PENGALAMAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI KEJADIAN SERANGAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI) PADA ANGGOTA KELUARGA DI RSUD SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : SEPTIANA EKA HARSANTI S11035 PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 ii SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Septiana Eka Harsanti NIM : S11035 Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2. Skripsi adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau di plubikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta, Juli 2015 Yang membuat pernyataan, Septiana Eka Harsanti iii NIM.S.11035 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah Nya. Penulis mampu menyelesakan skripsi dengan judul ‘’Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada Anggota Keluarga di RSUD Sragen’’. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Progam Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, dukungan, arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyadari tanpa adanya bimbingan, dukungan dan arahan maka tidak sempurnya skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada 1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan dan penguji di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. S.Dwi Sulisetyawati,S.Kep,.Ns,M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi. 4. Aries Cholifah, S.Kp., Ns. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi. 5. Semua partisipan yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Orang tuaku tercinta dan tersayang Bapak Suharsono, Ibu Kustini Rati, adikku Rahardian Dwi Angga Putra dan Trinanda Auliya Putri dan yang iv tercinta Herjuno Prabowo yang selalu memberikan dukungan, doa, materi dan kasih sayangnya sepanjang waktu. 7. Sahabatku tersayang yang mendukung dan memberikan semangat dalam membuat skripsi ini. 8. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mendapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis bersyukur pada allh SWT semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Surakarta,30 Juli 2015 Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI.................................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x ABSTRAK ....................................................................................................... xi ABSTRACT..................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 7 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 9 2.1 Tinjauan Teori ................................................................................. 9 2.2 Kerangka Teori ................................................................................ 36 2.3 Fokus Penelitian .............................................................................. 37 2.4 Keaslian Penelitian .......................................................................... 38 vi BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 40 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian....................................................... 40 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 41 3.3 Populasi dan Sampel........................................................................ 41 3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ................................... 41 3.5 Analisa Data .................................................................................... 44 3.6 Keabsahan Data ............................................................................... 46 3.7 Prinsip-prinsip Etika Penelitian ....................................................... 47 BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 49 4.1 Diskripsi Tempat Penelitian ............................................................ 49 4.2 Karakteristik penelitian................................................................... 49 4.3 Hasil Penelitian................................................................................ 50 4.4 Skematik .......................................................................................... 67 BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 69 5.1 Pengenalan Terhadap Serangan AMI .............................................. 69 5.2 Respon Psikologis Menghadapi Serangan AMI.............................. 71 5.3 Penyebab Keterlambatan Di Bawa Ke Rumah Sakit....................... 74 5.4 Kecenderungan Memilih Pengobatan Medis................................... 78 BAB VI PENUTUP ......................................................................................... 82 6.1 Kesimpulan...................................................................................... 82 6.2 Saran ................................................................................................ 83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar 2.1 Algoritma AMI........................................ 27 2.2 Kerangka Teori........................................ 36 2.3 Fokus Penelitian ...................................... 37 4.1 Bagan Tema Pertama............................... 52 4.2 Bagan Tema Kedua ................................. 56 4.3 Bagan Tema Ketiga ................................. 61 4.4 Bagan Tema Keempat ............................. 65 4.5 Skematik ................................................. 66 viii Halaman DAFTAR TABEL Nomor table Judul Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................. ix Halaman `38 DAFTAR LAMPIRAN NomorLampiran Keterangan 1 F 01 Usulan Topik Penelitian 2 F 02 Pengajuan Persetujuan Judul 3 Surat Ijin Studi Pendahuluan 4 Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan 5 Surat Ijin KesbangPol 6 Surat BAPPEDA 7 Surat Penjelasan Penelitian 8 Surat Persetujuan Menjadi Informan 9 Pedoman Wawancara 10 Transkip wawancara 11 Analisa Data 12 Dokumentasi 13 Lembar Konsultasi 14 Jadwal Penelitian x PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 Septiana Eka Harsanti Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard Infark (AMI) Pada Anggota Keluarga Di RSUD Sragen Abstrak Penyakit Akut Miokard Infark (AMI) merupakan penyakit yang mengancam kehidupan jika tidak segera ditangani. Keluarga berperan penting dalam melakukan tindakan segera pada anggota keluarga yang mengalami serangan AMI. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalaman keluarga dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di RSUD Sragen. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif fenomenologi dengan teknik purposive sampling yang melibatkan 7 partisipan. Pengumpulan data dilakukan dengan in-depth interview. Metode analisa data pada penelitian ini menggunakan metode Collaizi. Hasil penelitian ini menghasilkan 4 tema antara lain pengenalan awal terhadap serangan AMI, respon psikologis menghadapi serangan AMI, penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit, ketidakpuasan pada pengobatan alternatif. Kesimpulan dari penelitian ini, keluarga mempersepsikan penyakit AMI merupakan penyakit masuk angin biasa dan penyakit yang mengancam kehidupan mengakibatkan respon yang dialami keluarga antara lain sedih, cemas,takut,panik dan berduka, sehingga mengakibatkan keterlambatan pengobatan. Kata Kunci Daftar Pustaka : akut miokard infark, keluarga, pengalaman : 51 (2001-2014) xi BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Septiana Eka Harsanti Family’s Experiences in Encountering the Acute Myocardial Infarction (AMI) Attack Incidence of the Family’s Members at Local General Hospital of Sragen ABSTRACT Acute Myocardial Infarction (AMI) is a life threatening disease if left untreated. The family plays an important role in executing an immediate intervention to the family’s members suffering from the AMI attack. The objective of the research is to investigate the family’s experiences in encountering the Acute Myocardial Infarction (AMI) attack incidence of the family’s members at Local General Hospital of Sragen. This research used the qualitative phenomenological approach. The samples of research consisted of 7 persons, and were taken by using the purposive sampling technique. The data of research were collected through in-depth interview and analyzed by using the Collaizi’s method. The result of research shows that there were 4 themes, namely: initial introduction to AMI attack, psychological response to AMI attack, cause of late admission to hospital, dissatisfaction on alternative medication. In conclusion, the family perceived AMI disease as a common cold and life threatening disease the family’s responses included sorrow, anxiety, fear, panic and mourning so that the medication became late. Keywords: Acute Myocardial Infarction, family, experience References: 51 (2001-2014) xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan utama di negara maju dan berkembang termasuk di Indonesia. Data epidemiologis menyatakan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan masyarakat (Sudoyo, et al. 2006). Sistem kardiovaskuler merupakan suatu sistem transport tertutup yang terdiri dari beberapa komponen yaitu jantung, komponen darah dan pembuluh darah. Salah satu komponen dari pembuluh darah yaitu vena, venula, kapiler, arteriol, dan arteri (Christofferson, 2009). Arteri koroner dapat mengalami sumbatan akut karena tidak adekuatnya pasokan darah, biasanya disebabkan oleh rupture plak ateroma pada arteri koroner. Keadaan ini biasa disebut dengan Akut Miokard Infark (AMI) (Muttaqin, 2009). Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran darah dan suplai oksigen ke bagian otot jantung terhambat dan akibat adanya penyempitan atau penyumbatan mendadak pembuluh darah koroner. Pembuluh darah koroner ini adalah pembuluh darah yang membawa nutrisi dan oksigen ke cabang-cabang otot jantung untuk menjalankan fungsinya (Overbaugh, 2009). Mortaliatas karena Akut Miokard Infark (AMI) tinggi, lebih dari separuh kematian terjadi sebelum individu yang terserang sampai rumah sakit 1 2 Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta Akut Miokard Infark terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena Akut Miokard Infark kurang lebih 30 %, dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum individu yang terserang mencapai rumah sakit. Di Indonesia dilaporkan penyakit ini merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian (Copyring, 2008). Menurut Word Health Organization (WHO, 2008) AMI merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian akibat penyakit Akut Miokard Infark (AMI). Di Negara berkembang seperti Amerika pada tahun 2011 terdapat angka mortalitas sebanyak 2,470,000 (9,4%) Akut Miokard Infark (AMI) merupakan jenis penyakit kardiovaskuler penyebab kematian utama (Kelly, 2007). Di Indonesia pada tahun 2013 penyakit Akut Miokard Infar (AMI) merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Akut Miokard Infark (AMI) akan terus menjadi masalah yang sangat besar meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada saat ini (Mendis et al, 2011 ). Jumlah pasien penyakit jantung di Indonesia pada tahun 2007 yang dirawat di RS Indonesia sebanyak 239.548 jiwa. Kasus terbanyak pada penyakit iskemik sebanyak 110,183 kasus. Care fatality rate (CFR) tertinggi terjadi pada Akut Miokard Infark (13,42%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (DepKes, 2009). Laporan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan bahwa kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus dan sebanyak 1.847 (2%) kasus merupakan kasus Akut Miokard Infark. 3 Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian dan selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan sebanyak 414 kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh Akut Miokard Infark (DinKes, 2010). Tingginya angka kematian Akut Miokard Infark (AMI) salah satunya disebabkan karena keterlambatan mendapatkan penanganan medis (Kelly, 2007). Fenomena keterlambatan seorang wanita dengan ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) dalam mencari bantuan penanganan medis disebabkan karena rendahnya pengetahuan terhadap tanda dan gejala Akut Miokard Infark (AMI) serta keraguan antara meminta bantuan medis atau menanganinya sendiri. Penelitian ini menunjukan bahwa keputusan untuk mencari bantuan medis bagi wanita dengan ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) dengan primer Percutaneus Cardiac Intervention (PCI) dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kepercayaan,emosi, pengalaman sebelum dan pada saat serangan. Beberapa faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan fungsi dan peran keluarga (Elsevier, 2010). Sebuah keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat dimana anggotanya mempunyai suatu komitmen untuk memelihara satu sama lain baik secara emosi maupun fisik. Sebuah keluarga dapat dipandang sebagai sistem terbuka, suatu perubahan atau gangguan pada salah satu bagian dari sistem dapat mengakibatkan perubahan atau gangguan dari seluruh system. 