universitas indonesia korelasi antara mean platelet volume dengan

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
KORELASI ANTARA MEAN PLATELET VOLUME DENGAN MEXSLEDAI DAN D-DIMER PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS
SISTEMIK
TESIS
PERDANA ADITYA RAHMAN
1006824440
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU PENYAKIT DALAM
JAKARTA
JUNI 2016
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
i
UNIVERSITAS INDONESIA
KORELASI ANTARA MEAN PLATELET VOLUME DENGAN
MEX-SLEDAI DAN D-DIMER PADA PASIEN LUPUS
ERITEMATOSUS SISTEMIK
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam
PERDANA ADITYA RAHMAN
1006824440
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU PENYAKIT DALAM
JAKARTA
JUNI 2016
i
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
i
ii
ii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
iii
iii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
iv
iv
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas berkah dan petunjukNya sejak awal menentukan judul penelitian hingga akhirnya tesis ini dapat
diselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter
Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penulis menyadari banyak bantuan yang diperoleh sejak awal menjalani proses
pendidikan spesialis hingga terselesaikannya tesis ini. Perkenankanlah saya
mengucapkan terima kasih, penghargaan dan rasa hormat atas bantuan, masukan,
do’a serta dukungan tersebut.
Kepada Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) yang telah memberikan kesempatan
untuk menjadi bagian dari civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Kepada Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) sebagai Direktur RSCM
terdahulu yang mengizinkan belajar di rumah sakit ini dan Dr. dr. Czeresna
Heriawan Soejono, SpPD, KGer, Direktur RSCM saat ini sekaligus Ketua
Departemen Ilmu Penyakit Dalam terdahulu.
Kepada Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD, KGEH selaku Ketua Departemen
Ilmu Penyakit Dalam saat ini dan juga Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, KEMD
selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terdahulu atas segala
bantuannya selama menjadi PPDS-1 Ilmu Penyakit Dalam.
Kepada Ketua Program Studi Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam saat ini, Dr. dr.
Kuntjoro Harimurti, MSc, SpPD, KGer dan Ketua Program Studi Spesialis-1
Ilmu Penyakit Dalam yang terdahulu dr. Aida Lydia, PhD, SpPD, KGH dan
Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, KHOM. Dukungan Prof. dan
dokter selama pendidikan sangat berarti buat saya, pengalaman berharga dan
kebanggaan bagi saya mendapat bimbingan Prof. Aru sebagai DPJP saat
menjalani tugas di ruang rawat inap lantai 7 gedung A. Terima kasih juga atas
saran dan masukan Prof. Aru sebagai salah satu tim penguji tesis ini.
v
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
vi
Kepada seluruh Ketua Divisi yang memperkenankan saya untuk mengumpulkan
subjek penelitian di polikliniknya. Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma,
SpPD, KHOM, sebagai Ketua Divisi Hematologi dan Onkologi Medik, bantuan,
dukungan serta saran-saran dokter sangat membantu saya selama proses penelitian
ini, dan terima kasih untuk keceriaan yang dokter bagikan setiap hari Kamis yang
tidak pernah gagal membuat saya tertawa. Ketua Divisi Reumatologi sekaligus
penguji tesis ini, dr. Bambang Setyohadi, SpPD, KR yang memberikan banyak
saran dan masukan untuk pembahasan tesis ini. Semoga kedua “orang tua” saya,
dr. Djumhana dan dr. Bambang diberikan kesehatan untuk dapat berkarya dan
membimbing lebih banyak lagi calon internis, dokter berdua adalah sosok guru
yang selalu memikirkan anak-anak didiknya. Kepada Ketua Divisi GinjalHipertensi, dr. Dharmeizar, SpPD, KGH terima kasih atas izinnya dan Ketua
Divisi Alergi-Imunologi Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, KAI terima kasih atas
izin dokter dan bimbingan dokter sebagai DPJP saat saya menjalani tahap I di
RSCM.
Kepada Dr. dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, KHOM, rasanya tidak akan cukup
lembaran-lembaran ini untuk menungkapkan rasa terima kasih saya untuk
pembimbing saya, orang tua saya, panutan saya, idola saya, dan masih banyak
peran dr. Lugy selama pendidikan saya ini. Konsep-konsep berpikir yang dr. Lugy
ajarkan sangat bermanfaat bagi saya, bagaimana menyadari dan menyikapi suatu
ketidaklaziman dan kesenjangan klinis, yang memang sering sekali dijumpai
dalam menghadapi kasus hematologi, merupakan suatu pengalaman berharga bagi
saya dan akan membuat saya mencintai ilmu ini. Terima kasih atas waktu, pikiran,
tenaga, dukungan, masukan diselingi dengan cerita-cerita ringan dan candaan dr.
Lugy memberikan warna-warni selama saya sekolah, sungguh kehormatan bagi
saya mendapatkan kesempatan menjadi murid dan bimbingan dr. Lugy.
Kepada Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, SpPD, KR, KGer sebagai pembimbing
saya. Sungguh suatu kehormatan untuk diterima menjadi bimbingan Prof. Harry
disela-sela kegiatan Prof. Harry. Terima kasih atas waktu, masukan, saran, dan
juga kepercayaan Prof. Harry, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan
rahmat-Nya dan memberikan kesehatan untuk Prof. Harry. Saya ingat ajaran Prof.
vi
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
vii
Harry yang sangat penting untuk membentuk pola pikir bagi seorang internis,
“Kalau banyak organ yang terlibat, jangan lupa pikirkan SATU entitas penyakit”
Kepada Dr. dr. Suhendro, SpPD, KPTI sebagai pembimbing metodologi dan
statistik atas waktu, masukan saran dan ide-ide yang dokter berikan. Dr. Suhendro
memberikan banyak perspektif dalam membuat rancangan penelitian, semoga
saya dapat mendalami apa yang dokter tanamkan.
Kepada Dr. dr. Khie Chen, SpPD, KPTI selaku penguji umum, terima kasih atas
saran, masukan serta ide-ide dokter yang membangun. Terima kasih juga kepada
dr. Rudi Putranto, SpPD, KPsi yang mewakili Ketua Departemen atas saran dan
masukannya agar tesis ini lebih dirasakan manfaatnya.
Kepada penasihat akademik saya, Prof. dr. Marcellus Simadibrata K, SpPD,
KGEH, atas nasihat dan masukan-masukannya. Kepada seluruh Guru Besar
dan Staf Pengajar di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan
rumah sakit jejaring atas bimbingannya selama pendidikan ini.
Kepada Staf Pengajar di Divisi Hematologi Onkologi Medik, Dr. dr. Cosphiadi
Irawan SpPD, KHOM, dr. Shufrie Effendy, SpPD, KHOM, Dr. dr. Andhika
Rachman, SpPD, KHOM, dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD, KHOM, dr. Wulyo
Rajabto, SpPD, KHOM, dr. Nadia Ayu M, SpPD, dr. Anna Mira Lubis,
SpPD, dr. Findy Prasetyawaty, SpPD, dan dr. Rahmat Cahyanur, SpPD yang
memberikan masukan, perhatian, semangat dan menanyakan “Bagaimana kabar
penelitiannya?” selama penelitian ini saya lakukan, juga untuk Dr. dr. Noorwaty
Sutandyo, SpPD, KHOM dengan segala nasihatnya yang sangat inspiratif. Prof.
dr. Abdul Muthalib, SpPD, KHOM untuk pengalaman dan pencerahan yang
sering Prof. bagikan kepada kami, saya sepakat dengan beberapa teman saya,
Prof. Thalib memiliki semua idol materials. Mbak Endah, Mbak Tita, Mbak
Amel dan Alm. Mas Sigit, yang juga banyak membantu mulai dari mencari
referensi dan menyiapkan jadwal bimbingan dan presentasi.
Kepada DPJP Poliklinik Reumatologi, dr. Sumaryono, SpPD, KR, dr. Rudy
Hidayat, SpPD, KR, dr. RM Suryo Anggoro KW, SpPD, dan dr. Anna
Ariane, SpPD, DPJP Poliklinik Alergi-Imunologi, Dr. dr. Evy Yunihastuti,
vii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
viii
SpPD, KAI, dr. Teguh H. Karjadi, SpPD, KAI, dan dr. Alvina Widhani,
SpPD serta DPJP Poliklinik Ginjal-Hipertensi Dr. dr. Lucky Aziza B, SpPD,
KGH, SH yang mengizinkan saya mengambil subjek penelitian di jadwal
polikliniknya dan juga perhatian, bantuan, serta masukannya untuk penelitian ini.
Kepada seluruh karyawan dan TU divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam dan FKUI, terutama Mbak Endoh (Siti M), Mas Yadi dan Mas Asep,
Mas Anto, Pak Aep, Pak Panov yang membantu menjadwalkan bimbingan, Ibu
Yanti, Mas Heri, Mbak Aminah, dan Mbak Rizka yang banyak membantu
selama menjalani PPDS-1 ini.
Kepada seluruh teman seangkatan PPDS-1 Ilmu Penyakit Dalam FKUI periode
Januari 2011, dr. Ahmad Fariz MZZ, SpPD, dr. Anggilia Stephanie, dr.
“Nyai” Assyifa Militania, dr. Bhanu Kumar, SpPD, dr. Chandra Sari, dr.
Dias Septalia I, dr. Ifransyah “MaBro” Fuadi, dr. Irma Wahyuni A, SpPD,
dr. Jerry Nasarudin, SpPD, dr. L. Aswin Pramono, M.Epid, SpPD, dr. Mala
“Mbang” Hayati, dr. Mochamad Pasha, dr. Nikko Darnindro, SpPD, dr.Oldi
Dedya, dr. Paramita Khairan, dr. Prima Yuriandro, Almh. dr. Rizka Puteri
Ismaniar I, dr. Segal Abdul Aziz, SpPD, dr. Ummu Habibah untuk
kebersamaan dan kisah-kisah senang, sedih, galau, dan lucu dalam menjalani
bersama pendidikan ini. Saya berharap silaturahmi kita selalu terjaga dimanapun
teman-teman mengabdikan diri, mengamalkan ilmu dan menjalankan amanah
sebagai internis.
Sejawat PPDS-1, kakak-kakak saya, chief saya saat tahap 1, terutama dr.
Margaret Merlyn Tjiang, SpPD, dr. Indra Wijaya, MKes, SpPD, dan dr.
Mira Yulianti, SpPD, terima kasih atas bimbingan kakak-kakak dan juga
pertemanan yang masih terjaga hingga saat ini. Kakak sekaligus “nenek” saya, dr.
Ika Fitriana, SpPD yang banyak memberikan nasihat untuk “kehidupan”, dr.
Alisa Nurul M, dr. Indhira Alimin, SpPD, dr. Ariska Sinaga, dr. Yusuf Aulia,
terima kasih untuk celotehannya yang memberi warna lain. Abang saya yang juga
teman diskusi maupun berdebat, dr. Rabbinu Rangga P, SpPD dan dr. Ferry
Valerian H, SpPD, teman baru saya dr. Marshell Tendean, terima kasih atas
diskusi-diskusi menyenangkannya. Mbak saya, dr. Amanda Trixie H, SpPD, dr.
viii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
ix
Suzy Maria, SpPD, dr. Imelda Maria, SpPD, dr. Farid Kurniawan, SpPD dan
dr. Farieda Ariyanti yang saling mendukung sebagai teman seper”stase”an. Tak
lupa untuk adik-adik teman “mengetik” di ruang kerukunan dr. Herikurniawan,
dr. Franciscus Ari, dr. Steven David P, dr. Henry Ratno, dr. Virly Nanda
kalian saksi bersama perjuangan di ujung jalan ini. Adik-adik PPDS Tahap-1 (saat
itu) yang bekerja bersama baik di lantai 7 gedung A maupun di RSPAD Gatot
Soebroto, dr. Abigail Prasetyaningtyas, dr. Beta Agustia W, dr. Puji Rahman,
dr. Popy Yusnidar, dr. Fitrinilla Alresna, dr. Winda Permata, dan dr. Rezky
Aulia terima kasih atas kerjasamanya, semoga kalian sukses ke depannya. Terima
kasih juga untuk bantuan dr. Ryan Herardi, dr. Stefanus Satrio, dr. Ardeno
Kristanto saat pembuatan proposal, penulisan naskah dan analisis statistik.
Terima kasih juga untuk dr. Felix F. Wijaya dan dr. Alvin Nursalim yang mau
me-review penulisan disela-sela stasenya yang cukup berat. Terima kasih juga
untuk kakak-kakak dan adik-adik lainnya, teman bekerja sama, teman jaga, teman
cerita, teman berbagi ilmu, pengalaman dan makanan selama jaga, semoga temanteman menjadi internis sukses ke depannya.
Terima kasih untuk seluruh perawat, pekarya, ahli gizi, dan petugas di
lingkungan RSCM dan RS jejaring atas bantuan dan kerjasamanya, dan juga
untuk pasien-pasien di RSCM dan RS jejaring terutama pasien subjek
penelitian ini, kalian adalah guru-guru saya.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk kedua orang tua
saya, Papa Bambang Mulyana, untuk segala jerih payahnya, semangatnya,
motivasinya, dan banyak hal lainnya, Papa adalah ayah terhebat, orang yang
mendukung saya untuk selalu menuntut ilmu dan Mama Hendrayati, dengan
kelembutannya dan kesabarannya selalu mendorong saya untuk menjadi lebih
baik, merendahkan hati dan memikirkan orang lain, Mama juga membentuk cara
berpikir saya untuk berpikir panjang dan mempertimbangkan konsekuensinya
yang saya berusaha terapkan dalam praktek saya sebagai dokter.
Terima kasih untuk Ibu Rita, Mas Suven, Pak Gunawan, Mbak Enni, Mbak
Odah dan Mbak Lina, dkk. atas bantuannya untuk pemeriksaan laboratorium
pada penelitian ini.
ix
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
x
Terima kasih untuk seluruh pihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu
atas bantuan, dukungan serta do’a sejak awal pendidikan saya hingga dapat
menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang akan
membalas budi baik Bapak/ Ibu semuanya.
Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
x
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xi
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xii
ABSTRAK
Nama
: Perdana Aditya Rahman
Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam
Judul
: Korelasi Mean Platelet Volume dengan Mex-SLEDAI dan Ddimer pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Latar Belakang
Kejadian trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien LES,
selain infeksi dan aktivitas penyakit. Faktor risiko trombosis pada LES sangat
beragam seperti sindrom antifosfolipid, aterosklerosis dini, autoantibodies dan
inflamasi yang akan mengaktifkan trombosit dan jalur koagulasi. Studi ini
bertujuan untuk mengetahui korelasi antara MPV dengan D-dimer dan MexSLEDAI dan mencari titik potong dari MPV yang memberikan peningkatan Ddimer.
Metode
Studi potong lintang pada pasien LES yang tidak mengonsumsi antiplatelet/
antikoagulan. Penelitian ini mengeksklusi pasien dengan tuberkulosis/ herpes
zoster aktif, wanita hamil, sepsis dan gangguan hati. Seluruh pasien dinilai
aktivitas penyakitnya dengan Mex-SLEDAI dan sampel darah diambil untuk
pemeriksaan MPV dan D-dimer. Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI dan
D-dimer dianalisis dengan uji Spearman.
Hasil Penelitian
Enam puluh tiga subyek (62 perempuan, 1 laki-laki), dengan median usia 33 (1855) tahun. Median durasi terdiagnosis adalah 3 (0-25) tahun. Keterlibatan
mukokutan, muskuloskeletal dan nefritis didapatkan pada 82,5%, 79,4%, dan
50,7% berturut-turut. Skor Mex-SLEDAI berentang dari 0 – 13, dengan 60.3%
subyek dalam kondisi remisi (< 2) dan 27% berada dalam kondisi aktif (> 5).
Median dari MPV adalah 9,9 (8,2-12,9) fL dan median dari D-dimer 365,51
(97,58 – 4938,1) ng/ml. Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer
(r= 0,049, p= 0,700), dan MPV dengan Mex-SLEDAI (r= 0,018, p= 0,888). Tidak
didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi, yaitu
9,75 (8,6 – 12,9) dan 10,1 (8,2 – 12,8) fL, p = 0,641. Dari kurva ROC, MPV 10,3
fL memiliki sensitifitas 48,1% dan spesifisitas 75% dalam memprediksi
peningkatan D-dimer.
Kesimpulan
Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer dan MPV dengan MexSLEDAI. Tidak didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer normal
dan tinggi. Titik potong MPV untuk memprediksi peningkatan D-dimer adalah
10.3 fL.
Kata Kunci:
LES, Mex-SLEDAI, Mean Platelet Volume, D-dimer
xii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xiii
ABSTRACT
Name
Program
Title
: Perdana Aditya Rahman
: Internal Medicine
: The Correlation between Mean Platelet Volume and Mex-SLEDAI
and D-dimer in Systemic Lupus Erythematosus Patients
Background
Thrombotic event is one of mortality cause in SLE patients beside infection and
disease activity. Thrombotic risk factors in SLE consist of antiphospholipid
syndrome, accelerated atherosclerosis, autoantibodies and inflammation that will
activate platelet and coagulation cascade. This study aimed to determine the
correlation between MPV with D-dimer and Mex-SLEDAI as parameter of
disease activity, and to find the cut-off value of MPV that correlate with D-dimer
levels.
Methods
A cross sectional study of SLE patients who do not consume antiplatelet/
anticoagulant medication. Active tuberculosis/ herpes zoster, pregnant woman,
sepsis, and liver disorders were excluded. All patients were assessed for MexSLEDAI score and blood sample for MPV and D-dimer was taken. Correlation
between MPV with Mex-SLEDAI and D-dimer was analyzed using Spearman’s
analysis test.
Study Results
Sixty three subjects (62 females, 1 male), with median age 33 (18-55) years old.
Median duration of diagnosis is 3 (0–25) years. Mucocutaneous, musculoskeletal
and nephritis were found in 82.5%, 79.4% and 50.7% subjects respectively. MexSLEDAI score ranging from 0–13, 60.3% subjects are in remission (<2) and 27%
in active disease (>5). Median of MPV 9.9 (8.2–12.9) fL and median of D-dimer
365.51 ng/ml (97.58–4938.10). There were no correlation between MPV with Ddimer (r=0.049, p=0.700), and MPV with Mex-SLEDAI (r=0.018, p=0.888).
There is no difference of MPV among groups with normal or high D-dimer, which
are 9.75 (8.6 – 12.9) and 10.1 (8.2 – 12.8) fL, p = 0.641. From ROC curve, MPV
10.3 fL had 48.1% sensitivity and 75% specificity in predicting D-dimer
increment.
Conclusions
There are no correlation between MPV with D-dimer level and MPV with MexSLEDAI score. There is no difference of MPV among group with normal and high
D-dimer levels. Cut-off value for MPV to predict increased D-dimer level was
10.3 fL.
Keywords:
SLE, Mex-SLEDAI, Mean Platelet Volume, D-dimer
xiii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xiv
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................i
Halaman Pernyataan Orisinalitas ……………………………………………..ii
Halaman Pengesahan .......................................................................................iii
Halaman Pengesahan Penguji ………………………………………………..iv
Ucapan Terima Kasih …………………………………………………………v
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi .....................................................xi
Abstrak ............................................................................................................xii
Abstract ..........................................................................................................xiii
Daftar Isi ........................................................................................................xiv
Daftar Tabel ..................................................................................................xvii
Daftar Gambar .............................................................................................xviii
Daftar Singkatan ...........................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ...........................................................5
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................5
1.4 Hipotesis Penelitian ...................................................................................5
1.5 Tujuan Penelitian .......................................................................................6
1.5.1 Tujuan Umum ..................................................................................6
1.5.2 Tujuan Khusus .................................................................................6
1.6 Manfaat Penelitian .....................................................................................6
1.6.1 Manfaat Bagi Masyarakat ................................................................6
1.6.2 Manfaat Bagi Klinisi ........................................................................6
1.6.3 Manfaat Bagi Akademik ..................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................8
2.1 Lupus Eritematosus Sistemik ....................................................................8
2.1.1 Patogenesis .......................................................................................8
2.1.2 Diagnosis ........................................................................................10
2.1.3 Aktivitas Penyakit ..........................................................................12
2.2 Trombosis pada LES ...............................................................................17
2.2.1 Hemostasis Normal ........................................................................24
2.2.2 Perubahan Hemostasis pada Inflamasi ...........................................27
2.2.3 Peran Trombosit dalam Hemostasis dan Trombosis pada LES......29
2.2.4 Antibodi Antifosfolipid dan Trombosis pada LES ........................31
2.2.5 Pemeriksaan Fungsi Koagulasi ......................................................33
2.3 Mean Platelet Volume (MPV) .................................................................34
xiv
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xv
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN
DEFINISI OPERASIONAL ...........................................................39
3.1 Kerangka Teori Kaitan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit
dan Trombosis pada LES .........................................................................39
3.2 Kerangka Konsep ....................................................................................39
3.3 Identifikasi Variabel ................................................................................39
3.4 Definisi Operasional ................................................................................41
BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................42
4.1 Desain Penelitian .....................................................................................42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................42
4.3 Populasi Penelitian................................................................................... 42
4.4 Kriteria Penerimaan dan Penolakan........................................................ .42
4.4.1 Kriteria Penerimaan .......................................................................42
4.4.2 Kriteria Penolakan .........................................................................42
4.5 Sampel .....................................................................................................43
4.5.1 Penentuan Besar Sampel.............................................................. ..43
4.5.2 Pemilihan Sampel ..........................................................................44
4.6 Alur Penelitian .........................................................................................45
4.7 Cara Kerja ................................................................................................45
4.8 Analisis Data ...........................................................................................46
4.9 Etika Penelitian .......................................................................................46
4.10 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian..............................................46
BAB V HASIL PENELITIAN .....................................................................47
5.1 Perekrutan Subjek ....................................................................................47
5.2 Karakteristik Subjek Penelitian ...............................................................48
5.3 Korelasi antara MPV dengan D-dimer dan Mex-SLEDAI .....................49
5.4 Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer ...............................50
5.5 Titik Potong antara MPV dan D-dimer ...................................................50
5.6 Hubungan Keterlibatan Organ, Nilai MPV dan Skor Mex-SLEDAI
Berdasarkan Nilai D-dimer ......................................................................51
BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................53
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ...............................................................53
6.2 Korelasi antara MPV dengan D-dimer ....................................................53
6.3 Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI ...........................................57
6.4 Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer ...............................60
6.5 Titik Potong antara MPV dan D-dimer ...................................................61
6.6 Keterlibatan Organ, Nilai MPV dan Skor Mex-SLEDAI
Berdasarkan Nilai D-dimer ......................................................................61
6.7 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian ...................................................62
xv
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xvi
6.8 Generalisasi Hasil Penelitian ..................................................................62
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................64
7.1 Kesimpulan ..............................................................................................64
7.2 Saran ........................................................................................................64
REFERENSI .................................................................................................65
RINGKASAN............................................................................................... .71
SUMMARY ...................................................................................................75
Lampiran .......................................................................................................77
xvi
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi ACR 1997
......................................................10
Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi SLICC 2012
Tabel 2.3 Instrumen Mex-SLEDAI
...................................................12
..............................................................15
Tabel 2.4 Mekanisme kerusakan vaskuler pada LES ..........................................19
Tabel 2.5 Penelitian-penelitian mengenai trombosis pada LES ..........................19
Tabel 2.6 Penelitian-penelitian mengenai MPV pada beberapa penyakit ...........36
Tabel 5.1 Karakteristik subjek penelitian ............................................................48
Tabel 5.2 Mex-SLEDAI, MPV dan D-dimer ......................................................49
Tabel 5.3 Korelasi MPV dengan D-dimer dan MPV dengan Mex-SLEDAI ......50
Tabel 5.4 MPV pada kelompok D-dimer normal dan tinggi ...............................50
Tabel 5.5 Hubungan keterlibatan organ berdasarkan rentang nilai D-dimer ......51
Tabel 5.6 Hubungan MPV dan Mex-SLEDAI berdasarkan rentang D-dimer.....52
Tabel 6.1 Manifestasi klinis pasien LES ............................................................54
xvii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kaskade koagulasi
................................................................26
Gambar 2.2 Aktivasi komplemen dan efektornya
......................................29
Gambar 2.3 Automated Hematology Analyzer, Sysmex-XT 2000iV ..............35
Gambar 3.1 Kerangka Teori Kaitan Inflamasi, Aktivitas Penyakit,
Trombosit dan Trombosis pada LES .....................................40
Gambar 5.1 Perekrutan subjek penelitian
..................................................47
Gambar 5.2 Kurva ROC MPV dengan D-dimer
........................................50
xviii
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xix
DAFTAR SINGKATAN
ACA
: anticardiolipin antibody
ACR
: American College of Rheumatology
ADP
: adenosine diphosphate
AIHA
: autoimmune hemolytic anemia
anti-dsDNA : anti-double stranded Deoxyribose Nucleic Acid
aPTT
: activated Partial Thromboplastin Time
AR
: artritis reumatoid
AUC
: area under curve
BLyS/BAFF : B Lymphocyte Stimulator/ B-cell activating factor
BILAG
: British Isles Lupus Assessment Group
CASQ
: Clinically Active, Serologically Quiescent
CD
: Cluster Differentiation
CI
: Confidence Interval
CK
: Creatinine Kinase
CRP
: C-reactive protein
CVA
: cerebrovascular accident
DM
: diabetes melitus
DNA
: Deoxyribose Nucleic Acid
DVT
: Deep Vein Thrombosis
ECLAM
: European Consensus Lupus Activity Measurement
EKG
: elektrokardiografi
FDP
: Fibrin Degradation Product
FGG
: fibrinogen gamma
FVL
: Factor V Leiden
HDL
: High Density Lipoprotein
IBD
: Inflammatory Bowel Disease
IFN
: Interferon
Ig
: Imunoglobulin
IL
: Interleukin
IMT
: intima-media thickness
LA
: lupus anticoagulant
LAI
: Lupus Activity Index
LED
: laju endap darah
LES
: Lupus Eritematosus Sistemik
LDL
: Low Density Lipoprotein
MAC
: Membrane Attack Complex
Mex-SLEDAI : Mexican version SLEDAI
MIP
: Macrophage Inflammatory Proteins
MMP
: matrix metalloproteinase
xix
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
xx
MPV
MRI
MTHFR
NFқB
NK
OR
PAI-1
PAR
PE
PF
PPOK
PROWESS
PSGL
PT
RF
ROC
SACQ
SCORE
SELENA
SFI
SLAM
SLEDAI
SLICC
SNP
SSP
TAFI
TAT
TEG
TEV
TFPI
TIMP
TLR
TNF
tPA
TPO
TV
VCAM
vWF
: Mean Platelet Volume
: Magnetic Resonance Imaging
: Methylene Tetrahydrofolate Reductase
: Nuclear Factor Kappa B
: Natural Killer
: Odds Ratio
: Plasminogen Activator Inhibitor-1
: Protease activated receptors
: Pulmonary Emboli
: Platelet factor
: Penyakit Paru Obstruktif Kronik
: Human Activated Protein C Worldwide Evaluation in Severe
Sepsis
: P-selectin glycoprotein ligand
: Prothrombin time
: Rheumatoid Factor
: receiver operator curve
: Serologically Active, Clinically Quiescent
: Systematic COronary Risk Evaluation
: Safety of Estrogen in Lupus Erythematosus – National Assessment
Trial
: SELENA-SLEDAI Flare Index
: Systemic Lupus Activity Measures
: Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index
: The Systemic Lupus International Colaborating Clinics
: Single Nucleotide Polymorphism
: Sistim Saraf Pusat
: Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor
: Trrombin-Antitrombin
: tromboelastografi
: tromboemboli vena
: Tissue Factor Pathway Inhibitor
: tissue inhibitor of metalloproteinase
: Toll-like receptor
: Tumor Necrosis Factor
: tissue Plasminogen Activator
: trombopoetin
: trombosis vena
: Vascular Cell-Adhesion Molecule
: von Willebrand Factor
xx
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun sistemik dengan
manifestasi klinis yang beragam dengan angka kejadiannya bervariasi antara 2 –
4,7 per 100.000 penduduk, dan wanita lebih sering dibandingkan dengan pria.1
LES ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap antigen inti, dan LES memiliki
manifestasi klinis yang beragam karena variasi dan heterogenitas dari
autoantibodi yang terbentuk. Terbentuknya autoantibodi pada LES diduga terjadi
melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah gangguan pada rearrangement
dari imunoglobulin dan somatic hypermutation.2
LES dan trombosis memiliki kaitan yang erat. Selain aktivitas penyakit dan
infeksi, trombosis diketahui sebagai salah satu penyebab kematian terbesar pada
LES. Pada sebuah studi kohort prospektif selama 10 tahun, didapatkan penyebab
kematian pada LES adalah akibat aktivitas penyakit (26,5%), trombosis (26,5%),
infeksi (25%), dengan awitan kejadian trombosis lebih banyak pada 5 tahun
kedua.3 Studi oleh Sarabi, et al pada tahun 2005 terhadap 544 pasien dari
University of Toronto Database yang diikuti selama 6,3 tahun, mendapatkan 16%
pasien mengalami tromboemboli setelah didiagnosis LES, 11% mengalami
trombosis arteri berupa angina, infark miokard, stroke dan penyakit arteri perifer.4
Risiko kejadian tromboemboli vena pada LES sebesar 3,7 kali pada penelitian di
Inggris, sedangkan studi di Swedia, mendapatkan risiko pada tahun pertama
sebesar 10,2 kali dan risiko setelahnya menjadi 2,2 kali.5,
6
Aterosklerosis pada
LES juga terjadi lebih awal, pada 21% pasien LES di bawah usia 35 tahun sudah
didapatkan aterosklerosis pada pembuluh karotis. Dibandingkan dengan populasi
normal, kalsifikasi koroner sudah didapatkan pada 30% pasien dengan LES
dengan angka kalsifikasi koroner yang lebih tinggi secara bermakna.7,
8
Roman
pada tahun 2003 melakukan studi terhadap 197 pasien LES dibandingkan dengan
197 kontrol, menunjukkan pada pasien LES didapatkan plak arteri karotis yang
lebih banyak (37,1% vs 15,2%).9
1
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
2
Pada LES, selain faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, diabetes melitus,
hipertensi, dan merokok, juga terdapat faktor risiko khusus seperti etnis, durasi
penyakit, aktivitas penyakit, antibodi antifosfolipid, kerusakan vaskuler,
kerusakan ginjal, obat-obatan yang dikonsumsi, dan trombofilia seperti mutasi
faktor V Leiden dan mutasi pada gen MTHFR.3, 10-12
Inflamasi merupakan faktor yang penting pada LES, karena aktivitas penyakit
yang fluktuatif. Aktivitas penyakit pada LES dideskripsikan sebagai manifestasi
klinis dan laboratoris yang reversibel, yang mencerminkan manifestasi imunologis
dan inflamasi dari keterlibatan organ pada waktu tertentu. Aktivitas penyakit
dapat memberikan gambaran inflamasi pada waktu tertentu.13 Inflamasi juga
diketahui sebagai kondisi protrombotik, melalui pengaruhnya terhadap endotel,
trombosit, sistim antikoagulan dan fibrinolisis.14, 15
Trombosis pada LES juga melibatkan autoantibodi. Autoantibodi dapat
membentuk kompleks imun dan mengaktifkan komplemen, kemudian akan
menyebabkan peningkatkan reaktivitas trombosit dan aktivasi trombosit.16
Autoantibodi terhadap antitrombin-III, protein C, protein S, PAI-1 dan tPA juga
ditemukan pada LES.17-19 Faktor lainnya yang terkait dengan trombosis pada LES
adalah kerusakan vaskuler dan juga adanya keterlibatan ginjal (nefritis lupus).7,20
Trombosit, memiliki peran yang penting dalam patogenesis LES, baik dalam
patogenesis trombosis pada LES, maupun pada inflamasi. Aktivasi trombosit
meningkat pada pasien LES yang mengalami trombosis, dibuktikan pada sebuah
studi yang mendapatkan peningkatan signifikan kadar β-tromboglobulin dan
fibrinogen-bound phosphate pada pasien LES yang mengalami trombosis dan
yang tidak mengalami trombosis.21 Kompleks imun pada LES menyebabkan
ambang rangsang aktivasi trombosit menjadi lebih rendah. Studi lain
menunjukkan bahwa aktivitas penyakit berkorelasi dengan aktivasi trombosit,
yang ditandai dengan meningkatnya PF4 dan
β-tromboglobulin.22 Trombosit
yang teraktivasi akan mengalami agregasi dan melepaskan interleukin (IL)-1 dan
CD40-ligand yang kemudian meningkatkan ekspresi P-selectin pada permukaan
endotel yang menyebabkan adhesi leukosit, serta melepaskan mikropartikel yang
akan mengaktifkan kaskade koagulasi.23 Agregasi trombosit diperantarai oleh
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
3
fibrinogen, yang merupakan salah satu protein fase akut yang pada inflamasi
kadarnya meningkat. Fibrinogen akan mengalami degradasi oleh sistim plasmin
menjadi fragmen D dan fragmen E, dua fragmen D yang berikatan dikenal dengan
D-dimer dan digunakan sebagai penanda pada kecurigaan suatu kejadian
trombosis.24
Mean Platelet Volume (MPV) adalah ukuran rerata trombosit yang dijumpai
dalam sirkulasi, diperoleh dengan menilai impedans dari kurva distribusi
trombosit dan pada beberapa automated hematology analyzer, MPV dapat dinilai.
MPV sendiri dikatakan sebagai emerging risk factor untuk trombosis. MPV
meningkat pada kondisi-kondisi proinflamasi dan protrombotik seperti pada
hipertensi, diabetes, dan pada perokok. Ukuran trombosit sudah ditentukan pada
saat awal tahapan megakariopoesis dan ukuran yang lebih besar dikaitkan dengan
fungsi dan reaktivitas yang lebih poten. Trombosit yang lebih besar mengandung
lebih banyak granula, memproduksi tromboksan A2 dalam jumlah yang lebih
banyak sehingga hambatan terhadap prostasiklin lebih poten dan memudahkan
terbentuknya trombus. Pada kondisi inflamasi, ukuran trombosit yang terbentuk
cenderung lebih besar. Hal ini terjadi akibat pada kondisi inflamasi terjadi
peningkatan IL-3 dan IL-6 yang menstimulasi megakariopoesis. Namun trombosit
pada sirkulasi, yang dicerminkan oleh MPV, selain dipengaruhi oleh
trombopoesis, juga dipengaruhi migrasi trombosit ke jaringan yang mengalami
inflamasi. Sehingga derajat inflamasi akan memengaruhi MPV, pada inflamasi
yang lebih berat maka trombosit cenderung terdistribusi ke jaringan.25,
26
MPV
telah dikaitkan dengan beberapa kondisi inflamasi seperti psoriasis, artritis
rematoid, spondilitis ankilosa, eksaserbasi asma dan PPOK, tuberkulosis, penyakit
Crohn, inflammatory bowel disease, dan tiroiditis dan menunjukkan hasil yang
bervariasi.27-32 Pada LES, MPV dikaitkan dengan aktivitas penyakit pada pasien
LES anak, ditunjukkan pada penelitian oleh Yavuz, et al, yang melibatkan 20
pasien anak.33 Pada kasus kelainan serebrovaskuler, MPV dikatakan dapat
menjadi prediktor luaran yang lebih buruk.34 Dalam kaitannya dengan trombosis,
pengukuran MPV dapat meningkatkan spesifisitas ketika dikombinasi dengan Ddimer dalam mengeksklusi diagnosis DVT.35
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
4
Besarnya masalah trombosis pada LES perlu mendapatkan perhatian tersendiri,
mengingat mortalitas dan morbiditasnya yang tinggi. Studi-studi telah
menunjukkan bukti adanya peningkatan kejadian trombosis pada LES, namun
belum ada rekomendasi yang jelas dalam pencegahan trombosis pada LES. Hal ini
terkait dengan belum adanya prediktor trombosis pada LES yang dapat digunakan
secara luas. Studi oleh Wu, menunjukkan D-dimer dapat menjadi prediktor
terhadap kejadian trombosis di masa depan pada pasien LES.36 Aktivitas penyakit,
SLEDAI, juga dikaitkan dengan peningkatan D-dimer, yang menandakan pada
kondisi aktif maka sistim koagulasipun teraktivasi.37 SLEDAI, merupakan salah
satu instrumen untuk menilai aktivitas penyakit di dalamnya menilai parameter
klinis, laboratoris dan serologis. Pemeriksaan serologis seperti anti-dsDNA dan
komplemen masih belum banyak tersedia termasuk di pusat layanan kesehatan
sekunder. Mex-SLEDAI menjadi salah satu alternatif, karena komponennya tidak
melibatkan pemeriksaan serologis sehingga lebih terjangkau. MPV merupakan
pemeriksaan yang mudah dan murah, di beberapa laboratorium pelayanan
kesehatan primer juga telah tersedia hematologic analyzer yang dapat memeriksa
MPV. Sementara D-dimer, selain lebih mahal, juga belum tersedia di banyak
fasilitas pelayanan kesehatan primer. MPV dan beberapa penanda aktivasi
trombosit telah dikaitkan dengan aktivitas penyakit LES tetapi belum ada studi
mengenai MPV dengan kejadian trombosis pada pasien LES secara spesifik. Pada
penelitian ini akan dikaji korelasi antara MPV sebagai penanda aktivasi trombosit
dengan D-dimer sebagai penanda aktivasi koagulasi pada pasien LES dan
mengkaji apakah MPV dapat menjadi penyaring peningkatan D-dimer pada
pasien LES dengan melihat pengaruh dari aktivitas penyakit tersebut. Beberapa
penelitian juga meneliti MPV dalam menilai beberapa aktivitas penyakit
autoimun, sehingga MPV mungkin memiliki kelebihan yaitu dapat menilai
aktivitas penyakit autoimun dan juga menjadi pemeriksaan penapis risiko
trombosis.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
5
1.2
Identifikasi dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah berikut
yang menjadi dasar penelitian ini:

Trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada penderita LES dan
inflamasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan
risiko trombosis.

Aktivitas penyakit memiliki korelasi dengan aktivasi koagulasi, dalam hal ini
D-dimer. Aktivitas penyakit menjadi salah satu risiko terjadinya trombosis
pada pasien LES.

Didapatkan peningkatan aktivasi trombosit pada pasien LES yang aktif dan
pasien LES yang mengalami trombosis.

D-dimer dapat memprediksi kejadian trombosis pada pasien LES, namun Ddimer tidak tersedia di banyak fasilitas pelayanan kesehatan primer dan
membutuhkan biaya yang lebih mahal.

Pada LES, aktivitas penyakit terkait dengan derajat inflamasi. MPV sangat
dipengaruhi inflamasi dan mencerminkan aktivasi trombosit dan juga dapat
digunakan dalam menilai aktivitas penyakit.

MPV lebih praktis, murah, mudah dikerjakan dan belum pernah dikaji
korelasinya dengan D-dimer dan juga kemampuannya sebagai penyaring
pemeriksaan D-dimer pada pasien LES.

1.3
Belum diketahui titik potong nilai MPV yang berkorelasi dengan D-dimer.
Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah korelasi MPV dengan D-dimer pada pasien LES?

Bagaimanakah korelasi Mex-SLEDAI dengan MPV pada pasien LES?

Apakah didapatkan perbedaan kadar MPV antara D-dimer yang tinggi dan
normal pada pasien LES?

Berapa titik potong nilai MPV yang diikuti peningkatan D-dimer?
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
6
1.4

Hipotesis Penelitian
Semakin tinggi nilai MPV maka semakin tinggi nilai D-dimer pada pasien
LES.

Semakin tinggi skor Mex-SLEDAI maka semkain tinggi nilai MPV pada
pasien LES.

Didapatkan perbedaan nilai MPV antara D-dimer yang tinggi dan normal pada
pasien LES.
1.5
Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui peran nilai MPV sebagai prediktor aktivitas penyakit dan aktivasi
koagulasi pada pasien LES.
1.5.2 Tujuan Khusus

Mengetahui korelasi MPV dengan nilai D-dimer pada pasien LES.

Mengetahui korelasi Mex-SLEDAI dengan nilai MPV pada pasien LES.

Mengetahui perbedaan nilai MPV antara D-dimer yang rendah dan normal
pada pasien LES.

