ANALISIS SEMIOTIK IKLAN KORPORAT TELKOMSEL VERSI “PALING INDONESIA” DI TELEVISI SEMIOTIC ANALYSIS OF “PALING INDONESIA” VERSION OF TELKOMSEL CORPORATE ADVERTISEMENT ON TELEVISION Eka Akbar Malik1 Universitas Padjadjaran Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” yang ditayangkan di televisi dengan mengungkapkan makna denotatif, konotatif, dan mitos. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis semiotik dari Roland Barthes dengan menganalisis penanda dan petanda yang muncul dalam iklan dan mencari maknanya melalui signifikasi dua tahap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap scene memiliki makna denotatif, konotatif, dan mitos pada beberapa tema besar yaitu tema pembangunan, tema nasionalisme, tema ekonomi, dan tema bisnis perusahaan. Abstract The present study is intended to investigate the meaning of “Paling Indonesia” version of Telkomsel corporate advertisement broadcasted on television by revealing denotation, connotation and also myths in the advertisement. This study uses semiotic analysis approach proposed by Roland Barthes by analysing markers and symbol that appear in the advertisement and explore their meaning through two step significance test. Results of the present study revealed that every scene of the advertisement has all denotation, connotation and myths that can be grouped to some major themes, which are development, nationalism, economy and company business. Kata Kunci : Semiotik, Iklan, Denotatif, Konotatif, Mitos Pendahuluan “Tujuh belas tahun melayani negeri,” itulah kalimat pertama dalam iklan Telkomsel versi “paling Indonesia” yang ditayangkan di televisi beberapa minggu lalu. Iklan ini mengedepankan nilai-nilai nasionalisme sesuai dengan judul “paling Indonesia”. Iklan ini muncul dalam rangka memperingati hari jadi Telkomsel yang telah beroperasi sejak tujuh belas tahun yang lalu, tepatnya pada 26 Mei 1995. 1 Program Magister Ilmu Komunikasi e-mail: [email protected] Iklan Telkomsel versi “paling Indonesia” tersebut termasuk ke dalam bentuk iklan korporat. Iklan tersebut tidak secara spefisik mengedepankan keunggulan produkproduk Telkomsel seperti Kartu Halo, Simpati, dan Kartu As. Tidak seperti iklan-iklan produk-produk Telkomsel umumnya mengusung tentang tarif, fitur layanan, dan sebagainya, iklan ini justru menekankan sisi korporat Telkomsel sebagai perusahaan yang telah berkiprah sebagai operator seluler di tanah air. Perusahaan yang berusia tujuh belas tahun pada tanggal 26 mei 2012 lalu ini merayakan hari jadinya dengan berbagai macam hal seperti upacara di bawah laut hingga kuis berhadiah bagi para pelanggan Telkomsel. Program kuis ini pun telah dipublikasikan sejak awal tahun 2012 lalu dan berakhir pada akhir November 2012 sebagai puncak acara yang ditayangkan di sebuah televisi swasta nasional. Dalam acara tersebut dibagikan setiap bulannya lima buah kendaraan mobil, puluhan motor, dan ratusan handphone kepada para pelanggan setia telkomsel yang menjadi pemenang. Saat rangkaian pembagian hadiah ulang tahun perayaan hari jadinya yang ke-17 masih berlanjut, Telkomsel justru mendapat pukulan dengan munculnya kasus perpailitan dan hutang piutang. Telkomsel mendapat putusan pengadilan yang menyatakan bahwa penyedia layanan seluler tersebut mengalami kepailitan. Hal ini terjadi karena Telkomsel tersangkut masalah hutang piutang dengan sejumlah perusahaan vendor (mitra) mereka. Kasus tersebut mencoreng nama baik perusahaan penyedia layanan seluler dengan pangsa pasar terbesar di tanah air ini. Setelah menanggapi putusan pengadilan dengan jalur hukum iklan korporat versi “paling Indonesia” ini muncul di televisi. Penayangan iklan korporat tersebut di layar kaca seolah muncul sebagai klarifikasi atau jawaban atas kasus kepailitan yang telah digugatkan kepada Telkomsel. Iklan korporat tersebut ditujukan kepada publik luas terutama stakeholder dan para pelanggan mereka. Melalui layar kaca, penyedia layanan seluler terbesar di tanah air ini memberikan reaksi atau