya dilindungi oleh hukum. Berkaitan
dengan perlindungan merek, perdagangan tidak akan berkembang jika merek tidak
mendapat perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara. Pembajakan atau
pelanggaran-pelanggaran merek tentunya tidak hanya merugikan para pengusahanya
saja sebagai pemilik atau pemegang hak atas merek tersebut, tetapi juga bagi para
konsumen.
Hak Merek merupakan bagian dari HKI. Merek dianggap sebagai “roh” dari
suatu produk. Bagi pengusaha, merek merupakan aset yang sangat bernilai karena
merupakan ikon kesuksesan sejalan usahanya yang dibangun dengan segala keuletan
termasuk biaya promosi. Bagi produsen merek dapat digunakan sebagai jaminan
mutu hasil produksinya.
UU No 15 tahun 2001 telah mengatur mengenai sistem perlindungan merek,
namun pada prakteknya masih banyak terjadi pelanggaran terhadap merek di
Indonesia. Oleh karena itu maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
skripsi ini adalah “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MEREK
PERUSAHAAN DI KOTA MAKASSAR”.
3
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan penelitian mengenai perlindungan
terhadap hak merek di kota Makassar. Mengenai gambaran fokus penelitian yang
hendak penulis teliti adalah yang pertama adalah bagaiman proses pendaftaran hak
atas merek di Kota Makassar dan fokus penelitian yang kedua adalah bagaimana
penerapan sanksi terhadap pelanggaran hak atas merek perusahaan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok masalah tersebut, kemudian penulis jabarkan dalam sub
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pendaftaran hak atas merek di Kota Makassar?
2. Bagaimana ancaman hukuman terhadap pelanggaran hak atas merek perusahaan?
D. Kajian Pustaka
Dalam penyusunan skripsi dibutuhkan berbagai dukungan teori dari berbagai
sumber atau rujukan yang mempunyai relevansi dengan rencana penelitian. Sebelum
melakukan penelitian penulis telah melakukan kajian terhadap karya-karya ilmiah
yang berkaitan dengan pembahasan ini. Adapun penelitian yang memeili relevansi
dengan judul penulis, sebagai berikut:
OK. Saidin dalam bukunya Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual dimana
dalam buku ini membahas mengenai merek yaitu; definisi merek dan hak merek,
serta dasar hukum merek. Berikutnya buku ini juga membahas Proses penyelesaian
sengketa merek.
4
Ahmadi Miru
dalam bukunya hukum merek:cara mudah mempelajari
hukum merek membahas mengenai; penghapusan dan pembatalan pendaftaran
merek serta mengenai administrasi merek.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian tersebut adalah:
a. Untuk mengetahui proses pendaftaran hak atas merek di Kota Makassar.
b. Untuk mengetahui ancaman hukuman terhadap pelanggaran hak atas merek di
Kota Makassar.
2. Kegunaan penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi tentang
persepsi masyrakat terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran hak atas
merek perusahaan di Kota Makassar. Adapun secara detail kegunaan tersebut
diantaranya sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoretik
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan/referensi dalam
mengembangkan teori/konsep dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu
HaKI.
b. Kegunaan Praktis
Dapat memberikan masukan serta dijadikan dasar informasi bagi masyarakat
untuk lebih jauh menggali permasalahan dan pemecahan masalah yang ada
relevansinya dengan hasil penelitian ini yang berkaitan dengan Faktor-faktor
Penyebab pelanggaran hak atas merek perusahaan si Kota Makassar.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Tentang Hak Merek
1. Pengertian Hak Merek
berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang
merek, merek didevinisikan sebagai berikut:
merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek adalah tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha sebagai
penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada
konsumen, sekaligus untuk membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan
dari badan usaha lain. Merek merupakan kekayaan industri, dan tentu termasuk
kekayaan intelektual. Secara konvensional merek dapat berupa nama, kata, frasa,
logo,lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut. Di
Indonesia, merek dilindungi melalui undang-undang nomor 15 tahun 2001.1
Didalam
jurnal
Revitalizing
the
Doctrine
of
Trademark
Misuse
mendevinisikan merek sebagai berikut:
A trademark is a word, name, symbol, or device that is used in trade with goods
to indicate the source of the goods and to distinguish them from the goods of
others.
Merek harus memilki daya pembeda yang cukup (capable of distinguisis),
artinya memiliki kekuatan untuk membedakan barang atau jasa produk suatu
perusahaan lainnya. Agar mempunyai daya pembeda, merek itu harus dapat
1
Haris Munandar dan Sally Sitanggang, mengenal HaKI Hak Kekayaan Intelektual Hak
Cipta , Paten, Merek dan seluk beluknya,(Jakarta : Esensi, 2008) h. 50.
5
6
meberikan penentuan pada barang atau jasa yang bersangkutan. Merek dapat
dicantumkan pada barang, atau pada kemasan barang atau dicantumkan secara
tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan jasa.
Untuk memenuhi fungsinya, merek digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa. Fungsi merek adalah sebagai:2
1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan produk
perusahaan yang lain (product identity). Fungsi ini juga menghubungkan barang
atau jasa dengan produsennya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika
diperdagangkan.
2. Sarana promosi dagang (means of trade promotion). Promosi tersebut dilakukan
melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa.
Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan
symbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangnya.
3. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality guarantee). Hal ini tidak hanya
menguntungkan produsen pemilik merek, melainkan juga perlindungan jaminan
mutu barang atau jasa bagi konsumen.
4. Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan (source of origin). Merek
merupakan tanda pengenal barang atau jasa yang menghubungkan barang atau jasa
dengan produsen, atau antara barang atau jasa dengan daerah/negara asalnya.
Undang-undang merek Indonesia mengatur tentang jenis-jenis merek. Jenisjenis merek yang dimaksudkan terdiri dari: merek dagang, merek jasa, merek
kolektif. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
2
Budi Agus Riswandi, M Syamsuddin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum (Cet. I;
Jakarta: fajar Interpratama Offset, 2004), h. 84
7
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek jasa adalah
merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa
sejenis lainnya, sedangkan merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang
dan/atau jasa sejenis lainnya.
Pemegang merek baru akan diakui atas kepemilikan mereknya kalau merek itu
dilakukan pendaftaran. Hal ini sesuai dengan prinsip yang dianut dalam undangundang merek Indonesia, yakni first to file principle, bukan first come atau first out.
Berdasarkan kepada prinsip ini, maka seseorang yang ingin memiliki hak atas merek
dia harus melakukan pendaftaran atas merek yang bersangkutan.3
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek mengatur tentang
jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam pasal 1 butir 2 dan 3 yaitu
merek dagang dan merek jasa.
Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis
merek karena merek kolektif ini sebenarnya terdiri atas merek dagang dan jasa.
Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif. Mengenai
pengertian merek dagang pada pasal 1 butir 2 merumuskan sebagai berikut: Merek
dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. sedangkan merek jasa pada pasal
1 butir 3 diartian sebagai merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
3
85.
Budi Agus Riswandi, M.Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum h. 84-
8
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Disamping
jenis
merek
sebagaimana
ditentukan
diatas
ada
juga
pengklasifikasian lain yang didasarkan pada bentuk dan wujudnya. Bentuk atau
wujud merek itu dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik
merek lain. Oleh karena adanya perbedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek
yakni:4
1. Merek lukisan (beel mark)
2. Merek kata (word mark)
3. Merek bentuk (form mark)
4. Merek bunyi-bunyian (klank mark)
5. Merek judul (title mark)
Lebih lanjut Prof. R. Soekardono, S.H., mengemukakan pendapatnya bahwa,
tentang bentuk atau wujud dari merek itu Undang-undang tidak memerintahkan apaapa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:5
1. Cara yang oleh siapapun mudah dapat dilihat (beel mark).
2. Merek dengan perkataan (word mark).
3. Kombinasi dari beel mark dan word mark.
2. Persyaratan Merek
Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang
ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu dapat
4
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Cet. IX; Jakarta: Raja Wali Pers,
2015), h. 458
5
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 459
9
diterima dan digunakan sebagai merek, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah
bahwa merek itu harus mempunyai daya pembeda yang cukup. Dengan kata lain,
tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup
kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau
perdagangan dan jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang
diproduksi menjadi dapat dibedakan.
Menurut Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama berpendapat bahwa merek ini harus
merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau
bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak
mempunyai kekuatan pembeda dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan
pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: bentuk, warna, atau
ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna dari
sepotong sabun atau suatu doos, tube dan botol. Semua itu tidak cukup mempunyai
daya pembedaan untuk dianggap suatu merek tetapi dalam praktiknya kita saksikan
bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat
dianggap sebagai suatu merek.
Untuk lebih jelasnya, Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama mengemukakan kriteria
merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu sebagai berikut:
1. Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
Tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak
dapat diterima sebagai merek. Dalam merek yang bersangkutan tidak boleh terdapat
lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan
ketertiban umum. Didalam lukisan-lukisan ini kiranya tidak dapat dimasukkan juga
gambaran-gambaran yang dari segi keamanan dan segi penguasa tidak dapat diterima
10
karena dilihat dari segi kesusilaan maupun dari politis dan ketertiban umum. Lukisanlukisan yang tidak memenuhi norma-norma susila, juga tidak dapat digunakan
sebagai merek jika tanda-tanda atau kata-kata yang terdapat dalam sesuatu yang
diperkenankan dalam suatu merek dapat menyinggung atau melanggar perasaan,
kesopanan, ketentraman atau keagamaan, baik dari khalayak umumnya maupun suatu
golongan masyarakat tertentu.
2.
Tanda tanda yang tidak mempunyai daya pembeda
Tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda yang dianggap kurang
kuat dalam pembedaannya tidak dapat dianggap sebagai merek. Sebagai contoh
misalnya lukisan sepeda untuk produk sepeda atau kata-kata yang menunjukkan sifat
barang, seperti misalnya “istimewa” atau “super”. Semua ini menunjukkan pada
kualitas suatu barang. Juga nama barang itu sendiri tidak dapat dipakai sebagai
merek. Misal merek “kecap” untuk produk kecap atau merek “sabun” untuk produk
sabun.
3. Tanda milik umum
Tanda-tanda yang karena telah dikenal dan dipakai secara luas serta bebas di
kalangan masyarakat tidak lagi cukup untuk dipakai sebagai tanda pengenal bagi
keperluan pribadi bagi orang-orang tertentu. Misalnya disimpulkan didalam kategori
ini tanda lukisan mengenai tengkorak manusia dengan di bawahnya ditaruhnya tulang
bersilang, yang secara umum dikenal dan juga dalam dunia internasional sebagai
tanda bahaya racun. Kemudian juga yang tidak dapat digunakan misalnya dipakai
merek suatu lukisan tentang tangan yang dikepal dan ibu jari keatas, yang umum
dikenal sebagai tanda pujian atau jempol.
