membentuk pendidikan yang berkarakter di madrasah tsanawiyah

advertisement
MEMBENTUK PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER DI
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI DALAM KOTA SUNGAI
PENUH
AHMAD ZUHDI
Mahasiswa Pascasarjana UKM Malaysia
Abstract: Perfect human beings composed of body and soul, in which all aspects
contained in the human beings should be promoted in a balanced manner. Since it
is very difficult to find a potential that has been blessed by God, in the absence of
guidance that is more focused and professional. Promoting the improvement and
enhancement of the quality of education by improving various aspects needed for
the provision of education, starting from the side of the goal, curriculum, teaching
methods, facilities, and evaluation, had enough experience and education
targets.Situation and environmentally demanding everybody to know the secret of
life, because people would not be able to carry out the work perfectly without
knowing it. Therefore, the best hope was to think about how to put in one's heart
or an individual, to give a mandate (surrogate) to the child so that they could
know. Noblest sense as part of the personality, the elderly, children, and people
would not feel calm without knowing the secret. Then what about the other
creatures, if a fellow human being alone was not harmonious? There was even a
father raped his biological child, and there was also a husband and wife. While the
Lord gave humans sense be able to distinguish between what was good what was
not good according to the teachings of religion and constitution of the country.
Key words: teacher, students,
A. PENDAHULUAN
Tidaklah mudah membangun dan membentuk kepribadian seseorang, khusunya anak-anak.
Persoalan yang adalah tujuan dan persepsi anak tentang sekolah sudah tidak melekat dalam
hatinya. Sehingga ada yang merusak benda-benda sekolah, mencoreng, bahkan ada yang
berani membakar dan memukul guru sebagai pendidik. Lalu apakah hal yang seperti itu
dibiarkan saja? sedang dalam persoalan lain putra-putri negeri
ini dihadapkan dengan
ketertinggalan dalam demensi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Pendidikan yang dikembangkan di Madrasah Tsanawiyah, selain dari penyelerasan
sistem pendidikan nasional secara umum, pendidikan di madrasah juga menginginkan danya
penemuan jati diri secara murni dari anak dalam bentuk nilai-nilai spiritual atau juga biasa
dikenal nilai-nilai rohani1.
1
Ahmad Zuhdi, dkk, 2012, Membentuk Karakter Anak Melalui Pendidikan Madrasah, Bandung,
Alfabeta, cet. 1, hlm. 3
1
Profil manusia yang dihasilkan dari pendidikan Islam adalah manusia yang
berkualitas yakni yang beriman dan bertakwa terhadap Allah SWT dan berkemampuan
menguasai dan menciptakan ilmu dan teknologi serta sistem budaya hidup berdasarkan nilainilai Islami untuk menuju kepada kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akherat
kelak2. Persoalan serius yang dihadapi generasi muda umat Islam di abad ini adalah
persaingan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika umat Islam lengah dan tidak memiliki
kemampuan saing, tentu umat ini menjadi lemah dan tertindas. Oleh sebab itu Allah SWT
dalam al-Quran menjelaskan:
“Wahai sekalian jin dan manusia! kalau kamu dapat menembus keluar dari kawasankawasan langit dan bumi (untuk melarikan diri dari kekuasaan dan balasan kami),
maka cubalah kamu menembus keluar. kamu tidak akan menembus keluar melainkan
Dengan satu kekuasaan (yang mengatasi kekuasaan kami; Masakan dapat)!”(QS. ArRahman.55 : 33)
Al-Quran sebagai pedoman bagi umat Islam, memberi penghargaan yang tinggi
terhadap akal. Banyak ayat-ayat al-Quran yang menganjurkan dan mendorong manusia
supaya banyak berfikir dan menggunakan akalnya. Sementara disisi lain, banyak yang
mengunakan akalnya untuk menghancurkan sendi-sendi kehidupan, yakni meporakporandakan ketenangan hidup berbangsa dan bernegara. Hal ini yang terjadi karena ilmu
yang didapatkan tidak dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia sejagat, melainkan
untuk memperlihat kekuatan dan kekuasaan yang penuh kerakusan, tanpa ada
memepertimbangkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Justru karena itu, dalam belajar dan menimba ilmu di Madrasah selain dari ilmu-ilmu
lain, tentu lebih memperioritaskan akhlakul karimah. Yang dapat dijadikan teladan dan yang
ditiru oleh masyarakat dan umat. Pendidikan Madrasah mengutamakan akal budi yang
sempurna, yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu Dengan keadaan tidak
mengetahui sesuatupun; dan Dia mengurniakan kepada kamu pendengaran dan
penglihatan serta hati akal fikiran); supaya kamu bersyukur.”(QS. An-Nahal. 16 : 78)
Dengan semakin berkembangnya kemampuan akal pikiran dan budi daya manusia,
maka sikap hidup manusia yang tunduk, patuh, dan pasrah terhadap kekuatan dan kekuasaan
mutlak Tuhan, yang semula bersifar sederhana itu, menjadi semakin bersifat objektif dan
2
Djumransjah, dkk, 2007, Pendidikan Islam Menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi, Malang, UIN
Malang Press, hlm 1
2
rasional.3 Mahmud Yunus salah seorang tokoh pendidikan menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah menyiapkan anak-anak didik agar pada waktu dewasa kelak mereka
sanggup dan cakap melakukan pekerjaan dunia dan amalan akhirat, sehingga tercipta
kebahagiaan bersama dunia akhirat4. Generasi bangsa kedepan semestinya mewarisi nilainilai agama yang berdasarkan kepada al-Quran dan Hadis Rasulullah s.a.w., melalui
pendidikan di Madrasah tentunya merupakan sebuah harapan besar, karena pada mereka
diharapkan dapat melahirkan insan yang berkarakter yang menjadi harapan bersama.
