(PTPN), Kasus Kantor Pemasaran Bersama (KPB)

advertisement
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN
Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (“Perusahaan”)
dibentuk berdasarkan Kesepakatan Bersama Direksi PN/PT Perkebunan I – XXIX
pada tanggal 26 Februari 1990. Pembentukan KPB PTPN telah disetujui oleh
Menteri Pertanian (sebagai Kuasa Pemegang Saham) dengan Surat Keputusan No:
166/KPTS/OT.210/3/1990 tanggal 8 Maret 1990. KPB PTPN bukan merupakan
suatu badan hukum namun merupakan suatu badan terpisah (entitas) yang
mengelola sejumlah dana yang berasal dari PTPN I – PTPN XIV. KPB PTPN
mempunyai kantor pusat yang berkedudukan di Jakarta dan dua kantor cabang
masing-masing di Surabaya dan Medan serta baru-baru ini menambah kantor
cabang baru di Dubai (UEA) yang dikhususkan untuk menangani pemasaran
komoditi teh PTPN.
5.1.1 Analisis Struktur Kelembagaan
Batas Juridiksi
Dalam kelembagaan tataniaga CPO, banyak pihak yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut
secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Pelaku langsung adalah PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) dan KPB PTPN yang mewakilinya serta para
processor atau perusahaan pembeli CPO. Sedangkan pihak-pihak sebagai pelaku
tidak langsung adalah pasar fisik Rotterdam, Bursa Berjangka Malaysia (MDEX),
Kantor Berita Dunia (Reuters, Oil World, Market Journal, dll), asosiasi kelapa
sawit (GAPKI, GAPKINDO, Kadin, dll) dan pemerintah serta aparatnya
54
(Kementerian Negara BUMN, dll). Pelaku langsung dari kelembagaan ini
membuat kesepakatan yang digunakan sebagai acuan dalam transaksi CPO.
Sementara pelaku tidak langsung banyak menentukan dalam perumusan
kesepakatan tersebut terutama yang menyangkut hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku langsung kelembagaan ini.
Organisasi atau lembaga pemasaran dalam hal ini KPB PTPN merupakan
bagian dari PTPN sebagai penjual, tidak bertindak sebagai lembaga tataniaga
yang mencari keuntungan dari transaksi CPO. Dengan demikian preferensi KPB
PTPN sama dengan PT Perkebunan Nusantara yakni mendapatkan harga jual CPO
yang setinggi-tingginya. Perilaku PTPN yang menyimpang dari kesepakatan atau
aturan yang telah ditentukan dalam transaksi memiliki dampak besar terhadap
kelangsungan kelembagaan ini. Heterogenitas PTPN telah dieliminir melalui
penentuan harga CPO berdasarkan “Price Idea” di KPB PTPN sehingga yang
dipertimbangkan adalah homogenitas preferensi perilaku transaksi terutama PTPN
yang tergabung dalam KPB PTPN.
Pemasaran CPO secara terorganisir seperti halnya melalui kelembagaan
KPB PTPN mensyaratkan adanya pembakuan mutu. Adanya PTPN yang
menghasilkan CPO yang mutunya lebih rendah dari PTPN lain akan merugikan
karena menurunkan harga CPO secara keseluruhan. Oleh karena itu kejelasan
mengenai hak dan kewajiban dari setiap pelaku transaksi serta usaha
penegakannya merupakan syarat keberlangsungan pola tataniaga terorganisir
seperti halnya melalui KPB PTPN.
55
Hak-hak Kepemilikan
Berikut diuraikan hak dan kewajiban dari pelaku langsung transaksi CPO
melalui kelembagaan KPB PTPN yakni meliputi hak dan kewajiban PTPN, KPB
PTPN dan pembeli atau processor. Hak dan kewajiban PTPN meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari perkebunan
yang ada yang nantinya diolah menjadi minyak kelapa sawit.
2. Menghasilkan minyak sawit dalam bentuk CPO dan sisanya dalam bentuk
Crude Stearin, RBD Olein, Palm Kernel Oil, Palm Kernel Fatty Acid, dll.
3. Menghasilkan CPO yang sesuai dengan kualitas yang terstandar.
Kode HS
: 151110000
Nama Komoditi
: Minyak kelapa sawit mentah (CPO)
Kode Standar Mutu
: SNI.01-2901-2006
Tahun
: 2006
Tabel 7. Kriteria uji
No Test
Kriteria
Satuan
Persyaratan
A
Warna
_
Jingga kemerahmerahan
B
Kadar air dan kotoran
%, fraksi masa
0,5 (maks.)
C
Asam lemak bebas
(sebagai asam pelmitat)
%, fraksi masa
5 (maks.)
D
Bilangan yodium
g yodium/100g
50 - 55
Sumber: KPB PTPN, 2009.
4. Pengendalian mutu yang dilakukan dengan sangat ketat mulai dari
pemanenan di kebun, kemudian diangkut ke pabrik dan langsung diproses
pada hari yang sama.
56
5. Menyimpan CPO di gudang-gudang penyimpanan atau tangki timbun
yang dilengkapi dengan steamer (pemanas) dengan temperatur 500 C – 550
C untuk menjaga kualitas CPO.
Sementara itu sesuai dengan pokok kebijakan dan strategi pemasaran PTPN, hak
dan kewajiban KPB PTPN sebagai organisasi pemasaran CPO produksi PTPN
adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan pemasaran.
2. Melaksanakan tender atau memasarkan CPO produksi PTPN.
3. Mengelola seluruh persediaan produksi siap jual.
4. Mengumpulkan informasi, menganalisa dan melakukan pengembangan
pasar.
5. Melakukan transaksi penjualan baik langsung maupun melalui kerjasama
dengan perwakilan KPB di luar negeri.
6. Menyelesaikan dan melaksanakan pembayaran klaim.
7. Sebagai unit market intelligence, menyampaikan informasi beserta analisa
pasar, dan melakukan riset pasar bagi PTPN.
8. Mengembangkan database pemasaran dan sistem jaringan komputer untuk
menyebarluaskan informasi pasar yang diperlukan PTPN.
9. Mengkaji dan mengevaluasi antara lain:
- Data produksi dan konsumsi komoditas perkebunan dan saingannya di
dalam maupun luar negeri.
- Informasi harga dalam dan luar negeri serta situasi perkembangan pasar.
57
10. Mengadakan promosi dalam bentuk pameran atau mengikuti misi dagang
di dalam dan di luar negeri baik atas nama PTPN maupun atas permintaan
PTPN tertentu.