11
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan
pendaftarannya.
Selanjutnya yang dimaksudkan dengan merupakan keterangan atau berkaitan
dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran seperti merek kopi atau gambar
kopi untuk produk kopi. Ini bermaksud agar pihak konsumen tidak keliru, sebab jika
hal itu dibenarkan ada kemungkinan orang lain akan menggunakan merek yang sama
oleh karena bendanya, produknya atau gambarnya sama dengan mereknya.
Pemakaian suatu merek dalam praktik juga membawa pengaruh. Jika suatu
merek sudah cukup dikenal dalam masyarakat, maka merek tersebut dianggap telah
mempunyai daya pembeda yang cukup hingga diterima sebagai merek.
Untuk dapat mempunyai cukup daya pembeda merek harus sederhana. Tidak
boleh terlalu ruwet karena akan menjadikan daya pembedanya menjadi lemah.
Sebaliknya juga tidak dapat dipergunakan tanda-tanda yang terlalu mudah, karena
juga hal ini tidak dapat member kesan pembeda atas suatu merek. Agar supaya dapat
memberikan ciri pribadi kepada suatu benda maka merek yang bersangkutan tersebut
harus memiliki kekuatan individualitas. Misalnya tidak dapat diterima suatu tanda
yang hanya merupakan suatu garis atau suatu titik atau hanya merupakan suatu
lingkaran atau hanya suatu huruf dan juga hanya suatu angka yang terlalu mudah atau
dikedepankan sebagai suatu kombinasi yang terlalu sederhana.
Menurut Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama kombinasi-kombinasi yang terdiri
dari tanda-tanda yang disertai dengan pembedaan karena warna atau cara
memberikan lukisan yang bersangkutan bisa juga kita terima sebagai merek.
Jika permohonan suatu merek telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 dan tidak terdapat
12
adanya sanggahan dari pihak manapun maka Dirjen HaKI akan menyelenggarankan
pendaftaran dan pengumuman resmi tentang merek perusahaan tersebut. Dan akan
menolak permohonan suatu merek yang tidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuanketentuan hukum yang berlaku tentang merek.
3. Sejarah Merek
Merek digunakan untuk menandai produk dengan tujuan menunjukkan asalusul barang. Perlindungan hukum atas merek makin meningkat seiring majunya
perdagangan dunia. Demikian juga merek pun makin berperan untuk membedakan
asal-usul barang dan kualitasnya serta untuk menghindari peniruan. Di Inggris dan
Australia, pengertian merek justru berkembang pesat dengan mengikut sertakan
bentuk tampilan produk didalamnya. Perkembangan ini mencerminkan adanya
kesulitan membedakan perlindungan merek dengan perlindungan desain produk.
Peraturan merek yang pertama kali diterapkan Inggris adalah hasil adopsi dari
Prancis tahun 1857, dan kemudian membuat aturan tersendiri, yakni Merchandise Act
tahun 1862 yang berbasis hukum pidana. Tahun 1883 berlaku Konvensi Paris
mengenai hak milik industri (paten dan merek) yang banyak diratifikasi negara maju
dan negara berkembang. kemudian, tahun 1973 lahir pula perjanjian Madrid, yakni
perjanjian internasional yang disebut trademark registration treaty.6
Di Indonesia terdapat UU merek Tahun 1961 yang menggantikan Reglement
Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912 nomor 545 jo. Stb. 1913 Nomor 214.
Perkembangan berikutnya, tahun 1992 lahir UU merek baru yang kemudian direvisi
tahun 1997 dan 2001 dengan menyesuaikan terhadap TRIPs.
6
Endang Puwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right (Cet. I;
Bogor:Ghalia Indonesia, 2005), h. 8.
13
Merek harus didaftarkan dengan itikad baik. Itikad baik ini sangat penting
dalam hukum merek karena berhubungan dengan persaingan bisnis dan reputasi
pemilik merek. Menurut Pasal 4, 5 dan 6 UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek,
terdapat kualifikasi merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak, yaitu sebagai
berikut:
1.
Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon
yang beritikad tidak baik.
2.
Merek tidak dapat didaftar bila merek tersebut mengandung salah satu unsur:
(a) bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, (b) moralitas
agama, (c) kesusilaan, (d) ketertiban umum, (e) tidak memiliki daya pembeda,
(f) telah menjadi milik umum, (g) merupakan keterangan atau berkaitan dengan
barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
3.
Permohonan pendaftaran merek ditolak bila merek tersebut: (a) mempunyai
persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain
yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang/jasa yang sejenis; (b) mempunyai
persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah
terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis; (c) mempunyai
persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang
sudah dikenal; (d) merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau
nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhak; (e) merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan
nama, bendera, lambang atau simbol Negara atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; (f)
merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
14
digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenang.
Di dalam undang-undang merek juga diatur mengenai indikasi geografis atau
indikasi asal. Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan
asal daerah suatu barang berdasarkan faktor lingkungan geografis, termasuk faktor
alam, faktor manusia, atau kombinasi kedua hal tersebut memberikan ciri atau
kualitas tertentu terhadap barang yang dihasilkan. Jadi, reputasi, kuaitas dan
karakteristik spesifik dihasilkan oleh adanya faktor geografis. Indikasi asal dilindungi
hukum, tetapi tanpa melalui pendaftaran.
Suatu hal penting dalam hukum merek adalah perlindungan terhadap merek
terkenal. Economic interest atas merek terkenal diakui dalam perjanjian internasional
WIPO Treaty, yang juga diatur kemudian oleh Negara-negara Amerika, Australi,
Inggris, dan Indonesia. Ciri spesifik dari merek terkenal adalah bahwa reputasi dari
nama merek tidak terbatas pada produk tertentu atau jenis tertentu, misalnya
Marlboro yang tidak hanya digunakan sebagai produk rokok, tetapi juga digunakan
pada pakaian; Panther tidak hanya untuk jenis kendaraan, tetapi juga produk
minuman. Perlindungan diberikan dalam hubungan pemakaian secara umum dan
tidak hanya berhubungan dengan jenis barang-barang di mana merek didaftarkan.
Reputasi dalam dunia perdagangan dianggap sebagai tolok ukur kesuksesan
atau kegagalan dari suatu perusahaan. Pebisnis dengan sengaja memasang iklan untuk
membangun reputasi produk maupun untuk mengenalkan produk baru di pasaran dan
mempertahankan reputasi produk yang sudah ada sebelumnya. Passing off
melindungi pemilik reputasi dari pihak-pihak yang ingin membonceng keberhasilan
mereka sehingga para pembonceng tidak dapat lagi menggunakan merek, kemasan
15
atau indikasi lain yang bisa mendorong konsumen yakin bahwa produk yang dijual
mereka dibuat oleh orang lain. Seorang penggugat dalam hal ini harus dapat
membuktikan bahwa penggugat memiliki reputasi, tergugat menipu konsumen untuk
berasumsi bahwa produk itu miliknya dan bukan milik penggugat dan penipuan itu
berakibat menimbulkan kerugian terhadap penggugat.7
Seiring berkembangnya perdagangan internsional, terwujudlah persetujuan
TRIPs yang memuat norma standar perlindungan hak atas kekayaan intelektual,
termasuk didalamya tentang hak merek. Indonesia pun telah meratifikasinya pada
tahun 1997. Setiap revisi aturan merek Indonesia dimaksudkan untuk selalu
mengikuti perkembangan global, khususnya dalam perdagangan internasional,
menyediakan iklim persaingan usaha yang sehat dan mengadaptasi konvensikonvensi internasional.
Konvensi internasional tentang merek sebenarnya sudah ada sejak lama, yakni
the paris convention for the protection of industrial property, yang kemudian terkenal
dengan konvensi paris.8 Konvensi ini disusul dengan perjanjian Madrid, Konvensi
Hague serta Perjanjian Lisabon. Dari semua konvensi tersebut, yang menjadi dasar
perlindungan merek adalah konvensi paris. Pada tahun 1934, ketika Indonesia masih
dijajah Belanda, sebenarnya Hindia Belanda telah menjadi anggota uni paris. Namun
Indonesia tidak secara otomatis tetap menjadi anggota konvensi paris. Pada tahun
1953, Indonesia kembali menjadi anggota uni paris setelah mengadakan permohonan
atau pernyataan tertulis secara sepihak untuk turut serta pada konvensi tersebut.
7
8
Endang Puwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right, h. 9.
Endang Puwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Right, (h. 10.
16
Namun demikian, pada saat itu Indonesia mengadakan reservasi terhadap pasal-pasal
penting sehingga kemudian reservasi tersebut dicabut pada tahun 1997.
4. Pendaftaran dan perpanjangan pendaftaran Merek.
Setelah kantor Merek melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan
pendaftaran dan menganggap bahwa permohonan telah memenuhi syarat untuk
didaftarkan, maka selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal penerimaan permintaan
pendaftaran, mengumumkan permintaan pendaftaran tersebut yang berlangsung
selama enam (6) bulan dan dilakukan dengan:9
a.
Menempatkan pada papan pengumuman yang khusus disediakan untuk itu dan
dapat dengan mudah serta jelas dilihat oleh masyarakat, dan
b.
Menempatkan dalam berita resmi merek yang diterbitkan secara berkala oleh
kantor merek.
Selama jangka waktu pengumuman setiap orang atau badan hukum dapat
mengajukan keberatan secara tertulis kepada kantor merek atas permintaan
pendaftaran merek yang bersangkutan.
Setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman dan tidak ada sanggahan,
kantor merek melakukan pemeriksaan Subtantif terhadap permintaan pendaftaran
merek. Pemeriksaan diselesaikan pada waktu selambat-lambatnya Sembilan bulan
sejak tanggal berakhirnya pengumuman atau tanggal berakhirnya jangka waktu untuk
menyampaikan sanggahan. Dalam hal permintaan pendaftaran merek dapat disetujui,
maka kantor merek:10
9
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-negara ASEAN (Cet.I ;
Jakarta : Sinar Grafika, 1996), h. 75
10
Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-negara ASEAN, h. 75.
17
a. Mendaftar merek tersebut dalam daftar umum merek;
b. Memberitahukan pendaftaran merek tersebut kepada orang atau badan hukum
atau kuasanya yang mengajukan permintaan pendaftaran merek.
c. Memberikan sertifikat merek; dan
d. Mengumumkan pendaftaran tersebut dalam berita resmi merek.