4 Gangguan yang dihadapi anggota keluarga dapat mempengaruhi sistem keluarga tersebut (Harsono, 2004). Penelitian yang berhubungan dengan AMI mengatakan bahwa hasil dari 35,7% pasien tiba selama satu jam setelah serangan terjadi dan 7,9% tiba setelah 24 jam terjadi serangan. Pasien yang memiliki pendidikan tingkat tinggi dengan riwayat keluarga dengan penyakit AMI secara signifikan lebih sedikit keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit, sedangkan yang berpendidikan rendah lebih banyak keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit karena faktorfaktor yang mempengaruhinya antara lain memilih untuk mengobati sendiri, jauhnya akses pelayanan kesehatan, pedidikan dan pengetahuan keluarga yang rendah terhadap serangan AMI (Ossein, 2012). Penyebab penundaan dan kurangnya waktu penanganan pada serangan Akut Miokard Infark (AMI) disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit AMI (Mansour, 2010). Fenomena keterlambatan penangan AMI disebabkan karena kebanyakan dari wanita dan laki-laki memilih untuk menunggu pemulihannya secara spontan dan faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, status ekonomi, pendidikan, membawa ke dokter umum untuk merujuk ke rumah sakit yang lebih baik (Mohsen, 2010). Serangan AMI pada anggota keluarga yang terkena penyakit jantung sering kali disepelekan oleh anggota keluarga yang lain, mereka mengganggap bahwa serangan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga hanyalah masuk angin biasa atau angin duduk. Persepsi tersebut terbentuk karena biasanya serangan Akut Miokard Infark (AMI) tidak disertai dengan 5 tanda dan gejala yang serius, bahkan penderita biasanya terlihat sehat. Tindakan yang biasa anggota keluarga lakukan hanya menggosokan balsem atau membeli obat diwarung, dan mereka tidak segera membawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat (Tedjasukmana, 2010). Keluarga berperan penting dalam proses menghadapi serangan AMI pada anggota keluarganya. Keluarga mengharapkan bahwa dapat membantu pertolongan terhadap anggota keluarga yang mengalami serangan AMI. Keluarga harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukannya untuk menolong anggota keluarganya (Harsono, 2004). Penelitian dari Elsevier (2010) menyimpulkan bahwa lebih banyak pengetahuan tentang AMI harus diberikan kepada pasien dan keluarga tentang gejala yang timbul dari AMI, dan pentingnya memiliki rencana-rencana yang harus dipersiapkan saat terjadi serangan AMI. Anggota keluarga memainkan peran penting dalam mengurangi keterlambatan pengobatan setelah timbulnya gejala AMI, mereka harus secara aktif terlibat dalam program-progam pendidikan tersebut. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Sragen Provinsi Jawa Tengah didapatkan bahwa prevelensi Akut Miokard Infark (AMI) pada periode tahun 2014 sebesar 106 pasien, sedangkan penyakit Kardiovaskuler sebanyak 900 pasien. Pasien yang meninggal pada kasus AMI sebanyak 19 orang pada tahun 2014, yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler sebanyak 116 orang. Angka kematian AMI dalam rentan waktu September sampai Desember 2014 berjumlah 10 pasien di RSUD Sragen (RM RSUD Sragen, 2014). 6 Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelurahan Pantirejo pada tanggal 12 januari 2015 di dapat bahwa keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan AMI menganggap bahwa serangan AMI yang terjadi pada salah satu anggota keluarga hanyalah masuk angin biasa atau angin duduk. Tindakan yang biasa keluarga lakukan hanya membelikan obat di warung dan memberikan balsem, keluarga tidak segera membawa anggota keluarga dengan AMI untuk segera pergi kepelayanan kesehatan yang terdekat atau rumah sakit. Berdasarkan fenomena tersebut bahwa keluarga memiliki peran penting dalam mengurangi keterlambatan pengobatan, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada Anggota Keluarga di RSUD Sragen. 1.2 Rumusan Masalah Penyakit Akut Miokard Infark (AMI) sangat mematikan karena kondisi kematian pada miokard (otot jantung) dan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum individu yang terserang sampai di rumah sakit. Keluarga menganggap bahwa serangan yang terjadi pada salah satu angota keluarga hanyalah sebagai masuk angin biasa atau angin duduk. Tindakan yang biasa anggota keluarga lakukan hanya menggosokan balsem atau membeli obat diwarung, dan mereka tidak segera membawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Keluarga berperan penting dalam keputusan 7 tindakan yang akan diambil. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, dapat dirumuskan masalah “bagaimanakah Pengalaman Keluarga dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada Anggota Keluarga di RSUD Sragen’’. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengalaman keluarga dalam menghadapi kejadian serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di RSUD Sragen. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi persepsi keluarga terhadap serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di RSUD Sragen. b. Mengidentifikasi respon emosional keluarga dalam menghadapi kejadian serangan Akut miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga. c. Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong keluarga saat terjadi serangan Akut Miokard Infark (AMI). 8 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Keluarga Penelitian ini dimaksudkan agar keluarga mengerti tentang gambaran keluarga dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI) terhadap anggota keluarganya. 2. Bagi Institusi Menambah referensi kususnya keperawatan komunitas dan gawat darurat prehospital mengenai konsep perilaku keluarga dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI). 3. Bagi peneliti lain Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian dengan tema perilaku Keluarga dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga 4. Bagi Peneliti Penelitian ini bermanfaat sebagai proses belajar untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari program studi ilmu keperawatan terkait prehospital. kesehatan komunitas dan gawat darurat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Akut Miokard Infark (AMI) 2.1.1.1 Pengertian Akut Miokard Infark (AMI) mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Brunner & Sudarth, 2002). Akut Miokard Infark (AMI) adalah suatu keadaan nekrosis otot jantung akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak. Penyebab paling sering adalah adanya sumbatan koroner. Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang diawali dengan hipoksia miokard (Setianto, 2003). Akut Miokard Infark (AMI) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo;1997). Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada diding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak Arteromatosa timbul pada permukaan arteri. Sehingga mempersempit 9 yang disebut dalam bahkan plak dinding menyumbat 10 suplai aliran darah ke arteri bagian distal (Hudak & Gallo;1997). Akut miokard infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya plak (Samekti, 2001). 2.1.1.2 Etiologi AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung tersebut (Hiraishi, 2010). Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigen adalah : a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard. Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain: 1) Faktor pembuluh darah Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang dapat mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya : atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bias juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : mengkonsumsi obat-obatan tertentu, 11 emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, merokok. 2) Faktor Sirkulasi Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung seluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitralis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiac out put (COP). Penurunan COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung. 3) Faktor Darah Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun pembuluh darah dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia. 12 b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan Cardiac Out Put (COP). Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah. 2.1.1.3 Faktor Resiko Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi (Bassand, 2007). a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: 1) Merokok Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain : menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam 13 sehari bias meningkatkan risiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok. 2) Konsumsi alkohol Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. 3) Infeksi Infeksi Chlamydia pneumonia,norganisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik. 4) Hipertensi Sistemik Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung 5) Obesitas Terdapat hubungan yang erat antara beban, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesteroh 14 darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas rendah. 6) Penyakit Diabetes Risiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolism lipit, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis). b. Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi Merupakan faktor resiko yang tidak bisa diubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya (Overbaugh, 2009) : 1) Usia Resiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita di atas 55 tahun (umumnya setelah menopause) 2) Jenis kelamin Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, Hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protectife pada perempuan. 3) Riwayat Keluarga Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan faktor resiko 15 independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga mempengaruhi penderita PJK pada keluarga dekat. 4) Geografi Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur social-ekonomi, dan kehidupan urban. 2.1.1.4 Patofisiologi Akut Miokard Infark (AMI) terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya (Sjaharuddin, 2006). Iskemik yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (artery yang mensuplai darah dan oksigen pada jantung). Plak dapat sobek sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan. Jika 16 bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah balik total maupun sebagian pada arteri koroner (Alwi, 2006). Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Otot jantung yang rusak itu akan mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini (Alwi, 2006). Spasme yang terjadi bisa dipacu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obat tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami arterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penanganannya (Rilantono dkk, 2003). Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu desenden Anterior dan arteri sirkumpleks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding kearah afeks jantung. 17 Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior (Hiraishi, 2010). Cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri (Smeltzer, 2002). Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardium disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark moikardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kontraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut (Smeltzer, 2002) : 18 a. Daya kontraksi menurun b. Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi). c. Perubahan daya kembang dinding ventrikel d. Penurunan volume sekuncup e. Penurunan fraksi ejeks Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini (Corwin, 2001) : a. Ukuran infark, jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik b. Lokasi infark, dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior c. Sirkulasi kolateral, berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolaterah, maka gangguan yang terjadi minimal. d. Mekanisme kompensasi, bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik. 19 2.1.1.5 Manisfestasi Klinis Keluhan yang khas dari AMI ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium (Arif, 2001). Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manisfestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium (Mansjoer, 2001). Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah,paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukan adanya bendungan paru-paru. Takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadangkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada AMI inferior. 20 Tanda dan gejala infark miokard (Triage AMI) adalah (Samekto, 2001) : a. Klinis 1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terusmenerus tidak mereda, biasanya di atas region sterna bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama 2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahan lagi. 3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri). 4) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istrahat atau nitrogliserin (NTG). 5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher. 6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat,dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. 7) Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai 21 diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri) b. Laboratorium 1) CPK-MB/CPK (Creatine phosphokinase-mb), Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. 2) LDH/HBDH ( lactate dehydrogenase), meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal 3) AST/SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari c. EKG Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. 2.1.1.6 Klasifikasi Akut Miokard Infark di bedakan menjadi tiga yaitu (Rendy & Margareth, 2012) : 22 1. Akut Miokard Infark (AMI) dengan elevasi ST Keluhan utama AMI adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada satu atau kedua lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau panas, kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walaupun sifatnya ringan sekali, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam dan jarang ada hubungannya dengan aktivitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. Pada beberapa penderita, sakit tertutupi oleh gejala lain misalnya sesak nafas atau sinkop. 2. Akut Miokard Infark (AMI) tanpa elevasi ST Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan cirri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan. Analisa berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada 23 iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaporesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrum, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. 3. Angina pectoris tidak stabil Keluhan pasien pada umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadangkadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. 2.1.1.7 Pemeriksaan penunjang Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostik (Smeltzer, 2002). a. EKG (Elektrocardiogram) Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan 24 mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokadr, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal. b. Test Laboratorium Darah Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah. 1) Kreatinin Pospokinase (CPK) 2) LDH (Laktat Dehidrogenisasi) 3) Troponin T & I 4) Leukosit 5) Kolesterol atau Trigliserida 6) GDA (Gas Darah Arteri) c. Tes Radiologis 1) Coronary angiography 25 2) Foto Dada 3) Pencitraan darah jantung (MUGA) 4) Angiografi koroner 5) Digital subtraksion angiografi (PSA) 6) Nuklear Magnetic Reconance (NMR) 2.1.1.8 Komplikasi Akut Miokard Infark (AMI) mengakibatkan beberapa komplikasi (Niel K, 2009) : a. Aritmia Aritmia lazim ditemukan pada fase akut AMI, hal ini dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit AMI. Aritmia perlu diobati bila menyebabkan gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan akibat mudahnya perluasan infark atau bila merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol. b. Bradikardi Sinus Umumnya disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai AMI inferior atau posterior. Bila hal ini menyebabkan keluhan hipotensi, gagal jantung atau bila disertai peningkatan intabilitas ventrikel diberi pengobatan dengan sulfas intravena. 26 c. Irama Nodal Irama nodal umumnya timbul karena protektif escape mechanism dan tak perlu diobati, kecuali bila amat lambat serta menyebabkan gangguan hemodinamik. Dalam hal terakhir ini dapat diberi atropine atau dipasang pacu jantung temporer. d. Asistolik Pada keadaan asistolik harus segera dilakukan resusitas kardio pulmonal serebral dan dipasang pacu jantung transtorakal. Harus dibedakan dengan fibrilasi ventrikel halus karena pada belakangan ini defribilasi dapat menolong. Pemberian adrenalin dan kalsium klorida atau kalsium glukonas harus dicoba. e. Kontraksi Atrium Prematur Bila kontraksi atrium prematur jaringan, pengobatan tidak perlu. Kontraksi atrium premature dapat sekunder akibat gagal jantung atau dalam hal ini pengobatan gagal jantung akan ikut menghilangkan kontraksi tersebut. 27 2.1.1.9 Penatalaksanaan AMI menurut Algoritma dari AHA : Timbul Gejala Menyediakan ambulasi untuk membawa pasien ke igd Pasien langsung dibawa ke IGD Dibawa keruang TRIASE IGD/ Perubahan perawat dalam menentukan keburukan pasien di ruang TRIASE : 1. Gejala dan tanda-tanda AMI 2. EKG 12 lead 3. Riwayat kesehatan Perawatan darurat melalui perawatan darurat pada area kondisi/ perawatan yang akut di IGD 1. Monitor jantung 4. Aliran darah 2. Terapi oksigen 5. Nitrogliserin 3. IV D5W 6. Aspirin Dokter mengevaluasi pasien darurat : 1. Riwayat 2. Pemeriksaan fisik 3. Interpretasi EKG Tidak Pasti Pasien AMI Konsultasi Ya Tidak Kandidat untuk terapi Fibrinolitik Ya Terapi fibrinolitik Tidak Pasti Mengevaluasi lebih lanjut Konsultasi Pengobatan yang digunakan antara lain : 1. Obat lain untuk AMI (beta-bloker, heparin, aspirin, nitrat) 2. Sambungkan ke kateter PTCA atau operasi CABG Menerima Gambar 2.1 Algoritma AMI (American Hospital Association (AHA), 2002) Melakukan pendidikan dan intruksi tindakan lebih lanjut Keluar IGD 28 2.1.1.10 Golden periode pada Akut Miokard Infark (AMI) dilakukan saat (Denis, 2010) : Kecepatan penanganan dirumah sakit dinilai dari pasien datang dirumah sakit dan mendapat terapi (door to ballon time) untuk Primary PCI, waktu untuk melakukan primary PCI (door to ballon time) adalah 90 menit sejak kontak medik pertama. PCI Primer adalah memasukkan kateter (melalui arteri femoral) ke dalam arteri koroner. Visualisasi dilakukan dengan sinar-x dengan bantuan injeksi medium kontras radioopaque melalui kateter. Ketika pembuluh darah koroner sudah dapat dilihat, identifikasi definitif arteri yang trombosis dapat dilakukan dan arteri dapat dibuka menggunakan balon pada ujung kateter sehingga terjadi reperfusi miokard yang mengalami infark. 2.1.2 Keluarga 2.1.2.1 Pengertian Keluarga adalah tempat dimana memelihara dan merawat anggota keluarga, anggota keluarga dapat menolong atau membantu dalam mencari tempat pelayanan sehingga anggota keluarga saling percaya (Richard, 2003). Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang perempuan yang sudah sendirian 29 dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau diadopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (sayekti, 1994). 2.1.2.2 Peran Keluarga Peran adalah perilaku yang berkenaan dengan siapa yang memegang posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial. Setiap perilaku individu menempati posisi-posisi multiple, orang dewasa dan pria suami (Biddle dalam friedman 2002) yang berkaitan dengan masingmasing posisi ini adalah sejumlah peran keluarga, beberapa peran yang terkaid adalah sebagai memelihara dan merawat anggota keluaga, memberikan perhatian di antara anggota keluarga (Friedman, 2002). Peran merupakan seperangkat tingkah laku seseorang yang diharapkan sesuai dengan fungsi, potensi, kemampuan serta tanggung jawabnya (Rice, 2001). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto, 2005). Ada dua macam peran : 1. Peran informal Peran informal adalah peran yang mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin dan lebih berdasarkan pada atribut personalitas atas kepribadian 30 individu. Peran formal dapat mempermudah pandangan terhadap sifat masalah yang dihadapi dan mendapatkan solusi yang tepat. Pelaksanaan peran informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran formal (friedman, 2002) Peran informal adalah peran yang bersifat implicit, biasanya tidak tampak, dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhankebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga (Maulani dkk, 2005). Berikut beberapa peran informal antara lain : a. Pendamai. Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik konflik dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau damai. b. Pencari nafkah. Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material maupun nonmaterial anggota keluarganya. c. Perawatan keluarga. Perawatan keluarga yaitu peran yang dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika ada yang sakit. d. Pendorong. Pendorong mempunyai arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, setuju dengan, dan menerima kontribusi dari orang lain. Akibatnya ia dapat merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk didengarkan. 31 2. Peran formal Peran formal merupakan peran yang membutuhkan ketrampilan dan kemampuan tertentu dalam menjalankan peran tersebut. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga yaitu ayah sebagai pencari nafkah, ibu sebagai pengatur ekonomi keluarga, di samping itu tugas pokok pengasuh anak. Jika salah satu anggota keluarga tidak dapat memenuhi suatu peran, maka anggota keluarga yang lainnya mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi dengan baik (Murray dkk dalam freadman, 2002). Setiap posisi peran dalam keluarga adalah peran yang terkait, yaitu sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, keluarga membagi peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu system. Ada peran yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan tertentu, ada juga peran yang tidak terlalu komplek, sehingga dapat didelegasikan kepada mereka yang kurang trampil atau kepada mereka (Maulani dkk 2005). yang kurang memiliki kekuasaan 32 Peran formal yang standar dapat terdapat dalam keluarga (pencari nafkah, ibu rumah tangga, sopir, pengasuh anak, dan lain-lain). Jika dalam keluarga hanya terdapat sedikit orang yang memenuhi peran ini, maka akan lebih banyak tuntutan dan kesempatan bagi anggota keluarga untuk memerankan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Jika seorang anggota keluarga meninggalkan rumah, dan karenanya ia tidak memenuhi suatu peran, maka anggota lainnya akan mengambil alih kekosongan ini dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi (Maulani dkk 2005). Peran yang membentuk posisi sosial sebagai suami (ayah) dan istri (ibu) antara lain sebagai berikut: a. Peran sebagai provaider atau penyedia b. Sebagai pengantur rumah tangga c. Perawat anak, baik yang sehat maupun yang sakit. d. Sosialisasi dan rekreasi anak e. Peran terapeutik dan peran sosial 2.1.1.3 Faktor yang mempengaruhi peran 1. Faktor Kelas Sosial Kelas sosial ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Pendapatan seseorang dari segi finansial akan mempengaruhi status ekonomi, dimana dengan pendapatan yang lebih besar memungkinkan lebih bisa terpenuhinya kebutuhan, sehingga yang ada dimasyarakat 33 bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi pula kelas sosialnya (Notoatmojo, 2003). Pada keluarga dengan status ekonomi kurang, peran orang tua merupakan hal paling penting dari sang ibu, dimana ibu lebih jauh berfisat tradisional dalam pandangannya terhadap pengasuhan anak dengan suatu penekanan yang lebih besar pada kehormatan, kepatuhan, kebersihan dan disiplin bila dibandingkan dengan keluarga menengah keatas yang lebih menitik beratkan pada pengembangan pengendalian kekuatan sendiri dan kemandirian prinsip perkembangan dengan orang tua dan anak (Besmer friedman, 2002). 2. Faktor Tahap Perkembangan Keluarga Tahap perkembangan keluarga dimulai dari terjadinya pernikahan yang menyatukan dua pribadi yang berbeda, dilanjutkan dengan tahap persiapan menjadi orang tua. Tahap selanjutnya adalah menjadi orang tua dengan anak usia banyi sampai tahap-tahap berikutnya yang berakhir dengan tahap berduka kembali dimana dalam setiap tahap individu mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan keadaan (Wong, 2009). 