9 FEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM

advertisement
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
FEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PPKn SISWA
(PTK pada Pembelajaran PPKn dengan K.D. “Memahami bentuk dan kedaulatan negara
sesuai dengan UUD Negara RI Tahun 1945” di Kelas X MIPA-4 SMAN 21 Kota Bandung)
oleh :
Arief Achmad
Guru Mata Pelajaran PPKn
SMA Negeri 21 Kota Bandung
ABSTRAK
Banyak guru membelajarkan PPKn secara ekspositoris, akibatnya para siswa kurang bergairah
dalam belajar dan kurang merespon karena proses pembelajaran terkesan kurang menarik dan
menjenuhkan. Model pembelajaran inkuiri sebagai metode yang inovatif mampu menarik dan
menggairahkan siswa untuk belajar PPKn sekaligus meningkatkan hasil belajarnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam
meningkatkan hasil belajar PPKn siswa SMA. Dari sini diharapkan dapat tercipta optimalisasi
dan efektifitas model pembelajaran dalam proses pembelajaran PPKn di SMA. Pendekatan
penelitian ini berdasarkan paradigma naturalistik-kualitatif dengan menggunakan metode
penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dilakukan dalam lima tindakan (siklus). Hasil PTK
menemukan bahwa proses pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri,
ternyata baik unjuk kerja kelompok maupun hasil belajar siswa memperlihatkan kecenderungan
hasil yang meningkat sehingga menjadikan pembelajaran PPKn menjadi lebih bermakna
(meaningful).
Kata Kunci: efektifitas, model pembelajaran inkuiri, hasil belajar PPKn
Pendahuluan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran yang dirancang
untuk membekali peserta didik dengan keimanan dan akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh
falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Melalui pembelajaran PPKn, peserta didik
dipersiapkan untuk dapat berperan sebagai warganegara yang efektif dan bertanggung jawab.
Dalam Kurikulum 2013, kompetensi yang dibentuk melalui pembelajaran PPKn haruslah
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
PPKn sebagai pengetahuan diajarkan untuk membuat peserta didik terampil dalam
menerapkan pengetahuan PPKn tersebut dalam kehidupan nyata, sehingga dapat membentuk
peserta didik yang memiliki sikap sebagai seorang warganegara yang taat dan meyakini falsafah
hidup bangsa Indonesia dalam kesehariannya. Untuk mencapai kompetensi tersebut,
pembelajaran PPKn hendaknya dirancang berbasis aktivitas terkait dengan sejumlah tema
kewarganegaraan yang diharapkan dapat mendorong siswa menjadi warganegara yang
bertanggung jawab melalui kepeduliannya terhadap permasalahan dan tantangan yang dihadapi
bangsa, negara, dan masyarakat sekitar sampai peradaban dunia. Kepedulian tersebut
ditunjukkan dalam bentuk partisipasi aktif dalam pengembangan komunitas yang terkait dengan
dirinya. Jadi, di sini lebih ditekankan kepada keterampilan berbentuk tindakan nyata sebagai
perwujudan dari sikap peduli, bertanggung jawab, dan cinta tanah air yang telah terasah dalam
diri peserta didik. (Buku Pegangan Guru PPKn, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014)
9
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Dengan demikian, secara praksis, melalui PPKn, siswa diarahkan untuk mengembangkan
perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dan
kesatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Namun, dalam kenyataannya, praktik-praktik
pendidikan masih lebih mengutamakan dimensi-dimensi tujuan yang bersifat instrumental, yakni
yang berkenaan dengan aspek pengetahuan dan keterampilan yang terbatas pada masing-masing
bidang kajian, sehingga lebih banyak berkaitan dengan belajar akademik (academic learning)
untuk penguasaan bidang pengetahuan atau keterampilan tertentu. Akibatnya, dimensi afektif
yang bersifat intrinsik dari tujuan pendidikan acapkali terpinggirkan dan dianggap hanya sebagai
efek penyerta (nurturant effect) dari upaya pendidikan. (Winataputra, 2009)
Kondisi sebagaimana digambarkan di atas dapat dimengerti, karena kegiatan pendidikan
selama ini lebih dipandang sebagai kegiatan persekolahan (schooling) yang tercermin pada
kegiatan belajar dan mengajar (KBM), yakni berupa kegiatan tatap muka di kelas (classroom
meeting) antara seorang guru dan siswa-siswanya. Untuk itu diperlukan adanya suatu inovasi
pembelajaran PPKn yang mampu menarik dan menggairahkan siswa untuk belajar sekaligus
meningkatkan hasil belajarnya, sehingga PPKn tidak lagi diajarkan tetapi dikerjakan dan menjadi
lebih bermakna (meaningful) bagi para siswa. Secara teoritis, metode yang inovatif untuk
membelajarakan PPKn di antaranya adalah “model pembelajaran inkuiri”, namun aplikasinya
secara faktual harus disesuaikan dengan kondisi siswa. Dari sini, dapat ditarik problematika
penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimanakah caranya membelajarkan siswa secara efektif dan
efisien sehingga pembelajaran PPKn lebih bermakna?; dan (2) Apakah model pembelajaran
inkuiri efektif dalam meningkatkan hasil belajar PPKn?
Definisi Operasional
M odel pem belajaran inkuiri adalah salah satu model pembelajaran keterampilan berpikir.
Inkuiri adalah suatu kegiatan dan penelaahan sesuatu dengan cara mencari kesimpulan,
keyakinan tertentu melalui proses berpikir atau penalaran secara teratur, runtut, dan bisa diterima
oleh akal. Proses inkuiri bermula dari kesadaran siswa akan adanya masalah. Masalah itu
dipecahkan dengan cara sistematis sampai muncul jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk menjelaskan masalah tersebut. Langkah-langkah dalam inkuiri diantaranya mencakup: (1)
mendefinisikan masalah; (2) merumuskan hipotesis; (3) mengumpulkan data untuk menguji
hipotesis; (4) menganalisis dan menilai data; dan (5) menggunakan data untuk mengkonfirmasi
atau menolak hipotesis. Pada setiap tahap inkuiri, siswa harus terlibat aktif. Peran guru dalam
inkuiri ini adalah (1) merangsang pengembangan inkuiri dan juga hipotesis, (2) membantu siswa
mencari data yang relevan, (3) memberi petunjuk pada siswa dalam memahami dan
menggunakan proses inkuiri.