1.6
Mendapatkan titik potong nilai MPV dengan kadar D-dimer pada pasien LES.
Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Bagi Masyarakat
1. Dapat menggunakan pemeriksaan MPV sebagai perangkat yang lebih murah
dan praktis untuk memprediksi kejadian trombosis pada pasien LES.
1.6.2 Manfaat Bagi Klinisi
1. Dapat menggunakan nilai MPV yang lebih praktis untuk menilai aktivitas
penyakit LES.
2. Dapat menggunakan pemeriksaan MPV sebagai prediktor trombosis yang
lebih murah dan praktis pada pasien LES.
3. Menambah pemahaman kaitan antara sistim imun, inflamasi dan sistim
koagulasi.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
7
1.6.3 Manfaat Bagi Akademik
1. Sebagai bahan penelitian lebih lanjut mengenai patofisiologi trombosis pada
pasien LES.
2. Memberikan pemahaman mengenai peran trombosit sebagai salah satu bagian
dari proses trombosis pada LES.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Lupus Eritematosus Sistemik
Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun sistemik, dengan
manifestasi klinis yang bervariasi dari keterlibatan ringan pada sendi-sendi hingga
gangguan
multiorgan
yang
mengancam
nyawa.
LES
ditandai
dengan
pembentukan autoantibodi dan kompleks imun pada jaringan, keterlibatan ginjal
sering dijumpai dan seringkali terkait dengan luaran dari penyakit ini.38, 39
Kejadian penyakit ini bervariasi antara 2 – 4,7 per 100.000 penduduk,
prevalensinya lebih sering pada wanita, perbedaan juga didapatkan pada
kelompok ras dan demografi. Kejadian lebih tinggi dilaporkan di beberapa negara
pada kelompok ras Afrika, Hispanik dan Asia. Mortalitas pada pasien LES
disebabkan oleh aktivitas penyakit, trombosis dan infeksi.1, 14
2.1.1 Patogenesis
Perkembangan penyakit LES terjadi melalui beberapa tahapan. Diawali dari
adanya predisposisi seseorang terhadap LES, seperti kerentanan genetik, jenis
kelamin, dan juga paparan lingkungan.Kemudian terjadi kegagalan toleransi
imunologik, akibatnya terjadi pembentukan autoantibodi, yang biasanya
mendahului munculnya gejala dalam bulan hingga tahun.40
Secara garis besar, toleransi imunologik dibagi menjadi dua yaitu sentral dan
perifer, bergantung pada organ dimana mekanisme ini terjadi. Toleransi sentral
terjadi pada organ limfoid sentral yaitu sumsum tulang dan timus, dimana ketika
suatu klon limfosit mengenal self-antigen maka akan terjadi apoptosis (delesi),
perubahan reseptor (editing), atau supresi oleh sel T regulator. Ada kalanya, klon
limfosit yang mengenal self antigen tersebut lolos dari proses tersebut dan
menjadi limfosit matur, sehingga toleransi periferlah yang berperan, limfosit akan
kehilangan fungsinya (anergi), mengalami apoptosis (delesi) atau mengalami
supresi oleh sel T regulator saat terpapar dengan self-antigen. Pada imunitas nonspesifik (innate immunity), sel-sel imun non-spesifik tidak menyerang self-antigen
53
88
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
9
karena adanya mekanisme regulasi yang tidak dimiliki oleh sel mikroba, seperti
penghambatan komplemen dan molekul regulator. Pada LES juga didapatkan
defek dari anergi akibat gangguan apoptosis yang diperantarai Fas-FasL.40
Perjalanan klinis pasien LES sangat bervariasi. Beberapa penderita awalnya tidak
memenuhi kriteria klasifikasi LES, namun dalam perjalanannya akan memenuhi
kriteria LES. Sebagian pasien akan mengalami remisi, sementara lainnyadapat
mengalami beberapa periode kekambuhan dalam perjalanannya. Diawali dengan
terpaparnya autoantigen ketika terjadi kematian sel baik apoptosis maupun
nekrosis, kemudian menstimulasi sistim imun melalui sel dendritik sebagai
antigen presenting cells sehingga terjadi respon inflamasi melalui pelepasan
sitokin TNF-α, IL-1, IL-12, dan IL-23 yang kemudian mengaktifkan sel efektor
yaitu sel T yang menstimulasi sel B membentuk autoantibodi. Autoantibodi akan
bersirkulasi, menginfiltrasi jaringan dan mengalami deposisi di beberapa jaringan,
selanjutnya akan mengaktifkan sitotoksisitas. Sel limfosit B juga teraktivasi
melalui TLR dan IFN-α dalam sekresi autoantibodi. Sel B juga akan bertahan
akibat adanya BLyS/ BAFF, IL-6 dan sitokin lainnya.41
Pada LES terjadi beberapa defek dari sistim imun, diantaranya: (1) Defek bersihan
imun kompleks dan sel apoptosis, akibat defisiensi C1q, C2, dan C4, serta
gangguan fagositosis; (2) Defek pembentukan antibodi anti-idiotype akibat defek
dari sel T regulator yang mengenal idiotype; (3) Gangguan produksi atau fungsi
dari sel T regulator yang menekan sel B autoreaktif, termasuk sel T sitotoksik
yang mematikan sel B autoreaktif. Defek juga terjadi dari sel B regulator, sel
dendritik tolerogenik dan sel NK; (4) Penurunan produksi IL-2 oleh sel T efektor,
dimana IL-2 dibutuhkan sel T untuk bertahan dan juga dalam mekanisme
activation-induced death dari limfosit; (5) Defek dari apoptosis sel T efektor dan
sel B autoreaktif.41
Kerusakan jaringan pada LES terjadi akibat deposit kompleks imun, dimulai
dengan aktivasi komplemen melalui kaskade yang diperantarai serin-protease,
yang akhirnya akan menarik leukosit dan terjadi inflamasi. Dalam resolusinya,
komplemen C4b dan C3b akan berikatan dengan kompleks imun untuk
memfasilitasi bersihan kompleks imun melalui transpor oleh CR1 pada eritrosit
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
10
dan fagosit. Pada LES juga didapatkan adanya defisiensi atau autoantibodi
terhadap C1q, C1-INH atau C3b-convertase. Selain itu C3d juga diekskresikan
berlebihan pada kondisi aktif.41
2.1.2 Diagnosis
Diagnosis baku emas LES adalah penilaian klinis dari klinisi yang
berpengalaman, walaupun seringkali hal ini menjadi tidak praktis pada studi
populasi. Kriteria klasifikasi yang ada ditujukan untuk keseragaman dengan
tujuan untuk studi populasi dan epidemiologi. Kriteria klasifikasi yang umum
dipakai adalah kriteria American College of Rheumatology (ACR) yang beberapa
kali telah mengalami revisi sejak pertama dikeluarkan tahun 1971, direvisi
pertama kali tahun 1982 dan terakhir tahun 1997. Kriteria klasifikasi ACR tahun
1997 masih dinilai memiliki bias dalam penilaian manifestasi kulit dari LES,
sehingga The Systemic Lupus International Colaborating Clinics (SLICC)
melakukan revisi dengan tujuan memperbaiki relevansi klinis dan dengan
metodologi yang lebih baik, serta menyertakan pengetahuan mengenai imunologi
SLE dalam kriteria tersebut.1 Tabel berikut ini (Tabel 2.1 dan 2.2) merupakan
kriteria klasifikasi yang digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis LES.
Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi ACR 199742
Kriteria
Deksripsi
Ruam malar
Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.
Ruam diskoid
Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan
folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik.
Fotosensitivitas
Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap
sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa.
Ulkus mulut
Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan
dilihat oleh dokter pemeriksa.
Artritis
Artritis non-erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
11
perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusi.
Serositis
a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleural friction rub yang
a. Pleuritis
didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti
b. Perikarditis
efusi pleura.
b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial
friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium.
Gangguan renal
a. Proteinuria menetap > 0,5 gram per hari atau > 3+
bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif, atau
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
Gangguan neurologi
a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis
atau ketidakseimbangan elektrolit), atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan
atau
gangguan
metabolik
(misalnya
uremia,
ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit).
Gangguan hematologi
a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis, atau
b. Leukopenia < 4.000/ mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih, atau
c. Limfopenia < 1.500/ mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih
d. Trombositopenia < 100.000/ mm3 tanpa disebabkan
oleh obat-obatan
Gangguan imunologik
a. anti-dsDNA: antibodi terhadap native DNA dengan
titer yang abnormal, atau
b. anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen
nuklear Sm, atau
c. temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang
didasari atas:
 kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal
baik IgG atau IgM
 tes lupus antikoagulan positif menggunakan
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
12
metoda standar
 hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis
sekurang-kurangnya
selama
6
bulan
dan
dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema
pallidum atau tes fluoresensi antibodi treponema.
Antibodi Antinuklear Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan
(ANA)
pemeriksaan
imunofluoresensi
atau
pemeriksaan
setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit
tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan
dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.
Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi SLICC 201243
Kriteria Klinis
Kriteria Imunologis
Lupus kutaneus akut
ANA
Lupus kutaneus kronik
Anti-dsDNA
Ulkus oral atau nasal
Anti-Sm
Alopesia (non-scarring)
Antibodi antifosfolipid
Artritis
Komplemen rendah (C3, C4, CH50)
Serositis
Direct
Ginjal
diperhitungkan
Neurologis
hemolitik)
Coombs’
bila
test
(tidak
ada
anemia
Anemia hemolitik
Leukopenia
Trombositopenia <100.000/mm3
2.1.3 Aktivitas Penyakit
LES merupakan penyakit yang sangat dinamis dalam perjalanannya, ditandai
dengan adanya periode eksaserbasi, persisten aktif, hingga remisi. Dalam praktik
klinisnya, pasien dengan LES perlu dilakukan penilaian terhadap: (1) aktivitas
penyakit, (2) kerusakan kronis akibat penyakit maupun pengobatan, (3) kejadian
tidak diharapkan dari pengobatan, (4) kualitas hidup terkait kesehatan (healthUniversitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
13
related quality of life, HRQoL), dan (5) dampak ekonomi, terkait dengan
produktifitas kerja karena sebagian besar pasien berada dalam rentang usia
produktif.13
Aktivitas penyakit didefinisikan sebagai manifestasi klinis dan laboratoris yang
reversibel, mencerminkan manifestasi imunologi dan inflamasi dari suatu
keterlibatan organ akibat lupus pada titik waktu tertentu. Penilaian aktivitas
penyakit diharapkan secara praktis dapat diaplikasikan dalam hal ini mudah dan
murah dalam pengumpulan data dan metode skoring serta mudah diintepretasikan.
Beberapa metode pengukuran dikembangkan baik untuk menilai aktivitas lupus
secara keseluruhan (global) maupun dampak terhadap organ secara spesifik.13
Aktivitas penyakit LES dapat dinilai dengan beberapa perangkat, diantaranya
adalah13:
a. Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI)
SLEDAI merupakan salah satu perangkat untuk penilaian aktivitas secara
global, pertama kali dikenalkan tahun 1985 berdasarkan diskusi kelompok
reumatologi, dan telah dilakukan validasi. SLEDAI berkorelasi dengan
mortalitas dan kesintasan pada pasien LES dan menjadi prediktor dari
kerusakan. SLEDAI juga memberikan prognosis terhadap kematian dalam 6
bulan ke depannya, dengan risiko relatif hingga 14,11 untuk skor > 20.
Beberapa modifikasi SLEDAI dilakukan, diantaranya Mexican version
SLEDAI (Mex-SLEDAI) yang dibuat dengan tujuan meminimalkan biaya
dengan mengurangi pemeriksaan laboratorium. Perangkat ini telah divalidasi
pada negara yang menggunakan bahasa Spanyol, namun masih belum banyak
digunakan pada uji klinis dan terbatas pada beberapa pusat di Amerika Latin.
SLEDAI-2000 (SLEDAI-2K), menyertakan ruam inflamasi, alopesia, ulserasi
mukosa, dan proteinuria baru, berulang, atau persisten.
Mex-SLEDAI-2K dan SLEDAI-2K memiliki validitas yang konvergen begitu
juga dengan SLAM-R. Modifikasi lain dari SLEDAI adalah SELENA–
SLEDAI Flare Index (SFI) yang memodifikasi beberapa deskriptor, namun
belum ada yang melakukan validasi.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
14
b. Systemic Lupus Activity Measure (SLAM)
SLAM pertama kali diperkenalkan tahun 1989 mengukur aktivitas penyakit
secara global dalam 1 bulan terakhir. Pada SLAM, umumnya tiap-tiap
variabelnya hanya dinilai ada atau tidaknya kemudian diberikan nilai 0 – 3
berdasarkan
keparahannya.
Modifikasi
dari
SLAM,
yaitu
SLAM-R
mengeksklusi kriteria imunologi dan sudah divalidasi dan reliable dengan
perangkat lainnya.
c. European Consensus Lupus Activity Measurement (ECLAM)
ECLAM terdiri dari 15 variabel dan telah dilakukan validasi setelah
dibandingkan dengan SLEDAI dan BILAG, namun belum banyak digunakan
pada uji klinis.
d. Lupus Activity Index (LAI)
LAI terdiri dari 5 bagian, 8 sistim organ, dan 3 parameter laboratorium. Ketika
dibandingkan dengan perangkat aktivitas penyakit lainnya, hasilnya sesuai dan
sensitif terhadap perubahan klinis.
e. SLE Activity Index Score (SIS)
SIS terdiri dari 17 parameter klinis berupa manifestasi klinis, keluhan
subjektif pasien dan juga parameter laboratorium. Perangkat ini telah
divalidasi dengan perangkat lainnya dan juga digunakan pada beberapa uji
klinis walaupun belum digunakan secara luas seperti SLEDAI dan BILAG.
f. British Isles Lupus Assessment Group (BILAG)
BILAG menilai manifestasi klinis dan laboratoris pada masing-masing 7
sistim organ dan gejala konstitusional secara umum. BILAG telah mengalami
revisi hingga akhirnya pada tahun 2004 digunakan BILAG-2004 yang terdiri
dari 97 parameter. BILAG-2004 telah dilakukan validasi dengan perangkat
lain dan juga digunakan pada beberapa uji klinis, namun penggunaannya
dalam praktik dan uji klinis jangka panjang sulit dilakukan karena kurang
praktis dan kesulitan dalam menganalisa hasilnya.
Beberapa studi telah membandingkan dan melakukan validasi perangkatperangkat ini, Petri, et al, Gladman, et al dan kelompok SLICC menyatakan
bahwa LAI, SLEDAI, SLAM dan BILAG sensitif dalam menilai perubahan
aktivitas penyakit dalam sebuah studi kohort. SLEDAI dikatakan lebih mampu
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
15
laksana oleh klinisi yang kurang berpengalaman dan pada negara yang tidak
menggunakan bahasa Inggris. Ward, et al juga membandingkan BILAG,
ECLAM, LAI, SLAM dan SLEDAI secara prospektif pada 22 pasien dan
perubahan antara kelima perangkat tersebut saling bersesuaian.44
Tabel 2.3 Instrumen Mex-SLEDAI42
No. Deskripsi
Definisi
Nilai
1
Gangguan
Psikosa: Gangguan kemampuan melaksanakan aktivitas 8
neurologis
fungsional normal dikarenakan gangguan persepsi realitas.
Termasuk halusinasi, inkoheren, kehilangan asosiasi, isi
pikiran yang dangkal, berfikir tidak logis, bizzare,
disorganisasi atau bertingkah laku katatonik. Ekslusi:
uremia dan pemakaian obat.
CVA (cerebrovascular accident): sindrom baru. Eksklusi:
arteriosklerosis
Kejang: awitan baru. Eksklusi: metabolik, infeksi, atau
pemakaian obat
Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental
yang ditandai dengan gangguan orientasi, memori atau
fungsi intelektual lainnya dengan awitan yang cepat,
gambaran klinis yang berfluktuasi. Seperti: a) kesadaran
yang berkabut dengan berkurangnya kapasitas untuk
memusatkan pikiran dan ketidakmampuan memberikan
perhatian terhadap lingkungan, disertai dengan sedikitnya
dua dari: b) gangguan persepsi; berbicara melantur;
insomnia atau perasaan mengantuk sepanjang hari;
meningkat
atau
menurunnya
aktivitas
psikomotor.
Eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau penggunaan
obat.
Mononeuritis: defisit sensorik atau motorik yang baru di
satu atau lebih syaraf kranial atau perifer.
Mielitis: paraplegia dan atau gangguan mengendalikan
BAK/ BAB dengan awitan yang baru. Eksklusi: penyebab
lain
2
Gangguan ginjal
Silinder: heme granular atau sel darah merah
6
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
16
Hematuria > 5/ LPB. Eksklusi penyebab lainnya (batu/
infeksi)
Proteinuria. Awitan baru, > 0,5 gram/l pada spesimen
acak
Peningkatan kreatinin (> 5 mg/dl)
3
Vaskulitis
Ulserasi, gangren, nodul pada jari yang lunak, infark 4
periungual, splinter hemorrhages. Data biopsi atau
angiogram dari vaskulitis.
4
5
Hemolisis
Hb < 12 g/dl dan retikulosit terkoreksi > 3%
Trombositopeni
Trombosit < 100.000/ mm3 dan bukan karena obat
Miositis
Nyeri
dan
lemahnya
otot-otot
3
proksimal,
yang 3
dihubungkan dengan peningkatan CK
6
Artritis
Pembengkakan atau efusi lebih dari 2 sendi
2
7
Gangguan
Ruam malar: Awitan baru atau eritema malar yang 2
mukokutan
menonjol
Ulkus mukosa oral atau nasofaring dengan awitan baru
atau berulang
Alopesia abnormal: kehilangan sebagian atau seluruh
rambut atau mudah rontoknya rambut
8
Serositis
Pleuritis: terdapatnya nyeri pleura atau pleural friction rub 2
atau efusi pleura pada pemeriksaan fisik
Perikarditis: terdapatnya nyeri perikardial atau pericardial
friction rub.
Peritonitis: terdapatnya nyeri abdominal menyeluruh
dengan
rebound
tenderness
(eksklusi
penyakit
intraabdominal)
9
10
Demam
Demam > 38 C sesudah eksklusi infeksi
Fatigue
Fatigue yang tidak dapat dijelaskan
Leukopenia
Leukosit < 4.000/ mm3, bukan akibat obat
Limfopenia
Limfosit < 1.200/ mm3, bukan akibat obat
1
1
Penilaian
< 2 : remisi
2 – 5 : probably active
> 5 : aktif
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
17
2.2
Trombosis pada LES
Hubungan antara LES dan trombosis sangatlah erat, dalam sebuah studi prospektif
selama 10 tahun oleh Cervera, et al, didapatkan trombosis merupakan penyebab
kematian utama pada lupus eritematosus sistemik menempati posisi teratas
bersama dengan aktivitas penyakit (26,5%). Kejadian trombosis arterial pada LES
juga banyak dipelajari, dihubungkan dengan aterosklerosis prematur dan
inflamasi, yang risikonya menjadi 5 – 10 kali lipat dibandingkan populasi
normal.45, 46
Studi mengenai LES dengan kejadian aterosklerosis menunjukkan bahwa 37,1%
pasien LES mengalami kejadian aterosklerosis dibandingkan 15,2% pada populasi
kontrol. Studi lain dengan menggunakan electron-beam computed-tomography
untuk menapis adanya kalsifikasi koroner, mendapatkan kejadian kalsifikasi
koroner lebih tinggi pada LES dibandingkan kontrol (20 dari 65 pasien vs. 6 dari
69 pasien).8
Pada ultrasonografi karotis juga dapat dijumpai penebalan intima-media sebanyak
21% pada pasien LES di bawah 35 tahun.7 Studi oleh Romero-Diaz menunjukkan
bahwa pasien LES memiliki risiko trombosis yang lebih tinggi baik arteri maupun
vena, dengan kejadian tertinggi dalam 5 tahun pertama setelah terdiagnosis,
walaupun dari studi ini seluruh kejadian tromboemboli vena terjadi pada 6 tahun
pertama. Dengan analisis multivariat, faktor-faktor yang terkait trombosis adalah
insufisiensi vena, aktivitas penyakit, dan vaskulitis, sementara vaskulitis dan
aktivitas penyakit terkait dengan trombosis vena, sedangkan trombosis arteri
dikaitkan dengan dislipidemia, manifestasi sistim syaraf pusat, dan aktivitas
penyakit.47
Studi lain di Swedia oleh Zoller, dengan mengumpulkan pasien dengan diagnosis
penyakit autoimun dan menjalani perawatan karena emboli paru sejak 1 Januari
1964 hingga 31 Desember 2008, mendapatkan 535.538 pasien dengan 33 jenis
penyakit autoimun, dengan risiko keseluruhan emboli paru 6,38 kali. LES
memiliki risiko 10,23 kali, risiko ini didapatkan lebih tinggi pada 5 tahun pertama,
sebesar 1,53 kali dan berkurang seiring waktu, pada 5 tahun kedua 1,15 dan
setelah 10 tahun menjadi 1,04 kali.14 Studi di Amerika Serikat menunjukkan
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
18
bahwa dari kejadian perawatan rumah sakit pasien-pasien dengan anemia
hemolitik autoimun, idiopathic thrombocytopenic purpura, artritis rematoid, dan
LES, kejadian trombeombeli vena (trombosis vena dalam dan atau emboli paru)
sebesar 2,84%, odds ratio untuk terjadinya tromboemboli vena pada pasien
dengan keempat penyakit autoimun tersebut adalah 1,2. Odds ratio untuk pasien
dengan LES sendiri sebesar 1,23.48
Dalam patogenesisnya dikatakan pada LES didapatkan defisiensi C1q sehingga
meningkatkan produksi IFN-α, hal ini salah satu yang menyebabkan pasien LES
berisiko mengalami kejadian trombosis, selain karena inflamasi. Pada studi lain,
menunjukkan
gangguan
fibrinolisis
pada
pasien
LES
dimana
terjadi
ketidakseimbangan tPA/PAI-1 dan adanya antibodi terhadap tPA. Pada pasien
LES juga bisa didapatkan peningkatan plasminogen, penurunan tPA, peningkatan
PAI-1, dan peningkatan TAFI.16, 49 Autoantibodi yang terbentuk pada LES akan
membentuk kompleks imun yang meningkatkan reaktivitas dan mengaktivasi
trombosit. Selain itu juga bisa ditemukan antibodi terhadap antitrombin-III,
protein C, protein S, PAI-1, dan tPA pada LES.16-19, 50 Pada LES, sering dijumpai
nefritis
lupus,
dimana
terjadi
glomerulonefritis
yang
menyebabkan
diekskresikannya antikoagulan endogen seperti AT-III dan protein fibrinolitik
seperti plasminogen.20
Inflamasi juga merupakan kondisi protrombotik, karena pada kondisi inflamasi
terjadi peningkatan ekspresi faktor jaringan yang menyebabkan disfungsi endotel,
penurunan kadar trombomodulin, gangguan aktivitas antikoagulan endogen
seperti protein C dan antitrombin, serta penekanan fibrinolisis melalui hambatan
pada TFPI. Sitokin-sitokin proinflamasi meningkatkan jumlah dan reaktivitas
trombosit, serta meningkatkan ekspresi faktor jaringan yang akan menginisiasi
kaskade koagulasi. 15
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
19
Tabel 2.4 Mekanisme Kerusakan Vaskuler pada LES7
a. Peningkatan kerusakan endotel
Kerusakan yang dimediasi komplemen dan kompleks imun
Stres oksidatif
b. Penurunan pemulihan vaskuler
Disfungsi sel progenitor endotel/ sel angiogenik bersirkulasi yang
diperantarai IFNα
Granulosit berdensitas rendah yang merusak endotel
c. Pembentukan plak melalui IFNα
d. Kematian sel endotel yang diinduksi neutrofil yang terjebak
e. Inflamasi vaskuler akibat aktivasi trombosit melalui IFNα
f. Produksi sitokin yang mengalami disregulasi
g. Kerusakan vaskuler akibat sel T melalui interaksi CD154-CD40 dan
kostimulasi CD137
h. Pemrosesan lipid yang terganggu
Peningkatan LDL yang teroksidasi
Penurunan HDL dan peningkatan HDL proinflamasi
Peningkatan vLDL dan trigliserida
i. Autoantibodi dengan bermacam-macam target pada siklus aterogenesis
Tabel 2.5 Penelitian Mengenai Trombosis pada LES
No. Peneliti, tahun
Subjek
Epidemiologi trombosis pada LES
1.
Petri, et al. 337 pasien LES
199651
Tujuan
Hasil
Asosiasi
homosistein
dengan stroke dan
kejadian
trombosis pada
pasien LES
2.
Mengetahui risiko
relatif kejadian
trombosis vena
(TV) terkait
antibodi
antifosfolipid
Peningkatan homosistein
didapatkan pada 15% pasien,
dan secara independen
berhubungan dengan stroke
(OR 2,44, 95%CI 1,04-5,75,
p = 0,04) dan trombosis
arteri (OR 3,49, 95%CI
0,97-12,54, p=0,05)
OR untuk terjadinya TV
pada pasien dengan LA
sebesar 5,61 (95%CI 3,88,27) secara keseluruhan,
untuk DVT dan PE sebesar
6,32 (95% CI 3,71-10,78)
untuk trombosis berulang
Wahl,
199752
et
al,
Meta analisis 26
artikel
2249 pasien
LES, 1120
dilakukan
pemeriksaan LA
dan 1563
Ket.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
20
dilakukan
pemeriksaan
antikardiolipin
3.
Roman, 20039
4.
Mok, et
200517
5.
6.
197 pasien LES
dibandingkan
dengan 197
kontrol
Mengetahui
prevalensi
dan
korelasi
faktor
risiko tradisional
dan faktor risiko
terkait
lupus
terhadap
aterosklerosis dini
pada LES
625 pasien LES
dari 3 etnis
berbeda (258
Cina, 140
Afrika-Amerika,
227 Kaukasia)
Membandingkan
