Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 FEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKn SISWA (PTK pada Pembelajaran PPKn dengan K.D. “Memahami bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negara RI Tahun 1945” di Kelas X MIPA-4 SMAN 21 Kota Bandung) oleh : Arief Achmad Guru Mata Pelajaran PPKn SMA Negeri 21 Kota Bandung ABSTRAK Banyak guru membelajarkan PPKn secara ekspositoris, akibatnya para siswa kurang bergairah dalam belajar dan kurang merespon karena proses pembelajaran terkesan kurang menarik dan menjenuhkan. Model pembelajaran inkuiri sebagai metode yang inovatif mampu menarik dan menggairahkan siswa untuk belajar PPKn sekaligus meningkatkan hasil belajarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn siswa SMA. Dari sini diharapkan dapat tercipta optimalisasi dan efektifitas model pembelajaran dalam proses pembelajaran PPKn di SMA. Pendekatan penelitian ini berdasarkan paradigma naturalistik-kualitatif dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dilakukan dalam lima tindakan (siklus). Hasil PTK menemukan bahwa proses pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri, ternyata baik unjuk kerja kelompok maupun hasil belajar siswa memperlihatkan kecenderungan hasil yang meningkat sehingga menjadikan pembelajaran PPKn menjadi lebih bermakna (meaningful). Kata Kunci: efektifitas, model pembelajaran inkuiri, hasil belajar PPKn Pendahuluan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran yang dirancang untuk membekali peserta didik dengan keimanan dan akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Melalui pembelajaran PPKn, peserta didik dipersiapkan untuk dapat berperan sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab. Dalam Kurikulum 2013, kompetensi yang dibentuk melalui pembelajaran PPKn haruslah mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. PPKn sebagai pengetahuan diajarkan untuk membuat peserta didik terampil dalam menerapkan pengetahuan PPKn tersebut dalam kehidupan nyata, sehingga dapat membentuk peserta didik yang memiliki sikap sebagai seorang warganegara yang taat dan meyakini falsafah hidup bangsa Indonesia dalam kesehariannya. Untuk mencapai kompetensi tersebut, pembelajaran PPKn hendaknya dirancang berbasis aktivitas terkait dengan sejumlah tema kewarganegaraan yang diharapkan dapat mendorong siswa menjadi warganegara yang bertanggung jawab melalui kepeduliannya terhadap permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa, negara, dan masyarakat sekitar sampai peradaban dunia. Kepedulian tersebut ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan komunitas yang terkait dengan dirinya. Jadi, di sini lebih ditekankan kepada keterampilan berbentuk tindakan nyata sebagai perwujudan dari sikap peduli, bertanggung jawab, dan cinta tanah air yang telah terasah dalam diri peserta didik. (Buku Pegangan Guru PPKn, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014) 9 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Dengan demikian, secara praksis, melalui PPKn, siswa diarahkan untuk mengembangkan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dan kesatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Namun, dalam kenyataannya, praktik-praktik pendidikan masih lebih mengutamakan dimensi-dimensi tujuan yang bersifat instrumental, yakni yang berkenaan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan yang terbatas pada masing-masing bidang kajian, sehingga lebih banyak berkaitan dengan belajar akademik (academic learning) untuk penguasaan bidang pengetahuan atau keterampilan tertentu. Akibatnya, dimensi afektif yang bersifat intrinsik dari tujuan pendidikan acapkali terpinggirkan dan dianggap hanya sebagai efek penyerta (nurturant effect) dari upaya pendidikan. (Winataputra, 2009) Kondisi sebagaimana digambarkan di atas dapat dimengerti, karena kegiatan pendidikan selama ini lebih dipandang sebagai kegiatan persekolahan (schooling) yang tercermin pada kegiatan belajar dan mengajar (KBM), yakni berupa kegiatan tatap muka di kelas (classroom meeting) antara seorang guru dan siswa-siswanya. Untuk itu diperlukan adanya suatu inovasi pembelajaran PPKn yang mampu menarik dan menggairahkan siswa untuk belajar sekaligus meningkatkan hasil belajarnya, sehingga PPKn tidak lagi diajarkan tetapi dikerjakan dan menjadi lebih bermakna (meaningful) bagi para siswa. Secara teoritis, metode yang inovatif untuk membelajarakan PPKn di antaranya adalah “model pembelajaran inkuiri”, namun aplikasinya secara faktual harus disesuaikan dengan kondisi siswa. Dari sini, dapat ditarik problematika penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimanakah caranya membelajarkan siswa secara efektif dan efisien sehingga pembelajaran PPKn lebih bermakna?; dan (2) Apakah model pembelajaran inkuiri efektif dalam meningkatkan hasil belajar PPKn? Definisi Operasional M odel pem belajaran inkuiri adalah salah satu model pembelajaran keterampilan berpikir. Inkuiri adalah suatu kegiatan dan penelaahan sesuatu dengan cara mencari kesimpulan, keyakinan tertentu melalui proses berpikir atau penalaran secara teratur, runtut, dan bisa diterima oleh akal. Proses inkuiri bermula dari kesadaran siswa akan adanya masalah. Masalah itu dipecahkan dengan cara sistematis sampai muncul jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menjelaskan masalah tersebut. Langkah-langkah dalam inkuiri diantaranya mencakup: (1) mendefinisikan masalah; (2) merumuskan hipotesis; (3) mengumpulkan data untuk menguji hipotesis; (4) menganalisis dan menilai data; dan (5) menggunakan data untuk mengkonfirmasi atau menolak hipotesis. Pada setiap tahap inkuiri, siswa harus terlibat aktif. Peran guru dalam inkuiri ini adalah (1) merangsang pengembangan inkuiri dan juga hipotesis, (2) membantu siswa mencari data yang relevan, (3) memberi petunjuk pada siswa dalam memahami dan menggunakan proses inkuiri. Hasil belajar PPKn adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses pembelajaran PPKn sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar PPKn siswa dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu (1) domain kognitif, (2) domain afektif, dan (3) domain psikomotor. Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn siswa SMA, yakni berupa optimalisasi dan efektifitas model pembelajaran dalam proses pembelajaran PPKn di SMA. Secara khusus bertujuan untuk: (1) mendapatkan data yang akurat tentang efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn SMA; (2) memperoleh bukti empiris tentang tingkat efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn siswa SMA; dan (3) menyusun model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn SMA. Adapun manfaat penelitian ini ialah: (1) memberikan pengetahuan tentang tingkat efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn; (2) memberikan wawasan tentang pengaruh model pembelajaran inkuiri bagi perkembangan kognitif siswa; (3) mengetahui 10 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 ekfektifitas model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn siswa; (4) memberikan kontribusi solusi alternatif dalam proses pembelajaran PPKn, khususnya dalam pemberdayaan model pembelajarannya; dan (5) memberikan kontribusi model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn. Asumsi Penelitian 1. Kelemahan kadar pembelajaran PPKn selama ini terletak pada, antara lain: teacher centered, cenderung naratif/ekspositori, dan kurang mengoptimalkan model pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk belajar dan berpikir kritis. 2. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran diyakini dapat meningkatkan kadar pembelajaran PPKn. 3. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran sangat efektif dalam meningkatkan hasil belajar PPKn. Paradigma Penelitian Keterangan : Pembelajaran PPKn merupakan proses internal siswa, dan guru merupakan faktor eksternal bagi siswa. Proses internal maksudnya adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa, melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri. Sedangkan guru merupakan faktor eksternal bagi siswa yang berperan sebagai fasilitator untuk mempermudah terjadinya pembelajaran. Output/outcome yang dihasilkan berupa hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang diperoleh setiap siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 11 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Metode Penelitian Pendekatan penelitian ini dilakukan berdasarkan paradigma naturalistik-kualitatif yang mengacu pada kondisi lingkungan alamiah (natural), sebab mengkaji fenomena yang lebih banyak berasal dari setting/contexts alamiah yang berpengaruh dalam memberi arti/pengertian. Dan tidak ada satu fenomena pun yang dapat dimengerti tanpa menghubungkannya dengan waktu dan konteks yang berkaitan dengan itu.(Lincoln & Guba, 1985: 189) Dilihat dari aspek metodologis, penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research), yang pada hakekatnya merupakan sebuah siklus dari sejak perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi, sebagaimana digagas pertama kali oleh Kurt Lewin, seperti di bawah ini. acting planning observing reflecting Sebagai prosedur penelitian, penelitian tindakan—dalam hal ini penelitian tindakan kelas (PTK)—ditandai oleh adanya suatu kajian reflektif-diri secara inkuiri, partisipasi, dan kolaborasi terhadap latar alamiah dan atau implikasi dari suatu tindakan. Sedangkan sebagai tindakan substantif, PTK ditandai oleh adanya intervensi skala kecil berupa pengembangan program pembelajaran dengan memfungsikan latar kealamiahannya—sebagai upaya melakukan reformasi diri atau peningkatan kualitas pembelajaran PPKn, melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri, sehingga menjadikan pembelajaran PPKn menjadi lebih bermakna. Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari: (1) mengindentifikasi masalah; (2) merumuskan gagasan pemecahan masalah; (3) menyusun rencana tindakan dalam mengatasi masalah; (4) melaksanakan tindakan yang direncanakan; (5) melakukan observasi atas tindakan yang dilakukan; dan (6) melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan perumusan rencana tindakan berikutnya hingga tecapai tujuan yang diharapkan. Langkahlangkah kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus selama penelitian, sesuai dengan karakteristik penelitian daur ulang. Prosedur PTK berbentuk “daur ulang” atau siklus (circle) yang mengacu pada model Kemmis and McTaggart (1988). Dalam penelitian ini, siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, melainkan lima kali, hingga tujuan pembelajaran PPKn melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri menjadi lebih bermakna. Secara operasional, tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus, mencakup: (1) Perencanaan; (2) Tindakan; (3) Observasi; (4) Refleksi yang meliputi Refleksi Awal, Refleksi Proses, dan Refleksi Hasil; dan (5) Revisi. Latar situasi sosial penelitian bertempat di SMA Negeri 21 Bandung, jalan RancasawoCiwastra, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung. Subyek penelitian, yaitu guru dan siswa di kelas X MIPA-4 yang terlibat dalam proses pembelajaran PPKn, dengan siswa yang terdiri dari beragam karakter, agama dan kepercayaan, etnis, budaya, serta kondisi sosial ekonomi yang heterogen. Sedangkan kegiatan tindakan kelas yaitu proses pembelajaran PPKn yang dilaksanakan guru. Subyek dalam kegiatan penelitian ini adalah guru dan dua orang mitra peneliti, yaitu wakasek urusan kurikulum dan guru senior. 