9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Permasalahan tenaga kerja yang timbul dalam suatu perusahaan dapat berasal dari interen maupun eksteren. Dari beberapa masalah perusahaan yang timbul, masalah manusia sebagai faktor produksi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan. Sumber daya manusia bukanlah faktor produksi seperti mesin dan bahan baku melainkan merupakan “partner” kerja bagi organisasi. Tenaga kerja yang tersedia bagi perusahaan tidak semuanya dapat langsung menjadi tenaga kerja yang produktif. Tenaga kerja dalam perusahaan harus diseleksi, ditempatkan, dilatih, dinilai prestasinya. Pada beberapa perusahaan hampir semua manajer sampai pada batas tertentu bertanggung jawab untuk aktivitas yang berorientasi pada manusia. Departemen personalia suatu perusahaan pada umumnya lebih merupakan fungsi staf daripada fungsi lini. Manajer personalia lebih mempunyai wewenang nasehat daripada wewenang memimpin. Dalam hal ini departemen personalia membantu departemen lain yang ada dalam perusahaan untuk menyediakan, melatih, dan memajukan tenaga kerja dalam melayani masing-masing departemen dalam perusahaan. Pengertian manajemen sumber daya manusia atau manajemen personalia menurut Murti Sumarni dan John Soeprihanto ( 2006: 361 ) 9 10 adalah kumpulan aktivitas di dalam semua organisasi yang bermaksud mempengaruhi efektivitas sumber daya manusia dan organisasi. Sedangkan pengertian manajemen personalia menurut Heidjrachman dan Husnan (2001: 5) adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat. Dari kedua definisi manajemen personalia di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen personalia merupakan seni dan ilmu melalui kumpulan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang bermaksud mempengaruhi efektivitas sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. 2.2. Motivasi Kerja 1. Pengertian Motivasi Kerja Menurut Reksohadiprodjo dan Handoko (2000 : 252) motivasi adalah keadaan dalam pribadi seorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. The Liang Gie dalam Samsudin (2006 : 281) mengatakan bahwa motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu. 11 Motivasi yang dikemukakan oleh Schermerhorn dalam Winardi (2002 : 2) merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam bidang perilaku keorganisasian, guna menerangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu, yang menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal bekerja. Motivasi didefinisikan pula sebagaipemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 2003 : 95). Dari beberapa definisi motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu tindakan yang mendorong keinginan atau perilaku orang lain untuk bekerja dengan maksimal untuk memenuhi kebutuhan yang menjadi tujuannya. 2. Teori Motivasi Kerja Menurut Abraham Maslow Teori ini dikemukakan oleh Abraham Maslow yang menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia cenderung bersifat bawaan. Dalam teori ini, Maslow mengelompokkan kebutuhan manusia menjadi lima kategori yang naik dalam urutan tertentu. Sebelum kebutuhan yang lebih mendasar terpenuhi, seseorang tidak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 12 Hierarki Maslow yang terkenal terdiri atas : a. Kebutuhan Fisik (Physiological Needs) Kebutuhan fisik (biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat. Kebutuhan fisik ini termasuk kebutuhan utama, tetapi merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah. b. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan (Safety and Security Needs) Kebutuhan keamanan dan keselamatan adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah pada dua bentuk, yaitu : 1) Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat kerja pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja. 2) Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja, misalnya motor yang disimpan jangan sampai hilang. c. Kebutuhan Sosial (Affiliation or Acceptance Needs) Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dicintai, mencintai serta diterima dalam pergaulan 13 kelompok karyawan dan lingkungannya. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil. d. Kebutuhan Status / Kekuasaan (Esteem or Status Needs) Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya. e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs) Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain (Hasibuan, 2003 : 105-107). 