Hasil belajar PPKn adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran PPKn sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Hasil belajar PPKn siswa
dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain), yaitu (1) domain kognitif, (2) domain afektif,
dan (3) domain psikomotor.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang efektifitas model
pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn siswa SMA, yakni berupa
optimalisasi dan efektifitas model pembelajaran dalam proses pembelajaran PPKn di SMA.
Secara khusus bertujuan untuk: (1) mendapatkan data yang akurat tentang efektifitas model
pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn SMA; (2) memperoleh bukti empiris
tentang tingkat efektifitas model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn
siswa SMA; dan (3) menyusun model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn
SMA.
Adapun manfaat penelitian ini ialah: (1) memberikan pengetahuan tentang tingkat efektifitas
model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn; (2) memberikan wawasan tentang
pengaruh model pembelajaran inkuiri bagi perkembangan kognitif siswa; (3) mengetahui
10
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
ekfektifitas model pembelajaran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar PPKn siswa; (4)
memberikan kontribusi solusi alternatif dalam proses pembelajaran PPKn, khususnya dalam
pemberdayaan model pembelajarannya; dan (5) memberikan kontribusi model pembelajaran
inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn.
Asumsi Penelitian
1. Kelemahan kadar pembelajaran PPKn selama ini terletak pada, antara lain: teacher
centered, cenderung naratif/ekspositori, dan kurang mengoptimalkan model
pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk belajar dan berpikir kritis.
2. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran diyakini dapat
meningkatkan kadar pembelajaran PPKn.
3. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam proses pembelajaran sangat efektif
dalam meningkatkan hasil belajar PPKn.
Paradigma Penelitian
Keterangan : Pembelajaran PPKn merupakan proses internal siswa, dan guru merupakan faktor
eksternal bagi siswa. Proses internal maksudnya adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa,
melalui penggunaan model pembelajaran inkuiri. Sedangkan guru merupakan faktor eksternal
bagi siswa yang berperan sebagai fasilitator untuk mempermudah terjadinya pembelajaran.
Output/outcome yang dihasilkan berupa hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang
diperoleh setiap siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
11
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Metode Penelitian
Pendekatan penelitian ini dilakukan berdasarkan paradigma naturalistik-kualitatif yang
mengacu pada kondisi lingkungan alamiah (natural), sebab mengkaji fenomena yang lebih
banyak berasal dari setting/contexts alamiah yang berpengaruh dalam memberi arti/pengertian.
Dan tidak ada satu fenomena pun yang dapat dimengerti tanpa menghubungkannya dengan
waktu dan konteks yang berkaitan dengan itu.(Lincoln & Guba, 1985: 189) Dilihat dari aspek
metodologis, penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan (action research), yang
pada hakekatnya merupakan sebuah siklus dari sejak perencanaan (planning), pelaksanaan
tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi, sebagaimana digagas pertama kali oleh
Kurt Lewin, seperti di bawah ini.
acting
planning
observing
reflecting
Sebagai prosedur penelitian, penelitian tindakan—dalam hal ini penelitian tindakan kelas
(PTK)—ditandai oleh adanya suatu kajian reflektif-diri secara inkuiri, partisipasi, dan kolaborasi
terhadap latar alamiah dan atau implikasi dari suatu tindakan. Sedangkan sebagai tindakan
substantif, PTK ditandai oleh adanya intervensi skala kecil berupa pengembangan program
pembelajaran dengan memfungsikan latar kealamiahannya—sebagai upaya melakukan reformasi
diri atau peningkatan kualitas pembelajaran PPKn, melalui penggunaan model pembelajaran
inkuiri, sehingga menjadikan pembelajaran PPKn menjadi lebih bermakna.
Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari: (1) mengindentifikasi masalah; (2) merumuskan
gagasan pemecahan masalah; (3) menyusun rencana tindakan dalam mengatasi masalah; (4)
melaksanakan tindakan yang direncanakan; (5) melakukan observasi atas tindakan yang
dilakukan; dan (6) melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan
perumusan rencana tindakan berikutnya hingga tecapai tujuan yang diharapkan. Langkahlangkah kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus selama penelitian, sesuai dengan
karakteristik penelitian daur ulang.
Prosedur PTK berbentuk “daur ulang” atau siklus (circle) yang mengacu pada model
Kemmis and McTaggart (1988). Dalam penelitian ini, siklus ini tidak hanya berlangsung satu
kali, melainkan lima kali, hingga tujuan pembelajaran PPKn melalui penggunaan model
pembelajaran inkuiri menjadi lebih bermakna. Secara operasional, tahap-tahap kegiatan
penelitian dalam setiap siklus, mencakup: (1) Perencanaan; (2) Tindakan; (3) Observasi; (4)
Refleksi yang meliputi Refleksi Awal, Refleksi Proses, dan Refleksi Hasil; dan (5) Revisi.
Latar situasi sosial penelitian bertempat di SMA Negeri 21 Bandung, jalan RancasawoCiwastra, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung. Subyek penelitian, yaitu guru dan siswa di
kelas X MIPA-4 yang terlibat dalam proses pembelajaran PPKn, dengan siswa yang terdiri dari
beragam karakter, agama dan kepercayaan, etnis, budaya, serta kondisi sosial ekonomi yang
heterogen. Sedangkan kegiatan tindakan kelas yaitu proses pembelajaran PPKn yang
dilaksanakan guru. Subyek dalam kegiatan penelitian ini adalah guru dan dua orang mitra
peneliti, yaitu wakasek urusan kurikulum dan guru senior.
12
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Dalam penelitian ini, data penelitian dianalisis sejak dari tahap orientasi sampai pada tahap
berakhirnya seluruh program tindakan sesuai dengan karakteristik fokus permasalahan dan tujuan
penelitian (Hopkins, 1993; Kemmis and McTaggart, 1988).
Data penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
dipergunakan untuk menganalisis data yang memperlihatkan dinamika proses, dengan
memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan
penelitian, yaitu data tentang unjuk kerja guru, aktivitas belajar siswa, pola pembelajaran,
pendapat siswa dan guru tentang efektifitas penggunaan model pembelajaran inkuiri, serta
kemungkinan aplikasi model ini bagi pembelajaran materi atau mata pelajaran lainnya. Adapun
analisis kuantitatif mencakup deskripsi berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil belajar siswa
dalam hubungannya dengan penguasaan konsep/materi pokok bahasan yang diajarkan oleh guru.
Untuk itu dipergunakan analisis statistik deskriptif.
