TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila Kebutuhan nutrisi ikan akan terpenuhi dengan adanya pakan. Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tumbuh adalah protein, karbohidrat dan lemak. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah ukuran ikan, suhu air, kadar pemberian pakan, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna dan kualitas protein (Furuichi 1988). Protein merupakan molekul kompleks yang terdiri dari asam amino esensial dan non esensial. Protein adalah nutrien yang sangat dibutuhkan untuk perbaikan jaringan tubuh yang rusak, pemeliharaan protein tubuh untuk pertumbuhan, materi untuk pembentukan enzim dan beberapa jenis hormon, dan juga sebagai sumber energi (NRC 1993). Sekitar 65-75% dari tubuh ikan dalam berat kering merupakan protein (Halver 2001). Ikan menggunakan protein secara efisien sebagai sumber energi (Lovell 1989). Pertumbuhan maksimum pada ikan nila didapat dengan level protein 3550%, tetapi level optimum dalam pakan komersil untuk ukuran juvenil sampai dengan dewasa biasanya 25-35% (Popma & Lovshin 1996). Pada kolam atau tambak yang memiliki pakan alami yang dapat menyumbangkan protein bagi ikan, kadar protein yang memadai untuk ikan dapat berkisar antara 20-25% (Webster & Lim 2002). Jika ikan kekurangan sumber protein, maka pertumbuhan akan terhambat dikarenakan protein yang dimakan oleh ikan akan digunakan untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting. Hal ini bahkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan bobot ikan karena protein yang terkandung dalam jaringan tubuh ikan dipecah kembali untuk mempertahankan fungsi jaringan tubuh yang lebih penting tersebut (NRC 1993; Halver 2001). Lemak merupakan salah satu makronutrien bagi ikan karena selain berfungsi sebagai sumber energi non protein dan asam lemak esensial, juga berfungsi memelihara bentuk dan fungsi fosfolipid, membantu dalam absorpsi vitamin yang larut dalam lemak dan mempertahankan daya apung tubuh (NRC 1993; Halver 2001). Lemak pakan merupakan sumber asam lemak esensial yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan metabolisme tubuh (NRC 1993). Satu gram lemak memiliki energi dalam pakan (gross energy) sebesar 9.4 kkal, sedangkan dalam protein dan karbohidrat sebesar 5.6 dan 4.1 kkal (Watanabe 1988). Jenis asam lemak yang dibutuhkan ikan di antaranya asam lemak omega 3 dan omega 6, berupa asam linolenat, asam linoleat, EPA dan DHA. Akan tetapi menurut Takeuchi et al. (1983) dalam Watanabe (1988), jenis asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh ikan nila adalah asam lemak linoleat. Kadar lemak sebesar 5% sudah mencukupi untuk kebutuhan ikan nila, tetapi jika kadar lemak dalam pakan ditingkatkan menjadi 12% akan memberikan pengaruh berupa perkembangan maksimal pada ikan nila (Webster & Lim 2002). Menurut Lovell (1989), sumber lemak yang baik untuk ikan nila adalah berasal dari minyak nabati seperti minyak jagung atau minyak kedelai yang memiliki kandungan asam linoleat yang ditunjukkan dengan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan minyak ikan yang memiliki kandungan EPA. Kekurangan kadar asam lemak omega 3 dan 6 pada pakan dapat menyebabkan nafsu makan ikan menurun, pertumbuhan lambat, pembengkakan, pucat dan timbunan lemak di hati. Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat menggantikan atau menghemat penggunaan protein (protein sparing effect) yang lebih mahal sebagai sumber energi (Millamena 2002). Menurut NRC (1993), karbohidrat dalam pakan dapat berupa serat kasar atau bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). BETN mengandung banyak gula dan pati yang bersifat mudah dicerna sedangkan serat kasar kaya akan lignin dan selulosa yang sukar untuk dicerna. Lovell (1989) mengemukakan bahwa pemberian tingkat energi yang optimum dalam pakan sangat penting karena kelebihan dan kekurangan energi dapat menurunkan pertumbuhan ikan. Pemanfaatan karbohidrat oleh ikan berbeda-beda bergantung pada kompleksitas karbohidrat. Kadar optimum karbohidrat dalam pakan sulit untuk ditentukan karena protein dan lemak mendahului fungsi karbohidrat sebagai sumber energi (Furuichi 1988). Ikan-ikan karnivora tidak mampu memanfaatkan karbohidrat kompleks sebagai sumber energi utama dalam pakannya pada level yang tinggi. Ikan-ikan omnivora dan herbivora dapat mencerna karbohidrat yang berasal dari tumbuhan (Yamada 1983). Ikan-ikan karnivora dapat memanfaatkan karbohidrat optimum pada tingkat 10-20% dalam pakannya sedangkan ikan-ikan omnivora mampu memanfaatkan karbohidrat optimum sebesar 30-40% dalam pakan (Furuichi 1988). Komponen lain yang dibutuhkan dalam pakan ikan yaitu vitamin dan mineral. Jumlah vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam pakan sangatlah kecil namun kehadirannya dalam pakan sangat penting karena dibutuhkan untuk tumbuh dan menjalankan beberapa fungsi tubuh. NRC (1993) menjelaskan bahwa mineral merupakan senyawa yang digunakan untuk proses respirasi, osmoregulasi dan pembentukan kerangka tulang. Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang diperlukan untuk pertumbuhan normal, reproduksi, kesehatan dan metabolisme secara umum. Jagung Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996). Struktur biji jagung Secara struktural, biji jagung yang telah matang terdiri atas empat bagian utama, yaitu perikarp, lembaga, endosperm, dan tip kap (Gambar 1). Perikarp merupakan lapisan pembungkus biji yang berubah cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu kariopsis masih muda, sel-selnya kecil dan tipis, tetapi sel-sel itu berkembang seiring dengan bertambahnya umur biji. Pada taraf tertentu lapisan ini membentuk membran yang dikenal sebagai kulit biji atau testa/aleuron yang secara morfologi adalah bagian endosperm. Bobot lapisan aleuron sekitar 3% dari keseluruhan biji (Inglett 1987). Lembaga merupakan bagian yang cukup besar. Pada biji jagung tipe gigi kuda, lembaga meliputi 11,5% dari bobot keseluruhan biji. Lembaga ini sendiri sebenarnya tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio (embryonic axis). Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung, yaitu sekitar 85%, hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (homy endosperm) (Wilson 1981). Lembaga terdiri atas plumula, radikel, dan skutelum, yaitu sekitar 10% dan perikarp 5%. Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Mertz 1972). Setiap tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel. Lapisan aleuron, perikarp, dan lembaga mengandung protein dengan kadar yang berbeda. Lembaga juga mengandung lemak dan mineral (Inglett 1987). Menurut Widowati et al. (2005) kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi, yaitu 86,7%, yang terdiri atas hemiselulosa (67%), selulosa (23%), dan lignin (0,1%). Di sisi lain, endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Gambaran komposisi proksimat bagian jagung disajikan pada Tabel 1. Gambar 1. Struktur biji jagung (Widowati et al. 2005) Tabel 1. Komposisi nutriea per bagian biji jagung Nutriea Bagian Jagung Endosperma Lembaga Kulit ari Tip cap 8 0,8 2,7 0,3 87,6 0,62 18,4 33,.2 8,8 10,5 8,3 10,8 3,7 1 86,7 0,8 7,3 0,34 9,1 3,8 1,6 5,3 1,6 Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Abu (%) Pati (%) Gula (%) Komposisi kimia dan nilai nutrisi jagung Komposisi kimia dan nilai nutrisi jagung sangat bervariasi, tergantung pada jenis jagung yang diuji (Widowati et al. 2005). Analisis kimia fraksi-fraksi biji jagung menunjukkan bahwa masing-masing fraksi mempunyai sifat yang berbeda. Dalam proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung akan mempengaruhi nilai nutrisi produk akhirnya. Secara umum komponen nutrisi yang terkandung dalam biji jagung meliputi pati, protein, lemak, serat, vitamin serta mineral. Komposisi kimia beberapa jenis jagung disajikan pada Tabel 2. Komposisi nutrisi utama pada jagung adalah pati, hampir 70% kandungan jagung berupa pati (Mangunwidjaja 2003). Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana yaitu glukosa, sukrosa, dan fruktosa, berkisar 1-3% dari bobot biji. Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkontrol secara genetik. Secara umum baik jagung yang memiliki tipe endosperma dent maupun flint mengandung amilosa 25-30% dan amilo pektin 70-75%. Namun jagung ketan (waxy maize) mengandung 100% amilopektin (Widowati et al. 2005). Pati jagung terdiri dari dua jenis polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai glukosa yang panjang tetapi tidak bercabang sedangkan amilopektin strukturnya bercabang. Amilopektin merupakan polisakarida bercabang dan titik percabangannya lebih banyak dibandingkan dengan amilosa (Dziedzic dan Kearsley 1995). Komposisi serta perbandingan amilosaamilopektin pada beberapa jenis jagung disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Komposisi kimia dan nutrisi beberapa jenis jagung Varietas jagung Kandungan nutrisi (%) Air Abu Protein Serat Kasar Kristalin 10,50 1,70 10,30 2,20 Floury 9,60 1,70 10,70 2,20 Starchy 11,20 2,90 9,10 1,80 Manis 9,50 1,50 12,90 2,90 Pop 10,40 1,70 13,70 2,50 Hitam 12,30 1,20 5,20 1,00 Srikandi putih 10,08 1,81 9,99 2,99 Srikandi Kuning 11,03 1,85 9,95 2,97 Anoman 10,07 1,89 9,71 2,05 Lokal Pulut 11,12 1,99 9,71 3,02 Lokal non Pulut 10,09 2,01 8,78 3,12 Bisi 2 9,70 1,00 8,40 2,20 Lemuru 9,80 1,20 6,90 2,60 Sumber : Widowati et al. (2005); Suharyono et al. (2005) Lemak Karbohidrat 5,00 5,40 2,20 3,90 5,70 4,40 5,05 5,10 4,56 4,96 4,92 3,60 3,20 70,30 70,40 72,80 69,30 66,00 75,90 73,07 72,07 73,77 72,81 74,20 75,10 76,30 Tabel 3. Kandungan amilosa dan amilopektin pada beberapa jenis jagung Varietas Srikandi putih Srikandi Kuning Anoman Lokal non Pulut Lokal Pulut Sukmaraga Sumber : Suarni (2005) Amilosa (%) Amilopektin (%) 31,05 30,14 29,91 28,50 4,25 34,55 68,95 69,86 70,08 71,50 95,75 65,45 Komponen terbesar kedua setelah pati pada jagung adalah protein. Komponen ini terkonsentrasi pada lembaga. Protein jagung terdiri dari lima fraksi yaitu fraksi albumin (7%), globulin (5%), nitrogen non protein (7%), prolamin (55%), dan residu protein (5%) dari total protein (Widowati et al. 2005). Pada umumnya jagung memiliki kandungan lisin dan metionin yang rendah dibandingkan dengan jenis serealia lainnya. Kandungan asam amino lengkap biji jagung disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan asam amino beberapa jenis jagung Asam amino Varietas jagung Srikandi Putih Aspartat 0,83 Glutamat 2,28 Serin 0,48 Histidin 0,45 Glisin 0,53 Threonin 0,34 Arginin 0,60 Alanin 0,89 Tirosin 0,36 Methionin 0,28 Valin 0,53 Fenilalanin 0,54 Isoleusin 0,48 Leusin 1,41 Lisin 0,43 Triptofan 0,13 Sumber : Suarni & Firmansyah (2005) Srikandi Kuning Lokal non pulut 0,86 2,27 0,46 0,43 0,52 0,31 0,58 0,87 0,34 0,27 0.52 0,55 0,49 1,39 0,43 0,12 0,44 0,64 0,19 0,49 0,20 0,11 0,20 0,19 1,05 0,38 0,44 1,58 0,13 0,24 0,20 0,04 Serat kasar dan mineral Kandungan serat kasar tertinggi diperoleh dari bagian kulit ari jagung. Widowati et al. (2005) melaporkan bahwa kandungan kulit ari (bran) jagung terdiri atas 75% hemiselulosa dan 25% selulosa serta 0,1 lignin. Kadar serat kasar pada jagung tanpa kulit ari (dehulled) sangat rendah dibandingkan