respon dengan iklan korporat tersebut. Iklan dapat dilihat sebagai sebuah pesan komunikasi (pemasaran). Dan dalam komunikasi, sekali pesan dikirimkan maka sulit bagi pengirim pesan untuk menghilangkan efek pesan tersebut sama sekali atau mengembalikan keadaan sebelum pesan tersebut dikirimkan. Hal ini menjadi salah satu prinsip dalam komunikasi yang menyatakan bahwa komunikasi bersifat irreversible (Mulyana, 2001:112-115). Meskipun kasus pailit dan hutang piutang tersebut belum tentu benar adanya, namun iklan sebagai pesan komunikasi yang juga memiliki sifat irreversible telah menimbulkan efek tertentu. Pemberitaan yang muncul di berbagai media tentang keberadaan kasus tersebut tentu telah terlanjur terungkap di depan publik dan dapat menimbulkan efek citra negatif. Dan apa yang terlanjur telah dikonsumsi publik dan menimbulkan efek citra negatif di mata publik, tentu sangat sulit untuk dikembalikan sebagaimana keadaan citra perusahaan sebelum berita kasus tersebut. Bagi suatu perusahaan, beriklan di televisi menjadi sangat penting dilakukan untuk mempromosikan dan menancapkan citra (image) perusahaan dan produkproduknya kepada masyarakat khalayak luas. Televisi sebagai media periklanan yang paling dianggap efektif dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan hal ini dengan menayangkan iklan-iklan korporat atau iklan produk-produk mereka. Demikian pula yang dilakukan oleh Telkomsel dengan menayangkan iklan korporat versi “paling Indonesia”, perusahaan operator seluler terbesar di tanah air ini tengah menancapkan corporate image yang (tetap) positif di benak pemirsa televisi yang juga menjadi pangsa pasarnya dan stakeholder mereka meskipun tengah didera kasus. Iklan korporat didefinisikan sebagai sebuah media yang telah dibayar untuk lebih berupaya dalam memberikan keuntungan bagi citra suatu perusahaan daripada hanya sekedar produk atau jasa yang ditawarkan (Argenti, 1998:95). Iklan korporat tersebut mempunyai unsur mendidik, menginformasikan, menanamkan kesan pada publik berkenaan dengan kebijakan perusahaan, fungsi perusahaan, fasilitas perusahaan, tujuan perusahaan, cita-cita perusahaan, dan standar-standar yang berlaku di dalam perusahaan tersebut (Garbett, 1981:13). Iklan korporat dirancang dengan dua tujuan akhir yaitu menciptakan citra yang positif bagi perusahaan dan mengkomunikasikan sudut pandang organisasi terhadap persoalan sosial, bisnis, dan lingkungan (Belch & Belch, 2004:585). Iklan Telkomsel dalam paparan ini termasuk ke dalam iklan citra korporat (corporate image advertising). Corporate image advertising merupakan iklan yang menjalankan fungsi menaikkan citra perusahaan di mata publik baik internal maupun eksternal. Upaya untuk menaikkan citra perusahaan melalui iklan korporat memang dapat mempengaruhi pasar secara tidak langsung terkait dengan kecenderungan konsumen dalam memilih produk di antara produk-produk dari perusahaan-perusahaan pesaing. Iklan citra korporat tidak dirancang untuk secara langsung dan dalam kurun waktu yang singkat dapat mempengaruhi produk pilihan konsumen, tetapi kebanyakan iklan citra korporat bermaksud untuk citra secara umum dan menguntungkan bagi perusahaan (O'Guinn, 2003:711-714). Hal ini mengindikasikan bahwa iklan korporat semacam itu mempunyai dua khalayak sasaran yaitu publik internal dan publik eksternal yang keduanya terlibat dalam mempromosikan organisasi perusahan sesuai dengan maksud yang telah menjadi ide dasar iklan korporat yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari iklan korporat semacam ini adalah terbentuknya citra positif perusahaan di mata publik yang tidak secara langsung berdampak pada penjualan produk-produknya. Selama ini televisi dianggap sebagai media yang paling efektif dan efisien untuk beriklan karena mampu menampilkan unsur audio visual yang menarik bagi audiens. Dalam komunikasi periklanan, iklan tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar dengan citra bergerak (motion picture), warna dan bunyi-bunyi dimana