pengalaman keluarga serangan akut pada angg rsu progam stud

advertisement
PENGALAMAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI KEJADIAN
SERANGAN AKUT MIOKARD INFARK (AMI)
PADA ANGGOTA KELUARGA DI
RSUD SRAGEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
SEPTIANA EKA HARSANTI
S11035
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Septiana Eka Harsanti
NIM
: S11035
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Skripsi adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
di plubikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku
di perguruan tinggi ini.
Surakarta, Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
Septiana Eka Harsanti
iii
NIM.S.11035
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan hidayah Nya. Penulis mampu menyelesakan skripsi
dengan judul ‘’Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian Serangan
Akut Miokard Infark (AMI) pada Anggota Keluarga di RSUD Sragen’’. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Progam Studi Ilmu
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis mendapat bimbingan, dukungan, arahan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyadari tanpa adanya bimbingan, dukungan dan arahan maka tidak
sempurnya skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
1.
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan dan penguji di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
S.Dwi Sulisetyawati,S.Kep,.Ns,M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi.
4.
Aries Cholifah, S.Kp., Ns. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang
telah memberikan bimbingan serta arahan selama proses pembuatan skripsi.
5.
Semua partisipan yang telah banyak membantu peneliti dalam penyelesaian
skripsi ini.
6.
Orang tuaku tercinta dan tersayang Bapak Suharsono, Ibu Kustini Rati,
adikku Rahardian Dwi Angga Putra dan Trinanda Auliya Putri dan yang
iv
tercinta Herjuno Prabowo yang selalu memberikan dukungan, doa, materi dan
kasih sayangnya sepanjang waktu.
7.
Sahabatku tersayang yang mendukung dan memberikan semangat dalam
membuat skripsi ini.
8.
Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu
mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
9.
Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam
penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan
mendapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis bersyukur pada allh
SWT semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Surakarta,30 Juli 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iv
DAFTAR ISI....................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL............................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
x
ABSTRAK .......................................................................................................
xi
ABSTRACT.....................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................
6
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
9
2.1 Tinjauan Teori .................................................................................
9
2.2 Kerangka Teori ................................................................................
36
2.3 Fokus Penelitian ..............................................................................
37
2.4 Keaslian Penelitian ..........................................................................
38
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................
40
3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian.......................................................
40
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
41
3.3
Populasi dan Sampel........................................................................
41
3.4
Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data ...................................
41
3.5
Analisa Data ....................................................................................
44
3.6
Keabsahan Data ...............................................................................
46
3.7
Prinsip-prinsip Etika Penelitian .......................................................
47
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................
49
4.1
Diskripsi Tempat Penelitian ............................................................
49
4.2
Karakteristik penelitian...................................................................
49
4.3
Hasil Penelitian................................................................................
50
4.4
Skematik ..........................................................................................
67
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................
69
5.1
Pengenalan Terhadap Serangan AMI ..............................................
69
5.2
Respon Psikologis Menghadapi Serangan AMI..............................
71
5.3
Penyebab Keterlambatan Di Bawa Ke Rumah Sakit.......................
74
5.4
Kecenderungan Memilih Pengobatan Medis...................................
78
BAB VI PENUTUP .........................................................................................
82
6.1
Kesimpulan......................................................................................
82
6.2
Saran ................................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
2.1
Algoritma AMI........................................
27
2.2
Kerangka Teori........................................
36
2.3
Fokus Penelitian ......................................
37
4.1
Bagan Tema Pertama...............................
52
4.2
Bagan Tema Kedua .................................
56
4.3
Bagan Tema Ketiga .................................
61
4.4
Bagan Tema Keempat .............................
65
4.5
Skematik .................................................
66
viii
Halaman
DAFTAR TABEL
Nomor table
Judul Tabel
1.1
Keaslian Penelitian .................................
ix
Halaman
`38
DAFTAR LAMPIRAN
NomorLampiran
Keterangan
1
F 01 Usulan Topik Penelitian
2
F 02 Pengajuan Persetujuan Judul
3
Surat Ijin Studi Pendahuluan
4
Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
5
Surat Ijin KesbangPol
6
Surat BAPPEDA
7
Surat Penjelasan Penelitian
8
Surat Persetujuan Menjadi Informan
9
Pedoman Wawancara
10
Transkip wawancara
11
Analisa Data
12
Dokumentasi
13
Lembar Konsultasi
14
Jadwal Penelitian
x
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Septiana Eka Harsanti
Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard
Infark (AMI) Pada Anggota Keluarga Di RSUD Sragen
Abstrak
Penyakit Akut Miokard Infark (AMI) merupakan penyakit yang
mengancam kehidupan jika tidak segera ditangani. Keluarga berperan penting
dalam melakukan tindakan segera pada anggota keluarga yang mengalami
serangan AMI. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
pengalaman keluarga dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI)
pada anggota keluarga di RSUD Sragen.
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif fenomenologi dengan
teknik purposive sampling yang melibatkan 7 partisipan. Pengumpulan data
dilakukan dengan in-depth interview. Metode analisa data pada penelitian ini
menggunakan metode Collaizi. Hasil penelitian ini menghasilkan 4 tema antara
lain pengenalan awal terhadap serangan AMI, respon psikologis menghadapi
serangan AMI, penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit, ketidakpuasan
pada pengobatan alternatif.
Kesimpulan dari penelitian ini, keluarga mempersepsikan penyakit AMI
merupakan penyakit masuk angin biasa dan penyakit yang mengancam kehidupan
mengakibatkan respon yang dialami keluarga antara lain sedih, cemas,takut,panik
dan berduka, sehingga mengakibatkan keterlambatan pengobatan.
Kata Kunci
Daftar Pustaka
: akut miokard infark, keluarga, pengalaman
: 51 (2001-2014)
xi
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Septiana Eka Harsanti
Family’s Experiences in Encountering the Acute Myocardial Infarction
(AMI) Attack Incidence of the Family’s Members at Local General Hospital
of Sragen
ABSTRACT
Acute Myocardial Infarction (AMI) is a life threatening disease if left
untreated. The family plays an important role in executing an immediate
intervention to the family’s members suffering from the AMI attack. The
objective of the research is to investigate the family’s experiences in encountering
the Acute Myocardial Infarction (AMI) attack incidence of the family’s members
at Local General Hospital of Sragen.
This research used the qualitative phenomenological approach. The
samples of research consisted of 7 persons, and were taken by using the purposive
sampling technique. The data of research were collected through in-depth
interview and analyzed by using the Collaizi’s method.
The result of research shows that there were 4 themes, namely: initial
introduction to AMI attack, psychological response to AMI attack, cause of late
admission to hospital, dissatisfaction on alternative medication. In conclusion, the
family perceived AMI disease as a common cold and life threatening disease the
family’s responses included sorrow, anxiety, fear, panic and mourning so that the
medication became late.
Keywords: Acute Myocardial Infarction, family, experience
References: 51 (2001-2014)
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan
utama di negara maju dan berkembang termasuk di Indonesia. Data
epidemiologis menyatakan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan
masalah kesehatan masyarakat (Sudoyo, et al. 2006). Sistem kardiovaskuler
merupakan suatu sistem transport tertutup yang terdiri dari beberapa
komponen yaitu jantung, komponen darah dan pembuluh darah. Salah satu
komponen dari pembuluh darah yaitu vena, venula, kapiler, arteriol, dan arteri
(Christofferson, 2009). Arteri koroner
dapat mengalami sumbatan akut
karena tidak adekuatnya pasokan darah, biasanya disebabkan oleh rupture
plak ateroma pada arteri koroner. Keadaan ini biasa disebut dengan
Akut Miokard Infark (AMI) (Muttaqin, 2009).
Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana
terjadinya kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran
darah dan suplai oksigen ke bagian otot jantung terhambat dan akibat adanya
penyempitan atau penyumbatan mendadak pembuluh darah koroner.
Pembuluh darah koroner ini adalah pembuluh darah yang membawa nutrisi
dan oksigen ke cabang-cabang otot jantung untuk menjalankan fungsinya
(Overbaugh, 2009).
Mortaliatas karena Akut Miokard Infark (AMI) tinggi, lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum individu yang terserang sampai rumah sakit
1
2
Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta Akut Miokard Infark terjadi setiap
tahunnya. Mortalitas karena Akut Miokard Infark kurang lebih 30 %, dengan
lebih dari separuh kematian terjadi sebelum individu yang terserang mencapai
rumah sakit. Di Indonesia dilaporkan penyakit ini merupakan penyebab
utama dan pertama dari seluruh kematian (Copyring, 2008). Menurut Word
Health Organization (WHO, 2008) AMI merupakan penyebab kematian
utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian akibat
penyakit Akut Miokard Infark (AMI). Di Negara berkembang seperti
Amerika pada tahun 2011 terdapat angka mortalitas sebanyak 2,470,000
(9,4%) Akut Miokard Infark (AMI) merupakan jenis penyakit kardiovaskuler
penyebab kematian utama (Kelly, 2007).
Di Indonesia pada tahun 2013 penyakit Akut Miokard Infar (AMI)
merupakan penyebab kematian pertama dengan angka mortalitas 220.000
(14%). Akut Miokard Infark (AMI) akan terus menjadi masalah yang sangat
besar meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada saat ini (Mendis et
al, 2011 ). Jumlah pasien penyakit jantung di Indonesia pada tahun 2007 yang
dirawat di RS Indonesia sebanyak 239.548 jiwa. Kasus terbanyak pada
penyakit iskemik sebanyak 110,183 kasus. Care fatality rate (CFR) tertinggi
terjadi pada Akut Miokard Infark (13,42%) dan kemudian diikuti oleh gagal
jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (DepKes, 2009).
Laporan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan
bahwa kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah sebanyak 96.957 kasus
dan sebanyak 1.847 (2%) kasus merupakan kasus Akut Miokard Infark.
3
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit tidak menular
yang menjadi penyebab utama kematian dan selama periode tahun 2005
sampai dengan tahun 2010 telah terjadi kematian sebanyak 2.941 kasus dan
sebanyak 414 kasus (14%) diantaranya disebabkan oleh Akut Miokard Infark
(DinKes, 2010).
Tingginya angka kematian Akut Miokard Infark (AMI) salah satunya
disebabkan
karena
keterlambatan
mendapatkan
penanganan
medis
(Kelly, 2007). Fenomena keterlambatan seorang wanita dengan ST Elevasi
Miokard Infark (STEMI) dalam mencari bantuan penanganan medis
disebabkan karena rendahnya pengetahuan terhadap tanda dan gejala Akut
Miokard Infark (AMI) serta keraguan antara meminta bantuan medis atau
menanganinya sendiri. Penelitian ini menunjukan bahwa keputusan untuk
mencari bantuan medis bagi wanita dengan ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI) dengan primer Percutaneus Cardiac Intervention (PCI) dipengaruhi
oleh faktor pengetahuan, kepercayaan,emosi, pengalaman sebelum dan pada
saat serangan. Beberapa faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan fungsi
dan peran keluarga (Elsevier, 2010).
Sebuah keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat dimana
anggotanya mempunyai suatu komitmen untuk memelihara satu sama lain
baik secara emosi maupun fisik. Sebuah keluarga dapat dipandang sebagai
sistem terbuka, suatu perubahan atau gangguan pada salah satu bagian dari
sistem dapat mengakibatkan perubahan atau gangguan dari seluruh system.
4
Gangguan yang dihadapi anggota keluarga dapat mempengaruhi sistem
keluarga tersebut (Harsono, 2004).
Penelitian yang berhubungan dengan AMI mengatakan bahwa hasil
dari 35,7% pasien tiba selama satu jam setelah serangan terjadi dan 7,9% tiba
setelah 24 jam terjadi serangan. Pasien yang memiliki pendidikan tingkat
tinggi dengan riwayat keluarga dengan penyakit AMI secara signifikan lebih
sedikit keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit, sedangkan yang berpendidikan
rendah lebih banyak keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit karena faktorfaktor yang mempengaruhinya antara lain memilih untuk mengobati sendiri,
jauhnya akses pelayanan kesehatan, pedidikan dan pengetahuan keluarga
yang rendah terhadap serangan AMI (Ossein, 2012).
