II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah 1. Definisi Tanah Tanah adalah

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
1.
Definisi Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk
yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah
pengaruh air, udara, dan macam - macam organisme baik yang masih
hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan terlihat pada
komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan (Dokuchaev 1870).
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan
daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua
berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari
bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan,
pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan
mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam (Soil
Survey Staff, 1999).
Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineralmineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
5
padat) disertai dengan zat air dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong
di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).
Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah merupakan campuran
partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis unsurunsur sebagai berikut :
a. Berangkal (Boulder) adalah potongan batuan batu besar, biasanya
lebih besar dari 200-300 mm dan untuk kisaran ukuran-ukuran 150250 mm, batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).
b. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm – 5 mm,
yang berkisar dari kasar (3 mm – 5 mm) sampai halus (< 1 mm).
c. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm –
0,074 mm.
d. Lempung (clay) adalah partikel yang berukuran lebih dari 0,002 mm,
partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi dari tanah yang
kohesif.
e. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam, berukuran lebih
dari 0,01 mm.
2.
Klasifikasi Tanah
Agar dapat membedakan secara rinci mengenai jenis – jenis tanah yang
ada di alam semesta ini, perlu adanya suatu sistem yang dibuat untuk
mengatur, membagi dan menggolongkan tanah yang berbeda – beda
tetapi mempunyai sifat-sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok
6
dan subkelompok berdasarkan klasifikasi tertentu kedalam sebuah data
dasar.
Maksud
dilakukannya
klasifikasi
tanah
secara
umum
adalah
pengelompokan berbagai jenis tanah dalam kelompok yang sesuai
dengan sifat teknik dan karakteristiknya (Shirley. L.H, 2000).
Sistem klasifikasi tanah sendiri adalah suatu sistem pengaturan beberapa
jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang sama kedalam
kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaian
(Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan untuk tujuan rekayasa
umumnya didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti
gradasi butiran tanah dan nilai-nilai batas Atterberg sebagai petunjuk
kondisi plastisitas tanah, hal ini dikarenakan tanah tidak tersementasi,
sehingga partikel-partikel tanah mudah untuk dipisah-pisahkan.
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Internasional
No.
Nama
Ukuran Butiran (mm)
1.
Pasir kasar
2,0 – 0,63
2.
Pasir medium
0,63 – 0,20
3.
Pasir halus
0,20 – 0,063
Debu kasar
0,063 – 0,020
Debu medium
0,020 – 0,0063
Debu halus
0,0063 - 0,0020
Lempung/liat kasar
0,002 - 0,00063
Lempung/liat medium
0,0063 - 0,0002
Lempung/liat halus
< 0,0002
4.
5.
7
a. Sistem Klasifikasi Tanah Metode AASHTO (American Association Of
State Highway and Transportation Official) Classification
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Hoentogler dan Terzaghi,
yang
akhirnya
diambil
oleh
Bureau
Of
Public
Roads.
Pengklasifikasian sistem ini berdasarkan kriteria ukuran butir dan
plastisitas. Maka dalam mengklasifikasikan tanah membutuhkan
pengujian analisis ukuran butiran, pengujian batas cair dan batas
palstis.
Sistem klasifikasi AASHTO bermanfaat untuk menentukan kualitas
tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar
(subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan
tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus
dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah
ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah
yang diklasifikasikan ke dalam A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah
berbutir di mana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut
lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lebih dari 35% butirannya tanah
lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5
A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7
tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem klasifikasi
ini didasarkan pada kriteria di bawah ini:
8
1) Ukuran Butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3
inchi) dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang
tertahan pada ayakan No. 200 (0,075 mm).
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.
2) Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari
tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama
berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.
3) Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di
dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya,
maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Tetapi, persentase dari batuan yang dileluarkan tersebut harus
dicatat.