11. Sebagai unit pelayanan, melaksanakan pengapalan komoditi, pergudangan,
dan penyelesaian dokumen-dokumen yang menyangkut pengapalan,
perbankan, dan lain-lain.
12. Mengadakan pelayanan dan sarana teknis (jadwal tender, tempat
pelaksanaan tender, syarat-syarat peserta tender, dll)
13. Melakukan hal-hal dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh BMD-PTPN
untuk menunjang aktivitas dan pengembangan pemasaran yang dilakukan
oleh PTPN.
Pembeli yang terdaftar sebagai peserta tender baik perusahaan atau utusan
langsung dari perusahaan memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
1. Hadir pada acara tender
2. Mengajukan harga penawaran pembelian CPO yang diminati.
3. Berhak mendapatkan CPO bagi pembeli yang mengajukan harga
penawaran tertinggi dan berada di atas “Price Idea” yang ditetapkan KPB
PTPN. Bila ada pembeli yang menetapkan harga penawaran tertinggi yang
sama dan di atas “Price Idea” maka CPO yang terjual dibagi antar pembeli
sama rata.
4. Membayar uang pembelian CPO dengan transfer melalui bank ke rekening
yang bersangkutan setelah terjadi kesepakatan.
58
Sebelum terdaftar sebagai peserta tender CPO di KPB PTPN setiap processor
yang ingin membeli CPO produksi PTPN ini harus memenuhi persyaratan tertentu
seperti yang ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 8. Persyaratan Peserta Tender KPB PTPN Jakarta
No
Dokumen yang dibutuhkan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Profil Perusahaan
Akte Pendirian Perusahaan
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Perusahaan Kena Pajak
Izin Industri Dari DEPPERINDAG
Referensi Bank
Lisensi dari Perusahaan Induk
Surat Rekomendasi Dari Kedutaan Indonesia
Setempat
Lokal
Ekspor
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Sumber: KPB PTPN, 2009.
Aturan Representasi
Aturan yang digunakan dalam kelembagaan ini lebih banyak atas dasar
penetapan dari Badan Musyawarah Direksi PT Perkebunan Nusantara (BMDPTPN), Dewan Pengawas dan KPB PTPN khususnya yang menyangkut
pelaksanaan teknis tender termasuk penentuan harga ancar-ancar atau “Price
Idea”. Keterlibatan pemerintah juga cukup besar mengenai regulasi yang akan
ditetapkan mengingat KPB PTPN merupakan salah satu lembaga pemasaran
komoditi perkebunan milik pemerintah. Keterlibatan PTPN sebagai produsen
dalam proses pengambilan keputusan juga sudah cukup jelas mengingat adanya
keterlibatan para pimpinan PTPN dalam Badan Musyawarah Direksi PT
Perkebunan Nusantara (BMD-PTPN). BMD PTPN beranggotakan para Direktur
Utama PT Perkebunan Nusantara.
59
5.1.2 Analisis Saluran Tataniaga CPO KPB PTPN
Saluran tataniaga merupakan serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang
mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas komoditi selama
komoditi tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Sebuah saluran tataniaga
melaksanakan tugas memindahkan komoditi dari tangan produsen ke tangan
konsumen. Hal ini bertujuan untuk mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan
kepemilikan yang memisahkan komoditi dari orang-orang yang membutuhkan
atau menginginkannya.
Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara (KPB PTPN)
dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia. KPB
PTPN dibentuk dengan tujuan utama adalah untuk menyelenggarakan pemasaran
hasil produksi PTPN dengan berpegang pada prinsip ekonomi dan tugas-tugas
BUMN agar PTPN mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Selain itu KPB
PTPN memiliki tugas-tugas pokok yang harus dilaksanakan sesuai peran dan
fungsinya. Tahapan saluran tataniaga CPO adalah penjualan CPO hasil produksi
PTPN oleh KPB PTPN kepada pembeli yang merupakan processor yang nantinya
akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk jadi yang dapat dinikmati
langsung oleh masyarakat. Terdapat 2 pola saluran tataniaga untuk CPO yaitu
saluran tataniaga CPO lokal dan ekspor yaitu:
Saluran CPO lokal: Produsen (PTPN)
Saluran CPO ekspor: Produsen (PTPN)
KPB PTPN
KPB PTPN
Pembeli (Processor).
Broker/Badan
Pemasaran Luar Negeri/Konsumen Luar Negeri.
Gambar 4. Saluran Tataniaga CPO Hasil Produksi PTPN
60
Pola saluran tataniaga CPO hasil produksi PTPN sangat sederhana, baik
untuk pemasaran CPO lokal maupun ekspor. Hal ini disebabkan karena pelaku
tataniaga yang terlibat hanya sedikit, diantaranya PTPN sebagai produsen yang
menghasilkan CPO, kemudian menjual atau memasarkannya melalui KPB PTPN,
yang kemudian menjualnya ke pembeli/konsumen (processor), broker maupun
badan pemasaran luar negeri. Pola saluran tataniaga CPO ini secara fisik saling
berkaitan dan bekerjasama dalam sistem tataniaga yang terorganisir dan
terintegrasi dengan tujuan saling menguntungkan.
Saluran tataniaga pemasaran CPO di Indonesia baik CPO hasil produksi
perusahaan swasta maupun PTPN yang melalui Kantor Pemasaran Bersama PT
Perkebunan Nusantara (KPB PTPN) dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan melihat
saluran tataniaga pemasaran di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa
keberadaan KPB PTPN sebagai ujung tombak pemasaran komoditi perkebunan
PTPN, khususnya CPO. Pada dasarnya, pembentukan KPB PTPN tidaklah
memperpanjang rantai tataniaga pemasaran karena KPB PTPN sendiri merupakan
suatu bentuk organisasi gabungan (grup) PTPN (PTPN I – PTPN XIV) yang
mengorganisir dan mengatur pemasaran CPO PTPN.
Para peserta tender CPO lokal adalah para penjual, para pembeli dan
peninjau, dimana dalam hal ini KPB PTPN bertindak dan untuk atas nama penjual
atau produsen CPO mewakili PTPN sedangkan pembeli terdiri dari para processor
industri pengolahan CPO yang telah terdaftar sebagai pembeli aktif di KPB
PTPN. Begitu pula dengan peserta tender CPO ekspor yang merupakan para
61
penjual atau para pembeli yang telah memenuhi syarat sebagai rekanan terdaftar
di KPB PTPN.