perpaduan semua itu secara keseluruhan akan dapat menghasilkan komunikasi periklanan yang efektif (Mulyana, 2001:68). Iklan itu sendiri merupakan suatu simbol yang divisualisasikan melalui berbagai aspek tanda komunikasi dan tersusun dalam suatu struktur teks iklan. Tanda-tanda yang terdapat dalam suatu struktur teks iklan merupakan satu kesatuan sistem tanda yang terdiri dari tanda-tanda verbal dan nonverbal berupa kata-kata (lisan atau tulisan), warna ataupun gambar, serta memiliki makna tertentu yang disesuaikan dengan kepentingan mengenai apa yang akan dipasarkan atau yang akan diinformasikan. Beragam hal bisa menjadi isi dalam pesan iklan seperti tentang keunggulan produknya atau harga produk yang kompetitif atau bahkan sebuah acara peresmian kantor cabang perusahaan atau sumbangan ke panti asuhan dalam iklan korporat. Tayangan iklan korporat tersebut di televisi ditujukan kepada publik tertentu sebagai target audience-nya, baik sebagai publik internal maupun eksternal. Publik internal mungkin dapat ditujukan pada karyawan, direksi, dan pemegang saham. Sedangkan publik eksternal, yang paling utama, adalah para pelanggan. Dalam konteks iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” ini terutama ditujukan bagi khalayak yang telah menggunakan produk-produk Telkomsel. Tujuan untuk menghindari citra perusahaan yang menurun di mata publik dan berpindahnya pelanggan kepada produk dari perusahaan pesaing lainnya umumnya menjadi alasan munculnya berbagai iklan korporat. Hal ini sejalan dengan tujuan iklan korporat yaitu untuk menancapkan citra positif di benak publik khususnya para pelanggan atau konsumen. Namun sebelum menghasilkan citra perusahaan (positif atau pun negatif), iklan tersebut dimaknai terlebih dahulu oleh publik (khalayak) dengan menginterpretasi tanda-tanda yang muncul dalam iklan tersebut. Tanda-tanda tersebut secara sengaja diproduksi, dipresentasikan, dikomodifikasi, atau dibuat untuk merangkai makna yang dikehendaki pengiklan. Adalah hal yang masuk akal bila sebuah program kampanye periklanan yang menelan dana milyaran rupiah memiliki misi, tujuan, dan perencanaan yang matang sebagaimana diinginkan oleh pengiklan sebagai penyandang dana. Sebagai sebuah bagian dari pesan komunikasi pemasaran, tentu sebuah iklan dibuat untuk tujuan demi kepentingan bisnis perusahaan. Perusahaan besar seperti Telkomsel tentu tidak akan memproduksi dan menayangkan iklan, apalagi iklan korporat mereka, dengan cara yang asal-asalan dan tanpa perencanaan yang matang. Apalagi ketika produksi dan placement iklan tersebut menghabiskan dana yang tidak sedikit pada media above the line televisi adalah media yang digunakan untuk menayangkan iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” tersebut. Tujuan pencitraan positif menjadi hal yang paling disasar oleh pihak Telkomsel. Iklan korporat versi “paling Indonesia” ini memiliki tanda-tanda yang bermakna untuk pencitraan perusahaan Telkomsel yang positif. Beberapa kali iklan ini menampilkan gambar peta wilayah geografis Indonesia, Bendera Merah Putih, serta simbol, objek, atau warna yang identik dengan tema ke-Indonesia-an. Setiap tanda tersebut mewakili makna tertentu yang sesuai dengan judul iklan “paling Indonesia”. Tanda-tanda ini dapat dianalisa dengan melakukan analisis semiotik atas iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” tersebut. Analisis semiotik untuk menggali makna yang ada dalam iklan ini menjadi hal yang menarik untuk dilakukan mengingat iklan tersebut sangat berbeda dengan iklan Telkomsel lainnya apalagi jika dibandingkan dengan iklan produk-produknya seperti iklan Kartu Halo, Simpati, dan Kartu As. Tidak hanya karena perbedaan jenis iklannya, iklan produk Telkomsel berisi berbagai fitur, keunggulan, tarif, bonus, dan lain sebagainya sedangkan iklan korporat Telkomsel ini justru muncul dengan menyampaikan kepada publik bagaimana perusahaan Telkomsel tersebut. Namun makna apa yang terkandung dan reaksi yang ingin dicapai dalam iklan korporat