Apabila
sistem
klasifikasi
AASHTO
dipakai
untuk
mengklasifikasikan tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan
dengan angka-angka yang diberikan dalam Tabel 1 dari kolom
sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka angka yang sesuai.
9
Tabel 2. Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya (AASHTO)
Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah
lolos ayakan No. 200)
A-1
A-2
A-3
A-1a
A-1b
A-2-4
A-2-5
A-2-6
A-2-7
Maks 50
---
---
---
---
---
---
Maks 30
Maks 50
Min 51
---
---
---
Maks 15
Maks 25
Maks 10
Maks 35
Maks 35
--Maks 6
--NP
Maks 40
Maks 10
Tipe material yang
paling dominan
Batu pecah,
kerikil dan pasir
Pasir
halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau
berlempung
Penilaian sebagai
bahan tanah dasar
Baik sekali sampai baik
Klasifikasi Umum
Klasifikasi Kelompok
Analisis ayakan
(% lolos)
No. 10
No. 40
No. 200
Sifat fraksi yang lolos
ayakan No. 40
Batas Cair (LL)
Indek Plastisitas (PI)
Keterangan : ** Untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30
** Untuk A-7-6, PI > LL – 30
Sumber : Das, 1995.
Tanah lanau - lempung
(lebih dari 35% dari seluruh contoh
tanah lolos ayakan No. 200)
A-7
A-4
A-5
A-6
A-7-5*
A-7-6**
---
-----
-----
-----
-----
Maks 35
Maks 35
Min 36
Min 36
Min 36
Min 36
Min 41
Maks 40
Min 41
Maks 40
Min 41
Maks 40
Min 41
Maks 10
Min 11
Min 11
Maks 10
Maks 10
Min 11
Min 11
Tanah berlanau
Biasa sampai jelek
Tanah berlempung
10
b. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/
USCS).
Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande
dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of
Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer
(USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials
(ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna
mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini
banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS,
suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu :
1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas
kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos
saringan No. 200 (F200 < 50). Simbol kelompok diawali dengan G
untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S
untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).
2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari
50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok
diawali dengan M untuk lanau inorganik (inorganic silt), atau C
untuk lempung inorganik (inorganic clay), atau O untuk lanau
dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat),
dan tanah dengan kandungan organik tinggi.
Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W - untuk
gradasi baik (well graded), P - gradasi buruk (poorly graded), L -
11
plastisitas rendah (low plasticity) dan H - plastisitas tinggi (high
plasticity).
Adapun menurut Bowles (1991) kelompok-kelompok tanah utama
pada sistem klasifikasi Unified diperlihatkan pada Tabel 3 berikut
ini :
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Bowles, 1991)
Jenis Tanah
Prefiks
Sub Kelompok
Sufiks
Gradasi baik
W
Gradasi buruk
P
Berlanau
M
Berlempung
C
C
wL < 50%
L
O
Pt
wL > 50%
H
Kerikil
G
Pasir
S
Lanau
M
Lempung
Organik
Gambut
Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan
sebaiknya dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal
ini berguna di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan
yang mungkin perlu ditambahkan, juga sebagai pelengkap
klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak terjadi
kesalahan tabel.
Keterangan :
W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).
