Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) ANALISIS FAKTOR IBU DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM FACTORS ANALYSIS OF MOTHER WITH INCIDENT ASPHYXIA NEONATORUM Endah Puspasari Sukadi, Jon Welliam Tangka, Suwandi Luneto Mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Tomohon Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sariputra Indonesia Tomohon ABSTRACT From the Indonesian Demographic Health Survey, the main early neonatal mortality is still very high that is 33.6%, although the government has sought various ways to reduce these deaths. Meanwhile, maternal factors according to some reports, have the effect of asphyxia, but the extent to which the relationship between maternal factors and the incidence of asphyxia in RSU Prof Dr Irina D. R. D Kandou Manado have not been known, therfore this study aims to determine the relationship between the mother and the incidence of asphyxia neonatorum. Using cross sectional study design, the sample of 25 respondents with Chi Square. The results showed a significant correlation between maternal factors (age, blood pressure, total parity, regularity during their pregnancy) with the incidence of neonatal asphyxia (p = 0.015, p = 0.001, p = 0.000, p = 0.023), and Odds Ratios (or = 1.563; or = 2.000; or = 0.863; or = 0.063). Which means the age of mothers at risk of 1.563 times the chance of having a baby with asphyxia after being controlled by blood pressure, total parity, and regularity during their pregnancy. Maternal blood pressure which are at risk also have a chance 2 times gave birth to infants with asphyxia after being controlled by age, parity number, and regularity during their pregnancy. The number of parities at risk also have a chance 0.863 times having a baby with asphyxia after being controlled by age, blood pressure, and regularity during their pregnancy. And regularity in the check-risk pregnancies also have a chance of having a baby with asphyxia after being controlled by age, blood pressure and total parity.Conclusion: There was a significant correlation between maternal factors (age, blood pressure, total parity, regularity during their pregnancy / ante natal care) with the incidence of asphyxia neonatorum. Based on the result of this study,it is expected the wareness of pregnant mothers to always consult the health workers, so that health workers can overcome as early as possible maternal risk of delivering infants with asphyxia. Key words: asphyxia neonatorum ABSTRAK Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia angka kematian utama neonatal dini masih sangat tinggi yaitu 33,6%. Meskipun pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk menekan angka kematian tersebut. Sementara itu faktor ibu menurut beberapa laporan mempunyai pengaruh terjadinya asfiksia, namun sejauh mana hubungan antara faktor ibu dan kejadian asfiksia di IRINA D RSU Prof Dr. R. D Kandou Manado belum diketahui hingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor ibu dan kejadian asfiksia neonatorum. Desain penelitian menggunakan cross sectional, pada sampel 25 responden dengan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara faktor ibu (umur, tekanan darah, jumlah paritas, keteraturan memeriksakan kehamilan) dengan kejadian asfiksia neonatorum (p=0,015; p=0,001; p=0,000; p=0,023), serta Nilai Peluang (or=1,563; or=2,000; or=0,863; or=0,063). Yang berarti umur ibu yang berisiko memiliki peluang 1,563 kali melahirkan bayi dengan asfiksia setelah dikontrol oleh tekanan darah, jumlah paritas, dan keteraturan memeriksakan kehamilan. Tekanan darah ibu yang berisiko juga memiliki peluang 2 kali melahirkan bayi dengan asfiksia setelah dikontrol oleh umur, jumlah paritas, dan keteraturan memeriksakan kehamilan. Jumlah paritas yang berisiko pun memiliki peluang 0,863 kali melahirkan bayi dengan asfiksia setelah dikontrol oleh umur, tekanan darah, dan keteraturan memeriksakan kehamilan. Serta keteraturan dalam memeriksakan kehamilan yang berisiko juga memiliki peluang melahirkan bayi dengan asfiksia setelah dikontrol oleh umur, tekanan darah dan jumlah paritas. Kesimpulan : ada hubungan yang bermakna antara faktor ibu (umur, tekanan darah, jumlah paritas, keteraturan memeriksakan kehamilan/ante natal care) dengan kejadian asfiksia neonatorum. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan kesadaran dari ibu-ibu hamil untuk selalu memeriksakan diri pada petugas kesehatan, sehingga petugas kesehatan dapat menananggulangi sedini mungkin ibu dengan risiko melahirkan bayi asfiksia. Kata kunci : Asfiksia neonatorum 94 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) PENDAHULUAN arti penting dalam merencanakan resusitasi. Setelah bayi lahir, diagnosis asfiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai APGAR. Penilaian menggunakan skor APGAR masih digunakan karena dengan cara ini derajat asfiksia dapat ditentukan sehingga penatalaksanaan pada bayi pun dapat disesuaikan dengan keadaaan bayi (Mochtar, 2002). Dari sumber lain juga ditemukan bahwa faktor ibu juga berperan penting dalam kejadian asfiksia neonatorum. Diantaranya adalah umur ibu, seperti kita ketahui bahwa begitu banyak wanita yang melahirkan pada usia di bawah dari 20 tahun. Padahal usia yang baik untuk melahirkan adalah 20-35 tahun. Tekanan darah juga berpengaruh pada kejadian asfiksia neonatorum. Tekanan darah yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya persalinan yang sulit seperti preeklamsia atau eklamsia. Jumlah paritas pun dapat menjadi faktor penyebab lainnya, kehamilan sebanyak lima kali ataupun lebih dapat membahayakan bagi ibu dan bayi nantinya. Dan yang tak kalah pentingnya yaitu keteraturan ibu dalam memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan seperti dokter, bidan ataupun perawat. Dengan rutin memeriksakan kehamilannya ibu dapat mengetahui apabila terjadi kelainan dalam kehamilannya dan dapat segera mengatasinya (Manuaba, 2002). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam rahim yang berhubungan dengan faktor–faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, dan setelah kelahiran (Manuaba, 2002). Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dari upaya kesehatan khususnya upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Ibu pada prinsipnya memiliki peran ganda yaitu sebagai pengasuh anak yang secara makro akan ikut menentukan generasi bangsa yang akan datang maupun secara mikro akan ikut menentukan ekonomi keluarga. Karena itu, pembangunan sumber daya manusia harus di mulai sejak dini yakni pada saat janin masih dalam kandungan ibu dari masa awal pertumbuhannya. Menurut World Health Organization (WHO, 2007), dalam laporannya menjelaskan bahwa asfiksia neonatus merupakan urutan pertama penyebab kematian neonatus di Negara berkembang pada tahun 2007 yaitu sebesar 21,1%, setelah itu pneumonia dan tetanus neonatorum masing-masing sebesar 19,0% dan 14,1%. Dilaporkan kematian neonatal adalah asfiksia neonatus (33%), prematuritas (10%), BBLR (19%). Menurut laporan kelompok kerja WHO, dari delapan juta kematian bayi di dunia, 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi umur kurang dari tujuh hari yang disebabkan oleh gangguan perinatal yang salah satunya adalah asfiksia (Saifuddin, 2003). Di Indonesia, angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal dini (0-7 hari) sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup. Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 penyebab utama kematian neonatal dini adalah BBLR (35%), asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Angka tersebut cukup memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir (Wijaya, 2009). Sebagian kasus asfiksia pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan dari asfiksia intrauterin. Sehingga diperlukan diagnosa dini pada penderita asfiksia yang mempunyai METODE PENELITIAN Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat dan dinilai secara simultan (Nursalam, 2008). Pengumpulan Data Untuk melakukan pengumpulan peneliti membuat instrumen sebagai alat pengumpul data berupa lembar observasi untuk mengetahui hubungan antara umur ibu, tekanan darah ibu, jumlah paritas dan keteraturan memeriksakan kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum. Analisa Data Analisa Univariat: 95 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) Dilakukan terhadap tiap-tiap variabel penelitian terutama untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan presentasi dari tiaptiap variabel. Gambar 5.2 menunjukkan bahwa karakteristik ibu berdasarkan umur yang paling banyak adalah pada rentang <20 tahun; >35 tahun yaitu 16 orang atau 64%. Analisa Bivariat: Analisis bivariat, dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan satu sama lain, dapat dalam kedudukan yang sejajar pada pendekatan komparasi dan kedudukan yang merupakan sebab akibat (eksperimentasi). Variabel tersebut adalah variabel independen yaitu faktor ibu yang terdiri dari umur ibu, tekanan darah ibu, jumlah paritas dan keteraturan memeriksakan kehamilan (ANC) serta variabel dependen yaitu asfiksia neonatorum. Uji yang dipakai adalah Chi-Squere dengan batas kemaknaan 0,5 (α = 0,05). Bila α < 0,05 maka Ho ditolak. Karakteristik Ibu Berdasarkan Tekanan Darah Gambar 3. Karakteristik Ibu berdasarkan Tekanan Darah di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. HASIL PENELITIAN Berdasarkan data pada gambar 3 menunjukkan bahwa lebih besar responden yang mempunyai tekanan Sistolik < 120 mmHg; Diastolik < 80 mmHg sebanyak 18 orang atau 72%. Analisa Univariat Karakteristik Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik Ibu Berdasarkan Jumlah Paritas 1 = 2-4 kali bersalin 0 = ≥ 5 kali bersalin Gambar 1. Karakteristik Bayi Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. 52% 13ibu Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat dari 25 bayi didominasi oleh perempuan berjumlah 17 bayi atau 67 %. Gambar 4. Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur 48% 12ibu Karakteristik Ibu Berdasarkan Jumlah Paritas di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa karakteristik ibu dengan jumlah paritas menunjukkan bahwa yang paling banyak adalah ≥ 5 kali bersalin yaitu 13 orang atau 52%. Karakteristik Ibu Berdasarkan Keteraturan Memeriksakan Kehamilan Gambar 2. Karakteristik Ibu Berdasarkan Umur di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. 96 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) Keteraturan Memeriksakan Kehamilan 1 = ≥ 4 kali kunjungan 0 = < 4 kali kunjungan 52% 13 ibu 48% 12 ibu UM UR TOTAL Gambar 5. Karakteristik Ibu Berdasarkan Keteraturan Memeriksakan kehamilan (ANC) di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. 0 = Tidak Asfiksia 1 = Asfiskia Sedang 2 = Asfiksia Berat 32% 8 bayi Gambar 6. Karakteristik Bayi Berdasarkan Nilai APGAR di RSU Prof. Dr. R.D Kandou Manado Berdasarkan gambar 6 menunjukkan bahwa karakteristik bayi menurut nilai APGAR yang paling banyak adalah bayi dengan asfiksia ringan berjumlah 9 bayi atau 36. Analisa bivariat Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Tabel 1 Tabulasi Silang Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. 13 52 3 12 16 64 17 68 8 32 25 10 0 Berdasarkan tabel 5.1, tabulasi silang hubungan umur ibu dengan asfiksia neonatorum menunjukkan angka yang paling besar presentasinya adalah umur ibu yang berisiko (<20 tahun; >35 tahun) dengan bayi yang asfiksia yaitu 13 bayi atau 52%. Dari hasil analisa hubungan kedua variabel diatas dengan menggunakan uji statistik Chi Square menunjukkan ada hubungan umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan signifikansi (p) = 0.015, pada α < 0,05. Odds Ratio (OR) = 1,563. Berarti umur ibu yang berisiko (< 20 tahun; > 35 tahun) mempunyai peluang 1,563 kali bayinya mengalami asfiksia daripada umur ibu yang tidak berisiko (20-35 tahun). Karakteristik Bayi Berdasarkan Nilai APGAR 36% 9 bayi Total Jl % h 9 36 P Value = 0,015 OR = 1,563 Gambar 5 menunjukkan bahwa karakteristik ibu berdasarkan keteraturan memeriksakan kehamilan (Ante Natal Care / ANC) paling banyak adalah dibawah empat kali kunjungan yaitu 13 orang atau 52%. 