V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (“Perusahaan”) dibentuk berdasarkan Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX pada tanggal 26 Februari 1990. Pembentukan KPB PTPN telah disetujui oleh Menteri Pertanian (sebagai Kuasa Pemegang Saham) dengan Surat Keputusan No: 166/KPTS/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990. KPB PTPN bukan merupakan suatu badan hukum namun merupakan suatu badan terpisah (entitas) yang mengelola sejumlah dana yang berasal dari PTPN I – PTPN XIV. KPB PTPN mempunyai kantor pusat yang berkedudukan di Jakarta dan dua kantor cabang masing-masing di Surabaya dan Medan serta baru-baru ini menambah kantor cabang baru di Dubai (UEA) yang dikhususkan untuk menangani pemasaran komoditi teh PTPN. 5.1.1 Analisis Struktur Kelembagaan Batas Juridiksi Dalam kelembagaan tataniaga CPO, banyak pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Pelaku langsung adalah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan KPB PTPN yang mewakilinya serta para processor atau perusahaan pembeli CPO. Sedangkan pihak-pihak sebagai pelaku tidak langsung adalah pasar fisik Rotterdam, Bursa Berjangka Malaysia (MDEX), Kantor Berita Dunia (Reuters, Oil World, Market Journal, dll), asosiasi kelapa sawit (GAPKI, GAPKINDO, Kadin, dll) dan pemerintah serta aparatnya 54 (Kementerian Negara BUMN, dll). Pelaku langsung dari kelembagaan ini membuat kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam transaksi CPO. Sementara pelaku tidak langsung banyak menentukan dalam perumusan kesepakatan tersebut terutama yang menyangkut hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku langsung kelembagaan ini. Organisasi atau lembaga pemasaran dalam hal ini KPB PTPN merupakan bagian dari PTPN sebagai penjual, tidak bertindak sebagai lembaga tataniaga yang mencari keuntungan dari transaksi CPO. Dengan demikian preferensi KPB PTPN sama dengan PT Perkebunan Nusantara yakni mendapatkan harga jual CPO yang setinggi-tingginya. Perilaku PTPN yang menyimpang dari kesepakatan atau aturan yang telah ditentukan dalam transaksi memiliki dampak besar terhadap kelangsungan kelembagaan ini. Heterogenitas PTPN telah dieliminir melalui penentuan harga CPO berdasarkan “Price Idea” di KPB PTPN sehingga yang dipertimbangkan adalah homogenitas preferensi perilaku transaksi terutama PTPN yang tergabung dalam KPB PTPN. Pemasaran CPO secara terorganisir seperti halnya melalui kelembagaan KPB PTPN mensyaratkan adanya pembakuan mutu. Adanya PTPN yang menghasilkan CPO yang mutunya lebih rendah dari PTPN lain akan merugikan karena menurunkan harga CPO secara keseluruhan. Oleh karena itu kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari setiap pelaku transaksi serta usaha penegakannya merupakan syarat keberlangsungan pola tataniaga terorganisir seperti halnya melalui KPB PTPN. 55 Hak-hak Kepemilikan Berikut diuraikan hak dan kewajiban dari pelaku langsung transaksi CPO melalui kelembagaan KPB PTPN yakni meliputi hak dan kewajiban PTPN, KPB PTPN dan pembeli atau processor. Hak dan kewajiban PTPN meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari perkebunan yang ada yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit. 2. Menghasilkan minyak sawit dalam bentuk CPO dan sisanya dalam bentuk Crude Stearin, RBD Olein, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, dll. 3. Menghasilkan CPO yang sesuai dengan kualitas yang terstandar. Kode HS : 151110000 Nama Komoditi : Minyak kelapa sawit mentah (CPO) Kode Standar Mutu : SNI.01-2901-2006 Tahun : 2006 Tabel 7. Kriteria uji No Test Kriteria Satuan Persyaratan A Warna _ Jingga kemerahmerahan B Kadar air dan kotoran %, fraksi masa 0,5 (maks.) C Asam lemak bebas (sebagai asam pelmitat) %, fraksi masa 5 (maks.) D Bilangan yodium g yodium/100g 50 - 55 Sumber: KPB PTPN, 2009. 4. Pengendalian mutu yang dilakukan dengan sangat ketat mulai dari pemanenan di kebun, kemudian diangkut ke pabrik dan langsung diproses pada hari yang sama. 56 5. Menyimpan CPO di gudang-gudang penyimpanan atau tangki timbun yang dilengkapi dengan steamer (pemanas) dengan temperatur 500 C – 550 C untuk menjaga kualitas CPO. Sementara itu sesuai dengan pokok kebijakan dan strategi pemasaran PTPN, hak dan kewajiban KPB PTPN sebagai organisasi pemasaran CPO produksi PTPN adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan kebijakan pemasaran. 2. Melaksanakan tender atau memasarkan CPO produksi PTPN. 3. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual. 4. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan pasar. 5. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama dengan perwakilan KPB di luar negeri. 6. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim. 7. Sebagai unit market intelligence, menyampaikan informasi beserta analisa pasar, dan melakukan riset pasar bagi PTPN. 8. Mengembangkan database pemasaran dan sistem jaringan komputer untuk menyebarluaskan informasi pasar yang diperlukan PTPN. 9. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain: - Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di dalam maupun luar negeri. - Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar. 57 10. Mengadakan promosi dalam bentuk pameran atau mengikuti misi dagang di dalam dan di luar negeri baik atas nama PTPN maupun atas permintaan PTPN tertentu. 