Selanjutnya UU No. 15 tahun 2001 juga menentukan persyaratan untuk
persetujuan permintaan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar.
Persyaratan itu meliputi :11
a. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana
disebut dalam sertifikat merek tersebut; dan
b. Barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan
diperdagangkan.
5. Pengahapusan dan pembatalan pendaftaran merek
a. Penghapusan
Penghapusan pendaftaran merek dari daftar umum merek dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:12
a. Atas prakarsa Direktorat Jendral; atau
b. Berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan.
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jendral dapat
dilakukan jika memenuhi hal-hal sebagai berikut:13
11
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Cet. IX; Jakarta: Raja Wali Pers,
2015), h. 486.
12
Ahmadi Miru, Hukum Merek:cara mudah mempelajari undang-undang merek
(Cet.I;Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005) h.79
13
Ahmadi Miru, Hukum Merek:cara mudah mempelajari undang-undang merek, h.79-80
18
a.
Merek tidak digunakan dalam 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang
dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila
ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jendral yaitu: (a) larangan
impor; (b) larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang
menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang
berwenang yang bersifat sementara; atau (c) larangan serupa lainnya yag
ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
b.
Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan
jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian
merek yang tidak sesuai dengan merek yang terdaftar.
Permohonan Penghapusan pendafataran merek oleh pemilik merek atau
kuasanya, baik sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada
Direktorat Jendral dan penghapusan pendaftaran merek tersebut dicatat dalam daftar
umum merek dan diumumkan dalam berita resmi merek.
Dalam hal merek yang dimohonkan penghapusan pendaftarannya masih
terikat perjanjian lisensi, penghapusan hanya dapat dilakukan apabila hal tersebut
disetujui secara tertulis oleh penerima lisensi, penerima lisensi dengan tegas
menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.
Ketentuan itu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada penerima
lisensi agar tidak dirugikan oleh adanya penghapusan atas permintaan pemilik merek
atau kuasanya karena untuk memperoleh merek tersebut tentu penerima lisensi telah
mengeluarkan biaya. Disamping biaya untuk pembayaran royalty kepada pemilik
merek, juga biaya lain yang digunakan dalam mempersiapkan/memproduksi barang
dan/atau jasa yang menggunakan merek tersebut.
19
b. Pembatalan
Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan kepada Pengadilan
Niaga oleh pihak yang berkepentingan antara lain jaksa, yayasan/lembaga di bidang
konsumen, dan majelis/lembaga keagamaan berdasarkan alasan bahwa pendaftaran
merek tersebut seharusnya ditolak atau tidak dapat didaftarkan berdasarkan Undangundang. Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat pula mengajukan gugatan
pembatalan terhadap merek yang terdaftar tapi setelah mengajukan permohonan
pendaftaran kepada Direktorat Jendral.
Keharusan mengajukan permohonan pendaftaran merek kepada Direktorat
Jendral sebelum mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga karena pendaftaran Merek
di Indonesia menganut sistem konstitutif sehingga apabila pihak tergugat dikalahkan,
permohonan pendaftaran merek tersebut harus didaftarkan. Oleh karena itu, jika tidak
didaftarkan, pemilik merek tersebut tidak dilindungi. Walaupun kompetensi relative
dari Pengadilan Niaga telah ditentukan, dalam hal penggugat atau tergugat bertempat
tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia, gugatan diajukan kepada
Pengadilan Niaga di Jakarta.
Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka
waktu lima tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Namun masih terdapat
pengecualian atas pembatasan waktu tersebut karena gugatan pembatalan dapat
diajukan tanpa batas waktu apabila merek yang bersangkutan bertentangan dengan
moralitas Agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
20
6. Pelanggaran Hak Atas Merek
Merek merupakan hal yang penting dalam dunia industri dan perdagangan.
Penggunaan merek dagang dalam pengertian seperti kita kenal dewasa ini mulai
berkembang tidak lama setelah dimulainya revolusi industri pada pertengahan abad
XVIII, yang digunakan untuk memberi tanda produk yang dihasilkan dengan maksud
menunjukkan asal-usul barang (indication of origin).
Perkembangan sistem perdagangan modern menuntut untuk penyesuaian
dalam perlindungan hukum terhadap merek atas produk yang diperdagangkan.
Melihat kenyataan tersebut, maka berbicara mengenai merek harus dimulai dengan
menganalisis rasionalisasi ekonomi dan justifikasi hukum. Dengan kata lain,
mengkaji filosofisnya tentang merek perlu dikedepankan daripada hanya terbatas dari
sisi administratifnya, seperti pendaftaran merek, pembatalan merek dan sebagainya.
Sungguhpun berbagai peraturan merek telah diterbitkan, pelanggaran merek masih
sangat banyak. Kasus peniruan, pembajakan ataupun pendomplengan reputasi
(passing of), dan hak milik intelelektual lainnya.
Dalam perkembanganya, fungsi merek mengarah sebagai sarana promosi
(means
of
trade
promotion)
bagi
produsen
atau
para
pengusaha
yang
memperdagangkan barang dan jasa. Dalam jurnal The Impact Of Brand Image and
Consumer Behavior disebutkan:
For marketers, whatever their companies’ marketing strategies are, the main
purpose of their marketing activities is to influence consumers’ perception and
attitude toward a brand, establish the brand image in consumers’ mind, and
stimulate consumers’ actual purchasing behavior of the brand, therefore
increasing sales, maximizing the market share and developing brand equity.
21
Tujuan utama dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh pemilik merek
adalah untuk mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu merek tertentu.
Sehingga hal terpenting yang harus dilakukan pemilik merek adalah membangun dan
mempertahankan citra merek mereka.
Pengusaha yang beriktikad tidak baik tersebut dalam hal persaingan
tidak jujur semacam ini berwujud penggunaan upaya- upaya atau ikhtiar-ikhtiar
mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal (well know trade mark) yang
sudah ada sehingga merek atas barang atau jasa yang diproduksinya secara
pokoknya sama dengan merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal
(untuk barang-barang atau jasa sejenis).
dengan maksud menimbulkan kesan kepada khalayak ramai, seakan-akan
barang atau jasa yang diproduksinya itu sama dengan produksi barang atau jasa
yang sudah terkenal itu. Dalam hal ini dapat diberikan contoh, bahwa dalam
masyarakatsudah dikenal dengan baik sabun mandi dengan merek "Lux"
kemudian ada pengusaha yang memproduksi sabun mandi merek "Lax". Tentunya
pengusaha ini berharap bahwa dengan adanya kemiripan tersebut ia dapat
memperoleh keuntungan yang
besar tanpa mengeluarkan biaya besar untuk
promosi.
suatu bentuk, proses atau cara perbuatan pemalsuan tujuanya adalah untuk
mendapatkan keuntungan, dimana kejahatan di bidang merek merupakansalah
satu dari aktifitas persaingan usaha tidak sehat.
22
Usaha pelanggaran merek dengan berbagai modus Orang tetap saja
terjadi,terbukti dalam masyarakat masih banyak menggunakan produk-produk
palsu yangmenimbulkan kerugian bagi pemilik hak merek sebagai pemberi
lisensi maupunpenerima lisensi. Oleh karena itu untuk mencegah hal tersebut serta
melindungi hak-hakyang dimiliki pemilik merek maupun penerima lisensi, dapat
dilakukan upaya hukummelalui badan peradilan (litigasi) yaitu untuk mengajukan
gugatan perdata dan pidana.Pemakaian
merek
dapat
digugat
berdasarkan
perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Sebagai pihak penggugat harus membuktikanbahwa ia karena perbuatan melanggar
hukum tergugat, menderita kerugian
7. Sanksi Terhadap Pelanggaran Hak Atas Merek
Sehubungan dengan Penegakan Hukum atas Pelanggran merek pada
pokoknya maka perlu terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai apa itu yang di
mangsud dengan Penegakan hukum. Penegakan adalah proses dilakukannya upaya
untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai
pedoman perilaku hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang
secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis. Adapun penegakan hukum
yang ada pada Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek meliputi,
Penegakan Hukum Administratif, Hukum Pidana serta Hukum perdata.
23
a) Penegakan sanksi Pidana
Dalam ketentuan pidana dibidang merek diatur dalam Bab XIV Pasal 90
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barangdan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” . Yang dimaksud dengan kata
“tanpa hak”dalam Pasal 90 tersebut adalah merek yang digunakan “tidak
terdaftar” dan sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang
untuk barang dan/atau jasa sejenis”
Yang dimaksud dengan kata “tanpa hak”dalam Pasal 90 tersebut adalah
merek
yang digunakan “tidak terdaftar” dan sama pada keseluruhannya dengan
merek terdaftar milik orang untuk barang dan/atau jasa sejenis.
Ini sesuai dengan sistem yang dianut dalam UU Nomor 15 Tahun 2001
tentang merek. Yaitu sistem first to file, yang menentukan bahwa hak atas merek
diberikan kepada pemilik merek terdaftar bukan kepada merek tidak terdaftar.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan barang atau jasa sejenis dalam Pasal 90
dijelaskan bahwa kelompok barang dan / atau jasa yang mempunyai persamaan
dalam sifat, carapembuatan, dan tujuan penggunaannya.
Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yaitu bahwa:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
denga pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”
24
apabila di rinci unsur-unsurnya
maka dengan
sengaja dan tanpa
hak
mengunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik
pihak lain untuk barang dan jasa sejenis.
pada Pasal 92 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yaitu
bahwa:
1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk
barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah).
2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama
pada pokoknya dengan indikasigeografis milik pihak lain untuk barang yang
sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4(empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
3) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan
hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa
barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan
dilindungi berdasarkan
indikasi Geografis, di berlakukan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat ( 2 ).
Selanjutnya Pasal 93 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek
yaitu bahwa:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat
memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa
tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Hukum Acara Pidana sebagai Hukum Formil dengan Ketentuan Khusus ( Lex
Specialis ) Tentang Penyidikan pada Undang-undang No 15 tahun 2001 tentang
Merek. Sistem Peradilan Pidana yang di gariskan KUHAP adalah sistem Terpadu
Aktivitas, pelaksanaan criminal justice system merupakan fungsi gabungan
25
(collection of function) dari:legislator, polisi, jaksa, pengadilan, dan penjara serta
badan yang berkaitan baik di lingkungan pemerintahan maupun di luarnya.
Penyelesaian perkara merek juga mendasarkan pada sistem terpadu seperti yang
digariskan KUHAP.
b) Penegakan Sanksi perdata
Pasal 76 ayat 1 huruf a menyatakan bahwa Pemilik merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau
jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi.