12
Tabel 4. Sistem Klasifikasi Unified
Kerikil bersih
(hanya kerikil)
Simbol
kelompok
Nama umum
GW
Kerikil bergradasi-baik dan campuran
kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
GP
Lanau dan lempung
batas cair ≤ 50%
Pasir
dengan
butiran
halus
Pasir bersih
(hanya pasir)
Kerikil
dengan
Butiran
halus
GM
Lanau dan lempung
batas cair ≥ 50%
Kerikil 50%≥ fraksi kasar
tertahan saringan No. 4
Tanah berbutir halus
50% atau lebih lolos ayakan No. 200
Tanah berbutir kasar≥ 50% butiran
tertahan saringan No. 200
Pasir≥ 50% fraksi kasar
lolos saringan No. 4
Divisi utama
Tanah-tanah dengan kandungan
organik sangat tinggi
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran
kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasirlanau
GC
Kerikil berlempung, campuran kerikilpasir-lempung
SW
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil,
sedikit atau sama sekali tidak mengandung
butiran halus
SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil,
sedikit atau sama sekali tidak mengandung
butiran halus
SM
Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
SC
Pasir berlempung,
lempung
ML
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk
batuan, pasir halus berlanau atau
berlempung
CL
Lempung anorganik dengan plastisitas
rendah sampai dengan sedang lempung
berkerikil, lempung berlanau, lempung
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
OL
Lanau-organik dan lempung berlanau
organik dengan plastisitas rendah
MH
Lanau anorganik atau pasir halus
diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang
elastis
CH
Lempung anorganik dengan plastisitas
tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan
sedang sampai dengan tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain
dengan kandungan organik tinggi
campuran
pasir-
plastisitas
13
Tabel 4. Sistem Klasifikasi Unified (Lanjutan)
yang
Kriteria klasifikasi
Cu = D60 / D10 > 4
Klasifikasi berdasarkan persentase butiran halus
Kurang dari 5 % lolos saringan No. 200 GM, GP, SW, SP
Lebih dari 12 % lolos saringan No. 200 GM, GC, SM, SC
5 - 12 % lolos saringan No. 200 Batasan klasifikasi
mempunyai simbol double
Cc =
( D30 ) 2
antara 1 dan 3
D10 xD60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
Batas-batas Atterberg di bawah
garis A atau PI < 4
Batas-batas Atterberg di atas
garis A atau PI > 7
Bila batas Atterberg berada
didaerah arsir dari diagram
plastisitas, maka dipakai
double simbol
Cu = D60 / D10 > 6
Cc =
( D30 ) 2
antara 1 dan 3
D10 xD60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
Batas-batas Atterberg di bawah
garis A atau PI < 4
Batas-batas Atterberg di bawah
garis A atau PI > 7
Bila batas Atterberg berada
didaerah arsir dari diagram
plastisitas, maka dipakai
double simbol
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
Batas Plastis (%)
60
50
CH
40
CL
30
Garis A
CL-ML
20
4
ML
0 10
20
30
ML atau OH
40 50
60 70 80
Batas Cair (%)
Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalam
ASTM designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
14
3.
Sifat Fisik Tanah
Sifat- sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak
penggunaan tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas
penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan
dengan
kondisi fisik tanah. Hal ini berlaku apakah tanah ini akan digunakan
sebagai bahan struktural dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan
pondasi untuk sebuah gedung, atau untuk sistem pembuangan limbah.
Untuk mendapatkan sifat-sifat fisik tanah, ada beberapa ketentuan yang
harus diketahui terlebih dahulu, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kadar Air
Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah yang dinyatakan
dalam persen.
2. Berat Jenis
Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui berat jenis
tanahnya dengan cara menentukan berat jenis yang lolos saringan No.
200 menggunakan labu ukur.
3. Batas Atterberg
Batas Atterberg adalah batas konsistensi dimana keadaan tanah
melewati keadaan lainnya dan terdiri atas batas cair, batas plastis dan
indek plastisitas.
a) Batas Cair (liquid limit)
Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak mendapat
gangguan dari luar. (Scott.C.R, 1994).
Sifat fisik tanah dapat
15
ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu tanah, tujuannya
adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas
antara keadaan plastis dan keadaan cair.
b) Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat
dibentuk secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung
sepanjang 3 mm. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air
suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan
keadaan semi padat. Cara kerja batas-batas Atterberg menggunakan
standar ASTM D-4318, yaitu :
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga
benda uji.