3. Faktor Peristiwa Situasional khususnya masalah kesehatan atau sakit Kejadian kehidupan situasional yang berhadangan dengan keluarga dengan pengaruh sehat sakit terhadap peran keluarga, 34 peran sentral ibu sebagai pembuat keputusan tentang kesehatan utama, pendidik, konselor, dan pemberi asuhan dalam keluarga (Lidman dan Friedman, 2002). 4. Faktor Model Peran Individu merupakan bagian dari masyarakat, informasi yang diterima individu terkaid dengan masalah sehari-hari dalam masyarakat akan menyebabkan masalah peran dari individu tersebut sehingga akan terjadi transisi peran dan konflik peran (Friedman, 2002). 2.1.3 Pengalaman keluarga Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. (Knoers & Haditono, 1999). Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung) ( KBBI, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi. (Daehler & Bukatko, 2002). 35 Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa pengalaman merupakan tingkah laku, perilaku, dan sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung). Peran keluarga dalam menghadapi serangan AMI pada anggota keluarga salah satunya untuk mengurangi keterlambatan dalam penanganannya. 36 2.2 Kerangka Teori Faktor Penyebab AMI A. Faktor resiko yang B. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Riwayat keluarga 4. Geografi dapat dimodifikasi : 1. Merokok 2. Konsumsi alkohol 3. Infeksi 4. Hipertensi sistemik Golden periode pada AMI 5. Obesitas 6. Penyakit diabetes Faktor yang mempengaruhi peran : 1. F. kelas sosial 2. F. tahap perkembangan keluarga. 3. F. model peran Serangan Akut Miokard Infark (AMI) Membawa ke fasilitas kesehatan Komplikasi AMI : Peran keluarga Macam-macam peran: 1. Peran informal 2. Peran formal 1. 2. 3. 4. Aritmia Bradikardi sinus Irama nodal Asistolik Penatalaksanaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Terapi oksigen Pemberian obat Monitor jantung IV D5W Kateter PTCA Operasi CABG Gambar 2.2 Kerangka Teori (Setianto 2003, Edwards 2007, Sudiharto 2005) 37 2.3 Fokus Penelitian Serangan AMI Mencari pelayanan kesehatan Penatalaksanaan Serangan AMI di Rumah Tindakan di rumah Persepsi Peran Keluarga Respon emosional Gambar 2.3 Fokus Penelitian Keterangan : ----------- : Tidak diteliti : Diteliti Fokus pada penelitian ini untuk mengetahui pengalaman keluarga saat terjadi serangan AMI dan tindakan keluarga dalam menghadipi serangan AMI saat di rumah karena keluarga sangat berperan dalam penanganan terjadinya serangan AMI dan tindakan mereka untuk mencari pelayanan kesehatan segera sangat penting dan bagimana respon emosional antar anggota keluarga. 38 2.4 Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Keaslian Penelitian Nama Judul Penelitian Metode Peneliti Elsevier B.V women’s experiences Kualitatif pada tahun and behavior at onset dengan 2011 of symptoms of ST study cohort segment elevation acute myocardial infarction Mohsen Taghaddosi, Mansour Dianati, Javad Fath Gharib Bidgoli, Javad Bahonaran pada tahun 2010 Delay and its related factors in seeking treatment in patients with acute myocardial infarction Kuantitatif dengan Cros sectional Hasil Bahwa lebih banyak pengetahuan tentang AMI harus diberikan kepada pasien dan keluarga tentang gejala yang timbul dari AMI, dan pentingnya memiliki rencana rencana yang harus dipersiapkan saat terjadi serangan kasus. Karena anggota keluarga memainkan peran penting dalam mengurangi keterlambatan pengobatan setelah timbulnya gejala AMI, mereka harus secara aktif terlibat dalam program-progam pendidikan tersebut. Hasil dari 131 pasien (69%) mempunya keterlambatan dalam mencari pengobatan. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, status ekonomi, pendidikan, mengacu pada dokter umum untuk merujuk kerumah sakit yang lebih baik, tingkat keparahan gejala dipengaruhi dengan pedesaan dan saat timbulnya gejala pada malam hari, berhubungan dengan penundaan pengobatan. Penyebab penundaan antara lain : berharap gejala untuk mengurangi secara spontan, menghubungkan gejala dengan masalahlain selain masalah jantungdan mengabaikan gejala. 39 ossein Farshidi, Shafei Rahimi, Ahmadnoor Abdi, Sarah Salehi, Abdoulhoss ain Madani pada tahun 2012 Factors Associated With Pre-hospital Delay in Patients With Acute Myocardial Infarction Kuantitatif dengan Cros sectional Hasil dari 35,7% pasien tiba selama satu jam setelah serangan terjadi, dan 7,9% tiba setelah 24 jam serangan . Pasien memiliki pendidikan tingkat tinggi dengan riwayat keluar ga penyakit akut miokard infark telah secara signifikan lebih sedikit keterlambatan dalam ti ba di rumah sakit. Sedangkan yang berpendidikan rendah lebih banyak keterlambatannya dalam tiba ke rumah sakit karena faktorfaktor yang mempengaru : Umur, status perkawinan, jenis kelamin, jauhnya akses pelanyanan menuju rumah sakit,pendidikan,pengetahuan , persepsi keluarga paling umum yang menyebabkan keterlambatan kedatangan tiba kerumah sakit karena kebnyakan menunggu penyembuhan secara spontan. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi pemahaman dan interpretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman manusia (individu) dalam berbagai bentuk (Poerwandari, 2009). Peneliti mengambil metode kualitatif karena penelitian ini dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting), dimana peneliti sebagai instrumen kunci, menggunakan data yang pasti dan untuk mendapatkan data yang mendalam karena setiap keluarga atau orang mempunyai pengalaman yang berbedabeda. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskripsif studi fenomenologi. Fenomenologi adalah memberikan deskripsi, refleksi, interprestasi, dan modus riset yang menyampaikan intisari dari pengalaman kehidupan individu yang diteliti (Van manen, 2007). Pendekatan deskriptif fenomenologi dinilai dapat menjelaskan fokus permasalahan (Poerwadi, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pengalaman keluarga, peran, prilaku, emosional, penanganan dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga. 40 41 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sragen pada bulan Januari sampai dengan Juni 2015 (Jadwal terlampir). Penelitian ini dilakukan di RSUD Sragen karena angka kematian AMI pada tiga bulan terakhir ini tinggi berjumlah 10 pasien (RM. RSUD Sragen, 2014). 3.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini yaitu semua keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan Akut Miokard Infark (AMI) di RSUD Sragen dengan kriteria (Morse, 2000). yang sudah Teknik ditentukan pengambilan hingga sampel tercapai saturasi dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yaitu pengambilan sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2009). Sampel berasal dari keluarga di RSUD Sragen dengan kriteria : 1. Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit Akut Miokard Infark (AMI) di RSUD Sragen. 3.4 2. Keluarga yang memiliki serangan AMI kurang dari satu tahun. 3. Keluarga yang setuju untuk di jadikan responden pada penelitian ini. Instrumen dan prosedur Pengumpulan Data a. Instrumen Instrumen dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu : 42 a) Instrumen inti Peneliti dalam penelitian ini merupakan instrument atau alat dalam penelitian, karena peneliti sebagai perencana, penafsir data pengevaluasi hasil penelitian. Peneliti harus paham metode penelitian, penguasaan teori wawancara terhadap bidang yang akan diteliti, dan peneliti siap untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. b) Instrumen penunjang Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu lembar alat pengumpul data (meliputi nama, umur, alamat, pendidikan), alat tulis (buku dan bolpoin), alat perekam dengan menggunakan handphone dengan voice notes recorder karena hasil rekaman terdengar jelas dan pedoman wawancara semi terstruktur yang terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai Akut Miokard Infark (AMI). b. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain (Creswell, 2013) : 1) Tahap Persiapan Setelah peneliti mendapat surat ijin penelitian dari STIKes Kusuma Husada Surakarta, peneliti akan minta ijin kepada RSUD Sragen untuk meneliti di Tempat tersebut, setelah mendapat ijin peneliti akan meminta ijin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang ada pada rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada informan, 43 menjelaskan tujuan yang dilakukannya, mengecek instrument penunjang seperti alat perekam, peneliti harus menguasai konsep, latihan wawancara terlebih dahulu dan menguji coba wawancara terlebih dahulu. 2) Tahap Pelaksanaan Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat penelitiannya. Wawancara Semi terstruktur, wawancara ini termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Tujuan dari wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Urutan pertanyaan tergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Wawancara dimulai dari partisipan pertama pada tanggal 5 Februari 2015, partisipan kedua 21 februari 2015, partisipan ketiga 24 februari 2015, partisipan keempat dan kelima 21 februari 2015 dan partisipan keenam dan ketuju pada tanggal 26 februari 2015 dilakukan selama 30 menit, wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka (Open-ended questions) dan menggunakan bantuan pertanyaan wawancara yang telah disiapkan sebelumnya (Stars H, 2007). 44 3) Tahap Terminasi Penulis menulis laporan, mendokumentasikan hasilnya. Dalam penulisan laporan, peneliti harus mampu menuliskan setiap frasa, kata dan kalimat serta pengertian secara tepat sehingga dapat mendeskripsikan data dan hasil analisa yang telah diambil. Penulis mencatat kembali jika ada data tambahan, peneliti memberikan reward kepada informan, peneliti menyatakan bahwa penelitiannya sudah selesai kepada informan. 3.5 Analisa data Analisa Data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian (Creswell, 2013). Teknik analisa yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Collaizi (Creswell, 2013). Alasan metode ini didasarkan dengan filosofi Husserl, yaitu suatu penampakan fenomena informan, sehingga sangat cocok untuk memahami arti dari suatu makna fenomena keluarga dalam menghadapi serangan AMI. Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut : 1. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam bentuk narasi yang bersumber dari wawancara. 2. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan. 45 Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang sama seperti informan. 3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau mirip maka pernyataan ini diabaikan. 4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan kata kunci yang sesuai pernyataan penelitian, selanjutnya mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhatihati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan. Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang lain. 5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi kembali kelompok tema tersebut. 6. Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian. 7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian. 46 3.6 Keabsahan Data Dalam pengujian keabsahan data, metode yang digunakan pada penelitiam ini meliputi : 1. Pengujian Transferability Merupakan validitas eksternal, menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkan hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil (Rosbon, 2011). Peneliti dalam membuat laporan memberikan uraian yang rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya. Peneliti menggunakan sumber yang falit seperti jurnal dan teori yang sudah ada, sumber yang diteliti dicantumkan di daftar pustaka, uraian hasil dibuwat skematik . 2. Pengujian Dependebility Peneliti melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Dimana pembimbing memantau aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian (Creswell, 2013). Peneliti mulai menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan dapat ditunjukkan. Peneliti melampirkan lembar konsultasi dan lembar penelitian. 3. Pengujian Konfirmability Penelitian ini telah disepakati oleh orang banyak. Dimana hasil penelitiannya di uji dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan peneliti (Creswell, 2013). Dalam penelitian jangan sampai prosesnya tidak ada, 47 tetapi hasilnya ada. Peneliti mendapatkan persetujuan dari informan dan menyertakan surat-surat yang sudah diperolehnya. Peneliti melampirkan lembar inform konsen. 