5.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga
Pada tataniaga terdapat kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian
produk dari produsen (PTPN) sampai ke konsumen (pembeli), termasuk juga
kegiatan menghasilkan perubahan bentuk dari produk tersebut yang dilakukan
untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan kepada konsumen
dengan mengusahakan agar konsumen memperoleh barang yang diinginkan pada
tempat, waktu, bentuk, dan harga yang tepat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut
dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam
penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi
tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Tabel 9. Fungsi-Fungsi Tataniaga
Fungsi Tataniaga
Produsen (PTPN)
Pertukaran
a. Pembelian
b. Penjualan
Fisik
a. Pengolahan
+
b. Pengemasan
+
c. Penyimpanan
+
d. Pengangkutan
#
Fasilitas
a. Sortasi
+
b. Grading
+
c. Pembiayaan
+
d. Penanggung Resiko
+
e. Informasi Pasar
#
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (hasil olahan).
Lembaga Tataniaga
KPB PTPN Konsumen (Pembeli)
+
+
#
-
+
+
#
+
+
+
+
+
Keterangan : ( - ) kegiatan tidak dilakukan
( + ) kegiatan dilakukan
( # ) kegiatan kadang-kadang dilakukan
62
Tabel 9. menjelaskan keseluruhan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan
oleh lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyampaian komoditi CPO dari
produsen (PTPN) hingga ke konsumen (pembeli). Setiap lembaga tataniaga akan
melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan baik dan efisien sehingga dapat
menekan biaya tataniaga.
Fungsi pertukaran menjelaskan terjadinya pemindahan hak kepemilikan
atas barang dari penjual kepada pembeli dalam proses jual beli melalui transaksi.
Dalam fungsi pertukaran pihak produsen (PTPN) tidak memiliki peran yang
signifikan karena fungsi penjualan dilakukan oleh pihak KPB PTPN yang
mewakili pihak produsen (PTPN). Sedangkan untuk pihak pembeli (processor)
melakukan fungsi pembelian dan kadang-kadang dapat pula melakukan kegiatan
penjualan khususnya bagi perusahaan yang memang berperan menjual kembali
CPO tersebut ke pembeli selanjutnya. Untuk CPO, transaksi pembelian dan
penawaran harga dilakukan langsung pihak pembeli atau utusan khusus
perusahaan pembeli.
Fungsi fisik merupakan fungsi tataniaga yang dimaksudkan untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai bentuk, waktu dan tempat, yang
diinginkan konsumen (pembeli) melalui pengolahan, pengemasan, penyimpanan,
serta pengangkutan. Fungsi pengolahan dilakukan oleh pihak produsen (PTPN)
dimana proses ini dilakukan di pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimiliki oleh
masing-masing PTPN. Kelapa sawit yang telah layak panen dipanen dalam bentuk
dan ukuran Tandan Buah Segar (TBS). TBS inilah yang nantinya diproses di
pabrik pengolahan untuk menghasilkan CPO. Setelah CPO diterima, pihak
63
pembeli (processor) juga akan mengolah CPO tersebut menjadi produk-produk
jadi seperti minyak goreng, sabun, margarin, kosmetik, dan lain-lain. Pihak KPB
PTPN sendiri tidak memiliki peran dalam fungsi pengolahan mengingat fungsinya
sebagai organisasi atau lembaga pemasaran.
Pengemasan menjadi tanggungjawab penuh para produsen (PTPN) namun
untuk CPO yang merupakan minyak kelapa sawit mentah tidak diperlukan adanya
pengemasan khusus dimana yang dibutuhkan hanyalah tangki yang digunakan
untuk mengangkut dan menyimpan guna mempertahankan kualitas CPO tetap
terjaga. Untuk penyimpanan, setelah produsen (PTPN) mengolah TBS menjadi
CPO, maka CPO disimpan di dalam tangki timbun penyimpanan atau gudang
penyimpanan dimana terdapat steamer (pemanas) dengan temperatur 500 – 550 C
untuk menjaga dan mempertahankan kualitas CPO sebelum diangkut dan
diserahkan kepada pembeli. Pihak pembeli (processor) pun juga menjalankan
fungsi penyimpanan dengan memiliki tangki penyimpanan setelah CPO diterima
pihak pembeli karena CPO yang diperjualbelikan berukuran ratusan bahkan
ribuan ton sehingga tidak dapat diolah sekaligus dan saat itu juga.
Untuk pengangkutan, pihak produsen (PTPN) maupun pembeli dapat
bertanggungjawab dalam hal penyediaan izin, dokumen, surat-surat, kontrak, alat
angkut yang berupa truk, kereta api atau kapal pengangkut, dll. Hal ini tergantung
kontrak penjualan yang telah disepakati dan disetujui oleh kedua belah pihak.
Bentuk kontrak pengangkutannya sendiri dapat berupa FOB (Freight On Board)
atau Franco atau CIF (Cost Insurance Freight). FOB adalah transaksi
pengangkutan
melalui
pelabuhan
dimana
penjual
bertanggungjawab
64
mengantarkan barang hingga ke pelabuhan yang telah disepakati. Sedangkan
untuk franco ada yang berupa franco gudang pembeli dan franco pabrik penjual.
Untuk franco gudang pembeli maka CPO harus diantarkan oleh penjual dalam hal
ini PTPN sampai ke gudang pembeli. Penjual juga bertanggungjawab atas biaya,
risiko, serta dokumen-dokumen yang diperlukan. Sementara untuk franco pabrik
penjual maka pembeli sendiri yang mengambil CPO ke pabrik atau gudang PTPN.
Sedangkan CIF adalah untuk aktivitas ekspor, dimana seperti FOB tetapi
biaya selama pengangkutan menjadi tanggungjawab pembeli termasuk seluruh
dokumen (izin, dll) termasuk asuransi. Namun pada saat ini CIF sudah jarang
digunakan dimana pembeli lebih memilih untuk menyiapkan kapal pengangkut
sendiri. Sedangkan untuk CPO lokal umumnya beban pengangkutan dibebankan
kepada pembeli dimana pembeli dapat mengambil CPOnya sendiri atau
menggunakan jasa transportasi sewaan untuk mengangkut CPO dari gudang
penyimpanan atau tangki penyimpanan milik PTPN (franco pabrik/gudang
penjual).
