BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan jumlah
pemegang polis asuransi di Indonesia tahun 2013 mencapai lebih dari 63 juta
polis. Melihat perkembangan pesat itu, AAJI optimistis industri asuransi akan
tetap stabil walaupun pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan dalam
beberapa tahun mendatang. Rasa optimistis itu muncul berdasarkan kondisi
industri dalam lima tahun terakhir yaitu periode 2005 – 2013, terdapat kenaikan
terhadap pertumbuhan rata-rata premi bruto sekitar 18,0% (OJK, 2013). Sektor
asuransi general (non-life) lini bisnis yang memberikan kontribusi tingkat
pertumbuhan yang tinggi adalah pada jenis asuransi kendaraan bermotor, dengan
tingkat pertumbuhan mencapai 30,1% (AAUI, 2011). Tingginya pertumbuhan
asuransi kendaraan bermotor didorong oleh tingginya tingkat penjualan produk
motor yang selalu mengalami pertumbuhan sebesar 18,1% setiap tahun.
Jumlah pemegang polis asuransi di Indonesia saat ini baru berjumlah
sekitar 27%dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ±230 juta jiwa.
Jumlah yang sangat sedikit ini masih berpotensi untuk meningkat di beberapa
tahun ke depan. Hal ini merupakan peluang bagi 82 perusahaan asuransi kerugian
yang ada di Indonesia saat ini (OJK, 2013), yang pastinya dapat meningkatkan
tingkat persaingan usaha di dalam industri asuransi. Seluruh perusahaan asuransi
akan berusaha untuk merebut pasar.
1
Fenomena persaingan yang terjadi dalam era globalisasi ini akan semakin
mengarahkan sistem perekonomian Indonesia ke mekanisme pasar yang
memposisikan perusahaan asuransi untuk selalu mengembangkan dan merebut
market share (pangsa pasar) dengan selalu menawarkan produk dengan kualitas
yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Dengan demikian, perusahaan
asuransi berusaha menciptakan dan mengembangkan merek sebaik mungkin
melalui perwujudan citra merek asuransi yang berkualitas. Yoga (2004)
mengatakan, pemasaran dewasa ini merupakan suatu pertempuran persepsi
konsumen dan tidak lagi sekedar pertempuran produk. Persepsi tidak hanya
tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan
dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Kata kunci
dalam definisi persepsi adalah individu. Orang dapat memiliki persepsi yang
berbeda atas obyek yang sama.
Masih menurut Yoga (2004), membangun persepsi dapat dilakukan
melalui merek. Suatu produk dengan brand equity yang kuat dapat membentuk
brand platform (landasan merek) yang kuat dan mampu mengembangkan
keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu yang lama.
Di sinilah dibutuhkan pengelolaan merek yang bukan pekerjaan yang sederhana.
Tantangan besar yang dihadapi perusahaan adalah banyak dan cepatnya
perubahan yang terjadi dalam lingkungan pemasaran. Tantangan-tantangan
tersebut misalnya perubahan dari perilaku konsumen, strategi-strategi kompetitif,
aturan-aturan pemerintah dan aspek lain dari lingkungan pemasaran yang dapat
memengaruhi keberhasilan suatu merek. Di samping kekuatan-kekuatan eksternal,
2
pengaruh internal, beragamnya aktivitas dan perubahan dalam fokus strategik
terhadap merek yang dipasarkan juga tidak bisa diabaikan.
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah
menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu
kepada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui adanya ikatan emosional
yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui
merek. Dalam manajemen pemasaran, peran suatu merek sangatlah penting karena
suatu merek dapat menunjukkan kualitas dan jaminan kehandalan. Merek dapat
menunjukkan posisi suatu produk di dalam masyarakat. Sangatlah penting untuk
menjaga suatu merek agar tetap dikenal oleh masyarakat, karena dengan semakin
terkenalnya suatu merek akan memudahkan pemasaran suatu produk (Kartono,
2007). Keller (2008) menyatakan bahwa brand equity menunjukkan keinginan
seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran
brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian
pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.
Menurut Keller
(2008),
kekuatan merek terletak dalam pikiran
konsumen, dalam hal pengalaman dan pelajaran apa yang telah dilalui konsumen
dengan merek tersebut. Brand equity memberikan jembatan strategis (strategic
bridges) dari masa lalu ke masa datang. Brand equity dapat membantu pemasar
dalam menginterpretasikan kinerja pemasaran sebuah merek dan merancang
program pemasaran di masa yang akan datang. Brand equity yang kuat dapat
mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau
merangkul
kembali
konsumen
lama.
Brand
Equity
yang
kuat
dapat
3
menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek (Durianto, Sugiarto
& Sitinjak, 2001).
Menurut The Chartered Institute of Marketing (2009), evaluasi terhadap
merek merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan suksesnya sebuah
merek. Evaluasi tersebut dapat mendorong pemilik merek untuk melihat kekuatan
dan kelemahan dari merek dan hal-hal yang mendorong kekuatan dan kelemahan
tersebut. Mengukur kinerja merek merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
brand management.