11. Sebagai unit pelayanan, melaksanakan pengapalan komoditi, pergudangan, dan penyelesaian dokumen-dokumen yang menyangkut pengapalan, perbankan, dan lain-lain. 12. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis (jadwal tender, tempat pelaksanaan tender, syarat-syarat peserta tender, dll) 13. Melakukan hal-hal dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh BMD-PTPN untuk menunjang aktivitas dan pengembangan pemasaran yang dilakukan oleh PTPN. Pembeli yang terdaftar sebagai peserta tender baik perusahaan atau utusan langsung dari perusahaan memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: 1. Hadir pada acara tender 2. Mengajukan harga penawaran pembelian CPO yang diminati. 3. Berhak mendapatkan CPO bagi pembeli yang mengajukan harga penawaran tertinggi dan berada di atas “Price Idea” yang ditetapkan KPB PTPN. Bila ada pembeli yang menetapkan harga penawaran tertinggi yang sama dan di atas “Price Idea” maka CPO yang terjual dibagi antar pembeli sama rata. 4. Membayar uang pembelian CPO dengan transfer melalui bank ke rekening yang bersangkutan setelah terjadi kesepakatan. 58 Sebelum terdaftar sebagai peserta tender CPO di KPB PTPN setiap processor yang ingin membeli CPO produksi PTPN ini harus memenuhi persyaratan tertentu seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini. Tabel 8. Persyaratan Peserta Tender KPB PTPN Jakarta No Dokumen yang dibutuhkan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Profil Perusahaan Akte Pendirian Perusahaan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Perusahaan Kena Pajak Izin Industri Dari DEPPERINDAG Referensi Bank Lisensi dari Perusahaan Induk Surat Rekomendasi Dari Kedutaan Indonesia Setempat Lokal Ekspor Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Sumber: KPB PTPN, 2009. Aturan Representasi Aturan yang digunakan dalam kelembagaan ini lebih banyak atas dasar penetapan dari Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara (BMDPTPN), Dewan Pengawas dan KPB PTPN khususnya yang menyangkut pelaksanaan teknis tender termasuk penentuan harga ancar-ancar atau “Price Idea”. Keterlibatan pemerintah juga cukup besar mengenai regulasi yang akan ditetapkan mengingat KPB PTPN merupakan salah satu lembaga pemasaran komoditi perkebunan milik pemerintah. Keterlibatan PTPN sebagai produsen dalam proses pengambilan keputusan juga sudah cukup jelas mengingat adanya keterlibatan para pimpinan PTPN dalam Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara (BMD-PTPN). BMD PTPN beranggotakan para Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara. 59 5.1.2 Analisis Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN Saluran tataniaga merupakan serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas komoditi selama komoditi tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan komoditi dari tangan produsen ke tangan konsumen. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan komoditi dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia. KPB PTPN dibentuk dengan tujuan utama adalah untuk menyelenggarakan pemasaran hasil produksi PTPN dengan berpegang pada prinsip ekonomi dan tugas-tugas BUMN agar PTPN mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Selain itu KPB PTPN memiliki tugas-tugas pokok yang harus dilaksanakan sesuai peran dan fungsinya. Tahapan saluran tataniaga CPO adalah penjualan CPO hasil produksi PTPN oleh KPB PTPN kepada pembeli yang merupakan processor yang nantinya akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat. Terdapat 2 pola saluran tataniaga untuk CPO yaitu saluran tataniaga CPO lokal dan ekspor yaitu: Saluran CPO lokal: Produsen (PTPN) Saluran CPO ekspor: Produsen (PTPN) KPB PTPN KPB PTPN Pembeli (Processor). Broker/Badan Pemasaran Luar Negeri/Konsumen Luar Negeri. Gambar 4. Saluran Tataniaga CPO Hasil Produksi PTPN 60 Pola saluran tataniaga CPO hasil produksi PTPN sangat sederhana, baik untuk pemasaran CPO lokal maupun ekspor. Hal ini disebabkan karena pelaku tataniaga yang terlibat hanya sedikit, diantaranya PTPN sebagai produsen yang menghasilkan CPO, kemudian menjual atau memasarkannya melalui KPB PTPN, yang kemudian menjualnya ke pembeli/konsumen (processor), broker maupun badan pemasaran luar negeri. Pola saluran tataniaga CPO ini secara fisik saling berkaitan dan bekerjasama dalam sistem tataniaga yang terorganisir dan terintegrasi dengan tujuan saling menguntungkan. Saluran tataniaga pemasaran CPO di Indonesia baik CPO hasil produksi perusahaan swasta maupun PTPN yang melalui Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan melihat saluran tataniaga pemasaran di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa keberadaan KPB PTPN sebagai ujung tombak pemasaran komoditi perkebunan PTPN, khususnya CPO. Pada dasarnya, pembentukan KPB PTPN tidaklah memperpanjang rantai tataniaga pemasaran karena KPB PTPN sendiri merupakan suatu bentuk organisasi gabungan (grup) PTPN (PTPN I – PTPN XIV) yang mengorganisir dan mengatur pemasaran CPO PTPN. Para peserta tender CPO lokal adalah para penjual, para pembeli dan peninjau, dimana dalam hal ini KPB PTPN bertindak dan untuk atas nama penjual atau produsen CPO mewakili PTPN sedangkan pembeli terdiri dari para processor industri pengolahan CPO yang telah terdaftar sebagai pembeli aktif di KPB PTPN. Begitu pula dengan peserta tender CPO ekspor yang merupakan para 61 penjual atau para pembeli yang telah memenuhi syarat sebagai rekanan terdaftar di KPB PTPN. 5.