Fungsi fasilitas disebut juga fungsi pelancar yang merupakan kegiatankegiatan memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi dan arus komoditi antar
produsen dengan konsumen yang meliputi sortasi, grading, dan standardisasi,
pembiayaan, penanggungan risiko dan informasi pasar. Sortasi adalah tindakan
memilih suatu komoditi berdasarkan tingkat kerusakan dan kematangan,
sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian
menurut standardisasi yang diinginkan sehingga terkumpul menurut suatu ukuran
standar. Sortasi dan grading secara pasti dilakukan oleh pihak produsen (PTPN)
65
dimana terdapat standardisasi berdasarkan warna, asam lemak bebas, kadar air
dan kotoran serta bilangan yodium. Secara umum hanya terdapat 1 jenis grade
untuk CPO hasil produksi PTPN yang dipasarkan melalui KPB PTPN yaitu sesuai
standar SNI.01-2901-2006 yang nantinya akan dijual kepada pembeli (processor).
KPB PTPN dan pembeli sendiri tidak perlu lagi melakukan sortasi dan grading
termasuk mempertanyakan kualitas CPO yang diproduksi PTPN mengingat sudah
sesuai dengan standar nasional.
Dalam hal pembiayaan, pihak produsen (PTPN) dan KPB PTPN memiliki
peran masing-masing dimana sumber dana anggaran pembiayaan KPB PTPN
berasal dari PTPN I – PTPN XIV yang besarnya didasarkan pada perbandingan
rencana penjualan. Biaya operasi dan biaya pegawai KPB PTPN dialokasikan
pada PTPN I – PTPN XIV berdasarkan perbandingan nilai rencana penjualan
yang dilakukan KPB PTPN.
Risiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga CPO dapat berupa risiko
fisik, risiko organisasi, serta risiko pasar. Risiko fisik antara lain adalah
kerusakan, pencurian dan penyusutan. Risiko fisik sangat rentan terjadi pada
pihak produsen (PTPN). CPO yang disimpan dapat menjadi rusak bila tidak
segera dipasarkan sehingga menurunkan standar kualitasnya. Pengaruh iklim,
cuaca (kelembaban,dll) serta proses pengolahan yang tidak baik dapat
mempengaruhi CPO yang akan dihasilkan. Meningkatnya harga jual CPO sendiri
dapat merangsang oknum-oknum tertentu untuk mencuri TBS dari perkebunan.
Nilai alat-alat yang digunakan pun akan mengalami penyusutan setiap tahunnya
dan dapat mempengaruhi proses pengolahan TBS menjadi CPO.
66
Risiko organisasi dapat terjadi pada pihak produsen (PTPN) maupun pada
pihak KPB PTPN. Hal ini terkait dengan adanya oknum-oknum tertentu yang
dapat memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memperkaya diri atau kelompok
tertentu. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengawasan internal dan kegiatan
audit yang dilakukan pihak internal maupun lembaga independen. Selain risiko di
yang disebutkan di atas, risiko pasar merupakan risiko yang paling signifikan
mempengaruhi kondisi kegiatan tataniaga CPO mengingat harga penjualan CPO
sangat dipengaruhi oleh harga CPO internasional, harga minyak nabati lainnya
(substitusi), kurs/nilai tukar, krisis ekonomi, dll. Selain itu terdapat pula risikorisiko seperti risiko pengangkutan (kecelakaan mobil/kapal pengangkut,
pencurian, dll) dan risiko pembayaran (adanya keterlambatan pelunasan sisa
pembayaran yang dilakukan pihak pembeli).
Informasi pasar sangat diperlukan oleh semua pihak yang terlibat dalam
tataniaga CPO. Hal ini sangat berkaitan dengan situasi dan kondisi pasar, lokasi,
mutu, waktu, perluasan pasar, penelitian terhadap produk, serta harga pasar.
Dengan penguasaan terhadap informasi pasar maka kita dapat mengetahui sejauh
mana posisi nilai komoditas tersebut di pasar dunia. Saat ini semua pihak dapat
memperoleh informasi dengan berbagai cara antara lain melalui internet,
pertukaran informasi dengan pihak lain atau lembaga tataniaga lain, buletin,
majalah, dll. Informasi pasar khususnya mengenai harga internasional akan sangat
berguna bagi penentuan harga produk tersebut di dalam negeri khususnya di KPB
PTPN. Informasi harga ini akan menentukan harga yang akan ditawarkan pihak
KPB PTPN maupun pihak pembeli mengingat pembentukan harga tender di KPB
67
PTPN berpatokan terhadap harga internasional (MDEX Malaysia, pasar fisik
Rotterdam).
5.3 Analisis Struktur Pasar CPO
Dalam banyak penelitian mengenai tataniaga CPO disebutkan bahwa
struktur pasar CPO cenderung mendekati bentuk pasar bersaing (competitive
market), dimana dalam satu wilayah pasar terdapat banyak penjual dan banyak
pembeli. KPB PTPN sendiri menjual sebagian besar produk CPOnya kepada
pabrikan dalam negeri untuk mengutamakan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Sisanya baru diekspor ke negara-negara seperti: Uni Eropa, India, China,
Malaysia, Singapura, dlll. Mengingat sasaran utama penjualan CPO PTPN adalah
konsumen dalam negeri maka penelitian ini akan lebih difokuskan untuk
membahas pemasaran CPO lokal dibanding CPO ekspor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan
tender CPO domestik (lokal) dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada
pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia
tender (pihak KPB PTPN) yang terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit,
Kepala Bagian Analisa dan Informasi Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan
Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit, Kepala Urusan Analisa Sawit serta para
peserta tender (processor). Namun peserta tender biasanya hanya diwakili oleh
utusan perusahaan misalnya karyawan perusahaan, dll mengingat letak perusahaan
yang tidak semuanya berada di Jakarta atau berada jauh dari kantor KPB PTPN.
Bentuk pemasaran CPO di KPB PTPN adalah tender, dimana diawali
dengan penawaran jumlah CPO oleh KPB PTPN berdasarkan PTPN yang ada lalu
68
para peserta tender (processor) yang berminat akan melakukan penawaran harga
sesuai dengan informasi yang mereka miliki hingga tercapainya harga tertinggi.