Berkaitan dengan pentingnya merek, PT Jasa Raharja (Persero) sebagai
salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah pembinaan Departemen
Keuangan dan Departemen Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia
berusaha untuk menguatkan strategi brand equity dengan baik. PT Jasa Raharja
merupakan satu-satunya perusahaan asuransi yang diberikan kewenangan oleh
Pemerintah Indonesia untuk mengelola asuransi wajib kecelakaan penumpang
umum sesuai Undang-undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan
Wajib Kecelakaan Penumpang. Selain itu, ada Asuransi Wajib Tanggung Jawab
menurut hukum terhadap pihak ketiga sesuai Undang-undang Nomor 34 tahun
1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Berdasarkan Undang-Undang
No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, PT Jasa Raharja (Persero) ke
dalam kelompok asuransi sosial. Keberadaan jaminan sosial dalam sebuah negara
merupakan manifestasi salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk
membentuk “Negara Kesejahteraan (Welfare States)”. Sistem jaminan sosial
dalam arti luas merupakan program bantuan sosial dan asuransi sosial. Asuransi
4
sosial melakukan pengumpulan dana dan pembagian risiko di antara peserta yang
mengikuti program asuransi sosial. Dengan demikian, asuransi sosial menjadi
sistem yang lebih dapat diandalkan menunjang peningkatan kesejahteraan
masyarakat, karena dalam sistem ini dinamika gotong royong antara yang
menghadapi risiko tinggi dan yang menghadapi risiko rendah, yang tidak terkena
musibah membantu yang terkena musibah, yang tidak mengalami kecelakaan
membantu yang mengalami kecelakaan dan yang kaya membantu yang miskin
menjadi faktor dominan.
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pensiun dan jaminan kematian. Sistem Jaminan Sosial Nasional tersebut
dibentuk untuk memenuhi amanat pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yaitu: “Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Dalam perkembangannya, Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah
melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 telah
membentuk 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu BPJS
Kesehatan dengan tugas dan tanggung jawab menyelenggarakan program jaminan
kesehatan bagi seluruh masyarakat dan BPJS Ketenagakerjaan dengan tugas dan
tanggung jawab menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan kematian dan jaminan pensiun bagi seluruh pekerja formal
5
maupun pekerja informal. Dengan adanya ke dua BPJS tersebut, PT Jasa Raharja
(Persero) tidak lagi dimasukkan ke dalam kelompok asuransi sosial.
Gambar 1.1 Skema Penyelenggaraan Jaminan Sosial/Asuransi Sosial di Indonesia
Sumber : PT Jasa Raharja (Persero) (2009)
Selama 53 Tahun Jasa Raharja berada di tengah masyarakat untuk
memberikan perlindungan kepada masyarakat yang menjadi korban kecelakaan
lalu lintas jalan, laut dan udara dan meskipun sampai tulisan ini dibuat, Jasa
Raharja merupakan satu-satunya perusahaan asuransi yang diberikan kepercayaan
oleh pemerintah dalam mengelola UU No. 33 dan
34 Tahun 1964. Hal ini
bukanlah berarti Jasa Raharja tidak mempunyai ancaman atas berlangsungnya
6
aktivitas bisnis perusahaan. Ancaman yang dapat dihadapi oleh Jasa Raharja
adalah antara lain yaitu adanya semangat anti monopoli, perubahan undangundang, ancaman lainnya yaitu adanya potensi perubahan pola kerja sama
kemitraan, adanya risiko perubahan program dan sistem penyelenggaraan asuransi
wajib, dan dampak dari implementasi otonomi daerah. Dampak ancamanancaman tersebut adalah Jasa Raharja tidaklah lagi menjadi satu-satunya
perusahaan asuransi yang diberikan wewenang oleh Pemerintah untuk
memberikan perlindungan dasar terhadap korban kecelakaan, namun seluruh
perusahaan asuransi boleh memiliki produk yang sama dengan Jasa Raharja,
perusahaan asuransi komersial dapat melaksanakan kedua bentuk asuransi yang
selama ini hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Jasa Raharja dan itu berarti
Jasa Raharja memiliki banyak pesaing baru yang tentunya akan mencoba merebut
dan menguasai pasar.
Tabel 1.1. Non-Life insurance & Reinsurance Data
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (2013)
7
Tabel 1.1. menunjukkan total Net Premium asuransi kendaraan bermotor
yang diterima oleh total 82 perusahaan asuransi di Indonesia pada tahun 2013
yaitu sejumlah Rp1.141.368.299.000.000,00.
Sementara berdasarkan data Laporan Keuangan tahun 2013 PT Jasa
Raharja, diketahui bahwa premi yang diterima oleh Jasa Raharja di tahun yang
sama
mencapai Rp33.382.705.000.000,00. Hal ini tentunya akan menarik
perusahaan asuransi lainnya dan berusaha untuk mengambil premi tersebut.