2. Plastis Indek (PI) dengan rumus PI = LL – PL.
4. Analisa Saringan
Tujuan dari analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi
butiran tanah. Caranya dapat dilakukan dengan pengayakan, setelah
itu material organik dibersihkan dari sampel tanah, lalu berat sampel
tanah yang tertahan di setiap ayakan dicatat. Tujuan akhir dari
analisanya adalah memberikan nama dan mengklasifikasikannya,
sehingga dapat diketahui sifat-sifatnya.
16
4.
Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan
kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan
stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat material
yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang
padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki dengan cara stabilisasi
dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung,
permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.
Teknologi stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam
penggolongan utama, yaitu :
1. Physio - Mechanical
Pemadatan langsung dengan alat pemadat maupun aplikasi teknologi
seperti cakar ayam, tiang pancang dan geomembran atau geotextile.
2. Granulometric
Pencampuran tanah asli dengan tanah lain yang mempunyai sifat dan
karakteristik yang lebih baik lalu dipadatkan dengan alat pemadat.
3. Physio - Chemical
Pencampuran tanah asli dengan semen, kapur ataupun aspal sebagai
bahan pengikat-partikel tanah.
17
4. Electro – Chemical
Ionisasi partikel tanah dengan mencampurkan bahan kimia tertentu
contohnya ISS 2500, yang bertujuan untuk merubah sifat-sifat buruk
tanah, seperti kembang susut menjadi tanah yg mudah dipadatkan dan
stabil secara permanen.
Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri
dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut
(Bowles, 1991) :
1. Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis
seperti mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan,
tekanan statis, tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2. Bahan Pencampur (Additive), yaitu penambahan kerikil untuk tanah
kohesif, lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi
seperti semen, gamping, abu batubara, gamping dan/atau semen,
semen aspal, sodium dan kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan
lain-lainnya.
Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat
bergantung pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena
didalam proses perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia
yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia yang ada didalam
additive untuk bereaksi.
18
B. Tanah Organik
1. Proses Terjadinya Tanah Organik
Tanah organik terbentuk karena pengaruh iklim dan curah hujan tinggi
yang sebenarnya cukup merata sepanjang tahun dengan topografi tidak
rata, sehingga memungkinkan terbentuknya depresi-depresi. Sebagai
akibat tipe iklim serupa itu, tidak terjadi perbedaan menyolok pada musim
hujan dan kemarau. Vegetasi hutan berdaun lebar dapat tumbuh dengan
baik sehingga menghalangi insolasi dan kelembaban yang tinggi dapat
dipertahankan di lingkungan tersebut. Pada daerah cekungan dengan
genangan air terjadi akumulasi bahan organik. Hal ini disebabkan suasana
anaerob menghambat oksidasi bahan organik oleh jasad renik, sehingga
proses humifikasi akan terjadi lebih nyata dari proses mineralisasi.
Penguraian bahan organik hanya dilakukan oleh bakteri anaerob,
cendawan dan ganggang. Kecepatan dekomposisi ini dipengaruhi oleh
jenis dan jumlah bakteri anaerob, sifat vegetasi, iklim, topografi dan sifat
kimia airnya (Yuli 2012).
2. Sifat Tanah Organik
Sifat dan ciri tanah organik dapat ditentukan dengan berdasarkan sifat fisik
dan kimianya. Adapun sifat dan ciri tersebut antara lain:
a. Warna
Umumnya tanah organik berwarna coklat tua dan kehitaman, meskipun
bahan asalnya berwarna kelabu, coklat atau kemerah-merahan, tetapi
19
setelah mengalami dekomposisi muncul senyawa-senyawa humik
berwarna gelap. Pada umumnya, perubahan yang dialami bahan organik
kelihatannya sama yang dialami oleh sisa organik tanah mineral,
walaupun pada tanah organik aerasi terbatas.