12 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Dalam penelitian ini, data penelitian dianalisis sejak dari tahap orientasi sampai pada tahap berakhirnya seluruh program tindakan sesuai dengan karakteristik fokus permasalahan dan tujuan penelitian (Hopkins, 1993; Kemmis and McTaggart, 1988). Data penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipergunakan untuk menganalisis data yang memperlihatkan dinamika proses, dengan memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu data tentang unjuk kerja guru, aktivitas belajar siswa, pola pembelajaran, pendapat siswa dan guru tentang efektifitas penggunaan model pembelajaran inkuiri, serta kemungkinan aplikasi model ini bagi pembelajaran materi atau mata pelajaran lainnya. Adapun analisis kuantitatif mencakup deskripsi berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan konsep/materi pokok bahasan yang diajarkan oleh guru. Untuk itu dipergunakan analisis statistik deskriptif. Prosedur dan pengolahan datanya meliputi: (1) Pengumpulan, Kodifikasi, dan Kategorisasi Data yang berasal dari Latar atau Konteks Kelas, Proses Pembelajaran, dan Aktivitas tindakan guru dan tindakan siswa; (2) Validasi Data yang tekniknya terdiri dari triangulasi data, member check, audit trail, expert opinion, dan interpretasi. Instrumen dalam penelitian tindakan kelas adalah peneliti sendiri, sebagai sole instrument (Hopkins, 1993), sedangkan teknik pengumpulan datanya mempergunakan: (1) Lembar Panduan Observasi, (2) Pedoman Wawancara, (3) Kuesioner/Angket, dan (4) Tes Hasil Belajar. Di samping keempat instrumen di atas, maka untuk menjaring data lain yang berkembang selama pelaksanaan tindakan, dan sebagai bahan perbandingan untuk validasi data, peneliti juga mempergunakan catatan lapangan (field note). Hasil dan Pembahasan Keadaan siswa di kelas X MIPA-4, berjumlah 40 siswa. Kondisi tersebut bukanlah rasio guru-siswa yang ideal. Secara teoritis (1 : 7) atau dapat ditolerir (1 : 10), bahkan untuk rasio sekolah sasaran itu sendiri (1 : 15)(Wiriaatmadja, 2002). Sedangkan berdasarkan Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana, kapasitas maksimum ruang kelas SMA adalah 32 peserta didik. Sehingga dengan kondisi seperti ini, guru akan mendapatkan banyak kendala dan persoalan manakala dituntut untuk mampu melayani keseluruhan siswa dalam suatu proses pembelajaran yang menitikberatkan pada pendekatan individual—terlebih lagi kalau guru masih menggunakan cara-cara konvensional dalam pembelajarannya seperti metode ceramah, ekspositori, atau narasi. Hal inilah yang, antara lain, menjadi bahan pertimbangan peneliti untuk mengembangkan pembelajaran PPKn dengan menggunakan model inkuiri. Untuk mengetahui gambaran umum tentang pemahaman siswa di Kelas X MIPA4 SMAN 21 Kota Bandung terhadap bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negara RI Tahun 1945 yang akan dijadikan acuan bagi pemberian tindakan selanjutnya, maka dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa melalui penyebaran angket atau kuesioner. Dari kondisi awal pembelajaran ini menuntut strategi pembelajaran yang mampu membawa siswa bekerja dalam kelompok secara kolaboratif; strategi yang memberikan peluang sebesarbesarnya bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok secara kolaboratif untuk menggunakan model inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn. Pemanfaatan model inkuiri dapat menciptakan iklim dan suasana pembelajaran yang aktif dan interaktif, serta meningkatkan kegairahan, motivasi, penguasaan materi, dan keakraban siswa dalam mempelajari materi pembelajaran PPKn. 13 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Siklus Pertama Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan pertama ini, peranan guru masih sangat dominan, terutama dalam menjelaskan tentang bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negara RI Tahun 1945 serta dalam mengkondisikan kesiapan belajar siswa dalam kelompok. Hal ini dilakukan karena pertemuan hari itu adalah pertemuan pertama, sehingga guru banyak menerangkan materi-materi esensial, konsep-konsep pokok, serta tujuan pembelajaran. Siswa, umumnya, bersiap untuk menerima proses pembelajaran konvensional, yakni menerima narasi/ceramah/ekspositori dari guru, ibarat seperangkat cangkir yang siap menerima kucuran air dari sebuah teko. Mereka akan memperhatikan atau berkonsentrasi terhadap pembelajaran manakala peran guru terlihat lebih mendominasi proses pembelajaran di kelas, seperti misalnya menarasikan/menceramahkan/ mengekspositorikan materi pelajaran, memperingatkan siswa yang yang tidak memperhatikan penjelasan guru karena mengobrol dengan temannya maupun yang asyik membaca atau menuliskan sesuatu yang tidak berhubungan dengan materi pembelajaran. Hanya ada beberapa orang siswa yang membawa buku paket, selebihnya, di atas meja mereka hanya terdapat buku tulis yang siap mereka tulisi dengan materi pembelajaran yang dinarasikan/diceramahkan/diekspositorikan oleh guru. Hal ini mengindikasikan, bahwa siswa selama ini sudah terbiasa dikondisikan dalam proses pembelajaran yang teacher centered. Diakui, bahwa pada siklus ini, strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru masih belum mampu membelajarkan semua siswa secara aktif. Disepakati bersama untuk dilanjutkan pada siklus kedua dengan rencana tindakan sebagai berikut: menentukan alokasi waktu pertemuan secara riil, yakni dengan menjelaskan berapa kali siklus yang akan dilaksanakan; memperhatikan keragaman potensi siswa agar aktivitas dan ketercapaian siswa dapat tercapai secara optimal; memotivasi siswa dengan cara akan mengumumkan kelompok yang terbaik; melibatkan lebih banyak siswa untuk menyusun kriteria penilaian unjuk kerja kelompok yang ditujukan pada kriteria proses dan kriteria produk. Siklus Kedua Pada tindakan kedua ini, para siswa diberi tugas untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negera RI Tahun 1945. Guru memotivasi siswa, caranya, melalui dialog kreatif dengan mereka, yang tujuannya adalah agar siswa terbangun semangat belajarnya, semangat bekerjasama untuk menyelesaikan tugas, serta untuk mempertajam tugas yang diberikan sehingga siswa menjadi paham dan tidak bingung dengan apa-apa yang akan dikerjakannya itu. Dari sini diharapkan, proses pembelajaran PPKn melalui penggunaan model inkuiri menjadi lebih bermakna bagi siswa dibandingkan dengan hanya belajar di dalam kelas saja. Sesudah masing-masing kelompok mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran, maka guru mengadakan dialog kreatif dengan siswa dari masing-masing kelompok untuk mengetahui bagaimana unjuk kerja kelompok selama penggunaan model inkuiri berlangsung. Hasilnya dapat disajikan tabel di bawah ini : Tabel 1. Untuk Kerja Kelompok di dalam Mengumpulkan Data Kedisimpilan Nama Kelompok Unjuk Kerja I. Masalah Kompak dan semua anggota bekerja II. Hipotesis Hanya ketua dan sekretaris yang bekerja, angggota lainnya belum III. Data Kompak, namun ada dua orang anggota yang tidak aktif IV. Analisis Belum bekerja, karena ketua dan sekretarisnya tidak masuk sekolah V. Konklusi Belum bekerja 14 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Dalam dialog kreatif itu, guru mencoba mencari tahu kendala dan persoalan apa yang terjadi pada tindakan kedua ini. Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan kedua ini, ternyata belum semua siswa/kelompok mengerjakan tugas yang diberikan dengan berhasil/baik. Demikian pula berdasarkan dialog kreatif dengan siswa, ternyata mereka belum terbiasa mengerjakan tugas secara lepas (mandiri/otonom). Akibatnya, unjuk kerja kelompok siswa kurang optimal hasilnya. Disadari, bahwa untuk merombak pola pembelajaran yang selama ini melekat pada siswa (teacher centered) menjadi student centered membutuhkan waktu, strategi, teknik, dan pendekatan yang cocok untuk itu. Dari hasil kerja kelompok yang sudah dilaporkan pun ternyata belum memenuhi syarat sebagai suatu karya ilmiah, padahal bukan sekali dua kali ini mereka mengerjakan tugas kelompok semacam itu. Disepakati bersama untuk dilanjutkan pada siklus ketiga dengan rencana tindakan sebagai berikut: memberikan waktu khusus untuk layanan konsultasi; memberikan penjelasan pada siswa tentang cara-cara berkelompok secara benar; mengelaborasi tentang bagaimana penggunaan model inkuiri secara efektif; serta menerangkan cara pembuatan laporan tugas kelompok yang benar, sehingga memenuhi syarat sebagai suatu karya ilmiah. Siklus Ketiga Pada tindakan ketiga ini, yaitu pertemuan kelas kedua, kelompok-kelompok berada di dalam kelas untuk menyelesaikan kerja kelompoknya, seperti merumuskan kembali “bentuk dan kedaulatan negara”; mengajukan “hipotesis tentang bentuk dan kedaulatan negara”; memilahmilah “data bentuk dan kedaulatan negara” dan menganalisisnya, serta mencoba membuat konklusinya. Guru memonitor aktivitas kerja kelompok dengan meminta respon kepada siswa yang belum mengerti. Para siswa tampaknya sekarang sudah memahami benar akan tugas kelompok yang harus mereka kerjakan itu, terbukti tidak ada satu pun siswa yang mengacungkan tangannya untuk bertanya atau meminta penjelasan guru. Guru pun berdialog kreatif dengan mereka seputar tugas yang tengah mereka kerjakan. Umumnya, mereka menyatakan bahwa di dalam mengerjakan tugas tersebut tidak ada kesulitan yang berarti, artinya: mereka sudah sepenuhnya memahami tugas tersebut. Sebelum alokasi waktu yang disediakan (2 x 45 menit) berakhir, kira-kira tersisa 15 menit lagi, seluruh siswa dari masing-masing kelompok sudah berada di dalam kelas, guru kemudian meminta mereka untuk melaporkan atau memberitahukan unjuk kerjanya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Untuk Kerja Kelompok di dalam Mengorganisasikan Model Inkuiri Nama Kelompok Unjuk Kerja I. Masalah Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak II. Hipotesis Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak III. Data Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak IV. Analisis Kerjasama, sharing ide terwujud, namun belum kompak V. Konklusi Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak Berdasarkan data di atas, hampir semua kelompok telah memperlihatkan unjuk kerja yang cukup baik, yakni telah terjalinnya kerjasama diantara anggota kelompok, terwujudnya sharing ide di dalam pengerjaan tugas kelompok, dan seluruh anggota kelompok (ketua, sekretaris, dan para anggota) mampu bekerja secara kompak. Hanya satu kelompok yang belum kompak. Guru mencoba mencari tahu kendala dan persoalan apa yang terjadi pada tindakan ketiga ini. 15 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan ketiga ini, hamper semua kelompok sudah mampu menampilkan kerjasama secara kompak, begitu pula sharing ide diantara anggota kelompok sudah terwujud. Hasil refleksi guru mitra pun sependapat, bahwa hampir semua kelompok sudah mampu bekerjasama dan sharing ide serta kompak di dalam mengerjakan tugas kelompoknya. Diakui, bahwa di dalam pembuatan laporan tugas kelompok, siswa, acapkali melupakan atau mengabaikan untuk membuat semacam analisis terhadap data yang mereka kumpulkan itu, baik berdasarkan pendapat mereka sendiri maupun pendapat yang mereka kutip dari buku. Disepakati bersama untuk dilanjutkan pada siklus keempat dengan rencana tindakan sebagai berikut: memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan laporan kelompoknya di luar jam pelajaran, yakni untuk mencari, membaca, dan mengutip pendapat pakar yang ada relevansinya dengan materi pembelajaran sebagaimana tersurat dan tersirat di dalam literature yang terdapat di perpustakaan sekolah atau di perpustakaan lain (misalnya perpustakaan Jawa Barat, jalan Soekarno-Hatta, Bandung, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolah), serta searching di situs-situs internet. Siklus Keempat Pada tindakan keempat ini, para siswa diminta untuk menyelesaikan laporan tugas kelompoknya dan mengerjakannya di perpustakaan sekolah atau perpustakaan lain. Penggunaan perpustakaan ini dilandasi oleh satu pemikiran, bahwa para siswa akan memperoleh kemudahan mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang berasal dari literature yang terdapat di sana dibandingkan dengan kalau dikerjakan di rumahnya masing-masing. Di situ, siswa juga dapat lebih meningkatkan kerjasama tim (teamwork), sharing ide, kontrol, dan keterampilan sosial lainnya yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran PPKn. Berdasarkan observasi pada tindakan keempat ini, ternyata semua kelompok (100%) sudah menunjukkan unjuk kerja yang semakin membaik. Hal ini ditandai oleh, misalnya, dalam hal ketergantungan yang positif dan sharing ide, mereka sudah mampu memperlihatkannya antara lain