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN KARAKTER
Syari’at Islam mendapat kemuliaan dan ketinggian, bahwa musuh-musuhnya sendiri telah
menyaksikan tentang pertumbuhannya dan kewujudannya secara terus menerus sampai kini.
Musuh-musuh Islam juga telah mengakui tentang kesuburan Islam serta kekekalannya.
Artinya pengaruh pendidikan yang diciptakan dengan wajah dan model Islam jauh lebih
berkesan sehingga ia dapat memberikan perubahan secara universal.
Hal yang seperti inilah yang pernah disampaikan oleh beberapa ilmuan Barat5:
a.
Gustaf Lebon dalam Lebre, mengatakan: andaikata kaum Arab tidak muncul diatas
panggung sejarah, niscaya pembangunan Eropa modern akan termundur beberapa
abad lagi.
b. Leon Poole di dalam kitabnya Arab de Spain: Eropa yang buta huruf ketika itu,
sedang membanggakan sifat kejahilan dan kebodohan, sedang Undulus (Spain)
menjulang kepemimpinan ilmu pengetahuan serta mengibar-ngibarkan bendera
kebudayaan di dunia.
c. Ilyas Abu Syabaqah di dalam kitabnya; Pertalian Pemikiran dan Roh antara kaum
Arab dan kaum Ifrani (Eropean); sesungguhnya kemusnahan tamadun Arab adalah
membawa kesialan ke atas Spain dan Eropa. Undulus (Spain) tidak pernah merasakan
kebahagiaan, melainka.n ketika dia di bawah naungan pemerintahan Arab. Tatka
kaum Arab meninggalkannya bertukarlah tempatnya dari kemewahan, kecantikan dan
kesuburan, menjadi kehancuran dan kemusnahan yang total.
d. Bernard Shaw, sesungguhnya agama Muhammad itu harus diberikan sebaik-baik
perhatian disebabkan kesuburannya yang luar biasa dan sesungguhnya dia merupakan
3
Muhaimin, dkk. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media. cet. 1. 2005 ,hlm. 20
Mahmud Yunus. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidaya karya Agung. cet. 3. hlm.
4
11. 1990
5
Abdullah Nasih Ulwan.Tarbiyatul Awlad fil-Islam, terj. Singapura: Pustaka Nasional. cet. 15. hlm 5.
2008,
3
satu-satunya agama yang mempunyai kebolehan pengaruh bagi segala lapisan hidup
yang berbeda-beda..
Untuk memudahkan pemahaman tentang karakter perlu diketahui bahwasanya,
karakter kerap juga diartikan dengan watak, sikap, jiwa, semangat, kebiasaan, tingkah laku
dan lain-lain. Oleh Ahmad Fauzi6, memberikan beberapa pandangan dan pengertian dengan
mengutif salah satu pendapat ilmuan lain, seperti Gardon W Allport. Karakter atau watak
adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu yang menentukan
penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungannya. Watak atau karakter adalah sifat-sifat
yang berhubungan dengan nilai-nilai, misalnya jujur, pembohong, rajin, pemalas, pembersih,
penjorok, dan lain-lain. Sifat-sifat ini bukan merupakan bawaan dari lahir tetapi didapat
setelah lahir sebagai pengaruh dari lingkungan sejak kecil dan hal ini terus berkembang
sehingga menjadi tabi’at atau watak anak tersebut.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilainilai karakterpada anak didik. Dengan mengutip empat ciri dasar pendidikan karakter yang
dirumuskan oleh FW Foerster. Pertama, pendidikan karakter menekankan setiap tindakan
berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan
berpedoman pada norma tersebut. Kedua, adanya koherensi atau membangun rasa percaya
diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan
tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
Ketiga, adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar. Keempat, keteguhan dan
kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang
baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Madrasah sebagai suatu lembaga pendidikan juga merupakan tempat untuk menempa,
membentuk karakter dan akhlak peserta didik. Pendidikan bertujuan membangun karakter
anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan dalam kehidupan dan sabar serta cerdas
dalam memecah masalah yang dihadapi7.