Pasal 76 ayat 1 huruf b menyatakan bahwa pemilik merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan pada pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau
jasa yang sejenis berupa penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan merek tersebut. Seluruh gugatan ditunjukan kepada Pengadilan Niaga.
Hak Merek merupakan suatu hak kebendaan, oleh karena haknya bersifat
kebendaan maka hak tersebut dapat dipertahankan oleh siapa saja. Di dalam Pasal 76
tersebut disebutkan ada dua macam bentuk dari tuntutan gugatan yakni berupa
permintaan ganti rugi dan penghentian dari pemakaian suatu merek. Ganti rugi
tersebut harus dapat dinilai dengan uang, dan ganti rugi immaterial yakni berupa ganti
rugi yang disebabkan oleh pemakaian merek dengan tanpa hak sehingga yang berhak
menderita kerugian secara moril.
26
c) Penegakan sanksi administrasi
Tindakan Administratif merupakan kewenangan yang di limpahkan pada Kantor
merek yang dapat di kenakan pada setiap orang/badan Hukum yang melakukan
pelanggaran terhadap hak merak,
sesuai
dengan
kewenanganya
Tindakan
administratif yang dapat di lakukan oleh kantor Merek antara Lain:
1) Melakukan penolakan atas permintaan pendaftaran Merek. Pada tahap proses
permintaan
pendaftaran
merek,
Peranan
Kantor
Merek
sangat
menentukan dalam memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek
yang sudah terdaftar. Dengan kewenangan yang di milikinya, kantor
Merek berhak menolak permintaan pendaftaran.
2) Pengahapusan Pendaftaran Merek dari DUM ( Daftar Umum Merek). Dalam
ketentuan pasal 61 ayat 1 undang - undang memberikan wewenang
kepada kantor Merek secara " Ex officio" atau atas prakasa sendiri untuk
mengambil tindakan administrasi,
pendaftaran
merek
dari
DUM
yakni
(
melakukan
penghapusan
Daftar Umum Merek). tindakan
penghapusan pendaftaran merek dapat dilakukan Kantor merek apabila
diperoleh bukti yang cukup atas dasar alasan Bahwa merek yang digunakan
tidak sesuai dengan yang didaftarkan.
8. Hak Merek dalam Islam
Kehidupan umat manusia terus mengalami pergeseran dan perubahan.
Demikian juga dengan pola pikir dan persepsi mereka tentang suatu urusan, dari hari
ke hari, terjadi perubahan dan perkembangan. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada
satu aspek kehidupan saja, akan tetapi terjadi pada seluruh aspek kehidupan mereka,
termasuk dalam urusan harta benda dan perniagaan.
27
Betapa banyak barang yang pada zaman dahulu, dianggap memiliki nilai
ekonomis tinggi, akan tetapi sekarang, nilai barang tersebut telah sirna.
Masyarakatpun telah memandangnya dengan sebelah mata bahkan mungkin saja
tidak lagi memiliki nilai ekonomis sedikitpun. Sebaliknyapun demikian, betapa
banyak barang yang dahulu tidak bernilai ekonomis sedikitpun, akan tetapi sekarang
barang tersebut bernilai jual tinggi.
Diantara hal yang dahulu tidak bernilai ekonomis, akan tetapi pada zaman kita
bernilai ekonomis besar ialah kekayaan intelektual. Masyarakat telah memperluas
sudut pandang mereka tentang arti harta kekayaan. Bila pada zaman dahulu kekayaan
hanya terbatas pada materi, maka di zaman sekarang kekayaan telah mencakup
berbagai hal lain.
Dizaman sekarang, kekayaan telah mencakup hal-hal non materi, diantaranya
kekayaan intelektual.Perubahan persepsi masyarakat semacam ini dalam syari’at
Islam dapat diterima, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam menentukan
hukum. Kesimpulan ini berdasarkan beberapa alasan berikut:
1. Syari’at Islam datang bukan untuk mengekang urusan hidup umat manusia. Akan
tetapi Islam datang untuk memfilter aktifitas dan tradisi mereka; yang
menguntungkan dipertahankan dan disempurnakan, sedang yang merugikan
dijauhkan. Karena itu, setiap perintah agama pasti manfaatnya lebih besar dari
kerugiannya dan sebaliknya, setiap larangan agama, pasti kerugiannya melebihi
manfaatnya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 1/138)
28
Bila demikian adanya, maka pengakuan dan penghargaan masyarakat
internasional terhadap kekayaan intelektual seseorang, tidak bertentangan dengan
Syari’at. Karena pengakuan ini, mendatangkan banyak kemaslahatan bagi umat
manusia. (Qararat Al Majma’ Al Fiqhi Al Islami hal: 192.
2.
Harta kekayaan atau yang dalam bahasa arab disebut dengan al maal –
sebagaimana ditegaskan oleh Imam As Syafii- adalah: “Setiap hal yang
memiliki nilai ekonomis sehingga dapat diperjual-belikan, dan bila dirusak oleh
orang lain, maka ia wajib membayar nilainya, walaupun nominasi nilainya
kecil.” (Al Umm 5/160)
Atau: “Segala sesuatu yang bermanfaat atau dapat dimanfaatkan, baik berupa
benda atau kegunaan benda”, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Az
Zarkasyi. (Al Mantsur fil Qawaid oleh Muhammad bin Bahadar Az Zarkasyi
As Syafi’i 3/222)
Dengan demikian, sebutan harta kekayaan menurut para ulama’ mencakup
kekayaan intelektual, karena kekayaan intelektual mendatangkan banyak manfaat,
dan memiliki nilai ekonomis.
Dalil Bagi Pengakuan Terhadap Kekayaan Intelektual
Setelah anda mengetahui bahwa pemahaman tentang harta kekayaan menurut
para ulama’ mencakup kekayaan intelektual, maka berikut beberapa dalil yang
menguatkan pemahaman tersebut.
ِ ‫ﻳﺎ أَﻳـﱡﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا ﻻ ﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮا أَﻣﻮاﻟَ ُﻜﻢ ﺑـﻴـﻨَ ُﻜﻢ ﺑِﺎﻟْﺒ‬
ٍ ‫ﺎﻃ ِﻞ إِﻻﱠ أَ ْن ﺗَ ُﻜﻮ َن ِﲡَ َﺎرةً َﻋ ْﻦ ﺗَـَﺮ‬
‫اض ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ‬
َ َ
َ ْ َْ ْ َ ْ
َ َ
29
Terjemahan:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (Qs. An Nisa’: 29)
Ayat ini dengan tegas mensyaratkan agar anda tidak menggunakan harta
kekayaan orang lain, kecuali melalui perniagaan yang di dasari atas asas suka-sama
suka. Dan anda telah mengetahui bahwa kekayaan intelektual, adalah salah satu
bentuk harta kekayaan seseorang. Sudah barang tentu pemilik kekayaan intelektual
tidak rela bila anda menggandakan hasil karyanya dengan tanpa seizin darinya.
Sebagaimana tidak diragukan bahwa sebelum
menghasilkan suatu merek
seseorang telah mengorbankan banyak hal, waktu, tenaga, pikiran, pekerjaan dan
tidak jarang urusan keluarganya. Semua itu ia korbankan demi menghasilkan suatu
karya yang berguna.
Bila demikian, maka sudah sepantasnya anda memberikan
penghargaan yang setimpal atas pengorbanannya tersebut.
Imbalan yang dipungut oleh seorang pencipta merek sama halnya dengan
upah atau gaji yang didapatkan oleh seorang guru. Keduanya sama-sama telah
mengorbankan waktu, tenaga, pikiran dan banyak hal demi mewujudkan sesuatu yang
berguna bagi orang lain.
Seperti yang tertera dalam hadits Nabi Muhammad SAW berikut:
‫ اﳌ ْﺴﻠِ ُﻤ ْﻮ َن َﻋﻠَﻰ ُﺷُﺮو ِﻃ ِﻬ ْﻢ‬:‫ﻮل اﻟﻠﱠ ِﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ‬
ُ ‫َﻋ ْﻦ أَِﰉ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗَ َﺎل ﻗَ َﺎل َر ُﺳ‬
ُ
Artinya:
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Umat Islam berkewajiban untuk senantiasa memenuhi
persyaratan mereka.” (Riwayat Abu Dawud, Al Hakim, Al Baihaqy dan oleh
Al Albany dinyatakan sebagai hadits shahih)
30
Tatkala kita membeli suatu karya hasil pemikiran seseorang , atau yang
serupa, berarti anda telah menyetujui persyaratan yang dibuat oleh pencipta atau
pemilik merek atau karya tersebut. Dan berdasarkan keumuman hadits ini, maka anda
berkewajiban untuk memenuhi persyaratannya.
Fatwa Ulama
Majelis MAjma' Fiqih Islami International dalam muktamar rutin kelimanya
di Kuwait dari 1 s/d 6 Jumadil Ula 1409 H/ 10-15 Desember 1988 M, setelah
mengkaji beberapa makalah dari para ulama dan para ahli tentang hak-hak
maknawiyah, serta setelah mendengar diskusi yang terkait dengan hal itu,
menetapkan sebagai berikut:
1.
nama usaha, merek dagang, logo dagang, karangan, dan penemuan, adalah
termasuk hak-hak khusus bagi pemiliknya. Dan di masa sekarang ini telah
bernilai sebagai harta kekayaan yang muktabar untuk menjadi pemasukan. Dan
hak ini diakui oleh syariah, sehingga tidak dibenarkan untuk melanggarnya
2.
dibenarkan untuk memperjual-belikan nama usaha, merek dagang, atau logo
dagang itu, atau mempertukarkannya dengan imbalan harta, selama tidak ada
gharar, penipuan dan kecurangan. Karena dianggap semua itu adalah hak harta
benda.
3.
hak atas tulisan, penemuan dan hasil penelitian terlindungi secara syariah, para
pemiliknya punya hak untuk memperjual-belikannya, dan tidak dibenarkan
untuk merampasnya.
31
Masyarakat juga sudah seharusnya tidak boleh melakukan transaksi dengan
para pemalsu merek dengan membeli produk-produk dari mereka. Karena setiap
muslim diperintahkan untuk mengingkari semua kemungkaran dan berusaha
merubahnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Pembelian terhadap
produk dengan merek palsu adalah tindakan yang bertentangan dengan perintah ini,
karena hal itu berarti membantu mereka dalam kezaliman dan perbuatan yang tidak
dibenarkan.
B. Tinjauan Tentang Harta Perusahaan.
1. Pengertian perusahaan
Pada awalnya istilah perusahaan di dalam KUHD (Stb. 1847-23) tidak ada dan
yang dikenal waktu itu adalah perdagangan sebagaimana diatur dalam pasal 2 sampai
dengan pasal 5. Dalam perkembangannya, terjadi perubahan KUHD pada tanggal 17
Juli 1938 dengan Stb. 1938-276 istilah pedagang diganti dengan perusahaan. Namun
mengenai pengertian perusahaan ternyata didalam KUHD sendiri tidak memberikan
pengertiannya.