insiden dan faktor
risiko kejadian
tromboemboli
pada pasien LES
dengan latar
belakang etnis
yang berbeda
Ramagopalan, et
al, 201153
Database 3
laporan statistik
Rate ratio dari
immune mediated
dan kejadian TEV
Johannesdottir,
20126
14721
VTE
Mengetahui
apakah penyakit
autoimun
kulit
dan jaringan ikat
terkait
dengan
tromboemboli
vena (TEV)
al.
pasien
11.6 (95% CI 3.65-36.91).
Pada pasien dengan ACA
2,17 (95% CI 1,51-3,11)
secara keseluruhan, 2,5
(95% CI 1,51-4,14) untuk
DVT dan PE, serta 3,91
(95% CI 1,14-13,38) untuk
trombosis berulang
Aterosklerosis (plak karotis)
lebih banyak pada pasien
LES dibandingkan kontrol
(37,1 % vs. 15,2 %,
p<0,001).
Pasien dengan plak: lebih
tua, durasi penyakit lebih
lama, kerusakan organ lebih
besar, lebih jarang memiliki
autoantibodi multipel dan
mendapat prednison,
siklofosfamid, dan
hidroksiklorokuin.
Kejadian tromboemboli
arteri sebesar 16/1.000
pasien dalam setahun dan
tromboemboli vena 13/1.000
pasien dalam setahun
Kejadian kumulatif dari
tromboemboli arteri pada 60
bulan setelah diagnosis
LES sebesar 8,5%, 8,1%,
dan 5,1% untuk etnis Cina,
Afrika-Amerika, dan
Kaukasia.
Risiko kumulatif
tromboemboli vena sebesar
3,7%, 6,6%, dan 10,3%,
berturut-turut
Rate ratio dari LES yaitu
3,61 (2,36 – 5,31) pada
populasi ORLS1 , 4,60 (3,19
– 6,43) pada ORLS2 dan
3,71 (3,43 – 4,02) pada
populasi Inggris.
Penyakit autoimun kulit
tidak terkait dengan TEV
Juvenile RA terkait dengan
TEV (IRR 3,0; 95% CI 1,4 –
6,4), LES terkait dengan
TEV (IRR 2,0; 95% CI 1,7 –
4,7), risiko menurun seiring
ORLS:
Oxford
Record
Linkage
Study
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
21
7.
Kaiser,
200954
et
al.
1930 pasien
LES, dari etnis
Kaukasia,
Afrika-Amerika,
Asia-Amerika,
dan Hispanik
Fungsi trombosit pada LES
8.
Brzosko, et al. 33 pasien LES
199822
9.
Ekdahl, et al.
200421
30 pasien LES
(15
dengan
trombosis)
18 pasien nonLES
dengan
DVT
50 kontrol sehat
Kerusakan endotel pada LES
10. De Leeuw, et al, 72 pasien LES
200955
dan 36 kontrol
Mengidentifikasi
faktor risiko
trombosis pasien
LES
Mengetahui
aktivasi trombosit
pada pasien LES
Mengetahui
aktivasi trombosit
pada pasien LES
Faktor risiko
aterosklerosis dini
pada pasien LES
waktu.
Merokok (OR 1,26, p =
0,011), durasi penyakit (OR
1,26 per 5 tahun p =
0,027×10-7), nefritis (OR
1.35, p = 0.036), antibodi
antifosfolipid (OR 3,22,
p<10-9) dan obat
imunomodulator (OR 1,40, p
= 0,011). Awitan usia lebih
muda bersifat protektif (OR
0,52 untuk usia ≤ 20, p =
0,001). Hidroksiklorokuin
menjadi faktor protektif (OR
0,62, p = 4,91×10-4).
Didapatkan korelasi antara
aktivitas penyakit dengan
peningkatan PF4 (p =
0,03848)
dan
βtromboglobulin
(p
=
0,00096)
Kadar β-tromboglobulin ( p
< 0,01) dan fibrinogenbound phosphate (p < 0,05)
berkorelasi
dengan
trombosis
IMT meningkat pada pasien
LES (0,67+0,13 vs
0,61+0,11, p <0,05)
Hipertensi meningkat (33%
vs 6%, p < 0,001)
SCORE risk (2,2 vs 11,7, p <
0,001)
Parameter inflamasi: CRP
(1,8 vs 0,6, p< 0,001)
Aktivasi endotel: VCAM-1
(505 vs 374, p<0,001)
vWF (138 vs 48%, p<0,001)
Perubahan remodeling
vaskuler:
MMP-3 918 vs 8, p<0,001)
TIMP-1 (275 vs 230,
p<0,001)
MMP-9 (266 vs 348,
p<0,05)
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
22
Gangguan sistim koagulasi dan antikoagulan pada LES
11. Inoh, et al. 57 pasien LES
Mengetahui
199637
kegunaan penanda
koagulasi
dan
fibrinolisis untuk
menilai aktivitas
penyakit LES
12.
Kyung
200050
et
al,
27 pasien LES
13.
Male, et
200156
al,
59 pasien LES
anak
14.
Afeltra, et al.
200557
57 pasien LES
15.
Wu,
et
36
2008
100 pasien LES
dengan aktivitas
peyakit rekuren
(71% nefritis)
al.
Mengetahui
prevalensi
antibodi protein S
pada pasien LES
dengan defisiensi
protein S
Mengetahui
apakah resistensi
protein C didapat
terkait
dengan
antibodi
antifosfolipid,
apakah resistensi
protein C didapat
terkait
dengan
tromboemboli,
interaksi
antara
keduanya dalam
menyebabkan
tromboemboli
Mengetahui
kecenderungan
trombosis pada
pasien LES
dengan
mengidentifikasi
faktor risiko
kongenital dan
didapat
Menggunakan
pengukuran
Ddimer
pada
beberapa keadaan
(penyakit serius
dan flare) untuk
memprediksi
kejadian
trombosis
(pembuluh darah
besar dan kecil,
serta endokarditis
T-AT III complex dan Ddimer menunjukkan korelasi
yang baik dengan SLEDAI
(r = 0,66 dan r = 0,5, p <
0,001)
Eksklusi:
Pil
kontrasepsi,
ACA,
LA,
DM,
dislipidemia,
insufisiensi
renal
44,4% memiliki kadar
protein S yang rendah
Resistensi protein C didapat
terjadi pada 31% pasien dan
terkait dengan LA dan tidak
terkait dengan ntikardiolipin.
Adanya LA dan resistensi
protein C didapat terkait
dengan risiko tromboemboli
yang lebih tinggi.
Konsentrasi protein C dan S
tidak terkait dengan antibodi
fosfolipid, resistensi protein
C didapat dan kejadian
tromboemboli.
Protein C, antitrombin,
fibrinogen, D-dimer
homosistein lebih tinggi
pada pasien LES
Mutasi protrombin lebih
tinggi (11 vs 4%)
Mutasi MTHFR (25 vs 8%)
LA lebih tinggi (38,5 vs 0%)
D-dimer
umumnya
meningkat beberapa bulan
sebelum trombosis.
Kadar D-dimer puncak < 0,5
μg/ml, kejadian trombosis
0%, 33% memiliki antibodi
antifosfolipid.
D-dimer
puncak 0,5 – 2 mcg/ml,
kejadian trombosis 6%, 44%
memiliki
antibodi
antifosfolipid, D-dimer > 2
mcg/ml, 42% mengalami
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
23
Libman-Sacks)
16.
Adams, et al.,
201158
40 pasien LES,
61 kontrol
Mengetahui
aktivitas tissue
factor dan
kaitannya dengan
kejadian
trombosis
17.
Kaiser, 201212
1698 pasien
LES pada UCSF
Lupus
Genetics Project
dan 1361 pasien
LES pada
PROFILE
Cohort
Mengetahui
apakah
variasi
genetik
terkait
LES
terkait
dengan kejadian
trombosis pada 2
kelompok
etnis
pasien LES
18.
Collins, et al.
201359
34 pasien
sindrom Sjӧgren
primer
11 pasien LES
13 kontrol sehat
Mengetahui
karakteristik
aktivitas
koagulasi
pada
pasien
sindrom
Sjӧgren
primer
dan LES dengan
tromboelastografi
dan agregometer
Gangguan fibrinolisis pada LES
19. Ruiz-Argȕelles
18 pasien LES
60
et al, 1991
Mengidentifikasi
abnormalitas
trombosis, 76% memiliki
antibodi antifosfolipid
Pasien LES memiliki TFPI
yang lebih tinggi (11,6+0,9
vs 6,4+0,4 ng/ml, p < 0,001)
dan aktivitas TFPI yang
menurun (0,66+0,07 vs
1,22+0,33 U/ml, p < 0,001)
Pasien LES yang mengalami
trombosis memiliki aktivitas
TFPI yang lebih tinggi
dibandingkan yang tidak
(0,97+0,07 vs 0,53+0,14
U/mL, p = 0,0026)
23% pasien LES mengalami
kejadian trombosis.
Faktor
risiko
genetik
trombosis secara umum pada
pasien tersebut, SNP pada
gen FVL rs6025 (OR 1,85, p
0,02), MTHFR rs1801133
(OR 0,75, p=0,04) pada
European-American
dan
FGG rs2066865 (OR 1,91,
p=0,01) pada Hispanik.
Faktor risiko trombosis
vena, SNP pada MTHFR
rs1801131(OR 1,51,
p=0,01), MTHFR rs1801133
(OR 0,70, p=0,04), FVL
rs6025 (OR 2,69, p=0,002)
dan FGG rs2066865 (OR
1,49, p=0,02) pada
European Americans.
Faktor risiko trombosis
arteri FGG rs2066865 (OR
2,19,
p=0,003)
pada
Hispanik
Parameter TEG dan agregasi
trombosit sama pada semua
kelompok.
Peran sitokin inflamasi
berkorelasi negatif dengan
kekuatan bekuan darah, IL1α (r = -0,686) dan MIP-1α
(r = -0,640)
Aktivitas tPA tidak
terdeteksi pada pasien LES,
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
24
fibrinolisis pada
pasien LES.
20.
Salazar-Paramo,
et al, 199619
43 pasien LES
Mengetahui peran
antibodi terhadap
tPA dengan
kejadian
fenomena
Raynaud dan
trombosis
21.
Bates,
200318
48 pasien LES
Prevalensi dan
makna klinis
antibodi anti-PAI1.
et
al.
kadar PAI didapatkan lebih
tinggi (8,63 vs 0,74 IU/ml, p
<0,01), defisiensi protein C
didapatkan pada 17%,
fibrinogen lebih tinggi (219
vs 192 mg/dl, p <0,01, dan
kadar plasminogen lebih
tinggi pada pasien LES (117
vs 78,2%, p < 0,01), Ddimer didapatkan negatif
pada semua pasien LES,
antibodi antifosfolipid
didapatkan pada 68%.
26% pasien didapatkan
antibodi terhadap tPA, pada
kelompok tersebut
didapatkan kejadian
fenomena Raynaud yang
lebih tinggi (36 vs 6%) dan
trombosis yang lebih tinggi
(18 vs 6%)
71% didapatkan
ppeningkatan antibodi antiPAI-1. Berkorelasi lemah
dengan anti-dsDNA.
Berkorelasi dengan BILAG
2.2.1 Hemostasis Normal
Hemostasis normal adalah proses dimana koagulasi terjadi dan berakhir dalam
sebuah rangkaian reaksi, dan juga bersihan dari bekuan darah (fibrinolisis) dalam
rangka mempertahankan integritas pembuluh darah dan patensi aliran darah.
Hemostasis melibatkan beberapa sistim dalam tubuh yang tentunya melibatkan
beberapa organ dan juga berinteraksi dengan beberapa sistim, seperti sistim imun
dan inflamasi. Sistim yang terlibat dalam hemostasis adalah endotel, trombosit,
koagulasi, antikoagulan dan fibrinolisis.24, 61
Pada kondisi normal, dimana sistim vaskuler intak, darah akan mengalir tanpa
hambatan dan mempertahankan fluiditasnya melalui keseimbangan komponen
terlarut maupun selulernya. Keseimbangan ini dapat terganggu oleh beberapa hal
seperti adanya polimorfisme genetik, inflamasi, keganasan, kerusakan vaskuler,
kondisi medik tertentu ataupun pembedahan dan obat-obatan.24
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
25
Virchow, pada pertengahan abad ke-19 telah memaparkan bahwa trombosis
terjadi akibat perubahan aliran darah (stasis atau turbulensi), perubahan pada
pembuluh darah, dan perubahan pada komponen darah (hiperkoagulabilitas).
Trombi terbentuk dari benang-benang fibrin dan sel-sel darah yang terjerat di
dalamnya. Pada trombus arterial, umumnya kerusakan dinding endotel
menyebabkan aktivasi trombosit, sehingga banyak dijumpai agregat trombosit dan
sedikit fibrin di dalamnya. Sedangkan pada trombus vena, stasis dan turbulensi
aliran darah serta adanya aktivasi lokal dari koagulasi lebih sering mendasarinya,
sehingga trombus pada vena seringkali dijumpai banyak fibrin dan sel darah
merah dengan sedikit trombosit.62
Endotel berperan menjaga integritas pembuluh darah dan juga mencegah
trombosis dengan mencegah kontak dengan lapisan dibawahnya yang bersifat
trombogenik, namun di sisi lain dalam kondisi adanya jejas, maka endotel
memiliki peran dalam memperantarai terjadinya adesi, aktivasi dan agregasi
trombosit.
Endotel
sebagai
sumber
dari
faktor
vonWillebrand,
akan
memperantarai adesi trombosit. Endotel juga berperan dalam mencegah
pembentukan trombus yang berlebihan, terbentuknya trombin akan merangsang
pengeluaran prostasiklin oleh endotel sehingga menghambat aktivasi dan agregasi
trombosit. Trombin juga akan berikatan dengan trombomodulin pada endotel
untuk kemudian memfasilitasi aktivasi dari protein C dan menghambat
pembentukan trombin. Peran lain dari endotel dalam hemostasis adalah sebagai
sumber dari tissue plasminogen activator (tPA) yang merupakan enzim penting
dalam proses fibrinolisis. Trombosit akan mengalami adesi ketika terpapar dengan
lapisan subendotel, diperantarai reseptor integrin, glikoprotein Ia/IIa dan faktor
vonWillebrand yang dibantu dengan glikoprotein Ib/IX-V.63
Secara in vivo, aktivasi jalur koagulasi dimulai ketika darah terpapar dengan tissue
factor, faktor VII akan teraktivasi dan kemudian membentuk kompleks dengan
tissue factor yang kemudian mengaktifkan faktor IX dan X. Dalam kondisi tidak
adanya FVa sebagai kofaktor, FXa akan membentuk sejumlah kecil trombin dari
protrombin, tahapan ini disebut dengan inisiasi. Trombin yang sedikit ini, tidak
dapat merangsang pembentukan fibrin, namun dapat mengaktifkan kembali FV
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
26
dan FVIII. FVIIIa membentuk kompleks dengan FIXa (FX-ase) dan mengaktifkan
faktor FXa dalam jumlah cukup kemudian membentuk kompleks dengan FVa
(FXa-FVa = protrombinase) menghasilkan trombin yang kemudian akan
membentuk bekuan fibrin, dan fase ini disebut fase amplifikasi. Aktivasi jalur
koagulasi ini diperantarai oleh reaksi enzimatik oleh enzim serin protease. Peran
penting dari faktor jaringan ini dibuktikan dengan memberikan stimulasi
endotoksinemia atau bakteremia pada model hewan yang aktivitas dari tissue
factor-nya dihambat, maka aktivasi koagulasi juga tidak terjadi. Sementara pada
pemberian antibodi yang menghambat sistim kontak, tidak memengaruhi
pembentukan trombin.61, 64
Untuk mencegah terbentuknya trombus yang berlebihan, proses amplifikasi akan
dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor, selain itu adanya antitrombin akan
menghambat pembentukan trombin dengan membentuk kompleks inaktif dengan
FIX, FX, FXI dan trombin. Trombin juga akan mengaktivasi antikoagulan lain
yaitu protein C, trombomodulin dan reseptor endotel.61
Pada akhirnya, bekuan fibrin ini akan mengalami fibrinolisis ketika berikatan
dengan tissue plasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen
membentuk plasmin yang akan memecah fibrin menjadi fibrin degradation
product (FDP) yang terlarut. Fibrinolisis yang berlebihan akan dihambat oleh
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan α2-antiplasmin.61
Gambar 2.1 Kaskade koagulasi61
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
27
2.2.2 Perubahan Hemostasis pada Inflamasi
Hemostasis dan inflamasi saling memengaruhi satu sama lain, hal ini terjadi
melalui proses receptor-mediated signaling, interaksi seluler dan produksi
mikrovesikel oleh sel endotel, leukosit dan trombosit. Inflamasi akan
menyebabkan ketidakseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang
dapat menstimulasi kaskade koagulasi. Trombosit setelah mengalami aktivasi
akan melepas sitokin, faktor pertumbuhan dan mediator proinflamasi, kemudian
juga akan menarik leukosit yang dimediasi oleh P-selectin pada permukaan
trombosit dan juga endotel melalui ikatan dengan ligan pada leukosit, seperti Pselectin glycoprotein ligand (PSGL). Ligan yang sama akan menarik mikrovesikel
dalam sirkulasi yang terdapat tissue factor di dalamnya dan mempertahankan
aktivasi koagulasi yang sebelumnya dicetuskan oleh tissue factor dari pembuluh
darah. Sitokin proinflamasi, seperti TNF-α juga menginduksi ekspresi tissue
factor pada endotel dan leukosit. Endotel berperan dalam melokalisir inflamasi,
dimana endotel menjadi protrombotik melalui penurunan antikoagulan endogen,
ekspresi P-selectin, vWF dan juga tissue factor. Pada hewan coba, tidak adanya
P-selectin,yang memerantarai rosetting antara monosit, neutrofil dan trombosit
pada sirkulasi, sehingga menghambat terjadinya aterosklerosis.64-66
Trombin yang terbentuk dari kaskade koagulasi, akan mengaktifkan trombosit lain
dan kemudian akan mempercepat produksi fibrin. Pengaruh inflamasi pada sistim
koagulasi juga diperantarai oleh protease yang teraktivasi pada peningkatan
ekspresi mediator proinflamasi melalui ikatannya pada protease activated
receptors (PAR), pada model hewan coba dengan defisiensi PAR-4, tidak
menunjukkan aktivitas trombosit pada kasus trombosis arteri koroner.64
Fibrin juga memiliki peran dalam aktivasi trombosit dan leukosit, ketika terjadi
ikatan fibrin dan leukosit, maka akan terjadi fagositosis, transkripsi yang
diperantarai NF-κB, produksi kemokin dan sitokin serta degranulasi.66
Inflamasi juga memengaruhi antikoagulan endogen, dimana antikoagulan ini
memiliki efek antiinflamasi, yaitu tissue factor pathway inhibitor (TFPI),
antitrombin, protein C dan S. TNF-α sebagai sitokin proinflamasi akan
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
28
menghambat sintesis protein C, antikoagulan ini juga sudah dilakukan uji klinis
pada sepsis dengan hasil bervariasi, salah satu studi yang dikenal adalah studi
PROWESS yang menggunakan rekombinan protein C (drotrecogin-alfa) dengan
hasil penurunan mortalitas pada sepsis berat dimana terjadi aktivasi berlebihan
dari koagulasi dan inflamasi vaskuler. Antitrombin adalah suatu penghambat serin
protease yang merupakan penghambat utama dari trombin dan FXa, pada
inflamasi, antitrombin akan menurun sebagai akibat dari konsumsi (pembentukan
trombin yang terus berlangsung), gangguan sintesis (protein fase akut negatif),
dan degradasi oleh elastase dari neutrofil yang teraktivasi.64, 66
Adanya disfungsi endotel merupakan penyebab yang utama dalam terganggunya
sistim protein C, pada kasus aterosklerosis koroner didapatkan ekspresi
trombomodulin yang lebih rendah. Trombomodulin adalah protein membran yang
akan mengaktifkan protein C bila berikatan dengan trombin dengan efek 100 kali
lipat, ikatan trombin-trombomodulin juga akan menghambat konversi fibrinogen
menjadi fibrin. Ikatan protein C dengan reseptornya pada endotel akan
meningkatkan aktivitas protein C melalui trombin-trombomodulin 5 kali lipat lagi.
Efek dari protein C adalah menyebabkan pemecahan proteolitik dari FVa dan
FVIIIa. Pada inflamasi kadar protein C menurun akibat penurunan sintesis,
degradasi oleh elastase dari neutrofil serta menurunnya trombomodulin pada
permukan endotel akibat sitokin TNFα dan IL-1β. Protein C yang teraktivasi
menghambat produksi sitokin proinflamasi TNFα, IL-1β, IL-6 dan IL-8 yang
diinduksi endotoksin secara in vitro.64
Trombomodulin juga memiliki efek antiinflamasi, trombomodulin meningkatkan
pembentukan TAFI melalui aktivasi oleh trombin dan menginaktivasi komplemen
C5a. Trombomodulin memiliki domain seperti lektin yang menghambat adesi
leukosit, sehingga trombomodulin ini memiliki penting dalam interaksi antara
inflamasi dan koagulasi, melalui aktivasi protein C, mengaktivasi TAFI sehingga
menghambat fibrinolisis dan menghambat komplemen, serta dengan berikatan
dengan trombin dan kemudian mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin,
aktivasi trombosit dan berikatan dengan PAR.64
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
29
Komplemen juga memiliki interaksi dengan sistim koagulasi pada proses
inflamasi, keduanya memiliki kesamaan dimana keduanya teraktivasi melalui
suatu kaskade yang banyak dimediasi enzim serin protease, keduanya juga
teraktivasi ketika ada suatu pencetus yaitu perubahan permukaan seluler, dalam
tahapannya juga terjadi inisiasi, amplifikasi dan propagasi. Pada hewan coba,
kalikrein dan trombin dapat menyebabkan proteolisis C5. Secara in vitro, inkubasi
C3, C5 dengan FIXa, FXa, FXIa, trombin dan plasmin akan mengakibatkan
terbentuknya C3a dan C5a. C3 dan komponen membrane attack complex (MAC)
memperkuat agregasi trombosit yang diperantarai trombin dan juga sekresi
serotonin. C5a menginduksi ekspresi tissue factor pada endotel dan neutrofil.16
Gambar 2.2 Aktivasi Komplemen dan Efektornya16
2.2.3 Peran Trombosit pada Hemostasis dan Trombosis pada LES
Trombosit adalah fragmen dari sitoplasma megakariosit, tidak memiliki inti sel.
Usia trombosit dalam sirkulasi umumnya 7 hari dengan kecepatan pembaruannya
20% dari total trombosit dalam sirkulasi. Degradasinya terjadi pada sistim
retikuloendotelial,yaitu di hati dan limpa. Secara ultrastruktur, trombosit memiliki
4 regio, yaitu (1) zona perifer dimana terdiri dari lapisan glikokaliks (glikoprotein,
protein, dan mukopolisakarida) dan membran fosfolipid; (2) zona struktural yang
didalamnya ditemukan mikrotubul dan protein struktural aktin dan miosin; (3)
zona organel dimana didapatkan mitokondria untuk metabolisme aerob, cadangan
glikogen untuk metabolisme anaerob, granul yang terdiri dari dense bodies, αgranules, dan lisosom yang mengandung senyawa yang berperan penting dalam
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
30
fungsi trombosit; (4) zona sistim membran yang berperan dalam transpor ion,
seperti kalsium yang penting dalam metabolisme, aktivasi dan perubahan
morfologi trombosit.23, 63
Ketika terjadi paparan dengan kolagen, trombosit akan mengalami adesi. Adesi
primer terjadi pada trombosit yang belum teraktivasi, sedangkan adesi sekunder
terjadi pada trombosit yang sudah mengalami aktivasi. Adesi terdiri dari beberapa
tahapan, dimana pada awal disebut fase kontak diperantarai glikoprotein Ib-V-IX
(reseptor trombosit untuk vWF) dan faktor vonWillebrand. Selanjutnya pada fase
stabilisasi diperantarai oleh kelompok reseptor integrin (kolagen, fibronektin dan
laminin). Setelah terjadi ikatan antara kolagen dan reseptornya pada trombosit,
maka trombosit akan mengalami aktivasi.23
Aktivasi trombosit terjadi ketika trombosit terpapar senyawa trombogenik,
diantaranya matriks subendotel (kolagen), transduksi sinyal dari trombosit lain,
ADP, dan trombin yang terbentuk dari aktivasi koagulasi. Aktivasi trombosit akan
melibatkan perubahan metabolik dan biokimiawi, perubahan bentuk, aktivasi
reseptor permukaan dan juga perubahan membran fosfolipid. Pada aktivasi juga
terjadi pelepasan asam arakhidonat, tromboksan A2, sekresi granul dan juga
terjadi aktivasi reseptor glikoprotein IIb-IIIa yang menyebabkan agregasi
trombosit.23
Agregasi trombosit primer diperantarai oleh glikoprotein IIb-IIIa dan fibrinogen
yang masih bersifat reversibel, agregasi trombosit sekunder diperantarai senyawasenyawa yang dilepaskan dari granul. Agregasi dipengaruhi oleh shear forces,
kalsium dan fibrinogen. Agregasi trombosit ini akan melepaskan mikropartikel
dan PF3 yang bersifat prokoagulan melalui tissue factor akan mengaktifkan jalur
koagulasi yang kemudian merubah protrombin menjadi trombin.23, 67
Fungsi trombosit dapat dinilai melalui beberapa pengukuran, pemeriksaan masa
perdarahan baik in vitro maupun in vivo. Pemeriksaan lain yang umum dikerjakan
adalah dengan menilai agregasi trombosit. Beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah dengan menilai protein spesifik yang dilepaskan dari granul
selama proses aktivasi (misalnya P-selectin, PF4, β-tromboglobulin), mengukur
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
31
eikosanoid yang dilepaskan (tromboksan, prostasiklin), penilaian dengan
flowsitometri, retraksi bekuan dan juga tromboelastografi. Dengan melihat
distribusi ukuran trombosit (mean platelet volume) dikatakan dapat memprediksi
kejadian kardiak pasca infark miokard.23
Peranan trombosit dalam fungsi hemostasis dan trombosis sudah banyak
dijelaskan, di sisi lain trombosit juga merupakan sel yang berperan pada
inflamasi. Inflamasi dan hemostasispun memiliki kesamaan dan keterkaitan.
Trombosit yang melekat pada matriks subendotel pada proses hemostasis akan
melepaskan sitokin proinflamasi, menyebabkan adhesi dari leukosit, mengaktivasi
NF-кB dan selanjutnya akan menyebabkan ekspresi dari gen-gen yang menyandi
mediator inflamasi.65
LES merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya antibodi
terhadap nukleus, sehingga autoantibodi yang terbentuk sangat heterogen. Pada
lupus eritematosus dapat dijumpai antibodi terhadap trombosit. Autoantibodi yang
terbentuk juga akan menyebabkan aktivasi trombosit melalui kompleks imun yang
terbentuk, hal ini ditandai oleh meningkatnya penanda aktivasi trombosit seperti
β-tromboglobulin, PF4, dan juga mikropartikel trombosit yang merupakan
prokoagulan. Peningkatan senyawa-senyawa tersebut beberapa terkait dengan
aktivitas penyakit. Penelitian oleh Ekdahl, et al, membandingkan antara pasien
LES tanpa trombosis, pasien LES dengan trombosis, pasien non-LES dengan
DVT, dan kontrol sehat, mendapatkan pada pasien LES didapatkan peningkatan
penanda aktivasi trombosit dibandingkan kelompok lainnya, terutama pada
mereka yang mengalami trombosis.21, 22, 68, 69
2.2.4 Antibodi Antifosfolipid dan Trombosis pada Lupus Eritematosus
Sistemik
Antibodi antifofolipid didapatkan pada 12 - 34% pasien dengan LES.70
Belakangan diketahui dari ketiga antibodi antifosfolipid yang diketahui, memiliki
risiko yang berbeda dalam menimbulkan manifestasi trombosis, baik dari jenis
maupun
jumlahnya.
Kriteria
klasifikasi
Sydney
pada
tahun
2006
mengklasifikasikan sindrom antifosfolipid ke dalam 4 kelompok, yaitu:
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
32