Pendidikan merupakan transfer of knowledge
(pemindahan pengetahuan), transfer of value (pemindahan nilai), transfer of culture
(pemindahan budaya), dan transfer of religious (pemindahan aspek agama) yang semuanya
diarahkan pada upaya untuk memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai
6
Ahmad Fauzi. Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia. hlm. 119. 1999,
Beni Ahmad Saebani dan Hendra Ahkdiyat. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 146 .
7
2009
4
upaya untuk mengubah prilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang
disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, dan sosial.
C. PEMBAHASAN
Akhlatul karimah merupakan manivestasi keimanan dan keislaman paripurna seorang
Muslim. Akhlatul karimah dalam pengertian luasnya ialah perilaku, perangai, ataupun adab
yang didasarkan pada nilai-nilai wahyu sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Akhlakul karimah terbukti efektif dalam menuntaskan suatu permasalahan
serumit apa pun. Sebagai orang tua seringkali mengikut sertakan anak dalam berbagai macam
les tambahan di luar sekolah seperti les matematika, les bahasa inggris, les fisika, dan lainlain. Hal ini dilakukan untuk mendukung anak agar tidak tertinggal dari yang lain atau
menjadi yang unggul di sekolah. Bahkan, terkadang ide awal mengikuti les tersebut tidak
datang dari si anak, namun datang dari orang tua. Patut diakui bahwa, saat ini banyak orang
tua yang beranggapan belajar di sekolah/madrasah tidak cukup sehingga lahirlah dalam benak
dan pikiran seorang ayah atau ibu supaya anaknya tersebut mengikuti bermacam-macam les.
‫واي َوللَّ ِبنيصلىي اي ليني سلمي(يَو ْن َوْي ُهي‬
‫ي َو َواي َو ُهس ُه‬:‫َو َو ْن يَوِبضي ُه َو ْنْي َو َوي رضي اي عني َو اَوي‬
‫ِب‬
‫ِب ِب‬
‫ص َّ َو نُهي َولْن َو ِب ُهيم‬
‫ْنخلُه ِبقي)ي ْن‬
‫ْنجعَّةَويتَوْي ْنقوىي َوللَّ ِبني َو ُهح ْنس ُه ي َول ُه‬
‫َوخ َو َو نُهي َوللْي ْن م ُّي ي َو َو‬
‫يم ي ُه ْندخ ُهلي َول َو‬
‫َو‬
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Amal yang paling banyak
menentukan masuk surga ialah takwa kepada Allah dan perangai
yang baik." Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Hakim.
Sekarang ini sudah waktunya bagi masyarakat dan orang tua, khusus ummat Islam
untuk lebih terbuka lagi dalam mencari ilmu agama tanpa fanatik kepada golongan atau guru
tertentu karena ummat sudah semakin dewasa dan sarana informasi telah berkembang pesat
sehingga tidak ada alasan lagi bagi ummat Islam untuk mengatakan “tidak tahu”, akan tetapi
yang lebih tepat adalah “tidak mau tahu”.
Akal dan nurani seorang setiap manusia dapat dilihat melalui kelakuan yang biasa ia
tampakkan dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang
digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang. Akhlak akan dimiliki oleh
siapa saja yang secara sungguh-sungguh memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran
Islam. Siapa saja yang berhasil menjadikan akhlatul karimah sebagai karakter dalam dirinya
tentu ia akan menjadi orang yang paling beruntung, baik di dunia maupun di akhirat.
Generasi yang berakhlak tidak memerlukan pencitraan apalagi memaksakan kehendak.
5
Baginya, kepentingan bersama jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi dan
golongannya.
D. PENTINGNYA ANAK MEMILIKI KARAKTER
Pendidikan karakter akan menjadi basis atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas
bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu, dan mengormati. Pendidikan karakter akan melahirkan
pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter
yang mampu mewujudkan kesuksesan. Ahmad Amin menjelaskan pula bahwa, pendidikan
karakter yang juga identik dengan prilaku dan akhklak yang dimaknai dengan sikap dan
tingkah laku yang dibangun melalui kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam waktu lama,
sehingga melekat dalam diri pemiliknya dan membetuk kepribadiannya8.
Karakter seorang anak diawali dengan pembinaan dasar, yakni melalui proses-proses
pembelajaran, karena dalam pembelajaran yang diberikan tersebut dapat menciptakan
prubahan prilaku. Kemudian perubahan tingkah laku merupakan salah satu tujuan belajar,
akan tetapi tetap ada hal-hal yang mengganggu dan memepengaruhi kesulitan belajar itu
sendiri. Anak-anak dalam usia sekolah sedang mengalami masa pubertas. Namun bagi anakanak yang yang memiliki pemahaman dan keyakinan agama tentu dapat mengontrol akal dan
emosionalnya. Hal ini jelas hasil dari usaha pendidik memberikan bimbingan moral dan
spiritual kepada anak didiknya. .Allah SWT berfirman:
‫ت َءانَآ َء ٱ َّم ۡن ِ َسا ِج ٗدا َوقَآئِ ٗما يَ ۡنح َر ُز ٱ ۡن ٓ ِ َس َ َويَ ۡنسج ْا‬
ٌ ِ‫َ َّم ۡن هُ َى َٰقَن‬
‫ُىا‬
‫أ‬
ۗ ‫َز ۡن َم َ َز ِّب ِۦۗ قُ ۡن هَ ۡن يَ ۡنست َِىي ٱ َّم ِري َ يَ ۡن َ ُمىوَ َوٱ َّم ِري َ ََل يَ ۡن َ ُم‬
َ‫ىو‬
‫إِنَّم َما يَتَ َر َّمك ُس أُوْا ُ ْا‬
٩ ِ َ َٰ ‫ىا ٱ ۡن َ ۡن‬
Maksudnya "(Engkaukah Yang lebih baik) atau orang Yang taat
mengerjakan Ibadat pada waktu malam Dengan sujud dan berdiri sambil
takutkan (azab) hari akhirat serta mengharapkan rahmat Tuhannya?