Penyebab penundaan dan kurangnya waktu penanganan pada serangan
Akut Miokard Infark (AMI) disebabkan karena kurangnya pengetahuan
tentang penyakit AMI (Mansour, 2010). Fenomena keterlambatan penangan
AMI disebabkan karena kebanyakan dari wanita dan laki-laki memilih untuk
menunggu pemulihannya secara spontan dan faktor-faktor seperti jenis
kelamin, usia, status ekonomi, pendidikan, membawa ke dokter umum untuk
merujuk ke rumah sakit yang lebih baik (Mohsen, 2010).
Serangan AMI pada anggota keluarga yang terkena penyakit jantung
sering kali disepelekan oleh anggota keluarga yang lain, mereka
mengganggap bahwa serangan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga
hanyalah masuk angin biasa atau angin duduk. Persepsi tersebut terbentuk
karena biasanya serangan Akut Miokard Infark (AMI) tidak disertai dengan
5
tanda dan gejala yang serius, bahkan penderita biasanya terlihat sehat.
Tindakan yang biasa anggota keluarga lakukan hanya menggosokan balsem
atau membeli obat diwarung, dan mereka tidak segera membawa ke
puskesmas atau rumah sakit terdekat (Tedjasukmana, 2010).
Keluarga berperan penting dalam proses menghadapi serangan AMI
pada anggota keluarganya. Keluarga mengharapkan bahwa dapat membantu
pertolongan terhadap anggota keluarga yang mengalami serangan AMI.
Keluarga harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukannya untuk
menolong anggota keluarganya (Harsono, 2004). Penelitian dari Elsevier
(2010) menyimpulkan bahwa lebih banyak pengetahuan tentang AMI harus
diberikan kepada pasien dan keluarga tentang gejala yang timbul dari AMI,
dan pentingnya memiliki rencana-rencana yang harus dipersiapkan saat
terjadi serangan AMI. Anggota keluarga memainkan peran penting dalam
mengurangi keterlambatan pengobatan setelah timbulnya gejala AMI, mereka
harus secara aktif terlibat dalam program-progam pendidikan tersebut.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
Umum Daerah Sragen Provinsi Jawa Tengah didapatkan bahwa prevelensi
Akut Miokard Infark (AMI) pada periode tahun 2014 sebesar 106 pasien,
sedangkan penyakit Kardiovaskuler sebanyak 900 pasien. Pasien yang
meninggal pada kasus AMI sebanyak 19 orang pada tahun 2014, yang
meninggal akibat penyakit kardiovaskuler sebanyak 116 orang. Angka
kematian AMI dalam rentan waktu September sampai Desember 2014
berjumlah 10 pasien di RSUD Sragen (RM RSUD Sragen, 2014).
6
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelurahan
Pantirejo pada tanggal 12 januari 2015 di dapat bahwa keluarga yang
memiliki anggota keluarga dengan AMI menganggap bahwa serangan AMI
yang terjadi pada salah satu anggota keluarga hanyalah masuk angin biasa
atau angin duduk. Tindakan yang biasa keluarga lakukan hanya membelikan
obat di warung dan memberikan balsem, keluarga tidak segera membawa
anggota keluarga dengan AMI untuk segera pergi kepelayanan kesehatan
yang terdekat atau rumah sakit.
Berdasarkan fenomena tersebut bahwa keluarga memiliki peran
penting dalam mengurangi keterlambatan pengobatan, maka penulis tertarik
untuk meneliti tentang Pengalaman Keluarga Dalam Menghadapi Kejadian
Serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada Anggota Keluarga di RSUD
Sragen.
1.2 Rumusan Masalah
Penyakit Akut Miokard Infark (AMI) sangat mematikan karena
kondisi kematian pada miokard (otot jantung) dan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum individu yang terserang sampai di rumah sakit.
Keluarga menganggap bahwa serangan yang terjadi pada salah satu angota
keluarga hanyalah sebagai masuk angin biasa atau angin duduk. Tindakan
yang biasa anggota keluarga lakukan hanya menggosokan balsem atau
membeli obat diwarung, dan mereka tidak segera membawa ke puskesmas
atau rumah sakit terdekat. Keluarga berperan penting dalam keputusan
7
tindakan yang akan diambil. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan tersebut, dapat dirumuskan masalah “bagaimanakah Pengalaman
Keluarga dalam Menghadapi Kejadian Serangan Akut Miokard Infark (AMI)
pada Anggota Keluarga di RSUD Sragen’’.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengalaman keluarga dalam menghadapi kejadian
serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di RSUD
Sragen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi persepsi keluarga terhadap serangan Akut
Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di RSUD Sragen.
b. Mengidentifikasi respon emosional keluarga dalam menghadapi
kejadian serangan Akut miokard Infark (AMI) pada anggota
keluarga.
c. Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong
keluarga saat terjadi serangan Akut Miokard Infark (AMI).
8
1.4 Manfaat Penelitian
1.
Bagi Keluarga
Penelitian ini dimaksudkan agar keluarga mengerti tentang gambaran
keluarga dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI)
terhadap anggota keluarganya.
2.
Bagi Institusi
Menambah referensi kususnya keperawatan komunitas dan gawat
darurat prehospital mengenai konsep perilaku keluarga dalam
menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI).
3.
Bagi peneliti lain
Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
dengan tema perilaku
Keluarga dalam menghadapi serangan
Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga
4.
Bagi Peneliti
Penelitian
ini
bermanfaat
sebagai
proses
belajar
untuk
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari program studi ilmu
keperawatan terkait
prehospital.
kesehatan komunitas
dan gawat
darurat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Akut Miokard Infark (AMI)
2.1.1.1 Pengertian
Akut Miokard Infark (AMI) mengacu pada proses
rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Brunner &
Sudarth, 2002). Akut Miokard Infark (AMI) adalah suatu
keadaan nekrosis otot jantung akibat ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen yang terjadi secara mendadak.
Penyebab paling sering adalah adanya sumbatan koroner.
Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang diawali dengan
hipoksia miokard (Setianto, 2003).
Akut Miokard Infark (AMI) adalah penyakit jantung
yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri koroner
(Hudak & Gallo;1997). Sumbatan akut terjadi oleh karena
adanya aterosklerotik pada diding arteri koroner, sehingga
menyumbat
aliran
darah
ke
jaringan
otot
jantung.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar
dan
sedang
dimana
lesi
lemak
Arteromatosa
timbul
pada
permukaan
arteri.
Sehingga
mempersempit
9
yang
disebut
dalam
bahkan
plak
dinding
menyumbat
10
suplai aliran darah ke arteri bagian distal (Hudak &
Gallo;1997).
Akut miokard infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot
jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan
mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya
plak (Samekti, 2001).
2.1.1.2 Etiologi
AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan
kematian sel-sel jantung tersebut (Hiraishi, 2010). Beberapa hal
yang menimbulkan gangguan oksigen adalah :
a.
Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor,
antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh
darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung.
Beberapa hal yang dapat mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya : atherosclerosis, spasme,
dan arteritis. Spasme pembuluh darah bias juga terjadi
pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung
sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan beberapa
hal antara lain : mengkonsumsi obat-obatan tertentu,
11
emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang
ekstrim, merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran
darah dari jantung seluruh tubuh sampai kembali lagi ke
jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari factor
pemompaan dan volume darah yang dipompakan.
Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi
diantaranya
kondisi
hipotensi.
Stenosis
maupun
isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung
(aorta, mitralis, maupun trikuspidalis) menyebabkan
menurunnya cardiac out put (COP). Penurunan COP
yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan
beberapa bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan
adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.
3) Faktor Darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju
seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang,
maka sebagus apapun pembuluh darah dan pemompaan
jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu.
Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut
darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
12
b.
Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen
mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatkan
denyut jantung untuk meningkatkan Cardiac Out Put (COP).
Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit
jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin
memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin
meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
2.1.1.3 Faktor Resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap
orang untuk terkena AMI, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi
dan faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi (Bassand, 2007).
a.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan
sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan.
Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
1) Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini
antara lain : menimbulkan aterosklerosis; peningkatan
trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan
darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam
13
sehari bias meningkatkan risiko 2-3 kali disbanding yang
tidak merokok.
2) Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif
alcohol dosis rendah hingga moderat, mengurangi adhesi
platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi,
akan tetapi semuanya masih controversial.
3) Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumonia,norganisme gram
negative intraseluler dan penyebab umum penyakit
saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan
penyakit koroner aterosklerotik.
4) Hipertensi Sistemik
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya
after load yang secara tidak langsung akan meningkatkan
beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu
hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari
meningkatnya
after
load
yang
pada
akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung
5) Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara beban,
peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesteroh
14
darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas
rendah.
6) Penyakit Diabetes
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner pada
pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan
orang
biasa.
Hal
ini
berkaitan
dengan
adanya
abnormalitas metabolism lipit, obesitas, hipertensi
sistemik,
peningkatan
trombogenesis
(peningkatan
tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
b.
Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang tidak bisa diubah atau
dikendalikan, yaitu diantaranya (Overbaugh, 2009) :
1) Usia
Resiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan
wanita di atas 55 tahun (umumnya setelah menopause)
2) Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)
pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan, Hal ini berkaitan dengan estrogen endogen
yang bersifat protectife pada perempuan.
3) Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami
PJK sebelum usia 70 tahun merupakan faktor resiko
15
independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK
keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada
keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada
keluarga mempengaruhi penderita PJK pada keluarga
dekat.
4)
Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia
Utara, Skotlandia, dan Inggris Utara dan dapat
merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok,
struktur social-ekonomi, dan kehidupan urban.
2.1.1.4 Patofisiologi
Akut Miokard Infark (AMI) terjadi ketika iskemia yang terjadi
berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga
menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung
yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya
(Sjaharuddin, 2006).
Iskemik yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit
arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini
terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa
tahun di dalam lumen arteri koronaria (artery yang mensuplai darah
dan oksigen pada jantung). Plak dapat
sobek sehingga
menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan. Jika
16
bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah
balik total maupun sebagian pada arteri koroner (Alwi, 2006).
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya
oksigen mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri
tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Otot
jantung yang rusak itu akan mati. Selain disebabkan oleh
terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi
pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa
spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini (Alwi,
2006).
Spasme yang terjadi bisa dipacu oleh beberapa hal antara lain:
mengkonsumsi obat-obat tertentu; stress emosional; merokok; dan
paparan suhu dingin yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami arterosklerotik sehingga bisa
menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika
terlambat dalam penanganannya (Rilantono dkk, 2003).
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri
koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri
koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri
koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu desenden Anterior dan
arteri sirkumpleks kiri. Arteri koronaria Desenden Anterior kiri
berjalan melalui bawah anterior
dinding kearah afeks jantung.
17
Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel,
sebagian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior (Hiraishi, 2010).
Cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah
dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi
atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum
intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan
dari aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan
sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi:
atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum
interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan
diafragmatik ventrikel kiri (Smeltzer, 2002).
Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena
maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan
subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardium
disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan
bagian dalam saja disebut infark subendokardial. Infark moikardium
akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan
kehilangan daya kontraksinya begitupun otot yang mengalami
iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark
miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut
(Smeltzer, 2002) :
18
a.
Daya kontraksi menurun
b.
Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan
menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi).
c.
Perubahan daya kembang dinding ventrikel
d.
Penurunan volume sekuncup
e.
Penurunan fraksi ejeks
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada
beberapa factor dibawah ini (Corwin, 2001) :
a.
Ukuran infark, jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok
kardiogenik
b.
Lokasi infark, dinding anterior mengurangi fungsi mekanik
jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian
inferior
c.
Sirkulasi kolateral, berkembang sebagai respon terhadap
iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki
aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin
banyak sirkulasi kolaterah, maka gangguan yang terjadi
minimal.
d.
Mekanisme kompensasi, bertujuan untuk mempertahankan
curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai
terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi
dengan baik.