3.7 Prinsip-prinsip Etika Penelitian 1. Menghargai Harkat dan Martabat partisipan Prinsip ini dapat dilakukan peneliti untuk memenuhi hak-hak informan dengan cara menjaga kerahasiaan identitas informan (anonymity), kerahasiaan data (confidentiality), menghargai privacy dan dignity, dan menghormati otonomi (respect for autonomy) (Kvale, 2011). Informan mempunyai hak otonomi untuk menentukan keputusannya secara sadar dan sukarela/ tanpa paksaan setelah diberikan penjelasan oleh peneliti dan memahami bentuk partisipannya dalam penelitian yang dilakukan Menjamin kerahasiaan (confidentiality) data, peneliti menyimpan seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan mengikuti penelitian, biodata, hasil rekaman dan transkrip wawancara dan hasil rekaman diberi kode informan tanpa nama (hak anonymity), untuk selanjutnya disimpan di dalam file khusus. Hal ini dilakukan peneliti untuk menghormati prinsip privacy dan dignity. 2. Prinsip keadilan (Justice) Merupakan hak untuk diperlakukan adil dan tidak dibeda-bedakan diantara mereka selama kegiatan penelitian dilakukan (Kvale, 2011). Setiap peneliti memberi perlakuan dan penghargaan yang sama dalam hal 48 apa pun selama kegiatan penelitian dilakukan tanpa memandang suku, agama, etnis, dan kelas sosial. Peneliti memberikan kesempatan yang sama kepada partisipan untuk memilih tempat dan waktu yang sama. 3. Persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) Merupakan persetujuan antara peneliti dan informan dengan memberikan lembar persetujuan. Pernyataan persetujuan diberikan kepada informan setelah memperoleh berbagai informasi berupa tujuan. Jika partisipan setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (Kvale, 2011). Peneliti meminta persetujuan dari informan terlebih dahulu (lisan atau tulisan) untuk berpartisipasi pada penelitian yang dilakukan, peneliti memberkan informasi yang jelas kepada informan. BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab empat ini dijelaskan mengenai hasil penelitian yang didapatkan terkait pengalaman keluarga dalam menghadapi kejadian serangan AMI pada anggota keluarga di RSUD Sragen. Tema-tema yang didapatkan dari penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan pada tuju anggota keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit AMI. Tema yang didapat meliputi empat tema antara lain pengenalan awal terhadap serangan AMI, respon psikologis menghadapi serangan AMI, penyebab keterlambatan di bawa kerumah sakit, ketidakpuasan pada pengobatan alternatif. Berikut uraian dari diskripsi tempat penelitian dan serta hasil analisi tema yang muncul. 4.1 Diskripsi tempat penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Sragen merupakan rumah sakit negeri kelas B. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. RSUD Sragen memiliki angka kematian penyakit AMI yang cukup banyak pada tahun 2014 sebanyak 106 pasien dan rumah sakit sragen menjadi rujukan di daerah sragen dan ngawi (RM RSUD Sragen, 2014) 4.2 Karakteristik partisipan Karakteristik ketujuh partisipan yang bersedia untuk dilakukan wawancara antara lain sebagai berikut : partisipan satu (P1) adalah perempuan 49 50 berusia 51 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan wiraswasta dan lama merawat keluarga dengan penyakit AMI empat tahun. Partisipan kedua (P2) perempuan usia 46 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan sebagai wiraswasta dan lama merawat anggota keluarga dengan penyakit AMI dua tahun. Partisipan ketiga (P3) laki-laki usia 32 tahun pendidikan terakhir SMA pekerjaan wiraswasta dan lama merawat anggota keluarga dengan AMI satu tahun. Partisipan keempat (P4) perempuan berusia 55 tahun pendidikan terakhir SMA pekerjaan ibu rumah tangga dan lama merawat anggota keluarga dengan AMI dua tahun. Partisipan kelima (P5) perempuan berusia 61 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan ibu rumah tangga dan lama merawat anggota keluarga dengan AMI tiga tahun.Partisipan keenam (P6) perempuan berusia 41 tahun pendidikan terakhir SMK pekerjaan ibu rumah tangga dan lama merawat keluarga dengan AMI enam tahun.Partisipan ketuju (P7) laki-laki berusia 47 tahun pendidikan terakhir sarjana pekerjaan guru dan lama merawat anggota keluarga dengan AMI empat tahun. 4.3 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil wawancara terhadap tuju partisipan dari anggota keluarga dengan AMI diketahui pengalaman keluarga dalam menghadapi terjadinya serangan AMI di RSUD Sragen. Wawancara dilakukan selama kurang lebih 20 sampai 35 menit, waktu dan tempat sudah disepakati oleh partisipan sebelumnya dan saat wawancara dipilih tempat yang jauh dari keramaian supaya partisipan dapat mengungkapkan jawaban yang diberikan 51 oleh peneliti secara mendalam dan terbuka mengenai pengalaman, tindakan dan respon partisipan dalam menghadapi serangan AMI pada anggota keluarganya. Penelitian ini menghasilkan 4 tema berdasarkan hasil analisis tematik yang dilakukan. Analisis tema disusun mulai dari pencarian kata kunci, pengelompokan kategori-kategori yang kemudian membentuk sub tema dan menjadi tema yang sudah dihasilkan dari hasil penelitian. Penelitian ini menemukan komponen pengalaman awal terhadap serangan AMI, respon psikologis menghadapi serangan AMI, penyebab keterlambatan di bawa ke rumah sakit, kecenderungan memilih pengobatan medis. Berikut akan di jelaskan tema-tema yang di temukan. 4.3.1. Tujuan khusus 1 : Mengidentifikasi persepsi keluarga terhadap serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di RSUD Sragen. Mengidentifikasi persepsi keluarga dalam menghadapi serangan AMI di dapatkan satu tema yaitu pengenalan awal terhadap serangan AMI dari tema di atas didapatkan dua sub Tema yaitu penyakit yang wajar dan penyakit yang mengancam kehidupan. sub Tema Penyakit yang wajar di kategorikan dalam dua kategori yaitu masuk angin biasa dan penyakit yang tidak berbahaya. Masuk angin biasa diungkapkan oleh kelima partisipan seperti berikut : “lha apa masuk angin…” (partisipan 1) “lha anggapan nya orang desa kan paling Cuma masuk angin…”(partisipan 1) “…paling ya seperti masuk angin biasa tadi mbak” (partisipan 4) 52 “…saya kira sakit masuk angin biasa mbak…”(partisipan 5) “…itu awalnya saya kira masuk angin biasa mbak…”(partisipan 6) “… dulu saya kira ya masuk angin biasa itu mbak…”(partisipan 7) Partisipan mempersepsikan bahwa penyakit jantung merupakan penyakit Masuk angin biasa yang wajar dan tidak berbahaya. Masuk angin di anggap hanya seseorang tersebut sedang kurang enak badan. Selain penyakit jantung dipersepsikan sebagai masuk angin biasa penyakit jantung juga di persepsikan sebagai penyakit yang tidak berbahaya seperti ungkapan kedua partisipan berikut ini : “mungkin gara-gara kecapekan tadi juga bisa…”(partisipan 3) “ya menurut saya ya tidak berbahaya mbak…”(partisipan 6) “…sakit yang tidak parah mbak jika segera ditangani…”(partisipan 6) Penyakit jantung di persepsikan sebagai penyakit jantung yang tidak berbahaya karena anggapan mereka bahwa penyakit jantung tidak parah dan tidak berbahaya karena disebabkan oleh keletihan saja. sub Tema Penyakit yang mengancam kehidupan dibedakan menjadi dua kategori yaitu penyakit yang berbahaya dan penyakit yang menyakitkan. Penyakit yang berbahaya seperti yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut ungkapan mereka: “pengertiannya ya mbak penyakit jantung berat…”(partisipan 2) “…kalau tidak segera ditangani bisa menjadi kematian mbak…”(partisipan 5) “…penyakit yang berbahaya mbak…”(partisipan 7) Penyakit yang berbahaya merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan penyakit yang mematikan jika tidak segera ditangi secepatnya. 53 Penyakit yang mengancam kehidupan di kategorikan ke dalam penyakit yang menyakitkan seperti ungkapan partisipan berikut ini: “…sakit yang sangat-sangat sakit…”(Partisipan 5). Ungkapan partisipan tersebut menyatakan bahwa penyakit jantung merupakan penyakit yang sangat-sangat sakit dan penyakit yang tidak bisa diungkapkan oleh hal apapun juga. Komponen pengenalan awal terhadap AMI dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini : Masuk angin Masuk angin biasa Penyakit yang wajar Kecapekan Pengenalan awal terhadap serangan AMI Tidak berbahaya Tidak parah Penyakit jantung berat Penyakit yang berbahaya Menjadi kematian berbahaya Sakit yang sangatsangat sakit Menyakitkan Gambar 4.1 bagan Tema pertama Penyakit yang mengancam kehidupan 54 4.3.2. Tujuan khusus 2 mengidentifikasi respon emosional keluarga dalam menghadapi kejadian serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga Mengidentifikasi respon emosional keluarga di dapatkan satu Tema yaitu respon psikologis menghadapi serangan AMI. tema dibagun oleh sub Tema yaitu respon berduka, cemas, respon penyangkalan dan respon simpati. sub Tema respon berduka disusun oleh dua kategori yaitu sedih dan menangis. Kategori sedih seperti yang diungkapkan oleh keenam partisipan sebagai berikut: “ ya sedih mbak…”(partisipan 1) “sedih mbak-mbak kalau melihatnya”.(partisipan 2) “ya kaget sedih juga …”(partisipan 3) “…yang jelas sedih was-was kawatir takut mbak…”(partisipan 5) “ya yang jelas sedih mbak…”(partisipan 6) “…sedih juga mbak…”(partisipan 7) kehilangan Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa respon yang dialami oleh partisipan diatas yaitu sedih ketika salah satu anggota keluarganya mengalami cobaan yang sedang dihadapi. Respon berduka dipersepsikan sebagai kategori menangis, yang diungkapkan oleh ketiga partisipan sebagai berikut: “masyallah saya sudah panik sudah nangis bingung…”(partisipan 5) “…saya kaget mbak nangis terus”.(partisipan 6) “…nangis tidak karuan mbak…”(partisipan 7) “menangis gara-gara takut kehilangan mbak…(partisipan 7) Ungkapan partisian diatas menunjukan bahwa respon yang dirasakan oleh para partisipan diatas salah satunya menangis karena 55 partisipan tidak tega dengan salah satu anggotanya yang sedang mengalami serangan jantung. Tema dari respon psikologis menghadapi serangan AMI juga di susun oleh sub Tema cemas. Cemas di kategorikan ke dalam kategori takut dan panik. Kategori takut di ungkapkan oleh ketiga partisipan sebagai berikut: “…kawatir takut kehilangan mbak…”(partisipan 5) “…was-was itu pasti ada mbak…”(partisipan 5) “…rasa takut kehilangan mbak sama anggota saya…”(partisipan 6) “takut kehilangan…”(partisipan 7) keluarga Pernyataan partisipan diatas menunjukan bahwa Takut merupakan respon yang sedang dihadapi oleh partisipan karena partisipan takut untuk kehilangan anggota keluarganya. Selain cemas di kategorikan sebagai kategori takut cemas juga di kategorikan sebagai kategori panik seperti yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut: “masyallah saya sudah panik sudah nangis bingung…”(partisipan 5) “…sudah tidak karuan perasaan saya mbak…”(partisipan 6) “ya yang panik lah yang bingung campur jadi satu mbak”(partisipan 6) “saya bingung mbak, kakak saya ini kenapa…”(partisipan 7) “…yang jelas panik mbak…”(partisipan 7) Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa respon panik merupakan respon yang sedang dialami oleh partisipan dan salah satu partisipan diatas mengatakan bahwa bingung ketika menghadapi anggota keluarga yang sedang mengalami serangan AMI. 56 Selain Sub Tema di atas tema dari respon psikologis menghadapi serangan serangan AMI juga di bagun oleh sub tema respon penyangkalan yang disusun oleh kategori tidak menduga yang di ungkapkan oleh keempat partisipan berikut : “ya kaget tidak menyangka kalau bapak saya memiliki penyakit itu”.(partisipan 3) “…ya kaget sedih sama heran…”(partisipan 3) “…tidak menyangka saja mbak”.(partisipan 4) “…saya kaget mbak…”(partisipan 6) “ya saya kaget mbak…”(partisipan 7) Tidak menduga merupakan ungkapan partisipan karena mereka kaget ketika anggota keluarganya mengalami serangan AMI. mereka tidak menyangka kalau anggota keluarganya ada yang mengalami serangang AMI. Tema dari respon psikologis menghadapi serangan AMI juga di bangun oleh sub Tema respon berduka yang di kategorikan ke dalam kategori kasihan yang diungkapkan oleh kelima partisipan berikut: “kasian orang dirumah sakit itu sudah bosan”.(partisipan 1) “sebenarnya ya kasian…”(partisipan 2) “…kasian mbak orang ibaratnya tinggal hidup enak…”(partisipan 4) “kasian juga mbak udah tua kok malah kayak gini”.(partisipan 6) “kasian mbak anak-anaknya masih kecil…”(partisipan 7) Ketiga partisipan diatas mengungkapkan bahwa kasian merupakan respon yang dialaminya karena anggota keluarganya mengalami serangan AMI sehingga mereka merasakan hal yang sedang dirasakan oleh anggota keluarganya yang sedang mengalami serangan AMI. 57 Komponen respon psikologis menghadapi serangan AMI dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini : Sedih Sedih Respon berduka 1.Nangis Menangis 2.Menangis s 1.Takut kehilangan Takut Cemas 2.Was-was 1.Panik Panik Respon psikologis menghadapi serangan AMI 2.Bingung 3.Tidak karuan perasaan saya 1.Kaget tidak menyangka Respon Tidak menduga 2. Kaget Penyangkal an 3.Heran 4.Tidak menyangka Kasihan Kasihan Respon simpati Gambar 4.2 bagan Tema kedua 58 4.3.2 Tujuan khusus 3 : mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong keluarga saat terjadi serangan Akut Miokard Infark (AMI). Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong anggota keluarga saat terjadi serangan AMI didapat dua tema yaitu penyebab keterlambatan dibawa ke rumah sakit dan kecenderungan memilih pengobatan medis. Tema tersebut di bangun oleh beberapa sub tema berikut: a. Tema penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit di bangun oleh lima sub Tema yaitu tindakan massase, pemberian posisi semi flower, terapi suhu, terapi relaksasi, pemberian obat medis, pemberian obat tradisional. sub Tema tindakan massase disusun oleh kategori yaitu memijat. Kategori memijat di ungkapkan oleh ketuju partisipan sebagai berikut: “paling nenek saya menyuruh untuk dikerok’I…kalau di kerok’I biar cepet sembuh…”(partisipan 1) “kalau keringat dingin ya saya pijitin…”(partisipan 1) “dulu ya saya kerokin…”(partisipan 2) “…ya saya kerokin…”(partisipan 3) “dipijitin sebentar…”(partisipan 3) “ya saya kerokin itu…”(partisipan 4) “…yang saya lakukan hanya ngerokin…”(partisipan 5) “…sama saya kerok’I mbak biar cepet sembuh…”(partisipan 6) “…saya pijitin terus saya kasih minum…”(partisipan 6) “…dikerokin sama dipijitin kok tidak sembuhsembuh…”(partisipan 7) Pernyataan partisipan diatas menunjukan bahwa hal yang pertama kali mereka lakukan adalah tindakan memijat dan 59 mengerokin anggota keluarga yang sedang mengalami serangan AMI tersebut. Selain sub Tema pertolongan pertama dirumah juga di bedakan ke dalam sub Tema pemberian posisi semi flower dikategorikan sebagai kategori pemberian posisi setengah duduk seperti yang diungkapkan oleh partisipan berikut: “tiduran saja,saat sesak nafas itu ya dikasih bantal biar agak atas”(partisipan 1). Partisipan mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan untuk menolong anggota keluarga yang terkena serangan AMI hanya memberikan bantal saja supaya pernafasannya lancar dan tidak sesak lagi. Tema penyebab keterlambatan di bawa ke rumah sakit selain dibangun oleh sub tema pemberian posisi semi flower Juga di bangun oleh sub Tema terapi suhu yang disusun oleh kategori minum air hangat yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut : “terus minum air hangat biar cepat sembuh”.(partisipan 1) “…saya kasih minum air hangat itu mbak…”(partisipan 5) “…terus ya kasih minum air teh hangat itu mbak”.(partisipan 6) Minum air hangat merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh partisipan yang bertujuan agar anggota keluarganya cepat sembuh Selain sub Tema terapi suhu dari tema penyebab keterlambatan di bawa ke rumah sakit juga di susun oleh sub 60 Tema terapi relaksasi yang di susun oleh kategori kompres botol hangat yang di ungkapkan oleh partisipan berikut : “saya kasih air panas di punggungnya…”(partisipan 5) Pernyataan partisipan Kompres botol hangat merupakan salah satu tindakan yang mereka lakukan untuk menolong anggota keluarganya. Selain kategori kompres botol hangat sub tema terapi relaksasi juga disusun oleh kategori pemberian minyak herbal yang diungkapkan oleh kelima partisipan berikut: “…saya kasih minyak gosok itu mbak”.(partisipan 1) “…terus saya kasih balsem juga mbak…”(partisipan 4) “…saya kasih minyak kayu putih mbak yang banyak…”(partisipan 5) “…saya kasih minyak kayu putih itu juga mbak…”(partisipan 6) “…saya kasih minyak tawon itu juga ya tidak sembuhsembuh…”(partisipan 7) Ungkapan partisipan menunjukan bahwa Pemberian minyak herbal merupakan tindakan untuk menyembuhkan penyakit jantung tetapi salah satu partisipan mengatakan kalau dikasih minyak herbal tidak segera sembuh. Selain sub Tema terapi relaksasi tema penyebab keterlambatan di bawa ke rumah sakit juga di bangun oleh sub Tema pemberian obat medis yang di susun oleh kategori pemberian obat tanpa resep yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut: 61 “kalau kumat ya minum obat dari apotik itu”.(partisipan 2) “…hanya saya kasih bodrek …”(partisipan 5) “…membelikan obat napasin dari warung saja…”(partisipan 5) “…saya kasih obat dari warung itu mbak…”(partisipan 6) Partisipan mengungkapkan bahwa pemberian obat tanpa resep merupakan tindakan yang dilakukan oleh beberapa partisipan agar mempercepat penyembuhan serangan AMI. Selain sub Tema di atas tema penyebab keterlambatan dibawa ke rumah sakit juga dibangun oleh sub Tema pemberian obat tradisional yang disusun oleh kategori minum ramuan herbal yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut: “paling jamu mbak, jamu pegelinu itu…”(partisipan 3) “…jamu pegelinu itu mbak ya biar cepet sembuh… ”(partisipan 6) “saya kasih jamu itu ya biar cepat sembuh mbak”.(partisipan 7) Ungkapan partisipan menunjukan bahwa memberikan ramuan herbal merupakan tindakan yang mwmbuat sembuh anggota keluarganya yang terkena serangan jantung 62 Komponen penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut : 1.kerokin Tindakan massase Memijat 2.pijitin Tiduran dikasih bantal posisi setengah duduk Pemberian posisi semi flower 1.minum air hangat 2.minum air teh hangat Kasih air panas di punggungnya Minum air hangat Terapi suhu Kompres botol hangat Terapi relaksasi 1.minyak gosok Pemberian minyak herbal 2.balsem 3.minyak kayu putih 4.minyak tawon 1.minum obat dari apotik 2.bodrek 3.obat napasin dari warung 4.obat dari warung Jamu pegel linu Pemberian obat tanpa resep Minum ramuan herbal Pemberian obat medis Pemberian obat tradisional Gambar 4.3 bagan Tema ketiga Penyebab keterlamb atan di bawa kerumah sakit 63 b. Tema kecenderungan memilih pengobatan medis di bangun oleh dua sub tema yaitu di bawa ke pelayanan kesehatan dan ketidakpuasan pada pengobatan alternatife. sub Tema dibawa ke pelayanan kesehatan disusun oleh dua kategori yaitu dibawa kerumah sakit dan dibawa kepuskesmas. Kategori dibawa kerumah sakit di ungkapkan oleh keempat partisipan berikut : “…langsung saya bawa kerumah sakit…”(partisipan 1) “…saya bawa kerumah sakit langsung mbak”.(partisipan 2) “…langsung dibawa kerumah sakit sambirejo itu ya langsung di rujuk kerumah sakit sragen”(partisipan 3) “…saya bawa kerumah sakit…”(partisipan 5) Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa dibawa kerumah sakit merupakan solusi yang paling tepat untuk pertolongan pertama bagi anggota keluarganya supaya dapat segera terselamatkan. Selain kategori dibawa kerumah sakit sub Tema di bawa ke pelayanan kesehatan juga disusun oleh kategori dibawa ke puskesmas yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut : “…tidak sembuh-sembuh ya terus saya bawa kepuskesmas mbak”(partisipan 4) “…saya bawa kepuskesmas mbak”(partisipan 6) “…terus akhirnya ya saya periksakan kepuskesmas…”(partisipan 7) 64 Di bawa ke puskesmas merupakan penanganan yang tepat untuk penyakit jantung agar segera mendapatkan pertolongan pertama. Selain sub tema di bawa ke pelayanan kesehatan juga di bangun oleh sub tema ketidak puasan pada pengobatan alternatif yang disusun oleh tiga kategori yaitu tidak membawa kepengobatan alternatif, tidak percaya dengan alternatif dan tidak sembuh dibawa kealternatif. Kategori tidak membawa kepengobatan alternatif diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut : “pokoknya pas nenek saya sakit tidak dibawa kemana-mana, yang pengobatan alternatife atau yang lainnya ya tidak mbak, ya langsung di bawa kerumah sakit”.(partisipan 1) “diherbal-herbal ya tidak pernah…”(partisipan 3) “…tidak pernah ketabib atau kedukun atau ke alternatif itu tidak pernah”.(partisipan 5) Ungkapan partisipan diatas menyatakan bahwa Tidak membawa kepengobatan alternatif merupakan salah satu tindakan yang mereka lakukan karena mereka langsung membawa ke pelayanan kesehatan Selain kategori tidak membawa kepengobatan alternatif juga disusun oleh kategori tidak percaya dengan alternatif yang diungkapkan oleh partisipan berikut : “…dialternatif itu saya kurang puas yang jelas saya kurang percaya dengan alternatif”.(partisipan 5) 65 Partisipan menyatakan bahwa Tidak percaya dengan alternatif karena partisipan tidak puas dengan pengobatan alternatif dan partisipan tidak percaya dengan pengobatan alternatif. Selain kategori tidak percaya dengan alternatif juga dibangun oleh kategori tidak sembuh dibawa kealternatife yang diungkapkan oleh ke tiga partisipan berikut : “…tidak mbak-mbak… kalau saya bawa kealternatife ya kelamaan mbak nanti malah tidak tertolong”(partisipan 4) “saya bawa kepengobatan alternatife mbak fikirnya saya itu biar cepet sembuh mbak tapi kok belum sembuhsembuh...”(partisipan 6) “kepengobatan herbal tidak sembuh-sembuh ya saya bawa kepuskesmas…”(partisipan 7) Pernyataan partisipan mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan adalah membawa kepengobatan alternatife dan mereka membawanya dan Tidak sembuh dibawa kealternatif. 66 Komponen kecenderungan memilih pengobatan alternatif dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut: Ke rumah sakit Ke puskesmas 1.Tidak dibawa ke pengobatan alteratife 2. Diherbalherbal juga tidak Kurang percaya Dibawa kerumah sakit Dibawa ke pelayanan kesehatan Dibawa ke puskesmas Tidak membawa ke pengobatan alternatif Tidak percaya dengan alternatif Kecenderungan memilih pengobatan medis Ketidakpuasan pada pengobatan alternatif 1.Lama 2.Belum sembuh 3.Tidak sembuh Tidak sembuh dibawa ke alternatif Gambar 4.4 bagan Tema keempat 67 4.4 SKEMATIK Serangan AMI Pengenalan awal terhadap serangan AMI 1. Penyakit yang wajar a. Masuk angin biasa b. Penyakit yang tidak berbahaya 2. Penyakit yang mengancam kehidupan a. Penyakit yang berbahaya b. Menyakitkan Respon psikologis menghadapi serangan AMI 1. Respon berduka a. Sedih b. Menangis 2. Cemas a. Takut b. Panik 3. Respon penyangkalan a. Tidak menduka 4. Respon simpati a. Kasian Kecenderungan memilih pengobatan medis 1. 2. Dibawa kepelayanan kesehatan a. Dibawa kerumah sakit b. Dibawa kepuskesmas Ketidakpuasan pada pengobatan alternatife a. Tidak membawa kepengobatan alternatife b. Tidak percaya dengan alternatife c. Tidak sembuh dibawa kealternatife Penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit 1. Tindakan massase a. memijat 2. Pemberian posisi semi flower a. Posisi setengah duduk 3. Terapi suhu a. Minum air hangat 4. Terapi relaksasi a. Kompres botol hangat b. Pemberian minyak herbal 5. Pemberian obat medis a. Pemberian obat tanpa resep 6. Pemberian obat tradisional a. Minum ramuan herbal Gambar 4.5 Skematik serangan Akut Miokard Infark (AMI) 68 Serangan AMI bagi keluarga merupakan pengenalan awal terhadap terjadinya serangan AMI mereka beranggapan bahwa penyakit Akut Miokard Infark merupakan penyakit yang wajar yang ditandai dengan penyakit masuk angin biasa dan penyakit yang tidak berbahaya, sebagian partisipan beranggapan bahwa penyakit AMI merupakan penyakit yang mengancam kehidupan ditandai dengan penyakit yang berbahaya dan penyakit yang menyakitkan karena penyakit jantung bisa mengancam kehidupan dan menimbulkan kematian dari pengenalan awal terhadap serangan AMI menimbulkan terjadinya respon psikologi menghadapi serangan AMI bagi keluarga yang ditandai dengan respon berduka, cemas,respon penyangkalan dan respon simpati bagi anggota keluarga. Respon psikologi tersebut mengakibatkan terjadinya keterlambatan dibawa kerumah sakit karena setelah terjadinya serangan keluarga melakukan tindakan massase, memberikan terapi suhu, memberikan terapi relaksasi, pemberian obat medis dan memberikan obat tradisional seperti jamu atau ramuan herbal. Keluarga lebih memilih kepengobatan medis yang ditandai dengan membawa anggota keluarga kepelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Keluarga juga tidak puas dengan pengobatan alternative karena tidak sembuh jika dibawa kepengobatan alternatife. BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pengenalan terhadap serangan AMI Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit jantung merupakan penyakit yang wajar ditandai dengan penyakit masuk angin biasa karena sebelumnya anggota keluarga yang mengalami serangan AMI tidak menunjukan hal-hal aneh dan gejala yang aneh-aneh maka dari itu keluarga beranggapan kalau penyakit jantung tidak berbahaya dan penyakit jantung seperti masuk angin biasa. Beberapa partisipan beranggapan bahwa penyakit jantung merupakan penyakit yang berbahaya dan penyakit yang menyakitkan karena penyakit jantung bisa mengakibatkan kematian jika tidak segera mendapatkan pertolongan segera. Penyakit jantung merupakan suatu keadaan dimana otot jantung tibatiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya plak (Samekti 2001). Penelitian dari Peter R (2010) menyimpulkan bahwa lebih banyak pengetahuan tentang AMI harus diberikan kepada pasien dan keluarga tentang gejala yang timbul dari AMI, dan pentingnya memiliki rencanarencana yang harus dipersiapkan saat terjadi serangan AMI.. Penelitian yang lain mengatakan bahwa pasien dengan akut miokard infark sering kali mengambil keputusan jauh sebelum terjadinya serangan untuk pengobatannya karena waktu keputusan pengobatan dipengaruhi oleh 69 70 pengetahuan tentang AMI dan gejala dari AMI, tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan membandingkan pengetahuan AMI, tindakan yang dilakukan dalam menanggapi AMI dan sikap mencari pengobatan medis dari pasien dan masyarakat umum. Hasil penelitian tentang pengetahuan penyakit AMI. baik dan mayoritas berpikir bahwa AMI selalu dimulai tiba-tiba, Sebagian besar dari masyarakat umum akan menghubungi orang sebelum membawa kepelayanan kesehatan (Henriksson et al, 2012). Rina Eko Handayani (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Infark Miokard Akut di Paliun Jantung RUMKITAL Dr. Ramlan Surabaya, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang sebanyak 46,1% , tingkat pengetahuan cukup sebanyak 30,8% dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 23,1%. Simpulan dari hasil penelitian ini tingkat pengetahuan responden hampir setengahnya kurang. Pernyataan mengenai penyakit AMI yang diungkapkan oleh partisipan tentang penyakit yang wajar seperti masuk angin biasa padahal menurut teori bahwa penyakit AMI merupakan suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya suatu plak yang ditandai dengan nyeri dada seperti diremas-remas, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri terjadi karena metabolisme anaerob mengakibatkan terjadinya asam laktat sehingga mengakibatkan nyeri, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh partisipan. 71 5.2 Respon psikologis menghadapi serangan AMI Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa dalam menghadapi anggota keluarga saat mengalami serangan AMI respon yang dialami oleh keluarga antara lain sedih keluarga merasa sedih karena anggota keluarga mengalami cobaan yang tidak mereka inginkan. Menangis merupakan respon yang dihadapi oleh anggota keluarga karena keluarga mengungkapkan isi perasaannya, keluarga mengangis karena takut untuk kehilangan anggota keluarganya, dengan cara menangis keluarga sudah mengungkapkan perasaan nya dan mengungkapkan apa yang keluarga alami, keluarga merasa lega ketika sudah menangis. Anggota keluarga merasa takut, panik dan cemas saat anggota keluarganya mengalami serangan AMI karena keluarga tidak mengetahui kalau anggota keluarganya sedang mengalami serangan AMI, keluarga cemas saat menghadapi anggota keluarganya yang sedang mengalami serangan AMI karena keluarga tidak tau apa yang sedang dialami oleh anggota keluarganya. Menurut Sunaryo, M. 2004 Cemas merupakan perasaan internal yang sumbernya sering kali tidak spesifik dan mengancam keamanan seseorang dan kelompok. Cemas disebabkan oleh karena krisis situasi, tidak terpenuhinya kebutuhan, perasaan tidak berdaya dan kurang kontrol pada situasi kehidupan. Cemas bisa terjadi pada siapa saja baik orang sehat atau orang sakit. Bagi orang sakit kecemasan akan meningkat, terlebih jika yang bersangkutan didiagnosa menderita penyakit terminal seperti stroke yang dipandang oleh masyarakat sebagai penyakit penyebab kematian. Pihak 72 keluarga juga merasa cemas jika yang yang sakit adalah orang yang sangat dicintai, sebagai tulang punggung keluarga atau sumber dari segalanya bagi keluarga. Keluarga tidak menduga kalau anggota keluarganya akan mengalami serangan AMI karena anggota keluarga yang mengalami serangan sebelumnya sehat-sehat saja dan tidak menunjukan hal-hal yang aneh-aneh, keluarga merasa kasian ketika anggota keluarganya mengalami serangan karna keluarga tidak tega untuk melihat anggota keluarganya yang merasakan kesakitan Menurut Kubler-Ross (Moyle & Hogan, 2006) Respon pengingkaran (Denial) merupakan Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan menangis, gelisah, lemah, letih, dan pucat. Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umumnya dilontarkan oleh klien atau keluarga. Kondisi sakit tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan. pasien dan keluarganya harus menghadapi berbagai perubahan yang terjadi akibat kondisi sakit dan pengobatan yang dilaksanakan. Keluarga umunya akan mengalami perubahan perilaku dan emosional, setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda beda terhadap kondisi yang dialami. Penyakit yang berat, terutama yang dapat mengancam kehidupan, dapat menimbulkan perubahan perilaku yang lebih luas, ansietas, syok, penolakan, marah. Hal tersebut 73 merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress (Potter, Patricia A. 2005). Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability), kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas –batas normal. Ada segi yang disadari dari kecemasan itu sendiri seperti rasa takut, tidak berdaya, terkejut, rasa berdosa atau terancam, selain itu juga segi – segi yang terjadi diluar kesadaran dan tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan (Gail, 2006). Penelitian lain menunjukan bahwa Perilaku dan sikap keluarga dalam menghadapi pasien jantung masih dalam rentang respon yang adaptif dan belum mengarah ke respon mal adaptif, hal ini sangat menguntungkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam pelayanan pada pasien. Tujuan penelitian untuk mempelajari pengalaman kecemasan keluarga pada saat anggota keluarganya menderita penyakit jantung dan dirawat di Ruang HND . Hasil penelitian menunjukan bahwa respon psikologis keluarga dalam menghadapi pasien jantung yang dirawat di ruang HND didapatkan dua tingkat kecemasan. Tingkat kecemasan sedang ditandai dengan sedih, berdebar- debar, sulit tidur. Sedangkan tingkat kecemasan berat ditandai keluarga mengalami gelisah, bingung, sulit berkonsentrasi, takut kehilangan keluarga. Perilaku yang dilakukan keluarga dalam menghadapi masalah ini pasrah, berdoa, mempunyai keyakinan yang kuat serta konsultasi dengan 74 keluarga lain dan mengikuti perkembangan pasien sesuai aturan Rumah Sakit (Agung, 2008). Respon psikologi yang sedang dialami oleh keluarga masih dalam rentang yang adaptif belum mengarah kerespon maladaptive sehingga hal ini menguntungkan keluarga untuk mengamil tindakan selanjutnya, seperti tindakan untuk membawa kepelayanan kesehatan dan pernyataan mengenai respon psikologis yang sedang dihadapi oleh keluarga sesuai dengan tori yang sudah ada bahwa Penyakit yang berat, terutama yang dapat mengancam kehidupan, dapat menimbulkan perubahan perilaku yang lebih luas, ansietas, syok, penolakan dan marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress. 5.3 Penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit karena beberapa faktor yang dilakukan keluarga sebelum membawa anggota keluarganya ke rumah sakit. Faktor-faktor tersebut antara lain tindakan massase yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk anggota keluarga yang sedang mengalami serangan AMI keluarga melaukan tindakan memijat dan melakukan kerokan untuk anggota keluarganya tujuannya supaya anggota keluarga yang mengalami serangan cepat sembuh. Masase merupakan tindakan nonfarmakologis yang efektif untuk mengurangi nyeri. Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan 75 atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi dan memperbaiki sirkulasi (Henderson, Christine, 2005). Pemberian masase menutup pintu gerbang nyeri sehingga mampu menghambat perjalanan nyeri. Keuntungan teknik masase tidak hanya menimbulkan perubahan fisiologis murni, namun lebih luas yaitu efek psikologis yang dapat mengurangi kecemasan Keluarga melakukan tindakan pemberian posisi semi flower seperti posisi setengah duduk yang diberikan bantal dipunggung anggota keluarga tersebut yang tujuannya agar anggota keluarga yang sedang mengalami serangan sesak nafas akan berkurang sesak nafasnya dan tidak merasakan kesakitan lagi. Mengatur pasien dalam posisi tidur dengan sudut 45 derajat akan membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paruparu maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membrane alveolus dengan sudut posisi tidur 45 derajat, sesak nafas berkurang dan sekaligus akan meningkatkan durasi dan kualitas tidur pasien. Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal. Perubahan posisi berbaring dengan berbagai ukuran sudut tidak berpengaruh besar terhadap perubahan tanda vital ( tekanan darah, nadi, dan respirasi) hanya saja sudut 76 posisi tidur 45 derajat dapat menghasilkan kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan posisi tidur sudut 30 derajat (Melanie, 2014). Keluarga memberikan minum air hangat kepada anggota yang sedang mengalami serangan AMI biar cepet sembuh. Salah satu dari partisipan melakukan tindakan mengompres botol hangat di punggung bagian atas pada anggota keluarga yang mengalami serangan tujuannya agar nyeri yang dirakan oleh anggota keluarga yang mengalami serangan akan berkurang. Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat setempat yang dapat menimbulkan efek fisiologis dengan menggunakan buli – buli panas atau kantong air panas secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli – buli ke dalam tubuh sehingga memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya. Tujuan dari kompres hangat ini untuk menurunkan intensitas nyeri dengan manfaat pemberian kompres hangat secara biologis dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan dilatasi pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh (Kusyati, 2006). 77 Keluarga juga memberikan minyak herba, ramuan herbal dan memberikan obat medis partisipan beranggapan kalau anggota keluarga yang mengalami serangan AMI diberikan ramuan herbal dan obat medis akan cepat sembuh dan mengurangi rasa sakit yang sedang dialami oleh anggota keluarga yang sedang mengalami serangan AMI. Beberapa faktor tersebut mengakibatkan terlambatnya dibawa kerumah sakit karena tindakan-tindakan keluarga yang kurang tepat dan keluarga tidak segera membawa kerumah sakit. Penyebab penundaan dan kurangnya waktu penanganan pada serangan Akut Miokard Infark (AMI) desebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit AMI (Mansour, 2010). Sedangkan hasil penelitian yang sesuai dengan penelitian ini menunjukan bahwa keterlambatan dibawa ke rumah sakit karena beberapa faktor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor akibat keterlambatan pengobatan medis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keputusan untuk mencari bantuan medis bagi wanita dengan ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kepercayaan, emosi, pengalaman sebelumnya dan pada saat serangan (Peter R, 2010). Kecepatan penanganan dirumah sakit dinilai dari pasien datang dirumah sakit dan mendapat terapi (door to ballon time) untuk Primary PCI, waktu untuk melakukan primary PCI (door to ballon time) adalah 90 menit sejak kontak medik pertama. PCI Primer adalah memasukkan kateter (melalui arteri femoral) ke dalam arteri koroner. Visualisasi dilakukan dengan 78 sinar-x dengan bantuan injeksi medium kontras radioopaque melalui kateter. Ketika pembuluh darah koroner sudah dapat dilihat, identifikasi definitif arteri yang trombosis dapat dilakukan dan arteri dapat dibuka menggunakan balon pada ujung kateter sehingga terjadi reperfusi miokard yang mengalami infark (Denis, 2010) Penelitian yang berhubungan dengan AMI mengatakan bahwa hasil dari 35,7% pasien tiba selama satu jam setelah serangan terjadi dan 7,9% tiba setelah 24 jam terjadi serangan. Pasien yang memiliki pendidikan tingkat tinggi dengan riwayat keluarga dengan penyakit AMI secara signifikan lebih sedikit keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit, sedangkan yang berpendidikan rendah lebih banyak keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit karena faktorfaktor yang mempengaruhinya antara lain memilih untuk mengobati sendiri, jauhnya akses pelayanan kesehatan, pedidikan dan pengetahuan keluarga yang rendah terhadap serangan AMI (Ossein, 2012). 