Sehubungan dengan hal itu Purwosutjipto (1978:13) mengatakan, bahwa
ketiadaan penafsiran secara resmi dalam KUHD memang disengaja oleh pembentuk
Undang-undang, agar pengertian perusahaan dapat berkembang baik sesuai dengan
gerak langkah dalam lalu lintas perusahaan sendiri. Oleh karena tidak ada
pengertiannya, maka selanjutnya diserahkan kepada ilmu pengetahuan dan
yurisprudensi.14
14
Gatot Supramo, kedudukan perusahaan sebagai subjek dalam gugatan perdata (Cet. I;
Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 2
32
Menurut Molengraaft yang memandang pengertian perusahaan dari sudut
ekonomi, bahwa perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus bertindak keluar
untuk memperoleh penghasilan dengan memperniagakan atau menyerahkan barangbarang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perniagaan.15
Sehingga dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang harus ada yakni: terusmenerus tidak terpurus-putus, secara terang-terangan, berhubungan denga pihakpihak ketiga, dalam kualitas tertentu, menyerahkan barang-barang, mengadakan
perjanjian-perjanjian, dan berniat memperoleh laba.
Dengan melihat unsur-unsur tersebut, maka suatu perusahaan itu menjalankan
kegiatannya harus berlangsung dalam waktu yang relative lama. Kemudian sifatnya
terbuka, dalam arti dapat melakukan hubungan denga siapa saja, sehingga
dimaksudkan agar kegiatannya dapat berlangsung terus-menerus. Selanjutnya tentang
kualitas tertentu, bahwa bidang kegiatannya harus spesifik atau ada kekhususan
misalnya kegiatan yang bergerak di bidang jasa angkutan bus, di bidang perdagangan
gula, dibidang pembuatan genteng, dan sebagainya. Tujuan menjalankan sebuah
usaha tidak lain adalah berniat mencari keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pada
dasarnya akan kembali sebagai modal dalam rangka melaksanakan aktifitasnya yang
tidak boleh terputus-putus. Kemungkinan akan mengalami kerugian bukanlah
merupakan termasuk unsur pengertian perusahaan, karena bukan suatu hal yang
sebenarnya diharapkan.
2. Bentuk-bentuk perusahaan
Ada sejumlah perusahaan yang bentuknya dapat dilihat dari beberapa segi,
antara lain segi jenis, kepemilikan modal, dan usahanya. Dilihat dari segi jenisnya,
15
Gatot Supramo, kedudukan perusahaan sebagai subjek dalam gugatan perdata, h. 2-3.
33
bentuk perusahaan ada beberapa macam yaitu: perusahaan perorangan, persekutuan
perdata, persekutuan firma, persekutuan komanditer, perseroan terbatas, badan usaha
milik Negara, dan koperasi.
a. Perusahaan perorangan
Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang berbentu perorangan tidak
diatur secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan, namun bentuk
perusahaan yang demikian dalam kenyataannya banyak terdapat di masyarakat.
Perusahaan jenis ini didirikan oleh satu orang dengan modal pribadi dan
manajemennya sangat sederhana. Sebagai perusahaan perorangan, bukan berarti
usahanya selalu dikerjakan sendiri, akan tetapi pemiliknya dapat mempekerjakan
sejumlah orang untuk membantu dalam memperlancar usahanya.
b. Persekutuan Perdata
Istilah persekutuan perdata asalnya adalah terjemahan dari burgerlijke
maatschap. Istilah tersebut digunakan oleh Subekti dan Tjitrosudibio (2003:436),
Namun Soekardono (1964:35) memakai istilah “perserikatan perdata”.16 Persekutuan
perdata menuryt pasal 1618 KUHPerdata adalah:
Perjanjian antara dua orang atau lebih mengikatkan diri untu memasukkan
sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang
diperoleh karenanya.
Jadi mendirikan suatu persekutuan perdata tergolong sangat sederhana
persyaratannya, hanya dengan perjanjian lisan saja perusahaan dengan bentuk
persekutuan ini sudah terjadi. Akibatnya perjanjian itu mengikat para sekutu dan
mulai berlaku sejak saat perjanjian. Pejanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad
baik.
c. Persekutuan Firma
16
Gatot Supramo, kedudukan perusahaan sebagai subjek dalam gugatan perdata, h. 13
34
Dalam pasal 16 KUHD disebutkan bahwa:
“Persekutuan Firma adalah tiap-tiap perikatan yang didirikan unttuk
menjalankan sesuatu perusahaan di bawah nama bersama”.
Dari ketentuan ini dapat diketahui bahwa ada tiga unsur di dalamnya yaitu:
unsur pertama, pendirian persekutuan firma dengan suatu perjanjian, dengan
demikian harus ada kesepakatan dari dari para sekutunya. Unsur kedua, tujuannya
untuk menjalankan perusahaan yang berarti mencari keuntungan. Unsur ketiga,
persekutuan firma dengan menggunakan nama bersama.
Dengan ketiga unsur tersebut, tampak bahwa dalam pengertian dlam pasal 16
KUHD lebih menitikberatkan tentang masalah pendirian persekutuan dan tujuannya
mencari keuntungan.
d. Persekutuan Komanditer
Pengertian persekutuan komanditer dapat dilihat dalam pasal 19 ayat (1)
KUHD yang berbunyi:
Persekutuan secara melepas uang yang juga dinamakan persekutuan
komanditer, didirikan antara satu orang atau beberapa orang sekutu yang secra
tanggung-menanggung untuk seluruhya pada pihak yang satu, dan satu orang
atau lebih sebagai pelepas uang pada pihak yang lain.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa nama lain dari persekutuan
komanditer adalah persekutuan melepas uang. Disebut persekutuan melepas uang
karena didalam persekutuan itu terdapat sekutu yang melepas uang sebagai salah satu
unsurnya. Di samping sekutu pelepas uang, terdapat juga sekutu lain dengan
tanggung jawabnya tanggung menanggung, sebagaimana halnya sekutu pada
persekutuan firma.
e. Perseroan Terbatas
35
Hukum perseroan terbatas diatur dalam KUHD yaitu pasal 36 sampai dengan
pasal 56 KUHD. Dalam perkembangannya Negara kita membentuk ketentuan baru
tentang PT yaitu UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
Dalam UUPT pengertiannya sebagaiman yang ditetapkan dalam pasal 1 angka
1 yakni:
Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya.
Karakteristik PT menurut Undang-Undang:
1. Merupakan badan hukum
2. Terbentuk dari kumpulan/persekutuan modal yang terbagi dalam saham
3. Didirikan berdasarkan perjanjia, yang tentunya perjanjian tersebut harus
mengacu pada syarat sahnya perjanjian yaitu ketentuan pasal 1320
KUHPerdata.
Untuk mendirikan PT maka para calon pendiri harus memenuhi syarat formil
menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas
yaitu:
1. Pendiri minimal dua orang atau lebih (pasal 7 ayat 1)
2. Akta Notaris yang berbahasa Indonesia
3. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka
peleburan (pasal 7 ayat 2 dan ayat 3)
4. Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan
dalam BNRI (pasal 7 ayat 4)
36
5. Modal dasar minimal Rp.50.000.000 dan modal disetor minimal 25% dari
modal dasar (pasal 33 dan pasal 34)
6. Minimal satu orang direktur dan satu orang komisaris (pasal 92 ayat 3 dan
pasal 108 ayat 3)
Akta pendirian harus dibuat oleh setidak-tidaknya dua orang, dalam format
akta Notaris, dan dalam bahasa Indonesia. Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri
dapat diwakili oleh orang lain dengan berdasarkan surat kuasa.
Pengertian PT dalam KUHD lebih menekankan pentingnya nama dalam
perseroan, hal ini disebabkan pada ketentuan-ketentuan sebelumnya tentang
persekutuan firma dan persekutuan komanditer nama sekutu atau nama pengurus
dapat digunakan untuk nama persektuan. KUHD berkeinginan menegaskan namanama tersebut tidak digunakan untuk PT lagi, tetapi tujuan perusahaannya.
Berbeda dengan UUPT pengertian PT lebih ditegaskan mengenai status
perusahaannya, dan masalah permodalannya yang berupa saham. Sedangkan nama
PT diatur dalam pasal tersendiri.
3. Pengertian Harta Perusahaan
Harta merupakan kekayaan yang dimilki dalam berbagai bentuk baik yang
berwujud materi maupun manfaat. Sehingga dapat didevinisikan harta perusahaan
merupakan harta yang dimiliki oleh perusahaan baik berupa harta berwujud maupun
tidak berwujud serta memiliki nilai uang dan mendatangkan manfaat pada masa yang
akan datang.
37
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kekayaan perusahaan harus
dipisahkan dengan harta kekayaan pribadi. Pendapat ini tidak dibenarkan oleh Polak
dan Molengraaff, sebab:17
a. Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa seluruh harta kekayaan debitur yang
tetap maupun tidak tetap, baik yang telah ada maupun aan diperolehnya
merupakan jaminan bagi seluruh perikatan-perikatan pribadinya.
b. Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta kekayaan merupakan jaminan
bagi semua kreditornya bersama-sama.
c. Pasal 6 KUHD mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan membuat
pembukuan, yaitu pencatatan mengenai harta kekayaan pribainya maupun harta
kekayaan perusahaannya, sedemikian rupa sehingga setiap saat dapat diketahui
hak dan kewajiban pengusaha tersebut.
d. Pasal 19 peraturan kepailitan Staatsblad tahun 1905 No.217 menetapkan bahwa
kepailitan tidak hanya mengenai seluruh harta kekayaan debitur pada saat
dinyatakan pailit, tetapi mengenai juga harta kekayaan yang didapat selama
kepailitan berjalan.
e. Pasal 18 KUHD menetapkan bahwa tiap-tiap sekutu dari persekutuan firma
bertanggung jawab secara pribadi untuk seluruh perikatan dari persekutuan firma
itu.
Menurut Polak dan Molengraaff kekayaan perusahaan tidak terlepas dari
kekayaan pribadi pengusaha. Pendapat Polak dan Molengraff berdasarkan pasalpasal di atas yakni seluruh harta kekayaan baik harta bergerak dan harta tetap dari
seorang debitur, merupakan tanggungan bagi perikatan-perikatan pribadi. Selain itu
17
Farida Hasyim , Hukum Dagang (Cet.IV; Jakarta:Sinar Grafika, 2013), h. 112
38
tentang keharusan pembukuan yang dibebankan kepada setiap pengusaha yakni
keharusan mengadakan catatan mengenai keadaan kekayaan pengusaha baik
kekayaan perusahaannya maupun kekayaan pribadinya.