sebagian anggota kelompok mencari literature yang relevan dengan tugas kelompok di rakrak buku perpustakaan; tatkala literature yang dimaksud sudah diperoleh mereka mendiskusikannya dengan anggota kelompok lain untuk menentukan, apakah literature itu cocok dengan tugas kelompoknya atau tidak. Kalau cocok, maka beberapa anggota kelompok membuka-buka halaman buku tersebut, mencari bagian dari isi buku itu yang relevan dengan tugas yang tengah mereka kerjakan, untuk mereka kutip atau tulis di secarik kertas yang sudah mereka persiapkan untuk itu. Kalau tidak cocok, maka mereka kembali lagi ke rak-rak buku untuk mencari lagi literature yang relevan dengan tugas kelompoknya. Begitu seterusnya, sehingga seluruh tugas kelompok dapat mereka tuntaskan. Dari sini, juga terlihat adanya akuntabilitas individu anggota kelompok, misalnya, ada anggota kelompok yang sangat mahir mengoperasikan komputer (mengetik menggunakan program aplikasi computer semisal Microsoft Word atau Corel Draw) maka dia dipercaya oleh anggota kelompok lainnya untuk menyelesaikan laporan tugas kelompoknya. Begitu pula ketua dan sekretaris kelompok sibuk mengkoordinasikan dan mengontrol anggota kelompoknya, umpamanya, ada anggota kelompok yang bermain-main atau melihat-lihat literature yang tidak ada kaitannya dengan tugas kelompok, maka mereka segera menegurnya dengan mengingatkan kembali akan tujuan pokok mereka datang ke perpustakaan itu. Dengan begitu, teamwork yang kompak tampak menonjol di sini. Hasil dialog kreatif antara guru dengan siswa pun menyiratkan hal yang senada. Meskipun kelihatannya unjuk kerja kelompok sudah menunjukkan hasil yang baik, namun guru mencoba mencari tahu barangkali masih ditemukan adanya kendala dan persoalan yang mungkin terjadi pada tindakan keempat ini. Hasil refleksi guru mitra menyatakakan, bahwa unjuk kerja kelompok sudah memperlihatkan kecenderungan yang semakin membaik. Hal ini ditandai dengan seluruh anggota kelompok (100%) hadir dan aktif mengerjakan serta menyelesaikan tugas kelompoknya di perpustakaan. Teamwork sudah padu, ketergantungan yang positif dan sharing ide diantara anggota kelompok sudah terbentuk, begitu pula unsur kontrol dan akuntabilitas individu sudah 16 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 termanifestaikan. Diakui, bahwa apabila siswa sudah mampu dibangkitkan curiousity-nya, sense of responsibility, dan sense of belonging serta esprit de`corps-nya, maka mereka akhirnya akan mampu memperlihatkan unjuk kerja kelompoknya secara optimal. Disepakati bersama untuk dilanjutkan pada siklus kelima dengan rencana tindakan sebagai berikut: memperbanyak laporan tugas kelompok sejumlah kelompok yang ada (lima eksemplar) dan saling tukar dengan kelompok lainnya; memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk mempresentasikan laporan kelompoknya dan kelompok lain mereaksi terhadap laporan itu (yang berkas tertulisnya sudah mereka terima dan pelajari sebelumnya); serta bersama-sama guru memberikan penilaian terhadap unjuk kerja kelompok itu yang kriteria penilaiannya telah disepakati bersama oleh guru dan siswa. Siklus Kelima Pada tindakan kelima ini, yaitu pertemuan kelas ketiga, setiap kelompok mempresentasikan laporan tugas kelompoknya. Mengingat alokasi waktu yang tersedia hanya 2 x 45 menit, maka disepakati bersama untuk menggunakan sistem panel, di mana 45 menit pertama untuk kelompok I, II, dan III (masalah, hipotesis, dan data), dan 45 kedua untuk kelompok IV dan V (analisis dan konklusi). Setiap kelompok, pada setiap session, diberikan kesempatan untuk menyajikan intisari atau resume tugas kelompoknya kepada audience (seluruh siswa) dengan alokasi waktu masingmasing 5 menit (total = 15 menit); 15 menit kedua dialokasikan untuk tanggapan atau sanggahan dari kelompok lain; dan sisanya (15 menit terakhir) kelompok panelis mendapat kesempatan untuk mereaksi terhadap tanggapan atau sanggahan dari kelompok lain itu. Unjuk kerja siswa dalam diskusi kelas tersebut ternyata menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Kelompok penyaji mampu menyampaikan materinya dengan baik dan sanggup menghadapi berbagai tanggapan maupun sanggahan dari kelompok lain dengan tangkas dan lugas. Begitu pula kelompok penanggap atau penyanggah, mereka senantiasa mempertanyakan setiap argumen yang diberikan kelompok penyaji dengan kritis dan konstruktif. Hampir tidak ada kekosongan waktu yang disebabkan oleh sikap statis atau pasif, baik dari kelompok penyaji maupun kelompok penanggap/penyanggah, semuanya pro-aktif dalam diskusi kelas tersebut. Berdasarkan observasi pada tindakan kelima ini, ternyata unjuk kerja siswa memperlihatkan hasil yang cukup memuaskan. Mereka sudah mampu menggunakan model inkuiri secara efektif. Baik unjuk kerja proses maupun produk, kedua-duanya mampu ditampilkan siswa dengan baik. Terbukti, manakala mereka harus mempresentasikan laporan tugas kelompoknya dalam diskusi kelas dan mereaksi terhadap laporan itu, tidak ada satu pun siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan terhadap laporan tugas kelompoknya itu. Namun, peneliti ingin lebih memantapkan lagi apakah memang penggunaan model inkuiri itu berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa atau tidak, maka dari hasil tes formatif pun menunjukkan hasil yang semakin meningkat. Bahkan informasi atau pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, khususnya yang berkaitan dengan “bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negara RI Tahun 1945” , jauh melebihi atau lebih lengkap dari apa yang termaktub dalam buku paket atau buku pelajaran PPKn yang ada. Inilah yang menjadikan pembelajaran PPKn menjadi berkembang dan lebih bermakna, selain peningkatan keaktifan dan hasll belajar siswa. Hasil refleksi guru mitra menyatakan, bahwa pada tindakan kelima ini hamper tidak ditemukan adanya kekurangan dari unjuk kerja siswa, baik secara kelompok maupun individual, baik unjuk kerja proses maupun produk. Semua siswa menunjukkan antusiasnya, mungkin karena sebelumnya sudah diberikan motivasi berupa reward, bahwa bagi siswa yang aktif akan memperoleh nilai yang tinggi, namun keaktifan itu hendaknya merata dan orangnya tidak hanya itu-itu saja yang aktif. Para siswa sudah mampu memperlihatkan keterampilan sosial yang baik, interaksi tatap muka yang efektif, adanya ketergantungan yang positif, akuntabilitas individual yang dinamis, dan prosesing yang kolaboratif. 