5.4 Kecenderungan memilih pengobatan medis Hasil penelitian menunjukan bahwa kecenderungan memilih pengobatan medis disebabkan oleh keluarga lebih percaya membawa ke pelayanan kesehatan karena pengobatan medis langsung ditangani oleh ahlinya penyakit jantung dan pengobatan medis lebih baik penangannya dari pada pengobatan alternatif. Keluarga tidak membawa ke pengobatan alternatif dikarenakan pengobatan alternatif tidak menyembuhkan dan keluarga beranggapan jika dibawa kepengobatan alteratif anggota keluarganya yang 79 sakit tidak tertolong karena lamanya penanganan pengobatan alternatif. Keluarga tidak puas jika anggota keluarganya yang sakit dibawa ke pengobatan alternatif, mereka kurang percaya dengan pengobatan alternatif karena pengobatan alternatif tidak membuat penyakit jantung cepat sembuh. Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan tumpuan kesehatan masyarakat dan merupakan kebutuhan mendasar selain pangan dan pendidikan. Pelayanan kesehatan bukan saja monopoli rumah sakit saja tetapi juga Puskesmas. Indonesia yang mempunyai penduduk lebih dari 200 juta jiwa tidak mungkin harus bergantung dari rumah sakit saja dalam hal memperoleh pelayanan kesehatan. Masyarakat mencari pengobatan ke fasiilitas-fasilitas pengobatan modern yang disediakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta sepertii rumah sakit, balai pengobatan, Puskesmas dan lain- lain. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas perlu ditingkatkan dengan adanya penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat sehingga pelayana yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat. (Notoatmodjo, 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor predisposisi dimana mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhaadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi dan sebagainya. Faktor pemungkin yang mana meneakup ketersediaan sarana dan prasarana atau 80 fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Faktor penguat yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, toko agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan. (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Endang dari Fakultas Ilmu Pendidikan Negeri Malang tahun 2009, karena pelayanan pengobatan medis sudah maju dan fasilitasnya lebih memadai,dibuktikan dengan pernyataan bahwa salah satu wujud kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap kesehatan masyarakat adalah dibangunnya sejumlah Puskesmas dan Posyandu. Pembangunan Puskesmas dimaksudkan sebagai salah satu lembaga pelayanan kesehatan yang terdepan. Artinya, sebagai lembaga yang diharapkan menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat akan dapat meningkatkan peranannya untuk melayani masyarakat terbawah di berbagai daerah di Indonesia, sementara itu, terdapat berbagai pilihan fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan masyarakat untuk mencari kesembuhan ketika mengalami sakit. Fasilitas dimaksud adalah pengobatan keluarga yang dilakukan sendiri misalnya minum jamu, fasilitas pengobatan non medis misalnya dengan pertolongan dukun atau alternatif lain serta fasilitas pertolongan Medis misalnya dengan pertolongan dokter atau bidan berdasarkan ilmu kedokteran (Endang, 2009). Keluarga memilih kepengobatan medis dikarenakan pengobatan medis lebih terjamin dan fasilitas-fasilitasnya sudah memadai oleh karena itu banyak masyarakat yang berobat ke pelayanan kesehatan. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan ditunjukkan dengan adanya variasi perilaku. Tidak ada pemanfaatan fasilitas kesehatan Sendiri 81 saja, Medis saja atau Non Medis saja dalam upaya penyembuhan penderita. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan tas kesehatan ditunjukkan dengan perilaku tersebut atau meneruskan menggunakan lebih dari satu fasilitas. Fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan pertama kali pada umumnya dilakukan secara Sendiri lebih dahulu. Ada total 14.6% masyarakat berperilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku Non Medis. Ada 85.6% masyarakat berperilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku Medis (Endang, 2009). BAB VI PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 6.1 Kesimpulan 1 Mengidentifikasi persepsi keluarga terhadap serangan AMI merupakan Pengenalan awal terhadap serangan AMI berupa penyakit yang wajar dan penyakit yang mengancam kehidupan yang ditandai dengan dan penyakit masuk angin biasa, penyakit yang tidak berbahaya dan penyakit yang berbahaya. 2 Respon emosional menghadapi serangan AMI berupa respon psikologis yang ditandai dengan respon berduka, cemas, respon penyangkalan, takut kehilangan anggota keluarga dan respon simpati yang dialami oleh keluarga karena keluarga merasa sedih ketika anggota keluarga mengalami serangan AMI. 3 Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong keluarga saat terjadi serangan AMI berupa penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit karena keluarga melakukan tindakan massase, memberikan posisi semi flower , memberikan terapi suhu, terapi relaksasi, memberikan obat medis dan memberikan obat tradisional. Kecenderungan memilih pengobatan medis karena keluarga membawa kepelayanan kesehatan dan keluarga tidak puas dengan pengobatan alternatife. 82 83 6.2 SARAN 1. Bagi Keluarga Keluarga hendaknya segera mengenali tanda dan gejala dari AMI, mengetahui pertolongan pertama AMI dan segera membawa ke pelayanan kesehatan. 2. Bagi Institusi Hasil penelitian ini perlu peningkatan kesadaran masyarakat mengenai penanganan penyakit Akut Miokard Infark (AMI) di keluarga dan masyarakat yang dilakukan institusi lewat pengabdian masyarakat. 3. Bagi peneliti lain Berdasarkan simpulan hasil penelitian tersebut, penulis memberikan saran kepada peneliti lain dalam bidang sejenis yang ingin melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini agar meneliti lebih jauh tentang efektifitas terapi altrnatif untuk Akut Miokard Infark (AMI) dengan metode yang berbeda. 4. Bagi institusi kesehatan Institusi kesehata hendaknya memberikan pendidikan kesehatan bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit AMI atau kepada masyarakat tentang penyakit AMI, tanda dan gejala AMI dan bagaimana mencari pengobatan untuk pasien Akut Miokard Infark (AMI). 84 DAFTAR PUSTAKA Alvi, Idrus. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jilid III Edisi IV. FK UI : Jakarta Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inguiry and Research Design : Choosing Among Five Traditions.Thousand Oaks.s. California : SAGE Publication,Inc. Creswell,J.W.(2013).Qualitative Inquiry & research design:Choosing among five approaches. Thousand Oaks:sage publication Ltd. Christofferson RD. 2009. Acute Myocardial Infarction. In : Griffin BP, Topol EJ, eds. Manual of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.. p.1-28. Corwin, E.J. 2001. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC; Denis, D 2010, Penatalaksanaan awal SKA & STEMI, EGC, Jakarta.Departemen kesehatan. Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 [Internet]. 2010 [updated Juli 2010; cited 2012 Januari 27]. Available from: http://dinkes kotasemarang.go.id/ Drs. Sunaryo, M. Kes. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. Djer MM. 2007. Penatalaksanaan Penyait Jantung Bawaan Tanpa Bedah. Health Technology Assesment Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Dracup K,Moser DK.McKinley S,Ball C,Yamasaki K,Kim CJ,et al. 2003. An international perspective on the time to treatment foracute myocardial infarction.J Nurs Scholarsh;35(4):317-23. Endang. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pasien Berobat ke Puskesmas, Malang Fitchett D, Goodman S, Langer A. 2001 New Advances in the Management of Acute Coronary Syndromes: Matching Treatment to Risk. CMAJ; 164 (9). 85 Friedman, M. 2002, Keperawatan Keluarga: teori praktek, Edisi ketiga, Jakarta: Salemba Medika. Gail W. Stuart. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. ECG.. Goldberg RJ,Steg PG,Sadiq I,Granger CB,Jackson EA,Budaj A et al. 2002. Extent of,and factors associated with,delay to hospital presentation in pasients with acute coronary dicease (the GRACE regristri).Am J Cardiol Apr 1;89(7):791-6. Goldberg RJ,Spencer FA ,Fox KA,Brieger D,Steg PG,Gurfinkel E,et al. 2009. Prehospital delay in patients with acute coronary syndromes (from the global regristri of acute coronary events [GRACE]).Am J Cardiol Mar 1;103(5):598-602. Guyton AC, Hall JE. 2006 Textbook of Medical Physiologi. Philadelphia: Saunders Elsevier;;h.76-85. Henderson, Christin, (2005). Konsep Kebidanan, Jakarta : EGC. Henriksson C, Lindahl B, Larsson M. Patients’ and relatives’ thoughts and actions during and after symptom presentation for an acute myocardial infarction, Eur J Cardiovase Nurs Des 2012;6(4):280-6. Herartri. R.(2004). Family Planing. Decision-making: Case studies in west java. Indonesia. Paper presented at 12 th Biennial Conference of Australia population council. On population and society : issues, research policy, Canberra, Australia. Hiraishi S, Agata Y, Nowatari M, Oguchi K, et al. Incidence and natural course of trabecular ventricular septal defect: Two-dimensional echocardiography and color Doppler flow image study. J Pediatr 1992 [cited 2010 may 25];120:409-15 Kabo. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kelly. T and Howie, L. (2007). Working with stories in nursing research: procedures used in narrative analysis. International journal of mental health nursing,16,136-144 doi :10.1111/J.1447-0349.2007.00457.x Kertohoesodo, Soeharto. 1897. Pengantar Kardiologi. Jakarta : penerbit Widya Medika. 2001. Kusyati, Eny. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Jakarta : EGC. 86 Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.. Mendes LA, Loscalzo J. 7 2008. Congenital Heart disease in Adults. In: Lee Goldman, Dennis Ausiello, editors. Cecil Medicine. 23 rd edition. Philadelphia : Elsevier’s Health Sciences;. McGinn AP,Rosamond WD,GoffJ,Taylor HA,Miles JS,Chambless L.Trends in prehospital delay time and use of emergency medical services for acute myocardial infarction:experience in 4 US communities from 19872002.Am Heart J Sep 2005;150(3):392-400. Margrethe Herning,Peter R.Hansen,Birgitte Bygbjerg and tove lindhardt Eur J Cardiovasc Nurs 2011 10:241. Melanie, R. 2014. “Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas Hidup dan Tanda Vital pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr Hasan Sadikin Bandug“. http :stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/…201208-008,pdf.(diakses pada tanggal 19 juni 2015 pada pukul 07:00 wib. Moyle, W.P., & Hogan, N.S. (2006). Grief theories and models applications to hospice nursing practice. Journal Of Hospice And Palliative Nursing. Vol.10, No.6. Muhammad. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan 7 Penyakit Penyebab Mati Muda. Yogyakarta: MedPress. Nallamothu BK,Bradley EH,Krumholz HM.Time to treatment in primary percutaneous coronary intervention.N Engl J Med Oct 18 2007;357(16):1631-8. Neil K.Kaneshiro. Coarctation of the aorta. www.nlm.nih.gov.update November 2, 2009. Available from: Noer, H.M Sjaifoellah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.1996. Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta Notoadmojdo. 2010. Perilaku Kesehatan. Cetakan Ketiga. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta 87 Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam 2009, konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu kesehatan, Salemba Medika, Jakarta. O’Donnell S,Condell S,Begley C,Fitzgerald T.Prehospital care pathway delays:gender and myocardial infarction.J Adv Nurs Feb 2006;53(3):26876. Overbaugh. Acute Miocard Infark. down from http://www.healthatoz.com/ 19 November 2014 . load Perkins-Porras L, Whitehead DL, Strike PC, et al. Pre- hospital delay in patients with acute coronary syndrome: Factors associated with patient decision time and home-to- hospital delay. Eur J Cardiovasc Nurs 2009; 8: 26–33. Potter, Patricia A. buku ajar fundamental keperawatan, dan praktik. Edisi 4.Jakarta : EGC, 2005. Rilantono, Lily. Defek Septum Ventrikel. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2003. Samekti M Widiastuti. Infark Miokard Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.2001. Drs. Sunaryo, M. Kes. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. 2004. Sugiyono. Metode penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta.2005. Smeltzer, S.C.V., Bare, B.G., Keperawatan Medikal Bedah Bruner Suddarth, Alih Bahasa : Monica Ester, EGC; Jakarta. 2002. Van Manen,M.(2007). Researching lived experience: human scince for action sensitive pedagogy. London, DN. Althouse. White HD, Gersh BJ, Opie LH. Antithrombotic Agents: Platelet Inhibitorrs, Anticoagulants and Fibrinolytics. In Opie LH, Gersh BJ (eds). Drugs for The Heart, 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2001: 302-311