Prosedur dan pengolahan datanya meliputi: (1) Pengumpulan, Kodifikasi, dan Kategorisasi
Data yang berasal dari Latar atau Konteks Kelas, Proses Pembelajaran, dan Aktivitas tindakan
guru dan tindakan siswa; (2) Validasi Data yang tekniknya terdiri dari triangulasi data, member
check, audit trail, expert opinion, dan interpretasi.
Instrumen dalam penelitian tindakan kelas adalah peneliti sendiri, sebagai sole instrument
(Hopkins, 1993), sedangkan teknik pengumpulan datanya mempergunakan: (1) Lembar Panduan
Observasi, (2) Pedoman Wawancara, (3) Kuesioner/Angket, dan (4) Tes Hasil Belajar.
Di samping keempat instrumen di atas, maka untuk menjaring data lain yang berkembang
selama pelaksanaan tindakan, dan sebagai bahan perbandingan untuk validasi data, peneliti juga
mempergunakan catatan lapangan (field note).
Hasil dan Pembahasan
Keadaan siswa di kelas X MIPA-4, berjumlah 40 siswa. Kondisi tersebut bukanlah rasio
guru-siswa yang ideal. Secara teoritis (1 : 7) atau dapat ditolerir (1 : 10), bahkan untuk rasio
sekolah sasaran itu sendiri (1 : 15)(Wiriaatmadja, 2002). Sedangkan berdasarkan Permendiknas
No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana, kapasitas maksimum ruang kelas SMA
adalah 32 peserta didik.
Sehingga dengan kondisi seperti ini, guru akan mendapatkan banyak kendala dan persoalan
manakala dituntut untuk mampu melayani keseluruhan siswa dalam suatu proses pembelajaran
yang menitikberatkan pada pendekatan individual—terlebih lagi kalau guru masih menggunakan
cara-cara konvensional dalam pembelajarannya seperti metode ceramah, ekspositori, atau narasi.
Hal inilah yang, antara lain, menjadi bahan pertimbangan peneliti untuk mengembangkan
pembelajaran PPKn dengan menggunakan model inkuiri.
Untuk mengetahui gambaran umum tentang pemahaman siswa di Kelas X MIPA4 SMAN
21 Kota Bandung terhadap bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negara RI Tahun
1945 yang akan dijadikan acuan bagi pemberian tindakan selanjutnya, maka dimulai dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa melalui penyebaran angket atau kuesioner.
Dari kondisi awal pembelajaran ini menuntut strategi pembelajaran yang mampu membawa
siswa bekerja dalam kelompok secara kolaboratif; strategi yang memberikan peluang sebesarbesarnya bagi siswa untuk bekerja dalam kelompok secara kolaboratif untuk menggunakan
model inkuiri dalam proses pembelajaran PPKn. Pemanfaatan model inkuiri dapat menciptakan
iklim dan suasana pembelajaran yang aktif dan interaktif, serta meningkatkan kegairahan,
motivasi, penguasaan materi, dan keakraban siswa dalam mempelajari materi pembelajaran
PPKn.
13
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Siklus Pertama
Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan pertama ini, peranan guru masih
sangat dominan, terutama dalam menjelaskan tentang bentuk dan kedaulatan negara sesuai
dengan UUD Negara RI Tahun 1945 serta dalam mengkondisikan kesiapan belajar siswa dalam
kelompok. Hal ini dilakukan karena pertemuan hari itu adalah pertemuan pertama, sehingga guru
banyak menerangkan materi-materi esensial, konsep-konsep pokok, serta tujuan pembelajaran.
Siswa, umumnya, bersiap untuk menerima proses pembelajaran konvensional, yakni menerima
narasi/ceramah/ekspositori dari guru, ibarat seperangkat cangkir yang siap menerima kucuran air
dari sebuah teko. Mereka akan memperhatikan atau berkonsentrasi terhadap pembelajaran
manakala peran guru terlihat lebih mendominasi proses pembelajaran di kelas, seperti misalnya
menarasikan/menceramahkan/ mengekspositorikan materi pelajaran, memperingatkan siswa
yang yang tidak memperhatikan penjelasan guru karena mengobrol dengan temannya maupun
yang asyik membaca atau menuliskan sesuatu yang tidak berhubungan dengan materi
pembelajaran. Hanya ada beberapa orang siswa yang membawa buku paket, selebihnya, di atas
meja mereka hanya terdapat buku tulis yang siap mereka tulisi dengan materi pembelajaran yang
dinarasikan/diceramahkan/diekspositorikan oleh guru. Hal ini mengindikasikan, bahwa siswa
selama ini sudah terbiasa dikondisikan dalam proses pembelajaran yang teacher centered.
Diakui, bahwa pada siklus ini, strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru masih
belum mampu membelajarkan semua siswa secara aktif. Disepakati bersama untuk dilanjutkan
pada siklus kedua dengan rencana tindakan sebagai berikut: menentukan alokasi waktu
pertemuan secara riil, yakni dengan menjelaskan berapa kali siklus yang akan dilaksanakan;
memperhatikan keragaman potensi siswa agar aktivitas dan ketercapaian siswa dapat tercapai
secara optimal; memotivasi siswa dengan cara akan mengumumkan kelompok yang terbaik;
melibatkan lebih banyak siswa untuk menyusun kriteria penilaian unjuk kerja kelompok yang
ditujukan pada kriteria proses dan kriteria produk.
Siklus Kedua
Pada tindakan kedua ini, para siswa diberi tugas untuk mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negera RI Tahun 1945.
Guru memotivasi siswa, caranya, melalui dialog kreatif dengan mereka, yang tujuannya adalah
agar siswa terbangun semangat belajarnya, semangat bekerjasama untuk menyelesaikan tugas,
serta untuk mempertajam tugas yang diberikan sehingga siswa menjadi paham dan tidak bingung
dengan apa-apa yang akan dikerjakannya itu. Dari sini diharapkan, proses pembelajaran PPKn
melalui penggunaan model inkuiri menjadi lebih bermakna bagi siswa dibandingkan dengan
hanya belajar di dalam kelas saja.
Sesudah masing-masing kelompok mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan materi
pembelajaran, maka guru mengadakan dialog kreatif dengan siswa dari masing-masing
kelompok untuk mengetahui bagaimana unjuk kerja kelompok selama penggunaan model inkuiri
berlangsung. Hasilnya dapat disajikan tabel di bawah ini :
Tabel 1. Untuk Kerja Kelompok di dalam Mengumpulkan Data Kedisimpilan
Nama Kelompok
Unjuk Kerja
I. Masalah
Kompak dan semua anggota bekerja
II. Hipotesis
Hanya ketua dan sekretaris yang bekerja, angggota lainnya belum
III. Data
Kompak, namun ada dua orang anggota yang tidak aktif
IV. Analisis
Belum bekerja, karena ketua dan sekretarisnya tidak masuk sekolah
V. Konklusi
Belum bekerja
14
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Dalam dialog kreatif itu, guru mencoba mencari tahu kendala dan persoalan apa yang terjadi
pada tindakan kedua ini. Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan kedua ini,
ternyata belum semua siswa/kelompok mengerjakan tugas yang diberikan dengan berhasil/baik.