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga Pada tataniaga terdapat kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian produk dari produsen (PTPN) sampai ke konsumen (pembeli), termasuk juga kegiatan menghasilkan perubahan bentuk dari produk tersebut yang dilakukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen dengan mengusahakan agar konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Tabel 9. Fungsi-Fungsi Tataniaga Fungsi Tataniaga Produsen (PTPN) Pertukaran a. Pembelian b. Penjualan Fisik a. Pengolahan + b. Pengemasan + c. Penyimpanan + d. Pengangkutan # Fasilitas a. Sortasi + b. Grading + c. Pembiayaan + d. Penanggung Resiko + e. Informasi Pasar # Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (hasil olahan). Lembaga Tataniaga KPB PTPN Konsumen (Pembeli) + + # - + + # + + + + + Keterangan : ( - ) kegiatan tidak dilakukan ( + ) kegiatan dilakukan ( # ) kegiatan kadang-kadang dilakukan 62 Tabel 9. menjelaskan keseluruhan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyampaian komoditi CPO dari produsen (PTPN) hingga ke konsumen (pembeli). Setiap lembaga tataniaga akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan baik dan efisien sehingga dapat menekan biaya tataniaga. Fungsi pertukaran menjelaskan terjadinya pemindahan hak kepemilikan atas barang dari penjual kepada pembeli dalam proses jual beli melalui transaksi. Dalam fungsi pertukaran pihak produsen (PTPN) tidak memiliki peran yang signifikan karena fungsi penjualan dilakukan oleh pihak KPB PTPN yang mewakili pihak produsen (PTPN). Sedangkan untuk pihak pembeli (processor) melakukan fungsi pembelian dan kadang-kadang dapat pula melakukan kegiatan penjualan khususnya bagi perusahaan yang memang berperan menjual kembali CPO tersebut ke pembeli selanjutnya. Untuk CPO, transaksi pembelian dan penawaran harga dilakukan langsung pihak pembeli atau utusan khusus perusahaan pembeli. Fungsi fisik merupakan fungsi tataniaga yang dimaksudkan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai bentuk, waktu dan tempat, yang diinginkan konsumen (pembeli) melalui pengolahan, pengemasan, penyimpanan, serta pengangkutan. Fungsi pengolahan dilakukan oleh pihak produsen (PTPN) dimana proses ini dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimiliki oleh masing-masing PTPN. Kelapa sawit yang telah layak panen dipanen dalam bentuk dan ukuran Tandan Buah Segar (TBS). TBS inilah yang nantinya diproses di pabrik pengolahan untuk menghasilkan CPO. Setelah CPO diterima, pihak 63 pembeli (processor) juga akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi seperti minyak goreng, sabun, margarin, kosmetik, dan lain-lain. Pihak KPB PTPN sendiri tidak memiliki peran dalam fungsi pengolahan mengingat fungsinya sebagai organisasi atau lembaga pemasaran. Pengemasan menjadi tanggungjawab penuh para produsen (PTPN) namun untuk CPO yang merupakan minyak kelapa sawit mentah tidak diperlukan adanya pengemasan khusus dimana yang dibutuhkan hanyalah tangki yang digunakan untuk mengangkut dan menyimpan guna mempertahankan kualitas CPO tetap terjaga. Untuk penyimpanan, setelah produsen (PTPN) mengolah TBS menjadi CPO, maka CPO disimpan di dalam tangki timbun penyimpanan atau gudang penyimpanan dimana terdapat steamer (pemanas) dengan temperatur 500 – 550 C untuk menjaga dan mempertahankan kualitas CPO sebelum diangkut dan diserahkan kepada pembeli. Pihak pembeli (processor) pun juga menjalankan fungsi penyimpanan dengan memiliki tangki penyimpanan setelah CPO diterima pihak pembeli karena CPO yang diperjualbelikan berukuran ratusan bahkan ribuan ton sehingga tidak dapat diolah sekaligus dan saat itu juga. Untuk pengangkutan, pihak produsen (PTPN) maupun pembeli dapat bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen, surat-surat, kontrak, alat angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal pengangkut, dll. Hal ini tergantung kontrak penjualan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat berupa FOB (Freight On Board) atau Franco atau CIF (Cost Insurance Freight). FOB adalah transaksi pengangkutan melalui pelabuhan dimana penjual bertanggungjawab 64 mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah disepakati. Sedangkan untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan franco pabrik penjual. Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan oleh penjual dalam hal ini PTPN sampai ke gudang pembeli. Penjual juga bertanggungjawab atas biaya, risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan. Sementara untuk franco pabrik penjual maka pembeli sendiri yang mengambil CPO ke pabrik atau gudang PTPN. Sedangkan CIF adalah untuk aktivitas ekspor, dimana seperti FOB tetapi biaya selama pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli termasuk seluruh dokumen (izin, dll) termasuk asuransi. Namun pada saat ini CIF sudah jarang digunakan dimana pembeli lebih memilih untuk menyiapkan kapal pengangkut sendiri. Sedangkan untuk CPO lokal umumnya beban pengangkutan dibebankan kepada pembeli dimana pembeli dapat mengambil CPOnya sendiri atau menggunakan jasa transportasi sewaan untuk mengangkut CPO dari gudang penyimpanan atau tangki penyimpanan milik PTPN (franco