tersebut dan kapan iklan tersebut ditayangkan atau ketika dalam situasi perusahaan seperti apa, tentu menjadi hal yang dikehendaki pengiklan. Analisis semiotik atas iklan Telkomsel ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana makna iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” yang ditayangkan di televisi. Analisis semiotik atas iklan korporat Telkomsel ini dilakukan dengan mengungkapkan bagaimana makna dari tanda-tanda yang muncul dalam iklan tersebut, sehingga dapat diketahui bagaimana makna denotatif, makna konotatif, dan mitos yang terkandung dalam iklan tersebut. Metode Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan “tanda‟. Isi media, termasuk iklan, pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001:87-88). Semiotika adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga miliki sifat komunikatif. Hal tersebut kemudian memunculkan suatu proses pemaknaan yang dilakukan oleh penerima tanda atas makna informasi atau pesan dari pengirim pesan (Piliang, 2003:41-44). Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek yaitu konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda (Kriyantono, 2006:265). Tanda yang terdiri dari bunyi dan gambar disebut signifier atau penanda, dan konsep dari bunyi dan gambar tersebut disebut signified. Dalam komunikasi, seseorang memakai tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Misalnya ketika orang menyebut kata “dasar” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kemarahan (signified). Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan seperti dua sisi dari sehelai kertas (Sobur, 2003:46). Pemikir strukturalis yang mempraktikkan model linguistik dan semiologi adalah Roland Barthes (1915-1950). Dalam karyanya yang berjudul Elements of Semiology (1964) terdapat beberapa elemen yang dikemukakan Barthes tentang tanda dan pemaknaannya dalam semiotik, di antaranya adalah signifier dan signified serta denotasi dan konotasi. Barthes melengkapi penanda dan petanda dengan dua strata di mana penanda ataupun petanda juga memuat bentuk dan substansi (Kurniawan, 2001:56). Barthes membedakan dua level pengertian (signification) dari semiotika yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level deskriptif dan harafiah makna yang disepakati seluruh anggota budaya. Pada level konotasi, makna dihasilkan oleh hubungan antara signifier dan budaya secara luas yang mencakup kepercayaan, tingkah laku, kerangka kerja dan ideologi dari sebuah formasi sosial. Semiologi, dalam istilah Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things), memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampur-adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2001:15). (Sumber: Sobur, 2001:69) Peta Tanda Model Semiotika Roland Barthes Ketika menganalisis sebuah tayangan iklan di media (cetak maupun elektronik), akan menjadi jelas bahwa tanda linguistik, visual, dan jenis tanda lain mengenai bagaimana iklan itu direpresentasikan (seperti scene, aktor, jingle, caption, dan sebagainya) tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Barthes menyebut fenomena ini, membawa tanda dan konotasinya untuk menimbulkan pesan atau kesan tertentu, sebagai penciptaan mitos (Bignell, 1997:16). Pengertian mitos di sini bukanlah menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari seperti halnya dongeng-dongeng atau cerita-cerita tradisional, melainkan sebuah cara pemaknaan; dalam bahasa Barthes: tipe wicara.2 (Sumber: Sobur, 2001:12) Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes 2 Roland Barthes, Mitologi, (Terj. Nurhadi & Sihabul Millah), Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2004, hal 152. Lihat juga Roland Barthes: “Myth Today”, dalam John Storey (Ed.), Cultural Theory and Popular Culture: A Reader, Harvester Wheatsheet, New York, 1994, hal. 107 Barthes mengatakan bahwa penggunaan makna pada level konotasi dalam teks ini sebagai penciptaan mitos. Ada banyak mitos yang diciptakan oleh media di sekitar kita, misalnya