3. Jenis-jenis Motivasi Motivasi berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi : (Marihot dalam Hendar P.M, 2009: 25) a. Motivasi Internal Yaitu mendorong perilaku yang bersifat biologis, naluriah, yang bersumber dalam diri seseorang dan tidak dipengaruhi oleh 14 rangsangan dari luar seperti makan, minum, tidur, berprestasi, berinteraksi dengan orang lain, berkuasa dan lain-lain yang cenderung bersifat internal, yang berarti kebutuhan itu muncul dan mendorong perilaku semata-mata karena tuntutan fisik dan psikologis yang muncul melalui mekanisme sistem biologis manusia. b. Motivasi Eksternal Yaitu motivasi disamping bersumber dari dalam juga dipengaruhi oleh rangsangan eksternal, atau dengan kata lain motivasi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan, atau berkembangan melalui proses belajar. Misalnya : kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi sebagai dorongan biologis dapat berubah ketika dia berinteraksi dengan lingkungan kerja dimana disana terdapat suatu norma kelompok yang tidak menghendaki prestasi individual. Ini akan mengakibatkan motif berprestasi menurun. Sebaliknya, seorang yang tidak memiliki motif berprestasi yang tinggi dapat berubah ketika orang tersebut berada dalam lingkungan kelompok kerja dimana prestasi individual sangat dihargai. Ini akan mengakibatkan munculnya motif berprestasi tinggi. 15 2.3. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Kerja Salah satu syarat perjanjian kerja antara perusahaan dengan karyawan adalah disiplin. Disini dikemukakan beberapa pengertian mengenai disiplin, sebagai berikut yaitu: Siagian (2003 : 305) mengartikan disiplin sebagai tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memilih tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Menurut Handoko (2001: 208), disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Menurut Nitisemito dalam Tohardi (2002: 393) mengungkapkan arti disiplin sebagai sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan perusahaan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin merupakan sikap atau perilaku ketaatan seseorang atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta terhadap peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Dengan ditetapkannya peraturan tertulis maupun tidak tertulis diharapkan karyawan memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam bekerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. 16 2. Aspek-aspek Disiplin Kerja Amriany, dalam Hendar (2009: 26-27) menyebutkan aspek-aspek disiplin kerja yaitu : a. Kehadiran Seseorang dijadwalkan untuk bekerja harus hadir tepat pada waktunya tanpa alasan apapun. b. Waktu kerja Waktu kerja merupakan jangka waktu saat pekerja yang bersangkutan harus hadir untuk memulai pekerjaan, waktu istirahat, dan akhir pekerjaan. Mencetak jam kerja pada kartu hadir merupakan sumber data untuk mengetahui tingkat disiplin waktu karyawan. c. Kepatuhan terhadap perintah Kepatuhan yaitu jika seseorang melakukan apa yang dikatakan kepadanya. d. Kepatuhan terhadap aturan Serangkaian aturan yang dimilki perusahaan merupakan tuntutan bagi karyawan agar patuh, sehingga dapat membentuk perilaku yang memenuhi standar perusahaan. e. Produktivitas kerja Produktivitas kerja yaitu menghasilkan lebih banyak dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. 17 f. Pemakaian seragam Sikap karyawan terutama lingkungan organisasi menerima seragam kerja setiap dua tahun sekali. 3. Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja Untuk mengkondisikan karyawan perusahaan agar senantiasa bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip pendisiplinan sebagai berikut : (Heidjrachman dan Husnan, 2002: 241) a. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi. b. Pendisiplinan harus bersifat membangun. c. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan segera. d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. e. Pimpinan hendaknya tidak seharusnya memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen. f. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali. Semua kegiatan pendisiplinan tersebut tentulah harus bersifat positif dan tidak mematahkan semangat kerja para karyawan juga harus bersifat mendidik dan mengoreksi kekeliruan agar di masa datang tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama. 4. Indikator-indikator Kedisiplinan Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya : (Hasibuan, 2003 : 192). 