"Katakanlah lagi (kepadanya): "Adakah sama orang-orang Yang
mengetahui Dengan orang-orang Yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya
orang-orang Yang dapat mengambil pelajaran dan peringatan hanyalah
orang-orang Yang berakal sempurna”. Surah Az-Zumar 39 :
Ayat ini menunjukkan perbedaan yang nyata antara anak-anak yang menggunakan
akal dengan yang tidak menggunakan akal. Akal merupakan potensi yang dimiliki setiap
8
Ahmad Amin, 1967, Falsafah al-Akhlaq, Kairo, Darul Kutub al-Misriyah, hlm. 8
6
manusia untuk belajar dan memahami sesuatu hal yang bisa diterima hati dan jiwa. Untuk
itu, karakter seorang anak dapat terwujud dengan dua faktor pendukung yakni intern dan
ekstern. Secara intern, karakter anak dapat terwujud jika anak diberikan; kematangan,
kecerdasan (IQ), motivasi, dan minat. Faktor ekstern, karakter anak dapat terwujud bila
adanya dukungan penuh dari lingkungan keluarga, masyarakat, guru, alat pelajaran, dan
kesempatan belajar. Kita bisa menerapkannya pola pendidikan pada anak didik. Misalanya,
memberikan pemahaman dan mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan
kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta
memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport
anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anak didik arti
keajekan, bertanggungjawab, dan berkomitmen atas pilihannya.
Oleh karena itu, karakter anak pada hakikatnya dapat dibentuk sedemikian indah dan
baik serta banyak cara yang bias dilakukan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Ghazali9 :
1. Hendaknya anaka dibiasakan dalam prilaku akhlak yang terpuji dan perkataan
yang baik, serta dijauhkan dari perbuatan yang buruk dan rendah.
2. Bila Nampak jelas perbuatan anak itu merupakan perbuatan yang berakhlak mulia
dan berbuat terpuji, hendaknya ia dipuji dan bila perlu ia dibagi hadiah (reward)
yang menyenangkannya dan disanjung hadapan orang banyak.
3. Hendaknya jangan mengobral celaan terhadap anak bila dia berbuat suatu
perbuatan yang tidak baik, karena hal itu akan menyebabkan ia meremehkan bila
mendengar celaan dan menganggap remeh perbuatan buruk yang ia lakukan,
jangan sekali-kali menghardiknya.
4. Jika anak telah mencapai usia baligh, hendaknya diajarkan kepadanya hokum
syara’, hokum keagamaan dan rahasia syari’ah.
Menurut Hasbullah, Sifat dan tabi’at anak sebagian besar diambil dari kedua orang
tuanya dan dari anggota keluarga yang lain10. Berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
9
Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh at-Tuwanisi, 1994, Perbandingan Pendidikan Islam,(terj), Jakarta, Rineka
Cipta, hal 137
10
Hasbullah, 1999, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (edisi satu), Jakarta, Grafindo Persada, Cet. 1, hal 89
7
Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak
didik.
Pembentukan karakter dengan melalui berbagai macam upaya, maka guru harus
mengembangkan pola prilaku yang demokratis, yaitu:
1. Menghormati kepribadian orang per orang
2. Memperhatikan kebebasan hak orang lain
3. Bekerja sama dengan orang lain
4. Menggunakan kecakapan-kecakapan yang dimiliki untuk memajukan
kesejahteraan umum dan kemajuan social.
5. Lebih menghargai penggunaan kecerdasan secara efektif dalam memecahkan
masalah daripada penggunaan kekerasan dan emosi
6. Menyelidiki, menemukan dan menerima kekurangan-kekurangan diri sendiri dan
berusaha memperbaikinya.