17 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Model inkuiri ternyata mampu menggairahkan atau membuat siswa lebih bersemangat untuk belajar. Persepsi siswa tentang belajar selama ini, yang hanya terfokus pada buku pelajaran atau informasi yang diberikan oleh guru melalui pertemuan tatap muka di kelas, berubah seiring dengan digunakannya model inkuiri.. Siswa juga sudah mampu mendefinisikan masalah dan merumuskan hipotesis dengan baik, begitu juga dalam mengumpulkan data untuk menguji hipotesis serta menganalisis dan menilai data, lalu menggunakan data untuk mengkonfirmasi atau menolak hipotesis. Demikian halnya hasil belajar siswa pun menunjukkan peningkatan yang berarti. Kalau selama ini siswa beranggapan, bahwa penilaian hasil belajar siswa hanya diperoleh melalui ulangan (paper and pencil test) saja, maka sekarang mereka memperoleh pemahaman baru bahwa unjuk kerja (performance) pun ternyata mendapatkan penilaian juga; terlebih lagi PPKn, penilaian yang berbasis proses/unjuk kerja kelompok memperoleh bobot yang tinggi. Hal ini sesuai dengan karakteristik PPKn itu sendiri yang menekankan proses pembelajarannya pada keterampilan kewarganegaraan siswa, sehingga siswa diharapkan mempunyai bekal life-skill pada saat mereka hidup di lingkungan masyarakatnya. Revisi Pelaksanaan Tindakan Berdasarkan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan kelima ini, maka terdapat beberapa alternatif atau saran yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran berikutnya, antara lain : 1. Dalam menyampaikan materi pembelajaran, sebaiknya guru memberikannya dengan sejelas-jelasnya, dengan menjelaskan konsep-konsep pokok, kata-kata kunci, atau istilah-istilah penting yang terdapat dalam materi pembelajaran itu. Untuk itu, guru perlu membuat visualisasi tentang hal tersebut, misalnya dengan menyiapkan pelbagai media pendidikan (educational tools) yang relevan dengan materi pembelajaran serta cocok dan mudah dibuat/dioperasikannya oleh guru. Tujuannya adalah untuk mempermudah dan menambah pemahaman siswa akan materi pembelajaran yang disajikan oleh guru. 2. Dalam melakukan brifing tentang proses pembelajaran dan kerja siswa dalam kelompok, guru hendaknya tidak mendominasi pembicaraan melainkan lebih banyak mengembangkan dialog kreatif, yaitu memperlihatkan “sikap bersahabat, sabar, kooperatif, jujur dan menjauhkan diri dari sombong, serakah, dan angkuh” (Somantri, 2001 : 234). Disamping itu, diupayakan lebih banyak melibatkan siswa dalam melakukan evaluasi terhadap unjuk kerja kelompok, agar siswa lebih menyadari dan memahami letak kelemahan dan kelebihannya, serta opini siswa dapat dijadikan sebagai dasar dan pertimbangan dalam mengarahkan siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan unjuk kerjanya pada pembelajaran berikutnya. 3. Kolaborasi antara guru dengan guru lainnya, baik dalam rumpun yang sejenis (IPS) maupun yang tidak sejenis hendaknya semakin diintensifkan, maka sesama guru harus kompak dan solid di dalam menggulirkan proses pembelajarannya. Deskripsi Pendapat Siswa Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada semua siswa di sekolah sasaran dan dilanjutkan dengan pendalaman melalui dialog kreatif, yakni setelah dilakukan pembelajaran PPKn dengan model inkuiri dalam lima kali pelaksanaan tindakan, maka pendapat mereka mengenai penggunaan model tersebut dapat dideskripsikan di bawah ini. Menurut mereka, bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri sangat mengasyikan dan menyenangkan (joyfull) serta lebih mudah dalam mempelajari, memahami, dan mengerti materi (content) PPKn dibandingkan dengan cara-cara belajar yang selama ini biasa mereka dapatkan dan lakukan (conventional ways). Hal ini, menurut mereka, disebabkan karena belajar dengan model inkuiri dapat membantu memahami materi PPKn dengan lebih baik, karena mereka mempunyai kesempatan untuk belajar lebih banyak dengan cara menemukan sendiri 18 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 (inquiry) informasi pengetahuan yang mereka perlukan dan tidak terpaku pada pertemuan kelas (classroom meeting) atau pertemuan tatap muka (vis a vis interaction) antara guru dan siswa saja. Dari sini, pengertian dan pemahaman mereka tentang materi pembelajaran menjadi lebih lengkap (comprehensive). Mengenai penggunaan cooperative learning, para siswa menyambutnya dengan sikap responsif dan antusias. Menurut mereka, dengan penggunaan cooperative learning, mereka dapat belajar dari siswa yang lain pada saat belajar berkelompok; mereka juga menjadi lebih akrab dengan teman sekelasnya, karena mereka selalu belajar dan mengerjakan tugas secara bersamasama dalam hubungan kerjasama yang terbuka dan demokratis. Selain itu, menurut mereka, belajar melalui cooperative learning dapat meningkatkan perhatian/konsentrasi, semangat, dan motivasi belajarnya; karena mereka dapat saling berkontribusi gagasan, ide, atau pendapatnya kepada teman lainnya, baik pada saat belajar dalam kelompok-kelompok kecil maupun pada saat tiap-tiap kelompok itu mempresentasikan laporan hasil temuannya di dalam pertemuan kelas. Dari sini, belajar dengan model inkuiri selain mempelajari materi pembelajaran juga menumbuhkan iklim dan peluang yang optimal bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas mereka dalam belajar. Model inkuiri juga berpeluang bagi mereka dalam mengembangkan dan melatih berbagai sikap serta keterampilan-keterampilan sosialnya, seperti keterampilan dalam bekerja sama, sikap menghargai pendapat, ide, atau gagasan orang lain, keterampilan dalam menyampaikan pendapat/urun rembuk dengan orang lain atau mendengarkan pendapat orang lain (social skills), serta menghimpun