Demikian pula berdasarkan dialog kreatif dengan siswa, ternyata mereka belum terbiasa
mengerjakan tugas secara lepas (mandiri/otonom). Akibatnya, unjuk kerja kelompok siswa
kurang optimal hasilnya.
Disadari, bahwa untuk merombak pola pembelajaran yang selama ini melekat pada siswa
(teacher centered) menjadi student centered membutuhkan waktu, strategi, teknik, dan
pendekatan yang cocok untuk itu. Dari hasil kerja kelompok yang sudah dilaporkan pun ternyata
belum memenuhi syarat sebagai suatu karya ilmiah, padahal bukan sekali dua kali ini mereka
mengerjakan tugas kelompok semacam itu.
Disepakati bersama untuk dilanjutkan pada siklus ketiga dengan rencana tindakan sebagai
berikut: memberikan waktu khusus untuk layanan konsultasi; memberikan penjelasan pada siswa
tentang cara-cara berkelompok secara benar; mengelaborasi tentang bagaimana penggunaan
model inkuiri secara efektif; serta menerangkan cara pembuatan laporan tugas kelompok yang
benar, sehingga memenuhi syarat sebagai suatu karya ilmiah.
Siklus Ketiga
Pada tindakan ketiga ini, yaitu pertemuan kelas kedua, kelompok-kelompok berada di dalam
kelas untuk menyelesaikan kerja kelompoknya, seperti merumuskan kembali “bentuk dan
kedaulatan negara”; mengajukan “hipotesis tentang bentuk dan kedaulatan negara”; memilahmilah “data bentuk dan kedaulatan negara” dan menganalisisnya, serta mencoba membuat
konklusinya. Guru memonitor aktivitas kerja kelompok dengan meminta respon kepada siswa
yang belum mengerti. Para siswa tampaknya sekarang sudah memahami benar akan tugas
kelompok yang harus mereka kerjakan itu, terbukti tidak ada satu pun siswa yang mengacungkan
tangannya untuk bertanya atau meminta penjelasan guru. Guru pun berdialog kreatif dengan
mereka seputar tugas yang tengah mereka kerjakan. Umumnya, mereka menyatakan bahwa di
dalam mengerjakan tugas tersebut tidak ada kesulitan yang berarti, artinya: mereka sudah
sepenuhnya memahami tugas tersebut.
Sebelum alokasi waktu yang disediakan (2 x 45 menit) berakhir, kira-kira tersisa 15 menit
lagi, seluruh siswa dari masing-masing kelompok sudah berada di dalam kelas, guru kemudian
meminta mereka untuk melaporkan atau memberitahukan unjuk kerjanya. Hasilnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Untuk Kerja Kelompok di dalam Mengorganisasikan Model Inkuiri
Nama Kelompok
Unjuk Kerja
I. Masalah
Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak
II. Hipotesis
Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak
III. Data
Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak
IV. Analisis
Kerjasama, sharing ide terwujud, namun belum kompak
V. Konklusi
Kerjasama, sharing ide terwujud, kompak
Berdasarkan data di atas, hampir semua kelompok telah memperlihatkan unjuk kerja yang
cukup baik, yakni telah terjalinnya kerjasama diantara anggota kelompok, terwujudnya sharing
ide di dalam pengerjaan tugas kelompok, dan seluruh anggota kelompok (ketua, sekretaris, dan
para anggota) mampu bekerja secara kompak. Hanya satu kelompok yang belum kompak. Guru
mencoba mencari tahu kendala dan persoalan apa yang terjadi pada tindakan ketiga ini.
15
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan ketiga ini, hamper semua
kelompok sudah mampu menampilkan kerjasama secara kompak, begitu pula sharing ide
diantara anggota kelompok sudah terwujud. Hasil refleksi guru mitra pun sependapat, bahwa
hampir semua kelompok sudah mampu bekerjasama dan sharing ide serta kompak di dalam
mengerjakan tugas kelompoknya. Diakui, bahwa di dalam pembuatan laporan tugas kelompok,
siswa, acapkali melupakan atau mengabaikan untuk membuat semacam analisis terhadap data
yang mereka kumpulkan itu, baik berdasarkan pendapat mereka sendiri maupun pendapat yang
mereka kutip dari buku. Disepakati bersama untuk dilanjutkan pada siklus keempat dengan
rencana tindakan sebagai berikut: memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan
laporan kelompoknya di luar jam pelajaran, yakni untuk mencari, membaca, dan mengutip
pendapat pakar yang ada relevansinya dengan materi pembelajaran sebagaimana tersurat dan
tersirat di dalam literature yang terdapat di perpustakaan sekolah atau di perpustakaan lain
(misalnya perpustakaan Jawa Barat, jalan Soekarno-Hatta, Bandung, yang lokasinya tidak terlalu
jauh dari sekolah), serta searching di situs-situs internet.
Siklus Keempat
Pada tindakan keempat ini, para siswa diminta untuk menyelesaikan laporan tugas
kelompoknya dan mengerjakannya di perpustakaan sekolah atau perpustakaan lain. Penggunaan
perpustakaan ini dilandasi oleh satu pemikiran, bahwa para siswa akan memperoleh kemudahan
mendapatkan informasi yang dibutuhkan yang berasal dari literature yang terdapat di sana
dibandingkan dengan kalau dikerjakan di rumahnya masing-masing. Di situ, siswa juga dapat
lebih meningkatkan kerjasama tim (teamwork), sharing ide, kontrol, dan keterampilan sosial
lainnya yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran PPKn.