19
2.1.1.5 Manisfestasi Klinis
Keluhan yang khas dari AMI ialah nyeri dada retrosternal,
seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang
berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher,
rahang
bahkan
ke
punggung
dan
epigastrium
(Arif, 2001). Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan
tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada
pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali.
Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat
dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak
ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manisfestasi pertama
penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal
ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina,
perasaan tidak enak di dada atau epigastrium (Mansjoer, 2001).
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan
dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah,paradoksal
dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukan adanya
bendungan paru-paru. Takikardi, kulit yang pucat, dingin dan
hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadangkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di
dinding dada pada AMI inferior.
20
Tanda dan gejala infark miokard (Triage AMI) adalah (Samekto,
2001) :
a.
Klinis
1) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terusmenerus tidak mereda, biasanya di atas region sterna
bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala
utama
2) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai
nyeri tidak tertahan lagi.
3) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang
dapat menjalar ke bahu dan terus kebawah menuju
lengan (biasanya lengan kiri).
4) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan
atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam
atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istrahat atau
nitrogliserin (NTG).
5) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat,dingin,
diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang
dan mual muntah.
7) Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami
nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai
21
diabetes
dapat
mengganggu
neuroreseptor
(menumpulkan pengalaman nyeri)
b.
Laboratorium
1) CPK-MB/CPK (Creatine phosphokinase-mb), Isoenzim
yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6
jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36-48 jam.
2) LDH/HBDH ( lactate dehydrogenase), meningkat dalam
12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali
normal
3) AST/SGOT
(Serum
Glutamic
Oxaloacetic
Transaminase), Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi
dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali
normal dalam 3 atau 4 hari
c.
EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya
gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi
segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
2.1.1.6 Klasifikasi
Akut Miokard Infark di bedakan menjadi tiga yaitu
(Rendy & Margareth, 2012) :
22
1.
Akut Miokard Infark (AMI) dengan elevasi ST
Keluhan utama AMI adalah sakit dada yang terutama
dirasakan di daerah sternum, tetapi bisa menjalar ke dada kiri
atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada satu
atau kedua lengan. Biasanya digambarkan sebagai rasa
tertekan, terhimpit, diremas-remas, rasa berat atau panas,
kadang-kadang penderita melukiskannya hanya sebagai rasa
tidak enak di dada. Walaupun sifatnya ringan sekali, tapi rasa
sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam dan
jarang ada hubungannya dengan aktivitas serta tidak hilang
dengan istirahat atau pemberian nitrat. Pada beberapa
penderita, sakit tertutupi oleh gejala lain misalnya sesak nafas
atau sinkop.
2.
Akut Miokard Infark (AMI) tanpa elevasi ST
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau
kadangkala di epigastrium dengan cirri seperti diperas,
perasaan seperti diikat, perasaan terbakar. Nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang
sering ditemukan. Analisa berdasarkan gambaran klinis
menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan
onset baru angina berat memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu
istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada
23
iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala
tidak khas seperti dispneu, mual, diaporesis, sinkop atau nyeri
di lengan, epigastrum, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih
dari 65 tahun.
3.
Angina pectoris tidak stabil
Keluhan pasien pada umumnya berupa angina untuk
pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa.
Nyeri dada seperti pada angina angina biasa tapi lebih berat
dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat
disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadangkadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani
seringkali tidak ada yang khas.
2.1.1.7 Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala,
riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostik
(Smeltzer, 2002).
a.
EKG (Elektrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih
berfungsi akan menghasilkan perubahan gelombang T,
menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh
dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan
24
mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST Pada infark,
miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal
untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi
segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan
cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q
terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif
secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan
perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal
infark miokadr, elevasi ST disertai dengan gelombang T
tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya,
gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard,
gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
b.
Test Laboratorium Darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah
sehingga protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
1) Kreatinin Pospokinase (CPK)
2) LDH (Laktat Dehidrogenisasi)
3) Troponin T & I
4) Leukosit
5) Kolesterol atau Trigliserida
6) GDA (Gas Darah Arteri)
c.
Tes Radiologis
1) Coronary angiography
25
2) Foto Dada
3) Pencitraan darah jantung (MUGA)
4) Angiografi koroner
5) Digital subtraksion angiografi (PSA)
6) Nuklear Magnetic Reconance (NMR)
2.1.1.8 Komplikasi
Akut Miokard Infark (AMI) mengakibatkan beberapa
komplikasi (Niel K, 2009) :
a. Aritmia
Aritmia lazim ditemukan pada fase akut AMI, hal ini dapat
pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit AMI.
Aritmia
perlu
diobati
bila
menyebabkan
gangguan
hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard
dengan akibat mudahnya perluasan infark atau bila merupakan
predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti
takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol.
b. Bradikardi Sinus
Umumnya
disebabkan
oleh
vagotonia
dan
sering
menyertai AMI inferior atau posterior. Bila hal ini menyebabkan
keluhan hipotensi, gagal jantung atau bila disertai peningkatan
intabilitas ventrikel diberi pengobatan dengan sulfas intravena.
26
c.
Irama Nodal
Irama nodal umumnya timbul karena protektif escape
mechanism dan tak perlu diobati, kecuali bila amat lambat
serta menyebabkan gangguan hemodinamik. Dalam hal
terakhir ini dapat diberi atropine atau dipasang pacu jantung
temporer.
d.
Asistolik
Pada keadaan asistolik harus segera dilakukan resusitas
kardio pulmonal
serebral dan dipasang pacu jantung
transtorakal. Harus dibedakan dengan fibrilasi ventrikel halus
karena pada belakangan ini defribilasi dapat menolong.
Pemberian adrenalin dan kalsium klorida atau kalsium
glukonas harus dicoba.
e.
Kontraksi Atrium Prematur
Bila kontraksi atrium prematur jaringan, pengobatan
tidak perlu. Kontraksi atrium premature dapat sekunder
akibat gagal jantung atau dalam hal ini pengobatan gagal
jantung akan ikut menghilangkan kontraksi tersebut.
27
2.1.1.9 Penatalaksanaan AMI menurut Algoritma dari AHA :
Timbul Gejala
Menyediakan ambulasi untuk
membawa pasien ke igd
Pasien langsung dibawa ke IGD
Dibawa keruang TRIASE IGD/ Perubahan perawat dalam menentukan
keburukan pasien di ruang TRIASE :
1. Gejala dan tanda-tanda AMI
2. EKG 12 lead
3. Riwayat kesehatan
Perawatan darurat melalui perawatan
darurat pada area kondisi/ perawatan
yang akut di IGD
1. Monitor jantung 4. Aliran darah
2. Terapi oksigen
5. Nitrogliserin
3. IV D5W
6. Aspirin
Dokter mengevaluasi pasien darurat :
1. Riwayat
2. Pemeriksaan fisik
3. Interpretasi EKG
Tidak Pasti
Pasien AMI
Konsultasi
Ya
Tidak
Kandidat untuk
terapi Fibrinolitik
Ya
Terapi
fibrinolitik
Tidak Pasti
Mengevaluasi lebih
lanjut
Konsultasi
Pengobatan yang
digunakan antara lain :
1. Obat lain untuk AMI
(beta-bloker, heparin,
aspirin, nitrat)
2. Sambungkan ke
kateter PTCA atau
operasi CABG
Menerima
Gambar 2.1 Algoritma AMI
(American Hospital Association (AHA), 2002)
Melakukan
pendidikan dan
intruksi tindakan
lebih lanjut
Keluar IGD
28
2.1.1.10 Golden periode pada Akut Miokard Infark (AMI) dilakukan saat
(Denis, 2010) :
Kecepatan penanganan dirumah sakit dinilai dari pasien
datang dirumah sakit dan mendapat terapi (door to ballon time)
untuk Primary PCI, waktu untuk melakukan primary PCI (door to
ballon time) adalah 90 menit sejak kontak medik pertama.
PCI
Primer adalah memasukkan kateter (melalui arteri femoral) ke
dalam arteri koroner. Visualisasi dilakukan dengan sinar-x dengan
bantuan injeksi medium kontras radioopaque melalui kateter.
Ketika pembuluh darah koroner sudah dapat dilihat, identifikasi
definitif arteri yang trombosis dapat dilakukan dan arteri dapat
dibuka menggunakan balon pada ujung kateter sehingga terjadi
reperfusi miokard yang mengalami infark.
2.1.2 Keluarga
2.1.2.1 Pengertian
Keluarga adalah tempat dimana memelihara dan
merawat anggota keluarga, anggota keluarga dapat menolong
atau membantu dalam mencari tempat pelayanan sehingga
anggota keluarga saling percaya (Richard, 2003). Keluarga
adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang
hidup bersama atau seorang perempuan yang sudah sendirian
29
dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau diadopsi
dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (sayekti, 1994).
2.1.2.2 Peran Keluarga
Peran adalah perilaku yang berkenaan dengan siapa yang
memegang posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau
tempat seseorang dalam suatu sistem sosial. Setiap perilaku individu
menempati posisi-posisi multiple, orang dewasa dan pria suami
(Biddle dalam friedman 2002) yang berkaitan dengan masingmasing posisi ini adalah sejumlah peran keluarga, beberapa peran
yang terkaid adalah sebagai memelihara dan merawat anggota
keluaga, memberikan perhatian di antara anggota keluarga
(Friedman, 2002).
Peran merupakan seperangkat tingkah laku seseorang yang
diharapkan sesuai dengan fungsi, potensi, kemampuan serta
tanggung jawabnya (Rice, 2001). Keluarga merupakan unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan (Sudiharto, 2005).
Ada dua macam peran :
1. Peran informal
Peran informal adalah peran yang mempunyai tuntutan yang
berbeda, tidak terlalu didasarkan pada usia, jenis kelamin dan
lebih berdasarkan pada atribut personalitas atas kepribadian
30
individu. Peran formal dapat mempermudah pandangan terhadap
sifat masalah yang dihadapi dan mendapatkan solusi yang tepat.
Pelaksanaan peran informal yang efektif dapat mempermudah
pelaksanaan peran-peran formal (friedman, 2002)
Peran informal adalah peran yang bersifat implicit, biasanya
tidak tampak, dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhankebutuhan emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan
dalam keluarga (Maulani dkk, 2005). Berikut beberapa peran
informal antara lain :
a. Pendamai. Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam
keluarga maka konflik konflik dapat diselesaikan dengan
jalan musyawarah atau damai.
b. Pencari nafkah. Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan
oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material
maupun nonmaterial anggota keluarganya.
c. Perawatan keluarga. Perawatan keluarga yaitu peran yang
dijalankan terkait merawat anggota keluarga jika ada yang
sakit.
d. Pendorong. Pendorong mempunyai arti bahwa dalam
keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji, setuju dengan,
dan menerima kontribusi dari orang lain. Akibatnya ia dapat
merangkul orang lain dan membuat mereka merasa bahwa
pemikiran mereka penting dan bernilai untuk didengarkan.
31
2.
Peran formal
Peran
formal
merupakan
peran
yang
membutuhkan
ketrampilan dan kemampuan tertentu dalam menjalankan peran
tersebut. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga yaitu
ayah sebagai pencari nafkah, ibu sebagai pengatur ekonomi
keluarga, di samping itu tugas pokok pengasuh anak. Jika salah
satu anggota keluarga tidak dapat memenuhi suatu peran, maka
anggota keluarga yang lainnya mengambil alih kekosongan ini
dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi dengan baik
(Murray dkk dalam freadman, 2002).
Setiap posisi peran dalam keluarga adalah peran yang
terkait, yaitu sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat
homogen, keluarga membagi peran secara merata kepada para
anggotanya seperti cara masyarakat membagi peran-perannya
menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu
system. Ada peran yang membutuhkan keterampilan dan
kemampuan tertentu, ada juga peran yang tidak terlalu komplek,
sehingga dapat didelegasikan kepada mereka yang kurang trampil
atau
kepada
mereka
(Maulani dkk 2005).
yang
kurang
memiliki
kekuasaan
32
Peran formal yang standar dapat terdapat dalam keluarga
(pencari nafkah, ibu rumah tangga, sopir, pengasuh anak, dan
lain-lain). Jika dalam keluarga hanya terdapat sedikit orang yang
memenuhi peran ini, maka akan lebih banyak tuntutan dan
kesempatan bagi anggota keluarga untuk memerankan beberapa
peran pada waktu yang berbeda. Jika seorang anggota keluarga
meninggalkan rumah, dan karenanya ia tidak memenuhi suatu
peran, maka anggota lainnya akan mengambil alih kekosongan ini
dengan memerankan perannya agar tetap berfungsi (Maulani dkk
2005). Peran yang membentuk posisi sosial sebagai suami (ayah)
dan istri (ibu) antara lain sebagai berikut:
a.