informasi dan membaca berbagai sumber PPKn, menyusun laporan, berbicara dalam kelompok atau meningkatkan keberanian mereka dalam berbicara di depan kelas (study skills and work habit). Lain daripada itu, mereka juga meningkat baik peran sertanya dalam diskusi kelompok maupun dalam membuat keputusan kelompok, serta aktivitas belajarnya di kelas (group work skills). Mereka juga mampu membandingkan dan mempertentangkan berbagai pendapat atau pandangan dari pelbagai sumber pembelajaran (intellectual skills). Menurut mereka, dengan menggunakan model inkuiri seperti yang diaplikasikan oleh guru, mereka merasa terbantu dalam peningkatan hasil belajarnya. Oleh sebab itu, mereka menyatakan bahwa model tersebut hendaknya juga diterapkan pada pokok bahasan atau mata pelajaran lainnya. Deskripsi Pendapat Guru Dengan menggunakan model inkuiri membantu meningkatkan kegairahan belajar siswa serta memotivasi siswa untuk berbuat yang terbaik, saling membantu satu terhadap yang lain, dan mengenal pola berfikir masing-masing melalui dialog dan elaborasi. Hal ini menuntut siswa untuk lebih berinisiatif, pro-aktif, kreatif, dan kritis di dalam menghimpun informasi dari media massa untuk selanjutnya dipilah dan dipilih, informasi mana saja yang relevan dengan materi pelajaran dan mana yang tidak relevan. Para siswa satu sama lain mempunyai ketergantungan yang positif untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Sebab mereka satu sama lain saling membutuhkan (sharing) informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Adapun YS mengatakan, bahwa siswa wawasan pengetahuannya bertambah luas, informasinya senantiasa aktual/up to date, pola pikirnya menjadi kritis, dan mampu mencapai keberhasilan dalam belajar. Para siswa pun akan semakin meningkat keterampilan kewarganegaraannya, seperti kepekaan sosial, menghimpun informasi, menyusun laporan dan mempresentasikannya di depan kelas, berkolaborasi sesama siswa, saling berurun rembuk, menganalisis data dan informasi, mengelaborasi data dan informasi yang terhimpun. Keterampilan dasar ini apabila sering dilatihkan kepada siswa, pada gilirannya akan membekali siswa dengan keterampilan hidup (life skills) yang sangat berguna dalam kehidupannya di masyarakat. Dan apabila siswa sering dilatih 19 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 untuk berinkuiri secara efektif dan efisien, maka mereka akan mampu menjaring dan menyaring pelbagai data dan informasi secara akseptabel. Melihat pengaruh penerapan model inkuiri terhadap animo dan antusiasme siswa dalam belajar, maka model tersebut dapat juga diterapkan dalam proses pembelajaran materi atau mata pelajaran lain selain PPKn. Lain daripada itu, dengan penerapan model inkuiri, akan lebih memudahkan di dalam mengkondisikan siswa untuk belajar, sehingga akan membantu mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya. Beberapa Implikasi Teoritik Dari hasil observasi dan tes formatif pada pembelajaran PPKn yang menggunakan model inkuiri, ternyata memperlihatkan hasil yang meningkat. Hal ini tampak baik dari unjuk kerja kelompok maupun hasil belajar siswa, yakni sesudah diberikan tindakan penelitian (siklus kedua dan seterusnya) memperlihatkan kecenderungan hasil yang meningkat dari satu siklus ke siklus lainnya. Peningkatan ini terjadi dikarenakan selama lima kali tindakan (tiga kali pertemuan kelas dan dua kali out door study) siswa secara kontinyu diproses dalam sebuah kelompok dengan berbagai perlakuan. Dengan berbagai perlakuan terhadap kelompok siswa tersebut, ternyata hasilnya cukup memuaskan sehingga menjadikan pembelajaran PPKn menjadi lebih bermakna (meaningful), yakni proses pembelajaran yang mampu untuk membelajarkan siswa, memperkuat pengalaman belajar, daya pikir, dan kemampuan menilai siswa, serta memotivasi, memfasilitasi, dan memanage siswa untuk belajar, pada gilirannya akan menciptakan suasana dan memberi kemudahan untuk belajar (Al Muchtar, 2003). Dengan keterbatasan kurikulum yang tidak dapat menjangkau kondisi riil siswa di seluruh Indonesia serta kondisi siswa dan guru yang cepat berubah (Nasution, 2000), maka antisipasi yang paling cocok adalah dengan penggunaan model inkuiri. Hal ini terbukti dari unjuk kerja kelompok, dialog kreatif dengan siswa, serta kolaborasi dan elaborasi dengan mitra, maka peneliti berkesimpulan bahwa pengembangan pembelajaran PPKn akan lebih meningkat manakala menggunakan model inkuiri. Guru yang profesional adalah guru yang memahami dan menguasai pembelajarannya serta senantiasa berwawasan mutahir (Supriadi, 1999). Artinya, perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer berlangsung begitu cepatnya, terlebih lagi fenomena sosial atau realitas sosial selalu berubah seiring dengan perkembangan atau perubahan masyarakat itu sendiri, sedangkan materi pembelajaran sebagaimana termaktub dalam buku pelajaran/buku teks cenderung mengelaborasi realitas sosial yang telah lewat (Welton dan Mallan, 1988 : 66-67). Untuk itu, penggunaan model inkuiri dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran, terutama bagi mata pelajaran PPKn, sebab informasi faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi di masyarakat dapat ditemukan melalui proses inkuiri. Guru tinggal mencari informasi di situ, memilih dan memilahnya untuk kepentingan pembelajaran. Kesimpulan Dalam proses pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri, ternyata baik unjuk kerja kelompok maupun hasil belajar siswa memperlihatkan kecenderungan hasil yang meningkat. Peningkatan ini terjadi dikarenakan selama lima kali tindakan (tiga kali pertemuan kelas dan dua kali out door study) siswa secara kontinu diproses dalam sebuah kelompok dengan berbagai perlakuan, yakni proses pembelajaran yang mampu untuk membelajarkan siswa, memperkuat pengalaman belajar, daya pikir, dan kemampuan menilai siswa, serta memotivasi, memfasilitasi, dan memanage siswa untuk belajar, pada gilirannya akan menciptakan suasana dan memberi kemudahan untuk belajar. 