7. Memikul tanggung jawab tercapainya cita-cita dan tujuan-tujuan bersama serta
lebih mendahulukan kewajiban daripada hak
8. Bersikap toleran.
9. Menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi yang selalu berubah dan berkembang
kearah perbaikan serta kemajuan11
Menurut Abu Ahmadi, dalam bukunya Pengantar Moetodik Didaktik menjelaskan
bahwa, tidak ada suatu usaha atau tindakan yang dapat menolong guru untuk mengatasi
segala kesulitan dalam hal mendidik atau mengajar, maka ia perlu memperhatikan beberapa
hal:
a. Guru itu harus sabar
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Jangan mengejek murid
Besarnya hati anak-anak
Janganlah lekas marah
Jangan memberikan hukuman badan
Hiduplah serta anak-anak
Jangan banyak mengadakan larangan
Bersikaplah dengan hati terbuka
Bersikaplah jujur dan adil
Kerjakan kewajiban mengajar dan mendidik dengan penuh kerelaan hati. Jangan
mencari pujian
k. Jadilah teladan bagi murid-murid
l. Bersikaplah gembira selalu.
Dari uraian diatas, jelas sekali bahwa karakter anak dapat dibentuk dengan cara yang
sangat sederhana, tetapi sangat penting dipahami dan dijiwai oleh pendidik atau guru. Supaya
anak-anak didik dapat dengan mudah menerima perubahan, dan dapat membentuk karakter
yang benar.
11
M. Ngalim Purwanto, 1989, Administrasi Pendidikan, Jakarta, Mutiara Sumber Widya, hal 106
8
E. KETELADAN GURU MEMBENTUK KARAKTER DI MADRASAH/SEKOLAH
Guru memegang peranan yang sangat penting, disamping unsur lain seperti konteks, siswa,
kurikulum, metode, dan sarana. Guru merupakan unsur sentral dalam pembelajaran yang
mampu mengubah unsur lain menjadi bervariasi12. Sementara dalam UU No. 12 Tahun 2003
tentang sisdiknas kemampuan guru merupakan salah satu dari beberapa konponen yang harus
segera disempurnakan dan di perbaiki dalam usaha peningkatan mutu pendidikan13. Guru
merupakan paktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada
umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh
identifikasi diri14. Disisi ini guru benar-benar dituntut untuk mengajar anak didiknya, karena
mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada anak, menyampaikan pengetahuan, dan
kebudayaan kepada anak dan suatu aktifitas mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar15. Kemudian murid
yang belum memiliki pengetahuan dan kecakapan yang diperlukan diharapkan atas usahanya
sendiri untuk memilikinya, inilah yang disebut belajar. Murid belajar dengan seluruh tenaga
dan jiwanya tidak hanya dengan fikirannya saja16. Guru adalah manusia yang menjunjung
tinggi nilai-nilai akademisnya yang mencintai ilmu demi untuk anak-anak didik serta
mentranferkan yang terbaik. Sebagaimana dalam firman-Nya:
‫ۡن‬
‫َٰيَٓأَيُّهَاٱ َّم ِري َ َءا َ نُ ٓى ْاا إِ َذا قِ َ َ ُكمۡن تَفَ َّمسح ْا‬
ِ ِ َ َٰ ‫ُىا فِي ٱ َم‬
‫ٱ َ ۡنف َسح ْا ۡن‬
‫وا ٱ َن ُن ُ ْا‬
‫ح ٱ َّم ُ َ ُكمۡن ۖۡ َوإِ َذا قِ َ ٱن ُن ُ ْا‬
ِ َ‫وا يَ ۡنسف‬
ِ ‫ُىا يَف َس‬
ٖۚ‫ىا ٱ ۡن ِ ۡن َم َد َز َٰ َجت‬
‫ىا ِ ن ُكمۡن َوٱ َّم ِري َ أُوتُ ْا‬
‫ٱ َّم ُ ٱ َّم ِري َ َءا َ نُ ْا‬
١١ ‫س‬ٞ ِ َ َ‫َوٱ َّم ُ ِ َما تَ ۡن َم ُىو‬
Surah al-Mujadilah 58 : 11
Maksudnya “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan
kepadamu:
"Berlapang-lapanglah
dalam
majlis",
maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
12
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penilitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. hlm 31
2002
13
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, UU SISDIKNAS No. 2 Tahun. 2003
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm 1. 2002
15
Abu Ahmadi. Pengantar Metodik Didaktik Untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Armico. hlm 16
1989,
16
Abu Ahmadi, Ibid, hlm 18
14
9
Seorang guru bertanggung jawab dan memiliki tugas untuk mendorong, membimbing,
dan memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai suatu tujuan. Guru juga
mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam proses
perkembangan anak, penyampaian materi pelajaran hanyalah salah satu dari kegiatan dalam
suatu belajar. Guru juga bertanggung jawab memindahkan ilmu pengetahuannya,
memindahkan nilai-nilai budaya, memindahkan nilai-nilai keagamaan dan memberikan
apresiasi pada anak-anak didiknya dengan tidak menyembunyikan apapun dalam bentuk
pembelajaran, sehingga guru benar-benar orang menjalankan amanahnya dengan baik.
Guru di madrasah juga memiliki tugas pokok, yakni Tugas Intruksional dan Moral.