pabrik/gudang penjual). Fungsi fasilitas disebut juga fungsi pelancar yang merupakan kegiatankegiatan memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi dan arus komoditi antar produsen dengan konsumen yang meliputi sortasi, grading, dan standardisasi, pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Sortasi adalah tindakan memilih suatu komoditi berdasarkan tingkat kerusakan dan kematangan, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut standardisasi yang diinginkan sehingga terkumpul menurut suatu ukuran standar. Sortasi dan grading secara pasti dilakukan oleh pihak produsen (PTPN) 65 dimana terdapat standardisasi berdasarkan warna, asam lemak bebas, kadar air dan kotoran serta bilangan yodium. Secara umum hanya terdapat 1 jenis grade untuk CPO hasil produksi PTPN yang dipasarkan melalui KPB PTPN yaitu sesuai standar SNI.01-2901-2006 yang nantinya akan dijual kepada pembeli (processor). KPB PTPN dan pembeli sendiri tidak perlu lagi melakukan sortasi dan grading termasuk mempertanyakan kualitas CPO yang diproduksi PTPN mengingat sudah sesuai dengan standar nasional. Dalam hal pembiayaan, pihak produsen (PTPN) dan KPB PTPN memiliki peran masing-masing dimana sumber dana anggaran pembiayaan KPB PTPN berasal dari PTPN I – PTPN XIV yang besarnya didasarkan pada perbandingan rencana penjualan. Biaya operasi dan biaya pegawai KPB PTPN dialokasikan pada PTPN I – PTPN XIV berdasarkan perbandingan nilai rencana penjualan yang dilakukan KPB PTPN. Risiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga CPO dapat berupa risiko fisik, risiko organisasi, serta risiko pasar. Risiko fisik antara lain adalah kerusakan, pencurian dan penyusutan. Risiko fisik sangat rentan terjadi pada pihak produsen (PTPN). CPO yang disimpan dapat menjadi rusak bila tidak segera dipasarkan sehingga menurunkan standar kualitasnya. Pengaruh iklim, cuaca (kelembaban,dll) serta proses pengolahan yang tidak baik dapat mempengaruhi CPO yang akan dihasilkan. Meningkatnya harga jual CPO sendiri dapat merangsang oknum-oknum tertentu untuk mencuri TBS dari perkebunan. Nilai alat-alat yang digunakan pun akan mengalami penyusutan setiap tahunnya dan dapat mempengaruhi proses pengolahan TBS menjadi CPO. 66 Risiko organisasi dapat terjadi pada pihak produsen (PTPN) maupun pada pihak KPB PTPN. Hal ini terkait dengan adanya oknum-oknum tertentu yang dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal dan kegiatan audit yang dilakukan pihak internal maupun lembaga independen. Selain risiko di yang disebutkan di atas, risiko pasar merupakan risiko yang paling signifikan mempengaruhi kondisi kegiatan tataniaga CPO mengingat harga penjualan CPO sangat dipengaruhi oleh harga CPO internasional, harga minyak nabati lainnya (substitusi), kurs/nilai tukar, krisis ekonomi, dll. Selain itu terdapat pula risikorisiko seperti risiko pengangkutan (kecelakaan mobil/kapal pengangkut, pencurian, dll) dan risiko pembayaran (adanya keterlambatan pelunasan sisa pembayaran yang dilakukan pihak pembeli). Informasi pasar sangat diperlukan oleh semua pihak yang terlibat dalam tataniaga CPO. Hal ini sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi pasar, lokasi, mutu, waktu, perluasan pasar, penelitian terhadap produk, serta harga pasar. Dengan penguasaan terhadap informasi pasar maka kita dapat mengetahui sejauh mana posisi nilai komoditas tersebut di pasar dunia. Saat ini semua pihak dapat memperoleh informasi dengan berbagai cara antara lain melalui internet, pertukaran informasi dengan pihak lain atau lembaga tataniaga lain, buletin, majalah, dll. Informasi pasar khususnya mengenai harga internasional akan sangat berguna bagi penentuan harga produk tersebut di dalam negeri khususnya di KPB PTPN. Informasi harga ini akan menentukan harga yang akan ditawarkan pihak KPB PTPN maupun pihak pembeli mengingat pembentukan harga tender di KPB 67 PTPN berpatokan terhadap harga internasional (MDEX Malaysia, pasar fisik Rotterdam). 5.3 Analisis Struktur Pasar CPO Dalam banyak penelitian mengenai tataniaga CPO disebutkan bahwa struktur pasar CPO cenderung mendekati bentuk pasar bersaing (competitive market), dimana dalam satu wilayah pasar terdapat banyak penjual dan banyak pembeli. KPB PTPN sendiri menjual sebagian besar produk CPOnya kepada pabrikan dalam negeri untuk mengutamakan memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sisanya baru diekspor ke negara-negara seperti: Uni Eropa, India, China, Malaysia, Singapura, dlll. Mengingat sasaran utama penjualan CPO PTPN adalah konsumen dalam negeri maka penelitian ini akan lebih difokuskan untuk membahas pemasaran CPO lokal dibanding CPO ekspor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan tender CPO domestik (lokal) dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak KPB PTPN) yang terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit, Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor). Namun peserta tender biasanya hanya diwakili oleh utusan perusahaan misalnya karyawan perusahaan, dll mengingat letak perusahaan yang tidak semuanya berada di Jakarta atau berada jauh dari kantor KPB PTPN. Bentuk pemasaran CPO di KPB PTPN adalah tender, dimana diawali dengan penawaran jumlah CPO oleh KPB PTPN berdasarkan PTPN yang ada lalu 68 para peserta tender (processor) yang berminat akan melakukan penawaran harga sesuai dengan informasi yang mereka miliki hingga tercapainya harga tertinggi. KPB PTPN akan menerima penawaran harga tertinggi tersebut bila berada di atas harga ancar-ancar (Price Idea) yang telah ditetapkan di awal tender oleh KPB PTPN atau minimal sama dengan harga ancar-ancar (Price Idea) tersebut. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa CPO telah terjual kepada pembeli tersebut. Sekedar mengingatkan bahwa tidak semua PTPN (PTPN I – PTPN XIV) merupakan penghasil CPO. PTPN yang menghasilkan CPO antara lain PTPN I - PTPN VIII, PTPN XIII dan PTPN XIV. Oleh sebab itu ada 10 (sepuluh) produsen CPO yang ada di KPB PTPN. Selain itu pembeli untuk CPO lokal yang terdaftar di KPB PTPN berjumlah sekitar 50 perusahaan dengan pelanggan utama seperti: Astra Agro Lestari, Musim Mas, Multi Nabati Asahan, PT Bukit Kapur Reksa, Permata Hijau Sawit, SMART Tbk, Wilmar Nabati Indonesia, Nagamas Palmoil Lestari, Bina Karya Prima, Darmex Oil & Fats, Pelita Agung Agrindustri, Inti Benua Perkasatama, Sinar Alam Permai, Palm Mas Asri, Tunas Baru Lampung, Pacific Palmindo Industri, Indokarya Internusa, dll. Sedangkan pelanggan utama untuk CPO ekspor antara lain Uni Eropa (Wilmar, ISISA, Safic Alcan), India (Protea), China (Wilmar), Malaysia, Singapura (Gladale Ltd, Wilmar), dll. Sementara itu, produk CPO yang digunakan sejenis (homogen) yang memiliki kualitas seragam dan telah terstandar di seluruh Indonesia (SNI) seperti yang telah tersaji seperti di Tabel 7. Selain itu, informasi beredar secara sempurna dimana pergerakan harga CPO selalu dipantau setiap saat (Real Time) baik oleh pihak KPB PTPN maupun oleh pihak pembeli. KPB sendiri mendapatkan 69 informasi secara real time dan periodik. Pengumpulan informasi pasar ini dilakukan oleh Urusan Informasi Pasar dengan cara: 1. Berlangganan, yaitu: Online / real time (sumber: kantor berita dunia Reuters, Dow Jones Newswires) On line / periodik (sumber: Oil World) Cetakan (sumber: Oil World, buletin komoditi, majalah, koran,dll) 2. Pemberian cuma-cuma dari lembaga terkait (buletin, majalah, dll) 3. Pencarian data cuma-cuma via internet (data, berita, artikel, dll) yang bersumber dari: Bursa Berjangka Malaysia (MDEX), pasar fisik Rotterdam, Market Journal, perbankan (menyangkut pergerakan kurs/nilai tukar mata uang), dll. Selain itu produsen (PTPN) dapat dengan mudah memperoleh informasi dari produsen lainnya, begitu pula dengan para pembelinya. Oleh sebab itu setiap pembeli dan penjual (PTPN) adalah penerima harga dimana pergerakan harga sangat bergantung pada harga CPO internasional (MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam), kurs/nilai tukar rupiah, serta harga-harga minyak nabati dunia sebagai substitusinya (pasar minyak kedelai USA/CBOT, Argentina/GBRA, Brazil/SYBV, India/NBTI, China/DCE, pasar minyak kelapa Filipina, dll). Di samping itu KPB PTPN juga menerima produsen CPO lain yang ingin bergabung untuk menjual produknya melalui tender di KPB PTPN. Dari penjelasan di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan tender CPO lokal di Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) mengarah ke bentuk pasar bersaing (competitive market). 70 Begitu pula dengan pelaksanaan tender untuk CPO ekspor yang dilaksanakan sebulan sekali pada minggu pertama. 5.4 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu, sehingga struktur pasar yang terbentuk sangat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga yang terlibat termasuk pihak-pihak di dalamnya. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga termasuk pihak-pihak yang terlibat, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama diantara masing-masing pihak. 5.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian Para produsen dalam hal ini PTPN melakukan penjualan CPO melalui KPB PTPN yang dikemas dalam tanki-tanki penyimpanan dan diangkut dengan menggunakan truk, kereta api ataupun kapal laut melalui pelabuhan tertentu. Volume penjualan dan pembelian CPO dalam transaksi di KPB PTPN dapat mencapai 2 juta ton per tahun, dimana pada tahun 2008 lalu tercatat sebanyak 1.865.520 ton. Hal ini didukung oleh transaksi penjualan dan pembelian CPO di KPB PTPN yang dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada pukul 15.00 WIB melalui proses tender (lelang/auction) sehingga PTPN selaku produsen CPO dapat menjual produknya dalam kuantitas (jumlah) yang lebih besar dan lebih sering. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak KPB PTPN) yang terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi 71 Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit, Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor). Berikut akan dijelaskan tata cara atau prosedur tender CPO lokal. 1. Volume yang akan ditender disusun berdasarkan kondisi penyerahan CIF atau FOB (FOB Pelabuhan Muat)/Franco pabrik pembeli/penjual dengan mutu sesuai standar mutu yang berlaku serta bulan penyerahan/pengapalannya ditetapkan di dalam formulir tender. 2. Pembeli peserta tender menyampaikan penawaran melalui fax/surat yang dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan di Kantor Pemasaran Bersama PTPN selambat-lambatnya pada jam 14.00 atau 15.00 WIB (sesuai undangan) pada hari dan tanggal tender (penawaran melalui fax ditangani oleh petugas khusus). 