UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI ANTARA MEAN PLATELET VOLUME DENGAN MEXSLEDAI DAN D-DIMER PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK TESIS PERDANA ADITYA RAHMAN 1006824440 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JUNI 2016 Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 i UNIVERSITAS INDONESIA KORELASI ANTARA MEAN PLATELET VOLUME DENGAN MEX-SLEDAI DAN D-DIMER PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam PERDANA ADITYA RAHMAN 1006824440 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JUNI 2016 i Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 i ii ii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 iii iii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 iv iv Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 v UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas berkah dan petunjukNya sejak awal menentukan judul penelitian hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis menyadari banyak bantuan yang diperoleh sejak awal menjalani proses pendidikan spesialis hingga terselesaikannya tesis ini. Perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih, penghargaan dan rasa hormat atas bantuan, masukan, do’a serta dukungan tersebut. Kepada Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) yang telah memberikan kesempatan untuk menjadi bagian dari civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kepada Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) sebagai Direktur RSCM terdahulu yang mengizinkan belajar di rumah sakit ini dan Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD, KGer, Direktur RSCM saat ini sekaligus Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam terdahulu. Kepada Dr. dr. Dadang Makmun, SpPD, KGEH selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam saat ini dan juga Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, KEMD selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terdahulu atas segala bantuannya selama menjadi PPDS-1 Ilmu Penyakit Dalam. Kepada Ketua Program Studi Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam saat ini, Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, MSc, SpPD, KGer dan Ketua Program Studi Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam yang terdahulu dr. Aida Lydia, PhD, SpPD, KGH dan Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, KHOM. Dukungan Prof. dan dokter selama pendidikan sangat berarti buat saya, pengalaman berharga dan kebanggaan bagi saya mendapat bimbingan Prof. Aru sebagai DPJP saat menjalani tugas di ruang rawat inap lantai 7 gedung A. Terima kasih juga atas saran dan masukan Prof. Aru sebagai salah satu tim penguji tesis ini. v Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 vi Kepada seluruh Ketua Divisi yang memperkenankan saya untuk mengumpulkan subjek penelitian di polikliniknya. Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, SpPD, KHOM, sebagai Ketua Divisi Hematologi dan Onkologi Medik, bantuan, dukungan serta saran-saran dokter sangat membantu saya selama proses penelitian ini, dan terima kasih untuk keceriaan yang dokter bagikan setiap hari Kamis yang tidak pernah gagal membuat saya tertawa. Ketua Divisi Reumatologi sekaligus penguji tesis ini, dr. Bambang Setyohadi, SpPD, KR yang memberikan banyak saran dan masukan untuk pembahasan tesis ini. Semoga kedua “orang tua” saya, dr. Djumhana dan dr. Bambang diberikan kesehatan untuk dapat berkarya dan membimbing lebih banyak lagi calon internis, dokter berdua adalah sosok guru yang selalu memikirkan anak-anak didiknya. Kepada Ketua Divisi GinjalHipertensi, dr. Dharmeizar, SpPD, KGH terima kasih atas izinnya dan Ketua Divisi Alergi-Imunologi Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, KAI terima kasih atas izin dokter dan bimbingan dokter sebagai DPJP saat saya menjalani tahap I di RSCM. Kepada Dr. dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, KHOM, rasanya tidak akan cukup lembaran-lembaran ini untuk menungkapkan rasa terima kasih saya untuk pembimbing saya, orang tua saya, panutan saya, idola saya, dan masih banyak peran dr. Lugy selama pendidikan saya ini. Konsep-konsep berpikir yang dr. Lugy ajarkan sangat bermanfaat bagi saya, bagaimana menyadari dan menyikapi suatu ketidaklaziman dan kesenjangan klinis, yang memang sering sekali dijumpai dalam menghadapi kasus hematologi, merupakan suatu pengalaman berharga bagi saya dan akan membuat saya mencintai ilmu ini. Terima kasih atas waktu, pikiran, tenaga, dukungan, masukan diselingi dengan cerita-cerita ringan dan candaan dr. Lugy memberikan warna-warni selama saya sekolah, sungguh kehormatan bagi saya mendapatkan kesempatan menjadi murid dan bimbingan dr. Lugy. Kepada Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, SpPD, KR, KGer sebagai pembimbing saya. Sungguh suatu kehormatan untuk diterima menjadi bimbingan Prof. Harry disela-sela kegiatan Prof. Harry. Terima kasih atas waktu, masukan, saran, dan juga kepercayaan Prof. Harry, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan kesehatan untuk Prof. Harry. Saya ingat ajaran Prof. vi Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 vii Harry yang sangat penting untuk membentuk pola pikir bagi seorang internis, “Kalau banyak organ yang terlibat, jangan lupa pikirkan SATU entitas penyakit” Kepada Dr. dr. Suhendro, SpPD, KPTI sebagai pembimbing metodologi dan statistik atas waktu, masukan saran dan ide-ide yang dokter berikan. Dr. Suhendro memberikan banyak perspektif dalam membuat rancangan penelitian, semoga saya dapat mendalami apa yang dokter tanamkan. Kepada Dr. dr. Khie Chen, SpPD, KPTI selaku penguji umum, terima kasih atas saran, masukan serta ide-ide dokter yang membangun. Terima kasih juga kepada dr. Rudi Putranto, SpPD, KPsi yang mewakili Ketua Departemen atas saran dan masukannya agar tesis ini lebih dirasakan manfaatnya. Kepada penasihat akademik saya, Prof. dr. Marcellus Simadibrata K, SpPD, KGEH, atas nasihat dan masukan-masukannya. Kepada seluruh Guru Besar dan Staf Pengajar di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan rumah sakit jejaring atas bimbingannya selama pendidikan ini. Kepada Staf Pengajar di Divisi Hematologi Onkologi Medik, Dr. dr. Cosphiadi Irawan SpPD, KHOM, dr. Shufrie Effendy, SpPD, KHOM, Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD, KHOM, dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD, KHOM, dr. Wulyo Rajabto, SpPD, KHOM, dr. Nadia Ayu M, SpPD, dr. Anna Mira Lubis, SpPD, dr. Findy Prasetyawaty, SpPD, dan dr. Rahmat Cahyanur, SpPD yang memberikan masukan, perhatian, semangat dan menanyakan “Bagaimana kabar penelitiannya?” selama penelitian ini saya lakukan, juga untuk Dr. dr. Noorwaty Sutandyo, SpPD, KHOM dengan segala nasihatnya yang sangat inspiratif. Prof. dr. Abdul Muthalib, SpPD, KHOM untuk pengalaman dan pencerahan yang sering Prof. bagikan kepada kami, saya sepakat dengan beberapa teman saya, Prof. Thalib memiliki semua idol materials. Mbak Endah, Mbak Tita, Mbak Amel dan Alm. Mas Sigit, yang juga banyak membantu mulai dari mencari referensi dan menyiapkan jadwal bimbingan dan presentasi. Kepada DPJP Poliklinik Reumatologi, dr. Sumaryono, SpPD, KR, dr. Rudy Hidayat, SpPD, KR, dr. RM Suryo Anggoro KW, SpPD, dan dr. Anna Ariane, SpPD, DPJP Poliklinik Alergi-Imunologi, Dr. dr. Evy Yunihastuti, vii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 viii SpPD, KAI, dr. Teguh H. Karjadi, SpPD, KAI, dan dr. Alvina Widhani, SpPD serta DPJP Poliklinik Ginjal-Hipertensi Dr. dr. Lucky Aziza B, SpPD, KGH, SH yang mengizinkan saya mengambil subjek penelitian di jadwal polikliniknya dan juga perhatian, bantuan, serta masukannya untuk penelitian ini. Kepada seluruh karyawan dan TU divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan FKUI, terutama Mbak Endoh (Siti M), Mas Yadi dan Mas Asep, Mas Anto, Pak Aep, Pak Panov yang membantu menjadwalkan bimbingan, Ibu Yanti, Mas Heri, Mbak Aminah, dan Mbak Rizka yang banyak membantu selama menjalani PPDS-1 ini. Kepada seluruh teman seangkatan PPDS-1 Ilmu Penyakit Dalam FKUI periode Januari 2011, dr. Ahmad Fariz MZZ, SpPD, dr. Anggilia Stephanie, dr. “Nyai” Assyifa Militania, dr. Bhanu Kumar, SpPD, dr. Chandra Sari, dr. Dias Septalia I, dr. Ifransyah “MaBro” Fuadi, dr. Irma Wahyuni A, SpPD, dr. Jerry Nasarudin, SpPD, dr. L. Aswin Pramono, M.Epid, SpPD, dr. Mala “Mbang” Hayati, dr. Mochamad Pasha, dr. Nikko Darnindro, SpPD, dr.Oldi Dedya, dr. Paramita Khairan, dr. Prima Yuriandro, Almh. dr. Rizka Puteri Ismaniar I, dr. Segal Abdul Aziz, SpPD, dr. Ummu Habibah untuk kebersamaan dan kisah-kisah senang, sedih, galau, dan lucu dalam menjalani bersama pendidikan ini. Saya berharap silaturahmi kita selalu terjaga dimanapun teman-teman mengabdikan diri, mengamalkan ilmu dan menjalankan amanah sebagai internis. Sejawat PPDS-1, kakak-kakak saya, chief saya saat tahap 1, terutama dr. Margaret Merlyn Tjiang, SpPD, dr. Indra Wijaya, MKes, SpPD, dan dr. Mira Yulianti, SpPD, terima kasih atas bimbingan kakak-kakak dan juga pertemanan yang masih terjaga hingga saat ini. Kakak sekaligus “nenek” saya, dr. Ika Fitriana, SpPD yang banyak memberikan nasihat untuk “kehidupan”, dr. Alisa Nurul M, dr. Indhira Alimin, SpPD, dr. Ariska Sinaga, dr. Yusuf Aulia, terima kasih untuk celotehannya yang memberi warna lain. Abang saya yang juga teman diskusi maupun berdebat, dr. Rabbinu Rangga P, SpPD dan dr. Ferry Valerian H, SpPD, teman baru saya dr. Marshell Tendean, terima kasih atas diskusi-diskusi menyenangkannya. Mbak saya, dr. Amanda Trixie H, SpPD, dr. viii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 ix Suzy Maria, SpPD, dr. Imelda Maria, SpPD, dr. Farid Kurniawan, SpPD dan dr. Farieda Ariyanti yang saling mendukung sebagai teman seper”stase”an. Tak lupa untuk adik-adik teman “mengetik” di ruang kerukunan dr. Herikurniawan, dr. Franciscus Ari, dr. Steven David P, dr. Henry Ratno, dr. Virly Nanda kalian saksi bersama perjuangan di ujung jalan ini. Adik-adik PPDS Tahap-1 (saat itu) yang bekerja bersama baik di lantai 7 gedung A maupun di RSPAD Gatot Soebroto, dr. Abigail Prasetyaningtyas, dr. Beta Agustia W, dr. Puji Rahman, dr. Popy Yusnidar, dr. Fitrinilla Alresna, dr. Winda Permata, dan dr. Rezky Aulia terima kasih atas kerjasamanya, semoga kalian sukses ke depannya. Terima kasih juga untuk bantuan dr. Ryan Herardi, dr. Stefanus Satrio, dr. Ardeno Kristanto saat pembuatan proposal, penulisan naskah dan analisis statistik. Terima kasih juga untuk dr. Felix F. Wijaya dan dr. Alvin Nursalim yang mau me-review penulisan disela-sela stasenya yang cukup berat. Terima kasih juga untuk kakak-kakak dan adik-adik lainnya, teman bekerja sama, teman jaga, teman cerita, teman berbagi ilmu, pengalaman dan makanan selama jaga, semoga temanteman menjadi internis sukses ke depannya. Terima kasih untuk seluruh perawat, pekarya, ahli gizi, dan petugas di lingkungan RSCM dan RS jejaring atas bantuan dan kerjasamanya, dan juga untuk pasien-pasien di RSCM dan RS jejaring terutama pasien subjek penelitian ini, kalian adalah guru-guru saya. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk kedua orang tua saya, Papa Bambang Mulyana, untuk segala jerih payahnya, semangatnya, motivasinya, dan banyak hal lainnya, Papa adalah ayah terhebat, orang yang mendukung saya untuk selalu menuntut ilmu dan Mama Hendrayati, dengan kelembutannya dan kesabarannya selalu mendorong saya untuk menjadi lebih baik, merendahkan hati dan memikirkan orang lain, Mama juga membentuk cara berpikir saya untuk berpikir panjang dan mempertimbangkan konsekuensinya yang saya berusaha terapkan dalam praktek saya sebagai dokter. Terima kasih untuk Ibu Rita, Mas Suven, Pak Gunawan, Mbak Enni, Mbak Odah dan Mbak Lina, dkk. atas bantuannya untuk pemeriksaan laboratorium pada penelitian ini. ix Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 x Terima kasih untuk seluruh pihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu atas bantuan, dukungan serta do’a sejak awal pendidikan saya hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang akan membalas budi baik Bapak/ Ibu semuanya. Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi banyak pihak. Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh x Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xi Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xii ABSTRAK Nama : Perdana Aditya Rahman Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Judul : Korelasi Mean Platelet Volume dengan Mex-SLEDAI dan Ddimer pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik Latar Belakang Kejadian trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien LES, selain infeksi dan aktivitas penyakit. Faktor risiko trombosis pada LES sangat beragam seperti sindrom antifosfolipid, aterosklerosis dini, autoantibodies dan inflamasi yang akan mengaktifkan trombosit dan jalur koagulasi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara MPV dengan D-dimer dan MexSLEDAI dan mencari titik potong dari MPV yang memberikan peningkatan Ddimer. Metode Studi potong lintang pada pasien LES yang tidak mengonsumsi antiplatelet/ antikoagulan. Penelitian ini mengeksklusi pasien dengan tuberkulosis/ herpes zoster aktif, wanita hamil, sepsis dan gangguan hati. Seluruh pasien dinilai aktivitas penyakitnya dengan Mex-SLEDAI dan sampel darah diambil untuk pemeriksaan MPV dan D-dimer. Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI dan D-dimer dianalisis dengan uji Spearman. Hasil Penelitian Enam puluh tiga subyek (62 perempuan, 1 laki-laki), dengan median usia 33 (1855) tahun. Median durasi terdiagnosis adalah 3 (0-25) tahun. Keterlibatan mukokutan, muskuloskeletal dan nefritis didapatkan pada 82,5%, 79,4%, dan 50,7% berturut-turut. Skor Mex-SLEDAI berentang dari 0 – 13, dengan 60.3% subyek dalam kondisi remisi (< 2) dan 27% berada dalam kondisi aktif (> 5). Median dari MPV adalah 9,9 (8,2-12,9) fL dan median dari D-dimer 365,51 (97,58 – 4938,1) ng/ml. Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer (r= 0,049, p= 0,700), dan MPV dengan Mex-SLEDAI (r= 0,018, p= 0,888). Tidak didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi, yaitu 9,75 (8,6 – 12,9) dan 10,1 (8,2 – 12,8) fL, p = 0,641. Dari kurva ROC, MPV 10,3 fL memiliki sensitifitas 48,1% dan spesifisitas 75% dalam memprediksi peningkatan D-dimer. Kesimpulan Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer dan MPV dengan MexSLEDAI. Tidak didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi. Titik potong MPV untuk memprediksi peningkatan D-dimer adalah 10.3 fL. Kata Kunci: LES, Mex-SLEDAI, Mean Platelet Volume, D-dimer xii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xiii ABSTRACT Name Program Title : Perdana Aditya Rahman : Internal Medicine : The Correlation between Mean Platelet Volume and Mex-SLEDAI and D-dimer in Systemic Lupus Erythematosus Patients Background Thrombotic event is one of mortality cause in SLE patients beside infection and disease activity. Thrombotic risk factors in SLE consist of antiphospholipid syndrome, accelerated atherosclerosis, autoantibodies and inflammation that will activate platelet and coagulation cascade. This study aimed to determine the correlation between MPV with D-dimer and Mex-SLEDAI as parameter of disease activity, and to find the cut-off value of MPV that correlate with D-dimer levels. Methods A cross sectional study of SLE patients who do not consume antiplatelet/ anticoagulant medication. Active tuberculosis/ herpes zoster, pregnant woman, sepsis, and liver disorders were excluded. All patients were assessed for MexSLEDAI score and blood sample for MPV and D-dimer was taken. Correlation between MPV with Mex-SLEDAI and D-dimer was analyzed using Spearman’s analysis test. Study Results Sixty three subjects (62 females, 1 male), with median age 33 (18-55) years old. Median duration of diagnosis is 3 (0–25) years. Mucocutaneous, musculoskeletal and nephritis were found in 82.5%, 79.4% and 50.7% subjects respectively. MexSLEDAI score ranging from 0–13, 60.3% subjects are in remission (<2) and 27% in active disease (>5). Median of MPV 9.9 (8.2–12.9) fL and median of D-dimer 365.51 ng/ml (97.58–4938.10). There were no correlation between MPV with Ddimer (r=0.049, p=0.700), and MPV with Mex-SLEDAI (r=0.018, p=0.888). There is no difference of MPV among groups with normal or high D-dimer, which are 9.75 (8.6 – 12.9) and 10.1 (8.2 – 12.8) fL, p = 0.641. From ROC curve, MPV 10.3 fL had 48.1% sensitivity and 75% specificity in predicting D-dimer increment. Conclusions There are no correlation between MPV with D-dimer level and MPV with MexSLEDAI score. There is no difference of MPV among group with normal and high D-dimer levels. Cut-off value for MPV to predict increased D-dimer level was 10.3 fL. Keywords: SLE, Mex-SLEDAI, Mean Platelet Volume, D-dimer xiii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xiv DAFTAR ISI Halaman Judul ...................................................................................................i Halaman Pernyataan Orisinalitas ……………………………………………..ii Halaman Pengesahan .......................................................................................iii Halaman Pengesahan Penguji ………………………………………………..iv Ucapan Terima Kasih …………………………………………………………v Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi .....................................................xi Abstrak ............................................................................................................xii Abstract ..........................................................................................................xiii Daftar Isi ........................................................................................................xiv Daftar Tabel ..................................................................................................xvii Daftar Gambar .............................................................................................xviii Daftar Singkatan ...........................................................................................xix BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ...........................................................5 1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................5 1.4 Hipotesis Penelitian ...................................................................................5 1.5 Tujuan Penelitian .......................................................................................6 1.5.1 Tujuan Umum ..................................................................................6 1.5.2 Tujuan Khusus .................................................................................6 1.6 Manfaat Penelitian .....................................................................................6 1.6.1 Manfaat Bagi Masyarakat ................................................................6 1.6.2 Manfaat Bagi Klinisi ........................................................................6 1.6.3 Manfaat Bagi Akademik ..................................................................7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................8 2.1 Lupus Eritematosus Sistemik ....................................................................8 2.1.1 Patogenesis .......................................................................................8 2.1.2 Diagnosis ........................................................................................10 2.1.3 Aktivitas Penyakit ..........................................................................12 2.2 Trombosis pada LES ...............................................................................17 2.2.1 Hemostasis Normal ........................................................................24 2.2.2 Perubahan Hemostasis pada Inflamasi ...........................................27 2.2.3 Peran Trombosit dalam Hemostasis dan Trombosis pada LES......29 2.2.4 Antibodi Antifosfolipid dan Trombosis pada LES ........................31 2.2.5 Pemeriksaan Fungsi Koagulasi ......................................................33 2.3 Mean Platelet Volume (MPV) .................................................................34 xiv Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xv BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL ...........................................................39 3.1 Kerangka Teori Kaitan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit dan Trombosis pada LES .........................................................................39 3.2 Kerangka Konsep ....................................................................................39 3.3 Identifikasi Variabel ................................................................................39 3.4 Definisi Operasional ................................................................................41 BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................42 4.1 Desain Penelitian .....................................................................................42 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................42 4.3 Populasi Penelitian................................................................................... 42 4.4 Kriteria Penerimaan dan Penolakan........................................................ .42 4.4.1 Kriteria Penerimaan .......................................................................42 4.4.2 Kriteria Penolakan .........................................................................42 4.5 Sampel .....................................................................................................43 4.5.1 Penentuan Besar Sampel.............................................................. ..43 4.5.2 Pemilihan Sampel ..........................................................................44 4.6 Alur Penelitian .........................................................................................45 4.7 Cara Kerja ................................................................................................45 4.8 Analisis Data ...........................................................................................46 4.9 Etika Penelitian .......................................................................................46 4.10 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian..............................................46 BAB V HASIL PENELITIAN .....................................................................47 5.1 Perekrutan Subjek ....................................................................................47 5.2 Karakteristik Subjek Penelitian ...............................................................48 5.3 Korelasi antara MPV dengan D-dimer dan Mex-SLEDAI .....................49 5.4 Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer ...............................50 5.5 Titik Potong antara MPV dan D-dimer ...................................................50 5.6 Hubungan Keterlibatan Organ, Nilai MPV dan Skor Mex-SLEDAI Berdasarkan Nilai D-dimer ......................................................................51 BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................53 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian ...............................................................53 6.2 Korelasi antara MPV dengan D-dimer ....................................................53 6.3 Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI ...........................................57 6.4 Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer ...............................60 6.5 Titik Potong antara MPV dan D-dimer ...................................................61 6.6 Keterlibatan Organ, Nilai MPV dan Skor Mex-SLEDAI Berdasarkan Nilai D-dimer ......................................................................61 6.7 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian ...................................................62 xv Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xvi 6.8 Generalisasi Hasil Penelitian ..................................................................62 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................64 7.1 Kesimpulan ..............................................................................................64 7.2 Saran ........................................................................................................64 REFERENSI .................................................................................................65 RINGKASAN............................................................................................... .71 SUMMARY ...................................................................................................75 Lampiran .......................................................................................................77 xvi Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xvii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi ACR 1997 ......................................................10 Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi SLICC 2012 Tabel 2.3 Instrumen Mex-SLEDAI ...................................................12 ..............................................................15 Tabel 2.4 Mekanisme kerusakan vaskuler pada LES ..........................................19 Tabel 2.5 Penelitian-penelitian mengenai trombosis pada LES ..........................19 Tabel 2.6 Penelitian-penelitian mengenai MPV pada beberapa penyakit ...........36 Tabel 5.1 Karakteristik subjek penelitian ............................................................48 Tabel 5.2 Mex-SLEDAI, MPV dan D-dimer ......................................................49 Tabel 5.3 Korelasi MPV dengan D-dimer dan MPV dengan Mex-SLEDAI ......50 Tabel 5.4 MPV pada kelompok D-dimer normal dan tinggi ...............................50 Tabel 5.5 Hubungan keterlibatan organ berdasarkan rentang nilai D-dimer ......51 Tabel 5.6 Hubungan MPV dan Mex-SLEDAI berdasarkan rentang D-dimer.....52 Tabel 6.1 Manifestasi klinis pasien LES ............................................................54 xvii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xviii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kaskade koagulasi ................................................................26 Gambar 2.2 Aktivasi komplemen dan efektornya ......................................29 Gambar 2.3 Automated Hematology Analyzer, Sysmex-XT 2000iV ..............35 Gambar 3.1 Kerangka Teori Kaitan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit dan Trombosis pada LES .....................................40 Gambar 5.1 Perekrutan subjek penelitian ..................................................47 Gambar 5.2 Kurva ROC MPV dengan D-dimer ........................................50 xviii Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xix DAFTAR SINGKATAN ACA : anticardiolipin antibody ACR : American College of Rheumatology ADP : adenosine diphosphate AIHA : autoimmune hemolytic anemia anti-dsDNA : anti-double stranded Deoxyribose Nucleic Acid aPTT : activated Partial Thromboplastin Time AR : artritis reumatoid AUC : area under curve BLyS/BAFF : B Lymphocyte Stimulator/ B-cell activating factor BILAG : British Isles Lupus Assessment Group CASQ : Clinically Active, Serologically Quiescent CD : Cluster Differentiation CI : Confidence Interval CK : Creatinine Kinase CRP : C-reactive protein CVA : cerebrovascular accident DM : diabetes melitus DNA : Deoxyribose Nucleic Acid DVT : Deep Vein Thrombosis ECLAM : European Consensus Lupus Activity Measurement EKG : elektrokardiografi FDP : Fibrin Degradation Product FGG : fibrinogen gamma FVL : Factor V Leiden HDL : High Density Lipoprotein IBD : Inflammatory Bowel Disease IFN : Interferon Ig : Imunoglobulin IL : Interleukin IMT : intima-media thickness LA : lupus anticoagulant LAI : Lupus Activity Index LED : laju endap darah LES : Lupus Eritematosus Sistemik LDL : Low Density Lipoprotein MAC : Membrane Attack Complex Mex-SLEDAI : Mexican version SLEDAI MIP : Macrophage Inflammatory Proteins MMP : matrix metalloproteinase xix Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 xx MPV MRI MTHFR NFқB NK OR PAI-1 PAR PE PF PPOK PROWESS PSGL PT RF ROC SACQ SCORE SELENA SFI SLAM SLEDAI SLICC SNP SSP TAFI TAT TEG TEV TFPI TIMP TLR TNF tPA TPO TV VCAM vWF : Mean Platelet Volume : Magnetic Resonance Imaging : Methylene Tetrahydrofolate Reductase : Nuclear Factor Kappa B : Natural Killer : Odds Ratio : Plasminogen Activator Inhibitor-1 : Protease activated receptors : Pulmonary Emboli : Platelet factor : Penyakit Paru Obstruktif Kronik : Human Activated Protein C Worldwide Evaluation in Severe Sepsis : P-selectin glycoprotein ligand : Prothrombin time : Rheumatoid Factor : receiver operator curve : Serologically Active, Clinically Quiescent : Systematic COronary Risk Evaluation : Safety of Estrogen in Lupus Erythematosus – National Assessment Trial : SELENA-SLEDAI Flare Index : Systemic Lupus Activity Measures : Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index : The Systemic Lupus International Colaborating Clinics : Single Nucleotide Polymorphism : Sistim Saraf Pusat : Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor : Trrombin-Antitrombin : tromboelastografi : tromboemboli vena : Tissue Factor Pathway Inhibitor : tissue inhibitor of metalloproteinase : Toll-like receptor : Tumor Necrosis Factor : tissue Plasminogen Activator : trombopoetin : trombosis vena : Vascular Cell-Adhesion Molecule : von Willebrand Factor xx Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun sistemik dengan manifestasi klinis yang beragam dengan angka kejadiannya bervariasi antara 2 – 4,7 per 100.000 penduduk, dan wanita lebih sering dibandingkan dengan pria.1 LES ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap antigen inti, dan LES memiliki manifestasi klinis yang beragam karena variasi dan heterogenitas dari autoantibodi yang terbentuk. Terbentuknya autoantibodi pada LES diduga terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah gangguan pada rearrangement dari imunoglobulin dan somatic hypermutation.2 LES dan trombosis memiliki kaitan yang erat. Selain aktivitas penyakit dan infeksi, trombosis diketahui sebagai salah satu penyebab kematian terbesar pada LES. Pada sebuah studi kohort prospektif selama 10 tahun, didapatkan penyebab kematian pada LES adalah akibat aktivitas penyakit (26,5%), trombosis (26,5%), infeksi (25%), dengan awitan kejadian trombosis lebih banyak pada 5 tahun kedua.3 Studi oleh Sarabi, et al pada tahun 2005 terhadap 544 pasien dari University of Toronto Database yang diikuti selama 6,3 tahun, mendapatkan 16% pasien mengalami tromboemboli setelah didiagnosis LES, 11% mengalami trombosis arteri berupa angina, infark miokard, stroke dan penyakit arteri perifer.4 Risiko kejadian tromboemboli vena pada LES sebesar 3,7 kali pada penelitian di Inggris, sedangkan studi di Swedia, mendapatkan risiko pada tahun pertama sebesar 10,2 kali dan risiko setelahnya menjadi 2,2 kali.5, 6 Aterosklerosis pada LES juga terjadi lebih awal, pada 21% pasien LES di bawah usia 35 tahun sudah didapatkan aterosklerosis pada pembuluh karotis. Dibandingkan dengan populasi normal, kalsifikasi koroner sudah didapatkan pada 30% pasien dengan LES dengan angka kalsifikasi koroner yang lebih tinggi secara bermakna.7, 8 Roman pada tahun 2003 melakukan studi terhadap 197 pasien LES dibandingkan dengan 197 kontrol, menunjukkan pada pasien LES didapatkan plak arteri karotis yang lebih banyak (37,1% vs 15,2%).9 1 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 2 Pada LES, selain faktor risiko tradisional seperti dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, dan merokok, juga terdapat faktor risiko khusus seperti etnis, durasi penyakit, aktivitas penyakit, antibodi antifosfolipid, kerusakan vaskuler, kerusakan ginjal, obat-obatan yang dikonsumsi, dan trombofilia seperti mutasi faktor V Leiden dan mutasi pada gen MTHFR.3, 10-12 Inflamasi merupakan faktor yang penting pada LES, karena aktivitas penyakit yang fluktuatif. Aktivitas penyakit pada LES dideskripsikan sebagai manifestasi klinis dan laboratoris yang reversibel, yang mencerminkan manifestasi imunologis dan inflamasi dari keterlibatan organ pada waktu tertentu. Aktivitas penyakit dapat memberikan gambaran inflamasi pada waktu tertentu.13 Inflamasi juga diketahui sebagai kondisi protrombotik, melalui pengaruhnya terhadap endotel, trombosit, sistim antikoagulan dan fibrinolisis.14, 15 Trombosis pada LES juga melibatkan autoantibodi. Autoantibodi dapat membentuk kompleks imun dan mengaktifkan komplemen, kemudian akan menyebabkan peningkatkan reaktivitas trombosit dan aktivasi trombosit.16 Autoantibodi terhadap antitrombin-III, protein C, protein S, PAI-1 dan tPA juga ditemukan pada LES.17-19 Faktor lainnya yang terkait dengan trombosis pada LES adalah kerusakan vaskuler dan juga adanya keterlibatan ginjal (nefritis lupus).7,20 Trombosit, memiliki peran yang penting dalam patogenesis LES, baik dalam patogenesis trombosis pada LES, maupun pada inflamasi. Aktivasi trombosit meningkat pada pasien LES yang mengalami trombosis, dibuktikan pada sebuah studi yang mendapatkan peningkatan signifikan kadar β-tromboglobulin dan fibrinogen-bound phosphate pada pasien LES yang mengalami trombosis dan yang tidak mengalami trombosis.21 Kompleks imun pada LES menyebabkan ambang rangsang aktivasi trombosit menjadi lebih rendah. Studi lain menunjukkan bahwa aktivitas penyakit berkorelasi dengan aktivasi trombosit, yang ditandai dengan meningkatnya PF4 dan β-tromboglobulin.22 Trombosit yang teraktivasi akan mengalami agregasi dan melepaskan interleukin (IL)-1 dan CD40-ligand yang kemudian meningkatkan ekspresi P-selectin pada permukaan endotel yang menyebabkan adhesi leukosit, serta melepaskan mikropartikel yang akan mengaktifkan kaskade koagulasi.23 Agregasi trombosit diperantarai oleh Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 3 fibrinogen, yang merupakan salah satu protein fase akut yang pada inflamasi kadarnya meningkat. Fibrinogen akan mengalami degradasi oleh sistim plasmin menjadi fragmen D dan fragmen E, dua fragmen D yang berikatan dikenal dengan D-dimer dan digunakan sebagai penanda pada kecurigaan suatu kejadian trombosis.24 Mean Platelet Volume (MPV) adalah ukuran rerata trombosit yang dijumpai dalam sirkulasi, diperoleh dengan menilai impedans dari kurva distribusi trombosit dan pada beberapa automated hematology analyzer, MPV dapat dinilai. MPV sendiri dikatakan sebagai emerging risk factor untuk trombosis. MPV meningkat pada kondisi-kondisi proinflamasi dan protrombotik seperti pada hipertensi, diabetes, dan pada perokok. Ukuran trombosit sudah ditentukan pada saat awal tahapan megakariopoesis dan ukuran yang lebih besar dikaitkan dengan fungsi dan reaktivitas yang lebih poten. Trombosit yang lebih besar mengandung lebih banyak granula, memproduksi tromboksan A2 dalam jumlah yang lebih banyak sehingga hambatan terhadap prostasiklin lebih poten dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada kondisi inflamasi, ukuran trombosit yang terbentuk cenderung lebih besar. Hal ini terjadi akibat pada kondisi inflamasi terjadi peningkatan IL-3 dan IL-6 yang menstimulasi megakariopoesis. Namun trombosit pada sirkulasi, yang dicerminkan oleh MPV, selain dipengaruhi oleh trombopoesis, juga dipengaruhi migrasi trombosit ke jaringan yang mengalami inflamasi. Sehingga derajat inflamasi akan memengaruhi MPV, pada inflamasi yang lebih berat maka trombosit cenderung terdistribusi ke jaringan.25, 26 MPV telah dikaitkan dengan beberapa kondisi inflamasi seperti psoriasis, artritis rematoid, spondilitis ankilosa, eksaserbasi asma dan PPOK, tuberkulosis, penyakit Crohn, inflammatory bowel disease, dan tiroiditis dan menunjukkan hasil yang bervariasi.27-32 Pada LES, MPV dikaitkan dengan aktivitas penyakit pada pasien LES anak, ditunjukkan pada penelitian oleh Yavuz, et al, yang melibatkan 20 pasien anak.33 Pada kasus kelainan serebrovaskuler, MPV dikatakan dapat menjadi prediktor luaran yang lebih buruk.34 Dalam kaitannya dengan trombosis, pengukuran MPV dapat meningkatkan spesifisitas ketika dikombinasi dengan Ddimer dalam mengeksklusi diagnosis DVT.35 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 4 Besarnya masalah trombosis pada LES perlu mendapatkan perhatian tersendiri, mengingat mortalitas dan morbiditasnya yang tinggi. Studi-studi telah menunjukkan bukti adanya peningkatan kejadian trombosis pada LES, namun belum ada rekomendasi yang jelas dalam pencegahan trombosis pada LES. Hal ini terkait dengan belum adanya prediktor trombosis pada LES yang dapat digunakan secara luas. Studi oleh Wu, menunjukkan D-dimer dapat menjadi prediktor terhadap kejadian trombosis di masa depan pada pasien LES.36 Aktivitas penyakit, SLEDAI, juga dikaitkan dengan peningkatan D-dimer, yang menandakan pada kondisi aktif maka sistim koagulasipun teraktivasi.37 SLEDAI, merupakan salah satu instrumen untuk menilai aktivitas penyakit di dalamnya menilai parameter klinis, laboratoris dan serologis. Pemeriksaan serologis seperti anti-dsDNA dan komplemen masih belum banyak tersedia termasuk di pusat layanan kesehatan sekunder. Mex-SLEDAI menjadi salah satu alternatif, karena komponennya tidak melibatkan pemeriksaan serologis sehingga lebih terjangkau. MPV merupakan pemeriksaan yang mudah dan murah, di beberapa laboratorium pelayanan kesehatan primer juga telah tersedia hematologic analyzer yang dapat memeriksa MPV. Sementara D-dimer, selain lebih mahal, juga belum tersedia di banyak fasilitas pelayanan kesehatan primer. MPV dan beberapa penanda aktivasi trombosit telah dikaitkan dengan aktivitas penyakit LES tetapi belum ada studi mengenai MPV dengan kejadian trombosis pada pasien LES secara spesifik. Pada penelitian ini akan dikaji korelasi antara MPV sebagai penanda aktivasi trombosit dengan D-dimer sebagai penanda aktivasi koagulasi pada pasien LES dan mengkaji apakah MPV dapat menjadi penyaring peningkatan D-dimer pada pasien LES dengan melihat pengaruh dari aktivitas penyakit tersebut. Beberapa penelitian juga meneliti MPV dalam menilai beberapa aktivitas penyakit autoimun, sehingga MPV mungkin memiliki kelebihan yaitu dapat menilai aktivitas penyakit autoimun dan juga menjadi pemeriksaan penapis risiko trombosis. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 5 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah berikut yang menjadi dasar penelitian ini: Trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada penderita LES dan inflamasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko trombosis. Aktivitas penyakit memiliki korelasi dengan aktivasi koagulasi, dalam hal ini D-dimer. Aktivitas penyakit menjadi salah satu risiko terjadinya trombosis pada pasien LES. Didapatkan peningkatan aktivasi trombosit pada pasien LES yang aktif dan pasien LES yang mengalami trombosis. D-dimer dapat memprediksi kejadian trombosis pada pasien LES, namun Ddimer tidak tersedia di banyak fasilitas pelayanan kesehatan primer dan membutuhkan biaya yang lebih mahal. Pada LES, aktivitas penyakit terkait dengan derajat inflamasi. MPV sangat dipengaruhi inflamasi dan mencerminkan aktivasi trombosit dan juga dapat digunakan dalam menilai aktivitas penyakit. MPV lebih praktis, murah, mudah dikerjakan dan belum pernah dikaji korelasinya dengan D-dimer dan juga kemampuannya sebagai penyaring pemeriksaan D-dimer pada pasien LES. 1.3 Belum diketahui titik potong nilai MPV yang berkorelasi dengan D-dimer. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah korelasi MPV dengan D-dimer pada pasien LES? Bagaimanakah korelasi Mex-SLEDAI dengan MPV pada pasien LES? Apakah didapatkan perbedaan kadar MPV antara D-dimer yang tinggi dan normal pada pasien LES? Berapa titik potong nilai MPV yang diikuti peningkatan D-dimer? Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 6 1.4 Hipotesis Penelitian Semakin tinggi nilai MPV maka semakin tinggi nilai D-dimer pada pasien LES. Semakin tinggi skor Mex-SLEDAI maka semkain tinggi nilai MPV pada pasien LES. Didapatkan perbedaan nilai MPV antara D-dimer yang tinggi dan normal pada pasien LES. 1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui peran nilai MPV sebagai prediktor aktivitas penyakit dan aktivasi koagulasi pada pasien LES. 1.5.2 Tujuan Khusus Mengetahui korelasi MPV dengan nilai D-dimer pada pasien LES. Mengetahui korelasi Mex-SLEDAI dengan nilai MPV pada pasien LES. Mengetahui perbedaan nilai MPV antara D-dimer yang rendah dan normal pada pasien LES. 1.6 Mendapatkan titik potong nilai MPV dengan kadar D-dimer pada pasien LES. Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Bagi Masyarakat 1. Dapat menggunakan pemeriksaan MPV sebagai perangkat yang lebih murah dan praktis untuk memprediksi kejadian trombosis pada pasien LES. 1.6.2 Manfaat Bagi Klinisi 1. Dapat menggunakan nilai MPV yang lebih praktis untuk menilai aktivitas penyakit LES. 2. Dapat menggunakan pemeriksaan MPV sebagai prediktor trombosis yang lebih murah dan praktis pada pasien LES. 3. Menambah pemahaman kaitan antara sistim imun, inflamasi dan sistim koagulasi. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 7 1.6.3 Manfaat Bagi Akademik 1. Sebagai bahan penelitian lebih lanjut mengenai patofisiologi trombosis pada pasien LES. 2. Memberikan pemahaman mengenai peran trombosit sebagai salah satu bagian dari proses trombosis pada LES. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lupus Eritematosus Sistemik Lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun sistemik, dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari keterlibatan ringan pada sendi-sendi hingga gangguan multiorgan yang mengancam nyawa. LES ditandai dengan pembentukan autoantibodi dan kompleks imun pada jaringan, keterlibatan ginjal sering dijumpai dan seringkali terkait dengan luaran dari penyakit ini.38, 39 Kejadian penyakit ini bervariasi antara 2 – 4,7 per 100.000 penduduk, prevalensinya lebih sering pada wanita, perbedaan juga didapatkan pada kelompok ras dan demografi. Kejadian lebih tinggi dilaporkan di beberapa negara pada kelompok ras Afrika, Hispanik dan Asia. Mortalitas pada pasien LES disebabkan oleh aktivitas penyakit, trombosis dan infeksi.1, 14 2.1.1 Patogenesis Perkembangan penyakit LES terjadi melalui beberapa tahapan. Diawali dari adanya predisposisi seseorang terhadap LES, seperti kerentanan genetik, jenis kelamin, dan juga paparan lingkungan.Kemudian terjadi kegagalan toleransi imunologik, akibatnya terjadi pembentukan autoantibodi, yang biasanya mendahului munculnya gejala dalam bulan hingga tahun.40 Secara garis besar, toleransi imunologik dibagi menjadi dua yaitu sentral dan perifer, bergantung pada organ dimana mekanisme ini terjadi. Toleransi sentral terjadi pada organ limfoid sentral yaitu sumsum tulang dan timus, dimana ketika suatu klon limfosit mengenal self-antigen maka akan terjadi apoptosis (delesi), perubahan reseptor (editing), atau supresi oleh sel T regulator. Ada kalanya, klon limfosit yang mengenal self antigen tersebut lolos dari proses tersebut dan menjadi limfosit matur, sehingga toleransi periferlah yang berperan, limfosit akan kehilangan fungsinya (anergi), mengalami apoptosis (delesi) atau mengalami supresi oleh sel T regulator saat terpapar dengan self-antigen. Pada imunitas nonspesifik (innate immunity), sel-sel imun non-spesifik tidak menyerang self-antigen 53 88 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 9 karena adanya mekanisme regulasi yang tidak dimiliki oleh sel mikroba, seperti penghambatan komplemen dan molekul regulator. Pada LES juga didapatkan defek dari anergi akibat gangguan apoptosis yang diperantarai Fas-FasL.40 Perjalanan klinis pasien LES sangat bervariasi. Beberapa penderita awalnya tidak memenuhi kriteria klasifikasi LES, namun dalam perjalanannya akan memenuhi kriteria LES. Sebagian pasien akan mengalami remisi, sementara lainnyadapat mengalami beberapa periode kekambuhan dalam perjalanannya. Diawali dengan terpaparnya autoantigen ketika terjadi kematian sel baik apoptosis maupun nekrosis, kemudian menstimulasi sistim imun melalui sel dendritik sebagai antigen presenting cells sehingga terjadi respon inflamasi melalui pelepasan sitokin TNF-α, IL-1, IL-12, dan IL-23 yang kemudian mengaktifkan sel efektor yaitu sel T yang menstimulasi sel B membentuk autoantibodi. Autoantibodi akan bersirkulasi, menginfiltrasi jaringan dan mengalami deposisi di beberapa jaringan, selanjutnya akan mengaktifkan sitotoksisitas. Sel limfosit B juga teraktivasi melalui TLR dan IFN-α dalam sekresi autoantibodi. Sel B juga akan bertahan akibat adanya BLyS/ BAFF, IL-6 dan sitokin lainnya.41 Pada LES terjadi beberapa defek dari sistim imun, diantaranya: (1) Defek bersihan imun kompleks dan sel apoptosis, akibat defisiensi C1q, C2, dan C4, serta gangguan fagositosis; (2) Defek pembentukan antibodi anti-idiotype akibat defek dari sel T regulator yang mengenal idiotype; (3) Gangguan produksi atau fungsi dari sel T regulator yang menekan sel B autoreaktif, termasuk sel T sitotoksik yang mematikan sel B autoreaktif. Defek juga terjadi dari sel B regulator, sel dendritik tolerogenik dan sel NK; (4) Penurunan produksi IL-2 oleh sel T efektor, dimana IL-2 dibutuhkan sel T untuk bertahan dan juga dalam mekanisme activation-induced death dari limfosit; (5) Defek dari apoptosis sel T efektor dan sel B autoreaktif.41 Kerusakan jaringan pada LES terjadi akibat deposit kompleks imun, dimulai dengan aktivasi komplemen melalui kaskade yang diperantarai serin-protease, yang akhirnya akan menarik leukosit dan terjadi inflamasi. Dalam resolusinya, komplemen C4b dan C3b akan berikatan dengan kompleks imun untuk memfasilitasi bersihan kompleks imun melalui transpor oleh CR1 pada eritrosit Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 10 dan fagosit. Pada LES juga didapatkan adanya defisiensi atau autoantibodi terhadap C1q, C1-INH atau C3b-convertase. Selain itu C3d juga diekskresikan berlebihan pada kondisi aktif.41 2.1.2 Diagnosis Diagnosis baku emas LES adalah penilaian klinis dari klinisi yang berpengalaman, walaupun seringkali hal ini menjadi tidak praktis pada studi populasi. Kriteria klasifikasi yang ada ditujukan untuk keseragaman dengan tujuan untuk studi populasi dan epidemiologi. Kriteria klasifikasi yang umum dipakai adalah kriteria American College of Rheumatology (ACR) yang beberapa kali telah mengalami revisi sejak pertama dikeluarkan tahun 1971, direvisi pertama kali tahun 1982 dan terakhir tahun 1997. Kriteria klasifikasi ACR tahun 1997 masih dinilai memiliki bias dalam penilaian manifestasi kulit dari LES, sehingga The Systemic Lupus International Colaborating Clinics (SLICC) melakukan revisi dengan tujuan memperbaiki relevansi klinis dan dengan metodologi yang lebih baik, serta menyertakan pengetahuan mengenai imunologi SLE dalam kriteria tersebut.1 Tabel berikut ini (Tabel 2.1 dan 2.2) merupakan kriteria klasifikasi yang digunakan dalam membantu menegakkan diagnosis LES. Tabel 2.1 Kriteria Klasifikasi ACR 199742 Kriteria Deksripsi Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial. Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada LES lanjut dapat ditemukan parut atrofik. Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa. Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa. Artritis Artritis non-erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 11 perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusi. Serositis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleural friction rub yang a. Pleuritis didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti b. Perikarditis efusi pleura. b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium. Gangguan renal a. Proteinuria menetap > 0,5 gram per hari atau > 3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif, atau b. Silinder seluler: dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran. Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit), atau b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan elektrolit). Gangguan hematologi a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis, atau b. Leukopenia < 4.000/ mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih, atau c. Limfopenia < 1.500/ mm3 pada dua kali pemeriksaan atau lebih d. Trombositopenia < 100.000/ mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan Gangguan imunologik a. anti-dsDNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer yang abnormal, atau b. anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear Sm, atau c. temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang didasari atas: kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal baik IgG atau IgM tes lupus antikoagulan positif menggunakan Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 12 metoda standar hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan tes imobilisasi Treponema pallidum atau tes fluoresensi antibodi treponema. Antibodi Antinuklear Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan (ANA) pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada setiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang diinduksi obat. Tabel 2.2 Kriteria Klasifikasi SLICC 201243 Kriteria Klinis Kriteria Imunologis Lupus kutaneus akut ANA Lupus kutaneus kronik Anti-dsDNA Ulkus oral atau nasal Anti-Sm Alopesia (non-scarring) Antibodi antifosfolipid Artritis Komplemen rendah (C3, C4, CH50) Serositis Direct Ginjal diperhitungkan Neurologis hemolitik) Coombs’ bila test (tidak ada anemia Anemia hemolitik Leukopenia Trombositopenia <100.000/mm3 2.1.3 Aktivitas Penyakit LES merupakan penyakit yang sangat dinamis dalam perjalanannya, ditandai dengan adanya periode eksaserbasi, persisten aktif, hingga remisi. Dalam praktik klinisnya, pasien dengan LES perlu dilakukan penilaian terhadap: (1) aktivitas penyakit, (2) kerusakan kronis akibat penyakit maupun pengobatan, (3) kejadian tidak diharapkan dari pengobatan, (4) kualitas hidup terkait kesehatan (healthUniversitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 13 related quality of life, HRQoL), dan (5) dampak ekonomi, terkait dengan produktifitas kerja karena sebagian besar pasien berada dalam rentang usia produktif.13 Aktivitas penyakit didefinisikan sebagai manifestasi klinis dan laboratoris yang reversibel, mencerminkan manifestasi imunologi dan inflamasi dari suatu keterlibatan organ akibat lupus pada titik waktu tertentu. Penilaian aktivitas penyakit diharapkan secara praktis dapat diaplikasikan dalam hal ini mudah dan murah dalam pengumpulan data dan metode skoring serta mudah diintepretasikan. Beberapa metode pengukuran dikembangkan baik untuk menilai aktivitas lupus secara keseluruhan (global) maupun dampak terhadap organ secara spesifik.13 Aktivitas penyakit LES dapat dinilai dengan beberapa perangkat, diantaranya adalah13: a. Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Index (SLEDAI) SLEDAI merupakan salah satu perangkat untuk penilaian aktivitas secara global, pertama kali dikenalkan tahun 1985 berdasarkan diskusi kelompok reumatologi, dan telah dilakukan validasi. SLEDAI berkorelasi dengan mortalitas dan kesintasan pada pasien LES dan menjadi prediktor dari kerusakan. SLEDAI juga memberikan prognosis terhadap kematian dalam 6 bulan ke depannya, dengan risiko relatif hingga 14,11 untuk skor > 20. Beberapa modifikasi SLEDAI dilakukan, diantaranya Mexican version SLEDAI (Mex-SLEDAI) yang dibuat dengan tujuan meminimalkan biaya dengan mengurangi pemeriksaan laboratorium. Perangkat ini telah divalidasi pada negara yang menggunakan bahasa Spanyol, namun masih belum banyak digunakan pada uji klinis dan terbatas pada beberapa pusat di Amerika Latin. SLEDAI-2000 (SLEDAI-2K), menyertakan ruam inflamasi, alopesia, ulserasi mukosa, dan proteinuria baru, berulang, atau persisten. Mex-SLEDAI-2K dan SLEDAI-2K memiliki validitas yang konvergen begitu juga dengan SLAM-R. Modifikasi lain dari SLEDAI adalah SELENA– SLEDAI Flare Index (SFI) yang memodifikasi beberapa deskriptor, namun belum ada yang melakukan validasi. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 14 b. Systemic Lupus Activity Measure (SLAM) SLAM pertama kali diperkenalkan tahun 1989 mengukur aktivitas penyakit secara global dalam 1 bulan terakhir. Pada SLAM, umumnya tiap-tiap variabelnya hanya dinilai ada atau tidaknya kemudian diberikan nilai 0 – 3 berdasarkan keparahannya. Modifikasi dari SLAM, yaitu SLAM-R mengeksklusi kriteria imunologi dan sudah divalidasi dan reliable dengan perangkat lainnya. c. European Consensus Lupus Activity Measurement (ECLAM) ECLAM terdiri dari 15 variabel dan telah dilakukan validasi setelah dibandingkan dengan SLEDAI dan BILAG, namun belum banyak digunakan pada uji klinis. d. Lupus Activity Index (LAI) LAI terdiri dari 5 bagian, 8 sistim organ, dan 3 parameter laboratorium. Ketika dibandingkan dengan perangkat aktivitas penyakit lainnya, hasilnya sesuai dan sensitif terhadap perubahan klinis. e. SLE Activity Index Score (SIS) SIS terdiri dari 17 parameter klinis berupa manifestasi klinis, keluhan subjektif pasien dan juga parameter laboratorium. Perangkat ini telah divalidasi dengan perangkat lainnya dan juga digunakan pada beberapa uji klinis walaupun belum digunakan secara luas seperti SLEDAI dan BILAG. f. British Isles Lupus Assessment Group (BILAG) BILAG menilai manifestasi klinis dan laboratoris pada masing-masing 7 sistim organ dan gejala konstitusional secara umum. BILAG telah mengalami revisi hingga akhirnya pada tahun 2004 digunakan BILAG-2004 yang terdiri dari 97 parameter. BILAG-2004 telah dilakukan validasi dengan perangkat lain dan juga digunakan pada beberapa uji klinis, namun penggunaannya dalam praktik dan uji klinis jangka panjang sulit dilakukan karena kurang praktis dan kesulitan dalam menganalisa hasilnya. Beberapa studi telah membandingkan dan melakukan validasi perangkatperangkat ini, Petri, et al, Gladman, et al dan kelompok SLICC menyatakan bahwa LAI, SLEDAI, SLAM dan BILAG sensitif dalam menilai perubahan aktivitas penyakit dalam sebuah studi kohort. SLEDAI dikatakan lebih mampu Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 15 laksana oleh klinisi yang kurang berpengalaman dan pada negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris. Ward, et al juga membandingkan BILAG, ECLAM, LAI, SLAM dan SLEDAI secara prospektif pada 22 pasien dan perubahan antara kelima perangkat tersebut saling bersesuaian.44 Tabel 2.3 Instrumen Mex-SLEDAI42 No. Deskripsi Definisi Nilai 1 Gangguan Psikosa: Gangguan kemampuan melaksanakan aktivitas 8 neurologis fungsional normal dikarenakan gangguan persepsi realitas. Termasuk halusinasi, inkoheren, kehilangan asosiasi, isi pikiran yang dangkal, berfikir tidak logis, bizzare, disorganisasi atau bertingkah laku katatonik. Ekslusi: uremia dan pemakaian obat. CVA (cerebrovascular accident): sindrom baru. Eksklusi: arteriosklerosis Kejang: awitan baru. Eksklusi: metabolik, infeksi, atau pemakaian obat Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental yang ditandai dengan gangguan orientasi, memori atau fungsi intelektual lainnya dengan awitan yang cepat, gambaran klinis yang berfluktuasi. Seperti: a) kesadaran yang berkabut dengan berkurangnya kapasitas untuk memusatkan pikiran dan ketidakmampuan memberikan perhatian terhadap lingkungan, disertai dengan sedikitnya dua dari: b) gangguan persepsi; berbicara melantur; insomnia atau perasaan mengantuk sepanjang hari; meningkat atau menurunnya aktivitas psikomotor. Eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau penggunaan obat. Mononeuritis: defisit sensorik atau motorik yang baru di satu atau lebih syaraf kranial atau perifer. Mielitis: paraplegia dan atau gangguan mengendalikan BAK/ BAB dengan awitan yang baru. Eksklusi: penyebab lain 2 Gangguan ginjal Silinder: heme granular atau sel darah merah 6 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 16 Hematuria > 5/ LPB. Eksklusi penyebab lainnya (batu/ infeksi) Proteinuria. Awitan baru, > 0,5 gram/l pada spesimen acak Peningkatan kreatinin (> 5 mg/dl) 3 Vaskulitis Ulserasi, gangren, nodul pada jari yang lunak, infark 4 periungual, splinter hemorrhages. Data biopsi atau angiogram dari vaskulitis. 4 5 Hemolisis Hb < 12 g/dl dan retikulosit terkoreksi > 3% Trombositopeni Trombosit < 100.000/ mm3 dan bukan karena obat Miositis Nyeri dan lemahnya otot-otot 3 proksimal, yang 3 dihubungkan dengan peningkatan CK 6 Artritis Pembengkakan atau efusi lebih dari 2 sendi 2 7 Gangguan Ruam malar: Awitan baru atau eritema malar yang 2 mukokutan menonjol Ulkus mukosa oral atau nasofaring dengan awitan baru atau berulang Alopesia abnormal: kehilangan sebagian atau seluruh rambut atau mudah rontoknya rambut 8 Serositis Pleuritis: terdapatnya nyeri pleura atau pleural friction rub 2 atau efusi pleura pada pemeriksaan fisik Perikarditis: terdapatnya nyeri perikardial atau pericardial friction rub. Peritonitis: terdapatnya nyeri abdominal menyeluruh dengan rebound tenderness (eksklusi penyakit intraabdominal) 9 10 Demam Demam > 38 C sesudah eksklusi infeksi Fatigue Fatigue yang tidak dapat dijelaskan Leukopenia Leukosit < 4.000/ mm3, bukan akibat obat Limfopenia Limfosit < 1.200/ mm3, bukan akibat obat 1 1 Penilaian < 2 : remisi 2 – 5 : probably active > 5 : aktif Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 17 2.2 Trombosis pada LES Hubungan antara LES dan trombosis sangatlah erat, dalam sebuah studi prospektif selama 10 tahun oleh Cervera, et al, didapatkan trombosis merupakan penyebab kematian utama pada lupus eritematosus sistemik menempati posisi teratas bersama dengan aktivitas penyakit (26,5%). Kejadian trombosis arterial pada LES juga banyak dipelajari, dihubungkan dengan aterosklerosis prematur dan inflamasi, yang risikonya menjadi 5 – 10 kali lipat dibandingkan populasi normal.45, 46 Studi mengenai LES dengan kejadian aterosklerosis menunjukkan bahwa 37,1% pasien LES mengalami kejadian aterosklerosis dibandingkan 15,2% pada populasi kontrol. Studi lain dengan menggunakan electron-beam computed-tomography untuk menapis adanya kalsifikasi koroner, mendapatkan kejadian kalsifikasi koroner lebih tinggi pada LES dibandingkan kontrol (20 dari 65 pasien vs. 6 dari 69 pasien).8 Pada ultrasonografi karotis juga dapat dijumpai penebalan intima-media sebanyak 21% pada pasien LES di bawah 35 tahun.7 Studi oleh Romero-Diaz menunjukkan bahwa pasien LES memiliki risiko trombosis yang lebih tinggi baik arteri maupun vena, dengan kejadian tertinggi dalam 5 tahun pertama setelah terdiagnosis, walaupun dari studi ini seluruh kejadian tromboemboli vena terjadi pada 6 tahun pertama. Dengan analisis multivariat, faktor-faktor yang terkait trombosis adalah insufisiensi vena, aktivitas penyakit, dan vaskulitis, sementara vaskulitis dan aktivitas penyakit terkait dengan trombosis vena, sedangkan trombosis arteri dikaitkan dengan dislipidemia, manifestasi sistim syaraf pusat, dan aktivitas penyakit.47 Studi lain di Swedia oleh Zoller, dengan mengumpulkan pasien dengan diagnosis penyakit autoimun dan menjalani perawatan karena emboli paru sejak 1 Januari 1964 hingga 31 Desember 2008, mendapatkan 535.538 pasien dengan 33 jenis penyakit autoimun, dengan risiko keseluruhan emboli paru 6,38 kali. LES memiliki risiko 10,23 kali, risiko ini didapatkan lebih tinggi pada 5 tahun pertama, sebesar 1,53 kali dan berkurang seiring waktu, pada 5 tahun kedua 1,15 dan setelah 10 tahun menjadi 1,04 kali.14 Studi di Amerika Serikat menunjukkan Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 18 bahwa dari kejadian perawatan rumah sakit pasien-pasien dengan anemia hemolitik autoimun, idiopathic thrombocytopenic purpura, artritis rematoid, dan LES, kejadian trombeombeli vena (trombosis vena dalam dan atau emboli paru) sebesar 2,84%, odds ratio untuk terjadinya tromboemboli vena pada pasien dengan keempat penyakit autoimun tersebut adalah 1,2. Odds ratio untuk pasien dengan LES sendiri sebesar 1,23.48 Dalam patogenesisnya dikatakan pada LES didapatkan defisiensi C1q sehingga meningkatkan produksi IFN-α, hal ini salah satu yang menyebabkan pasien LES berisiko mengalami kejadian trombosis, selain karena inflamasi. Pada studi lain, menunjukkan gangguan fibrinolisis pada pasien LES dimana terjadi ketidakseimbangan tPA/PAI-1 dan adanya antibodi terhadap tPA. Pada pasien LES juga bisa didapatkan peningkatan plasminogen, penurunan tPA, peningkatan PAI-1, dan peningkatan TAFI.16, 49 Autoantibodi yang terbentuk pada LES akan membentuk kompleks imun yang meningkatkan reaktivitas dan mengaktivasi trombosit. Selain itu juga bisa ditemukan antibodi terhadap antitrombin-III, protein C, protein S, PAI-1, dan tPA pada LES.16-19, 50 Pada LES, sering dijumpai nefritis lupus, dimana terjadi glomerulonefritis yang menyebabkan diekskresikannya antikoagulan endogen seperti AT-III dan protein fibrinolitik seperti plasminogen.20 Inflamasi juga merupakan kondisi protrombotik, karena pada kondisi inflamasi terjadi peningkatan ekspresi faktor jaringan yang menyebabkan disfungsi endotel, penurunan kadar trombomodulin, gangguan aktivitas antikoagulan endogen seperti protein C dan antitrombin, serta penekanan fibrinolisis melalui hambatan pada TFPI. Sitokin-sitokin proinflamasi meningkatkan jumlah dan reaktivitas trombosit, serta meningkatkan ekspresi faktor jaringan yang akan menginisiasi kaskade koagulasi. 15 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 19 Tabel 2.4 Mekanisme Kerusakan Vaskuler pada LES7 a. Peningkatan kerusakan endotel Kerusakan yang dimediasi komplemen dan kompleks imun Stres oksidatif b. Penurunan pemulihan vaskuler Disfungsi sel progenitor endotel/ sel angiogenik bersirkulasi yang diperantarai IFNα Granulosit berdensitas rendah yang merusak endotel c. Pembentukan plak melalui IFNα d. Kematian sel endotel yang diinduksi neutrofil yang terjebak e. Inflamasi vaskuler akibat aktivasi trombosit melalui IFNα f. Produksi sitokin yang mengalami disregulasi g. Kerusakan vaskuler akibat sel T melalui interaksi CD154-CD40 dan kostimulasi CD137 h. Pemrosesan lipid yang terganggu Peningkatan LDL yang teroksidasi Penurunan HDL dan peningkatan HDL proinflamasi Peningkatan vLDL dan trigliserida i. Autoantibodi dengan bermacam-macam target pada siklus aterogenesis Tabel 2.5 Penelitian Mengenai Trombosis pada LES No. Peneliti, tahun Subjek Epidemiologi trombosis pada LES 1. Petri, et al. 337 pasien LES 199651 Tujuan Hasil Asosiasi homosistein dengan stroke dan kejadian trombosis pada pasien LES 2. Mengetahui risiko relatif kejadian trombosis vena (TV) terkait antibodi antifosfolipid Peningkatan homosistein didapatkan pada 15% pasien, dan secara independen berhubungan dengan stroke (OR 2,44, 95%CI 1,04-5,75, p = 0,04) dan trombosis arteri (OR 3,49, 95%CI 0,97-12,54, p=0,05) OR untuk terjadinya TV pada pasien dengan LA sebesar 5,61 (95%CI 3,88,27) secara keseluruhan, untuk DVT dan PE sebesar 6,32 (95% CI 3,71-10,78) untuk trombosis berulang Wahl, 199752 et al, Meta analisis 26 artikel 2249 pasien LES, 1120 dilakukan pemeriksaan LA dan 1563 Ket. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 20 dilakukan pemeriksaan antikardiolipin 3. Roman, 20039 4. Mok, et 200517 5. 6. 