Penciptaan dan perbaikan strategi brand equity perusahaan secara terus
menerus tentunya akan menjadi sangat penting agar Jasa Raharja mampu bersaing
menghadapi new entrants dan tetap memiliki konsumen yang setia. Dengan
demikian, studi ini bertujuan untuk melakukan analisis strategi PT Jasa Raharja
dalam menguatkan brand equity.
1.2.
Perumusan Masalah
Tantangan besar yang dihadapi perusahaan adalah banyak dan cepatnya
perubahan yang terjadi dalam lingkungan pemasaran. Tantangan-tantangan
tersebut misalnya perubahan dari perilaku konsumen, strategi-strategi kompetitif,
aturan-aturan pemerintah dan aspek lain dari lingkungan pemasaran yang dapat
memengaruhi keberhasilan suatu merek. Di samping kekuatan-kekuatan eksternal,
pengaruh internal, beragamnya aktivitas dan perubahan dalam fokus strategik
terhadap merek yang dipasarkan juga tidak bisa diabaikan termasuk beragamnya
aktivitas dan perubahan dalam fokus strategik terhadap merek yang dipasarkan.
8
Permasalahan yang dihadapi dalam suatu perusahaan adalah tidak siap
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan pemasaran, sehingga
ketika terjadi perubahan sedikit saja dalam lingkungan pemasaran, perusahaan
tidak dapat mempertahankan keberadaannya dalam lingkungan bisnis yang
tentunya mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi perusahaan tersebut.
Sebagai satu-satunya perusahaan asuransi yang diberikan kepercayaan
oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang
menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan, laut dan udara, Jasa Raharja tetap
harus waspada terhadap setiap perubahan yang mungkin terjadi dalam lingkungan
bisnisnya. Dengan terus melakukan pengelolaan merek yang efektif melalui
strategi-strategi yang proaktif sehingga dapat meningkatkan kekuatan merek atau
paling tidak mempertahankan tingkat merek yang sudah ada dengan mengelola
brand equity dalam berbagai pengaruh, baik dari kekuatan eksternal maupun
internal perusahaan diharapkan dapat terus mempertahankan keberadaan Jasa
Raharja dalam menjalankan bisnisnya.
Suatu produk dengan brand equity yang kuat dapat membentuk brand
platform (landasan merek) yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan
suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu yang lama. Oleh
karena itu, pengelolaan merek sangatlah penting untuk dilakukan dan juga
bukanlah pekerjaan yang sederhana namun membutuhkan perspektif jangka
panjang, dan dikelola secara aktif setiap waktu.
Menurut Keller (2008), kunci pokok penciptaan brand equity adalah brand
knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image. Dengan demikian
9
brand equity baru terbentuk jika pelanggan memiliki tingkat awareness dan
familiaritas tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat,
positif dan unik dalam memorinya.
Keller (2008) memberikan beberapa komponen utama dalam strategi
penguatan merek untuk meningkatkan brand equity. Komponen utama ini
dijadikan sebagai strategi Jasa Raharja dalam penguatan merek yang selama ini
dilakukan oleh Jasa Raharja. Komponen utama tersebut sebagai berikut.
1) Bagaimana strategi Jasa Raharja dalam menjaga konsistensi merek-nya?
2) Bagaimana strategi Jasa Raharja dalam menjaga keberlangsungan dalam
pengartian merek dan perubahan dalam taktik pemasarannya?
3) Bagaimana strategi Jasa Raharja dalam melindungi sumber-sumber brand
equity?
4) Bagaimana strategi Jasa Raharja dalam membangun merek?
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi strategi penguatan
brand equity yang selama ini dilakukan oleh Jasa Raharja yang meliputi
strategi
Jasa
Raharja
dalam
menjaga
konsistensi
merek,
menjaga
keberlangsungan merek dan perubahan dalam taktik pemasaran, strategi Jasa
Raharja dalam melindungi sumber brand equity serta strategi Jasa Raharja
dalam membangun merek.
10
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
Sebagai bahan perbandingan dan penelitian antara teori-teori brand equity
dengan penerapannya di suatu perusahaan dan bahan studi bagi yang mempelajari
dan mendalami jurusan marketing, serta menambah khasanah pengetahuan pada
bidang tersebut.
1.4.2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan bagi Jasa Raharja sehubungan dengan upaya penguatan
brand equity Jasa Raharja di tengah masyarakat setelah dilakukannya analisis
brand equity. Dengan adanya penjabaran strategi brand equity yang telah
dilakukan oleh Jasa Raharja serta adanya penjabaran mengenai teori brand equity
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran perusahaan mengenai pentingnya
penguatan brand equity secara terus menerus.
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Bab I : Pendahuluan
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
11
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas mengenai berbagai teori yang berkaitan dan dapat
mendukung fokus penelitian dalam tesis ini.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini membahas metode penelitian yang digunakan, nara sumber,
metode pengumpulan data, metode analisis data, waktu dan
lokasi
penelitian, serta dibahas mengenai profil perusahaan.
Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang diperoleh melalui
wawancara mendalam.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan dan rangkuman yang diambil dari
hasil penelitian, beserta saran yang berguna bagi pihak perusahaan
sebagai masukan, sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.
12
Download