18 a. Tujuan dan Kemampuan Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sumgguh dan disiplin dalam mengerjakannya. b. Teladan Pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. c. Balas Jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/ pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. d. Keadilan Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. 19 e. Pengawasan Melekat (Waskat) Pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. f. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku interdisipliner karyawan akan berkurang. g. Ketegasan Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang interdisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut. h. Hubungan Kemanusiaan Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik. 20 2.4. Pengawasan Kerja 1. Pengertian Pengawasan Pengertian pengawasan menurut Kusnadi (2006: 265) adalah memantau atau memonitor pelaksanaan rencana apakah telah dikerjakan dengan benar atau tidak atau suatu proses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai dengan rencana. Pengawasan tidak akan dapat dilakukan jika tidak ada rencana dan rencana akan menjadi kenyataan jika ditindaklanjuti oleh pengawasan. Adapun pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Sondang Siagian (2003: 258) adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan operasional guna menjamin bahwa berbagai kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian pengawasan menurut Handoko (2003: 359) adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan manajemen tercapai, ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan sesuai yang direncanakan. Dengan melihat semua definisi pengawasan yang disampaikan oleh para ahli di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pengawasan adalah segala upaya atau tindakan yang berfungsi untuk mengamati pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin kegiatan tersebut sesuai rencana yang telah ditetapkan. 21 2. Tujuan Pengawasan Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan (Manullang, 2005: 174). Oleh karenanya agar sistem pengawasan itu benar-benar efektif artinya dapat merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya harus dapat dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari rencana. Apa yang telah terjadi memang sukar untuk mengubahnya, tetapi apa yang akan terjadi dapat disetir ke tujuan tertentu. Oleh karena itulah suatu sistem pengawasan yang efektif harus dapat segera melaporkan penyimpangan- penyimpangan, sehingga berdasarkan penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat diambil tindakan untuk pelaksanaan selanjutnya agar pelaksanaan keseluruhan benar-benar dapat sesuai atau mendekati apa yang direncanakan sebelumnya. 3. Tipe Pengawasan Menurut Handoko (2005: 361) terdapat tiga tipe dasar pengawasan yaitu : a. Pengawasan Pendahuluan (Feedforward Control) Pengawasan ini dirancang untuk mengantisipasi masalahmasalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu dilaksanakan. 22 b. Pengawasan Cocurrent (Cocurrent Control) Pengawasan ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. c. Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control) Pengawasan ini mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan, sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar telah ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan serupa di masa yang akan datang. 4. Tahapan Pengawasan Proses pengawasan paling sedikit terdiri dari 5 (lima) tahap yaitu (Handoko, 2003: 362) : a. Penetapan standar Penetapan standar berarti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil tujuan, sasaran, dan target pelaksanaan sebagai standar. b. Penentuan pengukuran pelaksana kegiatan. Penetapan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. 23 c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan. Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulangulang dan terus-menerus. d. Perbandingan pelaksana dengan standar dan analisa penyimpangan. Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai. e. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. 5. Teknik Pengawasan Berbagai teknik yang dapat digunakan dalam pengawasan antara lain adalah sebagai berikut (Manullang, 2005: 178) : a. Pengamatan langsung atau observasi oleh manajemen untuk melihat sendiri bagaimana caranya para petugas operasional menyelenggarakan kegiatan dan menyelesaikan tugasnya. b. Melalui laporan, baik lisan maupun tertulis dari para penyelia yang sehari-hari mengawasi secara langsung kegiatan bawahannya. c. Melalui penggunaan kuesioner yang respondennya adalah para pelaksana kegiatan oeprasional. 