Kategori I

Kategori IIA : memiliki lupus antikoagulan saja

Kategori IIB : memiliki antibodi antikardiolipin saja

Kategori IIC : memiliki antibodi β2-glikoprotein saja
: memiliki lebih dari satu antibodi antifosfolipid
Lupus antikoagulan, jika ditemukan positif kuat memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami trombosis, disusul dengan IgG antikardiolipin. Beberapa
mengajukan peran antibodi lain yang masih belum menjadi kriteria diagnosis dari
sindrom antifosfolipid, seperti antifosfatidilserin/ protrombin, IgA anti-β2glikoprotein.71
Antibodi antifosfolipid menyebabkan trombosis melalui beberapa mekanisme
yang belum diketahui secara pasti, yaitu72:

Penghambatan terhadap reaksi antikoagulan
o Penghambatan terhadap aktivitas antikoagulan dari β2gp inhibitor
o Penghambatan dari jalur protein C
 Penghambatan aktivasi protein C
 Penghambatan protein C teraktivasi
o Penghambatan aktivitas antitrombin
o Pergeseran dari annexin A5

Perubahan pada sel
o Endotel
 Meningkatkan aktivitas prokoagulan endotel
 Meningkatkan ekspresi dan aktivasi dari tissue factor
 Ekspresi dari molekul adesi
 Gangguan fibrinolisis
 Disregulasi dari eikosanoid
 Menurunkan produksi prostasiklin
 Meningkatkan produksi tromboksan A2 platelet
 Mengganggu fungsi dari nitric oxide synthase
o Monosit
 Ekspresi tissue factor
 Meningkatkan stres oksidatif
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
33
o Platelet
 Meningkatkan aktivasi/agregasi platelet
o Sel dendritik plasmasitoid
 Meningkatkan ekspresi TLR-7 dan TLR-8
2.2.5 Pemeriksaan Fungsi Koagulasi
Pemeriksaan dasar dari fungsi koagulasi dikerjakan secara umum tanpa adanya
kecurigaan kelainan hemostasis, umumnya dikerjakan untuk menilai risiko
perdarahan pasca operasi. Pemeriksaan yang umum dikerjakan adalah waktu
protrombin (prothrombin time = PT), waktu tromboplastin partial teraktivasi
(activated partial thromboplastin time = aPTT), waktu trombin (thrombin time =
TT) dan fibrinogen. PT mengukur waktu pembekuan pada kondisi dimana
konsentrasi tromboplastin dalam keadaan optimal dan menggambarkan jalur
ekstrinsik, pemeriksaan ini selain mengetahui protrombin juga bergantung pada
faktor V, VII, X dan fibrinogen.68
Waktu tromboplastin partial teraktivasi mengukur pembekuan setelah aktivasi
melalui faktor kontak dan ditambahkan dengan fosfolipid dan CaCl2 tanpa
penambahan tromboplastin jaringan sehingga menggambarkan aktivitas dari jalur
intrinsik. Plasma diinkubasi dengan aktivator kontak seperti kaolin, silika atau
asam elagat, fase ini akan menyebababkan terbentukya FXIIa yang akan memecah
FXI menjadi FIXa, namun koagulasi tidak akan terjadi tanpa adanya kalsium,
setelah rekalsifikasi, FXIa akan mengaktivasi FIX dan akan terjadi koagulasi.
Pemeriksaan ini tidak hanya melihat aktivitas dari faktor kontak, namun juga
FVIII, FIX, FX, FV, protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan ini sensitif terhadap
antikoagulan dalam sirkulasi (inhibitor) dan heparin.68
Waktu trombin adalah waktu yang dibutuhkan untuk membeku (clotting time)
ketika trombin ditambahkan pada plasma, pemeriksaan ini dipengaruhi
konsentrasi fibrinogen dan keberadaan inhibitor, termasuk produk degradasi
fibrin/fibrinogen dan heparin. Ada beberapa metode pemeriksaan kadar
fibrinogen, namun yang direkomendasikan adalah pemeriksaan dengan metode
Clauss, dimana plasma yang dilarutkan untuk meminimalkan efek inhibitor
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
34
kemudian ditambahkan larutan trombin kuat, lalu dinilai dengan bantuan grafik
yang dibakukan.68
Untuk mengukur produk degradasi fibrin/ fibrinogen dapat dilakukan dengan
pemeriksaan menggunakan metode aglutinasi lateks. Partikel lateks yang
disuspensi disensitisasi dengan antibodi terhadap fragmen D dan E dari FDP,
suspensi dicampurkan pada gelas obyek dengan dilusi dari serum yang akan
diperiksakan, adanya aglutinasi menunjukkan adanya FDP pada sampel,
pemeriksaan ini dapat dilakukan pengukuran secara semikuantitatif. Pemeriksaan
D-dimer dapat dikerjakan dengan metode yang sama, hanya saja dengan
menambahkan antibodi monoklonal terhadap fibrin D-dimer dan dapat
menggunakan sampel plasma, karena tidak dibutuhkan adanya fibrinogen yang
berada dalam serum.68
2.3
Mean Platelet Volume (MPV)
Mean Platelet Volume (MPV) adalah rerata ukuran trombosit yang ditemukan
pada pemeriksaan darah, didapatkan dengan menilai impedans dari kurva
distribusi trombosit. Ukuran trombosit sudah ditentukan pada saat produksi
megakariosit, yang diperantarai oleh sitokin-sitokin seperti IL-3, IL-6 dan
trombopoetin. Stimulasi oleh sitokin-sitokin tersebut menyebabkan produksi
trombosit yang lebih besar. Ukuran trombosit yang lebih besar menunjukkan
aktivitas fungsional, metabolik dan enzimatik yang lebih aktif, karena lebih
banyak mengandung granula yang mengandung senyawa-senyawa yang penting
dalam aktivasi trombosit, sehingga MPV dapat dijadikan penanda dari fungsi dan
aktivasi trombosit. MPV dapat meningkat pada kondisi dimana terjadi
abnormalitas dari produksi dan destruksi trombosit, salah satu kondisi tersebut
adalah kondisi inflamasi dan terkait dengan kondisi protrombotik.25, 68
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
35
Gambar 2.3 Automated Hematology Analyzer, Sysmex-XT 2000iV
Mean platelet volume banyak dikaitkan dengan beberapa kondisi infeksi dan
inflamasi. Hubungannya dengan trombosis sudah pernah dilakukan studinya tahun
1991 oleh Martin dan menunjukkan luaran pasien pasca infark miokard.
Kaitannya dengan autoimun dikaji pada tahun 2001 oleh Kapsoritakis pada
populasi pasien dengan inflammatory bowel disease (IBD) dan menunjukkan hasil
yang berkorelasi antara aktivitas kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Selanjutnya
penelitian mengenai MPV dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, penyakit
paru obstruktif kronik, asma, tuberkulosis paru, dan penyakit kritis. Beberapa
penelitian belakangan juga melakukan pada kelompok pasien dengan penyakit
autoimun atau kondisi terkait seperti pada artritis reumatoid, fenomena Raynaud,
tiroiditis Hashimoto, dan LES.23, 27, 30-32, 73-76
Beberapa faktor telah diketahui mempengaruhi ukuran dari trombosit, antara lain
rokok, hipertensi, diabetes, dislipidemia dan obesitas yang semakin memperkuat
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
36
bahwa MPV dapat menjadi faktor prediktor dan prognostik pada pasien dengan
penyakit kardioserebrovaskuler.26
Tabel 2.6 Penelitian-penelitian Mengenai MPV pada Beberapa Penyakit
No. Peneliti, tahun Subjek
MPV pada beberapa kondisi trombosis
1
Slavka, et al, 206554
201174
perawatan
pertama
di
Allgemeines
Krankenhaus
Wien sejak 1996
– 2003
2
Markovic, et 216
pasien
al. 201377
rujukan
untuk
evaluasi
kardiologi
karena
faktor
risiko multipel.
3
Memetoglu, et
al. 201476
39
pasien
fenomena
Raynaud
(27
primer)
40 kontrol sehat
MPV pada beberapa kondisi inflamasi
4
Kapsoritakis,
66
pasien
et al 200128
penyakit Crohn
(40 aktif)
93 pasien kolitis
ulseratif
(54
aktif)
38 kontrolsehat
5.
Song Liu, et al. 61
pasien
201230
penyakit Crohn
50 kontrol sehat
Tujuan
Hasil
Keterangan
Mengetahui risiko
mortalitas akibat
penyakit jantung
iskemik
dilihat
dari MPV
Nilai MPV yang lebih
tinggi
menunjukkan
HR lebih tinggi.
HR 1,2 pada MPV 8,71
– 9,6 fL dan 1,8 pada
MPV > 11,01 fL
Mengetahui
hubungan MPV
dengan
risiko
total dari penyakit
kardiovaskular
(Framingham
Risk Score).
Mengetahui
hubungan MPV
dengan fenomena
Raynaud
Korelasi
yang
signifikan
hanya
dijumpai
pada
kelompok risiko tinggi.
hsCRP
berkorelasi
dengan Framingham
Risk Score
MPV pada kelompok
fenomena
Raynaud
8,79+1,37 fl, pada
kelompok
kontrol
8,39+1,36 fl, p=0,274.
MPV lebih tinggi pada
kelompok
fenomena
Raynaud
sekunder
9,76+1,68 fl dibanding
primer 8,37+0,96 fl,
p=0,018
Mengetahui
apakah
MPV
dapat menjadi
penanda
aktivitas
penyakit IBD
MPV meningkat, pada
IBD yang aktif dibanding
yang tidak aktif
Mengetahui dan
membandingkan
MPV
dan
penanda
inflamasi dalam
menilai aktivitas
penyakit Crohn
dan
MPV menurun pada
pasien penyakit Crohn
dibandingkan
orang
sehat.
Tidak ada perbedaan
statistik antara aktif dan
inaktif.
Tidak berkorelasi dengan
Berkorelasi
negatif
dengan
penanda
aktivasi
trombosit
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
37
6.
Ulasli, et al,
201232
47
pasien
penyakit
paru
obstruktif kronik
(PPOK)
dibandingkan
kontrol sehat
7.
Uyanik, et al,
201278
305
pasien
apendisitis akut
secara patologi.
305
kontrol
sehat.
8.
Muddathir,
al. 201329
et
103
pasien
artritis reumatoid
(AR)
53 kontrol tanpa
AR
9.
Gunluoglu, et
al. 201431
82 pasien dengan
tuberkulosis paru
aktif.
95 kontol sehat.
10.
Cure, et
201473
434 pasien tanpa
penyakit kronik
dan
tidak
konsumsi
suplemen
vitamin D
al.
membedakan
pasien penyakit
Crohn
dan
kontrol sehat.
Kaitan
antara
MPV, reaktan
fase akut dan
parameter
fungsional pada
eksaserbasi
PPOK
Menilai
kemaknaan
MPV
dalam
diagnosis dini
apendisitis akut
pada anak.
Mengetahui
perubahan
hitung
trombosit,
MPV, PDW dan
mencari
korelasinya
dengan penanda
inflamasi (CRP,
leukosit, LED)
Mengetahui
hubungan MPV
dengan luasnya
penyakit secara
radiologis dan
penanda
inflamasi
Mengetahui
apakah
defisiensi
vitamin
D
terkait dengan
MPV
yang
meningkat.
penanda
lainnya.
inflamasi
MPV menurun pada saat
eksaserbasi.
Pada kondisi stabil MPV
9,3 + 1,4 dan eksaserbasi
8,6 + 1,0 fL, pada
kontrol sehat MPV 9,3 +
0,8 fL
MPV pada apendisitis
akut 7,9 + 0,9 fL, pada
kelompok sehat 7,7 + 0,8
fL. Tidak signifikan
secara statistik (p > 0,05)
Retrospektif
Retrospektif
MPV meningkat pada
pasien AR (9,6 + 0,9)
dibanding kontrol (9,0 +
0,5 fl) dengan p=0,00
Tidak berkorelasi dengan
penanda inflamasi.
MPV
pada
pasien
tuberkulosis paru 7,74 +
1,33/μl dan 8,20 +
1,13/μl pada kontrol
(p<0,005).
Luasnya penyakit secara
radiologis
berkorelasi
dengan
CRP,
LED
namun tidak dengan
MPV
Analisis regresi linier
menunjukan vitamin D
yang
rendah
secara
independen berhubungan
dengan
peningkatan
MPV.
β= -0,019, p= 0,019
Kelompok 1
(vitamin D:
7,7+1,9
ng/ml),
MPV:
8,1+1,1 fL
Kelompok 2
(vitamin D:
15,1+1,6
ng/ml),
MPV:
7,9+1,0 fl
Kelompok 3
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
38
11.
Sit,
et
201427
al.
97
pasien
tiroiditis
Hashimoto
65 kontrol sehat
MPV pada beberapa kondisi lain
12.
Shimodaira, et 1876
orang
al. 201375
Jepang
yang
menjalani
medical checkup.
13.
Zampieri, et al.
201479
84 pasien kritis
Mengetahui
nilai MPV pada
pasien tiroiditis
Hashimoto
dibandingkan
dengan populasi
sehat.
MPV pada tiroiditis
Hashimoto 8,9 (6,7-11),
dan pada kelompok
kontrol 9,3 (7,7-12,4),
p=0,018
Didapatkan
korelasi
antara fT4 dan MPV
Mengetahui
hubungan
gula
darah puasa dan
MPV
pada
prediabetik dan
normoglikemik
MPV
meningkat
seiring dengan kadar
gula
darah
puasa
(dibagi ke dalam 4
interkwartil)
Mengetahui
apakah perubahan
MPV dan hitung
trombosit dalam
24 jam sejak
perawatan terkait
dengan prognosis.
Kelompok
dengan
peningkatan MPV dan
penurunan
hitung
trombosit
memiliki
mortalitas lebih tinggi
(46%).
Perubahan MPV secara
independen berkaitan
dengan
peningkatan
mortalitas (OR 1,28%
setiap peningkatan 1%)
(vitamin D:
25,6+6,3
ng/ml),
MPV:
7,5+1,0 fl
Retrospektif
Q1:
9,89+0,68 fL
(70 – 90
mg/dl)
Q2:
9,97+0,69 fL
(>90 – 95
mg/dl)
Q3:
10,02+0,72
fL
(>95 – 100
mg/dl)
Q4:
10,12+0,69
fL
(>100 – 126
mg/dl)
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,
DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Teori Kaitan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit dan
Trombosis pada LES
Kerangka teori dapat dilihat pada halaman 40
3.2
Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori mengenai peningkatan aktivitas
koagulasi pada pasien lupus eritematosus sistemik yang mengalami peningkatan
aktivitas penyakit, maka dibuatlah kerangka konsep penelitian seperti gambar
berikut.
a.
b.
c.
3.3
Mean Platelet Volume
D-dimer
Mex-SLEDAI
Mean Platelet Volume
Mean Platelet Volume
D-dimer ↑
Mean Platelet Volume
D-dimer normal
Identifikasi Variabel
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah Mean Platelet Volume, MexSLEDAI dan D-dimer.
39
53
8
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
40
Lupus Eritematosus Sistemik
Mex-SLEDAI
Inflamasi
Vaskulitis
Antibodi
antifosfolipid
Disfungsi endotel
IL-3, IL-6, TPO ↑
Tissue factor ↑
Trombopoesis
Dislipidemia
Hiperglikemia
Rokok
Aktivasi
trombosit
Ukuran
= MPV
Ginjal
Gangguan fibrinolisis
TFPI ↓
AT ↓
Prot C/S ↓
tPA ↓
Jumlah
Mikropartikel
Aktivasi
koagulasi
Agregasi trombosit
Plasminogen
Trombin
Aterosklerosis
Fibrinogen
Fibrin
yang diteliti
Plasmin
dihambat
diwakili
Trombosis
D-dimer
Gambar 3.1 Kerangka Teori Hubungan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit dan Trombosis pada LES
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
41
3.4
Definisi Operasional
Variabel
Pasien LES
Definisi operasional
Pasien yang sudah
didiagnosis LES
berdasarkan kriteria
klasifikasi ACR1987 atau
SLICC 2012
Mean Platelet Rerata ukuran trombosit
Volume (MPV)
yang ditemukan pada
pemeriksaan darah.
D-dimer
Hasil
degradasi
dari
crossed-link
fibrin,
mewakili
parameter
aktivasi koagulasi
Normal < 500 ng/ml
Tinggi ≥ 500 ng/ ml
Mex-SLEDAI
Instrumen
untuk
mengukur
derajat
aktivitas penyakit pada
LES
(instrumen terlampir)
Cara pengukuran
Didapatkan dan
dikonfirmasi dari
rekam medik
Satuan
Tidak
ada
Sysmex XN-2000-1- fL
R
VIDAS
D-dimer mg/dl
Exclusion
II
(Biomeriéux
SA,
France)
Anamnesis
Tidak
- Gangguan psikiatri ada
- Kejang
- Kelemahan
anggota gerak
- Gangguan sensorik
Pemeriksaan fisik
- Kekuatan motorik
- Saraf kranialis
- Vaskulitis
dan
fenomena vaskuler
- Nyeri otot
- Sendi dan efusi
- Ruam
- Ulserasi orofaring
- Alopesia
- Perikardial
dan
pleural friction rub
- Rebound
tenderness
Laboratorium
- Darah
perifer
lengkap,
hitung
jenis, retikulosit
- Urinalisa
- Kreatinin
- CK
Skala
SLE
Bukan SLE
Numerik
(N: 7,5 –
11,5 fL)
Numerik
(N: < 500
ng/ml)
Numerik
(0 – 32)
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain potonglintang (cross sectional).
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik Reumatologi, Hematologi Onkologi Medik,
Ginjal Hipertensi dan Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM dan ruang rawat Gedung A Ilmu Penyakit Dalam, sejak tanggal 26 Oktober
2015 sampai 21 Januari 2016
4.3
Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien-pasien dengan LES. Populasi terjangkau adalah
pasien-pasien dengan LES yang berobat di Poliklinik Departemen Ilmu Penyakit
Dalam dan yang dirawat di RSCM yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak
memenuhi kriteria penolakan.
4.4
Kriteria Penerimaan dan Penolakan
4.4.1 Kriteria Penerimaan

Pasien sudah terdiagnosis LES

Dapat dilakukan komunikasi untuk melakukan evaluasi aktivitas penyakit

Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dan menandatangani informed
consent

Tidak mengkonsumsi antikoagulan dan/ atau antiplatelet
4.4.2 Kriteria Penolakan

Pasien hamil

Pasien dengan sirosis hepatis

Pasien sepsis
53
8
42
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
43
4.5