3. Harga penawaran diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN (dalam bulatan Rupiah). 4. Pembeli peserta tender menyampaikan harga penawaran dengan jumlah per lot sesuai yang ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan. 5. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price idea dinyatakan sebagai pemenang tender. 6. Bila terdapat dua pembeli atau lebih dengan harga penawaran yang sama untuk volume dan lot serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume tersebut dibagi secara proporsional. 7. Bila harga penawaran dari peserta tender tidak mencapai price idea, maka ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila penawar 72 tertinggi pertama tidak bersedia atau tidak hadir, maka ditawarkan kepada penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak bersedia atau tidak hadir, maka barang ditawarkan kepada peserta tender lainnya pada saat pelaksanaan tender, dan apabila peserta tender lainnya tidak bersedia maka barang ditarik dari tender (withdrawn). Sedangkan tata cara atau prosedur tender CPO ekspor adalah sebagai berikut. 1. Bagian Jasa Penjualan Minyak Sawit menawarkan minyak sawit kepada Calon Pembeli. 2. Calon Pembeli menerima penawaran dan mengirimkan tawaran melalui faksimili atau dimasukkan ke dalam kotak tertutup. 3. Panitia Tender CPO Ekspor membuka penawaran, penawaran sesuai dengan price idea atau harga tertinggi yang terjadi. 4. Panitia Tender CPO Ekspor melakukan counter kepada Calon Pembeli tertinggi. 5. Calon Pembeli revisi tawaran sesuai price idea atau harga tertinggi yang terjadi. 6. Apabila pembeli tidak bersedia maka CPO ditarik dari tender. Panitia Tender CPO Ekspor Withdrawn. Sistem transaksi penjualan dan pembelian CPO ini dapat dikatakan merupakan sistem jual beli bebas dan sistem kepercayaan, berlangganan dimana para pelaku tataniaga sudah bekerja sama cukup lama sehingga terjalin kepercayaan satu sama lain antar pelaku kegiatan tataniaga. Selain itu, para 73 pembeli dapat dengan bebas memilih CPO hasil produksi PTPN mana yang ingin dibeli dan dapat ditawar dengan harga yang telah mereka perkirakan sendiri. 5.4.2 Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga jual beli dalam tataniaga komoditi CPO terbentuk melalui sistem lelang di dalam tender di KPB PTPN. Dalam tender ini, pembeli dengan penawar harga tertinggi memiliki peluang terbesar untuk mendapatkan CPO. Sebenarnya, sebelum tender dilaksanakan di KPB PTPN, Bagian AIP (Analisis dan Informasi Pasar), Bagian Penjualan Sawit, beserta staf-staf internal, dll melakukan rapat internal (15 – 30 menit sebelum tender) guna menentukan harga ancar-ancar atau biasa disebut “Price Idea”. “Price Idea” berlaku untuk FOB Belawan/Dumai sedangkan bila di luar Belawan dan Dumai maka “Price Idea” akan dikurangi nilai pengurang sebagai biaya angkut (asuransi, dll) bagi pembeli sehingga harganya berada di bawah “Price Idea” misalnya FOB Siak, Franco PKS Bunut, dll. Besarnya “Price Idea” sangat dipengaruhi oleh harga CPO di tingkat internasional (Bursa Berjangka Malaysia/MDEX, pasar fisik Rotterdam) serta nilai tukar mata uang rupiah (kurs) sehingga besarnya selalu berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi pasar. Sistem ini dapat dikatakan sebagai sistem penentuan harga secara sepihak dimana dapat dikatakan bahwa harga terendah (nilai minimal) dari suatu produk telah ditentukan oleh pihak lembaga pemasaran. “Price Idea” menjadi harga patokan (counter price) bagi KPB PTPN untuk melepas CPO kepada para pembeli yang menawar. Namun, besarnya “Price Idea” ini masih dirahasiakan sampai semua harga yang ditawarkan oleh para 74 pembeli lebih rendah daripada “Price Idea” maka pihak KPB PTPN akan melakukan counter dengan “Price Idea” tadi. Disinilah terjadi sistem tawar menawar dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak. Harga yang telah disepakati tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Bila para pembeli tetap bertahan untuk tidak menaikkan harga penawarannya tadi maka CPO ditarik kembali oleh pihak KPB PTPN atau CPO tidak terjual (withdrawn) sehingga CPO dapat kembali ditawarkan KPB PTPN di tender berikutnya. Sedangkan jika harga yang ditawarkan pembeli minimal sama atau lebih tinggi dari “Price Idea” maka CPO terjual kepada penawar tersebut. 5.4.3 Sistem Pembayaran Sistem pembayaran CPO untuk tender di KPB PTPN pada umumnya berupa sistem pembayaran transfer melalui bank dalam jangka waktu 14 hari setelah kontrak tender disetujui dan ditandatangani oleh pihak pembeli dan pihak KPB PTPN. Dalam jangka waktu tersebut pembayaran terhadap CPO yang dibeli harus sudah lunas sehingga dapat diterbitkan kontrak penjualan (sales contract) dalam bentuk in-voice sementara untuk pembeli. Bila dalam jangka waktu ini pembeli tidak melunasi pembayarannya maka akan dikenakan denda. Dan bila masih belum membayar (termasuk denda) juga maka pembeli akan dinon-aktifkan sementara dari keanggotaan sebagai pembeli di KPB PTPN sehingga tidak dapat mengikuti tender untuk waktu yang tidak ditentukan hingga pembeli menyelesaikan masalah pembayaran tadi. Namun bila pembayaran telah dilunasi maka dalam jangka waktu 14 hari berikutnya CPO harus diserahkan kepada 75 pembeli dimana akan dibuat D/O (Delivery Order) yang diterbitkan oleh KPB PTPN untuk pembeli agar pembeli dapat mengambil CPO