Berdasarkan observasi pada tindakan keempat ini, ternyata semua kelompok (100%) sudah
menunjukkan unjuk kerja yang semakin membaik. Hal ini ditandai oleh, misalnya, dalam hal
ketergantungan yang positif dan sharing ide, mereka sudah mampu memperlihatkannya antara
lain sebagian anggota kelompok mencari literature yang relevan dengan tugas kelompok di rakrak buku perpustakaan; tatkala literature yang dimaksud sudah diperoleh mereka
mendiskusikannya dengan anggota kelompok lain untuk menentukan, apakah literature itu cocok
dengan tugas kelompoknya atau tidak. Kalau cocok, maka beberapa anggota kelompok
membuka-buka halaman buku tersebut, mencari bagian dari isi buku itu yang relevan dengan
tugas yang tengah mereka kerjakan, untuk mereka kutip atau tulis di secarik kertas yang sudah
mereka persiapkan untuk itu. Kalau tidak cocok, maka mereka kembali lagi ke rak-rak buku
untuk mencari lagi literature yang relevan dengan tugas kelompoknya. Begitu seterusnya,
sehingga seluruh tugas kelompok dapat mereka tuntaskan. Dari sini, juga terlihat adanya
akuntabilitas individu anggota kelompok, misalnya, ada anggota kelompok yang sangat mahir
mengoperasikan komputer (mengetik menggunakan program aplikasi computer semisal
Microsoft Word atau Corel Draw) maka dia dipercaya oleh anggota kelompok lainnya untuk
menyelesaikan laporan tugas kelompoknya. Begitu pula ketua dan sekretaris kelompok sibuk
mengkoordinasikan dan mengontrol anggota kelompoknya, umpamanya, ada anggota kelompok
yang bermain-main atau melihat-lihat literature yang tidak ada kaitannya dengan tugas
kelompok, maka mereka segera menegurnya dengan mengingatkan kembali akan tujuan pokok
mereka datang ke perpustakaan itu. Dengan begitu, teamwork yang kompak tampak menonjol di
sini. Hasil dialog kreatif antara guru dengan siswa pun menyiratkan hal yang senada. Meskipun
kelihatannya unjuk kerja kelompok sudah menunjukkan hasil yang baik, namun guru mencoba
mencari tahu barangkali masih ditemukan adanya kendala dan persoalan yang mungkin terjadi
pada tindakan keempat ini.
Hasil refleksi guru mitra menyatakakan, bahwa unjuk kerja kelompok sudah
memperlihatkan kecenderungan yang semakin membaik. Hal ini ditandai dengan seluruh anggota
kelompok (100%) hadir dan aktif mengerjakan serta menyelesaikan tugas kelompoknya di
perpustakaan. Teamwork sudah padu, ketergantungan yang positif dan sharing ide diantara
anggota kelompok sudah terbentuk, begitu pula unsur kontrol dan akuntabilitas individu sudah
16
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
termanifestaikan. Diakui, bahwa apabila siswa sudah mampu dibangkitkan curiousity-nya, sense
of responsibility, dan sense of belonging serta esprit de`corps-nya, maka mereka akhirnya akan
mampu memperlihatkan unjuk kerja kelompoknya secara optimal. Disepakati bersama untuk
dilanjutkan pada siklus kelima dengan rencana tindakan sebagai berikut: memperbanyak laporan
tugas kelompok sejumlah kelompok yang ada (lima eksemplar) dan saling tukar dengan
kelompok lainnya; memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk mempresentasikan
laporan kelompoknya dan kelompok lain mereaksi terhadap laporan itu (yang berkas tertulisnya
sudah mereka terima dan pelajari sebelumnya); serta bersama-sama guru memberikan penilaian
terhadap unjuk kerja kelompok itu yang kriteria penilaiannya telah disepakati bersama oleh guru
dan siswa.
Siklus Kelima
Pada tindakan kelima ini, yaitu pertemuan kelas ketiga, setiap kelompok mempresentasikan
laporan tugas kelompoknya. Mengingat alokasi waktu yang tersedia hanya 2 x 45 menit, maka
disepakati bersama untuk menggunakan sistem panel, di mana 45 menit pertama untuk kelompok
I, II, dan III (masalah, hipotesis, dan data), dan 45 kedua untuk kelompok IV dan V (analisis dan
konklusi). Setiap kelompok, pada setiap session, diberikan kesempatan untuk menyajikan intisari
atau resume tugas kelompoknya kepada audience (seluruh siswa) dengan alokasi waktu masingmasing 5 menit (total = 15 menit); 15 menit kedua dialokasikan untuk tanggapan atau sanggahan
dari kelompok lain; dan sisanya (15 menit terakhir) kelompok panelis mendapat kesempatan
untuk mereaksi terhadap tanggapan atau sanggahan dari kelompok lain itu.
Unjuk kerja siswa dalam diskusi kelas tersebut ternyata menunjukkan hasil yang cukup
memuaskan. Kelompok penyaji mampu menyampaikan materinya dengan baik dan sanggup
menghadapi berbagai tanggapan maupun sanggahan dari kelompok lain dengan tangkas dan
lugas. Begitu pula kelompok penanggap atau penyanggah, mereka senantiasa mempertanyakan
setiap argumen yang diberikan kelompok penyaji dengan kritis dan konstruktif. Hampir tidak ada
kekosongan waktu yang disebabkan oleh sikap statis atau pasif, baik dari kelompok penyaji
maupun kelompok penanggap/penyanggah, semuanya pro-aktif dalam diskusi kelas tersebut.
Berdasarkan observasi pada tindakan kelima ini, ternyata unjuk kerja siswa memperlihatkan
hasil yang cukup memuaskan. Mereka sudah mampu menggunakan model inkuiri secara efektif.
Baik unjuk kerja proses maupun produk, kedua-duanya mampu ditampilkan siswa dengan baik.
Terbukti, manakala mereka harus mempresentasikan laporan tugas kelompoknya dalam diskusi
kelas dan mereaksi terhadap laporan itu, tidak ada satu pun siswa yang tidak dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan terhadap laporan tugas kelompoknya itu. Namun, peneliti ingin lebih
memantapkan lagi apakah memang penggunaan model inkuiri itu berdampak pada peningkatan
hasil belajar siswa atau tidak, maka dari hasil tes formatif pun menunjukkan hasil yang semakin
meningkat. Bahkan informasi atau pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, khususnya yang
berkaitan dengan “bentuk dan kedaulatan negara sesuai dengan UUD Negara RI Tahun 1945” ,
jauh melebihi atau lebih lengkap dari apa yang termaktub dalam buku paket atau buku pelajaran
PPKn yang ada. Inilah yang menjadikan pembelajaran PPKn menjadi berkembang dan lebih
bermakna, selain peningkatan keaktifan dan hasll belajar siswa.