Pasien tuberkulosis aktif atau dalam pengobatan

Pasien herpes zoster
Sampel
4.5.1 Penentuan Besar Sampel
Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian
korelatif.
2
𝑍𝛼 + 𝑍𝛽
n={
} +3
0.5 ln(1 + 𝑟 / 1 − 𝑟)
n = besar sampel
Zα = tingkat kemaknaan (ditetapkan, untuk 95%, yaitu 1,64)
Zβ = kekuatan (ditetapkan, untuk 90% yaitu 1,28)
r = koefisien korelasi (berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai aktivitas
penyakit dan D-dimer, r = 0,5)
Didapatkan hasil minimal 32,3 sampel, dibulatkan menjadi 33 sampel.
Untuk mengetahui perbedaan rerata MPV pada perbedaan kadar D-dimer, maka
digunakan rumus besar sampel beda dua rerata.
2
(Zα + Zβ)S
n1 = n2 = 2 {
}
(X1 − X2)
n = besar sampel
Zα = tingkat kemaknaan (ditetapkan, untuk 95%, yaitu 1,64)
Zβ = kekuatan (ditetapkan, untuk 90% yaitu 1,28)
S = simpangan baku gabungan, didapatkan perhitungan dari penelitian MPV pada
DVT, S = 0,67)
X1-X2 = beda rerata minimal yang dianggap bermakna (dianggap 0,5)
Didapatkan besar sampel minimal sebanyak 62
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
44
Sedangkan untuk mengetahui titik potong MPV yang disertai peningkatan Ddimer, dilakukan juga uji prediktor diagnostik. Penentuan besar sampel untuk uji
prediktor diagnostik dengan mencari AUC dari kurva ROC.
𝑛=
Zα2 p q
𝑑2
Zα = 1,64 (kesalahan tipe 1, ditetapkan 5%, hipotesis 1 arah)
p = AUC yang diharapkan (ditetapkan, minimal 0,8)
q = 1- p
d = presisi (ditetapkan 10%)
Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan didapatkan sebesar 44 sampel.
Sehingga sampel yang dibutuhkan adalah 62 sampel
4.5.2 Pemilihan Sampel
Sampel dipilih menggunakan metode konsekutif. Pasien-pasien LES yang berobat
ke Poliklinik Reumatologi, Hematologi Onkologi Medik, Ginjal Hipertensi, dan
Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, serta dirawat di gedung A
RSCM dalam jangka waktu Juni – Juli 2015, yang memenuhi kriteria penerimaan
dan penolakan dimasukkan ke dalam penelitian, setelah mendapatkan penjelasan
dan menandatangani informed consent.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
45
4.6
Alur Penelitian
Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Kriteria penerimaan
Kriteria penolakan
Anamnesis: gangguan psikiatri, kejang, kelemahan anggota gerak, gangguan sensorik,
Pemeriksaan fisik: kekuatan motorik, syaraf kranialis, vaskulitis dan fenomena vaskuler, nyeri otot, artritis
dan efusi, ruam, ulserasi orofaring, alopesia, perikardial dan pleural friction rub, rebound tenderness
Laboratorium: darah perifer lengkap, hitung jenis, retikulosit, MPV, urinalisa, kreatinin, CK, D-dimer
Pengumpulan dan analisis data:
Karakteristik subjek, durasi penyakit, obat-obatan, keterlibatan organ, skor Mex-SLEDAI, MPV, D-dimer
Hasil:
Korelasi MPV dengan Mex-SLEDAI
Korelasi MPV dengan D-dimer
Titik potong MPV dan D-dimer
4.7
Cara Kerja
Pasien dengan LES yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya pasien yang masuk dalam sampel
penelitian dilakukan pengambilan darah sebanyak 12 cc untuk pemeriksaan darah
perifer lengkap, MPV, retikulosit, kreatinin, CK, CRP, dan D-dimer, serta urin 5–
10 cc untuk mengetahui protein urin. DPL, MPV dan retikulosit diperoleh dari
pemeriksaan dengan hematologic analyzer. Pemeriksaan kreatinin dan creatin
phosphokinase dengan metode enzimatik kolorimetrik, sedangkan D-dimer
diperoleh dengan pemeriksaan menggunakan metode imunoturbidimetri.
Seluruh data yang didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam tabel, selanjutnya
dilakukan analisis statistik.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
46
4.8
Analisis Data
-
Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dan analitik
-
Sampel diolah secara deskriptif untuk mendapatkan karakteristik subjek
penelitian, meliputi usia, jenis kelamin, durasi penyakit, dan aktivitas
penyakit.
-
Data numerik dari D-dimer akan dikelompokkan antara normal atau
meningkat.
-
Untuk mengetahui korelasi antara skor MPV dengan nilai D-dimer, dilakukan
uji parametrik Pearson. Jika tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji nonparametrik Spearman.
-
Untuk mengetahui beda rerata MPV berdasarkan tinggi atau rendahnya Ddimer, dilakukan uji t berpasangan. Jika tidak memenuhi syarat maka akan
dilakukan uji Mann-Whitney.
-
Untuk mengetahui besar AUC, akan dilakukan analisis dengan membuat
receiver operating curve (ROC)
-
Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik menggunakan
perangkat SPSS 22.0 dan STATA. Data disajikan dengan tabel, grafik, atau
gambar yang sesuai.
4.9
Etika Penelitian
Penelitian ini telah dinyatakan lolos kaji etik oleh Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 10 Agustus 2015,
dengan nomor surat 661/UN2.F1/ETIK/2015. Data penelitian yang diperoleh akan
dijaga kerahasiaannya.
4.10 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian
Hasil penelitian akan dituliskan dalam bentuk tesis sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar Spesialis Penyakit Dalam. Hasil penelitian akan dilaporkan
dalam bentuk artikel untuk dipublikasikan dalam jurnal kedokteran.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1
Perekrutan Subjek
Subjek penelitian adalah pasien LES yang sudah terdiagnosis dan berobat di
Poliklinik Reumatologi, Hematologi-Onkologi Medik, Ginjal-Hipertensi, dan
Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM dan yang
menjalani perawatan di ruang rawat inap Penyakit Dalam Gedung A.
Pengambilan sampel dilakukan sejak tanggal 26 Oktober 2015 sampai tanggal 21
Januari 2016. Didapatkan 68 pasien, 5 pasien dieksklusi karena sepsis (1 orang),
dalam pengobatan tuberkulosis (1 orang), diketahui tuberkulosis (1 orang), hamil
(2 orang), dan menderita herpes zoster (1 orang). Pasien-pasien tersebut kemudian
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan jasmani untuk dapat dinilai
Mex-SLEDAI, MPV dan D-dimer.
Pasien terdiagnosis LES, tidak sedang
mengonsumsi antiplatelet/ antikoagulan
(n= 68)
Eksklusi (n = 5)
 Tuberkulosis (n = 1)
 Tuberkulosis dan sepsis (n = 1)
 Herpes zoster aktif (n = 1)
 Hamil/ post partum (n = 2)
Subjek penelitian (n = 63)
Gambar 5.1 Perekrutan subjek penelitian
Sebagian besar subjek diperoleh dari poliklinik rawat jalan, dengan komposisi
sebagai berikut:
53
47
8
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
48
a. Poliklinik Reumatologi sebanyak 40 subjek
b. Poliklinik Hematologi – Onkologi Medik sebanyak 1 subjek
c. Poliklinik Ginjal – Hipertensi sebanyak 8 subjek
d. Poliklinik Alergi – Imunologi sebanyak 6 subjek
e. Ruang rawat inap gedung A sebanyak 8 subjek
Sejumlah 6 subjek baru didiagnosis LES, dengan 2 subjek didiagnosis di
poliklinik rawat jalan dan 4 subjek didiagnosis di ruang rawat inap
5.2
Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-laki
1 (1,6)
Perempuan
62 (98,4)
Usia, tahun, [rentang], n (%)
32,75 [18 – 55]
< 20
3 (4,8)
20 – 30
25 (39,7)
30 – 40
19 (30,2)
> 40
16 (25,4)
Durasi, median, (rentang), tahun
3 (0 – 25)
Keterlibatan organ, n (%)
Neurologi
1 (1,6)
Ginjal
32 (50,7)
Hematologi
22 (34,9)
Anemia hemolitik
7 (11,1)
Leukopenia
1 (1,6)
Trombositopenia
9 (14,3)
Anemia hemolitik + trombositopenia
4 (6,3)
Anemia hemolitik + leukopenia
1 (1,6)
Muskuloskeletal
50 (79,4)
Mukokutan
52 (82,5)
Serositis
10 (15,9)
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat karakteristik subjek pada penelitian ini, didapatkan
rerata usia pasien LES 33 tahun, dengan perbandingan jenis kelamin yang sangat
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
49
berbeda, hanya 1 subjek laki-laki (1,6%) dari keseluruhan 63 subjek penelitian.
Median durasi terdiagnosis LES adalah 3 tahun, dengan yang terlama adalah 25
tahun. Didapatkan 1 (1,6%) subjek dengan keterlibatan neurologi, 32 (50,7%)
subjek dengan keterlibatan ginjal, 22 (34,9%) subjek dengan keterlibatan
hematologi, 50 (79,4%) subjek dengan keterlibatan muskuloskeletal, 52 (82,5%)
subjek dengan keterlibatan mukokutan, dan 10 (15,9%) subjek dengan serositis.
Tabel 5.2 Skor Mex-SLEDAI, MPV, dan D-dimer pada Subjek Penelitian
Variabel
Mex – SLEDAI
MPV, fL
D-dimer, ng/ml
Median (%)
0 (0 – 13)
9,9 (8,2 – 12,9)
365,51 (97,58 – 4938,10)
Pada penelitian ini didapatkan distribusi data yang tidak normal untuk MexSLEDAI, MPV, dan D-dimer. Tabel 5.2 menunjukkan median dari variabel yang
diteliti pada penelitian ini, yaitu skor Mex-SLEDAI, nilai MPV dan D-dimer.
Median dari aktivitas penyakit yang dinilai dengan instrumen Mex-SLEDAI
adalah 0 (0 – 13). Jika dikelompokkan berdasarkan klasifikasi dari skor MexSLEDAI, didapatkan pasien yang berada dalam status remisi (Mex-SLEDAI < 2)
sejumah 38 (60,3%) subjek, sementara yang probable active (Mex-SLEDAI 2 –
5) sejumlah 8 (12,7%) subjek, dan yang kondisi aktif 17 (27%) subjek. Median
dari MPV adalah 9,9 (8,2–12,9) fL. Didapatkan 27 (42,9%) subjek yang memiliki
nilai D-dimer > 500 ng/ml, sedangkan median nilai D-dimer pada penelitian ini
adalah 365,51 (97,58-4938,10) ng/ml.
5.3
Korelasi antara Nilai MPV dengan D-dimer dan Skor Mex-SLEDAI
Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara nilai MPV dengan kadar Ddimer (r = 0,049, p = 0,700), maupun nilai MPV dengan skor Mex-SLEDAI (r =
0,018, p = 0,888) setelah dilakukan uji korelasi Spearman (distribusi data MPV
tidak normal), seperti terlihat pada Tabel 5.3.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
50
Tabel 5.3 Korelasi Nilai MPV dengan D-dimer dan Skor Mex-SLEDAI
Variabel
r
p
MPV - D-dimer
0,049
0,700
MPV- Mex SLEDAI
0,018
0,888
Spearman
5.4
Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer
Dilakukan analisis lanjutan dengan mengelompokkan D-dimer menjadi tinggi dan
rendah, didapatkan perbedaan rerata MPV (9,75 vs 10,10 fL), namun tidak
signifikan secara statistik (p = 0,641), seperti dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.4 MPV pada Kelompok D-dimer Normal dan Tinggi
D-dimer
Variabel
p
Normal
Tinggi
MPV
9,75 (8,60-12,90) 10,10 (8,20-12,80)
0,641
Uji Mann Whitney
5.5
Titik Potong antara MPV dan D-dimer
Untuk mendapatkan titik potong antara MPV dan D-dimer, dilakukan perhitungan
dengan menggunakan receiver operator characteristic (ROC) dan didapatkan
hasil sebagai berikut:
Gambar 5.2 Kurva ROC MPV dengan D-dimer
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
51
Dari kurva tersebut, didapatkan bahwa kemampuan diskriminasi dari kadar MPV
untuk memprediksi D-dimer rendah atau tinggi pada pasien LES kurang baik
(area under receiver operating characteristic curve [AUC] 0,534 dengan p 0,654
dan IK 95% 0,384-0,685). Pada nilai MPV 10,3 fL, didapatkan sensitifitas
48,15% dengan spesifisitas 75%.
5.6
Hubungan Keterlibatan Organ, Nilai MPV, dan Skor Mex-SLEDAI
Berdasarkan Nilai D-dimer
Dilakukan analisis tambahan terhadap kelompok berdasarkan nilai D-dimer, karena
didapatkan rentang D-dimer yang lebar yaitu 97,58 – 4936,10 ng/ml. Subjek penelitian
dikelompokkan antara D-dimer normal (< 500 ng/ml), 500 – 1000 ng/ml, dan > 1000
ng/ml, seperti terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6
Tabel 5.5 Hubungan Keterlibatan Organ Berdasarkan Rentang Nilai D-dimer
D-dimer (ng/ml)
Keterlibatan organ, n (%)
Neurologi
Ginjal
Hematologi
Anemia hemolitik
Leukopenia
Trombositopenia
Anemia hemolitik + trombositopenia
Anemia hemolitik + leukopenia
Muskuloskeletal
Mukokutan
Serositis
< 500
500 – 1000
> 1000
(n = 36)
(n = 14)
(n = 13)
1 (2,7)
16 (44,4)
11 (30,5)
3 (8,1)
0
5 (13,5)
2 (5,4)
1 (2,7)
33 (91,6)
30 (83,3)
0
7 (50)
6 (42,9)
4 (28,4)
1 (7,1)
1 (7,1)
0
0
9 (64,3)
11 (78,1)
4 (28,4)
0
9 (69,2)
5 (38,5)
0
3 (23,1)
0
2 (15,4)
0
8 (61,5)
11 (84,6)
3 (23,1)
3 (8,1)
Pada Tabel 5.5 terlihat proporsi subjek dengan keterlibatan ginjal (nefritis) lebih banyak
pada kelompok dengan nilai D-dimer > 1000 ng/ml. Sementara tidak tampak perbedaan
proporsi untuk keterlibatan organ lainnya. Tidak dilakukan analisis statistik karena
jumlah subjek tidak mencukupi.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
52
Tabel 5.6 Hubungan MPV dan Mex-SLEDAI Berdasarkan Rentang D-dimer
D-dimer (ng/ml)
MPV, median (rentang), fL
Mex-SLEDAI, median (rentang)
< 500
500 – 1000
> 1000
(n = 36)
(n = 14)
(n = 13)
9,75 (8,6-12,9)
9,95 (8,5-11,2)
10,4 (8,2-12,8)
0 (0-10)
3.5 (0-9)
4 (0-13)
Pada Tabel 5.6 ditampilkan nilai MPV dan Mex-SLEDAI berdasarkan rentang kadar Ddimer. Nilai MPV tampak lebih tinggi pada kelompok yang D-dimernya lebih tinggi,
namun tidak dilakukan analisis statistik untuk data ini karena jumlah subjek yang tidak
mencukupi.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini didapatkan 1 subjek laki-laki dan 62 subjek perempuan,
dengan rerata usia 33 tahun. Sesuai dengan data epidemiologi yang ada, LES lebih
sering dijumpai pada wanita dan sering dijumpai pada usia produktif. Pada
penelitian ini didapatkan 79,4% pasien dengan manifestasi muskuloskeletal, hal
ini sesuai dengan data epidemiologi di mana studi oleh Wallace mendapatkan
80% manifestasi muskuloskeletal yang merupakan manifestasi tersering pada
studi tersebut. Pada studi yang dilakukan oleh Wallace, manifestasi kedua yang
tersering adalah mukokutan, yaitu sebesar 71%, namun pada penelitian ini
merupakan manifestasi tersering yaitu sebesar 82,5%. Nefritis didapatkan pada
50,7% pasien pada penelitian ini, disusul keterlibatan hematologik sebesar 34,9%.
Pada penelitian ini keterlibatan neurologik yang hanya didapatkan pada 1,6%
pasien, sementara dikatakan gangguan kognitif bisa mencapai separuh pasien
LES. Diagnosis keterlibatan sistim syaraf pada LES memerlukan evaluasi lebih
mendalam, seperti pemeriksaan MRI, elektromiografi, dan evaluasi fungsi luhur
untuk menyingkirkan sebab lain, yang tidak dilakukan pada penelitian ini.
Dibandingkan studi-studi di negara Asia, keterlibatan muskuloskeletal memang
menempati peringkat pertama, disusul keterlibatan mukokutan, kecuali di
Singapura dan India, didapatkan nefritis menempati peringkat pertama dan kedua.
Variasi manifestasi klinis ini dijumpai pada tiap-tiap studi karena pengelompokan
klasifikasi yang belum seragam, adanya perubahan kriteria klasifikasi sejak 1982,
populasi studi (komunitas atau rumah sakit), metodologi pengumpulan subjek,
tidak tersedianya fasilitas diagnostik yang seragam dan begitu bervariasinya
manifestasi klinis dari LES. Pada beberapa pasien dapat dijumpai pasien dengan
sindrom autoimun multipel, dan pada publikasi umumnya hal ini tidak
dicantumkan. Diagnosis neuropsikiatrik lupus juga tidak mudah, karena terkadang
diperlukan pemeriksaan elektromiografi, pemeriksaan fungsi luhur, dan MRI.
538
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
54
Sindroma antifosfolipid sekunder juga masih jarang dilaporkan pada studi
epidemiologi mengenai LES.
Tabel 6.1 Prosentase Manifestasi Klinis Pasien LES
Muskuloskeletal
 Artritis
 Miositis
Mukokutan
 Ruam malar
 Ruam diskoid
 Ulkus oral
 Fotosensitivitas
 Alopesia
Ginjal
Neuropsikiatri
 Kejang
 Psikosis
 Kognitif
 Vaskulitis SSP
Hematologi
 AIHA (anemia)
 Leukopeni
 Trombositopeni
 Limfopeni
 AIHA +
leukopeni
 AIHA +
trombositopeni
Trombosis/
vaskuler/
fenomena
Raynaud’s
Serositis
 Perikarditis
 Pleuritis
 Efusi
Rahman Wallace80
79,4
80
Al-Arfaj81
34,7
80,4
82,5
71
47,6
47,9
17,6
39,1
30,6
50,7
1,6
42
47,9
27,6
Wang82 Mok83 Flower84 Salido85
36
36-95
84
84
4
61/24
52-98
56
36,4
26-84
12
33,1
3-49
11
20,9
11-55
35
5,8
6-84,5
41
50
23
50
3
47
18-100
2,7-42
3,8
6,6
50
12
34,9
11,1
1,6
9
42
46
82,7
(63)
30,1
10,9
40,3
20
32
25
74,1
5,5
46,4
6
50,3
26-83,8
50,3
10,4
41,5
1,1-40
1,6
6,3
N/A
8,7
15,9
6
44
12
19
20,7
15,8
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
55
Dijumpai perbedaan epidemiologi LES pada tiap negara, seperti studi di Saudi
Arabia tahun 2009, dijumpai 82.7% dari 624 pasien mengalami manifestasi
hematologik. Berbagai studi lain menunjukkan variasi yang berbeda, manifestasi
yang dominan juga berbeda dan tidak didapatkan kaitan antara negara, daerah, dan
ras, sehingga sulit untuk menyatakan hubungan yang jelas antara ras dan kejadian
LES.
6.2
Korelasi antara MPV dengan D-dimer
Peran MPV dalam penapisan maupun diagnosis suatu kejadian trombosis pada
pasien LES belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Sementara D-dimer pada
pasien LES pernah diteliti oleh Inoh, et al pada tahun 1996 menunjukkan bahwa
penanda koagulasi yaitu kompleks TAT dan D-dimer berkorlasi dengan aktivitas
penyakit (SLEDAI), dengan nilai r masing-masing adalah 0,66 dan 0,5, dengan p
< 0,001, namun penelitian ini tidak mencari titik potong untuk SLEDAI dengan
TAT dan D-dimer. D-dimer juga pada studi lain oleh Wu, 2008 dikatakan dapat
memprediksi kejadian trombosis beberapa bulan sebelumnya, dimana 42% dari
pasien dengan D-dimer > 2 mikrogram/ml mengalami trombosis.36, 37
Penelitian menggunakan MPV sebagai parameter untuk diagnosis, skrining
maupun faktor prognostik kejadian trombosis mendapatkan hasil yang bervariasi.
Beberapa penelitian terdahulu sebagian besar menunjukkan MPV yang lebih
tinggi didapatkan pada kelompok dengan kejadian trombosis (trombosis vena
dalam, emboli paru, oklusi vena sentral retina) dan menjadi prediktor prognosis
lebih buruk pada pasien dengan trombosis mesenterika.35,
86-89
Kaitan antara
inflamasi dan trombosit sudah banyak dikaji dan diperkirakan trombositlah yang
menjadi jembatan antara inflamasi dan trombosis. Kondisi inflamasi akan
menyebabkan aktivasi trombosit, trombosit yang teraktivasi ini kemudian akan
mengalami agregasi dan kemudian mengaktifkan jalur koagulasi.26
Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer, hasil
uji korelasi Spearman mendapatkan r = 0,049 dengan p = 0,700. MPV
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi
dan merokok yang pada penelitian ini faktor-faktor tersebut tidak dinilai. Selain
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
56
itu pada MPV yang tinggi, trombosit dalam sirkulasi dikatakan lebih reaktif
karena lebih banyak mengandung granula yang berperan dalam proses aktivasi
trombosit. Aktivasi trombosit sendiri ditandai dengan peningkatan PF4 dan βtromboglobulin yang tidak rutin diperiksa secara klinis. Granula alfa dan dense
granules dari trombosit akan melepaskan molekul-molekul seperti trombospondin
dan ADP yang berperan dalam aktivasi trombosit dan juga berikatan dengan
faktor V dibantu oleh kalsium yang merupakan kofaktor dari kompleks
protrombinase.90
Pada LES, dapat dijumpai gangguan fungsi trombosit, dibuktikan dengan
beberapa pasien yang tidak mengalami aktivasi setelah dipaparkan dengan
kolagen, epinefrin maupun ADP. Kadar serotonin dan tromboglobulin pada dense
granules pasien LES juga menurun. Menurunnya serotonin dalam trombosit
pasien LES berkorelasi dengan aktivitas penyakit dan berhubungan dengan
aktivasi trombosit. Adanya antibodi terhadap trombosit juga dapat memengaruhi
fungsi trombosit. Kompleks imun yang menempel pada membran trombosit dapat
juga menghambat agregasi trombosit dan derajat keparahannya berkorelasi
dengan aktivitas penyakit.91, 92
D-dimer merupakan produk degradasi dari cross-linked fibrin oleh sistim plasmin,
sehingga akan meningkat jika terjadi fibrinolisis, namun demikian sudah secara
luas dipakai untuk eksklusi suatu kecurigaan tromboemboli vena. D-dimer dapat
meningkat pada kondisi infeksi, keganasan, kehamilan dan gangguan fungsi hati.
Pada pasien LES, peningkatan D-dimer dapat dijumpai pada kekambuhan (flare)
dari LES dan adanya infeksi sistemik.36 Pada LES, juga dapat dijumpai adanya
autoantibodi terhadap molekul yang berperan dalam proses koagulasi sampai
fibrinolisis, seperti antibodi terhadap protein C/S, antibodi terhadap tPA, dan
antibodi terhadap PAI-1. Adanya antibodi terhadap tPA dapat mengganggu proses
fibrinolisis, sehingga walaupun terbentuk trombus tidak disertai peningkatan Ddimer.60 Pada LES dijumpai adanya produksi autoantibodi. Autoantibodi yang
terbentuk ini dapat bersifat destruktif atau patogenik dan ada yang bersifat
protektif, salah satu yang diduga bersifat protektif adalah IgG-RF yang protektif
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
57
terhadap IgG antikardiolipin, sehingga menghambat terjadinya aktivasi koagulasi
melalui jalur antibodi antifosfolipid.93
Patomekanisme trombosis pada LES sangat beragam, sehingga aktivasi koagulasi
selain melalui jalur trombosit, mikropartikel, dan trombin, dapat terjadi melalui
jalur faktor jaringan, kerusakan vaskuler, dan adanya kerusakan organ. Faktor
jaringan diekspresikan ketika terjadi kerusakan jaringan, pada LES, deposit
kompleks imun pada jaringan dapat memicu sitotoksisitas dan terjadi kerusakan
jaringan. Kerusakan vaskuler pada LES dapat terjadi akibat adanya vaskulitis,
dislipidemia, aterosklerosis dan inflamasi. Kerusakan organ, seperti nefritis
memiliki peran dalam homeostasis koagulasi karena akan terjadi ekskresi
antikoagulan endogen, menyebabkan kondisi protrombotik yang sering menjadi
komplikasi pasien-pasien dengan sindroma nefrotik.
Peranan trombosit pada pasien LES yang mengalami trombosis sendiri pernah
diteliti oleh Brzosko, et al, 1998 dengan hasil didapatkan peningkatan PF4 dan βtromboglobulin. Adanya antibodi antifosfolipid juga mungkin memengaruhi jalur
koagulasi walaupun belum menunjukkan klinis trombosis atau morbiditas
kehamilan (belum bermanifestasi sebagai sindroma antifosfolipid).22 Kerusakan
organ yang dikaitkan dengan trombosis misalnya nefritis, pada nefritis dapat
dijumpai proteinuria yang masif, dimana antikoagulan endogen juga diekskresi
melalui ginjal, terjadi dislipidemia, terjadi inflamasi lokal, sehingga akan
meningkatkan risiko trombosis. Studi oleh Saxton, et al, 2012, menunjukkan
derajat proteinuria berhubungan dengan D-dimer.94 Pada penelitian ini didapatkan
dari 13 pasien yang hasil pemeriksaan D-dimer > 1000 ng/ml, 9 diantaranya
menderita nefritis lupus. Sehingga untuk menilai aktivasi koagulasi yang akan
berujung kejadian trombosis pada LES perlu menilai banyak faktor, selain
trombosit.
6.3
Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI
Trombosit merupakan sel yang berperan aktif dalam suatu kondisi inflamasi,
trombosit tidak hanya berperan dalam trombosis, namun juga merupakan sel
imun. Granula yang terkandung dalam trombosit memiliki peranan terhadap
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
58
interaksi trombosit dengan leukosit, komplemen, endotel, oksida nitrit, dan
vaskuler, yang semuanya memiliki peranan dalam kondisi inflamasi. Sepeti
dijelaskan sebelumnya, trombosit yang lebih besar lebih banyak mengandung
granul dan juga molekul di dalamnya.95
Aktivitas penyakit merupakan manifestasi klinis dan laboratoris yang muncul
akibat suatu inflamasi. Studi terdahulu pernah menggunakan MPV pada LES
juvenil, dimana hasilnya adalah MPV lebih tinggi pada pasien LES dibandingkan
kontrol, namun tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit (SLEDAI).33
Trombopoesis dipengaruhi oleh inflamasi, dimana pada milieu inflamasi,
trombosit yang terbentuk cenderung lebih besar dan lebih banyak, sehingga MPV
didapatkan akan meningkat. Derajat inflamasi akan memengaruhi disribusi
trombosit, pada kondisi inflamasi yang berat trombosit akan mengalami migrasi
ke lokasi inflamasi sehingga trombosit dalam sirkulasi akan relatif berkurang dan
menyisakan trombosit yang lebih kecil ukurannya, menyebabkan nilai MPV yang
rendah.26
Pada penyakit autoimun, MPV pernah diteliti pada penyakit usus inflamasi, kolitis
ulseratif, penyakit Crohn, artritis reumatoid dengan hasil yang bervariasi.