tersebut. Sebelum diangkut, CPO ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan jumlah berat CPOnya sesuai dengan kontrak. Jumlah CPO yang ditimbang terkadang tidak sesuai (terdapat kelebihan/kekurangan) dengan yang tertera di kontrak maka diterbitkanlah in-voice tetap. Bila terjadi kelebihan atau kekurangan pada jumlah CPO tadi maka akan disesuaikan pada kontrak berikutnya (transaksi jual beli berikutnya). Sistem pembayaran transfer melalui bank ini berlangsung tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak dimana pembayaran harus lunas yang dilakukan di muka dengan transfer melalui bank (cth: Bank Mandiri) ke rekening PTPN yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 hari. Setelah uang transfer masuk ke rekening milik PTPN yang bersangkutan dan telah dipastikan lewat bank serta surat tanda bukti pembayaran melalui bank maka CPO dapat diantar atau dijemput sesuai dengan kesepakatan pengangkutan yang terjadi antara kedua belah pihak. 5.5 Keragaan Pasar Keragaan pasar merupakan akibat dari struktur dan perilaku pasar yang terbentuk dalam kegiatan tataniaga yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator: (1) harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen; dan (2) marjin dan penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran. Keragaan pasar CPO dianalisis dengan menggunakan analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection). 76 5.5.1 Fleksibilitas Transmisi Harga Tujuan analisis fleksibilitas transmisi harga dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perubahan relatif harga pada tingkat harga penjualan di tingkat konsumen terhadap perubahan relatif harga di tingkat PTPN yang dijual oleh KPB PTPN (“Price Idea”). Analisis ini dilakukan terhadap data antara tahun 2007 hingga tahun 2009 (tepatnya sampai dengan Juni 2009). Data harga ini selalu mengalami perubahan setiap harinya karena pelaksanaan tender di KPB PTPN yang dilaksanakan setiap hari antara hari senin hingga jumat (5 kali seminggu) apalagi mengingat harga CPO yang selalu berfluktuatif tergantung pada situasi dan kondisi pasar. Hasil analisis disajikan pada tabel berikut. Tabel 10. Koefisien Regresi dan Fleksibilitas Transmisi Harga antara Harga di Tingkat Konsumen (PR) dan Harga di Tingkat Produsen PTPN (PF) Variabel Koefisien Dugaan Konstanta 4,1368 PR 1,0017 1/𝜂 = 1,0024 R—Sq = 99,9935 % R—Sq (adj) = 99,9932 % F—Statistic = 428575,2 Prob. (F stat) = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan). Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen SE Koefisien 0,0015 11,4724 t-statistic 0,3605 654,6566 Probabilitas 0,7211 0,0000* Tabel tersebut menunjukkan bahwa fleksibilitas transmisi harga antara tingkat harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen PTPN atau KPB (Price Idea) kelembagaan KPB lebih besar dari satu. Hal ini berarti apabila terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN (KPB) lebih besar dari 1 persen, ceteris paribus. Secara lebih spesifik ini berarti bahwa pada kelembagaan lelang, jika terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan harga pada tingkat PTPN sebesar 1,0024 77 persen, baik dalam keadaan harga naik maupun harga turun. Hal ini berarti bahwa perubahan harga CPO pada tingkat produsen PTPN (KPB) terjadi secara proporsional dengan perubahan harga CPO yang terjadi pada tingkat konsumen. Apabila dilihat maka tingginya fleksibilitas transmisi harga pada kelembagaan lelang KPB merupakan refleksi dari relatif kecilnya hambatan komunikasi dan informasi karena processor atau konsumen langsung berhadapan dengan produsen PTPN yang diwakili oleh KPB. Harga terbentuk secara kompetitif karena adanya persaingan yang ketat dan efektif pada tingkat pembeli atau konsumen dalam usahanya mendapatkan CPO yang ditransaksikan. Di samping itu, produsen PTPN (KPB) sendiri berada pada posisi tawar-menawar yang lebih kuat karena telah mempunyai standar CPO dan harga CPO serta hanya menjual CPOnya kepada pembeli atau konsumen yang memberikan harga tertinggi. Fleksibilitas transmisi harga dalam suatu analisis tataniaga bisa menjadi cerminan adanya perbedaan pandangan antara produsen di suatu pihak yang menginginkan harga tinggi, dan pembeli di pihak lain yang menginginkan harga yang rendah dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu kelembagaan yang efisien harus dapat mengakomodasikan sebesar-besarnya dua kepentingan yang berbeda tadi dimana kelembagaan tataniaga tersebut harus mampu menyampaikan barang-barang yang diproduksi dari produsen hingga ke konsumen dengan biaya yang serendah mungkin dan mampu memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen. 78 5.5.2 Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa besar pembentukan harga pada suatu pasar atau tingkat lembaga tataniaga tertentu mempengaruhi harga pada suatu pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lain, serta melihat seberapa efisien sistem pasar bekerja sehingga membentuk pasar yang terintegrasi atau terpadu secara sempurna. Kekuatan pembentukan harga secara ekonomi akan berbeda antara satu tingkat pasar dengan tingkat pasar lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pasar memiliki kurva penawaran dan permintaan yang berbeda. IMC menggambarkan secara dinamis tingkat integrasi pasar jangka pendek antara pasar pengikut dan pasar acuannya. Selain itu IMC juga menunjukkan tingkat efisiensi pembentukan harga CPO di tingkat produsen PTPN, apakah dominan dipengaruhi oleh harga CPO di pasar acuan dalam hal ini harga CPO di pasar CPO internasional di Bursa Berjangka Malaysia (MDEX) dan harga di pasar CPO internasional di pasar fisik Rotterdam atau dominan dipengaruhi oleh kondisi atau faktor-faktor lokal. Analisis keterpaduan pasar komoditi CPO adalah melihat keterpaduan pasar CPO domestik khususnya di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di Bursa Berjangka Malaysia (MDEX). Selain itu juga digunakan untuk melihat keterpaduan pasar CPO domestik di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di pasar fisik Rotterdam. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia) disajikan dalam tabel berikut ini. 79 Tabel 11. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia) Variabel Koefisien Dugaan Konstanta 307,6324 Pit-1 (b1) 0,6080 Pjt — Pjt-1 (b2) 0,8760 Pjt-1 (b3) 0,3509 R—Sq = 98,2352 % IMC = 1,7326 R—Sq (adj) = 98,1484 % F — Hitung = 1131,799 Prob. (F stat) = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan). Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen SE Koefisien 104,8402 0,0912 0,0691 0,0862 tstatistic 2,9342 6,6653 12,6687 4,0702 Probabilitas 0,0047* 0,0000* 0,0000* 0,0001* Keterpaduan pasar diperoleh dari nilai b2 (untuk menentukan keterpaduan pasar jangka pendek) dan nilai IMC (Indeks of Market Connection) untuk menentukan keterpaduan pasar jangka panjang, yaitu nilai yang diperoleh dari hasil pembagian antara nilai koefisien variabel P it-1 (variabel lag harga di pasar pengikut) dengan nilai koefisien variabel Pjt-1 (variabel lag harga di pasar acuan). Dari tabel di atas terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO Internasional di MDEX Malaysia diperoleh nilai IMC sebesar 1,7326, yaitu nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,66) > t-tabel (1,67), maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik (tolak H0) sehingga artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang. 80 Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8760 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-1,79) < ttabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8760) dimana derajat asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik antara produsen maupun konsumen. Selain itu juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO di Pasar Fisik Rotterdam disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 12. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam Variabel Koefisien Dugaan Konstanta 259,5784 Pit-1 (b1) 0,6246 Pjt — Pjt-1 (b2) 0,8278 Pjt-1 (b3) 0,3117 R—Sq = 98,2659 % IMC = 2,0038 R—Sq (adj) = 98,1807 % F—Hitung = 1152,258 Prob. (Fstat) = 0,0000 Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan). Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen SE Koefisien 100,3794 0,0945 0,0676 0,0839 tstatistic 2,5859 6,6103 12,2414 3,7129 Probabilitas 0,0121* 0,0000* 0,0000* 0,0004* 81 Dari tabel tersebut terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam diperoleh nilai IMC sebesar 2,0038, yaitu nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,60) > ttabel (1,67), maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik sehingga artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (Pasar Fisik Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang. Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b 2 sebesar 0,8278 yang artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-2,54) < ttabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8278) dimana derajat asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sama seperti penjelasan sebelumnya, sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik 82 antara produsen maupun konsumen. Tersedianya layanan internet yang membantu produsen dan konsumen sehingga mereka dapat mengakses informasi dan bertukar informasi secara lokal, nasional hingga global (mendunia). Selain itu juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar. Dari hasil analisis di atas baik untuk Bursa Berjangka Malaysia (MDEX) maupun pasar fisik Rotterdam diperoleh diperoleh bahwa terjadi keterpaduan pasar jangka pendek namun tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Reni Kustiari dimana untuk pasar kopi terdapat keterpaduan pasar jangka panjang dimana harga kopi robusta Indonesia sangat dipengaruhi (dominan) oleh tingkat harga di pasar internasional. Hal ini didukung pula oleh Surat Direktur Jenderal Pajak tanggal 11 Juni 2001 bahwa atas ekspor kopi dikenakan PPN dengan tarif 0 persen dan pajak masukan yang telah dibayar dapat diminta kembali. Sedangkan untuk pemasaran CPO produksi PTPN yang dilakukan melalui KPB PTPN Jakarta lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dibandingkan untuk pasar ekspor. Hal ini dapat terlihat dari tender untuk CPO lokal yang diadakan di KPB PTPN Jakarta yang mencapai 5 kali dalam seminggu (Senin hingga Jumat) sedangkan untuk CPO ekspor hanya 1 kali dalam sebulan. Apalagi untuk CPO masih dikenakan biaya PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 10 persen dan untuk ekspor masih dikenakan pula pajak ekspor. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata 83 lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.