Peran sebagai provaider atau penyedia
b.
Sebagai pengantur rumah tangga
c.
Perawat anak, baik yang sehat maupun yang sakit.
d.
Sosialisasi dan rekreasi anak
e.
Peran terapeutik dan peran sosial
2.1.1.3 Faktor yang mempengaruhi peran
1. Faktor Kelas Sosial
Kelas
sosial
ditentukan
oleh
unsur-unsur
seperti
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Pendapatan seseorang
dari segi finansial akan mempengaruhi status ekonomi, dimana
dengan pendapatan yang lebih besar memungkinkan lebih bisa
terpenuhinya kebutuhan, sehingga yang ada dimasyarakat
33
bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang maka akan
semakin tinggi pula kelas sosialnya (Notoatmojo, 2003).
Pada keluarga dengan status ekonomi kurang, peran orang
tua merupakan hal paling penting dari sang ibu, dimana ibu
lebih jauh berfisat tradisional dalam pandangannya terhadap
pengasuhan anak dengan suatu penekanan yang lebih besar
pada kehormatan, kepatuhan, kebersihan dan disiplin bila
dibandingkan dengan keluarga menengah keatas yang lebih
menitik beratkan pada pengembangan pengendalian kekuatan
sendiri dan kemandirian prinsip perkembangan dengan orang
tua dan anak (Besmer friedman, 2002).
2.
Faktor Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga dimulai dari terjadinya
pernikahan yang menyatukan dua pribadi yang berbeda,
dilanjutkan dengan tahap persiapan menjadi orang tua. Tahap
selanjutnya adalah menjadi orang tua dengan anak usia banyi
sampai tahap-tahap berikutnya yang berakhir dengan tahap
berduka kembali dimana dalam setiap tahap individu mempunyai
peran yang berbeda sesuai dengan keadaan (Wong, 2009).
3.
Faktor Peristiwa Situasional khususnya masalah kesehatan atau
sakit
Kejadian kehidupan situasional yang berhadangan dengan
keluarga dengan pengaruh sehat sakit terhadap peran keluarga,
34
peran sentral ibu sebagai pembuat keputusan tentang kesehatan
utama, pendidik, konselor, dan pemberi asuhan dalam keluarga
(Lidman dan Friedman, 2002).
4.
Faktor Model Peran
Individu merupakan bagian dari masyarakat, informasi yang
diterima individu terkaid dengan masalah sehari-hari dalam
masyarakat akan menyebabkan masalah peran dari individu
tersebut sehingga akan terjadi transisi peran dan konflik peran
(Friedman, 2002).
2.1.3 Pengalaman keluarga
Pengalaman
merupakan
suatu
proses
pembelajaran
dan
pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari
pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai
suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku
yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan
yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman,
pemahaman dan praktek. (Knoers & Haditono, 1999).
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasakan, ditanggung) ( KBBI, 2005). Pengalaman dapat
diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima
dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada
waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi
otobiografi. (Daehler & Bukatko, 2002).
35
Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa pengalaman
merupakan tingkah laku, perilaku, dan sesuatu yang pernah dialami
(dijalani, dirasakan, ditanggung). Peran keluarga dalam menghadapi
serangan AMI pada anggota keluarga salah satunya untuk mengurangi
keterlambatan dalam penanganannya.
36
2.2 Kerangka Teori
Faktor Penyebab AMI
A. Faktor resiko yang
B. Faktor yang tidak
dapat dimodifikasi :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
4. Geografi
dapat dimodifikasi :
1. Merokok
2. Konsumsi alkohol
3. Infeksi
4. Hipertensi
sistemik
Golden periode pada AMI
5. Obesitas
6. Penyakit diabetes
Faktor yang
mempengaruhi
peran :
1. F. kelas sosial
2. F. tahap
perkembangan
keluarga.
3. F. model peran
Serangan Akut Miokard
Infark (AMI)
Membawa ke
fasilitas kesehatan
Komplikasi AMI :
Peran keluarga
Macam-macam peran:
1. Peran informal
2. Peran formal
1.
2.
3.
4.
Aritmia
Bradikardi sinus
Irama nodal
Asistolik
Penatalaksanaan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Terapi oksigen
Pemberian obat
Monitor jantung
IV D5W
Kateter PTCA
Operasi CABG
Gambar 2.2 Kerangka Teori
(Setianto 2003, Edwards 2007, Sudiharto 2005)
37
2.3 Fokus Penelitian
Serangan AMI
Mencari pelayanan
kesehatan
Penatalaksanaan
Serangan AMI di Rumah
Tindakan di rumah
Persepsi
Peran Keluarga
Respon
emosional
Gambar 2.3 Fokus Penelitian
Keterangan :
-----------
: Tidak diteliti
: Diteliti
Fokus pada penelitian ini untuk mengetahui pengalaman keluarga saat
terjadi serangan AMI dan tindakan keluarga dalam menghadipi serangan AMI
saat di rumah karena keluarga sangat berperan dalam penanganan terjadinya
serangan AMI dan tindakan mereka untuk mencari pelayanan kesehatan segera
sangat penting dan bagimana respon emosional antar anggota keluarga.
38
2.4 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
Nama
Judul Penelitian
Metode
Peneliti
Elsevier B.V women’s experiences Kualitatif
pada tahun and behavior at onset dengan
2011
of symptoms of ST study cohort
segment
elevation
acute
myocardial
infarction
Mohsen
Taghaddosi,
Mansour
Dianati,
Javad Fath
Gharib
Bidgoli,
Javad
Bahonaran
pada tahun
2010
Delay and its related
factors in seeking
treatment in patients
with acute myocardial
infarction
Kuantitatif
dengan
Cros
sectional
Hasil
Bahwa lebih banyak
pengetahuan tentang AMI
harus diberikan kepada pasien
dan keluarga tentang gejala
yang timbul dari AMI, dan
pentingnya memiliki rencana
rencana yang harus
dipersiapkan saat terjadi
serangan kasus. Karena
anggota keluarga memainkan
peran penting dalam
mengurangi keterlambatan
pengobatan setelah timbulnya
gejala AMI, mereka harus
secara aktif terlibat dalam
program-progam pendidikan
tersebut.
Hasil dari 131 pasien
(69%) mempunya
keterlambatan dalam mencari
pengobatan. Faktor-faktor
seperti jenis kelamin,
usia,
status ekonomi, pendidikan,
mengacu pada dokter umum
untuk merujuk kerumah sakit
yang lebih baik, tingkat
keparahan gejala dipengaruhi
dengan pedesaan
dan saat timbulnya
gejala pada malam hari,
berhubungan dengan
penundaan pengobatan.
Penyebab penundaan antara
lain : berharap gejala
untuk mengurangi secara
spontan, menghubungkan
gejala dengan masalahlain
selain masalah jantungdan
mengabaikan gejala.
39
ossein
Farshidi,
Shafei
Rahimi,
Ahmadnoor
Abdi, Sarah
Salehi,
Abdoulhoss
ain Madani
pada tahun
2012
Factors
Associated
With
Pre-hospital
Delay in Patients
With
Acute
Myocardial Infarction
Kuantitatif
dengan
Cros
sectional
Hasil dari 35,7% pasien tiba
selama satu jam setelah
serangan terjadi, dan
7,9% tiba setelah 24 jam
serangan . Pasien memiliki
pendidikan tingkat
tinggi dengan riwayat keluar
ga penyakit akut miokard
infark telah secara
signifikan lebih
sedikit keterlambatan dalam ti
ba di rumah sakit. Sedangkan
yang berpendidikan rendah
lebih banyak
keterlambatannya dalam tiba
ke rumah sakit karena faktorfaktor yang mempengaru :
Umur,
status perkawinan, jenis
kelamin, jauhnya akses
pelanyanan menuju rumah
sakit,pendidikan,pengetahuan
, persepsi keluarga paling
umum yang menyebabkan
keterlambatan kedatangan
tiba kerumah sakit karena
kebnyakan menunggu
penyembuhan secara spontan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang pada umumnya menjelaskan dan memberi
pemahaman dan interpretasi tentang berbagai perilaku dan pengalaman
manusia (individu) dalam berbagai bentuk (Poerwandari, 2009). Peneliti
mengambil metode kualitatif karena penelitian ini dilakukan pada kondisi
alamiah (natural setting), dimana peneliti sebagai instrumen kunci,
menggunakan data yang pasti dan untuk mendapatkan data yang mendalam
karena setiap keluarga atau orang mempunyai pengalaman yang berbedabeda. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskripsif studi
fenomenologi. Fenomenologi adalah memberikan deskripsi, refleksi,
interprestasi, dan modus riset yang menyampaikan intisari dari pengalaman
kehidupan individu yang diteliti (Van manen, 2007). Pendekatan deskriptif
fenomenologi
dinilai
dapat
menjelaskan
fokus
permasalahan
(Poerwadi, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
mengenai pengalaman keluarga, peran, prilaku, emosional, penanganan
dalam menghadapi serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota
keluarga.
40
41
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sragen pada bulan Januari
sampai dengan Juni 2015 (Jadwal terlampir). Penelitian ini dilakukan di
RSUD Sragen karena angka kematian AMI pada tiga bulan terakhir ini
tinggi berjumlah 10 pasien (RM. RSUD Sragen, 2014).
3.3
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua keluarga yang mempunyai
anggota keluarga dengan Akut Miokard Infark (AMI) di RSUD Sragen
dengan
kriteria
(Morse,
2000).
yang
sudah
Teknik
ditentukan
pengambilan
hingga
sampel
tercapai
saturasi
dilakukan
dengan
menggunakan metode purposive sampling (teknik sampel bertujuan) yaitu
pengambilan sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi
(Nursalam, 2009). Sampel berasal dari keluarga di RSUD Sragen dengan
kriteria :
1.
Keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit Akut
Miokard Infark (AMI) di RSUD Sragen.
3.4
2.
Keluarga yang memiliki serangan AMI kurang dari satu tahun.
3.
Keluarga yang setuju untuk di jadikan responden pada penelitian ini.
Instrumen dan prosedur Pengumpulan Data
a.
Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
42
a) Instrumen inti
Peneliti dalam penelitian ini merupakan instrument atau alat dalam
penelitian, karena peneliti sebagai perencana, penafsir data
pengevaluasi hasil penelitian. Peneliti harus paham metode
penelitian, penguasaan teori wawancara terhadap bidang yang akan
diteliti, dan peneliti siap untuk memasuki obyek penelitian, baik
secara akademik maupun logistiknya.
b) Instrumen penunjang
Alat bantu dalam pengumpulan data yang digunakan yaitu lembar
alat pengumpul data (meliputi nama, umur, alamat, pendidikan),
alat tulis (buku dan bolpoin), alat perekam dengan menggunakan
handphone dengan voice notes recorder karena hasil rekaman
terdengar jelas dan pedoman wawancara semi terstruktur yang
terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai Akut Miokard Infark
(AMI).
b.
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain
(Creswell, 2013) :
1) Tahap Persiapan
Setelah peneliti mendapat surat ijin penelitian dari STIKes Kusuma
Husada Surakarta, peneliti akan minta ijin kepada RSUD Sragen untuk
meneliti di Tempat tersebut, setelah mendapat ijin peneliti akan
meminta ijin kepada calon partisipan sesuai kriteria inklusi yang ada
pada rencana penelitian. Sebelum peneliti melakukan wawancara,
peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada informan,
43
menjelaskan
tujuan
yang
dilakukannya,
mengecek
instrument
penunjang seperti alat perekam, peneliti harus menguasai konsep,
latihan wawancara terlebih dahulu dan menguji coba wawancara
terlebih dahulu.