dengan biji utuh. Kadar abu jagung sekitar 1,3%. Kadar mineral jagung dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lembaga jagung mengandung mineral jauh lebih tinggi dibandingkan dengan endosperma. Kandungan mineral yang paling utama adalah fosfor serta beberapa mineral lain dalam bentuk potasium dan magnesium fitat (Suarni 2005). Tabel 5. Kandungan mineral pada beberapa galur jagung Varietas/Galur Bisma Maros sintetik Gumarang Kresna Lamuru Koasa (lokal) Sumber : Suarni (2005) Kandungan mineral (mg/100 g) Fe Ca P K 2,6 2,4 2,7 3.6 2,5 22,2 20,4 20,8 23,8 22,2 28,7 240 250 230 245 250 233 280 305 275 295 290 300 Perlakuan fisik Beberapa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas bahan baku pangan/pakan diantaranya melalui proses fisik. Proses fisik yang sering kali digunakan dalam pengolahan bahan pangan diantaranya melalui proses pemanasan basah. Suarni (2005) menggunakan proses pemanasan/ pengukusan biji jagung untuk meningkatkan daya cerna jagung. Proses perebusan dan pengukusan dapat memutuskan beberapa ikatan terutama ikatan hidrogen sehingga dalam suatu bahan, molekul-molekul kompleks dapat terpecah menjadi molekul yang lebih sederhana serta mengakibatkan perubahan fisik pada bahan yang diberi perlakuan. Beberapa bahan terutama serat yang larut dalam air akan larut dalam air rebusan sehingga mengurangi bahan tersebut dalam bahan pangan yang direbus. (Lehninger 1982). Selama proses pengukusan terjadi pemutusan beberapa rantai amiloglukosa sehingga pati mengalami gelatinisasi. Hal ini mengakibatkan pati yang terkandung dalam jagung lebih mudah dicerna dibandingkan dengan jagung yang tidak melalui proses pengukusan (Zinn 1990). Proses pengukusan pada jagung mengakibatkan kenaikan nilai kecernaan N, meningkatkan kecernaan karbohidrat total, serta menurunkan kandungan serat netral (NDF) (Zinn et al. 2008). Selain melalui proses pemanasan, dalam pengolahan hasil pertanian terutama serealia sering juga digunakan proses perendaman (Mangunwidjaja 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa melalui proses perendaman, mampu memperlunak kulit ari biji jagung serta melarutkan beberapa bahan anti nutrisi yang larut dalam air. Hasil penelitian Johnston & Singh (2004) menunjukkan bahwa melalui proses perendaman, biji jagung memiliki nilai kecernaan yang lebih tinggi. Melalui proses perendaman, biji jagung mengalami penurunan kandungan serat kasar, peningkatan proses germinasi, serta terjadi proses perubahan struktur pati yang terdapat dalam jagung (Johnston & Singh 2004). Hemiselulosa dan substansi pektin mampu mengikat air selama proses perendaman, selanjutnya larut ke dalam air rendaman (Aini et al. 2009). Fermentasi Fermentasi adalah proses pengolahan yang memanfaatkan aktivitas metabolisme mikroba untuk menghasilkan senyawa antara, produk akhir, metabolit sekunder, maupun biomassa. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme aeraob dan anaerob dimana beberapa mikroba dapat mencerna bahan baku energinya (umumnya glukosa) yang berasal dari substrat tempat mikroba itu berada (Buckle 1987). Fermentasi hanya dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat yang sesuai (Rahayu et al. 1992). Serat substrat terpenting adalah sebagai sumber energi dan bahan pembentuk sel dan produk metabolisme (Rachman 1989). Bahan pangan umumnya merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba serta terjadinya fermentasi pada bahan tersebut dan akan mengakibatkan perubahan sifat bahan pangan tersebut. Menurut Buckle (1987), fermentasi dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan dari segi mutu baik aspek gizi maupun daya cerna, serta dapat meningkatkan daya simpan. Mikroba yang banyak digunakan sebagai inokulum