b. Berat isi
Dalam keadaan kering tanah organik sangat kering, berat isi tanah
organik bila dibandingkan dengan tanah mineral adalah rendah, yaitu
0,2 - 0,3 merupakan nilai umum bagi tanah organik yang telah
mengalami dekomposisi lanjut. Suatu lapisan tanah mineral yang telah
diolah berat isinya berkisar 1,25 - 1,45.
c. Kapasitas menahan air
Tanah Organik mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Mineral
kering dapat menahan air 1/5 – 2,5 dari bobotnya, sedangkan tanah
organik dapat 2 – 4 kali dari bobot keringnya. Gambut lumut yang
belum terkomposisi sedikit leih banyak dalam menahan air, sekitar 12
atau 15 bahkan 20 kali dari bobotnya sendiri.
d. Struktur
Ciri tanah organik yang lain adalah strukturnya yang mudah
dihancurkan apabila dalam keadaan kering. Bahan organik yang telah
terdekomposisi sebagian bersifat koloidal dan mempunyai kohesi dan
plastisitasnya rendah. Suatu tanah berbahan organik yang baik adalah
poroeus atau mudah dilewati air, terbuka dan mudah diolah. Ciri-ciri ini
20
sangat diinginkan oleh pertanian tetapi tidak baik untuk bahan
konstruksi sipil.
Sebagai akibat dari kemampuan yang besar untuk menahan air, maka
apabila terjadi perbaikan drainase dimana dengan adanya pengurangan
kadar air akan terjadi pemadatan struktur tanah organik, hal ini akan
menurunkan muka tanah dan kalau ada tumbuhan akarnya akan muncul
di atas permukaan tanah.
e. Reaksi masam
Pada tanah organik, dekomposisi bahan organik akan menghasilkan
asam-asam organik yang terakumulasi pada tubuh tanah, sehingga akan
meningkatkan keasaman tanah organik. Dengan demikian tanah organik
akan cenderung lebih masam dari tanah mineral pada kejenuhan basah
yang sama.
f. Sifat koloidal
Sifat ini mempunyai kapasitas tukar kationnya lebih besar, serta sifat ini
lebih jelas diperlihatkan oleh tanah organik daripada tanah mineral.
Luas permukaan dua hingga empat kali daripada tanah mineral.
g. Sifat penyangga
Pada tanah organik lebih banyak diperlukan belerang atau kapur yang
digunakan untuk perubahan pH pada tingkat nilai yang sama dengan
tanah mineral. Hal ini disebabkan karena sifat penyangga tanah
ditentukan oleh besar kapasitas tukar kation, dengan demikian tanah
21
organik umumnya memperlihatkan gaya resistensi yang nyata terhadap
perubahan PH bila diandingkan dengan tanah mineral.
3. Identifikasi Organik
Terdapat dua sistem penggolongan utama yang dilakukan, yakni sistem
penanggulangan AASHTO (metode AASHTO M 145 atau penandaan
ASTM D-3282) dan sistem penggolongan tanah bersatu (penandaan
ASTM D-2487). Dalam metode AASHTO, tidak tercantum untuk gambut
dan tanah yang organik, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai
langkah pertama pada pengidentifikasian gambut.
Tabel 5. Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik
KANDUNGAN
ORGANIK
≥ 75 %
25 % - 75 %
KELOMPOK TANAH
Gambut
Tanah Organik
Tanah Dengan Kandungan
≤ 25 %
Organik Rendah
SUMBER : PEDOMAN KONSTRUKSI JALAN DI ATAS TANAH GAMBUT DAN ORGANIK, 1996
Pada penelitian ini, tanah yang digunakan adalah tanah yang berasal dari
Desa Rawa Seragi, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Sampel tanah yang diambil adalah tanah terganggu (disturb soil) yaitu
tanah yang telah terganggu oleh lingkungan luar.