Kapsoritakis, et al, pada 2001, mendapatkan perbedaan MPV pada pasien dengan
IBD aktif dan tidak. Pada kelompok kolitis ulseratif, MPV pada pasien aktif 8,5
sedangkan pada inaktif 9,0 fL. Sedangkan pasien penyakit Crohn, MPV pada
kelompok aktif 7,8 sementara pada kelompok inaktif 8,9 fL. Begitu pula dengan
penanda hemostasis lainnya juga meningkat dibanding kontrol sehat.28 Sementara
Song Liu, et al, pada 2012, menunjukkan MPV lebih tinggi pada pasien dengan
penyakit Crohn dibandingkan dengan subyek normal, namun tidak dapat menilai
aktivitas penyakit, dengan titik potong 10,35 fL, didapatkan AUC 0,803 dengan
sensitivitas 78,7% dan spesifisitas 74%.30 Muddathir, et al pada 2013 melakukan
penelitian pada pasien artritis reumatoid, dikatakan MPV meningkat pada pasien
artritis reumatoid bila dibandingkan kelompok kontrol, yaitu 9,0 ± 0,5 dan 9,6 ±
0,9 fL, p < 0,05.29
Melihat peranan trombosit dalam inflamasi, MPV diduga dapat menjadi parameter
untuk menilai aktivitas penyakit pada LES yang merupakan manifestasi dari
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
59
kondisi inflamasi. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara MPV dan
Mex-SLEDAI, dimana didapatkan r = 0,018 (p = 0,888). Penelitian ini
menggunakan Mex-SLEDAI sebagai instrumen untuk menilai aktivitas penyakit
karena instrumen ini praktis dan lebih ekonomis. Dibandingkan dengan instrumen
lainnya, Mex-SLEDAI lebih banyak menggunakan parameter klinis, sementara
parameter serologis seperti anti-dsDNA dan komplemen tidak dinilai. Pada LES
autoantibodi dan komplemen memiliki peranan dalam inflamasi yang terjadi. Ada
kalanya didapatkan ketidaksesuaian antara parameter klinis dan serologis pada
LES, misalnya pasien secara klinis aktif, namun serologis tidak aktif (clinically
active, serologically quiescent = CASQ) atau sebaliknya, serologis aktif namun
secara klinis tidak aktif (serologically active, clinically quiescent = SACQ).96
Kondisi ini mungkin menjelaskan ketidaksesuaian MPV dan Mex-SLEDAI,
karena MPV merepresentasikan trombopoesis dan distribusi trombosit di sirkulasi
pada milieu inflamasi. Trombosit yang teraktivasi dapat mengaktifkan
komplemen, namun tidak secara signifikan menyebabkan penurunan kadar
komplemen karena banyak regulator untuk aktivasi komplemen melalui
trombosit.97 Belum dapat disimpulkan pada LES apakah hal ini akan
memengaruhi ketidaksesuaian nilai MPV dengan aktivitas penyakit karena pada
penelitian ini aktivitas penyakit dinilai menggunakan Mex-SLEDAI yang tidak
menilai parameter serologis.
MPV dipengaruhi juga oleh adanya kondisi dislipidemia, diabetes melitus,
hipertensi dan merokok. Dislipidemia pada LES dijumpai pada 21% pasien98,
pada penelitian ini tidak dinilai faktor-faktor tersebut. Pada penelitian ini
didapatkan kecenderungan MPV lebih tinggi pada subjek yang memiliki
manifestasi trombositopeni sebelumnya, sementara MPV lebih rendah pada
kelompok yang mendapatkan klorokuin. Namun untuk menilai perbedaan tersebut
membutuhkan sampel lebih banyak untuk dapat dilakukan analisis statistik lebih
lanjut. Pada trombositopenia terlihat MPV lebih tinggi, hal ini disebabkan upaya
tubuh
untuk
mempertahankan
massa
trombosit
(platelet
mass)
untuk
mempertahankan kondisi fisiologis.26
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
60
Hidroksiklorokuin yang saat ini merupakan obat utama pada LES, diketahui
memiliki efek antiplatelet. Pada penelitian ini didapatkan 37 (58,7%) subjek
mengonsumsi klorokuin. Klorokuin mungkin memengaruhi hasil ini karena efek
antiplatelet dan efek antiinflamasinya. Mekanisme antiplatelet dari klorokuin
diduga melalui beberapa mekanisme, diantarnya adalah: stabilisasi membran
trombosit, menghambat degranulasi, inaktivasi fosfolipase A2, menghambat
ikatan β2-glikoprotein dan antiosfolipid dengan membran fosfolipid, dan
melindungi annexin A5 dari perusakan oleh antibodi antifosfolipid. Selain itu
klorokuin juga dikatakan memperbaiki parameter metabolik seperti lipid dan
glukosa.99, 100
6.4
Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer
Pada penelitian ini MPV didapatkan lebih tinggi pada kelompok D-dimer > 500
ng/ml, yaitu 10,1 fL vs 9,75 fL, namun perbedaan ini tidak signifikan secara
statistik. Seperti dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa D-dimer merupakan
produk dari fibrinolisis yang didahului pembentukan trombin melalui aktivasi
kaskade koagulasi. Sedangkan MPV merupakan indeks trombosit yang
menggambarkan rerata ukuran trombosit yang dikaitkan dengan kemampuan
aktivasinya, aktivasi trombosit akan mengaktifkan kaskade koagulasi melalui
mikropartikel dan trombin. Sehingga diduga MPV yang tinggi akan menyebabkan
tingginya kadar D-dimer, namun aktivasi koagulasi tidak semata-mata melalui
jalur trombosit saja. MPV sendiri bukan merupakan penanda yang spesifik untuk
aktivasi trombosit. Pada penelitian, penanda aktivasi trombosit yang sering
digunakan adalah PF4 dan β-tromboglobulin.
Belum ada publikasi yang menghubungkan aktivasi trombosit dan D-dimer pada
pasien LES, publikasi yang ada menunjukkan hubungan aktivasi trombosit dengan
menggunakan PF4 dan β-tromboglobulin dengan peningkatan D-dimer pada
pasien atrial fibrilasi.101 D-dimer digunakan untuk mengeksklusi kejadian
tromboemboli vena karena sensitifitasnya yang tinggi, sebuah studi menunjukkan
dengan menggabungkan MPV dan D-dimer maka akan meningkatkan
spesifisitasnya.35
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
61
Dari penelitian ini belum dapat disimpulkan adanya perbedaan MPV pada pasien
LES yang mengalami peningkatan D-dimer, masih membutuhkan studi lebih
lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan identifikasi komorbid yang
memengaruhi nilai MPV. Pada penelitian ini dilakukan analisis tambahan untuk
menilai perbedaan MPV pada pasien berdasarkan rentang D-dimer, karena
diapatkan beberapa subjek dengan D-dimer > 1000 ng/ml, yang akan dibahas pada
subbab berikutnya.
6.5
Titik Potong antara MPV dan D-dimer
Dari kurva ROC antara MPV dengan D-dimer didapatkan pada titik potong MPV
10,3 fL, memberikan sensitifitas 48,15% dan spesifisitas 75%. Dapat disimpulkan
MPV tidak dapat digunakan sebagai prediktor diagnostik untuk peningkatan Ddimer, karena sensitifitasnya yang rendah.
6.6
Keterlibatan Organ, Nilai MPV dan Skor Mex-SLEDAI Berdasarkan
Nilai D-dimer
Pada penelitian ini dilakukan analisis tambahan untuk melihat karakteristik subjek
dengan D-dimer tinggi, karena pada penelitian ini didapatkan rentang D-dimer
yang sangat lebar yaitu 97,58 – 4936,10 ng/ml. Subjek dikelompokkan menjadi
kelompok dengan D-dimer normal (≤ 500 ng/ml), 500 – 1000 ng/ml dan > 1000
ng/ml, sehingga didapatkan masing-masing 36, 14 dan 13 subjek.
Pada kelompok dengan D-dimer > 1000 ng/ml, 9 subyek (69,2%) menderita
nefritis lupus. Hal ini sesuai dengan penelitian Saxton, et al, 2012 menunjukkan
D-dimer bekorelasi dengan derajat proteinuria, walaupun penelitian ini tidak
menghubungkan proteinuria saat pengambilan sampel.94
Median MPV pada tiap kelompok D-dimer juga berbeda, pada kelompok D-dimer
normal nilai MPV adalah 9,75 fL, sedangkan pada D-dimer 500 – 1000 ng/ml dan
> 1000 ng/ml, nilai MPV adalah 9,95 dan 10,4 fL berturut-turut. Pada kelompok
D-dimer > 1000 ng/ml, median nilai MPV berada melebihi nilai titik potong yang
didapatkan dari penghitungan kurva ROC yaitu 10,3 fL. MPV masih perlu diteliti
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
62
lebih lanjut untuk menilai perannya dalam penilaian kejadian-kejadian dan risiko
trombosis.
Didapatkan perbedaan aktivitas penyakit antara kelompok D-dimer, dimana pada
kelompok dengan D-dimer normal, median untuk Mex-SLEDAI adalah 0,
sedangkan pada kelompok D-dimer 500 – 1000 ng/ml, median dari Mex-SLEDAI
adalah 3,5 dan untuk kelompok dengan D-dimer > 1000 ng/ml didapatkan median
Mex-SLEDAI 4. Masih tidak dapat digambarkan hubungan D-dimer dengan
aktivitas penyakit, karena Mex-SLEDAI memakai titik potong 5 untuk
menyatakan kondisi penyakit yang aktif.
6.7
Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua parameter untuk mewakili peran trombosit dan
koagulasi pada subjek LES, dimana trombosis pada LES memiliki patofisiologi
yang kompleks yang melibatkan banyak faktor. Penelitian ini dilakukan secara
potong lintang dan data yang diperoleh adalah data primer
Wu, et al, tahun 2008 melakukan studi prospektif dan didapatkan bahwa D-dimer
dapat memprediksi kejadian trombosis di masa depan pada pasien LES. Belum
ada studi yang menggunakan MPV untuk memprediksi peningkatan D-dimer pada
pasien LES.
Penelitian ini tidak memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
MPV, seperti hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, dan rokok. MPV diketahui
dipengaruhi oleh hal-hal yang menjadi faktor risiko kardiovaskuler.
6.8
Generalisasi Hasil Penelitian
Penilaian validitas interna pada penelitian ini cukup baik, mengeksklusi pasienpasien yang mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit dan
koagulasi. Namun, memang studi ini tidak menilai dan memperhatikan faktorfaktor lain yang mempengaruhi nilai MPV, seperti gula darah, kolesterol,
hipertensi dan konsumsi rokok.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
63
Validitas eksterna I dari penelitian ini baik, karena dalam perekrutan, tidak
mengkhususkan keterlibatan organ, karena keterlibatan organ pasien LES sangat
bervariasi. Perekrutan sampel dilakukan secara konsekutif, yang merupakan
teknik sampling bukan acak yang terbaik.
Validitas eksterna II dari penelitian ini kurang baik, masih memerlukan subjek
yang lebih banyak dengan aktivitas penyakit LES yang berbeda-beda dan dengan
faktor-faktor yang memengaruhi nilai MPV seperti diabetes melitus, hipertensi,
dislipidemia dan konsumsi rokok.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
1. Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer pada pasien LES.
2. Tidak didapatkan korelasi antara Mex-SLEDAI dengan MPV pada pasien LES.
3. Tidak didapatkan perbedaan MPV yang bermakna antara kelompok dengan Ddimer normal dan tinggi, tetapi pada D-dimer > 1000 ng/ml didapatkan MPV
yang lebih tinggi.
4. Titik potong MPV 10,3 fL, memberikan sensitivitas 48,15 % dan spesifisitas
75 % dalam memprediksi peningkatan D-dimer pada pasien LES.
7.2
Saran
1. Dilakukan studi dengan menilai faktor-faktor lain yang mempengaruhi MPV.
2. Dilakukan studi lebih besar dengan akitivitas penyakit LES yang bervariasi.
3. Dilakukan studi pada subjek yang sudah mengalami trombosis.
4. Dilakukan studi dengan menggunakan perangkat lain (seperti SLEDAI atau
SELENA-SLEDAI) untuk menilai aktivitas penyakit yang juga menilai
aktivitas secara serologis.
5. Dilakukan studi prospektif untuk melihat dinamika parameter koagulasi dan
aktivasi trombosit pasien sejak terdiagnosis sampai mengalami kejadian
trombosis.
6. Dilakukan penelitian dengan menggunakan parameter aktivasi koagulasi yang
lebih spesifik (seperti F 1+2 dan TAT) dan juga penanda aktivasi platelet yang
lebih spesifik (seperti β-tromboglobulin).
7. Dilakukan penelitian dengan menilai faktor risiko trombosis secara umum dan
faktor risiko khusus pada LES.
64
538
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Lim SS, Drenkard C. The Epidemiology of Lupus. In: Daniel J. Wallace
BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed.
Philadelphia: Elsevier; 2013.
Franchin G. The Structure and Derivation of Antibodies and Autoantibodies.
In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related
Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier 2013. p. 79.
Al-Homood IA. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus: A Review
Article. ISRN Rheumatology. 2012;2012.
Sarabi ZS, Chang E, Bobba R, Ibanez D, Gladman D, Urowitz M, Fortin PR.
Incidence Rates of Arterial and Venous Thrombosis After Diagnosis of
Systemic Lupus Erythematosus. Arthritis & Rheumatism. 2005;53(4):4.
Zöller B, Xinjun Li, Sundquist J, Sundquist K. Autoimmune diseases and
venous thromboembolism: a review of the literature. Am J Cardiovasc Dis.
2012;2(3):13.
Johannesdottir SA, Schmidt M, Horváth-Puhó E, Sørensen HT. Autoimmune
skin and connective tissue diseases and risk of venous thromboembolism: a
population-based case-control study. J Thromb Haemost. 2012;10:7.
Kahlenberg JM. Mechanism of Acute Inflammation and Vascular Injury in
SLE. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and
Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. p. 166.
Yu Asanuma, Oeser A, Shintani AK, Turner E, Olsen N, Fazio S, Linton MF,
Raggi P, Stein CM. Premature Coronary-Artery Atherosclerosis in Systemic
Lupus Erythematosus. N Engl J Med. 2003;349:9.
Roman MJ, Shanker BA, Davis A, Lockshin MD, Sammaritano L, Simantov
R, Crow MK, Schwartz JE, Paget SA, Devereux RB, Salmon JE. Prevalence
and correlates of accelerated atherosclerosis in systemiclupus erythematosus.
N Engl J Med. 2003;349(25):8.
Burgos PI, Alarcón GS. Thrombosis in systemic lupus erythematosus: risk
and protection. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2009;7(12):10.
Erkan D. Lupus and thrombosis. J Rheumatol. 2006;33(9):3.
Kaiser RR, Li Y, Chang M, Catanese J, Begovich AB, Brown EE, Edberg
JC, McGwin G Jr, Alarcón GS, Ramsey-Goldman R, Reveille JD, Vilá LM,
Petri MA, Kimberley RP, Taylor KE, Criswell LA. Genetic Risk Factors for
Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus. J Rheumatol. 2012;39(8):15.
Touma Z. Clinical Measures, Metrics and Indices. In: Daniel J. Wallace
BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed.
Philadelphia: Elsevier; 2013.
Zöller B, Xinjun Li, Sundquist J, Sundquist K. Risk of pulmonary embolism
in patients with autoimmune disorders: a nationwide follow-up study from
Sweden. Lancet. 2012;379:6.
Choi G, Schultz MJ, Levi M, van der Poll T. The relationship between
inflammation and the coagulation system. Swiss Med Wkly. 2006;136:6.
Oikonomopoulou K, Ricklin D, Ward PA, Lambris JD. Interactions between
coagulation and complement—their role in inflammation. Semin
Immunopathol. 2012;34(1):25.
65
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
66
17. Chi CM, Tang SS, To CH, Petri M. Incidence and Risk Factors of
Thromboembolism in Systemic Lupus Erythematosus: A Comparison of
Three Ethnic Groups. Arthritis and rheumatism. 2005;52(9):9.
18. Bates RL, Payne SJ, Drury SL, Nelson PN, Isenberg DA, Murphy JJ,
Frampton G. The prevalence and clinical significance of autoantibodies to
plasminogen activator inhibitor 1 in systemic lupus erythematosus. Lupus.
2003;12(8):6.
19. Salazar-Paramo M, Torre IG, Fritzler MJ, Loyau S, Angles-Cano E.
Antibodies to fibrin-bound tissue-type plasminogen activator in systemic
lupus erythematosus are associated with Raynaud’s phenomenon and
thrombosis. . Lupus. 1996;5(4):4.
20. Kumar S, Chapagain A, Nitsch D, Yaqoob MM. Proteinuria and
hypoalbuminemia are risk factors for thromboembolic events in patients with
idiopathic membranous nephropathy: an observational study. BMC
Nephrology. 2012;13(1):107.
21. Ekdahl KN, Bengtson AA, Anderson J, ELgue G, Ronnblom L, Sturfelt G,
Nilsson B. Thrombotic disease in systemic lupus erythematosus is associated
with a maintained systemic platelet activation. British Journal of Hematology.
2004;125:5.
22. Brzosko I, Fiedrowicz-Fabrycy I. Value of platelet factor 4 and beta
thromboglobulin determination in plasma of patients with systemic lupus
erythematosus. Med Sci Monit. 1998;4(5):6.
23. Gawaz M. Blood Platelets. Georg Thieme Verlag, Jerman 2001, hal 12-14.
24. White GC. Overview of Basic Coagulation and Fibrinolysis. In: Victor J.
Marder WCA, Joel S. Bennett, Sam Schulman, Gilbert C. White, editor.
Hemostasis and Thrombosis, Basic Principles and Clinical Practice. 6 ed.
Phildelphia: Wolter-Kluwers; 2013.
25. Colkesen Y, Muderrisoglu H. The role of mean platelet volume in predicting
thrombotic events. Clin Chem Lab Med. 2012;50(4):4.
26. Gasparyan AY, Ayvazyan L, Mikhailidis P, Kitas GD. Mean Platelet
Volume: A Link Between Thrombosis and Inflammation. Current
Pharmaceutical Design. 2011;17:12.
27. Sit M, Kargi E, Aktas G, Dikbas O, Alcelik A, Savli H. Mean Platelet
Volume should be Useful Indicator in Diagnosis of Hashimoto's Thyroiditis.
Acta Medica Mediterranea. 2014;30:4.
28. Kapsoritakis AN, Koukourakis MI, Sfiridaki A, Potamianos SP, Kosmadaki
MG, Koutroubakis IE, Kouroumalis EA. Mean Platelet Volume: A Useful
Mareker of Inflammatory Bowel Disease Activity. American Journal of
Gastroenterology. 2001;96(3):6.
29. Muddathir ARM. Platelet Indices in Sudanese Patients with Rheumatoid
Arthritis. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences.
2013;3(23):3.
30. Song Liu, Jianen Ren, Gang Han, Gefei Wang, Guosheng Gu, Qiuyuan Xia,
Jieshou Li. Mean platelet volume: a controversial marker of disease activity
in Crohn's disease. Eur J Med Res. 2012;17:7.
31. Gunluoglu G, Yazar EE, Veske NS, Seyhan EC, Altin S. Mean platelet
volume as an inflammation marker in active pulmonary tuberculosis.
Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2014;9:5.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
67
32. Ulasli SS, Ozyurek BA, Yilmaz EB, Ulubay G. Mean platelet volume as an
inflammatory marker in acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary
disease. Polskie Archiwum Medycyny Wewnetrznej. 2012;122(6):7.
33. Yavuz S, Ece A. Mean platelet volume as an indicator of disease activity in
juvenile SLE. Clin Rheumatol. 2014;33(5):637-41.
34. Pervin S, Ferdoushi S, Hossain M, Al Joarder, Sultana T. Elevated mean
platelet volume is a marker of acute coronary syndrome. Bangladesh Med J.
2013;42(2):6.
35. Canan A, Halıcıoğlu SS, Gürel S. Mean platelet volume and D-dimer in
patients with suspected deep venous thrombosis. Journal of Thrombosis and
Thrombolysis. 2012;34(2):283-7.
36. Haifeng Wu, Birmingham DJ, Rovin B, Hackshaw KV, Haddad N, Haden D,
Chack-Yung Yu, Hebert LA. D-Dimer Level and the Risk for Thrombosis in
Systemic Lupus Erythematosus. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:9.
37. Inoh M, Tokuda M, Kiuchi H, Kurata N, Takahara J. Evaluating Systemic
Lupus Erythematosus Disease Activity Using Molecular Markers of
Hemostasis. Arthritis & Rheumatism. 1996;39(2):5.
38. Yazdany J. Definition and Classification of Lupus and Lupus-Related
Disorders. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus
and Related Syndromes. Philadelphia: Elsevier; 2013.
39. Solis J. Systemic Lupus Erythematosus. In: Y. Shoenfeld PM, editor. The
General Practice Guide to Autoimmune Diseases. Lengerich: Pabst Science;
2012.
40. Abbas AK. Cellular and Molecular Immunology. 6 ed. Philadelphia:
Saunders; 2007.
41. Hahn BH. The Pathogenesis of SLE. In: Daniel J. Wallace BHH, editor.
Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia:
Elsevier; 2013.
42. Kasjmir YI, Handono K, Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H,
Hermansyah, Kertia N, dkk. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011.
43. Petri M, Orbai AM, Alarcón GS, Gordon C, Merrill JT, Fortin PR, Bruce IN,
Isenberg D, Wallace DJ, et al. Derivation and validation of the Systemic
Lupus International Collaborating Clinics classification criteria for systemic
lupus erythematosus. Arthritis and rheumatism. 2012;64(8):2677-86.
44. Strand V, Gladman D, Isenberg D, Petri M, Smolen J, Tugwell P. Outcome
measures to be used in clinical trials in systemic lupus erythematosus. J
Rheumatol. 1999;26(2):8.
45. Cervera R, Khamashta MA, FOnt J, Sebastiani GD, Gil A, Lavilla P, Meji'a
JC, Aydintug AO, et al. Morbidity and mortality in systemic lupus
erythematosus during a 10-year period: a comparison of early and late
manifestations in a cohort of 1,000 patients. Medicine. 2003;82(5):10.
46. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus and Accelerated Atherosclerosis.
N Engl J Med. 2003;349:2.
47. Romero-Diaz J, Garcia-Sosa I, Sanchez-Guererro J. Thrombosis in Systemic
Lupus Erythematosus and Other Autoimmune Diseases of Recent Onset.
Journal of Rheumatology. 2009;36(1):8.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
68
48. Yusuf HR, Hooper WC, Beckman MG, Zhang QC, Tsai J, Ortel TL. Risk of
venous thromboembolism among hospitalizations of adults with selected
autoimmune diseases. J Thromb Thrombolysis. 2014;38(3):8.
49. Dhillon PK, Adams MJ. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus: Role
of Impaired FIbrinolysis. Semin Thromb Hemost. 2013;39(4):7.
50. Kyung SS, Yung SP, Hyun KK. Prevalence of anti–protein S antibodies in
patients with systemic lupus erythematosus. Arthritis & Rheumatology.
2000;43(3):4.
51. Petri M, Roubenhoff R, Dallal GE, Nadeau MR, Selhub J, Rosenberg IH.
Plasma homocysteine as a risk factor for aterothrombotic events in systemic
lupus erythematosus. Lancet. 1996;348:5.
52. Wahl DG, Guillemin F, Maistre E, Perret-Guillaume C, Lecompte T, Thibaut
G. Meta-analysis of the risk of venous thrombosis in individuals with
antiphospholipid antibodies without underlying autoimmune disease or
previous thrombosis. Lupus. 1998;7:8.
53. Ramagopalan SV, Wotton CJ, Handel AE, Yeates D, Goldacre MJ. Risk of
venous thromboembolism in people admitted to hospital with selected
immune-mediated diseases: record-linkage study. BMC Medicine.
2011;9(1):8.
54. Kaiser R, Cleveland CM, Criswell LA. Risk and protective factors for
thrombosis in systemic lupus erythematosus: results from a large, multiethnic cohort. Ann Rheum Dis. 2009;68(2):9.
55. de Leeuw K, Smit AJ, de Groot E, van Roon AM, Kallenberg CG, Bijl M.
Longitudinal study on premature atherosclerosis in patients with systemic
lupus erythematosus. Atherosclerosis. 2009;206(2):5.
56. Male C, Mitchell L, Julian J, Vegh P, Joshua P, Adams M, David M, Andrew
ME. Acquired activated protein C resistance is associated with lupus
anticoagulants and thrombotic events in pediatric patients with systemic lupus
erythematosus. Blood 2001;97:6.
57. Afeltra A, Vadacca M, Conti L, Galuzzo S, Mitterhofer AP, Ferri GM, Porto
FD, Caccavo D, et al. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus:
Congenital and Acquired Risk Factors. Arthritis & Rheumatism.
2005;53(3):8.
58. Adams MJ, Palatinus AA, Harvey AM, Khalafallah AA. Impaired control of
the tissue factor pathway of blood coagulation in systemic lupus
erythematosus. Lupus. 2011;20(14):10.
59. Collins KS, Balasubramaniam K, Viswanathan G, Natasari A, Tarn J,
Lendrem D, Mitchell S, Zaman A, WF Ng. Assessment of blood clot
formation and platelet receptor function ex vivo in patients with Primary
Sjogren's syndrome. BMJ Open. 2013;3:7.
60. Ruiz-Arguelles GJ, Ruiz-Arguelles A, Lobato-Mendizabal E, Díaz-Gómez F,
Pacheco-Pantoja E, Drenkar C, Alarcón SD . Disturbances in the
tissueplasminogen activator/ plasmiogen activator inhibitor (TPA/PAI)
system in systemic lupus erythematosus. Am J Hematol. 1991;37(1):5.
61. Kemball-Cook G. Normal haemostasis. In: A. Victor Hoffbrand DC, Edward
GD Tuddenham, editor. Postgraduate Haematology. 5 ed. Massachusetts:
Blackwell; 2005.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
69
62. Walker ID. Inherited Thrombophilia. In: A. Victor Hoffbrand DC, Edward
GD Tuddenham, editor. Postgraduate Haematology. 5 ed. Massachusetts:
Blackwell; 2005.
63. Hillman RS. Hematology in Clinical Practice: McGrawHill; 2011.
64. Levi M. van der Poll T, Buller HR Bidirectional Relation Between
Inflammation and Coagulation. Circulation. 2004;109:8.