KPB PTPN akan menerima penawaran harga tertinggi tersebut bila berada di atas
harga ancar-ancar (Price Idea) yang telah ditetapkan di awal tender oleh KPB
PTPN atau minimal sama dengan harga ancar-ancar (Price Idea) tersebut. Dengan
begitu dapat dikatakan bahwa CPO telah terjual kepada pembeli tersebut. Sekedar
mengingatkan bahwa tidak semua PTPN (PTPN I – PTPN XIV) merupakan
penghasil CPO. PTPN yang menghasilkan CPO antara lain PTPN I - PTPN VIII,
PTPN XIII dan PTPN XIV. Oleh sebab itu ada 10 (sepuluh) produsen CPO yang
ada di KPB PTPN. Selain itu pembeli untuk CPO lokal yang terdaftar di KPB
PTPN berjumlah sekitar 50 perusahaan dengan pelanggan utama seperti: Astra
Agro Lestari, Musim Mas, Multi Nabati Asahan, PT Bukit Kapur Reksa, Permata
Hijau Sawit, SMART Tbk, Wilmar Nabati Indonesia, Nagamas Palmoil Lestari,
Bina Karya Prima, Darmex Oil & Fats, Pelita Agung Agrindustri, Inti Benua
Perkasatama, Sinar Alam Permai, Palm Mas Asri, Tunas Baru Lampung, Pacific
Palmindo Industri, Indokarya Internusa, dll. Sedangkan pelanggan utama untuk
CPO ekspor antara lain Uni Eropa (Wilmar, ISISA, Safic Alcan), India (Protea),
China (Wilmar), Malaysia, Singapura (Gladale Ltd, Wilmar), dll.
Sementara itu, produk CPO yang digunakan sejenis (homogen) yang
memiliki kualitas seragam dan telah terstandar di seluruh Indonesia (SNI) seperti
yang telah tersaji seperti di Tabel 7. Selain itu, informasi beredar secara sempurna
dimana pergerakan harga CPO selalu dipantau setiap saat (Real Time) baik oleh
pihak KPB PTPN maupun oleh pihak pembeli. KPB sendiri mendapatkan
69
informasi secara real time dan periodik. Pengumpulan informasi pasar ini
dilakukan oleh Urusan Informasi Pasar dengan cara:
1. Berlangganan, yaitu:
 Online / real time (sumber: kantor berita dunia Reuters, Dow Jones
Newswires)
 On line / periodik (sumber: Oil World)
 Cetakan (sumber: Oil World, buletin komoditi, majalah, koran,dll)
2. Pemberian cuma-cuma dari lembaga terkait (buletin, majalah, dll)
3. Pencarian data cuma-cuma via internet (data, berita, artikel, dll) yang
bersumber dari: Bursa Berjangka Malaysia (MDEX), pasar fisik
Rotterdam, Market Journal, perbankan (menyangkut pergerakan kurs/nilai
tukar mata uang), dll.
Selain itu produsen (PTPN) dapat dengan mudah memperoleh informasi dari
produsen lainnya, begitu pula dengan para pembelinya. Oleh sebab itu setiap
pembeli dan penjual (PTPN) adalah penerima harga dimana pergerakan harga
sangat bergantung pada harga CPO internasional (MDEX Malaysia dan pasar fisik
Rotterdam), kurs/nilai tukar rupiah, serta harga-harga minyak nabati dunia sebagai
substitusinya
(pasar
minyak
kedelai
USA/CBOT,
Argentina/GBRA,
Brazil/SYBV, India/NBTI, China/DCE, pasar minyak kelapa Filipina, dll). Di
samping itu KPB PTPN juga menerima produsen CPO lain yang ingin bergabung
untuk menjual produknya melalui tender di KPB PTPN.
Dari penjelasan di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa struktur pasar
pada pelaksanaan tender CPO lokal di Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan
Nusantara (KPB PTPN) mengarah ke bentuk pasar bersaing (competitive market).
70
Begitu pula dengan pelaksanaan tender untuk CPO ekspor yang dilaksanakan
sebulan sekali pada minggu pertama.
5.4 Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur
pasar tertentu, sehingga struktur pasar yang terbentuk sangat mempengaruhi
perilaku lembaga tataniaga yang terlibat termasuk pihak-pihak di dalamnya.
Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan
pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga termasuk
pihak-pihak yang terlibat, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan
kerjasama diantara masing-masing pihak.
5.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian
Para produsen dalam hal ini PTPN melakukan penjualan CPO melalui
KPB PTPN yang dikemas dalam tanki-tanki penyimpanan dan diangkut dengan
menggunakan truk, kereta api ataupun kapal laut melalui pelabuhan tertentu.
Volume penjualan dan pembelian CPO dalam transaksi di KPB PTPN dapat
mencapai 2 juta ton per tahun, dimana pada tahun 2008 lalu tercatat sebanyak
1.865.520 ton. Hal ini didukung oleh transaksi penjualan dan pembelian CPO di
KPB PTPN yang dilaksanakan setiap hari senin hingga jumat pada pukul 15.00
WIB melalui proses tender (lelang/auction) sehingga PTPN selaku produsen CPO
dapat menjual produknya dalam kuantitas (jumlah) yang lebih besar dan lebih
sering. Pelaksanaan tender dihadiri oleh panitia tender (pihak KPB PTPN) yang
terdiri dari Kepala Bagian Penjualan Sawit, Kepala Bagian Analisa dan Informasi
71
Pasar (AIP), Kepala Urusan Penjualan Sawit, Kepala Urusan Pengapalan Sawit,
Kepala Urusan Analisa Sawit serta para peserta tender (processor).
Berikut akan dijelaskan tata cara atau prosedur tender CPO lokal.
1. Volume yang akan ditender disusun berdasarkan kondisi penyerahan CIF atau
FOB (FOB Pelabuhan Muat)/Franco pabrik pembeli/penjual dengan mutu
sesuai standar mutu yang berlaku serta bulan penyerahan/pengapalannya
ditetapkan di dalam formulir tender.
2. Pembeli peserta tender menyampaikan penawaran melalui fax/surat yang
dimasukkan kedalam kotak yang telah disediakan di Kantor Pemasaran
Bersama PTPN selambat-lambatnya pada jam 14.00 atau 15.00 WIB (sesuai
undangan) pada hari dan tanggal tender (penawaran melalui fax ditangani oleh
petugas khusus).
3. Harga penawaran diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN (dalam bulatan
Rupiah).
4. Pembeli peserta tender menyampaikan harga penawaran dengan jumlah per lot
sesuai yang ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan.
5. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price idea
dinyatakan sebagai pemenang tender.
6. Bila terdapat dua pembeli atau lebih dengan harga penawaran yang sama
untuk volume dan lot serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume
tersebut dibagi secara proporsional.