mitos tentang kecantikan, kejantanan, pembagian peran domestik versus peran publik dan banyak lagi. Mitos ini bermain dalam tingkat bahasa yang oleh Barthes disebutnya ‘adibahasa’ (meta-language) (Strinati, 1995:113). Untuk melakukan analisis, iklan ini dibagi berdasarkan scene, dan dari setiap scene dilakukan analisis terhadap setiap penanda yang muncul untuk mengetahui makna denotatif pada signifikasi tahap pertama. Kemudian makna denotatif tersebut menjadi penanda pada signifikasi tahap kedua untuk mengetahui makna konotatif. Setelah itu dilakukan analisis untuk mencari mitos yang terkandung pada makna konotatif tersebut. Hasil dan Pembahasan Setelah dilakukan analisis pada setiap scene iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia”, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. Scene 1 2 3 4 5 6 Makna Denotatif Telkomsel telah melakukan pembangunan selama 17 tahun. Makna Konotatif Telkomsel telah melakukan modernisasi dengan melakukan pembangunan yang nyata. Telkomsel memiliki Telkomsel menjadi alat dukungan dengan atau sarana atau menghimpun 120 juta pemersatu bangsa. pelanggan. Sinyal Telkomsel Telkomsel merubah menjangkau seluruh masyarakat primitif wilayah Indonesia. menjadi modern. Telkomsel melayani Telkomsel merupakan kebutuhan seluler di perusahaan kelas dunia dalam dan luar negeri. bertaraf internasional. Telkomsel meningkatkan perekonomian masyarakat di bidang kerajinan batik. Telkomsel membantu Usaha Mikro. Telkomsel memajukan ekonomi dengan tetap memegang teguh nilai budaya bangsa. Telkomsel berpihak pada pedagang kecil. Mitos modern atau modernisasi bahwa kota, wilayah, atau negara yang modern memiliki gedung-gedung pencakar langit yang tinggi. pelanggan ideal bahwa pelanggan adalah konsumen yang loyal atau setia. pemerataan pembangunan bahwa pembangunan di Indonesia sudah merata. ekonomi global bahwa perusahaan sukses adalah perusahaan multinasional bertaraf internasional. pelestarian budaya bahwa melestarikan budaya tradisional dengan menampilkan identitas budaya dalam iklan. pemakluman pelanggaran yaitu dimakluminya perbuatan melanggar hukum untuk tujuan yang dianggap baik atau telah biasa dilakukan oleh banyak orang. 7 8 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Telkomsel memberikan Telkomsel melayani ketulusan bisnis yaitu pelayanan. dengan tulus. implementasi ketulusan dalam bisnis sehingga seolah-olah tidak mengharapkan imbalan apapun. sinyal Telkomsel Telkomsel membangun pembangunan daerah menjangkau pulau daerah tertinggal. tertinggal yaitu membangun terluar, daerah daerah tertinggal atas alasan perbatasan, dan desa kemanusiaan untuk tujuan terpencil. sosial bukan tujuan ekonomi. Telkomsel dapat Telkomsel memuaskan kebutuhan masyarakat digunakan di laut. kebutuhan masyarakat nelayan bahwa nelayan di laut. membutuhkan komunikasi seluler di atas perahu ketika melaut. Telkomsel melayani pelanggan Telkomsel tentang aplikasi jejaring banyak pelanggan adalah pengguna sosial bahwa aplikasi melalui Grapari-nya. aplikasi jejaring sosial. jejaring sosial dapat mendekatkan hal yang jauh. Telkomsel memiliki Telkomsel menjamin sinyal ideal bahwa sinyal teknologi canggih keberadaan sinyal yang yang baik diukur dari berupa jaringan baik. jumlah antena pada menara broadband. atau tiang BTS yang banyak. pesawat terbang yang Telkomsel membuat Indonesia telah berada pada sedang lepas landas. Indonesia berada pada tahap pembangunan tinggal tahap pembangunan landas. tinggal landas. anak-anak membawa Telkomsel terdiri dari kegembiraan anak yaitu bendera merah putih. putra bangsa dengan bahwa anak-anak selalu nasionalisme yang merasa gembira. tinggi. peta Indonesia berubah Telkomsel melakukan pemerataan pembangunan menjadi merah. pembangunan dari Barat ke Timur. infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia. Telkomsel anak Telkomsel merupakan kesuksesan perusahaan perusahaan PT. anak perusahaan PT. BUMN, anak perusahaan Telekomunikasi Telkom Indonesia yang BUMN akan mengalami Indonesia yang paling sukses. kesuksesan. Indonesia. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa setiap scene dalam iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” memiliki makna denotatif, konotatif, dan mitos. Dari sekian banyak makna tersebut ditemukan beberapa scene memiliki tema besar yang sama. Dalam makna denotatif, Scene 1, 8, dan 12 memiliki kesamaan tema yaitu tema pembangunan. Scene 3, 12, dan 13 memiliki kesamaan tema yaitu tema nasionalisme. Scene 5 dan 6 memiliki kesamaan tema yaitu tema ekonomi. Sedangkan scene 2, 4, 7, 9, 10, 11, dan 15 memiliki kesamaan tema yaitu tema bisnis perusahaan. Pada tataran siginifikasi tahap pertama, kesamaan tema-tema pada setiap scene tersebut diwakili oleh penanda-penanda berikut: Scene 1, 8, dan 12 : Gedung, menara BTS, pulau terluar, daerah perbatasan, dan desa terpencil, pesawat terbang, lepas landas. Scene 3, 12, dan 13 : Anak papua, peta Indonesia, bendera merah putih, baju merah putih. Scene 5 dan 6 : Pengrajin batik, penjual batik, kain batik, pedagang kecil, kue bakpia, keranjang plastik, trotoar. Scene 2, 4, 7, 9, 10, 11, dan 15 Suporter timnas, karyawan Telkomsel, gedung Telkomsel, wilayah Indonesia, Bola dunia, petugas Grapari, Kapal Pelni, perahu, nelayan, pelanggan Grapari, Laptop, Teknisi BTS, menara BTS, logo Telkomsel, logo Telkom Indonesia. Berdasarkan penanda-penanda yang muncul pada setiap scene dan pengelompokkan tema pada makna denotatif, maka pada siginikasi tahap pertama makna denotatif dari iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” adalah sebagai berikut: Telkomsel telah melakukan pembangunan selama 17 tahun dengan membangun infrastuktur telekomunikasi sehingga sinyal Telkomsel dapat menjangkau pulau terluar, daerah perbatasan, dan desa terpencil dan Indonesia berada dalam pembangunan tinggal landas. Sinyal Telkomsel menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Telkomsel meningkatkan perekonomian masyarakat di bidang kerajinan batik dan membantu Usaha Mikro. Telkomsel Telkomsel merupakan anak perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia yang melayani kebutuhan seluler 120 juta pelanggan di dalam dan luar negeri, baik di darat maupun di laut dengan memanfaatkan teknologi canggih berupa jaringan broadband dan Grapari. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa makna konotatif dari iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” yaitu Telkomsel merupakan anak perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia yang telah melakukan pembangunan infrastuktur telekomunikasi di seluruh Indonesia selama 17 tahun dan memberikan layanan terbaik kepada 120 juta pelanggan di dalam dan luar negeri, baik di darat maupun laut, menjangkau pulau terluar, daerah perbatasan, dan desa terpencil dengan memanfaatkan teknologi jaringan broadband dan Grapari serta meningkatkan ekonomi masyarakat di bidang kerajinan batik dan membantu usaha mikro. Dalam makna konotatif, Scene 1, 3, 8, 12, dan 14 memiliki kesamaan tema yaitu tema pembangunan. Scene 2 dan 13 memiliki kesamaan tema yaitu tema nasionalisme. Scene 5 dan 6 memiliki kesamaan tema yaitu tema ekonomi. Sedangkan scene 4, 7, 9, 10, 11, dan 15 memiliki kesamaan tema yaitu tema bisnis perusahaan. Pada tataran signifikasi tahap kedua, kesamaan tema pada setiap scene diwakili oleh penanda-penanda berikut: Scene 1, 3, 8, 12, dan 14 : Telkomsel telah melakukan modernisasi dengan melakukan pembangunan yang nyata, Telkomsel merubah masyarakat primitif menjadi modern, Telkomsel membangun daerah tertinggal, Telkomsel membuat Indonesia berada pada tahap pembangunan tinggal landas, dan Telkomsel melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia. Scene 2 dan 13 : Telkomsel menjadi alat atau sarana atau pemersatu bangsa dan Telkomsel terdiri dari putra bangsa dengan nasionalisme yang tinggi. Scene 5 dan 6 : Telkomsel memajukan ekonomi dengan tetap memegang teguh nilai budaya bangsa dan Telkomsel berpihak pada pedagang kecil. Scene 4, 7, 9, 10, 