Hasil refleksi guru mitra menyatakan, bahwa pada tindakan kelima ini hamper tidak
ditemukan adanya kekurangan dari unjuk kerja siswa, baik secara kelompok maupun individual,
baik unjuk kerja proses maupun produk. Semua siswa menunjukkan antusiasnya, mungkin
karena sebelumnya sudah diberikan motivasi berupa reward, bahwa bagi siswa yang aktif akan
memperoleh nilai yang tinggi, namun keaktifan itu hendaknya merata dan orangnya tidak hanya
itu-itu saja yang aktif. Para siswa sudah mampu memperlihatkan keterampilan sosial yang baik,
interaksi tatap muka yang efektif, adanya ketergantungan yang positif, akuntabilitas individual
yang dinamis, dan prosesing yang kolaboratif.
17
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Model inkuiri ternyata mampu menggairahkan atau membuat siswa lebih bersemangat untuk
belajar. Persepsi siswa tentang belajar selama ini, yang hanya terfokus pada buku pelajaran atau
informasi yang diberikan oleh guru melalui pertemuan tatap muka di kelas, berubah seiring
dengan digunakannya model inkuiri.. Siswa juga sudah mampu mendefinisikan masalah dan
merumuskan hipotesis dengan baik, begitu juga dalam mengumpulkan data untuk menguji
hipotesis serta menganalisis dan menilai data, lalu menggunakan data untuk mengkonfirmasi atau
menolak hipotesis. Demikian halnya hasil belajar siswa pun menunjukkan peningkatan yang
berarti. Kalau selama ini siswa beranggapan, bahwa penilaian hasil belajar siswa hanya diperoleh
melalui ulangan (paper and pencil test) saja, maka sekarang mereka memperoleh pemahaman
baru bahwa unjuk kerja (performance) pun ternyata mendapatkan penilaian juga; terlebih lagi
PPKn, penilaian yang berbasis proses/unjuk kerja kelompok memperoleh bobot yang tinggi. Hal
ini sesuai dengan karakteristik PPKn itu sendiri yang menekankan proses pembelajarannya pada
keterampilan kewarganegaraan siswa, sehingga siswa diharapkan mempunyai bekal life-skill
pada saat mereka hidup di lingkungan masyarakatnya.
Revisi Pelaksanaan Tindakan
Berdasarkan refleksi terhadap pelaksanaan tindakan kelima ini, maka terdapat beberapa
alternatif atau saran yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan pembelajaran
berikutnya, antara lain :
1. Dalam menyampaikan materi pembelajaran, sebaiknya guru memberikannya dengan
sejelas-jelasnya, dengan menjelaskan konsep-konsep pokok, kata-kata kunci, atau
istilah-istilah penting yang terdapat dalam materi pembelajaran itu. Untuk itu, guru
perlu membuat visualisasi tentang hal tersebut, misalnya dengan menyiapkan pelbagai
media pendidikan (educational tools) yang relevan dengan materi pembelajaran serta
cocok dan mudah dibuat/dioperasikannya oleh guru. Tujuannya adalah untuk
mempermudah dan menambah pemahaman siswa akan materi pembelajaran yang
disajikan oleh guru.
2. Dalam melakukan brifing tentang proses pembelajaran dan kerja siswa dalam
kelompok, guru hendaknya tidak mendominasi pembicaraan melainkan lebih banyak
mengembangkan dialog kreatif, yaitu memperlihatkan “sikap bersahabat, sabar,
kooperatif, jujur dan menjauhkan diri dari sombong, serakah, dan angkuh” (Somantri,
2001 : 234). Disamping itu, diupayakan lebih banyak melibatkan siswa dalam
melakukan evaluasi terhadap unjuk kerja kelompok, agar siswa lebih menyadari dan
memahami letak kelemahan dan kelebihannya, serta opini siswa dapat dijadikan sebagai
dasar dan pertimbangan dalam mengarahkan siswa untuk memperbaiki dan
meningkatkan unjuk kerjanya pada pembelajaran berikutnya.
3. Kolaborasi antara guru dengan guru lainnya, baik dalam rumpun yang sejenis (IPS)
maupun yang tidak sejenis hendaknya semakin diintensifkan, maka sesama guru harus
kompak dan solid di dalam menggulirkan proses pembelajarannya.
Deskripsi Pendapat Siswa
Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada semua siswa di sekolah sasaran dan
dilanjutkan dengan pendalaman melalui dialog kreatif, yakni setelah dilakukan pembelajaran
PPKn dengan model inkuiri dalam lima kali pelaksanaan tindakan, maka pendapat mereka
mengenai penggunaan model tersebut dapat dideskripsikan di bawah ini.
Menurut mereka, bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri sangat
mengasyikan dan menyenangkan (joyfull) serta lebih mudah dalam mempelajari, memahami, dan
mengerti materi (content) PPKn dibandingkan dengan cara-cara belajar yang selama ini biasa
mereka dapatkan dan lakukan (conventional ways). Hal ini, menurut mereka, disebabkan karena
belajar dengan model inkuiri dapat membantu memahami materi PPKn dengan lebih baik, karena
mereka mempunyai kesempatan untuk belajar lebih banyak dengan cara menemukan sendiri
18
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
(inquiry) informasi pengetahuan yang mereka perlukan dan tidak terpaku pada pertemuan kelas
(classroom meeting) atau pertemuan tatap muka (vis a vis interaction) antara guru dan siswa saja.
Dari sini, pengertian dan pemahaman mereka tentang materi pembelajaran menjadi lebih lengkap
(comprehensive).
Mengenai penggunaan cooperative learning, para siswa menyambutnya dengan sikap
responsif dan antusias. Menurut mereka, dengan penggunaan cooperative learning, mereka dapat
belajar dari siswa yang lain pada saat belajar berkelompok; mereka juga menjadi lebih akrab
dengan teman sekelasnya, karena mereka selalu belajar dan mengerjakan tugas secara bersamasama dalam hubungan kerjasama yang terbuka dan demokratis. Selain itu, menurut mereka,
belajar melalui cooperative learning dapat meningkatkan perhatian/konsentrasi, semangat, dan
motivasi belajarnya; karena mereka dapat saling berkontribusi gagasan, ide, atau pendapatnya
kepada teman lainnya, baik pada saat belajar dalam kelompok-kelompok kecil maupun pada saat
tiap-tiap kelompok itu mempresentasikan laporan hasil temuannya di dalam pertemuan kelas.
Dari sini, belajar dengan model inkuiri selain mempelajari materi pembelajaran juga
menumbuhkan iklim dan peluang yang optimal bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas
mereka dalam belajar.