2) Tahap Pelaksanaan
Setelah itu wawancara secara mendalam dilakukan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data dan untuk memperkuat penelitiannya.
Wawancara Semi terstruktur, wawancara ini termasuk dalam kategori
in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Tujuan
dari wawancara ini untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat, dan
ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti mendengarkan secara
teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Urutan
pertanyaan tergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap
individu. Wawancara dimulai dari partisipan pertama pada tanggal 5
Februari 2015, partisipan kedua 21 februari 2015, partisipan ketiga 24
februari 2015, partisipan keempat dan kelima 21 februari 2015 dan
partisipan keenam dan ketuju pada tanggal 26 februari 2015 dilakukan
selama 30 menit, wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka
(Open-ended questions) dan menggunakan
bantuan
pertanyaan
wawancara yang telah disiapkan sebelumnya (Stars H, 2007).
44
3) Tahap Terminasi
Penulis menulis laporan, mendokumentasikan hasilnya. Dalam
penulisan laporan, peneliti harus mampu menuliskan setiap frasa, kata
dan
kalimat
serta
pengertian
secara
tepat
sehingga
dapat
mendeskripsikan data dan hasil analisa yang telah diambil. Penulis
mencatat kembali jika ada data tambahan, peneliti memberikan reward
kepada informan, peneliti menyatakan bahwa penelitiannya sudah
selesai kepada informan.
3.5
Analisa data
Analisa Data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang
penelitian (Creswell, 2013). Teknik analisa yang dapat digunakan
pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Collaizi
(Creswell, 2013). Alasan metode ini didasarkan dengan filosofi Husserl,
yaitu suatu penampakan fenomena informan, sehingga sangat cocok untuk
memahami arti dari suatu makna fenomena keluarga dalam menghadapi
serangan AMI.
Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut :
1. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam
bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.
2. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari informan
untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman informan.
45
Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkrip untuk merasa hal yang
sama seperti informan.
3. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan
yang signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan
yang merupakan pengulangan dan mengandung makna yang sama atau
mirip maka pernyataan ini diabaikan.
4. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan
kata
kunci
yang
sesuai
pernyataan
penelitian,
selanjutnya
mengelompokkan lagi kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhatihati agar tidak membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan
dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang signifikan.
Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah kalimat satu dengan yang
lain.
5. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa
kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti memvalidasi
kembali kelompok tema tersebut.
6. Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang
menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.
7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan
lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir penelitian.
46
3.6
Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data, metode yang digunakan pada penelitiam
ini meliputi :
1. Pengujian Transferability
Merupakan validitas eksternal, menunjukkan derajad ketepatan
atau dapat diterapkan hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut
diambil (Rosbon, 2011). Peneliti dalam membuat laporan memberikan
uraian yang rinci, jelas sistematis dan dapat dipercaya. Peneliti
menggunakan sumber yang falit seperti jurnal dan teori yang sudah ada,
sumber yang diteliti dicantumkan di daftar pustaka, uraian hasil dibuwat
skematik .
2. Pengujian Dependebility
Peneliti melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.
Dimana pembimbing memantau aktivitas peneliti dalam melakukan
penelitian (Creswell, 2013). Peneliti mulai menentukan masalah/fokus,
memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data,
melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan dapat
ditunjukkan. Peneliti melampirkan lembar konsultasi dan lembar
penelitian.
3. Pengujian Konfirmability
Penelitian ini telah disepakati oleh orang banyak. Dimana hasil
penelitiannya di uji dan dikaitkan dengan proses yang dilakukan peneliti
(Creswell, 2013). Dalam penelitian jangan sampai prosesnya tidak ada,
47
tetapi hasilnya ada. Peneliti mendapatkan persetujuan dari informan dan
menyertakan surat-surat yang sudah diperolehnya. Peneliti melampirkan
lembar inform konsen.
3.7
Prinsip-prinsip Etika Penelitian
1. Menghargai Harkat dan Martabat partisipan
Prinsip ini dapat dilakukan peneliti untuk memenuhi hak-hak
informan
dengan
cara
menjaga
kerahasiaan
identitas
informan
(anonymity), kerahasiaan data (confidentiality), menghargai privacy dan
dignity, dan menghormati otonomi (respect for autonomy) (Kvale, 2011).
Informan mempunyai hak otonomi untuk menentukan keputusannya
secara sadar dan sukarela/ tanpa paksaan setelah diberikan penjelasan
oleh peneliti dan memahami bentuk partisipannya dalam penelitian yang
dilakukan
Menjamin
kerahasiaan
(confidentiality)
data,
peneliti
menyimpan seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa lembar
persetujuan mengikuti penelitian, biodata, hasil rekaman dan transkrip
wawancara dan hasil rekaman diberi kode informan tanpa nama
(hak anonymity), untuk selanjutnya disimpan di dalam file khusus. Hal ini
dilakukan peneliti untuk menghormati prinsip privacy dan dignity.
2. Prinsip keadilan (Justice)
Merupakan hak untuk diperlakukan adil dan tidak dibeda-bedakan
diantara mereka selama kegiatan penelitian dilakukan (Kvale, 2011).
Setiap peneliti memberi perlakuan dan penghargaan yang sama dalam hal
48
apa pun selama kegiatan penelitian dilakukan tanpa memandang suku,
agama, etnis, dan kelas sosial. Peneliti memberikan kesempatan yang
sama kepada partisipan untuk memilih tempat dan waktu yang sama.
3. Persetujuan setelah penjelasan (Informed consent)
Merupakan persetujuan antara peneliti dan informan dengan
memberikan lembar persetujuan. Pernyataan persetujuan diberikan
kepada informan setelah memperoleh berbagai informasi berupa tujuan.
Jika partisipan setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan (Kvale, 2011). Peneliti meminta persetujuan dari informan
terlebih dahulu (lisan atau tulisan) untuk berpartisipasi pada penelitian
yang dilakukan, peneliti memberkan informasi yang jelas kepada
informan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab empat ini dijelaskan mengenai hasil penelitian yang didapatkan
terkait pengalaman keluarga dalam menghadapi kejadian serangan AMI pada
anggota keluarga di RSUD Sragen. Tema-tema yang didapatkan dari penelitian ini
diperoleh berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan pada tuju anggota
keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit AMI. Tema yang
didapat meliputi empat tema antara lain pengenalan awal terhadap serangan AMI,
respon psikologis menghadapi serangan AMI, penyebab keterlambatan di bawa
kerumah sakit, ketidakpuasan pada pengobatan alternatif. Berikut uraian dari
diskripsi tempat penelitian dan serta hasil analisi tema yang muncul.
4.1 Diskripsi tempat penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Sragen merupakan rumah sakit negeri
kelas B. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis
dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan
rujukan dari rumah sakit kabupaten. RSUD Sragen memiliki angka kematian
penyakit AMI yang cukup banyak pada tahun 2014 sebanyak 106 pasien
dan rumah sakit sragen menjadi rujukan di daerah sragen dan ngawi
(RM RSUD Sragen, 2014)
4.2 Karakteristik partisipan
Karakteristik ketujuh partisipan yang bersedia untuk dilakukan
wawancara antara lain sebagai berikut : partisipan satu (P1) adalah
perempuan
49
50
berusia 51 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan wiraswasta dan lama
merawat keluarga dengan penyakit AMI empat tahun. Partisipan kedua (P2)
perempuan usia 46 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan sebagai
wiraswasta dan lama merawat anggota keluarga dengan penyakit AMI dua
tahun. Partisipan ketiga (P3) laki-laki usia 32 tahun pendidikan terakhir SMA
pekerjaan wiraswasta dan lama merawat anggota keluarga dengan AMI satu
tahun. Partisipan keempat (P4) perempuan berusia 55 tahun pendidikan
terakhir SMA pekerjaan ibu rumah tangga dan lama merawat anggota
keluarga dengan AMI dua tahun. Partisipan kelima (P5) perempuan berusia
61 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan ibu rumah tangga dan lama
merawat anggota keluarga dengan AMI tiga tahun.Partisipan keenam (P6)
perempuan berusia 41 tahun pendidikan terakhir SMK pekerjaan ibu rumah
tangga dan lama merawat keluarga dengan AMI enam tahun.Partisipan ketuju
(P7) laki-laki berusia 47 tahun pendidikan terakhir sarjana pekerjaan guru dan
lama merawat anggota keluarga dengan AMI empat tahun.
4.3 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara terhadap tuju partisipan dari anggota
keluarga dengan AMI diketahui pengalaman keluarga dalam menghadapi
terjadinya serangan AMI di RSUD Sragen. Wawancara dilakukan selama
kurang lebih 20 sampai 35 menit, waktu dan tempat sudah disepakati oleh
partisipan sebelumnya dan saat wawancara dipilih tempat yang jauh dari
keramaian supaya partisipan dapat mengungkapkan jawaban yang diberikan
51
oleh peneliti secara mendalam dan terbuka mengenai pengalaman, tindakan
dan respon partisipan dalam menghadapi serangan AMI pada anggota
keluarganya.
Penelitian ini menghasilkan 4 tema berdasarkan hasil analisis
tematik yang dilakukan. Analisis tema disusun mulai dari pencarian kata
kunci, pengelompokan kategori-kategori
yang kemudian membentuk sub
tema dan menjadi tema yang sudah dihasilkan dari hasil penelitian. Penelitian
ini menemukan komponen pengalaman awal terhadap serangan AMI, respon
psikologis menghadapi serangan AMI, penyebab keterlambatan di bawa ke
rumah sakit, kecenderungan memilih pengobatan medis. Berikut akan di
jelaskan tema-tema yang di temukan.
4.3.1. Tujuan khusus 1 : Mengidentifikasi persepsi keluarga terhadap
serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada anggota keluarga di
RSUD Sragen.
Mengidentifikasi persepsi keluarga dalam menghadapi serangan
AMI di dapatkan satu tema yaitu pengenalan awal terhadap serangan
AMI dari tema di atas didapatkan dua sub Tema yaitu penyakit yang
wajar dan penyakit yang mengancam kehidupan.
sub Tema Penyakit yang wajar di kategorikan dalam dua
kategori yaitu masuk angin biasa dan penyakit yang tidak berbahaya.
Masuk angin biasa diungkapkan oleh kelima partisipan seperti berikut :
“lha apa masuk angin…” (partisipan 1)
“lha anggapan nya orang desa kan paling Cuma masuk
angin…”(partisipan 1)
“…paling ya seperti masuk angin biasa tadi mbak” (partisipan 4)
52
“…saya kira sakit masuk angin biasa mbak…”(partisipan 5)
“…itu awalnya saya kira masuk angin biasa mbak…”(partisipan 6)
“… dulu saya kira ya masuk angin biasa itu mbak…”(partisipan 7)
Partisipan mempersepsikan bahwa penyakit jantung merupakan
penyakit Masuk angin biasa yang wajar dan tidak berbahaya. Masuk
angin di anggap hanya seseorang tersebut sedang kurang enak badan.
Selain penyakit jantung dipersepsikan sebagai masuk angin
biasa penyakit jantung juga di persepsikan sebagai penyakit yang tidak
berbahaya seperti ungkapan kedua partisipan berikut ini :
“mungkin gara-gara kecapekan tadi juga bisa…”(partisipan 3)
“ya menurut saya ya tidak berbahaya mbak…”(partisipan 6)
“…sakit yang tidak parah mbak jika segera ditangani…”(partisipan 6)
Penyakit jantung di persepsikan sebagai penyakit jantung yang
tidak berbahaya karena anggapan mereka bahwa penyakit jantung tidak
parah dan tidak berbahaya karena disebabkan oleh keletihan saja.
sub Tema Penyakit yang mengancam kehidupan dibedakan
menjadi dua kategori yaitu penyakit yang berbahaya dan penyakit yang
menyakitkan. Penyakit yang berbahaya seperti yang diungkapkan oleh
ketiga partisipan berikut ungkapan mereka:
“pengertiannya ya mbak penyakit jantung berat…”(partisipan 2)
“…kalau tidak segera ditangani bisa menjadi kematian
mbak…”(partisipan 5)
“…penyakit yang berbahaya mbak…”(partisipan 7)
Penyakit yang berbahaya merupakan penyakit yang mengancam
kehidupan dan penyakit yang mematikan jika tidak segera ditangi
secepatnya.