22
C. Bahan Tambah Zat Additive Ecomix
a. Ecomix
Ecomix adalah zat additive untuk stabilisasi dan solidifikasi tanah (soil
stabilizer technology) yang dikembangkan pertama kali di Jepang. Ecomix
dapat digunakan untuk pengerasan badan jalan / sub base di daerah yang
memiliki kondisi tanah lunak maupun keras, misalnya tanah merah, tanah
pasir, tanah kuning, tanah liat (dengan mempertimbangkan humiditas
tanah).
Gambar 2.1. Bentuk fisik Ecomix
Tabel.6 Tabel Komposisi
Ecomix
Ecomix berbentuk serbuk halus dan terdiri dari komposisi logam dan
garam/mineral anorganik yang bersumber dari air laut, aman untuk
makhluk hidup dan ramah lingkungan.
Ecomix dalam praktek penggunaannya selalu dipadukan dengan unsur
tanah, semen dan air. Apabila Ecomix seberat
1 kg + 10 liter air
diformulasikan atau dicampur dengan 1 m3 tanah dan 2 sak semen (100
kg), maka campuran tersebut dan memiliki kekuatan menahan beban
sebesar 240 ton/m2, dengan ketebalan 20 cm. Jalan yang menggunakan
23
Ecomix memiliki porositas yang baik, anti retak, tidak licin dan tidak
berdebu, konstruksi semakin kokoh apabila terkena air.
b. Cara Kerja Ecomix
Ecomix melarutkan asam humus (humic acid) yang terdapat dalam tanah,
dan menghilangkan efek penghambatan ikatan ion, sehingga partikel tanah
menjadi lebih mudah bermuatan ion negatif (anion), dan kation Ca++
dapat mengikat langsung dengan mudah pada partikel tanah. Jika
pencampuran semen mengandung sulfur (SO3) dengan tanah tanpa
melibatkan Ecomix, maka ketika bercampur dengan air tanah atau terkena
air hujan, campuran tadi akan menghasilkan sulfuric acid yang
menyebabkan terjadinya keretakan.
Hal ini akan berbeda bila menggunakan Ecomix, dimana pada saat terjadi
pengikatan semen pada partikel tanah dan mengering karena reaksi
dehidrasi, akan terbentuk kristal-kristal yang muncul diantara campuran
semen yang mengikat partikel tanah, kristal-kristal tersebut menyerupai
jarum-jarum, secara intensif akan bertambah banyak dan membesar yang
nantinya membentuk rongga-rongga mikron yang dapat menyerap air
(porositas), sehingga tidak akan terjadi keretakan.
24
Cara kerja Ecomix akan ditumjukan pada Gambar dibawah ini.
Gambar 2.2. Cara Kerja Ecomix Secara Mikroskopis
c. Aplikasi Ekomix
Ecomix dapat digunakan untuk beberapa keperluan pekerjaan seperti
konstruksi jalan, memadatkan dan menstabilkan tanah serta pondasi tanah
dan perkerasan. Berikut ini adalah kegunaan dan aplikasi Ecomix.
1.
Aplikasi Ecomix Untuk Konstruksi Jalan
Pekerjaan badan jalan dengan menggunakan Ecomix jauh lebih
ekonomis dan efisien jika dibandingkan dengan metode konvensional.
25
Campuran Ecomix tidak memerlukan tambahan batu, pasir dan
lapisan HRS, sehingga menghemat waktu kerja dan juga biaya
pemeliharaan di kemudian hari. Jalan juga akan bersifat
higroskopis, ramah lingkungan dan tidak mudah terkikis erosi air.
Selain itu dalam waktu 14 hari pemeraman, konstruksi jalan dapat
mencapai
CBR
hingga
130%.