Model inkuiri juga berpeluang bagi mereka dalam mengembangkan dan melatih berbagai
sikap serta keterampilan-keterampilan sosialnya, seperti keterampilan dalam bekerja sama, sikap
menghargai pendapat, ide, atau gagasan orang lain, keterampilan dalam menyampaikan
pendapat/urun rembuk dengan orang lain atau mendengarkan pendapat orang lain (social skills),
serta menghimpun informasi dan membaca berbagai sumber PPKn, menyusun laporan, berbicara
dalam kelompok atau meningkatkan keberanian mereka dalam berbicara di depan kelas (study
skills and work habit). Lain daripada itu, mereka juga meningkat baik peran sertanya dalam
diskusi kelompok maupun dalam membuat keputusan kelompok, serta aktivitas belajarnya di
kelas (group work skills). Mereka juga mampu membandingkan dan mempertentangkan berbagai
pendapat atau pandangan dari pelbagai sumber pembelajaran (intellectual skills).
Menurut mereka, dengan menggunakan model inkuiri seperti yang diaplikasikan oleh guru,
mereka merasa terbantu dalam peningkatan hasil belajarnya. Oleh sebab itu, mereka menyatakan
bahwa model tersebut hendaknya juga diterapkan pada pokok bahasan atau mata pelajaran
lainnya.
Deskripsi Pendapat Guru
Dengan menggunakan model inkuiri membantu meningkatkan kegairahan belajar siswa
serta memotivasi siswa untuk berbuat yang terbaik, saling membantu satu terhadap yang lain,
dan mengenal pola berfikir masing-masing melalui dialog dan elaborasi. Hal ini menuntut siswa
untuk lebih berinisiatif, pro-aktif, kreatif, dan kritis di dalam menghimpun informasi dari media
massa untuk selanjutnya dipilah dan dipilih, informasi mana saja yang relevan dengan materi
pelajaran dan mana yang tidak relevan.
Para siswa satu sama lain mempunyai ketergantungan yang positif untuk mencapai
keberhasilan dalam belajar. Sebab mereka satu sama lain saling membutuhkan (sharing)
informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Adapun YS mengatakan, bahwa siswa
wawasan pengetahuannya bertambah luas, informasinya senantiasa aktual/up to date, pola
pikirnya menjadi kritis, dan mampu mencapai keberhasilan dalam belajar.
Para siswa pun akan semakin meningkat keterampilan kewarganegaraannya, seperti
kepekaan sosial, menghimpun informasi, menyusun laporan dan mempresentasikannya di depan
kelas, berkolaborasi sesama siswa, saling berurun rembuk, menganalisis data dan informasi,
mengelaborasi data dan informasi yang terhimpun. Keterampilan dasar ini apabila sering
dilatihkan kepada siswa, pada gilirannya akan membekali siswa dengan keterampilan hidup (life
skills) yang sangat berguna dalam kehidupannya di masyarakat. Dan apabila siswa sering dilatih
19
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
untuk berinkuiri secara efektif dan efisien, maka mereka akan mampu menjaring dan menyaring
pelbagai data dan informasi secara akseptabel.
Melihat pengaruh penerapan model inkuiri terhadap animo dan antusiasme siswa dalam
belajar, maka model tersebut dapat juga diterapkan dalam proses pembelajaran materi atau mata
pelajaran lain selain PPKn. Lain daripada itu, dengan penerapan model inkuiri, akan lebih
memudahkan di dalam mengkondisikan siswa untuk belajar, sehingga akan membantu
mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya.
Beberapa Implikasi Teoritik
Dari hasil observasi dan tes formatif pada pembelajaran PPKn yang menggunakan model
inkuiri, ternyata memperlihatkan hasil yang meningkat. Hal ini tampak baik dari unjuk kerja
kelompok maupun hasil belajar siswa, yakni sesudah diberikan tindakan penelitian (siklus kedua
dan seterusnya) memperlihatkan kecenderungan hasil yang meningkat dari satu siklus ke siklus
lainnya. Peningkatan ini terjadi dikarenakan selama lima kali tindakan (tiga kali pertemuan kelas
dan dua kali out door study) siswa secara kontinyu diproses dalam sebuah kelompok dengan
berbagai perlakuan.
Dengan berbagai perlakuan terhadap kelompok siswa tersebut, ternyata hasilnya cukup
memuaskan sehingga menjadikan pembelajaran PPKn menjadi lebih bermakna (meaningful),
yakni proses pembelajaran yang mampu untuk membelajarkan siswa, memperkuat pengalaman
belajar, daya pikir, dan kemampuan menilai siswa, serta memotivasi, memfasilitasi, dan
memanage siswa untuk belajar, pada gilirannya akan menciptakan suasana dan memberi
kemudahan untuk belajar (Al Muchtar, 2003).
Dengan keterbatasan kurikulum yang tidak dapat menjangkau kondisi riil siswa di seluruh
Indonesia serta kondisi siswa dan guru yang cepat berubah (Nasution, 2000), maka antisipasi
yang paling cocok adalah dengan penggunaan model inkuiri. Hal ini terbukti dari unjuk kerja
kelompok, dialog kreatif dengan siswa, serta kolaborasi dan elaborasi dengan mitra, maka
peneliti berkesimpulan bahwa pengembangan pembelajaran PPKn akan lebih meningkat
manakala menggunakan model inkuiri.
Guru yang profesional adalah guru yang memahami dan menguasai pembelajarannya serta
senantiasa berwawasan mutahir (Supriadi, 1999). Artinya, perkembangan ilmu pengetahuan
kontemporer berlangsung begitu cepatnya, terlebih lagi fenomena sosial atau realitas sosial selalu
berubah seiring dengan perkembangan atau perubahan masyarakat itu sendiri, sedangkan materi
pembelajaran sebagaimana termaktub dalam buku pelajaran/buku teks cenderung mengelaborasi
realitas sosial yang telah lewat (Welton dan Mallan, 1988 : 66-67). Untuk itu, penggunaan model
inkuiri dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran, terutama bagi mata pelajaran PPKn,
sebab informasi faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi
di masyarakat dapat ditemukan melalui proses inkuiri. Guru tinggal mencari informasi di situ,
memilih dan memilahnya untuk kepentingan pembelajaran.
Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri, ternyata
baik unjuk kerja kelompok maupun hasil belajar siswa memperlihatkan kecenderungan hasil
yang meningkat. Peningkatan ini terjadi dikarenakan selama lima kali tindakan (tiga kali
pertemuan kelas dan dua kali out door study) siswa secara kontinu diproses dalam sebuah
kelompok dengan berbagai perlakuan, yakni proses pembelajaran yang mampu untuk
membelajarkan siswa, memperkuat pengalaman belajar, daya pikir, dan kemampuan menilai
siswa, serta memotivasi, memfasilitasi, dan memanage siswa untuk belajar, pada gilirannya akan
menciptakan suasana dan memberi kemudahan untuk belajar.