7. Bila harga penawaran dari peserta tender tidak mencapai price idea, maka
ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila penawar
72
tertinggi pertama tidak bersedia atau tidak hadir, maka ditawarkan kepada
penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak bersedia
atau tidak hadir, maka barang ditawarkan kepada peserta tender lainnya pada
saat pelaksanaan tender, dan apabila peserta tender lainnya tidak bersedia
maka barang ditarik dari tender (withdrawn).
Sedangkan tata cara atau prosedur tender CPO ekspor adalah sebagai berikut.
1. Bagian Jasa Penjualan Minyak Sawit menawarkan minyak sawit kepada Calon
Pembeli.
2. Calon Pembeli menerima penawaran dan mengirimkan tawaran melalui
faksimili atau dimasukkan ke dalam kotak tertutup.
3. Panitia Tender CPO Ekspor membuka penawaran, penawaran sesuai dengan
price idea atau harga tertinggi yang terjadi.
4. Panitia Tender CPO Ekspor melakukan counter kepada Calon Pembeli
tertinggi.
5. Calon Pembeli revisi tawaran sesuai price idea atau harga tertinggi yang
terjadi.
6. Apabila pembeli tidak bersedia maka CPO ditarik dari tender. Panitia Tender
CPO Ekspor Withdrawn.
Sistem transaksi penjualan dan pembelian CPO ini dapat dikatakan
merupakan sistem jual beli bebas dan sistem kepercayaan, berlangganan dimana
para pelaku tataniaga sudah bekerja sama cukup lama sehingga terjalin
kepercayaan satu sama lain antar pelaku kegiatan tataniaga. Selain itu, para
73
pembeli dapat dengan bebas memilih CPO hasil produksi PTPN mana yang ingin
dibeli dan dapat ditawar dengan harga yang telah mereka perkirakan sendiri.
5.4.2 Sistem Penentuan Harga
Sistem penentuan harga jual beli dalam tataniaga komoditi CPO terbentuk
melalui sistem lelang di dalam tender di KPB PTPN. Dalam tender ini, pembeli
dengan penawar harga tertinggi memiliki peluang terbesar untuk mendapatkan
CPO. Sebenarnya, sebelum tender dilaksanakan di KPB PTPN, Bagian AIP
(Analisis dan Informasi Pasar), Bagian Penjualan Sawit, beserta staf-staf internal,
dll melakukan rapat internal (15 – 30 menit sebelum tender) guna menentukan
harga ancar-ancar atau biasa disebut “Price Idea”. “Price Idea” berlaku untuk
FOB Belawan/Dumai sedangkan bila di luar Belawan dan Dumai maka “Price
Idea” akan dikurangi nilai pengurang sebagai biaya angkut (asuransi, dll) bagi
pembeli sehingga harganya berada di bawah “Price Idea” misalnya FOB Siak,
Franco PKS Bunut, dll. Besarnya “Price Idea” sangat dipengaruhi oleh harga
CPO di tingkat internasional (Bursa Berjangka Malaysia/MDEX, pasar fisik
Rotterdam) serta nilai tukar mata uang rupiah (kurs) sehingga besarnya selalu
berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi pasar. Sistem ini dapat dikatakan sebagai
sistem penentuan harga secara sepihak dimana dapat dikatakan bahwa harga
terendah (nilai minimal) dari suatu produk telah ditentukan oleh pihak lembaga
pemasaran.
“Price Idea” menjadi harga patokan (counter price) bagi KPB PTPN
untuk melepas CPO kepada para pembeli yang menawar. Namun, besarnya “Price
Idea” ini masih dirahasiakan sampai semua harga yang ditawarkan oleh para
74
pembeli lebih rendah daripada “Price Idea” maka pihak KPB PTPN akan
melakukan counter dengan “Price Idea” tadi. Disinilah terjadi sistem tawar
menawar dimana harga yang terbentuk merupakan hasil kesepakatan kedua belah
pihak. Harga yang telah disepakati tergantung pada kekuatan permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar. Bila para pembeli tetap bertahan untuk tidak
menaikkan harga penawarannya tadi maka CPO ditarik kembali oleh pihak KPB
PTPN atau CPO tidak terjual (withdrawn) sehingga CPO dapat kembali
ditawarkan KPB PTPN di tender berikutnya. Sedangkan jika harga yang
ditawarkan pembeli minimal sama atau lebih tinggi dari “Price Idea” maka CPO
terjual kepada penawar tersebut.
5.4.3 Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran CPO untuk tender di KPB PTPN pada umumnya
berupa sistem pembayaran transfer melalui bank dalam jangka waktu 14 hari
setelah kontrak tender disetujui dan ditandatangani oleh pihak pembeli dan pihak
KPB PTPN. Dalam jangka waktu tersebut pembayaran terhadap CPO yang dibeli
harus sudah lunas sehingga dapat diterbitkan kontrak penjualan (sales contract)
dalam bentuk in-voice sementara untuk pembeli. Bila dalam jangka waktu ini
pembeli tidak melunasi pembayarannya maka akan dikenakan denda. Dan bila
masih belum membayar (termasuk denda) juga maka pembeli akan dinon-aktifkan
sementara dari keanggotaan sebagai pembeli di KPB PTPN sehingga tidak dapat
mengikuti tender untuk waktu yang tidak ditentukan hingga pembeli
menyelesaikan masalah pembayaran tadi. Namun bila pembayaran telah dilunasi
maka dalam jangka waktu 14 hari berikutnya CPO harus diserahkan kepada
75
pembeli dimana akan dibuat D/O (Delivery Order) yang diterbitkan oleh KPB
PTPN untuk pembeli agar pembeli dapat mengambil CPO tersebut.
Sebelum diangkut, CPO ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan
jumlah berat CPOnya sesuai dengan kontrak. Jumlah CPO yang ditimbang
terkadang tidak sesuai (terdapat kelebihan/kekurangan) dengan yang tertera di
kontrak maka diterbitkanlah in-voice tetap. Bila terjadi kelebihan atau kekurangan
pada jumlah CPO tadi maka akan disesuaikan pada kontrak berikutnya (transaksi
jual beli berikutnya). Sistem pembayaran transfer melalui bank ini berlangsung
tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak
dimana pembayaran harus lunas yang dilakukan di muka dengan transfer melalui
bank (cth: Bank Mandiri) ke rekening PTPN yang bersangkutan dalam jangka
waktu 14 hari. Setelah uang transfer masuk ke rekening milik PTPN yang
bersangkutan dan telah dipastikan lewat bank serta surat tanda bukti pembayaran
melalui bank maka CPO dapat diantar atau dijemput sesuai dengan kesepakatan
pengangkutan yang terjadi antara kedua belah pihak.