11, dan 15 : Telkomsel merupakan perusahaan kelas dunia bertaraf internasional, Telkomsel melayani dengan tulus, Telkomsel memuaskan kebutuhan masyarakat di laut, pelanggan Telkomsel adalah pengguna aplikasi jejaring sosial, Telkomsel menjamin keberadaan sinyal yang baik, dan Telkomsel merupakan anak perusahaan PT. Telkom Indonesia yang sukses. Berdasarkan penanda-penanda yang muncul pada setiap scene dari signifikasi tahap pertama dan pengelompokkan tema pada makna konotatif, maka pada siginikasi tahap kedua makna konotatif dari iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” adalah sebagai berikut: Telkomsel telah melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di seluruh Indonesia dengan melakukan modernisasi yaitu merubah masyarakat primitif menjadi modern sehingga kini Indonesia berada pada tahap pembangunan tinggal landas. Telkomsel merupakan alat atau sarana atau pemersatu bangsa karena terdiri dari putra bangsa dengan nasionalisme yang tinggi. Telkomsel memajukan ekonomi dengan tetap memegang teguh nilai budaya bangsa dan berpihak pada pedagang kecil. Telkomsel merupakan anak perusahaan PT. Telkom Indonesia yang sukses menjadi perusahaan kelas dunia bertaraf internasional dengan memberikan pelayanan yang tulus dan menjamin keberadaan sinyal yang baik, terutama ketika sedang berada di laut dan ketika menggunakan aplikasi jejaring sosial, sehingga dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa makna konotatif dari iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” yaitu Telkomsel adalah anak perusahaan PT. Telkom Indonesia yang telah melakukan pembangunan dan modernisasi, mempersatukan bangsa, memegang teguh nilai budaya, memajukan ekonomi, dan memuaskan seluruh pelanggan dengan sinyal yang baik di manapun mereka berada sehingga menjadi perusahaan kelas dunia bertaraf internasional Dalam hal Mitos, Scene 1, 3, 8, 12, dan 14 memiliki kesamaan tema yaitu tema pembangunan. Scene 5, dan memiliki kesamaan tema yaitu tema nasionalisme. Scene 2, 6, 10, dan 13 memiliki kesamaan tema yaitu tema ekonomi dalam hal perilaku konsumen. Sedangkan scene 4, 7, 9, 11, dan 15 memiliki kesamaan tema yaitu tema bisnis perusahaan. Mitos yang muncul pada kesamaan tema di setiap scene adalah: Scene 1, 3, 8, 12, dan 14 : mitos modern atau modernisasi, mitos pemerataan pembangunan, mitos pembangunan daerah tertinggal, dan mitos pembangunan tinggal landas. Scene 5 : mitos pelestarian budaya. Scene 2, 6, 10, dan 13 : mitos pelanggan ideal, mitos pemakluman pelanggaran, mitos aplikasi jejaring sosial, dan mitos. kegembiraan anak. Scene 4, 7, 9, 11, dan 15 : mitos ekonomi global, mitos ketulusan bisnis, mtos kebutuhan masyarakat nelayan, mitos sinyal ideal, serta mitos kesuksesan perusahaan BUMN dan anak perusahaannya. Maka pengelompokkan mitos yang beroperasi pada tema-tema yang sama yaitu: Pada tema pembangunan : o Mitos modern atau modernisasi bahwa kota, wilayah, atau negara yang modern memiliki gedung-gedung pencakar langit yang tinggi. o Mitos pemerataan pembangunan bahwa pembangunan di Indonesia sudah merata. o Mitos pembangunan daerah tertinggal yaitu membangun daerah tertinggal atas alasan kemanusiaan untuk tujuan sosial bukan tujuan ekonomi. o Mitos pembangunan Indonesia bahwa Indonesia telah berada pada tahap pembangunan tinggal landas. Pada tema nasionalisme : o pelestarian budaya bahwa melestarikan budaya tradisional dengan menampilkan identitas budaya dalam iklan. Pada tema ekonomi, khususnya perilaku konsumen : o pelanggan ideal bahwa pelanggan adalah konsumen yang loyal atau setia. o pemakluman pelanggaran yaitu dimakluminya perbuatan melanggar hukum untuk tujuan yang dianggap baik atau telah biasa dilakukan oleh banyak orang. o aplikasi jejaring sosial bahwa aplikasi jejaring sosial dapat mendekatkan hal yang jauh. o kegembiraan anak yaitu bahwa anak-anak selalu merasa gembira. Pada tema bisnis perusahaan : o ekonomi global bahwa perusahaan sukses adalah perusahaan multinasional bertaraf internasional. o