Tugas instruksional yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman agama
kepada anak didiknya untuk dapat diterjemahkan ke dalam tingkah laku dalam
kehidupannya17. Sedangkan tugas moral, yaitu mengembangkan dan membersihkan jiwa
peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari keburukan dan
menjaganya agar tetap pada fitrahnya yaitu religiusitas18. Kemudian, Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah, memperjelaskan lagi mengenai tugas dan tanggung jawab
guru, secara kgusus guru pendidikan agama Islam; a). Guru pendidikan agama Islam sebagai
pengajar, b). Guru pendidikan agama Islam sebagai pendidik, c). Guru pendidikan agama
Islam sebagai da’i, d). Guru pendidikan agama Islam sebagai konsultan, e). Guru pendidikan
agama Islam sebagai pemimpin pramuka. Salah seorang ulama terkemuka Ibnu Sina juga
menjelaskan bahwa yang menjadi fokus perhatian dari seluruh pemikiran filsafat pendidikan
yaitu mendidik anak dengan menumbuhkan kemampuan beragama yang benar, oleh karena
itu pendidikan agama merupakan landasan bagi pencapaian tujuan pendidikan akhlak. Dia
juga mengakui adanya pengaruh mengikuti dan meniru, atau mencontoh, mentauladani segala
dilihat, dirasakan serta yang didengarnya19.
F. LINGKUNGAN MADRASAH/SEKOLAH YANG BERKARAKTER
Kegiatan Pendidikan dalam Islam di madrasah harus di pahami sebagai upaya mengubah
manusia melalui sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi Islam.
Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada
tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu oleh
17
Nana Sudjana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. hlm. 99. 1998,
Abdurrahamn An-Nahlawi. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro, hlm.
18
98
19
Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh. At-Tuwanisi. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta,
hlm: 121. 1989,
10
ideologi/akidah Islam. Secara pasti, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan SDM yang
berkepribadian Islami, dalam arti, cara berpikirnya harus didasarkan pada nilai-nilai Islam
serta berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Dalam kaitan ini, Fazlur Rahman
menggambarkan bahwa membentuk etika dengan dasar al-Quran memberi fondasi etika yang
khas, yaitu dengan konsep Iman, Islam, dan Taqwa. Dimana iman memiliki arti pokok, aman,
bebas dari bahaya, damai. Islam memiliki makna sama, aman dan integral, terlindung dari
disintegrasi, terlindung dari kehancuran. Sedangkan taqwa terkait dengan al-Quran,
disamping kedua istilah diatas, juga berarti melindungi dari bahaya, menjaga dari
kemusnahan, kesia-siaan atau disintegrasi20.
Oleh sebab itu, Pendidikan Islam di madrasah bukan semata-mata melakukan transfer
of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat
mengubah sikap atau tidak. Dalam kerangka ini, diperlukan monitoring yang intensif oleh
seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah (negara), terhadap perilaku peserta didik,
sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam berkenaan dengan kehidupan
dan nilai-nilainya.
Orang tua merupakan orang yang bertanggung jawab sebagai pemimpin di dalam
rumah tangganya, dialah yang menjalankan roda kehidupan rumah tangga, mulai dari menata
kehidupan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, agama, dan lain-lain. Hakikat dan martabat
serta nilai pandang terhadap satu keluarga tersebut senantiasa meletakkan nilai-nilai agama
sebagai salah satu landasan atau azas serta pondasi didalam bersikap, bertindak, berprilaku,
dan berpenampilan. Qardawi menjelaskan keluarga Islami terbentuk dalam keterpaduan
antara ketentraman dan kasih sayang. Ia terdiri atas isteri yang patuh dan setia, suami yang
jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah lembut dan
berperasaan halus, putra-putri yang bakti dan taat, kerabat yang saling membina silaturrahim,
dan saling tolong menolong21.
Mufidah mengemukakan bahwa Keluarga adalah unit terkencil dalam masyarakat,
terbentuk dari adanya hubungan darah, perkawinan yang berdasarkan agama dan hukum yang
sah, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah22. Berangkat dari sisi
inilah, seseorang anak akan mengenal dan mengembangkan potensi yang tumbuh dalam
dirinya. Potensi tersebut pada dasarnya adalah potensi yang sangat baik yang dimiliki anak.
20
Taufik Adnan Amal.. Islam dan Tantangan Modernitas, Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman,
Bandung: Mizan, cet. 1, hlm. 207-208. 1989
21
Yusuf Qardawi. Syariat Islam di Tantang Zaman. Surabaya: Pustaka Progresif. hlm. 44. 1990
22
Mufidah Ch. Psikologi Keluarga Islam berwawasan Gender. Malang:,UIN Malang-Press, hlm. 63
2008,
11
Lalu kemudian anak akan mencari dimana lebih tepat potensi itu dimulai, diasah, dan diasuh.
Anak merupakan sosok yang masih suci, putih bersih dalam keluarganya. Untuk
menempatkan bakat anak dan kemampuan yang dimilikinya.
Orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak mereka, karena orang tua yang
memperkenalkan dan mengawali suatu pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat
dalam kehidupan keluarga. Pendidikan dalam rumah tangga dimaksudkan adalah adanya
kesadaran dan pengertian yang lahir dari kodrat dan suasana serta strukturnya yang
memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu
terwujud berkat adanya pergaulan, hubungan, pengaruh mempengaruhi secara timbal balik
antara orang tua dan anak dengan konsep-konsep yang jelas dan benar. Hal yang seperti ini
sebenarnya telah diawali oleh tokoh-tokoh Islam sebelumnya. Mereka memberikan semangat
dan dukungan serta motivasi yang tinggi kepada guru sebagai pendidik bagi anak-anak.
Bagaimana memilih pendidik yang memiliki akhlak mulia, ilmu pengetahuan yang berguna,
dan cara hidup yang baik. Abdullah Nasih Ulwan, dalam Tarbiyatul awlad fil Islam,
memaparkan beberapa kisah orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan ilmu dan
akhlak yang baik, diantaranya adalah 23:

Al-Jahizh telah meriwayatkan, bahawasanya Uqbah bin Abu Sofyan, apabila
menyerahkan anaknya keorang pendidik, katanya: mula-mula sekali sebelum engkau
memperbaiki anakku, hendaklah kamu memperbaiki dirimu sendiri, karena matanya
menumpu kepada matamu. Yang baik padanya ialah apa yang engkau pandang baik,
dan yang buruk pula ialah apa yang engkau pandang buruk.

Ibnu Haldun telah meriwayatkan di dalam Muqaddimahnya, bahawasanya Harun ArRasyid, apabila menyerahkan anaknya yang bernama Al-Amin kepada pendidiknya,
beliau berkata: Wahai Ahmar! Sesungguhnya Amirul Mukminin telah menyerahkan
buah hatinya, maka letakkanlah tanganmu keatasnya dengan lemah lembut, dan
keta’atanmu kepadanya wajib, letakkanlah dirimu kepadanya, seperti engkau
meletakkan dirimu kepada Amirul Mukminin. Ajarkanlah dia membaca Al-Quran dan
kenalkanlah dia dengan sejarah dan pupukkanlah dia dengan syair-syair, penuhkanlah
dadanya dengan hadits-hadits Nabi, tunjukilah dia cara-cara bertutur dan
permulaannya,
dan jarangkanlah dia dari ketawa melainkan pada waktunya dan
jangan sampai berlalu satu saatpun melainkan engkau asakkanlah dia dengan perkara23
Abdullah Nasih Ulwan. Tarbiyatul awlad fil Islam, terj.Pendidikan Anak-Anka Dalam Islam. jilid I,
Syed Ahmad Semait. Singapore: Pustaka Nasional PTE LTD, cet. 14. hlm 173-175. 2005,
12
perkara yang berfaedah tanpa menyusahkannya, kelak akan mati pula otaknya, dan
janganlah terlalu beringan-ringan untuk memberinya masa lapang, kelak dia akan
merasa sedap dan sentiasa ingin berlapang-lapang masa dan luruskanlah dia sekedar
yang termampu dengan mendekatkan diri kepadanya dan dengan berlemah-lembut,
tetapi jjika dia menolak sikap ini, maka hendaklah engkau mengambil sikap keras dan
kasar.

Abdul Malik bin Marwan pernah menasehatkan pendidik anaknya, katanya ajarkanlah
mereka kebenaran, sebagaimana engkau mengajarkan mereka membaca al-Quran,
sentiasa biasakan mereka dengan akhlak yang baik, bicarakan kepada mereka syairsyair supaya mereka berani dan bersemangat, biasakanlah mereka duduk bersama
orang-orang yang mulia dan ahli ilmu pengetahuan dan jauhkanlah mereka dari
bercampur dari orang-orang yang rendah budinya.

Berkata Hisyam bin Abdul Malik kepada pendidik anaknya yang bernama Sulaiman
Al-Kalbi; Sesungguhnya anakku ini adalah cahaya mataku dan kini aku telah
serahkannya kepadamu untuk engkau mengajarinya. Hendaklah engkau bertakwa
kepada Allah dan tunaikanlah amanat dengan sempurna.
Apa yang telah diukir diatas, tentang bagaimana pesan dan harapan orang tua
terhadap anak yang disalurkan melalui lembaga pendidikan (madrasah), maka Islam
memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, melainkan lebih
dari itu, yakni sebagai lembaga hidup manusia yang memberi peluang kepada para
anggotanya untuk hidup bahagia dunia dan akherat.
G. SIMPULAN
Untuk membentuk manusia yang memiliki kepribadian sesuai dengan tujuan pendidikan yang
paling utama ditanamkan pada diri anak adalah keimanan, ketakwaan serta akhlak mulia
melalui proses pendidikan baik di madrasah/sekolah maupun di luar madrasah/sekolah.
Pendidikan agama khususnya di sekolah menjadi bagian dari program pemerintah yang harus
dilaksanakan oleh seluruh jenjang pendidikan dari Madrasah Ibtidaiyah (MI)/Sekolah Dasar
(SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama melalui
aspek kognitif kedalam aspek afektif, guru merupakan komponen yang sangat penting dalam
mewujudkannya, jadi peran guru tidak hanya mengajarkan atau mentransfer pengetahuan.