24 d. Wawancara, dalam wawancara harus terjamin kebebasan pihak yang diwawancarai untuk menyampaikan informasi terutama yang menyangkut masalah dan segi-segi negatif penyelenggaraan berbagai kegiatan operasional tanpa “dihantui” oleh ketakutan akan menerima “ganjaran”. 6. Manfaat Hasil Pengawasan Manfaat terpenting dari pengawasan antara lain : a. Tersedianya bahan informasi bagi manajemen tentang situasi nyata di mana perusahaan berada. b. Dapat dikenalinya faktor-faktor pendukung terjadinya operasionalisasi rencana tentang efisiensi dan efektif. c. Pemahaman tentang berbagai faktor yang menimbulkan kesulitan dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan operasional. d. Langkah-langkah apa yang segera dapat diambil untuk menghargai kinerja yang memuaskan. e. Tindakan preventif apa yang segera dapat dilakukan agar deviasi dari standar tidak terus berlanjut. 2.5. Produktivitas Kerja Masalah produktivitas kerja adalah masalah yang sangat penting dalam setiap usaha kerja untuk mencapai tujuan dari setiap perusahaan. 25 1. Pengertian Produktivitas Kerja Secara umum produktivitas diartikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input). Menurut Payaman J. Simanjuntak (2005 : 30) pengertian produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya (input) yang dipergunakan per satuan waktu. Menurut Basu Swastha DH dan Ibnu Sukotjo (2006 : 281) pengertian produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan jasa yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi dan sebagainya) yang dipakai untuk menghasilkan hasil. Dari semua definisi di atas disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah kemampuan untuk menghasilkan barang atau jasa, di mana kemampuan tersebut berkenaan dengan produktivitas kerja. 2. Pengukuran Produktivitas Kerja Menurut Simamora (2004 : 612) faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja; kualitas kerja; dan ketepatan waktu. a. Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standart yang ada atau ditetapkan oleh perusahaan. 26 b. Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya secara teknis dengan perbandingan standart yang ditetapkan oleh perusahaan. c. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output. Metode dalam pengukuran produktivitas menurut Sinungan dalam Hasibuan (2003 : 127) secara umum berarti perbandingan, yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu : a. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan bahwa apakah pelaksanaan ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah mutu berkurang atau meningkat serta tingkatannya. b. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan yang lainnya. Pengukuran ini menunjukkan pencapaian secara relatif. c. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik, sebab memusatkan perhatian pada sasaran/ tujuan. 27 Pengukuran produktivitas ini mempunyai peranan penting untuk mengetahui produktivitas kerja dari para karyawan sehingga dapat diketahui sejauh mana produktivitas yang dapat dicapai oleh karyawan. Selain itu pengukuran produktivitas akan juga dapat digunakan sebagai pedoman bagi para manajer untuk meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. Untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, suatu perusahaan dalam proses produksi tidak hanya membutuhkan bahan baku dan tenaga kerja saja, tapi juga harus didukung faktor-faktor lainnya. Antara lain menurut Siagian (2003 : 286) adalah : a. Pendidikan, b. Pelatihan, c. Penilaian prestasi kerja, d. Sistem imbalan, e. Motivasi, dan f. Kepusan kerja. Untuk mendukung pendapat Siagian, dalam Sumarsono (2003 : 63-64) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, yaitu : a. Pendidikan b. Ketrampilan c. Disiplin 28 d. Motivasi e. Sikap dan etika kerja f. Gizi dan kesehatan g. Tingkat penghasilan h. Jaminan lingkungan dan iklim kerja i. Hubungan industrial j. Teknologi k. Sarana produksi l. Manajemen dan kesempatan berprestasi. Menurut Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah (2003 : 200-201), mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas, antara lain : a. Knowledge Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif. b. Skills Ketrampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. 