32% 8 bayi Tidak Berisi ko Berisi ko Bayi TIDAK ASFIK ASFIK SIA SIA Jl % Jl % h h 4 16 5 20 Hubungan Tekanan Darah Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Tabel 2 Tabulasi Silang Hubungan Tekanan Darah Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. Bayi TIDAK Total ASFIK ASFIK SIA SIA Jl Jl Jl % % % h h h Tidak 2 8 5 20 7 Tekan Berisi 2 8 ko an Darah Berisi 7 15 60 3 12 18 ko 2 1 TOTAL 17 68 8 32 25 0 0 P Value = 0,001 OR = 2.000 97 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) Hubungan Keteraturan Memeriksakan Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Tabel 4 Tabulasi Silang Hubungan Keteraturan Memeriksakan Kehamilan dengan Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. Bayi TIDAK ASFIK ASFIKSI SIA A Total Jl Jl Jl h % h % h % Tidak Berisi ko 8 32 4 16 12 48 AN Berisi C ko 9 36 4 16 13 52 10 TOTAL 17 68 8 32 25 0 P Value = 0,023 OR = 0,063 Berdasarkan tabulasi silang hubungan tekanan darah ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum menunjukkan nilai yang paling besar presentasinya adalah tekanan darah ibu yang berisiko dengan bayi yang mengalami asfiksia berjumlah 15 bayi atau 60%. Dari hasil analisa hubungan kedua variabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square bahwa ada hubungan antara tekanan darah ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan signifikansi yaitu (p) = 0.001 pada α < 0,05. Odds Ratio (OR) = 2,000. Maka tekanan darah ibu yang yang berisiko mempunyai peluang 2 kali bayinya akan mengalami asfiksia dibandingkan tekanan darah ibu yang tidak berisiko. Hubungan Jumlah Paritas Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Tabel 3 Tabulasi Silang Jumlah Paritas dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Februari 2011. Bayi TIDAK ASFIK ASFIK SIA SIA Total Jl Jl Jl h % h % h % Juml Tidak Berisi ah ko 6 24 6 24 12 48 Parit as Berisi Ibu ko 11 44 2 8 13 52 10 TOTAL 17 68 8 32 25 0 P Value = 0.000 OR = 0,863 Berdasarkan tabel tabulasi silang hubungan keteraturan memeriksakan kehamilan dengan asfiksia neonatorum menunjukkan bahwa nilai yang paling besar presentasinya adalah keteraturan memeriksakan kehamilan yang berisiko (< 4 kali kunjungan) dengan bayi yang asfiksia yaitu 9 bayi atau 36%. Dari hasil analisa hubungan kedua variabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan diantara keteraturan memeriksakan kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan signifikansi yaitu (p) = 0.023 pada α < 0,05. Odds Ratio (OR) = 0,063. Dengan demikian ibu yang memiliki jumlah keteraturan memeriksakan kehamilan yang berisiko (< 4 kali) memiliki peluang melahirkan bayi dengan asfiksia 0,063 kali lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang jumlah keteraturan memeriksakan kehamilannya tidak berisiko. Berdasarkan tabel 5.3, tabulasi silang hubungan jumlah paritas dengan asfiksia neonatorum menunjukkan angka yang paling besar presentasinya adalah jumlah paritas yang berisiko (≥ 5 kali) dengan asfiksia yaitu 11 bayi atau 44%. Dari hasil analisa hubungan kedua variabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan adanya hubungan antara jumlah paritas ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan signifikansi yaitu (p) = 0.000 pada α < 0,05. Odds Ratio (OR) = 0,863. Berarti jumlah paritas ibu yang berisiko memiliki peluang 0,863 kali memiliki bayi dengan asfiksia dibandingkan ibu yang jumlah paritasnya yang tidak berisiko. PEMBAHASAN Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Berdasarkan uji chi square terbukti ada hubungan umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum (p value = 0,015; α < 0,05) dengan Odds Ratio (OR) = 1,563. Hal ini berarti umur ibu yang berisiko memiliki peluang 1,5 kali bayinya mengalami asfiksia daripada umur ibu yang tidak berisiko. 98 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) Asumsi peneliti adalah umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah 20-35 tahun. Umur pada wanita saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau yang lebih dari 35 tahun berisiko tinggi untuk melahirkan. Kehamilan pada umur kurang dari 20 tahun akan cenderung mengalami komplikasi, demikian pula anak yang dilahirkannya salah satunya kelahiran bayi dengan asfiksia. Hal ini terjadi karena dari segi biologis pertumbuhan dan perkembangan dari alat-alat reproduksi belum sepenuhnya normal. Kehamilan risiko tinggi pada umur 35 tahun keatas adalah kehamilan yang dapat menyebabkan ibu hamil dan bayi menjadi sakit atau meninggal sebelum persalinan, begitu pula dengan bayi dapat menjadi sakit salah satunya asfiksia atau meninggal. Hasil analisis ini didukung oleh teori yaitu pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita dengan usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu (Manuaba, 2002). mendadak saat persalinan, hal ini akan menimbulkan asfiksia pada bayi. Hasil analisis ini sesuai dengan teori bahwa tekanan darah yang tidak normal pada ibu (hipertensi dan hipotensi) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan fetus (Wiknjosastro H, 2005). Hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah pada uterus yang akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta dan juga ke janin (Mochtar, 2004). Hipotensi dalam kehamilan juga dapat terjadi apabila dalam proses persalinan terjadi perdarahan secara mendadak sehingga menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi. Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir (Prawirohardjo, 2005). Hubungan Jumlah Paritas dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada hasil uji chi square dan tabel tabulasi silang hubungan jumlah paritas ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum responden menunjukkan yang paling besar presentasinya adalah jumlah paritas yang kurang baik (≥ 5 kali) dengan asfiksia yaitu 11 bayi atau 44%. Dari hasil analisa hubungan kedua variabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan signifikansi dari hubungan kedua variabel tersebut adalah (p) = 0.000, Odds Ratio (OR) = 0,863. Berarti jumlah paritas ibu yang berisiko memiliki peluang 0,863 kali memiliki bayi dengan asfiksia dibandingkan ibu yang jumlah paritasnya tidak berisiko. Menurut peneliti paritas pada ibu dengan jumlah paritas rendah dan tinggi akan mengalami proses persalinan yang lebih lama dibandingkan dengan ibu dengan jumlah paritas sedang, karena pada ibu dengan jumlah paritas rendah akan terjadi kekakuan otot atau servik sehingga proses persalinan menjadi lebih lama sehingga salah satunya menyebabkan bayi mengalami asfiksia, sedangkan pada ibu dengan paritas tinggi akan terjadi kemunduran daya lentur, sehingga dinding rahim dan dinding perut menjadi kendor mengakibatkan kekuatan untuk mendesak kebawah menjadi lemah dan proses persalinan pun menjadi lebih lama. Hal ini akan menimbulkan asfiksia pada bayi. Hasil analisis ini sesuai dengan teori kehamilan dan persalinan yang mempunyai resiko adalah anak pertama dan persalinan keempat atau lebih, karena pada anak Hubungan Tekanan Darah ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Hubungan tekanan darah ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum dapat dilihat pada tabel 5.2. Dari hasil penelitian didapatkan hubungan tekanan darah ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum berjumlah 15 bayi atau 60%. Dengan menggunakan uji Chi Square didapatkan nilai signifikansi dari hubungan kedua variabel tersebut adalah (p value) = 0.001, Odds Ratio (OR) = 2,000. Maka tekanan darah ibu yang berisiko memiliki peluang 2 kali bayinya akan mengalami asfiksia dibandingkan tekanan darah ibu yang tidak berisiko. Menurut peneliti tekanan darah seorang ibu dapat mempengaruhi kehamilan dan proses persalinan karena apabila tekanan darah ibu tidak normal misalnya hipertensi maka akan membuat aliran darah ke plasenta dan ke janin menjadi berkurang, sehingga dapat memungkinkan terjadinya asfiksia pada saat persalinan. Begitu pula dengan hipotensi. Biasanya terjadi dikarenakan perdarahan yang secara 99 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) KESIMPULAN DAN SARAN pertama adanya kekakuan otot atau servik yang kaku memberikan tahan yang jauh lebih besar dan dapat memperpanjang persalinan sedangkan pada anak keempat atau lebih adanya kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali diregangkan kehamilan, sehingga nutrisi yang di butuhkan janin berkurang, dinding rahim dan dinding perut sudah kendor, kekenyalan sudah kurang hingga kekuatan mendesak kebawah tidak seberapa sehingga dapat memperpanjang proses persalinan (Prawirihardjo, 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor ibu (umur, tekanan darah, jumlah paritas, dan keteraturan memeriksakan kehamilan) dengan kejadian asfiksia neonatorum. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan kesadaran dari ibu-ibu hamil untuk selalu memeriksakan diri pada petugas kesehatan, sehingga petugas kesehatan dapat menananggulangi sedini mungkin ibu dengan risiko melahirkan bayi asfiksia. Hubungan Keteraturan Memeriksakan Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, Ns Jon W. Tangka S.Kep M.Kep Sp KMB dan Ns Suwandi Luneto S.Kep selaku pembimbing, para responden pada penelitian ini sertaseluruh pihak yang sudah membantu selama proses penelitian ini berlangsung. Pada hasil uji chi square dan tabel tabulasi silang hubungan jumlah keteraturan memeriksakan kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum responden menunjukkan yang paling besar presentasinya adalah adalah keteraturan memeriksakan kehamilan yang kurang baik (< 4 kali kunjungan) dengan bayi yang asfiksia yaitu9 bayi atau 36%. Dari hasil analisa hubungan kedua variabel diatas dengan menggunakan uji Chi Square menunjukkan signifikansi dari hubungan kedua variabel tersebut adalah (p) = 0.023, Odds Ratio (OR) = 0,063. Dengan demikian ibu yang memiliki jumlah keteraturan memeriksakan kehamilan yang berisiko memiliki peluang melahirkan bayi dengan asfiksia 0,063 kali lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang jumlah keteraturan memeriksakan kehamilannya tidak berisiko. Asumsi peneliti mengenai penelitian ini adalah antenatal care dapat mencegah terjadinya asfiksia neonatorum karena melalui antenatal care ibu dapat mengontrol kesehatan ibu serta bayinya pada petugas kesehatan sedini mungkin, sehingga masalah-masalah kesehatan pada ibu dan bayi dapat di tanggulangi apabila ibu akan melahirkan nanti. Hasil analisis ini dengan teori adalah Ante Natal Care merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo, 2005). DAFTAR PUSTAKA Aminullah, A, 2005, Ilmu Kebidanan, YBPSB, Jakarta Cungniham, Donald.M. Gant, 2000, Obstetri Williams (Terjemahan Joko Suyono, Andry Hartono), EGC, Jakarta Depkes. 1998. Buku I Perawatan Kesehatan R.I. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas. Depkes RI, 2007. Profil Kesehatan Reproduksi Indonesia 2003. Jakarta : World Health Organization. Glover. B dan Hadson. C. 1995. Perawatan Bayi Prematur, Arcan, Jakarta. Hidayat, A, A, A, 2007, Metodologi Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta IDAI, 1998. Buku Pedoman Pendidikan Medik Pediatrik Terpadu (PMPT) manajemen Neonatus Sakit Umur Kurang 1 Minggu , PMPT IDAI Ilyas J, dkk. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal Cetakan I Edisi 2. Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. 100 Buletin Sariputra, Februari 2015 Vol. 2 (1) Mansjoer. K, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Edisi Ketiga, Media Aescu Lapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia. Jakarta. , 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo, Jakarta Manuaba, I. B. 2002. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. EGC. Jakarta Setyowati, T.1996. Faktor-faktor yang mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah (Analisa Data SDKI 1994). From : http://digilib. Litbang. Depkes.Go.Id (diakes 02 Nopember 2008). Marjono, AB, 1992, Resusitasi dan Perawatan Intensif Neonatus, FKUI, Jakarta Meadow R & Simon Newell, 2002, Lecture Notes Pediatrika, Erlangga, Jakarta Soetomo. 2004. Laporan Tahunan Bagian Ilmu Kesehatan Anak. RSU. Surabaya. Sugiyono. 2004, Statistik untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Mochtar. R. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, EGC. Jakarta. , 2004. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jilid I Edisi 2, EGC. Jakarta Sukardi, A.A, Usman, SH. Effendi, (eds). 2000. Diktat Kuliah Perinatologi Bandung : bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak, FKUP / RSHS. Monica Ester. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC, Jakarta. Tanjung MT, 2004, Preeklamsia Studi Tentang Hubungannya dengan Faktor Fibrinolosis Ibu dan Gas Darah Tali Pusat, Pustaka Bangsa Press Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan edisi 2, Salemba Medika, Jakarta. Ilmu Wijaya, 2009. Kondisi Angka Kematian Neonatal-Angka Kematian Bayi. http://www.infodokter.com/index.php?op tio=com-content8.id=92. Saifudin, A. B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Edisi ke I, Cetakan ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo. Jakarta. , . 2005. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo. Jakarta Prawirohardjo, Sarwono, 2005, Kebidanan, YBP-SP, Jakarta. 101