fermentasi adalah kapang, bakteri, khamir, dan ganggang. Pemilihan inokulum yang akan digunakan berdasarkan pada komposisi media, tehnik proses, aspek gizi, dan aspek ekonomi (Tannenbeum et al. 1975). Penggunaan kapang sebagai inokulum fermentasi banyak dilakukan karena pertumbuhannya relatif mudah dan cepat, dan kadar asam nukleat rendah (Scherllat 1975). Pertumbuhannya pun mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut dan berwarna (Fardiaz 1989). Rachman (1989) juga menyatakan bahwa melalui fermentasi bahan pangan akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya rasa dan aroma tertentu. Pemilihan mikroba yang akan digunakan dalam proses fermentasi sangat penting karena : 1. Pada substrat dan kondisi yang cocok, mikroba dapat tumbuh dengan cepat dan berkembang biak. 2. Mikroba menghasilkan enzim yang dapat merubah sifat bahan pakan 3. Kondisi lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme mikroba secara komparatif harus sederhana. Rhizopus oligosporus Menurut Gandjar (1977), makanan sebagai hasil fermentasi tradisional di Indonesia seperti tempe, kecap, tape, dan oncom banyak menggunakan Rhizopus oligosporus sebagai inokulum. Inokulum tempe yang digunakan untuk serealia sebagai medianya biasanya dibuat dalam bentuk bubuk dan disebut inokulum bubuk. Daya pembentukan spora R. oligosporus paling baik pada substrat busa. Kandungan spora inokulum ini berkisar antara 107-108 spora per gram (Gandjar et al. 2006). Inokulum tempe merupakan inokulum spora kapang dan memegang peranan penting dalam pengolahan tempe karena dapat mempengaruhi mutu tempe yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe adalah R. oligosporus dan Rhizopus oryzae (Rachman 1989). Kuswanto dan Sudarmadji (1989) juga menyatakan bahwa kapang R. oligosporus dikenal sebagai jamur tempe yang mempunyai sifat menguntungkan karena selain sifat proteolitik juga menghasilkan zat antibiotik bakteri-bakteri gram negatif yang bersifat patogen. R. oligosporus bersifat proteolitik yang menghasilkan enzim protease dan enzim ini merombak senyawa yang komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga terjadi peningkatan kadar nitrogen dan asam amino. Kapang dalam pertumbuhannya memperoleh karbon dan nutriea dari substrat untuk merangsang pertumbuhan kapang sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan kapang yang optimum dan peningkatan kandungan zat-zat makanan substrat yang lebih baik dari sebelumnya (Amri 1998). Pada fermentasi, peranan masing-masing kapang sangat ditentukan oleh enzim-enzim yang dihasilkannya. Kegiatan fisiologis seperti penyusunan bahan organik, pencernaan makanan, pembongkaran zat makanan dapat berlangsung jika kapang mempunyai sifat-sifat umum enzim antara lain bekerjanya khusus yaitu mengubah suatu zat tertentu dan aktivitasnya dipengaruhi oleh pH, suhu, konsentrasi, dan substrat (Dwijoseputro 1976). R. oligosporus menghasilkan senyawa anti bakteri tahan panas pada tempe. Hal ini berarti R. oligosporus menghasilkan antibiotik dan menghambat pertumbuhan organisme penyebab penyakit seperti Staphylococcus aureus. Menurut Steinkraus (1983) R. oligosporus mempunyai karakteristik yang unik yaitu pertumbuhan pesat diperoleh pada suhu 30-35oC, aktivitas proteolitiknya kuat sehingga mampu menghasilkan cita rasa, aroma, dan tekstur yang khas pada tempe serta aktivitas lipolitik tinggi menghasilkan senyawa antioksidan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suhu minimum untuk pertumbuhan R. oligosporus 12oC dan maksimum 42oC. Nilai pH optimum untuk mendukung pertumbuhannya berkisar antara 4-5 aktivitas proteolitik yang optimum untuk R. oligosporus berada dalam kisaran pH 3,0-5,5 dan tercapai maksimum selama 72-96 jam.