20 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn selain memiliki banyak kelebihan juga mempunyai beberapa kendala dan persoalan, diantaranya ialah: (1) Pembelajaran dengan penggunaan model inkuiri tetap membutuhkan sumber pembelajaran lainnya, semisal buku teks atau literature lainnya, manakala membuat analisis dalam laporan tugas kelompoknya; (2) Pembelajaran dengan penggunaan model inkuiri tetap belum mampu merubah siswa yang bermasalah (jarang sekolah) menjadi rajin sekolah dan aktif dalam pertemuan kelas. Suasana pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn ternyata mengakibatkan: (1) proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan (joyful) karena lebih banyak berada di luar kelas (out door study); (2) siswa menjadi lebih aktif dibanding dengan penugasan individual, di mana siswa yang pada mulanya pasif/statis sesudah dijelaskan tentang kriteria penilaian yang menitikberatkan pada kekompakan dan kerjasama (teamwork) kelompok dengan prinsip “equal opportunity to success” maka mereka menjadi lebih aktif/dinamis dalam pembelajarannya; (3) peningkatan kemampuan berfikir kritis, di mana beberapa orang siswa yang biasanya cenderung pendiam/kurang responsif menjadi lebih responsif dan kritis di dalam menanggapi laporan tugas kelompok lain; dan (4) peningkatan keterampilan sosial siswa, di mana para siswa menunjukkan kecenderungan tolong menolong, kerjasama, kepekaan sosial, kemampuan mengontrol dan mengendalikan diri terhadap orang lain, serta urun rembuk dengan orang lain yang semakin meningkat. Pengembangan pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn berimplikasi terhadap unjuk kerja guru, antara lain : guru harus senantiasa belajar, belajar, dan belajar; untuk mencari, memilih, dan memilah informasi yang relevan dengan materi pembelajarannya. Berkaitan dengan kekritisan siswa, maka guru hendaknya mampu merespons semua itu dengan wawasan yang luas, yakni mampu mengimbangi tingkat kekritisan siswa sehingga mereka dapat terpuaskan dorongan ingin tahu (sense of curiousity)nya, minat-perhatian (sense of interest)nya, dan dorongan membuktikan kenyataan (sense of reality)nya, pada gilirannya, guru akan tetap dihormati dan dikagumi oleh siswanya. Pengembangan pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn berimplikasi terhadap unjuk kerja siswa, antara lain : potensi-potensi dasar psikologis siswa, seperti dorongan ingin tahu (sense of curiousity), minat-perhatian (sense of interest), dorongan membuktikan kenyataan (sense of reality), dan dorongan menemukan sendiri (sense of discovery) dapat tersalurkan. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn ternyata mampu meningkatkan hasil belajar siswa, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Berdasarkan pelaksanaan dan pemantapan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn, maka guru hendaknya dapat menjadikan proses pembelajaran PPKn lebih bermakna (meaningful) bagi siswa, yakni dengan tidak melulu mengkondisikan proses pembelajaran itu hanya dalam interaksi tatap muka atau pertemuan kelas (classroom meeting) belaka, akan tetapi dapat melakukannya di luar kelas (out door study). Guru dapat menciptakan suasana dan memberi kemudahan siswa untuk belajar, yakni dengan memfasilitasi dan memanage siswa untuk belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memanfatkan media massa sebagai sumber pembelajarannya. Bagi Kepala Sekolah hendaknya memberikan otonomi pedagogik secara penuh kepada guru PPKn untuk mengembangkan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn. Dengan adanya hak otonomi pedagogik ini, maka guru akan lebih leluasa mengimplementasikan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn itu sesuai dengan latar siswa, alam keremajaan dan tingkat pemikiran siswa; sehingga guru akan lebih mudah untuk memunculkan potensipotensi dasar psikologis siswa, seperti dorongan ingin tahu (sense of curiousity), minat-perhatian (sense of interest), dorongan membuktikan kenyataan (sense of reality), dan dorongan menemukan sendiri (sense of discovery). Bagi calon guru PPKn hendaknya dapat senantiasa mengasah diri guna meningkatkan unjuk kerja profesionalnya dalam pengembangan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn, dengan meningkatkan diri dalam pelaksanakan peran dan fungsinya sebagai fasilitator, director, mediator, dan reconstructor terhadap pembelajaran siswa belajar ber-PPKn. 21 Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802 Daftar Pustaka Al Muchtar, S. (2003). “Kritik Implementasi Penelitian Tindakan Kelas dalam Pendidikan IPS”. Makalah pada International Seminar on Classroom Action Research for Improving The Quality Learning, FPIPS, UPI, Bandung, 6 Agustus 2003. Hopkins, D. (1993). A Teacher`s Guide to Classroomn Research. Philadelphia : Open University Press. Lincoln, Y.S. and Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills : Sage Publications. Kementerian Pendidikan Nasional (2007). Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta: Kemendikbud. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014). Buku Pegangan Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kemendikbud Kemmis, S. and McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Deakin University Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : PPS-UPI dan PT. Remadja Rosda Karya. Nasution, S. (2000). Asas-Asas Kurikulum. Bandung : Jemmars. Supriadi, D. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Welton, D.A. and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World : Strategies for Teaching Social Studies. Boston : Houghton Mifflin Company. Winataputra, U.S. (2009). “Strategi Pembelajaran PPKn pada Era Reformasi menuju Indonesia Baru”. Makalah pada Pelatihan Kerja Calon Instruktur Guru PPKn Seluruh Indonesia, Ditjen Dikdasmen-Depdikbud, Cipayung, Bogor-Jawa Barat. Wiriaatmadja, R. (2003). “Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen serta Prestasi Belajar Peserta Didik”. Makalah pada International Seminar on Classroom Action Research for Improving The Quality Learning, FPIPS, UPI, Bandung, 6 Agustus 2003. 22