197 pasien LES dibandingkan dengan 197 kontrol Mengetahui prevalensi dan korelasi faktor risiko tradisional dan faktor risiko terkait lupus terhadap aterosklerosis dini pada LES 625 pasien LES dari 3 etnis berbeda (258 Cina, 140 Afrika-Amerika, 227 Kaukasia) Membandingkan insiden dan faktor risiko kejadian tromboemboli pada pasien LES dengan latar belakang etnis yang berbeda Ramagopalan, et al, 201153 Database 3 laporan statistik Rate ratio dari immune mediated dan kejadian TEV Johannesdottir, 20126 14721 VTE Mengetahui apakah penyakit autoimun kulit dan jaringan ikat terkait dengan tromboemboli vena (TEV) al. pasien 11.6 (95% CI 3.65-36.91). Pada pasien dengan ACA 2,17 (95% CI 1,51-3,11) secara keseluruhan, 2,5 (95% CI 1,51-4,14) untuk DVT dan PE, serta 3,91 (95% CI 1,14-13,38) untuk trombosis berulang Aterosklerosis (plak karotis) lebih banyak pada pasien LES dibandingkan kontrol (37,1 % vs. 15,2 %, p<0,001). Pasien dengan plak: lebih tua, durasi penyakit lebih lama, kerusakan organ lebih besar, lebih jarang memiliki autoantibodi multipel dan mendapat prednison, siklofosfamid, dan hidroksiklorokuin. Kejadian tromboemboli arteri sebesar 16/1.000 pasien dalam setahun dan tromboemboli vena 13/1.000 pasien dalam setahun Kejadian kumulatif dari tromboemboli arteri pada 60 bulan setelah diagnosis LES sebesar 8,5%, 8,1%, dan 5,1% untuk etnis Cina, Afrika-Amerika, dan Kaukasia. Risiko kumulatif tromboemboli vena sebesar 3,7%, 6,6%, dan 10,3%, berturut-turut Rate ratio dari LES yaitu 3,61 (2,36 – 5,31) pada populasi ORLS1 , 4,60 (3,19 – 6,43) pada ORLS2 dan 3,71 (3,43 – 4,02) pada populasi Inggris. Penyakit autoimun kulit tidak terkait dengan TEV Juvenile RA terkait dengan TEV (IRR 3,0; 95% CI 1,4 – 6,4), LES terkait dengan TEV (IRR 2,0; 95% CI 1,7 – 4,7), risiko menurun seiring ORLS: Oxford Record Linkage Study Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 21 7. Kaiser, 200954 et al. 1930 pasien LES, dari etnis Kaukasia, Afrika-Amerika, Asia-Amerika, dan Hispanik Fungsi trombosit pada LES 8. Brzosko, et al. 33 pasien LES 199822 9. Ekdahl, et al. 200421 30 pasien LES (15 dengan trombosis) 18 pasien nonLES dengan DVT 50 kontrol sehat Kerusakan endotel pada LES 10. De Leeuw, et al, 72 pasien LES 200955 dan 36 kontrol Mengidentifikasi faktor risiko trombosis pasien LES Mengetahui aktivasi trombosit pada pasien LES Mengetahui aktivasi trombosit pada pasien LES Faktor risiko aterosklerosis dini pada pasien LES waktu. Merokok (OR 1,26, p = 0,011), durasi penyakit (OR 1,26 per 5 tahun p = 0,027×10-7), nefritis (OR 1.35, p = 0.036), antibodi antifosfolipid (OR 3,22, p<10-9) dan obat imunomodulator (OR 1,40, p = 0,011). Awitan usia lebih muda bersifat protektif (OR 0,52 untuk usia ≤ 20, p = 0,001). Hidroksiklorokuin menjadi faktor protektif (OR 0,62, p = 4,91×10-4). Didapatkan korelasi antara aktivitas penyakit dengan peningkatan PF4 (p = 0,03848) dan βtromboglobulin (p = 0,00096) Kadar β-tromboglobulin ( p < 0,01) dan fibrinogenbound phosphate (p < 0,05) berkorelasi dengan trombosis IMT meningkat pada pasien LES (0,67+0,13 vs 0,61+0,11, p <0,05) Hipertensi meningkat (33% vs 6%, p < 0,001) SCORE risk (2,2 vs 11,7, p < 0,001) Parameter inflamasi: CRP (1,8 vs 0,6, p< 0,001) Aktivasi endotel: VCAM-1 (505 vs 374, p<0,001) vWF (138 vs 48%, p<0,001) Perubahan remodeling vaskuler: MMP-3 918 vs 8, p<0,001) TIMP-1 (275 vs 230, p<0,001) MMP-9 (266 vs 348, p<0,05) Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 22 Gangguan sistim koagulasi dan antikoagulan pada LES 11. Inoh, et al. 57 pasien LES Mengetahui 199637 kegunaan penanda koagulasi dan fibrinolisis untuk menilai aktivitas penyakit LES 12. Kyung 200050 et al, 27 pasien LES 13. Male, et 200156 al, 59 pasien LES anak 14. Afeltra, et al. 200557 57 pasien LES 15. Wu, et 36 2008 100 pasien LES dengan aktivitas peyakit rekuren (71% nefritis) al. Mengetahui prevalensi antibodi protein S pada pasien LES dengan defisiensi protein S Mengetahui apakah resistensi protein C didapat terkait dengan antibodi antifosfolipid, apakah resistensi protein C didapat terkait dengan tromboemboli, interaksi antara keduanya dalam menyebabkan tromboemboli Mengetahui kecenderungan trombosis pada pasien LES dengan mengidentifikasi faktor risiko kongenital dan didapat Menggunakan pengukuran Ddimer pada beberapa keadaan (penyakit serius dan flare) untuk memprediksi kejadian trombosis (pembuluh darah besar dan kecil, serta endokarditis T-AT III complex dan Ddimer menunjukkan korelasi yang baik dengan SLEDAI (r = 0,66 dan r = 0,5, p < 0,001) Eksklusi: Pil kontrasepsi, ACA, LA, DM, dislipidemia, insufisiensi renal 44,4% memiliki kadar protein S yang rendah Resistensi protein C didapat terjadi pada 31% pasien dan terkait dengan LA dan tidak terkait dengan ntikardiolipin. Adanya LA dan resistensi protein C didapat terkait dengan risiko tromboemboli yang lebih tinggi. Konsentrasi protein C dan S tidak terkait dengan antibodi fosfolipid, resistensi protein C didapat dan kejadian tromboemboli. Protein C, antitrombin, fibrinogen, D-dimer homosistein lebih tinggi pada pasien LES Mutasi protrombin lebih tinggi (11 vs 4%) Mutasi MTHFR (25 vs 8%) LA lebih tinggi (38,5 vs 0%) D-dimer umumnya meningkat beberapa bulan sebelum trombosis. Kadar D-dimer puncak < 0,5 μg/ml, kejadian trombosis 0%, 33% memiliki antibodi antifosfolipid. D-dimer puncak 0,5 – 2 mcg/ml, kejadian trombosis 6%, 44% memiliki antibodi antifosfolipid, D-dimer > 2 mcg/ml, 42% mengalami Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 23 Libman-Sacks) 16. Adams, et al., 201158 40 pasien LES, 61 kontrol Mengetahui aktivitas tissue factor dan kaitannya dengan kejadian trombosis 17. Kaiser, 201212 1698 pasien LES pada UCSF Lupus Genetics Project dan 1361 pasien LES pada PROFILE Cohort Mengetahui apakah variasi genetik terkait LES terkait dengan kejadian trombosis pada 2 kelompok etnis pasien LES 18. Collins, et al. 201359 34 pasien sindrom Sjӧgren primer 11 pasien LES 13 kontrol sehat Mengetahui karakteristik aktivitas koagulasi pada pasien sindrom Sjӧgren primer dan LES dengan tromboelastografi dan agregometer Gangguan fibrinolisis pada LES 19. Ruiz-Argȕelles 18 pasien LES 60 et al, 1991 Mengidentifikasi abnormalitas trombosis, 76% memiliki antibodi antifosfolipid Pasien LES memiliki TFPI yang lebih tinggi (11,6+0,9 vs 6,4+0,4 ng/ml, p < 0,001) dan aktivitas TFPI yang menurun (0,66+0,07 vs 1,22+0,33 U/ml, p < 0,001) Pasien LES yang mengalami trombosis memiliki aktivitas TFPI yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak (0,97+0,07 vs 0,53+0,14 U/mL, p = 0,0026) 23% pasien LES mengalami kejadian trombosis. Faktor risiko genetik trombosis secara umum pada pasien tersebut, SNP pada gen FVL rs6025 (OR 1,85, p 0,02), MTHFR rs1801133 (OR 0,75, p=0,04) pada European-American dan FGG rs2066865 (OR 1,91, p=0,01) pada Hispanik. Faktor risiko trombosis vena, SNP pada MTHFR rs1801131(OR 1,51, p=0,01), MTHFR rs1801133 (OR 0,70, p=0,04), FVL rs6025 (OR 2,69, p=0,002) dan FGG rs2066865 (OR 1,49, p=0,02) pada European Americans. Faktor risiko trombosis arteri FGG rs2066865 (OR 2,19, p=0,003) pada Hispanik Parameter TEG dan agregasi trombosit sama pada semua kelompok. Peran sitokin inflamasi berkorelasi negatif dengan kekuatan bekuan darah, IL1α (r = -0,686) dan MIP-1α (r = -0,640) Aktivitas tPA tidak terdeteksi pada pasien LES, Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 24 fibrinolisis pada pasien LES. 20. Salazar-Paramo, et al, 199619 43 pasien LES Mengetahui peran antibodi terhadap tPA dengan kejadian fenomena Raynaud dan trombosis 21. Bates, 200318 48 pasien LES Prevalensi dan makna klinis antibodi anti-PAI1. et al. kadar PAI didapatkan lebih tinggi (8,63 vs 0,74 IU/ml, p <0,01), defisiensi protein C didapatkan pada 17%, fibrinogen lebih tinggi (219 vs 192 mg/dl, p <0,01, dan kadar plasminogen lebih tinggi pada pasien LES (117 vs 78,2%, p < 0,01), Ddimer didapatkan negatif pada semua pasien LES, antibodi antifosfolipid didapatkan pada 68%. 26% pasien didapatkan antibodi terhadap tPA, pada kelompok tersebut didapatkan kejadian fenomena Raynaud yang lebih tinggi (36 vs 6%) dan trombosis yang lebih tinggi (18 vs 6%) 71% didapatkan ppeningkatan antibodi antiPAI-1. Berkorelasi lemah dengan anti-dsDNA. Berkorelasi dengan BILAG 2.2.1 Hemostasis Normal Hemostasis normal adalah proses dimana koagulasi terjadi dan berakhir dalam sebuah rangkaian reaksi, dan juga bersihan dari bekuan darah (fibrinolisis) dalam rangka mempertahankan integritas pembuluh darah dan patensi aliran darah. Hemostasis melibatkan beberapa sistim dalam tubuh yang tentunya melibatkan beberapa organ dan juga berinteraksi dengan beberapa sistim, seperti sistim imun dan inflamasi. Sistim yang terlibat dalam hemostasis adalah endotel, trombosit, koagulasi, antikoagulan dan fibrinolisis.24, 61 Pada kondisi normal, dimana sistim vaskuler intak, darah akan mengalir tanpa hambatan dan mempertahankan fluiditasnya melalui keseimbangan komponen terlarut maupun selulernya. Keseimbangan ini dapat terganggu oleh beberapa hal seperti adanya polimorfisme genetik, inflamasi, keganasan, kerusakan vaskuler, kondisi medik tertentu ataupun pembedahan dan obat-obatan.24 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 25 Virchow, pada pertengahan abad ke-19 telah memaparkan bahwa trombosis terjadi akibat perubahan aliran darah (stasis atau turbulensi), perubahan pada pembuluh darah, dan perubahan pada komponen darah (hiperkoagulabilitas). Trombi terbentuk dari benang-benang fibrin dan sel-sel darah yang terjerat di dalamnya. Pada trombus arterial, umumnya kerusakan dinding endotel menyebabkan aktivasi trombosit, sehingga banyak dijumpai agregat trombosit dan sedikit fibrin di dalamnya. Sedangkan pada trombus vena, stasis dan turbulensi aliran darah serta adanya aktivasi lokal dari koagulasi lebih sering mendasarinya, sehingga trombus pada vena seringkali dijumpai banyak fibrin dan sel darah merah dengan sedikit trombosit.62 Endotel berperan menjaga integritas pembuluh darah dan juga mencegah trombosis dengan mencegah kontak dengan lapisan dibawahnya yang bersifat trombogenik, namun di sisi lain dalam kondisi adanya jejas, maka endotel memiliki peran dalam memperantarai terjadinya adesi, aktivasi dan agregasi trombosit. Endotel sebagai sumber dari faktor vonWillebrand, akan memperantarai adesi trombosit. Endotel juga berperan dalam mencegah pembentukan trombus yang berlebihan, terbentuknya trombin akan merangsang pengeluaran prostasiklin oleh endotel sehingga menghambat aktivasi dan agregasi trombosit. Trombin juga akan berikatan dengan trombomodulin pada endotel untuk kemudian memfasilitasi aktivasi dari protein C dan menghambat pembentukan trombin. Peran lain dari endotel dalam hemostasis adalah sebagai sumber dari tissue plasminogen activator (tPA) yang merupakan enzim penting dalam proses fibrinolisis. Trombosit akan mengalami adesi ketika terpapar dengan lapisan subendotel, diperantarai reseptor integrin, glikoprotein Ia/IIa dan faktor vonWillebrand yang dibantu dengan glikoprotein Ib/IX-V.63 Secara in vivo, aktivasi jalur koagulasi dimulai ketika darah terpapar dengan tissue factor, faktor VII akan teraktivasi dan kemudian membentuk kompleks dengan tissue factor yang kemudian mengaktifkan faktor IX dan X. Dalam kondisi tidak adanya FVa sebagai kofaktor, FXa akan membentuk sejumlah kecil trombin dari protrombin, tahapan ini disebut dengan inisiasi. Trombin yang sedikit ini, tidak dapat merangsang pembentukan fibrin, namun dapat mengaktifkan kembali FV Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 26 dan FVIII. FVIIIa membentuk kompleks dengan FIXa (FX-ase) dan mengaktifkan faktor FXa dalam jumlah cukup kemudian membentuk kompleks dengan FVa (FXa-FVa = protrombinase) menghasilkan trombin yang kemudian akan membentuk bekuan fibrin, dan fase ini disebut fase amplifikasi. Aktivasi jalur koagulasi ini diperantarai oleh reaksi enzimatik oleh enzim serin protease. Peran penting dari faktor jaringan ini dibuktikan dengan memberikan stimulasi endotoksinemia atau bakteremia pada model hewan yang aktivitas dari tissue factor-nya dihambat, maka aktivasi koagulasi juga tidak terjadi. Sementara pada pemberian antibodi yang menghambat sistim kontak, tidak memengaruhi pembentukan trombin.61, 64 Untuk mencegah terbentuknya trombus yang berlebihan, proses amplifikasi akan dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor, selain itu adanya antitrombin akan menghambat pembentukan trombin dengan membentuk kompleks inaktif dengan FIX, FX, FXI dan trombin. Trombin juga akan mengaktivasi antikoagulan lain yaitu protein C, trombomodulin dan reseptor endotel.61 Pada akhirnya, bekuan fibrin ini akan mengalami fibrinolisis ketika berikatan dengan tissue plasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen membentuk plasmin yang akan memecah fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP) yang terlarut. Fibrinolisis yang berlebihan akan dihambat oleh plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan α2-antiplasmin.61 Gambar 2.1 Kaskade koagulasi61 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 27 2.2.2 Perubahan Hemostasis pada Inflamasi Hemostasis dan inflamasi saling memengaruhi satu sama lain, hal ini terjadi melalui proses receptor-mediated signaling, interaksi seluler dan produksi mikrovesikel oleh sel endotel, leukosit dan trombosit. Inflamasi akan menyebabkan ketidakseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang dapat menstimulasi kaskade koagulasi. Trombosit setelah mengalami aktivasi akan melepas sitokin, faktor pertumbuhan dan mediator proinflamasi, kemudian juga akan menarik leukosit yang dimediasi oleh P-selectin pada permukaan trombosit dan juga endotel melalui ikatan dengan ligan pada leukosit, seperti Pselectin glycoprotein ligand (PSGL). Ligan yang sama akan menarik mikrovesikel dalam sirkulasi yang terdapat tissue factor di dalamnya dan mempertahankan aktivasi koagulasi yang sebelumnya dicetuskan oleh tissue factor dari pembuluh darah. Sitokin proinflamasi, seperti TNF-α juga menginduksi ekspresi tissue factor pada endotel dan leukosit. Endotel berperan dalam melokalisir inflamasi, dimana endotel menjadi protrombotik melalui penurunan antikoagulan endogen, ekspresi P-selectin, vWF dan juga tissue factor. Pada hewan coba, tidak adanya P-selectin,yang memerantarai rosetting antara monosit, neutrofil dan trombosit pada sirkulasi, sehingga menghambat terjadinya aterosklerosis.64-66 Trombin yang terbentuk dari kaskade koagulasi, akan mengaktifkan trombosit lain dan kemudian akan mempercepat produksi fibrin. Pengaruh inflamasi pada sistim koagulasi juga diperantarai oleh protease yang teraktivasi pada peningkatan ekspresi mediator proinflamasi melalui ikatannya pada protease activated receptors (PAR), pada model hewan coba dengan defisiensi PAR-4, tidak menunjukkan aktivitas trombosit pada kasus trombosis arteri koroner.64 Fibrin juga memiliki peran dalam aktivasi trombosit dan leukosit, ketika terjadi ikatan fibrin dan leukosit, maka akan terjadi fagositosis, transkripsi yang diperantarai NF-κB, produksi kemokin dan sitokin serta degranulasi.66 Inflamasi juga memengaruhi antikoagulan endogen, dimana antikoagulan ini memiliki efek antiinflamasi, yaitu tissue factor pathway inhibitor (TFPI), antitrombin, protein C dan S. TNF-α sebagai sitokin proinflamasi akan Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 28 menghambat sintesis protein C, antikoagulan ini juga sudah dilakukan uji klinis pada sepsis dengan hasil bervariasi, salah satu studi yang dikenal adalah studi PROWESS yang menggunakan rekombinan protein C (drotrecogin-alfa) dengan hasil penurunan mortalitas pada sepsis berat dimana terjadi aktivasi berlebihan dari koagulasi dan inflamasi vaskuler. Antitrombin adalah suatu penghambat serin protease yang merupakan penghambat utama dari trombin dan FXa, pada inflamasi, antitrombin akan menurun sebagai akibat dari konsumsi (pembentukan trombin yang terus berlangsung), gangguan sintesis (protein fase akut negatif), dan degradasi oleh elastase dari neutrofil yang teraktivasi.64, 66 Adanya disfungsi endotel merupakan penyebab yang utama dalam terganggunya sistim protein C, pada kasus aterosklerosis koroner didapatkan ekspresi trombomodulin yang lebih rendah. Trombomodulin adalah protein membran yang akan mengaktifkan protein C bila berikatan dengan trombin dengan efek 100 kali lipat, ikatan trombin-trombomodulin juga akan menghambat konversi fibrinogen menjadi fibrin. Ikatan protein C dengan reseptornya pada endotel akan meningkatkan aktivitas protein C melalui trombin-trombomodulin 5 kali lipat lagi. Efek dari protein C adalah menyebabkan pemecahan proteolitik dari FVa dan FVIIIa. Pada inflamasi kadar protein C menurun akibat penurunan sintesis, degradasi oleh elastase dari neutrofil serta menurunnya trombomodulin pada permukan endotel akibat sitokin TNFα dan IL-1β. Protein C yang teraktivasi menghambat produksi sitokin proinflamasi TNFα, IL-1β, IL-6 dan IL-8 yang diinduksi endotoksin secara in vitro.64 Trombomodulin juga memiliki efek antiinflamasi, trombomodulin meningkatkan pembentukan TAFI melalui aktivasi oleh trombin dan menginaktivasi komplemen C5a. Trombomodulin memiliki domain seperti lektin yang menghambat adesi leukosit, sehingga trombomodulin ini memiliki penting dalam interaksi antara inflamasi dan koagulasi, melalui aktivasi protein C, mengaktivasi TAFI sehingga menghambat fibrinolisis dan menghambat komplemen, serta dengan berikatan dengan trombin dan kemudian mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin, aktivasi trombosit dan berikatan dengan PAR.64 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 29 Komplemen juga memiliki interaksi dengan sistim koagulasi pada proses inflamasi, keduanya memiliki kesamaan dimana keduanya teraktivasi melalui suatu kaskade yang banyak dimediasi enzim serin protease, keduanya juga teraktivasi ketika ada suatu pencetus yaitu perubahan permukaan seluler, dalam tahapannya juga terjadi inisiasi, amplifikasi dan propagasi. Pada hewan coba, kalikrein dan trombin dapat menyebabkan proteolisis C5. Secara in vitro, inkubasi C3, C5 dengan FIXa, FXa, FXIa, trombin dan plasmin akan mengakibatkan terbentuknya C3a dan C5a. C3 dan komponen membrane attack complex (MAC) memperkuat agregasi trombosit yang diperantarai trombin dan juga sekresi serotonin. C5a menginduksi ekspresi tissue factor pada endotel dan neutrofil.16 Gambar 2.2 Aktivasi Komplemen dan Efektornya16 2.2.3 Peran Trombosit pada Hemostasis dan Trombosis pada LES Trombosit adalah fragmen dari sitoplasma megakariosit, tidak memiliki inti sel. Usia trombosit dalam sirkulasi umumnya 7 hari dengan kecepatan pembaruannya 20% dari total trombosit dalam sirkulasi. Degradasinya terjadi pada sistim retikuloendotelial,yaitu di hati dan limpa. Secara ultrastruktur, trombosit memiliki 4 regio, yaitu (1) zona perifer dimana terdiri dari lapisan glikokaliks (glikoprotein, protein, dan mukopolisakarida) dan membran fosfolipid; (2) zona struktural yang didalamnya ditemukan mikrotubul dan protein struktural aktin dan miosin; (3) zona organel dimana didapatkan mitokondria untuk metabolisme aerob, cadangan glikogen untuk metabolisme anaerob, granul yang terdiri dari dense bodies, αgranules, dan lisosom yang mengandung senyawa yang berperan penting dalam Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 30 fungsi trombosit; (4) zona sistim membran yang berperan dalam transpor ion, seperti kalsium yang penting dalam metabolisme, aktivasi dan perubahan morfologi trombosit.23, 63 Ketika terjadi paparan dengan kolagen, trombosit akan mengalami adesi. Adesi primer terjadi pada trombosit yang belum teraktivasi, sedangkan adesi sekunder terjadi pada trombosit yang sudah mengalami aktivasi. Adesi terdiri dari beberapa tahapan, dimana pada awal disebut fase kontak diperantarai glikoprotein Ib-V-IX (reseptor trombosit untuk vWF) dan faktor vonWillebrand. Selanjutnya pada fase stabilisasi diperantarai oleh kelompok reseptor integrin (kolagen, fibronektin dan laminin). Setelah terjadi ikatan antara kolagen dan reseptornya pada trombosit, maka trombosit akan mengalami aktivasi.23 Aktivasi trombosit terjadi ketika trombosit terpapar senyawa trombogenik, diantaranya matriks subendotel (kolagen), transduksi sinyal dari trombosit lain, ADP, dan trombin yang terbentuk dari aktivasi koagulasi. Aktivasi trombosit akan melibatkan perubahan metabolik dan biokimiawi, perubahan bentuk, aktivasi reseptor permukaan dan juga perubahan membran fosfolipid. Pada aktivasi juga terjadi pelepasan asam arakhidonat, tromboksan A2, sekresi granul dan juga terjadi aktivasi reseptor glikoprotein IIb-IIIa yang menyebabkan agregasi trombosit.23 Agregasi trombosit primer diperantarai oleh glikoprotein IIb-IIIa dan fibrinogen yang masih bersifat reversibel, agregasi trombosit sekunder diperantarai senyawasenyawa yang dilepaskan dari granul. Agregasi dipengaruhi oleh shear forces, kalsium dan fibrinogen. Agregasi trombosit ini akan melepaskan mikropartikel dan PF3 yang bersifat prokoagulan melalui tissue factor akan mengaktifkan jalur koagulasi yang kemudian merubah protrombin menjadi trombin.23, 67 Fungsi trombosit dapat dinilai melalui beberapa pengukuran, pemeriksaan masa perdarahan baik in vitro maupun in vivo. Pemeriksaan lain yang umum dikerjakan adalah dengan menilai agregasi trombosit. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan menilai protein spesifik yang dilepaskan dari granul selama proses aktivasi (misalnya P-selectin, PF4, β-tromboglobulin), mengukur Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 31 eikosanoid yang dilepaskan (tromboksan, prostasiklin), penilaian dengan flowsitometri, retraksi bekuan dan juga tromboelastografi. Dengan melihat distribusi ukuran trombosit (mean platelet volume) dikatakan dapat memprediksi kejadian kardiak pasca infark miokard.23 Peranan trombosit dalam fungsi hemostasis dan trombosis sudah banyak dijelaskan, di sisi lain trombosit juga merupakan sel yang berperan pada inflamasi. Inflamasi dan hemostasispun memiliki kesamaan dan keterkaitan. Trombosit yang melekat pada matriks subendotel pada proses hemostasis akan melepaskan sitokin proinflamasi, menyebabkan adhesi dari leukosit, mengaktivasi NF-кB dan selanjutnya akan menyebabkan ekspresi dari gen-gen yang menyandi mediator inflamasi.65 LES merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya antibodi terhadap nukleus, sehingga autoantibodi yang terbentuk sangat heterogen. Pada lupus eritematosus dapat dijumpai antibodi terhadap trombosit. Autoantibodi yang terbentuk juga akan menyebabkan aktivasi trombosit melalui kompleks imun yang terbentuk, hal ini ditandai oleh meningkatnya penanda aktivasi trombosit seperti β-tromboglobulin, PF4, dan juga mikropartikel trombosit yang merupakan prokoagulan. Peningkatan senyawa-senyawa tersebut beberapa terkait dengan aktivitas penyakit. Penelitian oleh Ekdahl, et al, membandingkan antara pasien LES tanpa trombosis, pasien LES dengan trombosis, pasien non-LES dengan DVT, dan kontrol sehat, mendapatkan pada pasien LES didapatkan peningkatan penanda aktivasi trombosit dibandingkan kelompok lainnya, terutama pada mereka yang mengalami trombosis.21, 22, 68, 69 2.2.4 Antibodi Antifosfolipid dan Trombosis pada Lupus Eritematosus Sistemik Antibodi antifofolipid didapatkan pada 12 - 34% pasien dengan LES.70 Belakangan diketahui dari ketiga antibodi antifosfolipid yang diketahui, memiliki risiko yang berbeda dalam menimbulkan manifestasi trombosis, baik dari jenis maupun jumlahnya. Kriteria klasifikasi Sydney pada tahun 2006 mengklasifikasikan sindrom antifosfolipid ke dalam 4 kelompok, yaitu: Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 32 Kategori I Kategori IIA : memiliki lupus antikoagulan saja Kategori IIB : memiliki antibodi antikardiolipin saja Kategori IIC : memiliki antibodi β2-glikoprotein saja : memiliki lebih dari satu antibodi antifosfolipid Lupus antikoagulan, jika ditemukan positif kuat memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami trombosis, disusul dengan IgG antikardiolipin. Beberapa mengajukan peran antibodi lain yang masih belum menjadi kriteria diagnosis dari sindrom antifosfolipid, seperti antifosfatidilserin/ protrombin, IgA anti-β2glikoprotein.71 Antibodi antifosfolipid menyebabkan trombosis melalui beberapa mekanisme yang belum diketahui secara pasti, yaitu72: Penghambatan terhadap reaksi antikoagulan o Penghambatan terhadap aktivitas antikoagulan dari β2gp inhibitor o Penghambatan dari jalur protein C Penghambatan aktivasi protein C Penghambatan protein C teraktivasi o Penghambatan aktivitas antitrombin o Pergeseran dari annexin A5 Perubahan pada sel o Endotel Meningkatkan aktivitas prokoagulan endotel Meningkatkan ekspresi dan aktivasi dari tissue factor Ekspresi dari molekul adesi Gangguan fibrinolisis Disregulasi dari eikosanoid Menurunkan produksi prostasiklin Meningkatkan produksi tromboksan A2 platelet Mengganggu fungsi dari nitric oxide synthase o Monosit Ekspresi tissue factor Meningkatkan stres oksidatif Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 33 o Platelet Meningkatkan aktivasi/agregasi platelet o Sel dendritik plasmasitoid Meningkatkan ekspresi TLR-7 dan TLR-8 2.2.5 Pemeriksaan Fungsi Koagulasi Pemeriksaan dasar dari fungsi koagulasi dikerjakan secara umum tanpa adanya kecurigaan kelainan hemostasis, umumnya dikerjakan untuk menilai risiko perdarahan pasca operasi. Pemeriksaan yang umum dikerjakan adalah waktu protrombin (prothrombin time = PT), waktu tromboplastin partial teraktivasi (activated partial thromboplastin time = aPTT), waktu trombin (thrombin time = TT) dan fibrinogen. PT mengukur waktu pembekuan pada kondisi dimana konsentrasi tromboplastin dalam keadaan optimal dan menggambarkan jalur ekstrinsik, pemeriksaan ini selain mengetahui protrombin juga bergantung pada faktor V, VII, X dan fibrinogen.68 Waktu tromboplastin partial teraktivasi mengukur pembekuan setelah aktivasi melalui faktor kontak dan ditambahkan dengan fosfolipid dan CaCl2 tanpa penambahan tromboplastin jaringan sehingga menggambarkan aktivitas dari jalur intrinsik. Plasma diinkubasi dengan aktivator kontak seperti kaolin, silika atau asam elagat, fase ini akan menyebababkan terbentukya FXIIa yang akan memecah FXI menjadi FIXa, namun koagulasi tidak akan terjadi tanpa adanya kalsium, setelah rekalsifikasi, FXIa akan mengaktivasi FIX dan akan terjadi koagulasi. Pemeriksaan ini tidak hanya melihat aktivitas dari faktor kontak, namun juga FVIII, FIX, FX, FV, protrombin dan fibrinogen. Pemeriksaan ini sensitif terhadap antikoagulan dalam sirkulasi (inhibitor) dan heparin.68 Waktu trombin adalah waktu yang dibutuhkan untuk membeku (clotting time) ketika trombin ditambahkan pada plasma, pemeriksaan ini dipengaruhi konsentrasi fibrinogen dan keberadaan inhibitor, termasuk produk degradasi fibrin/fibrinogen dan heparin. Ada beberapa metode pemeriksaan kadar fibrinogen, namun yang direkomendasikan adalah pemeriksaan dengan metode Clauss, dimana plasma yang dilarutkan untuk meminimalkan efek inhibitor Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 34 kemudian ditambahkan larutan trombin kuat, lalu dinilai dengan bantuan grafik yang dibakukan.68 Untuk mengukur produk degradasi fibrin/ fibrinogen dapat dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan metode aglutinasi lateks. Partikel lateks yang disuspensi disensitisasi dengan antibodi terhadap fragmen D dan E dari FDP, suspensi dicampurkan pada gelas obyek dengan dilusi dari serum yang akan diperiksakan, adanya aglutinasi menunjukkan adanya FDP pada sampel, pemeriksaan ini dapat dilakukan pengukuran secara semikuantitatif. Pemeriksaan D-dimer dapat dikerjakan dengan metode yang sama, hanya saja dengan menambahkan antibodi monoklonal terhadap fibrin D-dimer dan dapat menggunakan sampel plasma, karena tidak dibutuhkan adanya fibrinogen yang berada dalam serum.68 2.3 Mean Platelet Volume (MPV) Mean Platelet Volume (MPV) adalah rerata ukuran trombosit yang ditemukan pada pemeriksaan darah, didapatkan dengan menilai impedans dari kurva distribusi trombosit. Ukuran trombosit sudah ditentukan pada saat produksi megakariosit, yang diperantarai oleh sitokin-sitokin seperti IL-3, IL-6 dan trombopoetin. Stimulasi oleh sitokin-sitokin tersebut menyebabkan produksi trombosit yang lebih besar. Ukuran trombosit yang lebih besar menunjukkan aktivitas fungsional, metabolik dan enzimatik yang lebih aktif, karena lebih banyak mengandung granula yang mengandung senyawa-senyawa yang penting dalam aktivasi trombosit, sehingga MPV dapat dijadikan penanda dari fungsi dan aktivasi trombosit. MPV dapat meningkat pada kondisi dimana terjadi abnormalitas dari produksi dan destruksi trombosit, salah satu kondisi tersebut adalah kondisi inflamasi dan terkait dengan kondisi protrombotik.25, 68 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 35 Gambar 2.3 Automated Hematology Analyzer, Sysmex-XT 2000iV Mean platelet volume banyak dikaitkan dengan beberapa kondisi infeksi dan inflamasi. Hubungannya dengan trombosis sudah pernah dilakukan studinya tahun 1991 oleh Martin dan menunjukkan luaran pasien pasca infark miokard. Kaitannya dengan autoimun dikaji pada tahun 2001 oleh Kapsoritakis pada populasi pasien dengan inflammatory bowel disease (IBD) dan menunjukkan hasil yang berkorelasi antara aktivitas kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Selanjutnya penelitian mengenai MPV dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronik, asma, tuberkulosis paru, dan penyakit kritis. Beberapa penelitian belakangan juga melakukan pada kelompok pasien dengan penyakit autoimun atau kondisi terkait seperti pada artritis reumatoid, fenomena Raynaud, tiroiditis Hashimoto, dan LES.23, 27, 30-32, 73-76 Beberapa faktor telah diketahui mempengaruhi ukuran dari trombosit, antara lain rokok, hipertensi, diabetes, dislipidemia dan obesitas yang semakin memperkuat Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 36 bahwa MPV dapat menjadi faktor prediktor dan prognostik pada pasien dengan penyakit kardioserebrovaskuler.26 Tabel 2.6 Penelitian-penelitian Mengenai MPV pada Beberapa Penyakit No. Peneliti, tahun Subjek MPV pada beberapa kondisi trombosis 1 Slavka, et al, 206554 201174 perawatan pertama di Allgemeines Krankenhaus Wien sejak 1996 – 2003 2 Markovic, et 216 pasien al. 201377 rujukan untuk evaluasi kardiologi karena faktor risiko multipel. 3 Memetoglu, et al. 201476 39 pasien fenomena Raynaud (27 primer) 40 kontrol sehat MPV pada beberapa kondisi inflamasi 4 Kapsoritakis, 66 pasien et al 200128 penyakit Crohn (40 aktif) 93 pasien kolitis ulseratif (54 aktif) 38 kontrolsehat 5. Song Liu, et al. 61 pasien 201230 penyakit Crohn 50 kontrol sehat Tujuan Hasil Keterangan Mengetahui risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik dilihat dari MPV Nilai MPV yang lebih tinggi menunjukkan HR lebih tinggi. HR 1,2 pada MPV 8,71 – 9,6 fL dan 1,8 pada MPV > 11,01 fL Mengetahui hubungan MPV dengan risiko total dari penyakit kardiovaskular (Framingham Risk Score). Mengetahui hubungan MPV dengan fenomena Raynaud Korelasi yang signifikan hanya dijumpai pada kelompok risiko tinggi. hsCRP berkorelasi dengan Framingham Risk Score MPV pada kelompok fenomena Raynaud 8,79+1,37 fl, pada kelompok kontrol 8,39+1,36 fl, p=0,274. MPV lebih tinggi pada kelompok fenomena Raynaud sekunder 9,76+1,68 fl dibanding primer 8,37+0,96 fl, p=0,018 Mengetahui apakah MPV dapat menjadi penanda aktivitas penyakit IBD MPV meningkat, pada IBD yang aktif dibanding yang tidak aktif Mengetahui dan membandingkan MPV dan penanda inflamasi dalam menilai aktivitas penyakit Crohn dan MPV menurun pada pasien penyakit Crohn dibandingkan orang sehat. Tidak ada perbedaan statistik antara aktif dan inaktif. Tidak berkorelasi dengan Berkorelasi negatif dengan penanda aktivasi trombosit Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 37 6. Ulasli, et al, 201232 47 pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dibandingkan kontrol sehat 7. Uyanik, et al, 201278 305 pasien apendisitis akut secara patologi. 305 kontrol sehat. 8. Muddathir, al. 201329 et 103 pasien artritis reumatoid (AR) 53 kontrol tanpa AR 9. Gunluoglu, et al. 201431 82 pasien dengan tuberkulosis paru aktif. 95 kontol sehat. 10. Cure, et 201473 434 pasien tanpa penyakit kronik dan tidak konsumsi suplemen vitamin D al. membedakan pasien penyakit Crohn dan kontrol sehat. Kaitan antara MPV, reaktan fase akut dan parameter fungsional pada eksaserbasi PPOK Menilai kemaknaan MPV dalam diagnosis dini apendisitis akut pada anak. Mengetahui perubahan hitung trombosit, MPV, PDW dan mencari korelasinya dengan penanda inflamasi (CRP, leukosit, LED) Mengetahui hubungan MPV dengan luasnya penyakit secara radiologis dan penanda inflamasi Mengetahui apakah defisiensi vitamin D terkait dengan MPV yang meningkat. penanda lainnya. inflamasi MPV menurun pada saat eksaserbasi. Pada kondisi stabil MPV 9,3 + 1,4 dan eksaserbasi 8,6 + 1,0 fL, pada kontrol sehat MPV 9,3 + 0,8 fL MPV pada apendisitis akut 7,9 + 0,9 fL, pada kelompok sehat 7,7 + 0,8 fL. Tidak signifikan secara statistik (p > 0,05) Retrospektif Retrospektif MPV meningkat pada pasien AR (9,6 + 0,9) dibanding kontrol (9,0 + 0,5 fl) dengan p=0,00 Tidak berkorelasi dengan penanda inflamasi. MPV pada pasien tuberkulosis paru 7,74 + 1,33/μl dan 8,20 + 1,13/μl pada kontrol (p<0,005). Luasnya penyakit secara radiologis berkorelasi dengan CRP, LED namun tidak dengan MPV Analisis regresi linier menunjukan vitamin D yang rendah secara independen berhubungan dengan peningkatan MPV. β= -0,019, p= 0,019 Kelompok 1 (vitamin D: 7,7+1,9 ng/ml), MPV: 8,1+1,1 fL Kelompok 2 (vitamin D: 15,1+1,6 ng/ml), MPV: 7,9+1,0 fl Kelompok 3 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 38 11. Sit, et 201427 al. 97 pasien tiroiditis Hashimoto 65 kontrol sehat MPV pada beberapa kondisi lain 12. Shimodaira, et 1876 orang al. 201375 Jepang yang menjalani medical checkup. 13. Zampieri, et al. 201479 84 pasien kritis Mengetahui nilai MPV pada pasien tiroiditis Hashimoto dibandingkan dengan populasi sehat. MPV pada tiroiditis Hashimoto 8,9 (6,7-11), dan pada kelompok kontrol 9,3 (7,7-12,4), p=0,018 Didapatkan korelasi antara fT4 dan MPV Mengetahui hubungan gula darah puasa dan MPV pada prediabetik dan normoglikemik MPV meningkat seiring dengan kadar gula darah puasa (dibagi ke dalam 4 interkwartil) Mengetahui apakah perubahan MPV dan hitung trombosit dalam 24 jam sejak perawatan terkait dengan prognosis. Kelompok dengan peningkatan MPV dan penurunan hitung trombosit memiliki mortalitas lebih tinggi (46%). Perubahan MPV secara independen berkaitan dengan peningkatan mortalitas (OR 1,28% setiap peningkatan 1%) (vitamin D: 25,6+6,3 ng/ml), MPV: 7,5+1,0 fl Retrospektif Q1: 9,89+0,68 fL (70 – 90 mg/dl) Q2: 9,97+0,69 fL (>90 – 95 mg/dl) Q3: 10,02+0,72 fL (>95 – 100 mg/dl) Q4: 10,12+0,69 fL (>100 – 126 mg/dl) Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori Kaitan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit dan Trombosis pada LES Kerangka teori dapat dilihat pada halaman 40 3.2 Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori mengenai peningkatan aktivitas koagulasi pada pasien lupus eritematosus sistemik yang mengalami peningkatan aktivitas penyakit, maka dibuatlah kerangka konsep penelitian seperti gambar berikut. a. b. c. 3.3 Mean Platelet Volume D-dimer Mex-SLEDAI Mean Platelet Volume Mean Platelet Volume D-dimer ↑ Mean Platelet Volume D-dimer normal Identifikasi Variabel Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah Mean Platelet Volume, MexSLEDAI dan D-dimer. 39 53 8 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 40 Lupus Eritematosus Sistemik Mex-SLEDAI Inflamasi Vaskulitis Antibodi antifosfolipid Disfungsi endotel IL-3, IL-6, TPO ↑ Tissue factor ↑ Trombopoesis Dislipidemia Hiperglikemia Rokok Aktivasi trombosit Ukuran = MPV Ginjal Gangguan fibrinolisis TFPI ↓ AT ↓ Prot C/S ↓ tPA ↓ Jumlah Mikropartikel Aktivasi koagulasi Agregasi trombosit Plasminogen Trombin Aterosklerosis Fibrinogen Fibrin yang diteliti Plasmin dihambat diwakili Trombosis D-dimer Gambar 3.1 Kerangka Teori Hubungan Inflamasi, Aktivitas Penyakit, Trombosit dan Trombosis pada LES Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 41 3.4 Definisi Operasional Variabel Pasien LES Definisi operasional Pasien yang sudah didiagnosis LES berdasarkan kriteria klasifikasi ACR1987 atau SLICC 2012 Mean Platelet Rerata ukuran trombosit Volume (MPV) yang ditemukan pada pemeriksaan darah. D-dimer Hasil degradasi dari crossed-link fibrin, mewakili parameter aktivasi koagulasi Normal < 500 ng/ml Tinggi ≥ 500 ng/ ml Mex-SLEDAI Instrumen untuk mengukur derajat aktivitas penyakit pada LES (instrumen terlampir) Cara pengukuran Didapatkan dan dikonfirmasi dari rekam medik Satuan Tidak ada Sysmex XN-2000-1- fL R VIDAS D-dimer mg/dl Exclusion II (Biomeriéux SA, France) Anamnesis Tidak - Gangguan psikiatri ada - Kejang - Kelemahan anggota gerak - Gangguan sensorik Pemeriksaan fisik - Kekuatan motorik - Saraf kranialis - Vaskulitis dan fenomena vaskuler - Nyeri otot - Sendi dan efusi - Ruam - Ulserasi orofaring - Alopesia - Perikardial dan pleural friction rub - Rebound tenderness Laboratorium - Darah perifer lengkap, hitung jenis, retikulosit - Urinalisa - Kreatinin - CK Skala SLE Bukan SLE Numerik (N: 7,5 – 11,5 fL) Numerik (N: < 500 ng/ml) Numerik (0 – 32) Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain potonglintang (cross sectional). 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Reumatologi, Hematologi Onkologi Medik, Ginjal Hipertensi dan Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM dan ruang rawat Gedung A Ilmu Penyakit Dalam, sejak tanggal 26 Oktober 2015 sampai 21 Januari 2016 4.3 Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah pasien-pasien dengan LES. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien dengan LES yang berobat di Poliklinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan yang dirawat di RSCM yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak memenuhi kriteria penolakan. 4.4 Kriteria Penerimaan dan Penolakan 4.4.1 Kriteria Penerimaan Pasien sudah terdiagnosis LES Dapat dilakukan komunikasi untuk melakukan evaluasi aktivitas penyakit Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dan menandatangani informed consent Tidak mengkonsumsi antikoagulan dan/ atau antiplatelet 4.4.2 Kriteria Penolakan Pasien hamil Pasien dengan sirosis hepatis Pasien sepsis 53 8 42 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 43 4.5 Pasien tuberkulosis aktif atau dalam pengobatan Pasien herpes zoster Sampel 4.5.1 Penentuan Besar Sampel Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk penelitian korelatif. 2 𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 n={ } +3 0.5 ln(1 + 𝑟 / 1 − 𝑟) n = besar sampel Zα = tingkat kemaknaan (ditetapkan, untuk 95%, yaitu 1,64) Zβ = kekuatan (ditetapkan, untuk 90% yaitu 1,28) r = koefisien korelasi (berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai aktivitas penyakit dan D-dimer, r = 0,5) Didapatkan hasil minimal 32,3 sampel, dibulatkan menjadi 33 sampel. Untuk mengetahui perbedaan rerata MPV pada perbedaan kadar D-dimer, maka digunakan rumus besar sampel beda dua rerata. 2 (Zα + Zβ)S n1 = n2 = 2 { } (X1 − X2) n = besar sampel Zα = tingkat kemaknaan (ditetapkan, untuk 95%, yaitu 1,64) Zβ = kekuatan (ditetapkan, untuk 90% yaitu 1,28) S = simpangan baku gabungan, didapatkan perhitungan dari penelitian MPV pada DVT, S = 0,67) X1-X2 = beda rerata minimal yang dianggap bermakna (dianggap 0,5) Didapatkan besar sampel minimal sebanyak 62 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 44 Sedangkan untuk mengetahui titik potong MPV yang disertai peningkatan Ddimer, dilakukan juga uji prediktor diagnostik. Penentuan besar sampel untuk uji prediktor diagnostik dengan mencari AUC dari kurva ROC. 𝑛= Zα2 p q 𝑑2 Zα = 1,64 (kesalahan tipe 1, ditetapkan 5%, hipotesis 1 arah) p = AUC yang diharapkan (ditetapkan, minimal 0,8) q = 1- p d = presisi (ditetapkan 10%) Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan didapatkan sebesar 44 sampel. Sehingga sampel yang dibutuhkan adalah 62 sampel 4.5.2 Pemilihan Sampel Sampel dipilih menggunakan metode konsekutif. Pasien-pasien LES yang berobat ke Poliklinik Reumatologi, Hematologi Onkologi Medik, Ginjal Hipertensi, dan Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, serta dirawat di gedung A RSCM dalam jangka waktu Juni – Juli 2015, yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan dimasukkan ke dalam penelitian, setelah mendapatkan penjelasan dan menandatangani informed consent. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 45 4.6 Alur Penelitian Pasien Lupus Eritematosus Sistemik Kriteria penerimaan Kriteria penolakan Anamnesis: gangguan psikiatri, kejang, kelemahan anggota gerak, gangguan sensorik, Pemeriksaan fisik: kekuatan motorik, syaraf kranialis, vaskulitis dan fenomena vaskuler, nyeri otot, artritis dan efusi, ruam, ulserasi orofaring, alopesia, perikardial dan pleural friction rub, rebound tenderness Laboratorium: darah perifer lengkap, hitung jenis, retikulosit, MPV, urinalisa, kreatinin, CK, D-dimer Pengumpulan dan analisis data: Karakteristik subjek, durasi penyakit, obat-obatan, keterlibatan organ, skor Mex-SLEDAI, MPV, D-dimer Hasil: Korelasi MPV dengan Mex-SLEDAI Korelasi MPV dengan D-dimer Titik potong MPV dan D-dimer 4.7 Cara Kerja Pasien dengan LES yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya pasien yang masuk dalam sampel penelitian dilakukan pengambilan darah sebanyak 12 cc untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, MPV, retikulosit, kreatinin, CK, CRP, dan D-dimer, serta urin 5– 10 cc untuk mengetahui protein urin. DPL, MPV dan retikulosit diperoleh dari pemeriksaan dengan hematologic analyzer. Pemeriksaan kreatinin dan creatin phosphokinase dengan metode enzimatik kolorimetrik, sedangkan D-dimer diperoleh dengan pemeriksaan menggunakan metode imunoturbidimetri. Seluruh data yang didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam tabel, selanjutnya dilakukan analisis statistik. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 46 4.8 Analisis Data - Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dan analitik - Sampel diolah secara deskriptif untuk mendapatkan karakteristik subjek penelitian, meliputi usia, jenis kelamin, durasi penyakit, dan aktivitas penyakit. - Data numerik dari D-dimer akan dikelompokkan antara normal atau meningkat. - Untuk mengetahui korelasi antara skor MPV dengan nilai D-dimer, dilakukan uji parametrik Pearson. Jika tidak memenuhi syarat maka dilakukan uji nonparametrik Spearman. - Untuk mengetahui beda rerata MPV berdasarkan tinggi atau rendahnya Ddimer, dilakukan uji t berpasangan. Jika tidak memenuhi syarat maka akan dilakukan uji Mann-Whitney. - Untuk mengetahui besar AUC, akan dilakukan analisis dengan membuat receiver operating curve (ROC) - Pengolahan data penelitian dilakukan secara elektronik menggunakan perangkat SPSS 22.0 dan STATA. Data disajikan dengan tabel, grafik, atau gambar yang sesuai. 4.9 Etika Penelitian Penelitian ini telah dinyatakan lolos kaji etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 10 Agustus 2015, dengan nomor surat 661/UN2.F1/ETIK/2015. Data penelitian yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya. 4.10 Penulisan dan Pelaporan Hasil Penelitian Hasil penelitian akan dituliskan dalam bentuk tesis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Spesialis Penyakit Dalam. Hasil penelitian akan dilaporkan dalam bentuk artikel untuk dipublikasikan dalam jurnal kedokteran. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Perekrutan Subjek Subjek penelitian adalah pasien LES yang sudah terdiagnosis dan berobat di Poliklinik Reumatologi, Hematologi-Onkologi Medik, Ginjal-Hipertensi, dan Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSCM dan yang menjalani perawatan di ruang rawat inap Penyakit Dalam Gedung A. Pengambilan sampel dilakukan sejak tanggal 26 Oktober 2015 sampai tanggal 21 Januari 2016. Didapatkan 68 pasien, 5 pasien dieksklusi karena sepsis (1 orang), dalam pengobatan tuberkulosis (1 orang), diketahui tuberkulosis (1 orang), hamil (2 orang), dan menderita herpes zoster (1 orang). Pasien-pasien tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan jasmani untuk dapat dinilai Mex-SLEDAI, MPV dan D-dimer. Pasien terdiagnosis LES, tidak sedang mengonsumsi antiplatelet/ antikoagulan (n= 68) Eksklusi (n = 5) Tuberkulosis (n = 1) Tuberkulosis dan sepsis (n = 1) Herpes zoster aktif (n = 1) Hamil/ post partum (n = 2) Subjek penelitian (n = 63) Gambar 5.1 Perekrutan subjek penelitian Sebagian besar subjek diperoleh dari poliklinik rawat jalan, dengan komposisi sebagai berikut: 53 47 8 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 48 a. Poliklinik Reumatologi sebanyak 40 subjek b. Poliklinik Hematologi – Onkologi Medik sebanyak 1 subjek c. Poliklinik Ginjal – Hipertensi sebanyak 8 subjek d. Poliklinik Alergi – Imunologi sebanyak 6 subjek e. Ruang rawat inap gedung A sebanyak 8 subjek Sejumlah 6 subjek baru didiagnosis LES, dengan 2 subjek didiagnosis di poliklinik rawat jalan dan 4 subjek didiagnosis di ruang rawat inap 5.2 Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Jenis Kelamin, n (%) Laki-laki 1 (1,6) Perempuan 62 (98,4) Usia, tahun, [rentang], n (%) 32,75 [18 – 55] < 20 3 (4,8) 20 – 30 25 (39,7) 30 – 40 19 (30,2) > 40 16 (25,4) Durasi, median, (rentang), tahun 3 (0 – 25) Keterlibatan organ, n (%) Neurologi 1 (1,6) Ginjal 32 (50,7) Hematologi 22 (34,9) Anemia hemolitik 7 (11,1) Leukopenia 1 (1,6) Trombositopenia 9 (14,3) Anemia hemolitik + trombositopenia 4 (6,3) Anemia hemolitik + leukopenia 1 (1,6) Muskuloskeletal 50 (79,4) Mukokutan 52 (82,5) Serositis 10 (15,9) Pada Tabel 5.1 dapat dilihat karakteristik subjek pada penelitian ini, didapatkan rerata usia pasien LES 33 tahun, dengan perbandingan jenis kelamin yang sangat Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 49 berbeda, hanya 1 subjek laki-laki (1,6%) dari keseluruhan 63 subjek penelitian. Median durasi terdiagnosis LES adalah 3 tahun, dengan yang terlama adalah 25 tahun. Didapatkan 1 (1,6%) subjek dengan keterlibatan neurologi, 32 (50,7%) subjek dengan keterlibatan ginjal, 22 (34,9%) subjek dengan keterlibatan hematologi, 50 (79,4%) subjek dengan keterlibatan muskuloskeletal, 52 (82,5%) subjek dengan keterlibatan mukokutan, dan 10 (15,9%) subjek dengan serositis. Tabel 5.2 Skor Mex-SLEDAI, MPV, dan D-dimer pada Subjek Penelitian Variabel Mex – SLEDAI MPV, fL D-dimer, ng/ml Median (%) 0 (0 – 13) 9,9 (8,2 – 12,9) 365,51 (97,58 – 4938,10) Pada penelitian ini didapatkan distribusi data yang tidak normal untuk MexSLEDAI, MPV, dan D-dimer. Tabel 5.2 menunjukkan median dari variabel yang diteliti pada penelitian ini, yaitu skor Mex-SLEDAI, nilai MPV dan D-dimer. Median dari aktivitas penyakit yang dinilai dengan instrumen Mex-SLEDAI adalah 0 (0 – 13). Jika dikelompokkan berdasarkan klasifikasi dari skor MexSLEDAI, didapatkan pasien yang berada dalam status remisi (Mex-SLEDAI < 2) sejumah 38 (60,3%) subjek, sementara yang probable active (Mex-SLEDAI 2 – 5) sejumlah 8 (12,7%) subjek, dan yang kondisi aktif 17 (27%) subjek. Median dari MPV adalah 9,9 (8,2–12,9) fL. Didapatkan 27 (42,9%) subjek yang memiliki nilai D-dimer > 500 ng/ml, sedangkan median nilai D-dimer pada penelitian ini adalah 365,51 (97,58-4938,10) ng/ml. 5.3 Korelasi antara Nilai MPV dengan D-dimer dan Skor Mex-SLEDAI Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara nilai MPV dengan kadar Ddimer (r = 0,049, p = 0,700), maupun nilai MPV dengan skor Mex-SLEDAI (r = 0,018, p = 0,888) setelah dilakukan uji korelasi Spearman (distribusi data MPV tidak normal), seperti terlihat pada Tabel 5.3. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 50 Tabel 5.3 Korelasi Nilai MPV dengan D-dimer dan Skor Mex-SLEDAI Variabel r p MPV - D-dimer 0,049 0,700 MPV- Mex SLEDAI 0,018 0,888 Spearman 5.4 Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer Dilakukan analisis lanjutan dengan mengelompokkan D-dimer menjadi tinggi dan rendah, didapatkan perbedaan rerata MPV (9,75 vs 10,10 fL), namun tidak signifikan secara statistik (p = 0,641), seperti dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.4 MPV pada Kelompok D-dimer Normal dan Tinggi D-dimer Variabel p Normal Tinggi MPV 9,75 (8,60-12,90) 10,10 (8,20-12,80) 0,641 Uji Mann Whitney 5.5 Titik Potong antara MPV dan D-dimer Untuk mendapatkan titik potong antara MPV dan D-dimer, dilakukan perhitungan dengan menggunakan receiver operator characteristic (ROC) dan didapatkan hasil sebagai berikut: Gambar 5.2 Kurva ROC MPV dengan D-dimer Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 51 Dari kurva tersebut, didapatkan bahwa kemampuan diskriminasi dari kadar MPV untuk memprediksi D-dimer rendah atau tinggi pada pasien LES kurang baik (area under receiver operating characteristic curve [AUC] 0,534 dengan p 0,654 dan IK 95% 0,384-0,685). Pada nilai MPV 10,3 fL, didapatkan sensitifitas 48,15% dengan spesifisitas 75%. 5.6 Hubungan Keterlibatan Organ, Nilai MPV, dan Skor Mex-SLEDAI Berdasarkan Nilai D-dimer Dilakukan analisis tambahan terhadap kelompok berdasarkan nilai D-dimer, karena didapatkan rentang D-dimer yang lebar yaitu 97,58 – 4936,10 ng/ml. Subjek penelitian dikelompokkan antara D-dimer normal (< 500 ng/ml), 500 – 1000 ng/ml, dan > 1000 ng/ml, seperti terlihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 Tabel 5.5 Hubungan Keterlibatan Organ Berdasarkan Rentang Nilai D-dimer D-dimer (ng/ml) Keterlibatan organ, n (%) Neurologi Ginjal Hematologi Anemia hemolitik Leukopenia Trombositopenia Anemia hemolitik + trombositopenia Anemia hemolitik + leukopenia Muskuloskeletal Mukokutan Serositis < 500 500 – 1000 > 1000 (n = 36) (n = 14) (n = 13) 1 (2,7) 16 (44,4) 11 (30,5) 3 (8,1) 0 5 (13,5) 2 (5,4) 1 (2,7) 33 (91,6) 30 (83,3) 0 7 (50) 6 (42,9) 4 (28,4) 1 (7,1) 1 (7,1) 0 0 9 (64,3) 11 (78,1) 4 (28,4) 0 9 (69,2) 5 (38,5) 0 3 (23,1) 0 2 (15,4) 0 8 (61,5) 11 (84,6) 3 (23,1) 3 (8,1) Pada Tabel 5.5 terlihat proporsi subjek dengan keterlibatan ginjal (nefritis) lebih banyak pada kelompok dengan nilai D-dimer > 1000 ng/ml. Sementara tidak tampak perbedaan proporsi untuk keterlibatan organ lainnya. Tidak dilakukan analisis statistik karena jumlah subjek tidak mencukupi. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 52 Tabel 5.6 Hubungan MPV dan Mex-SLEDAI Berdasarkan Rentang D-dimer D-dimer (ng/ml) MPV, median (rentang), fL Mex-SLEDAI, median (rentang) < 500 500 – 1000 > 1000 (n = 36) (n = 14) (n = 13) 9,75 (8,6-12,9) 9,95 (8,5-11,2) 10,4 (8,2-12,8) 0 (0-10) 3.5 (0-9) 4 (0-13) Pada Tabel 5.6 ditampilkan nilai MPV dan Mex-SLEDAI berdasarkan rentang kadar Ddimer. Nilai MPV tampak lebih tinggi pada kelompok yang D-dimernya lebih tinggi, namun tidak dilakukan analisis statistik untuk data ini karena jumlah subjek yang tidak mencukupi. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Pada penelitian ini didapatkan 1 subjek laki-laki dan 62 subjek perempuan, dengan rerata usia 33 tahun. Sesuai dengan data epidemiologi yang ada, LES lebih sering dijumpai pada wanita dan sering dijumpai pada usia produktif. Pada penelitian ini didapatkan 79,4% pasien dengan manifestasi muskuloskeletal, hal ini sesuai dengan data epidemiologi di mana studi oleh Wallace mendapatkan 80% manifestasi muskuloskeletal yang merupakan manifestasi tersering pada studi tersebut. Pada studi yang dilakukan oleh Wallace, manifestasi kedua yang tersering adalah mukokutan, yaitu sebesar 71%, namun pada penelitian ini merupakan manifestasi tersering yaitu sebesar 82,5%. Nefritis didapatkan pada 50,7% pasien pada penelitian ini, disusul keterlibatan hematologik sebesar 34,9%. Pada penelitian ini keterlibatan neurologik yang hanya didapatkan pada 1,6% pasien, sementara dikatakan gangguan kognitif bisa mencapai separuh pasien LES. Diagnosis keterlibatan sistim syaraf pada LES memerlukan evaluasi lebih mendalam, seperti pemeriksaan MRI, elektromiografi, dan evaluasi fungsi luhur untuk menyingkirkan sebab lain, yang tidak dilakukan pada penelitian ini. Dibandingkan studi-studi di negara Asia, keterlibatan muskuloskeletal memang menempati peringkat pertama, disusul keterlibatan mukokutan, kecuali di Singapura dan India, didapatkan nefritis menempati peringkat pertama dan kedua. Variasi manifestasi klinis ini dijumpai pada tiap-tiap studi karena pengelompokan klasifikasi yang belum seragam, adanya perubahan kriteria klasifikasi sejak 1982, populasi studi (komunitas atau rumah sakit), metodologi pengumpulan subjek, tidak tersedianya fasilitas diagnostik yang seragam dan begitu bervariasinya manifestasi klinis dari LES. Pada beberapa pasien dapat dijumpai pasien dengan sindrom autoimun multipel, dan pada publikasi umumnya hal ini tidak dicantumkan. Diagnosis neuropsikiatrik lupus juga tidak mudah, karena terkadang diperlukan pemeriksaan elektromiografi, pemeriksaan fungsi luhur, dan MRI. 538 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 54 Sindroma antifosfolipid sekunder juga masih jarang dilaporkan pada studi epidemiologi mengenai LES. Tabel 6.1 Prosentase Manifestasi Klinis Pasien LES Muskuloskeletal Artritis Miositis Mukokutan Ruam malar Ruam diskoid Ulkus oral Fotosensitivitas Alopesia Ginjal Neuropsikiatri Kejang Psikosis Kognitif Vaskulitis SSP Hematologi AIHA (anemia) Leukopeni Trombositopeni Limfopeni AIHA + leukopeni AIHA + trombositopeni Trombosis/ vaskuler/ fenomena Raynaud’s Serositis Perikarditis Pleuritis Efusi Rahman Wallace80 79,4 80 Al-Arfaj81 34,7 80,4 82,5 71 47,6 47,9 17,6 39,1 30,6 50,7 1,6 42 47,9 27,6 Wang82 Mok83 Flower84 Salido85 36 36-95 84 84 4 61/24 52-98 56 36,4 26-84 12 33,1 3-49 11 20,9 11-55 35 5,8 6-84,5 41 50 23 50 3 47 18-100 2,7-42 3,8 6,6 50 12 34,9 11,1 1,6 9 42 46 82,7 (63) 30,1 10,9 40,3 20 32 25 74,1 5,5 46,4 6 50,3 26-83,8 50,3 10,4 41,5 1,1-40 1,6 6,3 N/A 8,7 15,9 6 44 12 19 20,7 15,8 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 55 Dijumpai perbedaan epidemiologi LES pada tiap negara, seperti studi di Saudi Arabia tahun 2009, dijumpai 82.7% dari 624 pasien mengalami manifestasi hematologik. Berbagai studi lain menunjukkan variasi yang berbeda, manifestasi yang dominan juga berbeda dan tidak didapatkan kaitan antara negara, daerah, dan ras, sehingga sulit untuk menyatakan hubungan yang jelas antara ras dan kejadian LES. 6.2 Korelasi antara MPV dengan D-dimer Peran MPV dalam penapisan maupun diagnosis suatu kejadian trombosis pada pasien LES belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Sementara D-dimer pada pasien LES pernah diteliti oleh Inoh, et al pada tahun 1996 menunjukkan bahwa penanda koagulasi yaitu kompleks TAT dan D-dimer berkorlasi dengan aktivitas penyakit (SLEDAI), dengan nilai r masing-masing adalah 0,66 dan 0,5, dengan p < 0,001, namun penelitian ini tidak mencari titik potong untuk SLEDAI dengan TAT dan D-dimer. D-dimer juga pada studi lain oleh Wu, 2008 dikatakan dapat memprediksi kejadian trombosis beberapa bulan sebelumnya, dimana 42% dari pasien dengan D-dimer > 2 mikrogram/ml mengalami trombosis.36, 37 Penelitian menggunakan MPV sebagai parameter untuk diagnosis, skrining maupun faktor prognostik kejadian trombosis mendapatkan hasil yang bervariasi. Beberapa penelitian terdahulu sebagian besar menunjukkan MPV yang lebih tinggi didapatkan pada kelompok dengan kejadian trombosis (trombosis vena dalam, emboli paru, oklusi vena sentral retina) dan menjadi prediktor prognosis lebih buruk pada pasien dengan trombosis mesenterika.35, 86-89 Kaitan antara inflamasi dan trombosit sudah banyak dikaji dan diperkirakan trombositlah yang menjadi jembatan antara inflamasi dan trombosis. Kondisi inflamasi akan menyebabkan aktivasi trombosit, trombosit yang teraktivasi ini kemudian akan mengalami agregasi dan kemudian mengaktifkan jalur koagulasi.26 Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer, hasil uji korelasi Spearman mendapatkan r = 0,049 dengan p = 0,700. MPV dipengaruhi oleh berbagai hal seperti dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi dan merokok yang pada penelitian ini faktor-faktor tersebut tidak dinilai. Selain Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 56 itu pada MPV yang tinggi, trombosit dalam sirkulasi dikatakan lebih reaktif karena lebih banyak mengandung granula yang berperan dalam proses aktivasi trombosit. Aktivasi trombosit sendiri ditandai dengan peningkatan PF4 dan βtromboglobulin yang tidak rutin diperiksa secara klinis. Granula alfa dan dense granules dari trombosit akan melepaskan molekul-molekul seperti trombospondin dan ADP yang berperan dalam aktivasi trombosit dan juga berikatan dengan faktor V dibantu oleh kalsium yang merupakan kofaktor dari kompleks protrombinase.90 Pada LES, dapat dijumpai gangguan fungsi trombosit, dibuktikan dengan beberapa pasien yang tidak mengalami aktivasi setelah dipaparkan dengan kolagen, epinefrin maupun ADP. Kadar serotonin dan tromboglobulin pada dense granules pasien LES juga menurun. Menurunnya serotonin dalam trombosit pasien LES berkorelasi dengan aktivitas penyakit dan berhubungan dengan aktivasi trombosit. Adanya antibodi terhadap trombosit juga dapat memengaruhi fungsi trombosit. Kompleks imun yang menempel pada membran trombosit dapat juga menghambat agregasi trombosit dan derajat keparahannya berkorelasi dengan aktivitas penyakit.91, 92 D-dimer merupakan produk degradasi dari cross-linked fibrin oleh sistim plasmin, sehingga akan meningkat jika terjadi fibrinolisis, namun demikian sudah secara luas dipakai untuk eksklusi suatu kecurigaan tromboemboli vena. D-dimer dapat meningkat pada kondisi infeksi, keganasan, kehamilan dan gangguan fungsi hati. Pada pasien LES, peningkatan D-dimer dapat dijumpai pada kekambuhan (flare) dari LES dan adanya infeksi sistemik.36 Pada LES, juga dapat dijumpai adanya autoantibodi terhadap molekul yang berperan dalam proses koagulasi sampai fibrinolisis, seperti antibodi terhadap protein C/S, antibodi terhadap tPA, dan antibodi terhadap PAI-1. Adanya antibodi terhadap tPA dapat mengganggu proses fibrinolisis, sehingga walaupun terbentuk trombus tidak disertai peningkatan Ddimer.60 Pada LES dijumpai adanya produksi autoantibodi. Autoantibodi yang terbentuk ini dapat bersifat destruktif atau patogenik dan ada yang bersifat protektif, salah satu yang diduga bersifat protektif adalah IgG-RF yang protektif Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 57 terhadap IgG antikardiolipin, sehingga menghambat terjadinya aktivasi koagulasi melalui jalur antibodi antifosfolipid.93 Patomekanisme trombosis pada LES sangat beragam, sehingga aktivasi koagulasi selain melalui jalur trombosit, mikropartikel, dan trombin, dapat terjadi melalui jalur faktor jaringan, kerusakan vaskuler, dan adanya kerusakan organ. Faktor jaringan diekspresikan ketika terjadi kerusakan jaringan, pada LES, deposit kompleks imun pada jaringan dapat memicu sitotoksisitas dan terjadi kerusakan jaringan. Kerusakan vaskuler pada LES dapat terjadi akibat adanya vaskulitis, dislipidemia, aterosklerosis dan inflamasi. Kerusakan organ, seperti nefritis memiliki peran dalam homeostasis koagulasi karena akan terjadi ekskresi antikoagulan endogen, menyebabkan kondisi protrombotik yang sering menjadi komplikasi pasien-pasien dengan sindroma nefrotik. Peranan trombosit pada pasien LES yang mengalami trombosis sendiri pernah diteliti oleh Brzosko, et al, 1998 dengan hasil didapatkan peningkatan PF4 dan βtromboglobulin. Adanya antibodi antifosfolipid juga mungkin memengaruhi jalur koagulasi walaupun belum menunjukkan klinis trombosis atau morbiditas kehamilan (belum bermanifestasi sebagai sindroma antifosfolipid).22 Kerusakan organ yang dikaitkan dengan trombosis misalnya nefritis, pada nefritis dapat dijumpai proteinuria yang masif, dimana antikoagulan endogen juga diekskresi melalui ginjal, terjadi dislipidemia, terjadi inflamasi lokal, sehingga akan meningkatkan risiko trombosis. Studi oleh Saxton, et al, 2012, menunjukkan derajat proteinuria berhubungan dengan D-dimer.94 Pada penelitian ini didapatkan dari 13 pasien yang hasil pemeriksaan D-dimer > 1000 ng/ml, 9 diantaranya menderita nefritis lupus. Sehingga untuk menilai aktivasi koagulasi yang akan berujung kejadian trombosis pada LES perlu menilai banyak faktor, selain trombosit. 6.3 Korelasi antara MPV dengan Mex-SLEDAI Trombosit merupakan sel yang berperan aktif dalam suatu kondisi inflamasi, trombosit tidak hanya berperan dalam trombosis, namun juga merupakan sel imun. Granula yang terkandung dalam trombosit memiliki peranan terhadap Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 58 interaksi trombosit dengan leukosit, komplemen, endotel, oksida nitrit, dan vaskuler, yang semuanya memiliki peranan dalam kondisi inflamasi. Sepeti dijelaskan sebelumnya, trombosit yang lebih besar lebih banyak mengandung granul dan juga molekul di dalamnya.95 Aktivitas penyakit merupakan manifestasi klinis dan laboratoris yang muncul akibat suatu inflamasi. Studi terdahulu pernah menggunakan MPV pada LES juvenil, dimana hasilnya adalah MPV lebih tinggi pada pasien LES dibandingkan kontrol, namun tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit (SLEDAI).33 Trombopoesis dipengaruhi oleh inflamasi, dimana pada milieu inflamasi, trombosit yang terbentuk cenderung lebih besar dan lebih banyak, sehingga MPV didapatkan akan meningkat. Derajat inflamasi akan memengaruhi disribusi trombosit, pada kondisi inflamasi yang berat trombosit akan mengalami migrasi ke lokasi inflamasi sehingga trombosit dalam sirkulasi akan relatif berkurang dan menyisakan trombosit yang lebih kecil ukurannya, menyebabkan nilai MPV yang rendah.26 Pada penyakit autoimun, MPV pernah diteliti pada penyakit usus inflamasi, kolitis ulseratif, penyakit Crohn, artritis reumatoid dengan hasil yang bervariasi. Kapsoritakis, et al, pada 2001, mendapatkan perbedaan MPV pada pasien dengan IBD aktif dan tidak. Pada kelompok kolitis ulseratif, MPV pada pasien aktif 8,5 sedangkan pada inaktif 9,0 fL. Sedangkan pasien penyakit Crohn, MPV pada kelompok aktif 7,8 sementara pada kelompok inaktif 8,9 fL. Begitu pula dengan penanda hemostasis lainnya juga meningkat dibanding kontrol sehat.28 Sementara Song Liu, et al, pada 2012, menunjukkan MPV lebih tinggi pada pasien dengan penyakit Crohn dibandingkan dengan subyek normal, namun tidak dapat menilai aktivitas penyakit, dengan titik potong 10,35 fL, didapatkan AUC 0,803 dengan sensitivitas 78,7% dan spesifisitas 74%.30 Muddathir, et al pada 2013 melakukan penelitian pada pasien artritis reumatoid, dikatakan MPV meningkat pada pasien artritis reumatoid bila dibandingkan kelompok kontrol, yaitu 9,0 ± 0,5 dan 9,6 ± 0,9 fL, p < 0,05.29 Melihat peranan trombosit dalam inflamasi, MPV diduga dapat menjadi parameter untuk menilai aktivitas penyakit pada LES yang merupakan manifestasi dari Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 59 kondisi inflamasi. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi antara MPV dan Mex-SLEDAI, dimana didapatkan r = 0,018 (p = 0,888). Penelitian ini menggunakan Mex-SLEDAI sebagai instrumen untuk menilai aktivitas penyakit karena instrumen ini praktis dan lebih ekonomis. Dibandingkan dengan instrumen lainnya, Mex-SLEDAI lebih banyak menggunakan parameter klinis, sementara parameter serologis seperti anti-dsDNA dan komplemen tidak dinilai. Pada LES autoantibodi dan komplemen memiliki peranan dalam inflamasi yang terjadi. Ada kalanya didapatkan ketidaksesuaian antara parameter klinis dan serologis pada LES, misalnya pasien secara klinis aktif, namun serologis tidak aktif (clinically active, serologically quiescent = CASQ) atau sebaliknya, serologis aktif namun secara klinis tidak aktif (serologically active, clinically quiescent = SACQ).96 Kondisi ini mungkin menjelaskan ketidaksesuaian MPV dan Mex-SLEDAI, karena MPV merepresentasikan trombopoesis dan distribusi trombosit di sirkulasi pada milieu inflamasi. Trombosit yang teraktivasi dapat mengaktifkan komplemen, namun tidak secara signifikan menyebabkan penurunan kadar komplemen karena banyak regulator untuk aktivasi komplemen melalui trombosit.97 Belum dapat disimpulkan pada LES apakah hal ini akan memengaruhi ketidaksesuaian nilai MPV dengan aktivitas penyakit karena pada penelitian ini aktivitas penyakit dinilai menggunakan Mex-SLEDAI yang tidak menilai parameter serologis. MPV dipengaruhi juga oleh adanya kondisi dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi dan merokok. Dislipidemia pada LES dijumpai pada 21% pasien98, pada penelitian ini tidak dinilai faktor-faktor tersebut. Pada penelitian ini didapatkan kecenderungan MPV lebih tinggi pada subjek yang memiliki manifestasi trombositopeni sebelumnya, sementara MPV lebih rendah pada kelompok yang mendapatkan klorokuin. Namun untuk menilai perbedaan tersebut membutuhkan sampel lebih banyak untuk dapat dilakukan analisis statistik lebih lanjut. Pada trombositopenia terlihat MPV lebih tinggi, hal ini disebabkan upaya tubuh untuk mempertahankan massa trombosit (platelet mass) untuk mempertahankan kondisi fisiologis.26 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 60 Hidroksiklorokuin yang saat ini merupakan obat utama pada LES, diketahui memiliki efek antiplatelet. Pada penelitian ini didapatkan 37 (58,7%) subjek mengonsumsi klorokuin. Klorokuin mungkin memengaruhi hasil ini karena efek antiplatelet dan efek antiinflamasinya. Mekanisme antiplatelet dari klorokuin diduga melalui beberapa mekanisme, diantarnya adalah: stabilisasi membran trombosit, menghambat degranulasi, inaktivasi fosfolipase A2, menghambat ikatan β2-glikoprotein dan antiosfolipid dengan membran fosfolipid, dan melindungi annexin A5 dari perusakan oleh antibodi antifosfolipid. Selain itu klorokuin juga dikatakan memperbaiki parameter metabolik seperti lipid dan glukosa.99, 100 6.4 Perbedaan Rerata MPV Berdasarkan Nilai D-dimer Pada penelitian ini MPV didapatkan lebih tinggi pada kelompok D-dimer > 500 ng/ml, yaitu 10,1 fL vs 9,75 fL, namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Seperti dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa D-dimer merupakan produk dari fibrinolisis yang didahului pembentukan trombin melalui aktivasi kaskade koagulasi. Sedangkan MPV merupakan indeks trombosit yang menggambarkan rerata ukuran trombosit yang dikaitkan dengan kemampuan aktivasinya, aktivasi trombosit akan mengaktifkan kaskade koagulasi melalui mikropartikel dan trombin. Sehingga diduga MPV yang tinggi akan menyebabkan tingginya kadar D-dimer, namun aktivasi koagulasi tidak semata-mata melalui jalur trombosit saja. MPV sendiri bukan merupakan penanda yang spesifik untuk aktivasi trombosit. Pada penelitian, penanda aktivasi trombosit yang sering digunakan adalah PF4 dan β-tromboglobulin. Belum ada publikasi yang menghubungkan aktivasi trombosit dan D-dimer pada pasien LES, publikasi yang ada menunjukkan hubungan aktivasi trombosit dengan menggunakan PF4 dan β-tromboglobulin dengan peningkatan D-dimer pada pasien atrial fibrilasi.101 D-dimer digunakan untuk mengeksklusi kejadian tromboemboli vena karena sensitifitasnya yang tinggi, sebuah studi menunjukkan dengan menggabungkan MPV dan D-dimer maka akan meningkatkan spesifisitasnya.35 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 61 Dari penelitian ini belum dapat disimpulkan adanya perbedaan MPV pada pasien LES yang mengalami peningkatan D-dimer, masih membutuhkan studi lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan identifikasi komorbid yang memengaruhi nilai MPV. Pada penelitian ini dilakukan analisis tambahan untuk menilai perbedaan MPV pada pasien berdasarkan rentang D-dimer, karena diapatkan beberapa subjek dengan D-dimer > 1000 ng/ml, yang akan dibahas pada subbab berikutnya. 6.5 Titik Potong antara MPV dan D-dimer Dari kurva ROC antara MPV dengan D-dimer didapatkan pada titik potong MPV 10,3 fL, memberikan sensitifitas 48,15% dan spesifisitas 75%. Dapat disimpulkan MPV tidak dapat digunakan sebagai prediktor diagnostik untuk peningkatan Ddimer, karena sensitifitasnya yang rendah. 6.6 Keterlibatan Organ, Nilai MPV dan Skor Mex-SLEDAI Berdasarkan Nilai D-dimer Pada penelitian ini dilakukan analisis tambahan untuk melihat karakteristik subjek dengan D-dimer tinggi, karena pada penelitian ini didapatkan rentang D-dimer yang sangat lebar yaitu 97,58 – 4936,10 ng/ml. Subjek dikelompokkan menjadi kelompok dengan D-dimer normal (≤ 500 ng/ml), 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml, sehingga didapatkan masing-masing 36, 14 dan 13 subjek. Pada kelompok dengan D-dimer > 1000 ng/ml, 9 subyek (69,2%) menderita nefritis lupus. Hal ini sesuai dengan penelitian Saxton, et al, 2012 menunjukkan D-dimer bekorelasi dengan derajat proteinuria, walaupun penelitian ini tidak menghubungkan proteinuria saat pengambilan sampel.94 Median MPV pada tiap kelompok D-dimer juga berbeda, pada kelompok D-dimer normal nilai MPV adalah 9,75 fL, sedangkan pada D-dimer 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml, nilai MPV adalah 9,95 dan 10,4 fL berturut-turut. Pada kelompok D-dimer > 1000 ng/ml, median nilai MPV berada melebihi nilai titik potong yang didapatkan dari penghitungan kurva ROC yaitu 10,3 fL. MPV masih perlu diteliti Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 62 lebih lanjut untuk menilai perannya dalam penilaian kejadian-kejadian dan risiko trombosis. Didapatkan perbedaan aktivitas penyakit antara kelompok D-dimer, dimana pada kelompok dengan D-dimer normal, median untuk Mex-SLEDAI adalah 0, sedangkan pada kelompok D-dimer 500 – 1000 ng/ml, median dari Mex-SLEDAI adalah 3,5 dan untuk kelompok dengan D-dimer > 1000 ng/ml didapatkan median Mex-SLEDAI 4. Masih tidak dapat digambarkan hubungan D-dimer dengan aktivitas penyakit, karena Mex-SLEDAI memakai titik potong 5 untuk menyatakan kondisi penyakit yang aktif. 6.7 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua parameter untuk mewakili peran trombosit dan koagulasi pada subjek LES, dimana trombosis pada LES memiliki patofisiologi yang kompleks yang melibatkan banyak faktor. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang dan data yang diperoleh adalah data primer Wu, et al, tahun 2008 melakukan studi prospektif dan didapatkan bahwa D-dimer dapat memprediksi kejadian trombosis di masa depan pada pasien LES. Belum ada studi yang menggunakan MPV untuk memprediksi peningkatan D-dimer pada pasien LES. Penelitian ini tidak memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi MPV, seperti hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, dan rokok. MPV diketahui dipengaruhi oleh hal-hal yang menjadi faktor risiko kardiovaskuler. 6.8 Generalisasi Hasil Penelitian Penilaian validitas interna pada penelitian ini cukup baik, mengeksklusi pasienpasien yang mengonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit dan koagulasi. Namun, memang studi ini tidak menilai dan memperhatikan faktorfaktor lain yang mempengaruhi nilai MPV, seperti gula darah, kolesterol, hipertensi dan konsumsi rokok. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 63 Validitas eksterna I dari penelitian ini baik, karena dalam perekrutan, tidak mengkhususkan keterlibatan organ, karena keterlibatan organ pasien LES sangat bervariasi. Perekrutan sampel dilakukan secara konsekutif, yang merupakan teknik sampling bukan acak yang terbaik. Validitas eksterna II dari penelitian ini kurang baik, masih memerlukan subjek yang lebih banyak dengan aktivitas penyakit LES yang berbeda-beda dan dengan faktor-faktor yang memengaruhi nilai MPV seperti diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia dan konsumsi rokok. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer pada pasien LES. 2. Tidak didapatkan korelasi antara Mex-SLEDAI dengan MPV pada pasien LES. 3. Tidak didapatkan perbedaan MPV yang bermakna antara kelompok dengan Ddimer normal dan tinggi, tetapi pada D-dimer > 1000 ng/ml didapatkan MPV yang lebih tinggi. 4. Titik potong MPV 10,3 fL, memberikan sensitivitas 48,15 % dan spesifisitas 75 % dalam memprediksi peningkatan D-dimer pada pasien LES. 7.2 Saran 1. Dilakukan studi dengan menilai faktor-faktor lain yang mempengaruhi MPV. 2. Dilakukan studi lebih besar dengan akitivitas penyakit LES yang bervariasi. 3. Dilakukan studi pada subjek yang sudah mengalami trombosis. 4. Dilakukan studi dengan menggunakan perangkat lain (seperti SLEDAI atau SELENA-SLEDAI) untuk menilai aktivitas penyakit yang juga menilai aktivitas secara serologis. 5. Dilakukan studi prospektif untuk melihat dinamika parameter koagulasi dan aktivasi trombosit pasien sejak terdiagnosis sampai mengalami kejadian trombosis. 6. Dilakukan penelitian dengan menggunakan parameter aktivasi koagulasi yang lebih spesifik (seperti F 1+2 dan TAT) dan juga penanda aktivasi platelet yang lebih spesifik (seperti β-tromboglobulin). 7. Dilakukan penelitian dengan menilai faktor risiko trombosis secara umum dan faktor risiko khusus pada LES. 64 538 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Lim SS, Drenkard C. The Epidemiology of Lupus. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. Franchin G. The Structure and Derivation of Antibodies and Autoantibodies. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier 2013. p. 79. Al-Homood IA. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus: A Review Article. ISRN Rheumatology. 2012;2012. Sarabi ZS, Chang E, Bobba R, Ibanez D, Gladman D, Urowitz M, Fortin PR. Incidence Rates of Arterial and Venous Thrombosis After Diagnosis of Systemic Lupus Erythematosus. Arthritis & Rheumatism. 2005;53(4):4. Zöller B, Xinjun Li, Sundquist J, Sundquist K. Autoimmune diseases and venous thromboembolism: a review of the literature. Am J Cardiovasc Dis. 2012;2(3):13. Johannesdottir SA, Schmidt M, Horváth-Puhó E, Sørensen HT. Autoimmune skin and connective tissue diseases and risk of venous thromboembolism: a population-based case-control study. J Thromb Haemost. 2012;10:7. Kahlenberg JM. Mechanism of Acute Inflammation and Vascular Injury in SLE. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. p. 166. Yu Asanuma, Oeser A, Shintani AK, Turner E, Olsen N, Fazio S, Linton MF, Raggi P, Stein CM. Premature Coronary-Artery Atherosclerosis in Systemic Lupus Erythematosus. N Engl J Med. 2003;349:9. Roman MJ, Shanker BA, Davis A, Lockshin MD, Sammaritano L, Simantov R, Crow MK, Schwartz JE, Paget SA, Devereux RB, Salmon JE. Prevalence and correlates of accelerated atherosclerosis in systemiclupus erythematosus. N Engl J Med. 2003;349(25):8. Burgos PI, Alarcón GS. Thrombosis in systemic lupus erythematosus: risk and protection. Expert Rev Cardiovasc Ther. 2009;7(12):10. Erkan D. Lupus and thrombosis. J Rheumatol. 2006;33(9):3. Kaiser RR, Li Y, Chang M, Catanese J, Begovich AB, Brown EE, Edberg JC, McGwin G Jr, Alarcón GS, Ramsey-Goldman R, Reveille JD, Vilá LM, Petri MA, Kimberley RP, Taylor KE, Criswell LA. Genetic Risk Factors for Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus. J Rheumatol. 2012;39(8):15. Touma Z. Clinical Measures, Metrics and Indices. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. Zöller B, Xinjun Li, Sundquist J, Sundquist K. Risk of pulmonary embolism in patients with autoimmune disorders: a nationwide follow-up study from Sweden. Lancet. 2012;379:6. Choi G, Schultz MJ, Levi M, van der Poll T. The relationship between inflammation and the coagulation system. Swiss Med Wkly. 2006;136:6. Oikonomopoulou K, Ricklin D, Ward PA, Lambris JD. Interactions between coagulation and complement—their role in inflammation. Semin Immunopathol. 2012;34(1):25. 65 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 66 17. Chi CM, Tang SS, To CH, Petri M. Incidence and Risk Factors of Thromboembolism in Systemic Lupus Erythematosus: A Comparison of Three Ethnic Groups. Arthritis and rheumatism. 2005;52(9):9. 18. Bates RL, Payne SJ, Drury SL, Nelson PN, Isenberg DA, Murphy JJ, Frampton G. The prevalence and clinical significance of autoantibodies to plasminogen activator inhibitor 1 in systemic lupus erythematosus. Lupus. 2003;12(8):6. 19. Salazar-Paramo M, Torre IG, Fritzler MJ, Loyau S, Angles-Cano E. Antibodies to fibrin-bound tissue-type plasminogen activator in systemic lupus erythematosus are associated with Raynaud’s phenomenon and thrombosis. . Lupus. 1996;5(4):4. 20. Kumar S, Chapagain A, Nitsch D, Yaqoob MM. Proteinuria and hypoalbuminemia are risk factors for thromboembolic events in patients with idiopathic membranous nephropathy: an observational study. BMC Nephrology. 2012;13(1):107. 21. Ekdahl KN, Bengtson AA, Anderson J, ELgue G, Ronnblom L, Sturfelt G, Nilsson B. Thrombotic disease in systemic lupus erythematosus is associated with a maintained systemic platelet activation. British Journal of Hematology. 2004;125:5. 22. Brzosko I, Fiedrowicz-Fabrycy I. Value of platelet factor 4 and beta thromboglobulin determination in plasma of patients with systemic lupus erythematosus. Med Sci Monit. 1998;4(5):6. 23. Gawaz M. Blood Platelets. Georg Thieme Verlag, Jerman 2001, hal 12-14. 24. White GC. Overview of Basic Coagulation and Fibrinolysis. In: Victor J. Marder WCA, Joel S. Bennett, Sam Schulman, Gilbert C. White, editor. Hemostasis and Thrombosis, Basic Principles and Clinical Practice. 6 ed. Phildelphia: Wolter-Kluwers; 2013. 25. Colkesen Y, Muderrisoglu H. The role of mean platelet volume in predicting thrombotic events. Clin Chem Lab Med. 2012;50(4):4. 26. Gasparyan AY, Ayvazyan L, Mikhailidis P, Kitas GD. Mean Platelet Volume: A Link Between Thrombosis and Inflammation. Current Pharmaceutical Design. 2011;17:12. 27. Sit M, Kargi E, Aktas G, Dikbas O, Alcelik A, Savli H. Mean Platelet Volume should be Useful Indicator in Diagnosis of Hashimoto's Thyroiditis. Acta Medica Mediterranea. 2014;30:4. 28. Kapsoritakis AN, Koukourakis MI, Sfiridaki A, Potamianos SP, Kosmadaki MG, Koutroubakis IE, Kouroumalis EA. Mean Platelet Volume: A Useful Mareker of Inflammatory Bowel Disease Activity. American Journal of Gastroenterology. 2001;96(3):6. 29. Muddathir ARM. Platelet Indices in Sudanese Patients with Rheumatoid Arthritis. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences. 2013;3(23):3. 30. Song Liu, Jianen Ren, Gang Han, Gefei Wang, Guosheng Gu, Qiuyuan Xia, Jieshou Li. Mean platelet volume: a controversial marker of disease activity in Crohn's disease. Eur J Med Res. 2012;17:7. 31. Gunluoglu G, Yazar EE, Veske NS, Seyhan EC, Altin S. Mean platelet volume as an inflammation marker in active pulmonary tuberculosis. Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2014;9:5. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 67 32. Ulasli SS, Ozyurek BA, Yilmaz EB, Ulubay G. Mean platelet volume as an inflammatory marker in acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease. Polskie Archiwum Medycyny Wewnetrznej. 2012;122(6):7. 33. Yavuz S, Ece A. Mean platelet volume as an indicator of disease activity in juvenile SLE. Clin Rheumatol. 2014;33(5):637-41. 34. Pervin S, Ferdoushi S, Hossain M, Al Joarder, Sultana T. Elevated mean platelet volume is a marker of acute coronary syndrome. Bangladesh Med J. 2013;42(2):6. 35. Canan A, Halıcıoğlu SS, Gürel S. Mean platelet volume and D-dimer in patients with suspected deep venous thrombosis. Journal of Thrombosis and Thrombolysis. 2012;34(2):283-7. 36. Haifeng Wu, Birmingham DJ, Rovin B, Hackshaw KV, Haddad N, Haden D, Chack-Yung Yu, Hebert LA. D-Dimer Level and the Risk for Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:9. 37. Inoh M, Tokuda M, Kiuchi H, Kurata N, Takahara J. Evaluating Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity Using Molecular Markers of Hemostasis. Arthritis & Rheumatism. 1996;39(2):5. 38. Yazdany J. Definition and Classification of Lupus and Lupus-Related Disorders. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. Philadelphia: Elsevier; 2013. 39. Solis J. Systemic Lupus Erythematosus. In: Y. Shoenfeld PM, editor. The General Practice Guide to Autoimmune Diseases. Lengerich: Pabst Science; 2012. 40. Abbas AK. Cellular and Molecular Immunology. 6 ed. Philadelphia: Saunders; 2007. 41. Hahn BH. The Pathogenesis of SLE. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus and Related Syndromes. 8 ed. Philadelphia: Elsevier; 2013. 42. Kasjmir YI, Handono K, Wijaya LK, Hamijoyo L, Albar Z, Kalim H, Hermansyah, Kertia N, dkk. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2011. 43. Petri M, Orbai AM, Alarcón GS, Gordon C, Merrill JT, Fortin PR, Bruce IN, Isenberg D, Wallace DJ, et al. Derivation and validation of the Systemic Lupus International Collaborating Clinics classification criteria for systemic lupus erythematosus. Arthritis and rheumatism. 2012;64(8):2677-86. 44. Strand V, Gladman D, Isenberg D, Petri M, Smolen J, Tugwell P. Outcome measures to be used in clinical trials in systemic lupus erythematosus. J Rheumatol. 1999;26(2):8. 45. Cervera R, Khamashta MA, FOnt J, Sebastiani GD, Gil A, Lavilla P, Meji'a JC, Aydintug AO, et al. Morbidity and mortality in systemic lupus erythematosus during a 10-year period: a comparison of early and late manifestations in a cohort of 1,000 patients. Medicine. 2003;82(5):10. 46. Hahn BH. Systemic Lupus Erythematosus and Accelerated Atherosclerosis. N Engl J Med. 2003;349:2. 47. Romero-Diaz J, Garcia-Sosa I, Sanchez-Guererro J. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus and Other Autoimmune Diseases of Recent Onset. Journal of Rheumatology. 2009;36(1):8. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 68 48. Yusuf HR, Hooper WC, Beckman MG, Zhang QC, Tsai J, Ortel TL. Risk of venous thromboembolism among hospitalizations of adults with selected autoimmune diseases. J Thromb Thrombolysis. 2014;38(3):8. 49. Dhillon PK, Adams MJ. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus: Role of Impaired FIbrinolysis. Semin Thromb Hemost. 2013;39(4):7. 50. Kyung SS, Yung SP, Hyun KK. Prevalence of anti–protein S antibodies in patients with systemic lupus erythematosus. Arthritis & Rheumatology. 2000;43(3):4. 51. Petri M, Roubenhoff R, Dallal GE, Nadeau MR, Selhub J, Rosenberg IH. Plasma homocysteine as a risk factor for aterothrombotic events in systemic lupus erythematosus. Lancet. 1996;348:5. 52. Wahl DG, Guillemin F, Maistre E, Perret-Guillaume C, Lecompte T, Thibaut G. Meta-analysis of the risk of venous thrombosis in individuals with antiphospholipid antibodies without underlying autoimmune disease or previous thrombosis. Lupus. 1998;7:8. 53. Ramagopalan SV, Wotton CJ, Handel AE, Yeates D, Goldacre MJ. Risk of venous thromboembolism in people admitted to hospital with selected immune-mediated diseases: record-linkage study. BMC Medicine. 2011;9(1):8. 54. Kaiser R, Cleveland CM, Criswell LA. Risk and protective factors for thrombosis in systemic lupus erythematosus: results from a large, multiethnic cohort. Ann Rheum Dis. 2009;68(2):9. 55. de Leeuw K, Smit AJ, de Groot E, van Roon AM, Kallenberg CG, Bijl M. Longitudinal study on premature atherosclerosis in patients with systemic lupus erythematosus. Atherosclerosis. 2009;206(2):5. 56. Male C, Mitchell L, Julian J, Vegh P, Joshua P, Adams M, David M, Andrew ME. Acquired activated protein C resistance is associated with lupus anticoagulants and thrombotic events in pediatric patients with systemic lupus erythematosus. Blood 2001;97:6. 57. Afeltra A, Vadacca M, Conti L, Galuzzo S, Mitterhofer AP, Ferri GM, Porto FD, Caccavo D, et al. Thrombosis in Systemic Lupus Erythematosus: Congenital and Acquired Risk Factors. Arthritis & Rheumatism. 2005;53(3):8. 58. Adams MJ, Palatinus AA, Harvey AM, Khalafallah AA. Impaired control of the tissue factor pathway of blood coagulation in systemic lupus erythematosus. Lupus. 2011;20(14):10. 59. Collins KS, Balasubramaniam K, Viswanathan G, Natasari A, Tarn J, Lendrem D, Mitchell S, Zaman A, WF Ng. Assessment of blood clot formation and platelet receptor function ex vivo in patients with Primary Sjogren's syndrome. BMJ Open. 2013;3:7. 60. Ruiz-Arguelles GJ, Ruiz-Arguelles A, Lobato-Mendizabal E, Díaz-Gómez F, Pacheco-Pantoja E, Drenkar C, Alarcón SD . Disturbances in the tissueplasminogen activator/ plasmiogen activator inhibitor (TPA/PAI) system in systemic lupus erythematosus. Am J Hematol. 1991;37(1):5. 61. Kemball-Cook G. Normal haemostasis. In: A. Victor Hoffbrand DC, Edward GD Tuddenham, editor. Postgraduate Haematology. 5 ed. Massachusetts: Blackwell; 2005. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 69 62. Walker ID. Inherited Thrombophilia. In: A. Victor Hoffbrand DC, Edward GD Tuddenham, editor. Postgraduate Haematology. 5 ed. Massachusetts: Blackwell; 2005. 63. Hillman RS. Hematology in Clinical Practice: McGrawHill; 2011. 64. Levi M. van der Poll T, Buller HR Bidirectional Relation Between Inflammation and Coagulation. Circulation. 2004;109:8. 65. Wagner DD, Burger PC. Platelets in Inflammation and Thrombosis. Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. 2003;23:7. 66. Verhamme P, Hoylaerts MF. Hemostasis and inflammation: two of a kind? Thrombosis Journal. 2009;7(15):3. 67. Owens, Mackman. Microparticles in hemostasis and thrombosis. Circulation research. 2011;108(10):1284-97. 68. Laffan M. Investigation of Hemostasis. In: Barbara J Bain IB, Michael A Laffan, S. Mitchell Lewis, editor. Dacie and Lewis Practical Hematology. 11 ed: Elsevier; 2011. p. 393. 69. Nielsen CT. Circulating Microparticles in Systemic Lupus Erythematosus. Dan Med J. 2012;59(11). 70. Gezer S. Antiphospholipid syndrome. Dis Mon. 2003;49(12):45. 71. Meroni RL, Chighizola CB, Rovelli F, Gerosa M. Antiphospholipid syndrome in 2014: more clinical manifestations, novel pathogenic players and emerging biomarkers. Arthritis Research & Therapy. 2014;16(2):1-14. 72. Gómez-Puerta JA, Cervera R. Diagnosis and classification of the antiphospholipid syndrome. Journal of Autoimmunity. 2014;48-49:6. 73. Cure MC, Cure E, Yuce S, Yazici T, Karakoyun I, Efe H. Mean Platelet Volume and Vitamin D Level. Ann Lab Med. 2014;34:6. 74. Slavka G, Perkmann T, Haslacher H, Greisenegger S, Marsik C, Wagner OF, Endler G. Mean Platelet Volume May Represent a Predictive Parameter for Overall Vascular Mortality and Ischemic Heart Disease. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2011;31:4. 75. Shimodaira M, Niwa T, Nakajima K, Kobayashi M, Hanyu N, Nakayama T. Correlation between mean platelet volume and fasting plasma glucose levels in prediabetic and normoglycemic indivduals. Cardiovascular Diabetology. 2013;12(14):7. 76. Memetoğlu ME, Kutlu L, Memetoğlu ÖG, Kehlibar T, Imaz MY, Günay R, Katenci B, Güney MR, Demirtas MM, Özel D. The evaluation of mean platelet volume levels in patients with primary and secondary Raynaud's Phenomenon. Russian Open Medical Journal. 