53
Penyakit yang mengancam kehidupan di kategorikan ke dalam
penyakit yang menyakitkan seperti ungkapan partisipan berikut ini:
“…sakit yang sangat-sangat sakit…”(Partisipan 5).
Ungkapan partisipan tersebut menyatakan bahwa penyakit
jantung merupakan penyakit yang sangat-sangat sakit dan penyakit yang
tidak bisa diungkapkan oleh hal apapun juga.
Komponen pengenalan awal terhadap AMI dapat dilihat pada gambar 4.1
berikut ini :
Masuk angin
Masuk
angin biasa
Penyakit
yang wajar
Kecapekan
Pengenalan awal
terhadap
serangan AMI
Tidak berbahaya
Tidak parah
Penyakit jantung
berat
Penyakit yang
berbahaya
Menjadi kematian
berbahaya
Sakit yang sangatsangat sakit
Menyakitkan
Gambar 4.1 bagan Tema pertama
Penyakit
yang
mengancam
kehidupan
54
4.3.2. Tujuan khusus 2 mengidentifikasi respon emosional keluarga dalam
menghadapi kejadian serangan Akut Miokard Infark (AMI) pada
anggota keluarga
Mengidentifikasi respon emosional keluarga di dapatkan satu
Tema yaitu respon psikologis menghadapi serangan AMI. tema
dibagun oleh sub Tema yaitu respon berduka, cemas, respon
penyangkalan dan respon simpati.
sub Tema respon berduka disusun oleh dua kategori yaitu
sedih dan menangis. Kategori sedih seperti yang diungkapkan oleh
keenam partisipan sebagai berikut:
“ ya sedih mbak…”(partisipan 1)
“sedih mbak-mbak kalau melihatnya”.(partisipan 2)
“ya kaget sedih juga …”(partisipan 3)
“…yang jelas sedih was-was kawatir takut
mbak…”(partisipan 5)
“ya yang jelas sedih mbak…”(partisipan 6)
“…sedih juga mbak…”(partisipan 7)
kehilangan
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa respon yang
dialami oleh partisipan diatas yaitu sedih ketika salah satu anggota
keluarganya mengalami cobaan yang sedang dihadapi.
Respon berduka dipersepsikan sebagai kategori menangis,
yang diungkapkan oleh ketiga partisipan sebagai berikut:
“masyallah saya sudah panik sudah nangis bingung…”(partisipan 5)
“…saya kaget mbak nangis terus”.(partisipan 6)
“…nangis tidak karuan mbak…”(partisipan 7)
“menangis gara-gara takut kehilangan mbak…(partisipan 7)
Ungkapan partisian diatas menunjukan bahwa respon yang
dirasakan oleh para partisipan diatas salah satunya menangis karena
55
partisipan tidak tega dengan salah satu anggotanya yang sedang
mengalami serangan jantung.
Tema dari respon psikologis menghadapi serangan AMI
juga di susun oleh sub Tema cemas. Cemas di kategorikan ke dalam
kategori takut dan panik. Kategori takut di ungkapkan oleh ketiga
partisipan sebagai berikut:
“…kawatir takut kehilangan mbak…”(partisipan 5)
“…was-was itu pasti ada mbak…”(partisipan 5)
“…rasa takut kehilangan mbak sama anggota
saya…”(partisipan 6)
“takut kehilangan…”(partisipan 7)
keluarga
Pernyataan partisipan diatas menunjukan bahwa Takut
merupakan respon yang sedang dihadapi oleh partisipan karena
partisipan takut untuk kehilangan anggota keluarganya.
Selain cemas di kategorikan sebagai kategori takut cemas juga
di kategorikan sebagai kategori panik seperti yang diungkapkan oleh
ketiga partisipan berikut:
“masyallah saya sudah panik sudah nangis bingung…”(partisipan 5)
“…sudah tidak karuan perasaan saya mbak…”(partisipan 6)
“ya yang panik lah yang bingung campur jadi satu mbak”(partisipan
6)
“saya bingung mbak, kakak saya ini kenapa…”(partisipan 7)
“…yang jelas panik mbak…”(partisipan 7)
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa respon panik
merupakan respon yang sedang dialami oleh partisipan dan salah satu
partisipan diatas mengatakan bahwa bingung ketika menghadapi
anggota keluarga yang sedang mengalami serangan AMI.
56
Selain Sub Tema di atas tema dari respon psikologis
menghadapi serangan serangan AMI juga di bagun oleh sub tema
respon penyangkalan yang disusun oleh kategori tidak menduga yang di
ungkapkan oleh keempat partisipan berikut :
“ya kaget tidak menyangka kalau bapak saya memiliki penyakit
itu”.(partisipan 3)
“…ya kaget sedih sama heran…”(partisipan 3)
“…tidak menyangka saja mbak”.(partisipan 4)
“…saya kaget mbak…”(partisipan 6)
“ya saya kaget mbak…”(partisipan 7)
Tidak menduga merupakan ungkapan partisipan karena mereka
kaget ketika anggota keluarganya mengalami serangan AMI. mereka
tidak menyangka kalau anggota keluarganya ada yang mengalami
serangang AMI.
Tema dari respon psikologis menghadapi serangan AMI juga
di bangun oleh sub Tema respon berduka yang di kategorikan ke dalam
kategori kasihan yang diungkapkan oleh kelima partisipan berikut:
“kasian orang dirumah sakit itu sudah bosan”.(partisipan 1)
“sebenarnya ya kasian…”(partisipan 2)
“…kasian mbak orang ibaratnya tinggal hidup enak…”(partisipan 4)
“kasian juga mbak udah tua kok malah kayak gini”.(partisipan 6)
“kasian mbak anak-anaknya masih kecil…”(partisipan 7)
Ketiga partisipan diatas mengungkapkan bahwa kasian
merupakan respon yang dialaminya karena anggota keluarganya
mengalami serangan AMI sehingga mereka merasakan hal yang sedang
dirasakan oleh anggota keluarganya yang sedang mengalami serangan
AMI.
57
Komponen respon psikologis menghadapi serangan AMI dapat
dilihat pada gambar 4.2 berikut ini :
Sedih
Sedih
Respon
berduka
1.Nangis
Menangis
2.Menangis
s
1.Takut kehilangan
Takut
Cemas
2.Was-was
1.Panik
Panik
Respon
psikologis
menghadapi
serangan
AMI
2.Bingung
3.Tidak karuan perasaan
saya
1.Kaget tidak menyangka
Respon
Tidak menduga
2. Kaget
Penyangkal
an
3.Heran
4.Tidak menyangka
Kasihan
Kasihan
Respon simpati
Gambar 4.2 bagan Tema kedua
58
4.3.2 Tujuan khusus 3 : mengidentifikasi tindakan yang dilakukan
untuk menolong keluarga saat terjadi serangan Akut Miokard
Infark (AMI).
Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong
anggota keluarga saat terjadi serangan AMI didapat dua tema yaitu
penyebab
keterlambatan
dibawa
ke
rumah
sakit
dan
kecenderungan memilih pengobatan medis. Tema tersebut di
bangun oleh beberapa sub tema berikut:
a.
Tema penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit di
bangun oleh lima sub Tema yaitu tindakan massase, pemberian
posisi semi flower, terapi suhu, terapi relaksasi, pemberian
obat medis, pemberian obat tradisional.
sub Tema tindakan massase disusun oleh kategori yaitu
memijat. Kategori memijat di ungkapkan oleh ketuju partisipan
sebagai berikut:
“paling nenek saya menyuruh untuk dikerok’I…kalau di kerok’I
biar cepet sembuh…”(partisipan 1)
“kalau keringat dingin ya saya pijitin…”(partisipan 1)
“dulu ya saya kerokin…”(partisipan 2)
“…ya saya kerokin…”(partisipan 3)
“dipijitin sebentar…”(partisipan 3)
“ya saya kerokin itu…”(partisipan 4)
“…yang saya lakukan hanya ngerokin…”(partisipan 5)
“…sama saya kerok’I mbak biar cepet sembuh…”(partisipan 6)
“…saya pijitin terus saya kasih minum…”(partisipan 6)
“…dikerokin
sama
dipijitin
kok
tidak
sembuhsembuh…”(partisipan 7)
Pernyataan partisipan diatas menunjukan bahwa hal yang
pertama kali mereka lakukan adalah tindakan memijat dan
59
mengerokin anggota keluarga yang sedang mengalami serangan
AMI tersebut.
Selain sub Tema pertolongan pertama dirumah juga di
bedakan ke dalam sub Tema pemberian posisi semi flower
dikategorikan sebagai kategori pemberian posisi setengah duduk
seperti yang diungkapkan oleh partisipan berikut:
“tiduran saja,saat sesak nafas itu ya dikasih bantal biar agak
atas”(partisipan 1).
Partisipan
mengungkapkan
bahwa
tindakan
yang
dilakukan untuk menolong anggota keluarga yang terkena
serangan
AMI
hanya
memberikan
bantal
saja
supaya
pernafasannya lancar dan tidak sesak lagi.
Tema penyebab keterlambatan di bawa ke rumah
sakit selain dibangun oleh sub tema pemberian posisi semi
flower Juga di bangun oleh sub Tema terapi suhu yang disusun
oleh kategori minum air hangat yang diungkapkan oleh ketiga
partisipan berikut :
“terus minum air hangat biar cepat sembuh”.(partisipan 1)
“…saya kasih minum air hangat itu mbak…”(partisipan 5)
“…terus ya kasih minum air teh hangat itu mbak”.(partisipan 6)
Minum air hangat merupakan salah satu tindakan yang
dilakukan oleh partisipan yang bertujuan agar anggota
keluarganya cepat sembuh
Selain sub Tema terapi suhu dari tema penyebab
keterlambatan di bawa ke rumah sakit juga di susun oleh sub
60
Tema terapi relaksasi yang di susun oleh kategori kompres
botol hangat yang di ungkapkan oleh partisipan berikut :
“saya kasih air panas di punggungnya…”(partisipan 5)
Pernyataan partisipan Kompres botol hangat merupakan
salah satu tindakan yang mereka lakukan untuk menolong
anggota keluarganya.
Selain kategori kompres botol hangat sub tema terapi
relaksasi juga disusun oleh kategori pemberian minyak herbal
yang diungkapkan oleh kelima partisipan berikut:
“…saya kasih minyak gosok itu mbak”.(partisipan 1)
“…terus saya kasih balsem juga mbak…”(partisipan 4)
“…saya
kasih
minyak
kayu
putih
mbak
yang
banyak…”(partisipan 5)
“…saya kasih minyak kayu putih itu juga mbak…”(partisipan 6)
“…saya kasih minyak tawon itu juga ya tidak sembuhsembuh…”(partisipan 7)
Ungkapan partisipan menunjukan bahwa Pemberian
minyak herbal merupakan tindakan untuk menyembuhkan
penyakit jantung tetapi salah satu partisipan mengatakan kalau
dikasih minyak herbal tidak segera sembuh.
Selain sub Tema terapi relaksasi tema penyebab
keterlambatan di bawa ke rumah sakit juga di bangun oleh
sub Tema pemberian obat medis yang di susun oleh kategori
pemberian obat tanpa resep yang diungkapkan oleh ketiga
partisipan berikut:
61
“kalau kumat ya minum obat dari apotik itu”.(partisipan 2)
“…hanya saya kasih bodrek …”(partisipan 5)
“…membelikan obat napasin dari warung saja…”(partisipan 5)
“…saya kasih obat dari warung itu mbak…”(partisipan 6)
Partisipan mengungkapkan bahwa pemberian obat tanpa
resep merupakan tindakan yang dilakukan oleh beberapa
partisipan agar mempercepat penyembuhan serangan AMI.