5.5 Keragaan Pasar
Keragaan pasar merupakan akibat dari struktur dan perilaku pasar yang
terbentuk dalam kegiatan tataniaga yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan
volume produksi. Deskripsi dari keragaan pasar dapat dilihat dari indikator: (1)
harga dan penyebarannya di tingkat produsen dan konsumen; dan (2) marjin dan
penyebarannya pada setiap pelaku pemasaran. Keragaan pasar CPO dianalisis
dengan menggunakan analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis
keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection).
76
5.5.1 Fleksibilitas Transmisi Harga
Tujuan analisis fleksibilitas transmisi harga dalam penelitian ini adalah
untuk melihat pengaruh perubahan relatif harga pada tingkat harga penjualan di
tingkat konsumen terhadap perubahan relatif harga di tingkat PTPN yang dijual
oleh KPB PTPN (“Price Idea”). Analisis ini dilakukan terhadap data antara tahun
2007 hingga tahun 2009 (tepatnya sampai dengan Juni 2009). Data harga ini
selalu mengalami perubahan setiap harinya karena pelaksanaan tender di KPB
PTPN yang dilaksanakan setiap hari antara hari senin hingga jumat (5 kali
seminggu) apalagi mengingat harga CPO yang selalu berfluktuatif tergantung
pada situasi dan kondisi pasar. Hasil analisis disajikan pada tabel berikut.
Tabel 10. Koefisien Regresi dan Fleksibilitas Transmisi Harga antara Harga di
Tingkat Konsumen (PR) dan Harga di Tingkat Produsen PTPN (PF)
Variabel
Koefisien Dugaan
Konstanta
4,1368
PR
1,0017
1/𝜂 = 1,0024
R—Sq = 99,9935 %
R—Sq (adj) = 99,9932 %
F—Statistic = 428575,2
Prob. (F stat) = 0,0000
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan).
Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
SE
Koefisien
0,0015
11,4724
t-statistic
0,3605
654,6566
Probabilitas
0,7211
0,0000*
Tabel tersebut menunjukkan bahwa fleksibilitas transmisi harga antara
tingkat harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen PTPN atau
KPB (Price Idea) kelembagaan KPB lebih besar dari satu. Hal ini berarti apabila
terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar 1 persen, maka akan
mengakibatkan perubahan harga di tingkat produsen PTPN (KPB) lebih besar dari
1 persen, ceteris paribus. Secara lebih spesifik ini berarti bahwa pada
kelembagaan lelang, jika terjadi perubahan harga pada tingkat konsumen sebesar
1 persen akan mengakibatkan perubahan harga pada tingkat PTPN sebesar 1,0024
77
persen, baik dalam keadaan harga naik maupun harga turun. Hal ini berarti bahwa
perubahan harga CPO pada tingkat produsen PTPN (KPB) terjadi secara
proporsional dengan perubahan harga CPO yang terjadi pada tingkat konsumen.
Apabila dilihat maka tingginya fleksibilitas transmisi harga pada
kelembagaan lelang KPB merupakan refleksi dari relatif kecilnya hambatan
komunikasi dan informasi karena processor atau konsumen langsung berhadapan
dengan produsen PTPN yang diwakili oleh KPB. Harga terbentuk secara
kompetitif karena adanya persaingan yang ketat dan efektif pada tingkat pembeli
atau konsumen dalam usahanya mendapatkan CPO yang ditransaksikan. Di
samping itu, produsen PTPN (KPB) sendiri berada pada posisi tawar-menawar
yang lebih kuat karena telah mempunyai standar CPO dan harga CPO serta hanya
menjual CPOnya kepada pembeli atau konsumen yang memberikan harga
tertinggi.
Fleksibilitas transmisi harga dalam suatu analisis tataniaga bisa menjadi
cerminan adanya perbedaan pandangan antara produsen di suatu pihak yang
menginginkan harga tinggi, dan pembeli di pihak lain yang menginginkan harga
yang rendah dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu
kelembagaan yang efisien harus dapat mengakomodasikan sebesar-besarnya dua
kepentingan yang berbeda tadi dimana kelembagaan tataniaga tersebut harus
mampu menyampaikan barang-barang yang diproduksi dari produsen hingga ke
konsumen dengan biaya yang serendah mungkin dan mampu memberikan
kepuasan maksimal kepada konsumen.
78
5.5.2 Keterpaduan Pasar
Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa besar pembentukan harga pada
suatu pasar atau tingkat lembaga tataniaga tertentu mempengaruhi harga pada
suatu pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lain, serta melihat seberapa efisien
sistem pasar bekerja sehingga membentuk pasar yang terintegrasi atau terpadu
secara sempurna. Kekuatan pembentukan harga secara ekonomi akan berbeda
antara satu tingkat pasar dengan tingkat pasar lainnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa setiap pasar memiliki kurva penawaran dan permintaan yang berbeda. IMC
menggambarkan secara dinamis tingkat integrasi pasar jangka pendek antara pasar
pengikut dan pasar acuannya. Selain itu IMC juga menunjukkan tingkat efisiensi
pembentukan harga CPO di tingkat produsen PTPN, apakah dominan dipengaruhi
oleh harga CPO di pasar acuan dalam hal ini harga CPO di pasar CPO
internasional di Bursa Berjangka Malaysia (MDEX) dan harga di pasar CPO
internasional di pasar fisik Rotterdam atau dominan dipengaruhi oleh kondisi atau
faktor-faktor lokal.
Analisis keterpaduan pasar komoditi CPO adalah melihat keterpaduan
pasar CPO domestik khususnya di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional di
Bursa Berjangka Malaysia (MDEX). Selain itu juga digunakan untuk melihat
keterpaduan pasar CPO domestik di KPB PTPN dengan pasar CPO internasional
di pasar fisik Rotterdam. Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di
KPB PTPN dengan pasar CPO di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia) disajikan
dalam tabel berikut ini.