Contoh
konstruksi
jalan
menggunakan Ecomix di tunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.3. Lapis Perkerasan Jalan
Berikut ini adalah tabel perbandingan pembangunan jalan dengan
menggunakan Ecomix dan pembangunan jalan dengan metode
konvensional:
26
Tabel 7. Perbandingan Pembangunan Jalan Dengan Menggunakan
Ecomix dan Pembangunan Jalan Dengan Metode Konvensional
METODE
MENGGUNAKAN
KONVENSIONAL
ECOMIX
Diperlukan agregat dan pasir
Tidak memerlukan batu dan
yang cukup banyak untuk
pasir pada lapisan sub base,
membentuk LPA + LPB
cukup hanya semen dan
Ecomix
Diperlukan lapisan resap
Tidak memerlukan HRS, dan
pengikat/HRS untuk
pemakain asphalt dapat ditunda
meningkatkan daya rekat
sampai benar-benar diperlukan
antara lapisan aspal dengan
LPA
Partikel tanah pada LPA +
Lapisan mikro poliaktif
LPB tidak stabil dan mudah
membuat tanah menjadi elastis
terkikis oleh erosi air tanah
dan tahan terhadap resapan air,
sehingga LPA + LPB tidak
dan mengurangi pengaruh
elastis dan mudah longsor
buruk dari resapan air tanah
pada LPA +LPB
Diperlukan perawatan jalan
Perawatan dan pemeliharaan
jika terjadi longsor (amblas)
jalan sangat minim dan efisien
pada LPA + LPB jalan, dan
terjadi kerusakan permukaan
aspal karena pergerakan
pergerakan LPA + LPB jalan
2.
Ketebalan asphalt surface 5-
Ketebalan asphalt surface rata-
7cm
rata 3cm
Ecomix untuk Meningkatkan Kualitas Lapisan Tanah
Selain digunakan untuk konstruksi jalan raya, Ecomix juga sangat
baik digunakan untuk meningkatkan kualitas lapisan tanah yang
27
mana diatasnya akan diberikan konstruksi atau tekanan yang besar,
seperti jenis-jenis bangunan berikut:
 Pembuatan jalan tanah.
 Landasan pesawat terbang.
 Lahan parkir.
 Jalan paving.
 Lantai pabrik atau pergudangan.
 Perkerasan tanah untuk gedung, areal bermain, fasilitas olahraga
seperti lapangan, stadion dan lain sebagainya.
 Landasan bantalan rel kereta api.
 Pemadatan jalan yang rusak akibat erosi air tanah dan banjir.
3.
Ecomix Untuk Pondasi
Sebuah bangunan yang kuat terbuat dari pondasi yang kuat pula,
oleh karena itu Ecomix juga sangat bisa digunakan sebagai penguat
landasan berbagai macam pondasi bangun dan konstruksi,
misalnya;
 Pekerjaan pondasi tanah.
 Pondasi untuk rumah, gedung perkantoran, pabrik, pergudangan,
mall, perumahan dan lain sebagainya
 Pondasi untuk tiang listrik, tiang telepon, pemancar dan
sejenisnya.
 Memperbaiki retakan tanah akibat gempa.
Contoh aplikasi Ecomix untuk pondasi terlihat pada gambar
berikut.
28
Gambar 2.4. Ecomix Untuk Pondasi
4. Ecomix Untuk Penstabil dan Penguat Tanah Resapan
Kelebihan utama Ecomix adalah mampu mengikat permukaan
partikel tanah, sehingga tanah menjadi sangat kuat dan ramah
lingkungan sehingga Ecomix cocok digunakan untuk;
 Penstabil permukaan tanah lereng atau miring.
 Pembuatan tanggul pada sungai, danau, situ dan sejenisnya.
 Perbaikan dasar sungai, danau dan sejenisnya.
5. Pembuatan Lapisan Tanah Kedap Air
Dengan daya kedap yang tinggi Ecomix dapat digunakan sebagai
pembuatan penampungan air, kolam ikan bahkan penampungan
limbah menjadi mudah.
 Pembuatan bak penampungan air.
 Pembuatan kolam ikan, tambak ikan, tambak udang dan
sejenisnya.
 Pembuatan penampungan limbah cair industri.
 Pembuatan selokan.
Download