Selain sub Tema di atas tema penyebab keterlambatan
dibawa ke rumah sakit juga dibangun oleh sub Tema
pemberian obat tradisional yang disusun oleh kategori minum
ramuan herbal yang diungkapkan oleh ketiga partisipan berikut:
“paling jamu mbak, jamu pegelinu itu…”(partisipan 3)
“…jamu pegelinu itu mbak ya biar cepet sembuh…
”(partisipan 6)
“saya kasih jamu itu ya biar cepat sembuh mbak”.(partisipan 7)
Ungkapan partisipan menunjukan bahwa memberikan
ramuan herbal merupakan tindakan yang mwmbuat sembuh
anggota keluarganya yang terkena serangan jantung
62
Komponen penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit dapat
dilihat pada gambar 4.3 berikut :
1.kerokin
Tindakan
massase
Memijat
2.pijitin
Tiduran dikasih
bantal
posisi setengah
duduk
Pemberian posisi
semi flower
1.minum air
hangat
2.minum air teh
hangat
Kasih air panas
di punggungnya
Minum air hangat
Terapi suhu
Kompres
botol hangat
Terapi relaksasi
1.minyak gosok
Pemberian
minyak herbal
2.balsem
3.minyak kayu putih
4.minyak tawon
1.minum obat dari apotik
2.bodrek
3.obat napasin dari warung
4.obat dari warung
Jamu pegel linu
Pemberian obat
tanpa resep
Minum ramuan
herbal
Pemberian obat
medis
Pemberian obat
tradisional
Gambar 4.3 bagan Tema ketiga
Penyebab
keterlamb
atan di
bawa
kerumah
sakit
63
b. Tema kecenderungan memilih pengobatan medis di bangun
oleh dua sub tema yaitu di bawa ke pelayanan kesehatan dan
ketidakpuasan pada pengobatan alternatife. sub Tema dibawa
ke pelayanan kesehatan disusun oleh dua kategori yaitu
dibawa kerumah sakit dan dibawa kepuskesmas. Kategori
dibawa kerumah sakit di ungkapkan oleh keempat partisipan
berikut :
“…langsung saya bawa kerumah sakit…”(partisipan 1)
“…saya bawa kerumah sakit langsung mbak”.(partisipan 2)
“…langsung dibawa kerumah sakit sambirejo itu ya langsung
di rujuk kerumah sakit sragen”(partisipan 3)
“…saya bawa kerumah sakit…”(partisipan 5)
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa dibawa
kerumah sakit merupakan solusi yang paling tepat untuk
pertolongan pertama bagi anggota keluarganya supaya dapat
segera terselamatkan.
Selain kategori dibawa kerumah sakit sub Tema di
bawa ke pelayanan kesehatan juga disusun oleh kategori
dibawa ke puskesmas yang diungkapkan oleh ketiga partisipan
berikut :
“…tidak sembuh-sembuh ya terus saya bawa kepuskesmas
mbak”(partisipan 4)
“…saya bawa kepuskesmas mbak”(partisipan 6)
“…terus
akhirnya
ya
saya
periksakan
kepuskesmas…”(partisipan 7)
64
Di bawa ke puskesmas merupakan penanganan yang
tepat untuk penyakit jantung agar segera mendapatkan
pertolongan pertama.
Selain sub tema di bawa ke pelayanan kesehatan juga
di bangun oleh sub tema ketidak puasan pada pengobatan
alternatif yang disusun oleh tiga kategori yaitu tidak membawa
kepengobatan alternatif, tidak percaya dengan alternatif dan
tidak sembuh dibawa kealternatif. Kategori tidak membawa
kepengobatan alternatif diungkapkan oleh ketiga partisipan
berikut :
“pokoknya pas nenek saya sakit tidak dibawa kemana-mana,
yang pengobatan alternatife atau yang lainnya ya tidak mbak,
ya langsung di bawa kerumah sakit”.(partisipan 1)
“diherbal-herbal ya tidak pernah…”(partisipan 3)
“…tidak pernah ketabib atau kedukun atau ke alternatif itu
tidak pernah”.(partisipan 5)
Ungkapan partisipan diatas menyatakan bahwa Tidak
membawa kepengobatan alternatif merupakan salah satu
tindakan yang mereka lakukan karena mereka langsung
membawa ke pelayanan kesehatan
Selain kategori tidak membawa kepengobatan alternatif
juga disusun oleh kategori tidak percaya dengan alternatif
yang diungkapkan oleh partisipan berikut :
“…dialternatif itu saya kurang puas yang jelas saya kurang
percaya dengan alternatif”.(partisipan 5)
65
Partisipan menyatakan bahwa Tidak percaya dengan
alternatif karena partisipan tidak puas dengan pengobatan
alternatif dan partisipan tidak percaya dengan pengobatan
alternatif.
Selain kategori tidak percaya dengan alternatif juga
dibangun oleh kategori tidak sembuh dibawa kealternatife yang
diungkapkan oleh ke tiga partisipan berikut :
“…tidak mbak-mbak… kalau saya bawa kealternatife ya
kelamaan mbak nanti malah tidak tertolong”(partisipan 4)
“saya bawa kepengobatan alternatife mbak fikirnya saya itu
biar cepet sembuh mbak tapi kok belum sembuhsembuh...”(partisipan 6)
“kepengobatan herbal tidak sembuh-sembuh ya saya bawa
kepuskesmas…”(partisipan 7)
Pernyataan partisipan mengungkapkan bahwa tindakan
yang dilakukan adalah membawa kepengobatan alternatife dan
mereka membawanya dan Tidak sembuh dibawa kealternatif.
66
Komponen kecenderungan memilih pengobatan alternatif dapat
dilihat pada gambar 4.4 berikut:
Ke rumah sakit
Ke puskesmas
1.Tidak dibawa
ke pengobatan
alteratife
2. Diherbalherbal juga tidak
Kurang percaya
Dibawa kerumah
sakit
Dibawa ke pelayanan
kesehatan
Dibawa ke
puskesmas
Tidak membawa ke
pengobatan
alternatif
Tidak percaya
dengan
alternatif
Kecenderungan memilih
pengobatan medis
Ketidakpuasan
pada pengobatan
alternatif
1.Lama
2.Belum sembuh
3.Tidak sembuh
Tidak sembuh
dibawa ke
alternatif
Gambar 4.4 bagan Tema keempat
67
4.4 SKEMATIK
Serangan AMI
Pengenalan awal terhadap
serangan AMI
1. Penyakit yang wajar
a. Masuk angin biasa
b. Penyakit
yang
tidak
berbahaya
2. Penyakit yang mengancam
kehidupan
a. Penyakit yang berbahaya
b. Menyakitkan
Respon psikologis
menghadapi serangan AMI
1. Respon berduka
a. Sedih
b. Menangis
2. Cemas
a. Takut
b. Panik
3. Respon penyangkalan
a. Tidak menduka
4. Respon simpati
a. Kasian
Kecenderungan memilih
pengobatan medis
1.
2.
Dibawa
kepelayanan
kesehatan
a. Dibawa kerumah sakit
b. Dibawa kepuskesmas
Ketidakpuasan
pada
pengobatan alternatife
a. Tidak
membawa
kepengobatan alternatife
b. Tidak percaya dengan
alternatife
c. Tidak sembuh dibawa
kealternatife
Penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit
1. Tindakan massase
a. memijat
2. Pemberian posisi semi flower
a. Posisi setengah duduk
3. Terapi suhu
a. Minum air hangat
4. Terapi relaksasi
a. Kompres botol hangat
b. Pemberian minyak herbal
5. Pemberian obat medis
a. Pemberian obat tanpa resep
6. Pemberian obat tradisional
a. Minum ramuan herbal
Gambar 4.5 Skematik serangan Akut Miokard Infark (AMI)
68
Serangan AMI bagi keluarga merupakan pengenalan awal terhadap
terjadinya serangan AMI mereka beranggapan bahwa penyakit Akut Miokard
Infark merupakan penyakit yang wajar yang ditandai dengan penyakit masuk
angin biasa dan penyakit yang tidak berbahaya, sebagian partisipan beranggapan
bahwa penyakit AMI merupakan penyakit yang mengancam kehidupan ditandai
dengan penyakit yang berbahaya dan penyakit yang menyakitkan karena penyakit
jantung bisa mengancam kehidupan dan menimbulkan kematian dari pengenalan
awal terhadap serangan AMI menimbulkan terjadinya respon psikologi
menghadapi serangan AMI bagi keluarga yang ditandai dengan respon berduka,
cemas,respon penyangkalan dan respon simpati bagi anggota keluarga. Respon
psikologi tersebut mengakibatkan terjadinya keterlambatan dibawa kerumah sakit
karena setelah terjadinya serangan keluarga melakukan tindakan massase,
memberikan terapi suhu, memberikan terapi relaksasi, pemberian obat medis dan
memberikan obat tradisional seperti jamu atau ramuan herbal. Keluarga lebih
memilih kepengobatan medis yang ditandai dengan membawa anggota keluarga
kepelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Keluarga juga tidak
puas dengan pengobatan alternative karena tidak sembuh jika dibawa
kepengobatan alternatife.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pengenalan terhadap serangan AMI
Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit jantung merupakan
penyakit yang wajar ditandai dengan penyakit masuk angin biasa karena
sebelumnya anggota keluarga yang mengalami serangan AMI tidak
menunjukan hal-hal aneh dan gejala yang aneh-aneh maka dari itu keluarga
beranggapan kalau penyakit jantung tidak berbahaya dan penyakit jantung
seperti masuk angin biasa. Beberapa partisipan beranggapan bahwa penyakit
jantung merupakan penyakit yang berbahaya dan penyakit yang menyakitkan
karena penyakit jantung bisa mengakibatkan kematian jika tidak segera
mendapatkan pertolongan segera.
Penyakit jantung merupakan suatu keadaan dimana otot jantung tibatiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri
koroner
oleh
gumpalan
darah
karena
pecahnya
plak
(Samekti 2001). Penelitian dari Peter R (2010) menyimpulkan bahwa lebih
banyak pengetahuan tentang AMI harus diberikan kepada pasien dan keluarga
tentang gejala yang timbul dari AMI, dan pentingnya memiliki rencanarencana yang harus dipersiapkan saat terjadi serangan AMI..
Penelitian yang lain mengatakan bahwa pasien dengan akut miokard
infark sering kali mengambil keputusan jauh sebelum terjadinya serangan
untuk pengobatannya karena waktu keputusan pengobatan dipengaruhi oleh
69
70
pengetahuan tentang AMI dan gejala dari AMI, tujuan penelitian ini untuk
mengetahui dan membandingkan pengetahuan AMI, tindakan yang dilakukan
dalam menanggapi AMI dan sikap mencari pengobatan medis dari pasien dan
masyarakat umum. Hasil penelitian tentang pengetahuan penyakit AMI. baik
dan mayoritas berpikir bahwa AMI selalu dimulai tiba-tiba, Sebagian besar
dari masyarakat umum akan menghubungi orang sebelum membawa
kepelayanan kesehatan (Henriksson et al, 2012).
Rina Eko Handayani (2011), dalam penelitiannya yang berjudul
Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Infark Miokard Akut di
Paliun Jantung RUMKITAL Dr. Ramlan Surabaya, hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang
sebanyak 46,1% , tingkat pengetahuan cukup sebanyak 30,8% dan tingkat
pengetahuan baik sebanyak 23,1%. Simpulan dari hasil penelitian ini tingkat
pengetahuan responden hampir setengahnya kurang.
Pernyataan mengenai penyakit AMI
yang diungkapkan oleh
partisipan tentang penyakit yang wajar seperti masuk angin biasa padahal
menurut teori bahwa penyakit AMI merupakan suatu keadaan dimana otot
jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak
arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya suatu plak yang ditandai
dengan nyeri dada seperti diremas-remas, ditusuk, panas atau ditindih barang
berat. Nyeri terjadi karena metabolisme anaerob mengakibatkan terjadinya
asam laktat sehingga mengakibatkan nyeri, hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh partisipan.
71
5.2 Respon psikologis menghadapi serangan AMI
Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa dalam
menghadapi anggota keluarga saat mengalami serangan AMI respon yang
dialami oleh keluarga antara lain sedih keluarga merasa sedih karena anggota
keluarga mengalami cobaan yang tidak mereka inginkan. Menangis
merupakan respon yang dihadapi oleh anggota keluarga karena keluarga
mengungkapkan isi perasaannya, keluarga mengangis karena takut untuk
kehilangan anggota keluarganya, dengan cara menangis keluarga sudah
mengungkapkan perasaan nya dan mengungkapkan apa yang keluarga alami,
keluarga merasa lega ketika sudah menangis.