65. Wagner DD, Burger PC. Platelets in Inflammation and Thrombosis.
Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. 2003;23:7.
66. Verhamme P, Hoylaerts MF. Hemostasis and inflammation: two of a kind?
Thrombosis Journal. 2009;7(15):3.
67. Owens, Mackman. Microparticles in hemostasis and thrombosis. Circulation
research. 2011;108(10):1284-97.
68. Laffan M. Investigation of Hemostasis. In: Barbara J Bain IB, Michael A
Laffan, S. Mitchell Lewis, editor. Dacie and Lewis Practical Hematology. 11
ed: Elsevier; 2011. p. 393.
69. Nielsen CT. Circulating Microparticles in Systemic Lupus Erythematosus.
Dan Med J. 2012;59(11).
70. Gezer S. Antiphospholipid syndrome. Dis Mon. 2003;49(12):45.
71. Meroni RL, Chighizola CB, Rovelli F, Gerosa M. Antiphospholipid
syndrome in 2014: more clinical manifestations, novel pathogenic players and
emerging biomarkers. Arthritis Research & Therapy. 2014;16(2):1-14.
72. Gómez-Puerta JA, Cervera R. Diagnosis and classification of the
antiphospholipid syndrome. Journal of Autoimmunity. 2014;48-49:6.
73. Cure MC, Cure E, Yuce S, Yazici T, Karakoyun I, Efe H. Mean Platelet
Volume and Vitamin D Level. Ann Lab Med. 2014;34:6.
74. Slavka G, Perkmann T, Haslacher H, Greisenegger S, Marsik C, Wagner OF,
Endler G. Mean Platelet Volume May Represent a Predictive Parameter for
Overall Vascular Mortality and Ischemic Heart Disease. Arterioscler Thromb
Vasc Biol. 2011;31:4.
75. Shimodaira M, Niwa T, Nakajima K, Kobayashi M, Hanyu N, Nakayama T.
Correlation between mean platelet volume and fasting plasma glucose levels
in prediabetic and normoglycemic indivduals. Cardiovascular Diabetology.
2013;12(14):7.
76. Memetoğlu ME, Kutlu L, Memetoğlu ÖG, Kehlibar T, Imaz MY, Günay R,
Katenci B, Güney MR, Demirtas MM, Özel D. The evaluation of mean
platelet volume levels in patients with primary and secondary Raynaud's
Phenomenon. Russian Open Medical Journal. 2014;3:4.
77. Marković D, Cerević V, Bonacin D, Sekulić BP, Sapunar A, Fabijanić D.
Correlation between mean platelet volume and total risk of cardiovascular
disease. Signa Vitae. 2013;8(2):7.
78. Uyanik B, Kavalci C, Arslan ED, Yilmaz F, Aslan O, dedeS, Bakir F. Role of
Mean Platelet Volume in Diagnosis of Childhood Acute Appendicitis.
Emergency Medicine International. 2012;2012:4.
79. Zampieri FG, Ranzani OT, Sabatoski V, de Souza HP, Barbeiro H, da Neto
LMC, Park M, da Silva FP. An increase in mean platelet volume after
admission is associated with higher mortality in critically ill patients. Annals
of Intensive Care 2014;4:8.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
70
80. Wallace DJ. The Clinical Presentation of Systemic Lupus Erythematosus. In:
Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus, 7th Edition. 7
ed: Lippincot William & Wilkins; 2007.
81. Al Arfaj AS and N Khalil. Clinical and immunological manifestations in 624
SLE patients in Saudi Arabia. Lupus. 2009;18:9.
82. Wang F, Wang CL, Tan CT, Manivasagar M.. Systemic lupus erythematosus
in Malaysia: a study of 539 patients and comparison of prevalence and
disease expression in different racial and gender groups. Lupus. 1997;5:6.
83. CC Mok and CS Lau. Lupus in Hong Kong Chinese. Lupus. 2003;12:6.
84. Flower C, Hennis AJM, Hambleton JR, Nicholson GD, Liang MH, Barbados
National Lupus Registry Group. Systemic lupus erythematosus in an African
Caribbean population: incidence, clinical manifestations, and survival in the
Barbados National Lupus Registry. Arthritis care & research.
2012;64(8):1151-8.
85. Osio-Salido E and Manapal-Reyes H. Epidemiology of systemic lupus
erythematosus in Asia. Lupus. 2010;19:9.
86. Erdal İn, Deveci F, Kaman D, Özdemir C, Sӧkücü SN, Kuluӧztürk, Dağli
MN. The importance of mean platelet volume and red cell distribution width
in acute pulmonary embolism. Acta Medica Mediterranea. 2015;31:8.
87. Bilir C, Engin H, Bilir F. Increased Mean Platelet Volume in Deep Vein
Thrombosis Patients With Cancer. J Hematol. 2013;2(2):5.
88. Altintoprak F, Arslan Y, Yalkin O, Uzunoglu Y, Ozkan V. Mean platelet
volume as a potential prognostic marker in patients with acute mesenteric
ischemia–retrospective study. World Journal of Emergency Surgery.
2013;8:5.
89. Şahin A, Şahin M, Yüksel H, Türkcü FM, Çinar Y, Cingü AK, Ari Ş, dan
Çaça İ. The Mean Platelet Volume in Patients with Retinal Vein Occlusion.
Journal of Ophthalmology. 2013;2013:4.
90. Bouchard BA, Butenas S, Mann KG, and Tracy PB. Interactions Between
Platelets and the Coagulation System. In: Michelson AD, editor. Platelet.
New York: Elsevier; 2007.
91. Quismerio FP. Hematologic and Lymphoid Abnormalities in Systemic Lupus
Erythematosus. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus
Erythematosus 7th Ed: Lippincot William & Wilkins; 2007.
92. Gil AA, Arnalich FF, Vázquez RJJ, Enríquez L, Navarro JL, Barbado HFJ.
Platelet function in systemic lupus erythematosus. Med Clin (Barc). 1979
72(9):8.
93. Shoenfeld Y, Toubi E. Protective autoantibodies: Role in Homeostasis,
Clinical Importance, and Therapeutic Potential. Arthritis & Rheumatism.
2005;52(9):8.
94. Sexton DJ, Clarkson MR, Mazur MJ, PLant WD, Eustace JA. Serum DDimer Concentrations in Nephrotic Syndrome Track with Albuminuria, Not
Estimated Glomerular Filtration Rate. Am J Nephrol. 2012;36:7.
95. Morrell CN, Aggrey AA, Chapman LM, Modjesid KL. Emerging roles for
platelets as immune and inflammatory cells. Blood. 2014;123(18):10.
96. Gladman DD, Hirani N, Ibaῆez D, Urowitz MB. Clinically active
serologically quiescent systemic lupus erythematosus. J Rheumatol.
2003;30(9):3.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
71
97. Habets KLL, Huizinga TWJ, Toss REM. Platelets and autoimmunity. Eur J
Clin Invest. 2013;43(7):12.
98. Maksimowicz-McKinnon K, Manzi S. Cardiovascular Manifestation of
Lupus. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus, 7th
Edition. 7 ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
99. Rand JH, Xiao XW, Quinn AS, Chen PP, Hathcock JJ, Taatjes DJ.
Hydroxychloroquine directly reduces the binding of antiphospholipid
antibody b2-glycoprotein I complexes to phospholipid bilayer. Blood.
2008;112:10.
100. Achuthan s, Ahluwalia J, Shafiq N, Bhalia A, Pareek A, Chandrukar N,
Malhotra S. Hydroxychloroquine's Efficacy as an Antiplatelet Agent Study in
Healthy Volunteers: A Proof of Concept Study. J Cardiovasc Pharmacol
Ther. 2014:7.
101. Lip GYH, Lip PL, Zarifis J, Watson RDS, Bareford D, Lowe GDO, Beevers
DG. Fibrin D-dimer and beta-thromboglobulin as markers of thrombogenesis
and platelet activation in atrial fibrillation. Effects of introducing ultra-lowdose warfarin and aspirin. Circulation. 1996;94(3):425-31.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
RINGKASAN
Trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien dengan LES.
Mekanisme yang mendasari trombosis pada LES bervariasi, selain faktor risiko
tradisional, faktor risiko lainnya antara lain durasi, aktivitas penyakit, antibodi
antifosfolipid, kerusakan vaskuler, keterlibatan ginjal, obat-obatan, dan juga
adanya antibodi terhadap protein-protein yang berperan dalam koagulasi.
Aktivitas penyakit mencerminkan inflamasi secara klinis, inflamasi sendiri
memengaruhi trombopoiesis dan reaktivitas trombosit. Trombosit yang teraktivasi
akan mengaktifkan koagulasi. Aktivitas penyakit dapat dinilai dengan berbagai
instrumen, diantaranya SLEDAI, SLAM, SIS, dan Mex-SLEDAI. Mex-SLEDAI
merupakan instrumen yang praktis dan murah karena komponennya tidak terdapat
pemeriksaan serologis yang mahal dan belum tersedia secara luas, bahkan di
fasilitas kesehatan sekunder. D-dimer merupakan parameter untuk menilai
aktivasi koagulasi, sementara MPV dapat mewakili aktivasi trombosit, trombosit
yang lebih besar dikatakan lebih reaktif. MPV pada penelitian sebelumnya pernah
digunakan untuk menilai aktivitas penyakit dari beberapa penyakit autoimun,
dengan hasil yang bertvariasi. Pada LES, MPV pernah dilakukan studinya pada
pasien anak namun menunjukkan MPV tidak berkorelasi dengan aktivitas
penyakit, namun lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian
sebelumnya juga menunjukkan D-dimer berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Ddimer belum tersedia secara luas di fasilitas kesehatan primer, sementara MPV
dapat diukur dengan automated hematologic analyzer yang sudah tersedia di
beberapa fasilitas kesehatan primer.
Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara Mex-SLEDAI dengan MPV
dan MPV dengan D-dimer, menilai perbedaan rerata MPV berdasarkan D-dimer
normal atau tinggi, serta mencari titik potong MPV dengan D-dimer.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, pada pasien LES yang berobat
di poliklinik hematologi onkologi medik, reumatologi, ginjal hipertensi, alergi
imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan yang dirawat di ruang rawat
65
72
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
73
gedung A. Penelitian ini menyertakan pasien yang tidak mengonsumsi antiplatelet
dan atau antikoagulan, sementara pasien dengan tuberkulosis, herpes zoster,
wanita hamil, sepsis dan sirosis hati. Seluruh pasien dinilai aktivitas penyakitnya
menggunakan instrumen Mex-SLEDAI, sampel darah diperiksakan D-dimer dan
MPV. Kemudian dilakukan analisis korelasi dengan uji Spearman.
Enam puluh tiga subyek (62 perempuan dan 1 laki-laki), dengan median usia 33
(18 – 55) tahun. Median durasi sejak terdiagnosis adalah 3 (0 – 25) tahun.
Keterlibatan mukokutan, muskulokeletal dan ginjal didapatkan pada 82,5%,
79,4%, dan 50,7% subyek berturut-turut. Rentang skor Mex-SLEDAI sebesar 013, dengan 60,3% subyek berada pada kondisi remisi (skor Mex-SLEDAI < 2)
dan 27% pada kondisi aktif (skor Mex-SLEDAI > 5). Median nilai MPV adalah
9,9 (8,2 – 12,9) fL dan median nilai D-dimer adalah 365,51 (97,58 – 4938,10)
ng/ml.
Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer (r = 0,049, p = 0,7) dan
MPV dengan Mex-SLEDAI (r = 0,018, p = 0,888). Tidak didapatkan perbedaan
MPV antara kelompok D-dimer tinggi dan normal yaitu 9,75 (8,6 – 12,9) dan 10,1
(8,2 – 12,8) fL, p = 0.641. Dari kurva ROC didapatkan MPV 10,3 fL memiliki
sensitivitas 48,15 % dan spesifisitas 75 % dalam memprediksi peningkatan Ddimer pada pasien LES.
Dilakukan analisis deskriptif tambahan terhadap kelompok dengan D-dimer tinggi
karena didapatkan rentang D-dimer yang lebar. Subjek dikelompokan menjadi
kelompok nilai D-dimer normal, 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml. Didapatkan
pada kelompok D-dimer > 1000 ng/ml kejadian nefritis lebih tinggi yaitu 9 dari 13
subjek atau 69,2% dibandingkan dua kelompok lainnya, yaitu 44,4% dan 50%.
Sementara median nilai MPV didapatkan lebih tinggi yaitu 9,95 dan 10,4 fL pada
kelompok D-dimer 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml. Begitu juga dengan
median Mex-SLEDAI yaitu 3,5 dan 4 untuk kelompok D-dimer 500 – 1000 ng/ml
dan > 1000 ng/ml
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, tidak diapatkan korelasi antara MPV
dengan D-dimer dan MPV dengan Mex-SLEDAI. Tidak didapatkan perbedaan
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
74
MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi. Titik potong MPV untuk
memprediksi peningkatan D-dimer adalah 10.3 fL.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
SUMMARY
Thrombotic event is one of mortality cause in SLE patients. The underlying
mechanisms of thrombosis in SLE are varies, beside traditional risk factors,
disease duration, disease activity, antiphospholipid antibody, vascular injury,
renal involvement, medications, and presence of autoantibody to protein involved
in coagulation. Disease activity represent inflammation clinically, inflammation
affect thrombopoiesis and platelet reactivity. Activated platelet will activate
coagulation system. There are several instruments to assess disease activity, such
as SLEDAI, SLAM, SIS, and Mex-SLEDAI. Mex-SLEDAI is more practical and
affordable, because it does not include expensive serological parameters which
not widely available even in secondary health care facilities. D-dimer represent
coagulation activation and MPV used as platelet activation markers where larger
platelet tend to be more reactive. Previous study using MPV as disease activity
marker in several autoimmune disease showing variable results. In SLE, MPV
was studied in pediatric subjects, showing no correlationwith disease activity but
higher compare to control group. D-dimer, in previous study showing correlation
with disease activity. Unfortunately, D-dimer not widely available in primary
healthcare facilities, while MPV was one of platelet indices that available in
primary health care facilities using automated hematologic analyzer.
This study aimed to determine the correlation between MPV with D-dimer and
Mex-SLEDAI as parameter of disease activity, to determine difference of MPV
value among normal or high D-dimer levels, and to find the cut-off value of MPV
that correlate with D-dimer levels.
A cross sectional study of SLE patients in hematology-medical oncology,
rheumatology, nephrology, allergy-immunology outpatient clinics and internal
medicine ward. This study included SLE patients who did not consume antiplatelet
and or anticoagulant. Active tuberculosis, herpes zoster, pregnant woman, sepsis
dan sirosis hati. All subjects were assessed for disease activity using Mex-
65
75
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
76
SLEDAI, blood sample were taken for D-dimer and MPV. Correlation analysis
using Spearman’s test were performed.
Sixty-three subjects (62 females and 1 male), with with median age 33 (18-55)
years old. Median duration of diagnosis is 3 (0–25) years. Mucocutaneous,
musculoskeletal and nephritis were found in 82.5%, 79.4% and 50.7% subjects
respectively. Mex-SLEDAI score ranging from 0–13, 60.3% subjects are in
remission (<2) and 27% in active disease (>5). Median of MPV 9.9 (8.2–12.9) fL
and median of D-dimer 365.51 ng/ml (97.58–4938.10).
There were no correlation between MPV with D-dimer (r=0.049, p=0.700), and
MPV with Mex-SLEDAI (r=0.018, p=0.888). There was no difference of MPV
among subjects with normal and high D-dimer levels, MPV level were 9.75 (8.6 –
12.9) and 10.1 (8.2 -12.8) fL, p = 0.641. From ROC curve, MPV 10.3 fL had
48.1% sensitivity and 75% specificity in predicting D-dimer increment.
Additional descriptive analysis performed to subjects with high D-dimer levels,
subjects grouped into normal D-dimer, 500 – 1000 ng/ml and > 1000 ng/ml. In
group with D-dimer > 1000 ng/ml, 9 of 13 subjects or 69.2% had lupus nephritis,
compare to two other groups, which are 44.4% and 50%. Median of MPV and
Mex-SLEDAI were also higher in group with D-dimer > 1000 ng/ml. Median of
MPV were 9.95 and 10.4 fL for D-dimer 500 – 1000 ng/ml and > 1000 ng/ml
respectively. Median of Mex-SLEDAI were 3.5 and 4 for D-dimer 500 – 1000
ng/ml and > 1000 ng/ml respectively.
The conclusions of this study are, there are no correlation between MPV with Ddimer level and MPV with Mex-SLEDAI score. There is no statistically significant
difference of MPV among normal or high D-dimer levels. Cut-off value for MPV
to predict increased D-dimer level was 10.3 fL.
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
77
Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
78
Lampiran 2. Formulir Pengumpulan Subjek Penelitian
FORMULIR PENGUMPULAN SUBJEK PENELITIAN
No. Subjek : _____ No. Rekam Medik RSCM : ______________ Tgl. :__________
Nama : ____________________________ Tanggal lahir : _________________
Alamat : _______________________________ No. Tlp/ HP : _______________
RIWAYAT PENYAKIT dan KELUARGA
1. Didiagnosis SLE sejak ______________ oleh _______________ di ____________
2. Gejala awal _______________________________________________________
3. Riwayat pengobatan: TBC/ anti-TNF/ ________
4. Komorbid:
a. DM, sejak ____________, pengobatan ________________, A1c ______
b. Hipertensi, sejak __________, pengobatan _______________________
c. Dislipidemia, sejak _________, pengobatan _______________________
d. Lain-lain: __________
5. Keterlibatan organ, berikan ceklis (v)
Awal
Saat ini
o Neurologi
o Neurologi
o Hematologi
o Hematologi
o AIHA
o AIHA
o Trombositopeni
o Trombositopeni
o Leukopeni
o Leukopeni
o Limfopeni
o Limfopeni
o Pansitopeni
o Pansitopeni
o Ginjal
o Ginjal
o Biopsi: Kelas ________
o Biopsi: Kelas ________
o Tidak biopsi
o Tidak biopsi
o Mukokutan
o Mukokutan
o Alopesia
o Alopesia
o Ruam malar
o Ruam malar
o Ruam diskoid
o Ruam diskoid
o Ulserasi
o Ulserasi
o Fotosensitivitas
o Fotosensitivitas
o Muskuloskeletal
o Muskuloskeletal
o Serositis
o Serositis
o Pleuritis/ efusi pleura
o Pleuritis/ efusi pleura
o Perikarditis/ efusi perikard/ tamponade
o Perikarditis/ efusi perikard/ tamponade
o Asites
o Asites
o Trombosis (sindrom antifosfolipid)
o Trombosis (sindrom antifosfolipid)
o Stroke
o Stroke
o Infark miokard
o Infark miokard
o Penyakit arteri perifer, iskemia tungkai
o Penyakit arteri perifer, iskemia tungkai
o DVT
o DVT
o Mata: CRAO/ CRVO/ BRAO/ BRVO
o Mata: CRAO/ CRVO/ BRAO/ BRVO
o Lain-lain: ________________
o Lain-lain: ________________
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
79
6. Pemeriksaan laboratorium
Awal (jika ada dituliskan)
 Darah perifer lengkap
o Hb : _____ g/dl
o Ht : _____ %
o Leukosit : ________/ mm3
o Trombosit : _______/ mm3
 Kreatinin : _____ mg/dl
 Protein urin/ ACR
o PUK : __________
o A/C ratio : _______/ _____
 Urinalisa
o Silinder : ______________
o Hematuria : _______ / LPB
o Leukosit urin : __________
o Protein urin : __________
 ANA
o IF : titer ___ pola ________
o Kuantitatif : ____________
 Anti-dsDNA: ______________
 Anti-Sm: positip/ negatip/ tidak
diperiksa
 Anti fosfolipid
o ACA: IgG __GPL IgM __MPL
o B2 gp : IgG ____ IgM ___SGU
o Lupus anticoagulant: _____
o TPHA: ________________
 Komplemen
o C3/ C4: _______/_______
7.
8.
9.
10.
Saat ini
 Darah perifer lengkap
o Hb : _____ g/dl
o Ht : _____ %
o Leukosit : ________/ mm3
o Trombosit : _______/ mm3
 Kreatinin : _____ mg/dl
 Protein urin/ ACR
o PUK : __________
o A/C ratio : _______/ _____
 Urinalisa
o Silinder : ______________
o Hematuria : _______ / LPB
o Leukosit urin : __________
o Protein urin : __________
 ANA
o IF : titer ___ pola ________
o Kuantitatif : ____________
 Anti-dsDNA: ______________
 Anti-Sm: positip/ negatip/ tidak
diperiksa
 Anti fosfolipid
o ACA: IgG __GPL IgM __MPL
o B2 gp : IgG ____ IgM ___SGU
o Lupus anticoagulant: _____
o TPHA: ________________
 Komplemen
o C3/ C4: _______/_______
Status pernikahan : _______________
Jumlah anak : hamil __, keguguran __, meninggal __, prematur __, BBLR __
Kontrasepsi: __________ sejak __________ sampai _________
Keluarga dengan SLE: _____________________
DATA PENELITIAN
11. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah :
b. Nadi :
c. Suhu :
d. Respirasi :
e. Status generalis :
f. Status lokalis :
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
80
12. Skor Mex-SLEDAI (lingkari dan tuliskan angkanya pada kolom keterangan untuk
poin dengan tanda*)
Nilai Deskripsi
Definisi
8
Gangguan
Psikosa: Gangguan kemampuan melaksanakan aktivitas fungsional normal
neurologis
dikarenakan gangguan persepsi realitas. Termasuk halusinasi, inkoheren,
(lingkari)
kehilangan asosiasi, isi pikiran dangkal, berfikir tidak logis, bizzare,
disorganisasi atau bertingkah laku katatonik. Ekslusi: uremia dan pemakaian
obat.
CVA (cerebrovascular accident): sindrom baru. Eksklusi: arteriosklerosis
Kejang: awitan baru. Eksklusi: metabolik, infeksi, atau pemakaian obat
Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental yang ditandai
dengan gangguan orientasi, memori atau fungsi intelektual lainnya dengan
awitan yang cepat, gambaran klinis yang berfluktuasi. Seperti: a) kesadaran
yang berkabut dengan berkurangnya kapasitas untuk memusatkan pikiran
dan ketidakmampuan memberikan perhatian terhadap lingkungan, disertai
dengan sedikitnya dua dari: b) gangguan persepsi; berbicara melantur;
insomnia atau perasaan mengantuk sepanjang hari; meningkat atau
menurunnya aktivitas psikomotor. Eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau
penggunaan obat.
Mononeuritis: defisit sensorik atau motorik yang baru di satu atau lebih
syaraf kranial atau perifer.
Mielitis: paraplegia dan atau gangguan mengendalikan BAK/ BAB dengan
awitan yang baru. Eksklusi: penyebab lain
6
Gangguan
Silinder: heme granular atau sel darah merah _____________
ginjal*
Hematuria > 5/ LPB. Eksklusi penyebab lainnya (batu/ infeksi) ___________
Proteinuria. Awitan baru, > 0.5 gram/l pada spesimen acak ____________
Peningkatan kreatinin (> 5 mg/dl) ______
4
Vaskulitis
Ulserasi, gangren, nodul pada jari yang lunak, infark periungual, splinter
(lingkari)
hemorrhages. Data biopsi atau angiogram dari vaskulitis.
3
Hemolisis*
Hb < 12 g/dl dan retikulosit terkoreksi > 3% ____________/____________
Trombositop Trombosit < 100.000/ mm3 dan bukan karena obat ________________
eni*
3
Miositis*
Nyeri dan lemahnya otot-otot proksimal, yang dihubungkan dengan
peningkatan CPK __________
2
Artritis
Pembengkakan atau efusi lebih dari 2 sendi ____(_______,______,_______)
2
Gangguan
Ruam malar: Awitan baru atau eritema malar yang menonjol
mukokutan
Ulkus mukosa oral atau nasofaring dengan awitan baru atau berulang
(lingkari)
Alopesia abnormal: kehilangan sebagian atau seluruh rambut atau mudah
rontoknya rambut
2
Serositis
Pleuritis: terdapatnya nyeri pleura atau pleural friction rub atau efusi pleura
(lingkari)
pada pemeriksaan fisik
Perikarditis: terdapatnya nyeri perikardial atau pericardial friction rub.
Peritonitis: terdapatnya nyeri abdominal menyeluruh dengan rebound
tenderness (eksklusi penyakit intraabdominal)
1
Demam*
Demam > 38 C sesudah eksklusi infeksi ________
Fatigue
Fatigue yang tidak dapat dijelaskan
1
Leukopenia* Leukosit < 4000/ mm3, bukan akibat obat _________
Limfopenia* Limfosit < 1200/ mm3, bukan akibat obat _________
TOTAL
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
81
13. Data pemeriksaan laboratorium
Darah Perifer Lengkap
Hb (g/dl)
Eos (%)
Ht (%)
Basofil
Leukosit (/mm3)
Neutrofil (Batang/Segmen)
Trombosit (/mm3)
Limfosit
Retikulosit (abs/%) _______/____% Monosit
Volumetrik
MCV
MCHC
MCH
MPV (fL)
Urinalisis
protein
leukosit
eritrosit
silinder
Lain-lain (mg/dl)
CPK
Kreatinin
D-dimer
A/C R
(
/
)
14. Merokok
a. Ya: Sejak ______, Terakhir merokok: _______, Batang/ hari: _______
b. Tidak
DATA PENGOBATAN SAAT INI
15. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
a. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
b. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
c. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
d. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
e. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
f. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
g. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
h. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
i. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
j. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
k. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
l. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
m. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
n. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______
Universitas Indonesia
Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016
Download