29 Keterampilan Ketrampilan diperoleh berkaitan melalui proses belajar dengan kemampuan dan berlatih. seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis. Dengan ketrampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif. c. Abilities Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimilki oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat mencakup sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan ketrampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi, diharapkan memilki ability yang tinggi pula. d. Attitude Attitude merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakkan tersebut memilki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Artinya apabila kebiasaan-kebiasaan pegawai adalah baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik pula. Dapat dicontohkan seorang pegawai mempunyai kebiasaan tepat waktu, disiplin, simple, maka perilaku kerja juga baik, apabila diberi tanggung jawab akan menepati aturan dan kesepakatan. 30 e. Behaviors Demikian dengan perilaku manusia juga akan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya. Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas dapat dipastikan akan dapat terwujud. 2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian ini didasarkan dari beberapa referensi skripsi sebagai acuan dalam melakukan analisis, yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Alat No Judul (Nama) Penelitian Analisis 1 Pengaruh Motivasi, X1 = Motivasi Regresi . Kepuasan Kerja, dan X2 = Kepuasan Berganda Pengawasan terhadap Kerja Produktivitas Kerja X3 = Pengawasan Karyawan pada PT. Pijar Y = Produktivitas Sukma Kecapi Jepara Kerja (Ummul Khafidloh, Karyawan 2008) 2 Pengaruh Motivasi, X1 = Motivasi Regresi Pengawasan dan Budaya X2 = Pengawasan Berganda . Kerja Terhadap X3 = Budaya Kerja Produktivitas Kerja Y = Produktivitas Karyawan Perusahaan Kerja Daerah Bank Perkreditan Karyawan Rakyat Badan Kredit Desa Kabupaten Karanganyar (Daryatmi, 2005) 3 Pengaruh Kepuasan dan X1 = Kepuasan Regresi Motivasi Kerja Terhadap X2 = Motivasi Berganda Hasil Analisis Variable motivasi, kepuasan kerja, dan pengawasan mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Pijar Sukma Kecapi Jepara. Motivasi, pengawasan dan budaya kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Desa Kabupaten Karanganyar. Kepuasan dan motivasi kerja mempunyai pengaruh 31 . Produktivitas Kerja Kerja positif terhadap Karyawan Riyadi Palace Y = Produktivitas produktivitas kerja Hotel Di Surakarta (Edhi Kerja karyawan Riyadi Palace Prasetyo dan M. Karyawan Hotel Di Surakarta Wahyuddin, 2006) 4 Pengaruh Motivasi Kerja X1 = Motivasi Regresi Baik secara parsial atau Dan Disiplin Kerja Kerja Berganda sendiri-sendiri maupun . Terhadap Produktivitas X2 = Disiplin Kerja secara simultan atau Kerja Karyawan Bagian Y = Produktivitas bersama-sama antara Produksi Pada PT. Kerja motivasi kerja dan disiplin Simongan Plastic Karyawan kerja berpengaruh secara Factory Semarang signifikan terhadap (Prima Hendar P.M, produktivitas kerja 2009) karyawan. Sumber : Ummul Khafidloh (2008), Daryatmi (2005), Edhi Prasetyo dan M. Wahyuddin (2006), dan Prima Hendar P.M. (2009). 2.7. Kerangka Pemikiran Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting, sehingga pengusaha harus dapat menciptakan hubungan yang baik dan sehat dengan memberikan motivasi yang sesuai dengan pekerjaannya, disiplin kerja yang memadai, dan pengawasan kerja yang mendukung terhadap karyawan guna untuk memberikan motivasi kerja yang mamapu meningkatkan produktivitas mereka. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, dapat dibuat model kerangka pemikiran seperti terlihat pada Gambar 2.1. 32 MOTIVASI KERJA (X1) H1 DISIPLIN KERJA (X2) H2 PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Y) H3 PENGAWASAN KERJA (X3) Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Sumber: Sumarsono (2003) yang dikembangkan dalm penelitian. 2.8. Hipotesis Hipotesis adalah hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proporsisi yang dapat diuji secara empiris (Indriantoro dan Supomo, 2002 : 73). Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H1 : Diduga motivasi berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan bagian produksi. H2 : Diduga disiplin kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan bagian produksi. H3 : Diduga pengawasan kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan bagian produksi. H4 : Diduga motivasi, disiplin kerja, dan pengawasan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan bagian produksi.