2014;3:4. 77. Marković D, Cerević V, Bonacin D, Sekulić BP, Sapunar A, Fabijanić D. Correlation between mean platelet volume and total risk of cardiovascular disease. Signa Vitae. 2013;8(2):7. 78. Uyanik B, Kavalci C, Arslan ED, Yilmaz F, Aslan O, dedeS, Bakir F. Role of Mean Platelet Volume in Diagnosis of Childhood Acute Appendicitis. Emergency Medicine International. 2012;2012:4. 79. Zampieri FG, Ranzani OT, Sabatoski V, de Souza HP, Barbeiro H, da Neto LMC, Park M, da Silva FP. An increase in mean platelet volume after admission is associated with higher mortality in critically ill patients. Annals of Intensive Care 2014;4:8. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 70 80. Wallace DJ. The Clinical Presentation of Systemic Lupus Erythematosus. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus, 7th Edition. 7 ed: Lippincot William & Wilkins; 2007. 81. Al Arfaj AS and N Khalil. Clinical and immunological manifestations in 624 SLE patients in Saudi Arabia. Lupus. 2009;18:9. 82. Wang F, Wang CL, Tan CT, Manivasagar M.. Systemic lupus erythematosus in Malaysia: a study of 539 patients and comparison of prevalence and disease expression in different racial and gender groups. Lupus. 1997;5:6. 83. CC Mok and CS Lau. Lupus in Hong Kong Chinese. Lupus. 2003;12:6. 84. Flower C, Hennis AJM, Hambleton JR, Nicholson GD, Liang MH, Barbados National Lupus Registry Group. Systemic lupus erythematosus in an African Caribbean population: incidence, clinical manifestations, and survival in the Barbados National Lupus Registry. Arthritis care & research. 2012;64(8):1151-8. 85. Osio-Salido E and Manapal-Reyes H. Epidemiology of systemic lupus erythematosus in Asia. Lupus. 2010;19:9. 86. Erdal İn, Deveci F, Kaman D, Özdemir C, Sӧkücü SN, Kuluӧztürk, Dağli MN. The importance of mean platelet volume and red cell distribution width in acute pulmonary embolism. Acta Medica Mediterranea. 2015;31:8. 87. Bilir C, Engin H, Bilir F. Increased Mean Platelet Volume in Deep Vein Thrombosis Patients With Cancer. J Hematol. 2013;2(2):5. 88. Altintoprak F, Arslan Y, Yalkin O, Uzunoglu Y, Ozkan V. Mean platelet volume as a potential prognostic marker in patients with acute mesenteric ischemia–retrospective study. World Journal of Emergency Surgery. 2013;8:5. 89. Şahin A, Şahin M, Yüksel H, Türkcü FM, Çinar Y, Cingü AK, Ari Ş, dan Çaça İ. The Mean Platelet Volume in Patients with Retinal Vein Occlusion. Journal of Ophthalmology. 2013;2013:4. 90. Bouchard BA, Butenas S, Mann KG, and Tracy PB. Interactions Between Platelets and the Coagulation System. In: Michelson AD, editor. Platelet. New York: Elsevier; 2007. 91. Quismerio FP. Hematologic and Lymphoid Abnormalities in Systemic Lupus Erythematosus. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus 7th Ed: Lippincot William & Wilkins; 2007. 92. Gil AA, Arnalich FF, Vázquez RJJ, Enríquez L, Navarro JL, Barbado HFJ. Platelet function in systemic lupus erythematosus. Med Clin (Barc). 1979 72(9):8. 93. Shoenfeld Y, Toubi E. Protective autoantibodies: Role in Homeostasis, Clinical Importance, and Therapeutic Potential. Arthritis & Rheumatism. 2005;52(9):8. 94. Sexton DJ, Clarkson MR, Mazur MJ, PLant WD, Eustace JA. Serum DDimer Concentrations in Nephrotic Syndrome Track with Albuminuria, Not Estimated Glomerular Filtration Rate. Am J Nephrol. 2012;36:7. 95. Morrell CN, Aggrey AA, Chapman LM, Modjesid KL. Emerging roles for platelets as immune and inflammatory cells. Blood. 2014;123(18):10. 96. Gladman DD, Hirani N, Ibaῆez D, Urowitz MB. Clinically active serologically quiescent systemic lupus erythematosus. J Rheumatol. 2003;30(9):3. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 71 97. Habets KLL, Huizinga TWJ, Toss REM. Platelets and autoimmunity. Eur J Clin Invest. 2013;43(7):12. 98. Maksimowicz-McKinnon K, Manzi S. Cardiovascular Manifestation of Lupus. In: Daniel J. Wallace BHH, editor. Dubois' Lupus Erythematosus, 7th Edition. 7 ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. 99. Rand JH, Xiao XW, Quinn AS, Chen PP, Hathcock JJ, Taatjes DJ. Hydroxychloroquine directly reduces the binding of antiphospholipid antibody b2-glycoprotein I complexes to phospholipid bilayer. Blood. 2008;112:10. 100. Achuthan s, Ahluwalia J, Shafiq N, Bhalia A, Pareek A, Chandrukar N, Malhotra S. Hydroxychloroquine's Efficacy as an Antiplatelet Agent Study in Healthy Volunteers: A Proof of Concept Study. J Cardiovasc Pharmacol Ther. 2014:7. 101. Lip GYH, Lip PL, Zarifis J, Watson RDS, Bareford D, Lowe GDO, Beevers DG. Fibrin D-dimer and beta-thromboglobulin as markers of thrombogenesis and platelet activation in atrial fibrillation. Effects of introducing ultra-lowdose warfarin and aspirin. Circulation. 1996;94(3):425-31. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 RINGKASAN Trombosis merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien dengan LES. Mekanisme yang mendasari trombosis pada LES bervariasi, selain faktor risiko tradisional, faktor risiko lainnya antara lain durasi, aktivitas penyakit, antibodi antifosfolipid, kerusakan vaskuler, keterlibatan ginjal, obat-obatan, dan juga adanya antibodi terhadap protein-protein yang berperan dalam koagulasi. Aktivitas penyakit mencerminkan inflamasi secara klinis, inflamasi sendiri memengaruhi trombopoiesis dan reaktivitas trombosit. Trombosit yang teraktivasi akan mengaktifkan koagulasi. Aktivitas penyakit dapat dinilai dengan berbagai instrumen, diantaranya SLEDAI, SLAM, SIS, dan Mex-SLEDAI. Mex-SLEDAI merupakan instrumen yang praktis dan murah karena komponennya tidak terdapat pemeriksaan serologis yang mahal dan belum tersedia secara luas, bahkan di fasilitas kesehatan sekunder. D-dimer merupakan parameter untuk menilai aktivasi koagulasi, sementara MPV dapat mewakili aktivasi trombosit, trombosit yang lebih besar dikatakan lebih reaktif. MPV pada penelitian sebelumnya pernah digunakan untuk menilai aktivitas penyakit dari beberapa penyakit autoimun, dengan hasil yang bertvariasi. Pada LES, MPV pernah dilakukan studinya pada pasien anak namun menunjukkan MPV tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit, namun lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan D-dimer berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Ddimer belum tersedia secara luas di fasilitas kesehatan primer, sementara MPV dapat diukur dengan automated hematologic analyzer yang sudah tersedia di beberapa fasilitas kesehatan primer. Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara Mex-SLEDAI dengan MPV dan MPV dengan D-dimer, menilai perbedaan rerata MPV berdasarkan D-dimer normal atau tinggi, serta mencari titik potong MPV dengan D-dimer. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, pada pasien LES yang berobat di poliklinik hematologi onkologi medik, reumatologi, ginjal hipertensi, alergi imunologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam dan yang dirawat di ruang rawat 65 72 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 73 gedung A. Penelitian ini menyertakan pasien yang tidak mengonsumsi antiplatelet dan atau antikoagulan, sementara pasien dengan tuberkulosis, herpes zoster, wanita hamil, sepsis dan sirosis hati. Seluruh pasien dinilai aktivitas penyakitnya menggunakan instrumen Mex-SLEDAI, sampel darah diperiksakan D-dimer dan MPV. Kemudian dilakukan analisis korelasi dengan uji Spearman. Enam puluh tiga subyek (62 perempuan dan 1 laki-laki), dengan median usia 33 (18 – 55) tahun. Median durasi sejak terdiagnosis adalah 3 (0 – 25) tahun. Keterlibatan mukokutan, muskulokeletal dan ginjal didapatkan pada 82,5%, 79,4%, dan 50,7% subyek berturut-turut. Rentang skor Mex-SLEDAI sebesar 013, dengan 60,3% subyek berada pada kondisi remisi (skor Mex-SLEDAI < 2) dan 27% pada kondisi aktif (skor Mex-SLEDAI > 5). Median nilai MPV adalah 9,9 (8,2 – 12,9) fL dan median nilai D-dimer adalah 365,51 (97,58 – 4938,10) ng/ml. Tidak didapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer (r = 0,049, p = 0,7) dan MPV dengan Mex-SLEDAI (r = 0,018, p = 0,888). Tidak didapatkan perbedaan MPV antara kelompok D-dimer tinggi dan normal yaitu 9,75 (8,6 – 12,9) dan 10,1 (8,2 – 12,8) fL, p = 0.641. Dari kurva ROC didapatkan MPV 10,3 fL memiliki sensitivitas 48,15 % dan spesifisitas 75 % dalam memprediksi peningkatan Ddimer pada pasien LES. Dilakukan analisis deskriptif tambahan terhadap kelompok dengan D-dimer tinggi karena didapatkan rentang D-dimer yang lebar. Subjek dikelompokan menjadi kelompok nilai D-dimer normal, 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml. Didapatkan pada kelompok D-dimer > 1000 ng/ml kejadian nefritis lebih tinggi yaitu 9 dari 13 subjek atau 69,2% dibandingkan dua kelompok lainnya, yaitu 44,4% dan 50%. Sementara median nilai MPV didapatkan lebih tinggi yaitu 9,95 dan 10,4 fL pada kelompok D-dimer 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml. Begitu juga dengan median Mex-SLEDAI yaitu 3,5 dan 4 untuk kelompok D-dimer 500 – 1000 ng/ml dan > 1000 ng/ml Kesimpulan dari penelitian ini adalah, tidak diapatkan korelasi antara MPV dengan D-dimer dan MPV dengan Mex-SLEDAI. Tidak didapatkan perbedaan Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 74 MPV antara kelompok D-dimer normal dan tinggi. Titik potong MPV untuk memprediksi peningkatan D-dimer adalah 10.3 fL. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 SUMMARY Thrombotic event is one of mortality cause in SLE patients. The underlying mechanisms of thrombosis in SLE are varies, beside traditional risk factors, disease duration, disease activity, antiphospholipid antibody, vascular injury, renal involvement, medications, and presence of autoantibody to protein involved in coagulation. Disease activity represent inflammation clinically, inflammation affect thrombopoiesis and platelet reactivity. Activated platelet will activate coagulation system. There are several instruments to assess disease activity, such as SLEDAI, SLAM, SIS, and Mex-SLEDAI. Mex-SLEDAI is more practical and affordable, because it does not include expensive serological parameters which not widely available even in secondary health care facilities. D-dimer represent coagulation activation and MPV used as platelet activation markers where larger platelet tend to be more reactive. Previous study using MPV as disease activity marker in several autoimmune disease showing variable results. In SLE, MPV was studied in pediatric subjects, showing no correlationwith disease activity but higher compare to control group. D-dimer, in previous study showing correlation with disease activity. Unfortunately, D-dimer not widely available in primary healthcare facilities, while MPV was one of platelet indices that available in primary health care facilities using automated hematologic analyzer. This study aimed to determine the correlation between MPV with D-dimer and Mex-SLEDAI as parameter of disease activity, to determine difference of MPV value among normal or high D-dimer levels, and to find the cut-off value of MPV that correlate with D-dimer levels. A cross sectional study of SLE patients in hematology-medical oncology, rheumatology, nephrology, allergy-immunology outpatient clinics and internal medicine ward. This study included SLE patients who did not consume antiplatelet and or anticoagulant. Active tuberculosis, herpes zoster, pregnant woman, sepsis dan sirosis hati. All subjects were assessed for disease activity using Mex- 65 75 Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 76 SLEDAI, blood sample were taken for D-dimer and MPV. Correlation analysis using Spearman’s test were performed. Sixty-three subjects (62 females and 1 male), with with median age 33 (18-55) years old. Median duration of diagnosis is 3 (0–25) years. Mucocutaneous, musculoskeletal and nephritis were found in 82.5%, 79.4% and 50.7% subjects respectively. Mex-SLEDAI score ranging from 0–13, 60.3% subjects are in remission (<2) and 27% in active disease (>5). Median of MPV 9.9 (8.2–12.9) fL and median of D-dimer 365.51 ng/ml (97.58–4938.10). There were no correlation between MPV with D-dimer (r=0.049, p=0.700), and MPV with Mex-SLEDAI (r=0.018, p=0.888). There was no difference of MPV among subjects with normal and high D-dimer levels, MPV level were 9.75 (8.6 – 12.9) and 10.1 (8.2 -12.8) fL, p = 0.641. From ROC curve, MPV 10.3 fL had 48.1% sensitivity and 75% specificity in predicting D-dimer increment. Additional descriptive analysis performed to subjects with high D-dimer levels, subjects grouped into normal D-dimer, 500 – 1000 ng/ml and > 1000 ng/ml. In group with D-dimer > 1000 ng/ml, 9 of 13 subjects or 69.2% had lupus nephritis, compare to two other groups, which are 44.4% and 50%. Median of MPV and Mex-SLEDAI were also higher in group with D-dimer > 1000 ng/ml. Median of MPV were 9.95 and 10.4 fL for D-dimer 500 – 1000 ng/ml and > 1000 ng/ml respectively. Median of Mex-SLEDAI were 3.5 and 4 for D-dimer 500 – 1000 ng/ml and > 1000 ng/ml respectively. The conclusions of this study are, there are no correlation between MPV with Ddimer level and MPV with Mex-SLEDAI score. There is no statistically significant difference of MPV among normal or high D-dimer levels. Cut-off value for MPV to predict increased D-dimer level was 10.3 fL. Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 77 Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 78 Lampiran 2. Formulir Pengumpulan Subjek Penelitian FORMULIR PENGUMPULAN SUBJEK PENELITIAN No. Subjek : _____ No. Rekam Medik RSCM : ______________ Tgl. :__________ Nama : ____________________________ Tanggal lahir : _________________ Alamat : _______________________________ No. Tlp/ HP : _______________ RIWAYAT PENYAKIT dan KELUARGA 1. Didiagnosis SLE sejak ______________ oleh _______________ di ____________ 2. Gejala awal _______________________________________________________ 3. Riwayat pengobatan: TBC/ anti-TNF/ ________ 4. Komorbid: a. DM, sejak ____________, pengobatan ________________, A1c ______ b. Hipertensi, sejak __________, pengobatan _______________________ c. Dislipidemia, sejak _________, pengobatan _______________________ d. Lain-lain: __________ 5. Keterlibatan organ, berikan ceklis (v) Awal Saat ini o Neurologi o Neurologi o Hematologi o Hematologi o AIHA o AIHA o Trombositopeni o Trombositopeni o Leukopeni o Leukopeni o Limfopeni o Limfopeni o Pansitopeni o Pansitopeni o Ginjal o Ginjal o Biopsi: Kelas ________ o Biopsi: Kelas ________ o Tidak biopsi o Tidak biopsi o Mukokutan o Mukokutan o Alopesia o Alopesia o Ruam malar o Ruam malar o Ruam diskoid o Ruam diskoid o Ulserasi o Ulserasi o Fotosensitivitas o Fotosensitivitas o Muskuloskeletal o Muskuloskeletal o Serositis o Serositis o Pleuritis/ efusi pleura o Pleuritis/ efusi pleura o Perikarditis/ efusi perikard/ tamponade o Perikarditis/ efusi perikard/ tamponade o Asites o Asites o Trombosis (sindrom antifosfolipid) o Trombosis (sindrom antifosfolipid) o Stroke o Stroke o Infark miokard o Infark miokard o Penyakit arteri perifer, iskemia tungkai o Penyakit arteri perifer, iskemia tungkai o DVT o DVT o Mata: CRAO/ CRVO/ BRAO/ BRVO o Mata: CRAO/ CRVO/ BRAO/ BRVO o Lain-lain: ________________ o Lain-lain: ________________ Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 79 6. Pemeriksaan laboratorium Awal (jika ada dituliskan) Darah perifer lengkap o Hb : _____ g/dl o Ht : _____ % o Leukosit : ________/ mm3 o Trombosit : _______/ mm3 Kreatinin : _____ mg/dl Protein urin/ ACR o PUK : __________ o A/C ratio : _______/ _____ Urinalisa o Silinder : ______________ o Hematuria : _______ / LPB o Leukosit urin : __________ o Protein urin : __________ ANA o IF : titer ___ pola ________ o Kuantitatif : ____________ Anti-dsDNA: ______________ Anti-Sm: positip/ negatip/ tidak diperiksa Anti fosfolipid o ACA: IgG __GPL IgM __MPL o B2 gp : IgG ____ IgM ___SGU o Lupus anticoagulant: _____ o TPHA: ________________ Komplemen o C3/ C4: _______/_______ 7. 8. 9. 10. Saat ini Darah perifer lengkap o Hb : _____ g/dl o Ht : _____ % o Leukosit : ________/ mm3 o Trombosit : _______/ mm3 Kreatinin : _____ mg/dl Protein urin/ ACR o PUK : __________ o A/C ratio : _______/ _____ Urinalisa o Silinder : ______________ o Hematuria : _______ / LPB o Leukosit urin : __________ o Protein urin : __________ ANA o IF : titer ___ pola ________ o Kuantitatif : ____________ Anti-dsDNA: ______________ Anti-Sm: positip/ negatip/ tidak diperiksa Anti fosfolipid o ACA: IgG __GPL IgM __MPL o B2 gp : IgG ____ IgM ___SGU o Lupus anticoagulant: _____ o TPHA: ________________ Komplemen o C3/ C4: _______/_______ Status pernikahan : _______________ Jumlah anak : hamil __, keguguran __, meninggal __, prematur __, BBLR __ Kontrasepsi: __________ sejak __________ sampai _________ Keluarga dengan SLE: _____________________ DATA PENELITIAN 11. Pemeriksaan fisik a. Tekanan darah : b. Nadi : c. Suhu : d. Respirasi : e. Status generalis : f. Status lokalis : Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 80 12. Skor Mex-SLEDAI (lingkari dan tuliskan angkanya pada kolom keterangan untuk poin dengan tanda*) Nilai Deskripsi Definisi 8 Gangguan Psikosa: Gangguan kemampuan melaksanakan aktivitas fungsional normal neurologis dikarenakan gangguan persepsi realitas. Termasuk halusinasi, inkoheren, (lingkari) kehilangan asosiasi, isi pikiran dangkal, berfikir tidak logis, bizzare, disorganisasi atau bertingkah laku katatonik. Ekslusi: uremia dan pemakaian obat. CVA (cerebrovascular accident): sindrom baru. Eksklusi: arteriosklerosis Kejang: awitan baru. Eksklusi: metabolik, infeksi, atau pemakaian obat Sindrom otak organik: Keadaan berubahnya fungsi mental yang ditandai dengan gangguan orientasi, memori atau fungsi intelektual lainnya dengan awitan yang cepat, gambaran klinis yang berfluktuasi. Seperti: a) kesadaran yang berkabut dengan berkurangnya kapasitas untuk memusatkan pikiran dan ketidakmampuan memberikan perhatian terhadap lingkungan, disertai dengan sedikitnya dua dari: b) gangguan persepsi; berbicara melantur; insomnia atau perasaan mengantuk sepanjang hari; meningkat atau menurunnya aktivitas psikomotor. Eksklusi penyebab metabolik, infeksi atau penggunaan obat. Mononeuritis: defisit sensorik atau motorik yang baru di satu atau lebih syaraf kranial atau perifer. Mielitis: paraplegia dan atau gangguan mengendalikan BAK/ BAB dengan awitan yang baru. Eksklusi: penyebab lain 6 Gangguan Silinder: heme granular atau sel darah merah _____________ ginjal* Hematuria > 5/ LPB. Eksklusi penyebab lainnya (batu/ infeksi) ___________ Proteinuria. Awitan baru, > 0.5 gram/l pada spesimen acak ____________ Peningkatan kreatinin (> 5 mg/dl) ______ 4 Vaskulitis Ulserasi, gangren, nodul pada jari yang lunak, infark periungual, splinter (lingkari) hemorrhages. Data biopsi atau angiogram dari vaskulitis. 3 Hemolisis* Hb < 12 g/dl dan retikulosit terkoreksi > 3% ____________/____________ Trombositop Trombosit < 100.000/ mm3 dan bukan karena obat ________________ eni* 3 Miositis* Nyeri dan lemahnya otot-otot proksimal, yang dihubungkan dengan peningkatan CPK __________ 2 Artritis Pembengkakan atau efusi lebih dari 2 sendi ____(_______,______,_______) 2 Gangguan Ruam malar: Awitan baru atau eritema malar yang menonjol mukokutan Ulkus mukosa oral atau nasofaring dengan awitan baru atau berulang (lingkari) Alopesia abnormal: kehilangan sebagian atau seluruh rambut atau mudah rontoknya rambut 2 Serositis Pleuritis: terdapatnya nyeri pleura atau pleural friction rub atau efusi pleura (lingkari) pada pemeriksaan fisik Perikarditis: terdapatnya nyeri perikardial atau pericardial friction rub. Peritonitis: terdapatnya nyeri abdominal menyeluruh dengan rebound tenderness (eksklusi penyakit intraabdominal) 1 Demam* Demam > 38 C sesudah eksklusi infeksi ________ Fatigue Fatigue yang tidak dapat dijelaskan 1 Leukopenia* Leukosit < 4000/ mm3, bukan akibat obat _________ Limfopenia* Limfosit < 1200/ mm3, bukan akibat obat _________ TOTAL Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016 81 13. Data pemeriksaan laboratorium Darah Perifer Lengkap Hb (g/dl) Eos (%) Ht (%) Basofil Leukosit (/mm3) Neutrofil (Batang/Segmen) Trombosit (/mm3) Limfosit Retikulosit (abs/%) _______/____% Monosit Volumetrik MCV MCHC MCH MPV (fL) Urinalisis protein leukosit eritrosit silinder Lain-lain (mg/dl) CPK Kreatinin D-dimer A/C R ( / ) 14. Merokok a. Ya: Sejak ______, Terakhir merokok: _______, Batang/ hari: _______ b. Tidak DATA PENGOBATAN SAAT INI 15. Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini a. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ b. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ c. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ d. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ e. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ f. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ g. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ h. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ i. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ j. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ k. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ l. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ m. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ n. ___________, dosis: ________, indikasi : _______________, sejak : ______ Universitas Indonesia Korelasi mean ..., Perdana Aditya Rahman, FK UI, 2016