79
Tabel 11. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN
dengan Pasar CPO Internasional di MDEX (Bursa Berjangka Malaysia)
Variabel
Koefisien Dugaan
Konstanta
307,6324
Pit-1
(b1)
0,6080
Pjt — Pjt-1 (b2)
0,8760
Pjt-1
(b3)
0,3509
R—Sq = 98,2352 %
IMC = 1,7326
R—Sq (adj) = 98,1484 %
F — Hitung = 1131,799
Prob. (F stat) = 0,0000
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan).
Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
SE
Koefisien
104,8402
0,0912
0,0691
0,0862
tstatistic
2,9342
6,6653
12,6687
4,0702
Probabilitas
0,0047*
0,0000*
0,0000*
0,0001*
Keterpaduan pasar diperoleh dari nilai b2 (untuk menentukan keterpaduan
pasar jangka pendek) dan nilai IMC (Indeks of Market Connection) untuk
menentukan keterpaduan pasar jangka panjang, yaitu nilai yang diperoleh dari
hasil pembagian antara nilai koefisien variabel P it-1 (variabel lag harga di pasar
pengikut) dengan nilai koefisien variabel Pjt-1 (variabel lag harga di pasar acuan).
Dari tabel di atas terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO
Internasional di MDEX Malaysia diperoleh nilai IMC sebesar 1,7326, yaitu nilai
IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang
antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,66) > t-tabel (1,67),
maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik (tolak H0) sehingga artinya
kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga menunjukkan bahwa
kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap
pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan
harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia) tidak memiliki pengaruh
dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam
jangka panjang.
80
Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b2 sebesar 0,8760 yang
artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-1,79) < ttabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga
kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini
terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8760) dimana derajat
asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan
sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut.
Sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini
disebabkan oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan
perubahan harga pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat
ditransmisikan dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya.
Hal ini juga berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar
pengikut baik antara produsen maupun konsumen. Selain itu juga volume CPO
dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif besar.
Analisis indeks keterpaduan pasar antara pasar CPO di KPB PTPN dengan
pasar CPO di Pasar Fisik Rotterdam disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 12. Koefisien Regresi Keterpaduan Pasar antara Pasar CPO di KPB PTPN
dengan Pasar CPO Internasional di Pasar Fisik Rotterdam
Variabel
Koefisien Dugaan
Konstanta
259,5784
Pit-1
(b1)
0,6246
Pjt — Pjt-1 (b2)
0,8278
Pjt-1
(b3)
0,3117
R—Sq = 98,2659 %
IMC = 2,0038
R—Sq (adj) = 98,1807 %
F—Hitung = 1152,258
Prob. (Fstat) = 0,0000
Sumber: KPB PTPN Jakarta, 2009, (Hasil Olahan).
Keterangan: *) nyata pada taraf 5 persen
SE
Koefisien
100,3794
0,0945
0,0676
0,0839
tstatistic
2,5859
6,6103
12,2414
3,7129
Probabilitas
0,0121*
0,0000*
0,0000*
0,0004*
81
Dari tabel tersebut terlihat antara pasar CPO di KPB PTPN dengan pasar CPO
Internasional di Pasar Fisik Rotterdam diperoleh nilai IMC sebesar 2,0038, yaitu
nilai IMC lebih besar dari satu, artinya tidak terjadi keterpaduan pasar jangka
panjang antara pasar pengikut dan pasar acuan dikarenakan t-hitung (6,60) > ttabel (1,67), maka hipotesis alternatif (H1) diterima secara statistik sehingga
artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang. Hal ini juga
menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh
yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (Pasar Fisik
Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO
di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
Berdasarkan tabel di atas juga diperoleh koefisien b 2 sebesar 0,8278 yang
artinya terjadi keterpaduan pasar jangka pendek, dikarenakan t-hitung (-2,54) < ttabel (1,67), maka hipotesis nol (H0) tidak dapat ditolak secara statistik sehingga
kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Keterpaduan pasar jangka pendek ini
terlihat dari b2 yang semakin mendekati satu (b2 = 0,8278) dimana derajat
asosiasinya semakin tinggi yang menunjukkan perubahan harga pasar acuan akan
sebagian besar diteruskan ke pasar pengikut. Sama seperti penjelasan sebelumnya,
sebenarnya tingginya keterpaduan (integrasi) pasar jangka pendek ini disebabkan
oleh informasi pasar yang bersifat simetris yang menggambarkan perubahan harga
pada suatu pasar atau suatu tingkat lembaga tataniaga dapat ditransmisikan
dengan cepat ke pasar lain atau tingkat lembaga tataniaga lainnya. Hal ini juga
berarti bahwa lancarnya arus informasi antara pasar acuan dan pasar pengikut baik
82
antara produsen maupun konsumen. Tersedianya layanan internet yang membantu
produsen dan konsumen sehingga mereka dapat mengakses informasi dan
bertukar informasi secara lokal, nasional hingga global (mendunia). Selain itu
juga volume CPO dalam setiap transaksi tender di KPB PTPN Jakarta juga relatif
besar.
Dari hasil analisis di atas baik untuk Bursa Berjangka Malaysia (MDEX)
maupun pasar fisik Rotterdam diperoleh diperoleh bahwa terjadi keterpaduan
pasar jangka pendek namun tidak terjadi keterpaduan pasar jangka panjang. Hal
ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Reni Kustiari
dimana untuk pasar kopi terdapat keterpaduan pasar jangka panjang dimana harga
kopi robusta Indonesia sangat dipengaruhi (dominan) oleh tingkat harga di pasar
internasional. Hal ini didukung pula oleh Surat Direktur Jenderal Pajak tanggal 11
Juni 2001 bahwa atas ekspor kopi dikenakan PPN dengan tarif 0 persen dan
pajak masukan yang telah dibayar dapat diminta kembali.
Sedangkan untuk pemasaran CPO produksi PTPN yang dilakukan melalui
KPB PTPN Jakarta lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dibandingkan untuk pasar ekspor. Hal ini dapat terlihat dari tender untuk CPO
lokal yang diadakan di KPB PTPN Jakarta yang mencapai 5 kali dalam seminggu
(Senin hingga Jumat) sedangkan untuk CPO ekspor hanya 1 kali dalam sebulan.
Apalagi untuk CPO masih dikenakan biaya PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
sebesar 10 persen dan untuk ekspor masih dikenakan pula pajak ekspor. Hal ini
juga menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh
yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar pengikut atau dengan kata
83
lain terjadinya perubahan harga CPO di tingkat pasar acuan (MDEX Malaysia dan
pasar fisik Rotterdam) tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan
harga CPO di tingkat pasar pengikut dalam jangka panjang.
Download