ketulusan bisnis yaitu implementasi ketulusan dalam bisnis sehingga seolah-olah tidak mengharapkan imbalan apapun. o kebutuhan masyarakat nelayan bahwa nelayan membutuhkan komunikasi seluler di atas perahu ketika melaut. o sinyal ideal bahwa sinyal yang baik diukur dari jumlah antena pada menara atau tiang BTS yang banyak. o kesuksesan perusahaan BUMN, anak perusahaan BUMN akan mengalami kesuksesan. Simpulan dan Saran Hasil penelitian pada iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” ini menunjukkan bahwa setiap scene memiliki makna denotatif, konotatif, dan mitos yang dapat dikelompokkan pada beberapa tema besar yaitu tema pembangunan, tema nasionalisme, tema ekonomi, dan tema bisnis perusahaan. Makna denotatif dari iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” yaitu Telkomsel merupakan anak perusahaan PT. Telekomunikasi Indonesia yang telah melakukan pembangunan infrastuktur telekomunikasi di seluruh Indonesia selama 17 tahun dan memberikan layanan terbaik kepada 120 juta pelanggan di dalam dan luar negeri, baik di darat maupun laut, menjangkau pulau terluar, daerah perbatasan, dan desa terpencil dengan memanfaatkan teknologi jaringan broadband dan Grapari serta meningkatkan ekonomi masyarakat di bidang kerajinan batik dan membantu usaha mikro. Makna konotatif dari iklan korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” yaitu Telkomsel adalah anak perusahaan PT. Telkom Indonesia yang telah melakukan pembangunan dan modernisasi, mempersatukan bangsa, memegang teguh nilai budaya, memajukan ekonomi, dan memuaskan seluruh pelanggan dengan sinyal yang baik di manapun mereka berada sehingga menjadi perusahaan kelas dunia bertaraf internasional. Mitos yang muncul pada kesamaan tema-tema pada setiap scene adalah mitos modern atau modernisasi, mitos pemerataan pembangunan, mitos pembangunan daerah tertinggal, dan mitos pembangunan tinggal landas, mitos pelestarian budaya, mitos pelanggan ideal, mitos pemakluman pelanggaran, mitos aplikasi jejaring sosial, dan mitos. kegembiraan anak, mitos ekonomi global, mitos ketulusan bisnis, mitos kebutuhan masyarakat nelayan, mitos sinyal ideal, serta mitos kesuksesan perusahaan BUMN dan anak perusahaannya. Beberapa hal yang dapat menjadi saran dari penelitian Iklan Korporat Telkomsel versi “paling Indonesia” ini adalah: Pengiklan dan biro iklan diharapkan memiliki pertimbangan yang cermat mengenai pemilihan objek yang sesuai dengan tema mengingat adanya kemungkinan pemaknaan yang negatif oleh khalayak sehingga makna pesan yang diingin disampaikan tidak dapat diterima dengan baik. Khalayak diharapkan memiliki kemampuan untuk mencermati secara kritis mitos yang terdapat dalam iklan televisi sehingga tidak “termakan” oleh realitas iklan. Akademisi diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak penayangan iklan ini dari sisi khalayak untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Dr. H. Dede Mulkan, M.Si. selaku Ketua Tim Pembimbing. 2. Uud Wahyudin, Drs., M.Si. selaku Anggota Tim Pembimbing. 3. Dr. Suwandi Sumartias, M.Si., Dr. H. Antar Venus, MA., Comm., dan Dr. Hj. Purwanti Hadisiwi, M.Exed selaku para penelaah penelitian ini. Daftar Pustaka Argenti, Paul A. 1998. Corporate Communications. New York: McGraw-Hill/Irwin. Bignell, Jonathan. 1997. Media Semiotics: An Introduction. Manchester and New York: Manchester University Press. Belch, George E & Belch, Michael A. 2004. Advertising and Integrated Brand Promotion: An Integrated Marketing Communications Perspective. New York: Mc-Graw-Hill/Irwin. Garbett, Thomas F. 1981. Corporate Advertising. New York: McGraw-Hill. Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesiatera. Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya. O'Guinn, Thomas & Allen, Chris & Semenik, Richard J. 2003. Advertising and Integrated Brand Promotion. Ohio: Mason. Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya. Strinati, Dominic. 1995. An Introduction to Theories of Popular Culture. New York: Routledge.