4. Penggolongan harta perusahaan
Kekayaan perusahaan merupakan sumber daya bagi perusahaan untuk
melakukan usaha. Harta perusahaan dapat diklasifikasikan kedalam:
a. Harta lancar, adalah harta yang berupa uang kas/bank dan harta yang sangat
mudah dijadikan uang, atau umur pemakaiannya kurang dari satu tahun. Yang
termasuk harta lancar adalah sebagai berikut:
a) Kas
b) Efek (Surat berharga) berupa saham dan obligasi.
c) Piutang atau tagihan kepada pihak lain tanpa disertai perjanjian tertulis
dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.
d) perjanjian tertulis dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.
e) Pelengkapan barang yang digunakan perusahaan yg habis terpakai dlm
jangka waktu kurang dari satu tahun.
f) Beban dibayar dimuka
g) Pendapatan yg akan diterima
h) Persediaan barang dagangan yang belum terjual
b. Investasi jangka panjang berupa :
a) Investasi dalam bentuk saham
b) Investasi dalam bentuk obligasi
c) Investasi dalam bentuk dana-dana
39
c. Harta Tetap yaitu harta yg digunakan perusahaan yg mempunyai umur ekonomi
lebih dari satu tahun.
d. Harta tidak berwujud atau harta yang mendapat hak-hak istimewa dari
pemerintah. Misalnya hak cipta, hak merek dan hak paten.
e. Harta Lain-Lain atau harta yang tidak dapat dimasukkan ke harta-harta lain.
Misalnya mesin yang tidak terpakai, tanah yang tidak jadi tempat usaha.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
1. Jenis Penelitia
Jenis penelitian yang digunakan penulisan adalah penelitian lapangan (field
research). Penelitian ini memberikan gambaran situasi dan kejadian secara
sistematis, utuh dan aktual, mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat yang saling
mempengaruhi serta menjelaskan hubungan dari permasalahan yang sedang diteliti.
2. Lokasi penelitian
Lokasi yang dipilih penulis yaitu di Kota Makassar yakni di Pengadilan
Negeri. Alasan penulis memilih lokasi penelitian di Makassar karena kasus
pemalsuan merek sangat sering terjadi dan distribusi produk hasil pemalsuan merek
tersebut kemudian disalurkan ke berbagai tempat di wilayah Sulawesi selatan.
B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Yuridis yaitu suatu cara/metode yang digunakan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku, yang memiliki korelasi dengan masalah yang
diteliti.
C. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua kategori
primer dan sekunder:
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama
berdasarkan penelitian lapangan dengan cara wawancara yaitu proses Tanya
40
41
jawab antar dua orang atau lebih, bertatap muka dengan mendengarkan
secara langsung informasi atau keterangan.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku,
majalah, jurnal, karyailmiah, internet, dan berbagai sumber lainnya.
D. Metode Pengumpulan data
Penelitian ini adalah field research, maka data penelitian ini diperoleh dengan
bergai cara yaitu:
1. Wawancara yaitu Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung.
2. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala
yang diteliti.
3. Dokumentasi yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumendokumen.
E. Instrumen penelitian
Instrument penelitian suatu alat yang mengukur fenomena sosial yang
diamati. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertama,
pedoman wawancara yaitu alat yang digunakan dalam wawancara yang dijadikan
dasar untuk memperoleh informasi dari informan yang berupa daftar pertanyaan
terstruktu. Kedua, yaitu alat tulis dan buku catatan, berfungsi untuk mencatat semua
percakapan dengan sumber data.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data penelitian diolah dan dianalisis secara kualitatif yaitu menganalisa data
berdasarkan kualitasnya lalu dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata sehingga
42
diperoleh paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti,
kemudian ditarik kesimpulan.
G. Pengujian Keabsahan Data
Dalam menguji data dan materi yang disajikan digunakan materi sebagai
berikut:
a. Deskriptif yang pada umumnya digunakan dalam menguraikan, mengutip, atau
memperjelas bunyi peraturan perundang-undangan dan uraian umum.
b. Koperatif yaitu pada umumnya digunakan dalam bentuk membandingkan
perbedaan pendapat terutama terhadap materi yang mungkin dapat menimbulkan
ketidak sepahaman serta dapat menimbulkan kerancuan.
c. Deduktif yaitu pada umumnya berpedoman pada peraturan perundangundangan.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Makassar
Pengadilan Negeri Kota Makassar terletak di jalan Kartini No. 18 Kota
Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Letak Pengadilan Negeri sangat strategis,
tepatnya berada di tengah kota, sehingga memudahkan akses bagi masyarakat Kota
Makassar untuk menjangkau Pengadilan tersebut.
Pengadilan Negeri Makassar sebagai Pengadilan Tingkat Pertama yang
memeriksa perkara pidana dan perdata. Tugas pokoknya yakni menerima,
memeriksa, dan mengadili pelimpahan berkas penuntutan perkara dari Kejaksaan
Negeri Makassar yang berkaitan dengan kejahatan dan pelanggaran hukum di
wilayah hukumnya. Dalam bidang keperdataan, Pengadilan Negeri Makassar sangat
berperan memeriksa dan meyelesaikan sengketa hak antara penggugat dan tergugat.
Visi dan Misi Pengadilan Negeri Makassar
VISI:
“Mewujudkan Badan Peradilan yang Agung”
MISI:
a. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang-undang dan peraturan, serta
memenuhi rasa keadilan masyarakat.
43
44
b. Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur tangan
pihak lain.
c. Memperbaiki akses pelayanan di bidang peradilan kepada masyarakat.
d. Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan.
e. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, bermartabat dan di hormati.
f. Melaksanakan kekuatan kehakiman yang mandiri, tidak memihak dan transparan.
B. HASIL PENELITIAN
1. Proses Pendaftaran Hak Atas Merek Di Kota Makassar
Masalah merek sangat erat kaitannya dengan persaingan tidak jujur (unfair
competition ). Secara umum kompetisi atau persaingan dalam perdagangan adalah
baik, sebab dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas suatu produk,
memperlancar produksi, yang pada akhirnya akan menguntungkan baik pihak
produsen maupun konsumen. Akan tetapi apabila persaingan kemudian sampai pada
suatu keadaan dimana pengusaha yang merasa produk miliknya tersaingi dan
berusaha menjatuhkan pesaingnya dengan cara-cara yang tidak mengindahkan
kerugian yang diderita oleh pihak lain, maka hal ini merupakan awal terjadinya
pelanggaran hukum. Persaingan yang dilakukan dengan cara yang tidak
mengindahkan aturan hukum, norma sopan santun, norma sosial lain dalam lalu lintas
perdagangan akan menjurus pada persaingan curang.
Menurut Molengraaf, persaingan tidak jujur adalah peristiwa di dalam mana
seseorang untuk menarik para langganan orang lain kepada perusahaan dirinya
sendiri atau demi perluasan penjualan omzet perusahaannya, menggunakan cara-cara
yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran di dalam perdagangan.
45
Untuk Pelanggaran terhadap merek sendiri motivasinya adalah untuk
mendapatkan keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau melakukan
tindakan meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah terkenal dimasyarakat
tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang telah dilindungi sebelumnya. Tentu saja
hal-hal demikian itu akan sangat mengacaukan roda perekonomian dalam skala
nasional dan skala lokal. Praktek perdagangan tidak jujur terkait merek meliputi caracara berikut ini :
1) Praktek peniruan merek dagang
2) Praktek pemalsuan merek dagang
Untuk menghindari masalah tersebut tidaklah terlalu sulit. Para pemilik merek
cukup melakukan pendaftaran pada Dirjen HKI. Perlindungan terhadap hak merek
tercipta karena pendaftaran dan bukan karena pemakaian pertama. Dalam hal ini
sangat jelas bahwa Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menggunakan sistem
konstitutif. Pendaftaran Merek mutlak untuk perlindungan hak atas merek. Tanpa
pedaftaran tidak ada hak atas merek, juga tidak ada perlindungan untuk merek
tersebut. Akan tetapi sekali didaftarkan dan mendapatkan sertifikat merek, maka
merek tersebut akan dilindungi dan orang lain tidak dapat menggunakan merek yang
sama. Itulah mengapa disebut sebagai hak eksklusif.1
Oleh karena itu sistem deklaratif tidak dapat lagi dipertahankan sebab tidak
sesuai lagi dengan situasi dan kondisi kita saat ini. Sistem deklaratif yang dianut
dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961, ternyata kurang menjamin adanya
kepastian hukum atas merek, hal lain dapat dilihat dari ketentuan pasal 2 Undang1
Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, wawancara di
Pengadilan Negeri Makassar, 11 April 2017.
46
undang Nomor 21 Tahun 1961 yang menyatakan bahwa yang berhak atas suatu
merek adalah orang yang pertama kali menggunakan merek tersebut.
Adapun tahapan-tahapan pendaftaran merek adalah sebagai berikut:
1) Penelusuran merek
2) Pengajuan permohonan
3) Pendaftaran
4) Pemeriksaan formalitas dan pemeriksaan substantif
5) Pengajuan gugatan
6) Pemeriksaan kembali
Sebelum pendaftaran sebuah merek diterima, ada sejumlah syarat dan
ketentuan yang harus dipenuhi. Namun yang menjadi persoalan adalah beberapa
merek pendompleng merek terkenal bisa dengan mudah diterima dan masuk dalam
daftar merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Hal tersebut diakibat
ketidak telitian Dirjen HKI dalam proses pendaftaran merek.
Jika mengacu pada Undang-undang Nomor 15 tahun 2001, apabila merek
yang didaftarkan memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan
merek milik orang lain yang sudah didaftarkan, maka permintaan pendaftaran merek
harus ditolak. Celakanya, sering terjadi kelalaian dalam pelaksanaannya.