Guru adalah pendidik yang dapat membelajarkan siswa sehingga yang bersangkutan mampu
menginternalisasikan atau memperibadikan isi pesan pengetahuan secara optimal.
13
Upaya menginternalisasikan nilai agama tidak hanya merupakan tugas guru mata
pelajaran PAI, melainkan semua guru memiliki tugas yang sama termasuk seluruh warga
sekolah termasuk kepala sekolah, salah satu cara menginternalisasikan nilai-nilai agama yaitu
dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai tersebut kedalam seluruh materi pelajaran, dan
menciptakan situasi kondusif di lingkungan sekolah serta mengintegrasikan nilai tersebut
kedalam kegiatan pendidikan yang terprogram seperti melalui penerapan tata tertib madrasah/
sekolah yang bernuansa keagamaan. Hal lain yang bisa dilakukan yaitu dengan cara
membiasakan perilaku-perilaku terpuji seperti membaca basmalah sebelum melakukan
pekerjaan, membaca do’a sebelum dan sesudah selesai belajar, mengucapkan salam kepada
guru dan sesama teman, dan menggunakan busana sopan yang tidak mengundang kejahatan
Lingkungan keluarga dan masyarakat sangatlah berpengaruh terhadap kepribadian
anak mengingat arus globalisasi masuk dalam semua tatanan kehidupan dari mulai ekonomi,
sosial, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan, termasuk pendidikan. Globalisasi
merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari. Hal ini adalah sebuah tantangan
bagi dunia pendidikan, karena dampak globalisasi dapat merubah kepribadian, sikap, dan
perilaku generasi muda. Menghadapi tantangan dunia modern dan globalisasi merupakan
tantangan bagi dunia pendidikan khususnya sekolah, dimana sekolah merupakan lembaga
formal yang diharapkan dapat mewujudkan cita-cita bangsa salah satunya membentuk akhlak
mulia siswa.
BIBLIOGRAFI
Abdurrahamn An-Nahlawi. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung,
Diponegoro.1989
Abdullah Nasih Ulwan. Tarbiyatul Awlad fil-Islam, terj. Singapura: Pustaka Nasional, cet.
15. 2008
Abdullah Nasih Ulwan. Tarbiyatul awlad fil Islam, terj. Pendidikan Anak-Ank Dalam Islam,
jilid I, Syed Ahmad Semait. Singapore: Pustaka Nasional PTE LTD, cet. 14. 2005
Abu Ahmadi. Pengantar Metodik Didaktik Untuk Guru dan Calon Guru. Bandung:, Armico.
1989
Ahmad Amin. Falsaha al-Akhlaq. Kairo: Darul kutub, al-Misriyyah.1967
Ahmad Fauzi. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. 1999
Ahmad Zuhdi dan Dede Rohaniawati. Membangun Karakter dengan Akhlak Mulia. Bandung:
Alfabeta, cet. 1. 2011
14
Ahmad Zuhdi, Andi Suyub, Dede Rohaniawati. Memebentuk KarakterAnak Melalui
Pendidikan Madrasah. Bandung: Alfabeta, cet. 1. 2012
Ali Al-Jumbulati Abdul Futuh At-Tuwanisi. Perbandingan Pendidikan Islam. Jakarta:
Rineka Cipta. 1994,
Athiyah al-Abrasy. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1998
Beni Ahmad Saebani dan Hendra Ahkdiyat. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
2009,
Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002
Djumransjah, dkk. Pendidikan Islam Menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi. Malang: UIN
Malang Press. 2007
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (edisi satu). Jakarta: Grafindo Persada, Cet. 11999
H. Hanna Djumhana, dkk. Islam Untuk Disiplin Ilmu Psikologi. Jakarta: Direktorat Jendral
Kelembagaan Agama Islam. 2003
Hery Noer Ali dan Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani. 2003
Husni Adham Jarror. Adda’wah Ilal Islam, Mafaahim wa Minhaaj wa Waajibat,terj. Abu
Pahmi. Jakarta: Gema Insani, cet. 3. 1991
Kamus Dewan, (Edisi Ketiga). Selangor D.E, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, cet. 5.
1994
Mahmud Yunus. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidayakarya Agung,
cet. 3. 1990
Martinis Yamin. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada, cet. 1. 2007
M. Ngalim Purwanto. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 1989
M. Quraish Shihab. Wawasan al-Quran; Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan. 2007
Muhaimin, dkk. Kawasan dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media, cet. 1. 2005,
Muktar, dkk. Sekolah Berprestasi. Jakarta: Nimas Multima. cet. 1. 2001
Mufidah Ch. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN Malang Press.
2008
Nana Sudjana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
1998
Suharsimi Arikunto.. Prosidur Penilitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
2002
Taufik Adnan Amal. Islam dan Tantangan Modernitas, Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur
Rahman. Bandung: Mizan, cet. 11989
15
Yusuf Qardawi. Syariat Islam di Tantang Zaman. Surabaya: Pustaka Progresif. 1990
Zakiah Darajat. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2001
16
Download