Hanya dua pelaku perdagangan CPO (crude palm oil) terbesar dunia, yaitu Malaysia sebagai leader dan Indonesia sebagai follower. Hal ini mencerminkan terbentuknya pasar persaingan oligopoli dalam perdagangan CPO dunia. Seharusnya, negara yang memiliki sumber daya produksi besar dapat mempengaruhi harga perdagangan. Tapi kenyataannya kekuatan tawar kedua negara produsen CPO terbesar tersebut tidak tampak mempengaruhi pembentukan harga CPO dunia. Ini merupakan anomali. Salah satu penyebabnya, terdapat produk substitusi minyak nabati lain yang berasal dari kedelai. Perdagangan CPO Indonesia terus mengalami perkembangan, tetapi eksistensinya masih kalah bersaing dengan Malaysia sebagai leader di pasar CPO dunia. Dalam usaha meningkatkan positioning dan kemampuan mengunci pasar dunia dari produk CPO Indonesia, dilakukan kebijakan perdagangan countertrade yang inovatif. Bagi Indonesia, kebijakan ini merupakan win-win solution. Karena, selain merupakan sinyal dari mutu dan sebagai diskriminasi harga yang tersembunyi, juga merupakan solusi untuk kesulitan transaksional. Kenyataannya, tanpa countertrade tidak akan ada solusi pasar untuk situasi semacam ini. Demikian ungkap Ignatia Martha Hendrati pada ujian terbuka disertasi yang berlangsung di Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Selasa 29/8. Hendrati membawakan disertasi berjudul “Model Countertrade sebagai Kebijakan Perdagangan CPO Indonesia di Era Liberalisasi”. Promotor ujian terbuka ini adalah Prof Dra SM Kiptiyah MSc, dengan kopromotor Dr Munawar Ismail SE DEA, dan Dr Chandra Fajri Ananda SE MSc. Tim dosen penguji terdiri dari Dr Ir Nuhfil Hanani MS, Prof Dr Djumilah Zain SE, Dr Agus Suman SE DEA dan penguji dari UPN Veteran Jawa Timur Prof Dr Djohan Mashudi MS. Diungkapkan pula, kebijakan countertrade bagi Indonesia juga bertujuan mengunci relung pasar CPO dunia. Kebijakan ini sangat signifikan berpengaruh pada salah satu bentuk countertrade, yakni offset. Offset tidak hanya mencakup perjanjian pemrosesan dan penggunaan kandungan lokal sebagai input dalam produksi saja, tetapi juga merupakan perjanjian kompensasi yang memungkinkan Indonesia (sebagai negara berkembang) memperoleh akses teknologi dan pengalaman dari negara maju (terutama Belanda dan Jerman) tanpa harus mengurangi cadangan devisa negara. Selain itu, menurut Ignatia Martha Hendrati, perdagangan countertrade masih sangat signifikan untuk menjaga kinerja perdagangan internasional CPO Indonesia. Dari keberlanjutan kegiatan perdagangan, perlu diperhatikan aspek teknologi perbaikan kualitas dan upaya peningkatan positioning produk CPO Indonesia. Ini dapat terpenuhi dengan pemakaian offset sebagai salah satu bentuk countertrade yang paling tepat. Offset langsung terjadi ketika sebagian produk dihasilkan atau disusun di negara lain sebagai bagian dari kontrak atau komponen tertentu dibuat di bawah sistem yang berlisensi. Kebijakan countertrade dalam pelaksanaannya dilakukan dengan kombinasi perdagangan internasional di setiap negara tujuan ekspor, dan countertrade dilakukan terhadap negara-negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia. Pada ujian terbuka ini Ignatia Martha Hendrati dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar doktor dalam bidang ilmu ekonomi (kekhususan ilmu ekonomi dan studi pembangunan), dengan predikat sangat memuaskan. Dr Ignatia Martha Hendrati SE ME (39 tahun) adalah dosen pengajar pada UPN Veteran Jawa Timur, sarjana ekonomi lulusan Universitas Jember (1990) dan magister ilmu ekonomi dan perencanaan pembangunan dari Universitas Indonesia (1997). [nik]