Menurut penulis, Dirjen HKI sudah seharusnya lebih teliti ketika melakukan
pemeriksaan merek. Karena apabila terjadi sedikit saja kelalaian maka akan berbuntut
panjang dan mengakibatkan kerancuan. Memang tidak sederhana tugas seorang
pemeriksa pendafataran merek. Namun untuk menghindari kesalahan pendaftaran
tersebut, sudah menjadi kewajiban dari Dirjen HKI untuk lebih teliti dalam
47
melaksanakan tugasnya di kemudian hari. Sehingga tidak akan mendaftarkan merek
yang mempunyai persamaan baik keseluruhan maupun pada pokoknya dengan merek
yang sudah terdaftar baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Sebagai contoh putusan dapat ditemukan berbagai merek yang mempunyai
persamaan pada pokoknya yakni dalam kasus merek mesin pompa air merek
SHIMIZU+Huruf Jepang melawan merek SHIMIZU model PS 130 BIT. Kasus
dengan nomor putusan 206/ Pid.B/2009/PN.Mks. tersebut diketahui sebagai bentuk
pelanggaran hak atas merek karena merek SHIMIZU model PS 130 BIT
dibandingkan dengan mesin pompa air merek SHIMIZU + Huruf jepang yang
terdaftar dalam daftar umum merek mempunyai persamaan pada pokoknya yaitu pada
kata, huruf, bunyi ucapan sehingga dapat menyesatkan konsumen tentang asal-usul
barang tersebut.
Contoh lain dalam putusan nomor 03/HAKI/2009/PN.Niaga Mks. Perkara
sengketa merek antara PEGADAIAN selaku penggugat melawan PEGADAIAN
Multi Guna selaku tergugat. Dalam hal ini kerugian yang dialami oleh pihak
pegadaian tidak hanya dalam bentuk materi tetapi juga dalam bentuk immaterial yaitu
kerugian yang diakibatkan oleh kerancuan yang timbul di masyarakat mengenai nama
PEGADAIAN yang merupakan merek secara resmi/sah telah menjadi milik
penggugat. Kerancuan yang timbul di masyarakat atas penggunaan nama
PEGADAIAN tersebut berupa ketidakjelasan lembaga mana yang secara hukum
berhak menggunakan merek PEGADAIAN dalam menawarkan produk jasa gadai.
Hal lain yang juga harus diperhatikan bahwa sebagai negara yang berdasarkan
hukum, dimana ciri dari negara hukum adalah adanya kepastian hukum. Oleh karena
48
itu sudah seharusnya negara kita juga mengusahakan kepastian hukum dalam hal
pendaftaran merek. Dan salah satu upaya pemerintah dalam hal ini yaitu dengan
mengganti sistem pendaftaran merek yang dianut oleh aturan yang lama yaitu sistem
deklaratif menjadi sistem konstitutif. Dengan sistem ini kepastian hukum akan lebih
terjamin. Pendaftaran Merek juga berguna sebagai dasar penolakan terhadap Merek
yang sama keseluruhannya atau sama pada pokoknya yang dimohonkan oleh orang
lain untuk barang atau jasa sejenis. Pendaftaran merek sebagai dasar mencegah orang
lain memakai merek yang sama pada pokoknya atau secara keseluruhan dalam
peredaran barang atau jasa. Oleh karena orang yang mereknya sudah terdaftar tidak
dapat diganggu gugat lagi oleh orang lain. Dengan kata lain, orang yang telah
mendaftarkan mereknya tidak perlu merasa khawatir lagi terhadap tuntutan orang
lain. Sebab dengan pendaftaran mereknya itu dia telah dilindungi oleh undangundang sebagaimana yang diisyaratkan oleh pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001.
Namun demikian, menurut penulis sistem konstitutif bukanlah tanpa
kelemahan. Pendaftran merek dengan menggunakan sistem konstitutif (first to file)
memang lebih menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas merek,
namun tidak menjamin terciptanya keselarasan jaminan keadilan dan kemanfaatan,
karena masih banyak merek-merek yang didaftarkan bukan oleh pemilik merek yang
sebenarnya.
Hal tersebut juga tercantum dalam ketentuan pasal 4 Undang-undang Nomor 15
Tahun 2001 menyebutkan pula bahwa:
49
“Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh
pemohon yang beriktikad tidak baik”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dinyatakan bahwa dalam Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2001, meskipun menganut sistem konstitutif tetapi tetap asasnya
melindungi pemilik yang beriktikad baik. Hanya permintaan yang diajukan oleh
pemiliki merek yang beriktikad baik saja yang dapat diterima untuk didaftarkan.
Dengan demikian aspek perlindungan hukum tetap diberikan kepada mereka yang
beriktikad baik.
Walaupun hak merek merupakan hak eksklusif namun hal tersebut bukanlah
sebuah praktik monopoli yang dilarang sebagai bentuk persaingan tidak sehat, tetapi
merupakan hak yang bersifat khusus dalam rangka memberi penghormatan dan
insentif pengembangan daya intelektual untuk sebuah persangian sehat dan
kesejahteraan masyarakat.
Rumusan pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001menunjukkan bahwa hak atas merek
dapat dipertahankan oleh pemiliknya sepanjang hak tersebut masih melekat padanya,
artinya hak atas merek tersebut belum dicabut oleh negara. Ini karena hak tersebut
tidak diperoleh dengan sendirinya melainkan harus melalui proses pendaftaran. Jika
pendaftaran tidak dilakukan maka tidak akan timbul hak sehingga pendaftaran
tersebut sifatnya wajib.
Pemberian hak atas merek diserahkan dalam bentuk sertifikat hak merek.
Dengan sertifikat tersebut hak eksklusif merek timbul dan pemiliknya dapat
menggunakannya dalam jangka waktu tertentu.
Selain itu ada juga yang disebut perjanjian lisensi. perjanjian tersebut dapat
mengurangi sifat eksklusif merek. Hal tersebut merupakan fungsi sosial dari hak
merek. Berdasarkan konsep manfaat sosial, perlindungan atas merek dikecualikan
50
dari kebijakan anti monopoli sebagaimana diatur dalam pasal 50 huruf b Undangundang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha
yang tidak sehat yang berbunyi:
Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi,
paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
Apa yang tertuang dalam aturan tersebut merupakan suatu penegasan bahwa
sepanjang menyangkut tentang aspek perjanjian lisensi merek, ketentuan mengenai
undang-undang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak berlaku.
Artinya, perjanjian lisensi merek yang bertujuan memakai merek orang lain untuk
mencari manfaat ekonomis dalam bentuk produksi barang diperbolekan. Selain itu
perjanjian lisensi ini juga bertujuan agar orang lain dapat menggunakan merek yang
sudah terdaftar secara legal.
2. Ancaman sanksi terhadap pelanggaran hak atas merek
Penerapan sanksi terkait pelanggaran hak atas merek dapat berupa
sanksi
perdata, sanksi administrasi maupun sanksi pidana.2 Dalam Undang-undang Nomor
15 Tahun 2001 ada disebutkan mengenai ganti kerugian. Dalam pasal 76 dikatakan
bahwa:
1) Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang
secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa
gugatan ganti rugi dan penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan merek tersebut.
2
Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, wawancara di
Pengadilan Negeri Makassar, 11 April 2017.
51
2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pengadilan
Niaga.3
Hak merek adalah suatu hak kebendaan, maka konsekuensinya hak merek
tersebut terdapat hak absolut yakni diberikannya hak gugat oleh undang-undang
kepada pemegang hak, disamping adanya tuntutan pidana terhadap orang yang
melanggar hak tersebut.4
Jika pelanggaran hak itu semata-mata terhadap hak yang telah tercantum dalam
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001, maka gugatannya dikategorikan peristiwa
perbuatan melawan hukum, tetapi jika pelanggaran itu termasuk perjanjian lisensi,
dimana para pihak dalam perjanjian itu tidak memenuhi isi perjanjian itu baik
seluruhnya maupun sebagian, maka gugatan dapat dikategorikan sebagai gugatan
dalam peristiwa wanprestasi.
Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 ditetapkan bahwa ada dua
macam bentuk atau isi dari gugagatan tersebut, yaitu:
1. Berupa permintaan ganti rugi
2. Penghentian pemakaian merek.
Menurut penulis, ganti rugi itu berupa ganti rugi materiil maupun immaterial.
Ganti rugi materiil jelas mengacu kepada ganti kerugian yang nyata dan dapat dinilai
dengan uang. Oleh karena akibat pamakaian merek oleh pihak lain yang tidak berhak
tersebut menyebabkan produk atau barang yang dimiliki menjadi sedikit terjual oleh
karena konsumen lebih memilih barang yang menggunakan merek palsu yang
3
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, wawancara di
Pengadilan Negeri Makassar, 11 April 2017.
4
52
diproduksi oleh pihak yang tidak berhak tersebut. Jadi secara kuantitas barang-barang
dengan merek yang sama menjadi banyak beresar dipasaran.
Sedangkan ganti rugi immaterial yaitu berupa tuntutan ganti rugi kepada pihak
yang tidak berhak atas merek tersebut memproduksi barang dengan kualitas atau
mutu yang rendah sehingga merugikan pemilik merek yang sah. Kerugian tersebut
dalam bentuk kerugian nyata dan kerugian tidak nyata.
Dengan ditentukannya Pengadilan Niaga sebagai lembaga peradilan formal
untuk gugatan yang bersifat keperdataan, maka terbuka kesempatan luas kepada
pemegang merek untuk mempertahankan haknya. Apalagi setelah jelas bahwa hak
merek ini merupakan bagian dari hukum benda, dan tentu tidak akan berbeda dengan
tuntutan dalam hukum benda lainnya. peristiwanya juga adalah peristiwa perdata
yaitu berkisar pada onrechtsmatigedaad (pasal 76 UU No. 15 Tahun 2001) dan
wanprestasi (pasal 77-78 UU No. 15 Tahun 2001).
Alasan kemudian mengapa Peristiwa yang diatur dalam pasal 76 disebut
sebagai perbuatan melawan hukum, karena lahirnya hak dan kewajiban didasarkan
oleh Undang-undang dan bukan dengan perjanjian. Sedangkan peristiwa yang diatur
dalam pasal 77 dan 78 lahirnya hak dan kewajiban atas dasar suatu perjanjian
(lisensi).5
Oleh karena itu, sepanjang mengenai tuntutan ganti rugi yang didasarkan
kepada kedua peristiwa diatas berlaku pula ketentuan yang termuat dalam
5
Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, wawancara di Pengadilan
Negeri Makassar, 11 April 2017.
53
KUHPerdata, yang disebut sebagai Lex Generalis, sedangkan Undang-undang No.
15 Tahun 2001 tentang Merek disebut sebagai Lex Specialis.
Beralih dari gugatan perdata, tuntutan pidana terdapat dalam pasal 90 dan
pasal 91 Undang-undang No. 15 Tahun 2001, sebagai berikut:
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama
pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,-.
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sma
pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau
jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,-.
Dari keseluruhan delik pidana dalam ketentuan Undang-undang Nomor 15
Tahun 2001 tersebut, semuanya merupakan delik aduan. Hal ini secara tegas
dinyatakan dalam pasal 95 yang berbuyi: Tindakan pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 90, pasal 91, pasal 92, pasal 93, dan pasal 94 merupakan delik aduan.