20
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn selain memiliki banyak
kelebihan juga mempunyai beberapa kendala dan persoalan, diantaranya ialah: (1) Pembelajaran
dengan penggunaan model inkuiri tetap membutuhkan sumber pembelajaran lainnya, semisal
buku teks atau literature lainnya, manakala membuat analisis dalam laporan tugas kelompoknya;
(2) Pembelajaran dengan penggunaan model inkuiri tetap belum mampu merubah siswa yang
bermasalah (jarang sekolah) menjadi rajin sekolah dan aktif dalam pertemuan kelas. Suasana
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn
ternyata mengakibatkan: (1) proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan (joyful) karena
lebih banyak berada di luar kelas (out door study); (2) siswa menjadi lebih aktif dibanding
dengan penugasan individual, di mana siswa yang pada mulanya pasif/statis sesudah dijelaskan
tentang kriteria penilaian yang menitikberatkan pada kekompakan dan kerjasama (teamwork)
kelompok dengan prinsip “equal opportunity to success” maka mereka menjadi lebih
aktif/dinamis dalam pembelajarannya; (3) peningkatan kemampuan berfikir kritis, di mana
beberapa orang siswa yang biasanya cenderung pendiam/kurang responsif menjadi lebih
responsif dan kritis di dalam menanggapi laporan tugas kelompok lain; dan (4) peningkatan
keterampilan sosial siswa, di mana para siswa menunjukkan kecenderungan tolong menolong,
kerjasama, kepekaan sosial, kemampuan mengontrol dan mengendalikan diri terhadap orang lain,
serta urun rembuk dengan orang lain yang semakin meningkat.
Pengembangan pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran PPKn berimplikasi terhadap unjuk kerja guru, antara lain : guru harus senantiasa
belajar, belajar, dan belajar; untuk mencari, memilih, dan memilah informasi yang relevan
dengan materi pembelajarannya. Berkaitan dengan kekritisan siswa, maka guru hendaknya
mampu merespons semua itu dengan wawasan yang luas, yakni mampu mengimbangi tingkat
kekritisan siswa sehingga mereka dapat terpuaskan dorongan ingin tahu (sense of curiousity)nya,
minat-perhatian (sense of interest)nya, dan dorongan membuktikan kenyataan (sense of
reality)nya, pada gilirannya, guru akan tetap dihormati dan dikagumi oleh siswanya.
Pengembangan pembelajaran PPKn yang menggunakan model pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran PPKn berimplikasi terhadap unjuk kerja siswa, antara lain : potensi-potensi dasar
psikologis siswa, seperti dorongan ingin tahu (sense of curiousity), minat-perhatian (sense of
interest), dorongan membuktikan kenyataan (sense of reality), dan dorongan menemukan sendiri
(sense of discovery) dapat tersalurkan. Penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam
pembelajaran PPKn ternyata mampu meningkatkan hasil belajar siswa, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Berdasarkan pelaksanaan dan pemantapan model pembelajaran inkuiri
dalam pembelajaran PPKn, maka guru hendaknya dapat menjadikan proses pembelajaran PPKn
lebih bermakna (meaningful) bagi siswa, yakni dengan tidak melulu mengkondisikan proses
pembelajaran itu hanya dalam interaksi tatap muka atau pertemuan kelas (classroom meeting)
belaka, akan tetapi dapat melakukannya di luar kelas (out door study). Guru dapat menciptakan
suasana dan memberi kemudahan siswa untuk belajar, yakni dengan memfasilitasi dan
memanage siswa untuk belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan memanfatkan
media massa sebagai sumber pembelajarannya.
Bagi Kepala Sekolah hendaknya memberikan otonomi pedagogik secara penuh kepada guru
PPKn untuk mengembangkan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn. Dengan
adanya hak otonomi pedagogik ini, maka guru akan lebih leluasa mengimplementasikan model
pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn itu sesuai dengan latar siswa, alam keremajaan
dan tingkat pemikiran siswa; sehingga guru akan lebih mudah untuk memunculkan potensipotensi dasar psikologis siswa, seperti dorongan ingin tahu (sense of curiousity), minat-perhatian
(sense of interest), dorongan membuktikan kenyataan (sense of reality), dan dorongan
menemukan sendiri (sense of discovery). Bagi calon guru PPKn hendaknya dapat senantiasa
mengasah diri guna meningkatkan unjuk kerja profesionalnya dalam pengembangan model
pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran PPKn, dengan meningkatkan diri dalam pelaksanakan
peran dan fungsinya sebagai fasilitator, director, mediator, dan reconstructor terhadap
pembelajaran siswa belajar ber-PPKn.
21
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802
Daftar Pustaka
Al Muchtar, S. (2003). “Kritik Implementasi Penelitian Tindakan Kelas dalam Pendidikan IPS”.
Makalah pada International Seminar on Classroom Action Research for Improving The
Quality Learning, FPIPS, UPI, Bandung, 6 Agustus 2003.
Hopkins, D. (1993). A Teacher`s Guide to Classroomn Research. Philadelphia : Open University
Press.
Lincoln, Y.S. and Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills : Sage Publications.
Kementerian Pendidikan Nasional (2007). Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana. Jakarta: Kemendikbud. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(2014). Buku Pegangan Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta:
Kemendikbud
Kemmis, S. and McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Deakin University
Somantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung : PPS-UPI dan PT.
Remadja Rosda Karya.
Nasution, S. (2000). Asas-Asas Kurikulum. Bandung : Jemmars.
Supriadi, D. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.
Welton, D.A. and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World : Strategies for Teaching Social
Studies. Boston : Houghton Mifflin Company.
Winataputra, U.S. (2009). “Strategi Pembelajaran PPKn pada Era Reformasi menuju Indonesia
Baru”. Makalah pada Pelatihan Kerja Calon Instruktur Guru PPKn Seluruh Indonesia,
Ditjen Dikdasmen-Depdikbud, Cipayung, Bogor-Jawa Barat.
Wiriaatmadja, R. (2003). “Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan
Dosen serta Prestasi Belajar Peserta Didik”. Makalah pada International Seminar on
Classroom Action Research for Improving The Quality Learning, FPIPS, UPI, Bandung, 6
Agustus 2003.
22
Download