Delik aduan adalah suatu tindak pidana yang hanya bisa dituntut apabila ada
pengaduan dari orang yang dirugikan. Konsekuensi hukum terhadap delik aduan yang
terkandung dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 yakni pihak yang berwajib
akan memeriksa dan memproses suatu tindak pidana apabila ada pengaduan dari
pihak yang merasa dirugikan. Delik aduan ini bersifat pribadi, sehingga suatu delik
memenuhi syarat untuk dituntut apabila ada pengaduan, selain itu delik ini juga
membatasi jaksa dalam melakukan inisiatif penuntutan.
54
Oleh karena hak merek bersifat privat sehingga jauh lebih efektif
menggunakan delik aduan. Polisi tidak boleh serta-merta melakukan penangkapan
selama tidak ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan. Dengan catatan tidak
menimbulkan dampak yang masif dan menyeluruh.6
Menurut hemat penulis, pemberlakuan delik aduan dalam hukum merek
dikarenakan hanya pemilik mereklah yang mengetahui persis perihal merek yang dia
daftarkan. Baik itu dari segi gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, dan
unsur-unsur lain yang menjadikan merek tersebut berbeda dari merek lain. Sehingga
yang berhak menentukan merek tersebut telah dijiplak oleh pihak lain hanya pemilik
saja yang kemudian berimplikasi hanya pemegang hak merek yang mempunyai hak
untuk kemudian melakukan tindak pelaporan.
Dari banyak kasus pelanggaran hak atas merek penjatuhan sanksi lebih
banyak diberikan berupa ganti kerugian dan sanksi pidana. Padahal, sanksi yang
paling berat sesunggunhnya adalah sanksi administrasi berupa penghentian
pemakaian merek.
Menurut Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Niaga di Pengadilan
Negeri Makassar, Adakalanya seorang pemilik merek terkenal memanfaatkan kondisi
ketika mereknya disalahgunakan oleh pihak lain sebagai ajang promosi. Pemilik
6
Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, wawancara di Pengadilan
Negeri Makassar, 11 April 2017.
55
merek yang melakukan hal tersebut pada umumnya adalah pemilik merek yang telah
memiliki brand image yang baik dan sudah sangat melekat dihati konsumen. Sebagai
contoh, merek sepatu Nike. walaupun dipalsukan,
sama sekali tidak akan
memberikan dampak buruk bagi pemegang hak mereknya. Merek Nike telah berhasil
membangun brand image berdasarkan mutu atau kualitas. Sehingga munculnya
produk dengan nama yang sama tidak akan memberi pengaruh buruk terhadap
pemilik mereknya. Konsumen sudah sangat mengertahui kualitas dari sepatu merek
Nike. Hal tersebut malah dinilai sebagai peluang bagi pemilik merek untuk promosi
agar semakin membesarkan namanya.
Akan tetapi bagi konsumen hal tersebut tidak selamanya menguntungkan.
karena pada kenyataanya konsumen akan mengkonsumsi barang secara keliru yang
kualitasnya berbeda dari biasanya. Hal tersebut akan sberdampak pada ketidakpuasan
dalam menikmati produk tersebut karena kualitas produk yang dihasilkan berbeda.
Dengan demikian, maka segala bentuk merek yang terindikasi memiliki kemiripan
dengan suatu merek yang terlebih dahulu ada berdampak memberikan kerugian
bukan hanya bagi pelaku usaha tapi juga bagi konsumen.
Aturan terkait merek sudah sangat baik, terbukti dengan adanya beberapa kali
revisi mengenai aturan merek itu sendiri. Hal tersebut berarti perbaikan terus
dilakukan sehubungan dengan pelayanan dibidang merek. Permasalahan kemudian
adalah penegakan dilapangan oleh aparat kepolisian ketika terjadi tuntutan pidana
masih sangat kurang. Hal itu diakibatkan pemahaman polisi mengenai HaKI pada
56
umumnya dan hak merek secara khusus masih sangat kurang. Hal tersebut karena
kurangnya sosialisasi yang mereka terima. Perlu adanya sosialisasi yang dilakukan
oleh Kemenkumham agar tidak ada lagi kerancuan mengenai hak merek.
Implementasi di lapangan memerlukan profesionalitas para penegak hukum.7
Keprofesionalitasan
para
penegak
hukum
dibutuhkan
karena
selain
melindungi hak-hak pemegang hak merek juga harus melindungi pemakai atau
konsumen pengguna merek tertentu. Dengan demikian, agar konsumen dapat
diberikan perlindungan sehingga tidak keliru didalam mengkonsumsi suatu produk,
salah satu unsur yang menentukan bahwa suatu merek yang memiliki persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya, adalah dapat menyebabkan kekeliruan dan kekacauan
bagi khalayak ramai.
7
Kadarisman Al-Riskandar, Hakim Pengadilan Negeri Makassar, wawancara di Pengadilan
Negeri Makassar, 11 April 2017.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Banyaknya merek yang sama baik kesuluruhan maupun pada pokoknya yang beredar
di masyarakat tidak hanya dikarenakan adanya pihak-pihak yang ingin melakukan
kecurangan. Tetapi juga karena ketidak telitian pada proses pendaftaran merek pada
Dirjen HKI. Ketidak telitian Dirjen HKI dalam proses pemeriksaan merek
mengakibatkan kerancuan serta kerugian terhadap pemilik merek dan pendaftar
merek selanjutnya. Sehingga dalam hal ini sudah menjadi kewajiban Dirjen HKI
untuk lebih teliti dalam melaksanakan proses pendaftaran merek dikemudian hari.
2. Ancaman sanksi pada kasus pelanggaran hak atas merek yaitu sanksi pidana, perdata,
dan sanksi administrasi. Pada banyak kasus pelanggaran merek pemberlakuan sanksi
lebih banyak berupa sanksi pidana dan perdata, padahal sanksi yang paling berat
sesungguhnya adalah sanksi administrasi berupa penghentian pemakaian merek.
B. SARAN
1.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti hendaklah Dirjen HKI
selaku pihak yang berwenang dalam hal pendafataran merek, lebih teliti dalam proses
pendaftaran merek.
2.
Sebelum melakukan tahapan-tahapan pendaftaran, baik pihak pendaftar maupun
Dirjen HKI melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap merek yang akan
57
58
didaftar. Hal tersebut untuk menghindari terbitnya sertifikat merek dengan merek
yang sama baik keseluruhan maupun pada pokonya.
3.
Proses penerapan sanksi yang lebih efektif dilakukan adalah sanksi administrasi.
Dengan pemberlakuan sanksi administrasi maka pelaku pelanggaran hak atas merek
tidak dapat melanjutkan proses produksi karena keharusan untuk menghentikan
semua kegiatan yang berkenaan dengan pemakaian merek tersebut.
59
DAFTAR PUSTAKA
Glick, Mark A, dkk. Intellectual Property Damages: Guidelines and analiysis.
Hoboken, New Jersey:John Wiley & sons, Inc
Hasyim, Farida. Hukum Dagang. Jakarta:Sinar Grafika, 2013
Kansil, C.S.T dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum
Dagang. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Miru, Ahmadi. Hukum Merek: cara mudah mempelajari Undang-undang Merek.
Jakarta: PT Raja Granfindo Persada, 2005.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Munandar, Haris dan Sally Sitanggang. Mengenal HAKI Hak Kekayaan Intelektual
Hak Cipta, Paten, Merek dan Seluk Beluknya. Jakarta:Esensi, 2008.
Purwaningsih, Endang. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights.
Bogor:Ghalia Indonesia, 2005
Riswandi, Budi Agus, dan M. Syamsuddin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya
Hukum. Jakarta:PT. Raja Granfindo Persada, 2004.
Saidin, OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta:RajaWali Pers, 2015.
60
Sutedi, Adrian. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta:Sinar Grafika, 2013.
Soenandar, Taryan. Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-Negara
ASEAN. Jakarta:Sinar Grafika, 1996.
Supramono, Gatot. Kedudukan perusahaan sebagai subjek dalam gugatan
perdata. Jakarta:Rineka Cipta, 2007.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, pedoman penulisan karya tulis
ilmiah makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian. Makassar:
Alauddin press, 2013.
Wijaja, Gunawan . Seri Hukum Bisnis:Lisensi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001.
ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Republik Indonesia. “Undang-undang RI Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek”.
Republik Indonesia “Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1999 larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat”.
Republic Indonesia “Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan
terbatas”.
61
REFERENSI LAIN
Yi Zhang, The Impact of Brand Image on Consumer Behavior: A Literature
Review.http://www.scirp.org/journal/ojbmhttp://dx.doi.org/10.4236/ojbm.201
5.31006 (16 januari 2015)
Ridgway, William E, Revitalizing the Doctrine of T rademark Misuse.
http://scholarship .law.berkeley .edu/btlj/vol21/iss4/7 ( September 2006 )
Janice Bywaters and Luke Mckavanagh, The Benefits Of Registering A Trade
Mark. http://www.btlaw.com.au
www.Mari-belajardanberbagi-ilmu.blogspot.co.id/2013/06/hak-merek.html
www.globomark.com/trademarks_indonesia.html
http://id.m.wikipedia.org/wiki.bauran_pemasaran
www.pendaftaranmerekdagang.com/contoh-hak-merek/
http://www.google.co.id/amp/s/rizkyjamie.wordpress.com/2013/06/12/pengertianmerek-hak-atas-merek-dan-pemilik-merek/amp/
http://etaholic.wordpress.com/2012/06/25/lisensi-merek-dan-keterkaitannya-denganpersaingan-usaha/
jurnal.untag-sby.ac.id
download.portalgaruda.org
62
repository.usu.ac.id
www.djlpe.esdm.go.id
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Wiwi Wardani Lahir di Kota Makassar tanggal 7 Desember
tahun 2002, ia merupakan anak ke-2 dari-6 bersaudara dari pasangan
Udin dan Wati Ramli yang merupakan Suku Makassar yang tinggal
dan menetap di Kota Makassar. Ia menghabiskan masa pendidikan
sekolah dasar SDN Labuang Baji III pada tahun 2000-2006.
Setalah itu me
lanjutkan pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama di SMP
Negeri 26 Makassar pada tahun 2006-2008, lalu pada akhirnya mengambil pendidikan sekolah
menengah atas di SMK Negeri 1 Makassar yang kemudia pindah ke SMA Muhammadiyah 3
Makassar pada tahun 2011. Hingga pada akhirnya mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di UIN Alauddin Makassar melalui penerimaan Jalur
SPBM dan tercatat sebagai Alumni Mahasiswa Program Studi Sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu
Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar setelah
berhasil menyelesaikan Bangku kuliahnya selama.
Download