Anggota keluarga merasa takut, panik dan cemas saat anggota
keluarganya mengalami serangan AMI karena keluarga tidak mengetahui
kalau anggota keluarganya sedang mengalami serangan AMI, keluarga cemas
saat menghadapi anggota keluarganya yang sedang mengalami serangan AMI
karena keluarga tidak tau apa yang sedang dialami oleh anggota keluarganya.
Menurut Sunaryo, M. 2004 Cemas merupakan perasaan internal
yang sumbernya sering kali tidak spesifik dan mengancam keamanan
seseorang dan kelompok. Cemas disebabkan oleh karena krisis situasi, tidak
terpenuhinya kebutuhan, perasaan tidak berdaya dan kurang kontrol pada
situasi kehidupan. Cemas bisa terjadi pada siapa saja baik orang sehat atau
orang sakit. Bagi orang sakit kecemasan akan meningkat, terlebih jika yang
bersangkutan didiagnosa menderita penyakit terminal seperti stroke yang
dipandang oleh masyarakat sebagai penyakit penyebab kematian. Pihak
72
keluarga juga merasa cemas jika yang yang sakit adalah orang yang sangat
dicintai, sebagai tulang punggung keluarga atau sumber dari segalanya bagi
keluarga.
Keluarga tidak menduga kalau anggota keluarganya akan mengalami
serangan AMI karena anggota keluarga yang mengalami serangan
sebelumnya sehat-sehat saja dan tidak menunjukan hal-hal yang aneh-aneh,
keluarga merasa kasian ketika anggota keluarganya mengalami serangan
karna keluarga tidak tega untuk melihat anggota keluarganya yang merasakan
kesakitan
Menurut Kubler-Ross (Moyle & Hogan, 2006) Respon pengingkaran
(Denial) merupakan Perasaan tidak percaya, syok, biasanya ditandai dengan
menangis, gelisah, lemah, letih, dan pucat. Individu bertindak seperti seolah
tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umumnya dilontarkan oleh klien atau
keluarga.
Kondisi sakit tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan. pasien
dan keluarganya harus menghadapi berbagai perubahan yang terjadi akibat
kondisi sakit dan pengobatan yang dilaksanakan. Keluarga umunya akan
mengalami perubahan perilaku dan emosional, setiap orang mempunyai
reaksi yang berbeda beda terhadap kondisi yang dialami. Penyakit yang berat,
terutama yang dapat mengancam kehidupan, dapat menimbulkan perubahan
perilaku yang lebih luas, ansietas, syok, penolakan, marah. Hal tersebut
73
merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress (Potter, Patricia A.
2005).
Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability), kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu
tetapi masih dalam batas –batas normal. Ada segi yang disadari dari
kecemasan itu sendiri seperti rasa takut, tidak berdaya, terkejut, rasa berdosa
atau terancam, selain itu juga segi – segi yang terjadi diluar kesadaran dan
tidak dapat menghindari perasaan yang tidak menyenangkan (Gail, 2006).
Penelitian lain menunjukan bahwa Perilaku dan sikap keluarga
dalam menghadapi pasien jantung masih dalam rentang respon yang adaptif
dan belum mengarah ke respon mal adaptif, hal ini sangat menguntungkan
untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam pelayanan pada pasien. Tujuan
penelitian untuk mempelajari pengalaman kecemasan keluarga pada saat
anggota keluarganya menderita penyakit jantung dan dirawat di Ruang HND .
Hasil penelitian menunjukan bahwa respon psikologis keluarga dalam
menghadapi pasien jantung yang dirawat di ruang HND didapatkan dua
tingkat kecemasan. Tingkat kecemasan sedang ditandai dengan sedih,
berdebar- debar, sulit tidur. Sedangkan tingkat kecemasan berat ditandai
keluarga mengalami gelisah, bingung, sulit berkonsentrasi, takut kehilangan
keluarga. Perilaku yang dilakukan keluarga dalam menghadapi masalah ini
pasrah, berdoa, mempunyai keyakinan yang kuat serta konsultasi dengan
74
keluarga lain dan mengikuti perkembangan pasien sesuai aturan Rumah Sakit
(Agung, 2008).
Respon psikologi yang sedang dialami oleh keluarga masih dalam
rentang yang adaptif belum mengarah kerespon maladaptive sehingga hal ini
menguntungkan keluarga untuk mengamil tindakan selanjutnya, seperti
tindakan untuk membawa kepelayanan kesehatan dan pernyataan mengenai
respon psikologis yang sedang dihadapi oleh keluarga sesuai dengan tori yang
sudah ada bahwa Penyakit yang berat, terutama yang dapat mengancam
kehidupan, dapat menimbulkan perubahan perilaku yang lebih luas, ansietas,
syok, penolakan dan marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang
disebabkan oleh stress.
5.3 Penyebab keterlambatan dibawa kerumah sakit
Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab keterlambatan dibawa
kerumah sakit karena beberapa faktor yang dilakukan keluarga sebelum
membawa anggota keluarganya ke rumah sakit. Faktor-faktor tersebut antara
lain tindakan massase yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk anggota
keluarga yang sedang mengalami serangan AMI keluarga melaukan tindakan
memijat dan melakukan kerokan untuk anggota keluarganya tujuannya
supaya anggota keluarga yang mengalami serangan cepat sembuh.
Masase merupakan tindakan nonfarmakologis yang efektif untuk
mengurangi nyeri. Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan
lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan
75
atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi
dan memperbaiki sirkulasi (Henderson, Christine, 2005). Pemberian masase
menutup pintu gerbang nyeri sehingga mampu menghambat perjalanan nyeri.
Keuntungan teknik masase tidak hanya menimbulkan perubahan fisiologis
murni, namun lebih luas yaitu efek psikologis yang dapat mengurangi
kecemasan
Keluarga melakukan tindakan pemberian posisi semi flower seperti
posisi setengah duduk yang diberikan bantal dipunggung anggota keluarga
tersebut yang tujuannya agar anggota keluarga yang sedang mengalami
serangan sesak nafas akan berkurang sesak nafasnya dan tidak merasakan
kesakitan lagi.
Mengatur pasien dalam posisi tidur dengan sudut 45 derajat akan
membantu menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi paruparu maksimal serta mengatasi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan perubahan membrane alveolus dengan sudut posisi tidur 45 derajat,
sesak nafas berkurang dan sekaligus akan meningkatkan durasi dan kualitas
tidur pasien. Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan
kepala memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan
pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan
oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal. Perubahan posisi
berbaring dengan berbagai ukuran sudut tidak berpengaruh besar terhadap
perubahan tanda vital ( tekanan darah, nadi, dan respirasi) hanya saja sudut
76
posisi tidur 45 derajat dapat menghasilkan kualitas tidur yang lebih baik
dibandingkan dengan posisi tidur sudut 30 derajat (Melanie, 2014).
Keluarga memberikan minum air hangat kepada anggota yang
sedang mengalami serangan AMI biar cepet sembuh. Salah satu dari
partisipan melakukan tindakan mengompres botol hangat di punggung bagian
atas pada anggota keluarga yang mengalami serangan tujuannya agar nyeri
yang dirakan oleh anggota keluarga yang mengalami serangan akan
berkurang.
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu
hangat
setempat
yang
dapat
menimbulkan
efek
fisiologis
dengan
menggunakan buli – buli panas atau kantong air panas secara konduksi
dimana terjadi pemindahan panas dari buli – buli ke dalam tubuh sehingga
memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat
yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya. Tujuan
dari kompres hangat ini untuk menurunkan intensitas nyeri dengan manfaat
pemberian kompres hangat secara biologis dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara
fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan dilatasi pembuluh
darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Respon dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan terapi pada
berbagai kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh (Kusyati, 2006).
77
Keluarga juga memberikan minyak herba, ramuan herbal dan
memberikan obat medis partisipan beranggapan kalau anggota keluarga yang
mengalami serangan AMI diberikan ramuan herbal dan obat medis akan cepat
sembuh dan mengurangi rasa sakit yang sedang dialami oleh anggota
keluarga yang sedang mengalami serangan AMI. Beberapa faktor tersebut
mengakibatkan terlambatnya dibawa kerumah sakit karena tindakan-tindakan
keluarga yang kurang tepat dan keluarga tidak segera membawa kerumah
sakit.
Penyebab penundaan dan kurangnya waktu penanganan pada
serangan Akut Miokard Infark (AMI) desebabkan karena kurangnya
pengetahuan tentang penyakit AMI (Mansour, 2010). Sedangkan hasil
penelitian
yang
sesuai
dengan
penelitian
ini
menunjukan
bahwa
keterlambatan dibawa ke rumah sakit karena beberapa faktor. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor akibat keterlambatan
pengobatan medis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keputusan untuk
mencari bantuan medis bagi wanita dengan ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI) dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kepercayaan, emosi,
pengalaman sebelumnya dan pada saat serangan (Peter R, 2010).
Kecepatan penanganan dirumah sakit dinilai dari pasien datang
dirumah sakit dan mendapat terapi (door to ballon time) untuk Primary PCI,
waktu untuk melakukan primary PCI (door to ballon time) adalah 90 menit
sejak kontak medik pertama.
PCI Primer adalah memasukkan kateter
(melalui arteri femoral) ke dalam arteri koroner. Visualisasi dilakukan dengan
78
sinar-x dengan bantuan injeksi medium kontras radioopaque melalui kateter.
Ketika pembuluh darah koroner sudah dapat dilihat, identifikasi definitif
arteri yang trombosis dapat dilakukan dan arteri dapat dibuka menggunakan
balon pada ujung kateter sehingga terjadi reperfusi miokard yang mengalami
infark (Denis, 2010)
Penelitian yang berhubungan dengan AMI mengatakan bahwa hasil
dari 35,7% pasien tiba selama satu jam setelah serangan terjadi dan 7,9% tiba
setelah 24 jam terjadi serangan. Pasien yang memiliki pendidikan tingkat
tinggi dengan riwayat keluarga dengan penyakit AMI secara signifikan lebih
sedikit keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit, sedangkan yang berpendidikan
rendah lebih banyak keterlambatannya tiba ke Rumah Sakit karena faktorfaktor yang mempengaruhinya antara lain memilih untuk mengobati sendiri,
jauhnya akses pelayanan kesehatan, pedidikan dan pengetahuan keluarga
yang rendah terhadap serangan AMI (Ossein, 2012).
5.4 Kecenderungan memilih pengobatan medis
Hasil penelitian menunjukan bahwa kecenderungan memilih
pengobatan medis disebabkan oleh keluarga lebih percaya membawa ke
pelayanan kesehatan karena pengobatan medis langsung ditangani oleh
ahlinya penyakit jantung dan pengobatan medis lebih baik penangannya dari
pada pengobatan alternatif. Keluarga tidak membawa ke pengobatan alternatif
dikarenakan pengobatan alternatif tidak menyembuhkan dan keluarga
beranggapan jika dibawa kepengobatan alteratif anggota keluarganya yang
79
sakit tidak tertolong karena lamanya penanganan pengobatan alternatif.
Keluarga tidak puas jika anggota keluarganya yang sakit dibawa ke
pengobatan alternatif, mereka kurang percaya dengan pengobatan alternatif
karena pengobatan alternatif tidak membuat penyakit jantung cepat sembuh.
Pelayanan kesehatan yang memadai merupakan tumpuan kesehatan
masyarakat dan merupakan kebutuhan mendasar selain pangan dan
pendidikan. Pelayanan kesehatan bukan saja monopoli rumah sakit saja tetapi
juga Puskesmas. Indonesia yang mempunyai penduduk lebih dari 200 juta
jiwa tidak mungkin harus bergantung dari rumah sakit saja dalam hal
memperoleh pelayanan kesehatan. Masyarakat mencari pengobatan ke
fasiilitas-fasilitas pengobatan modern yang disediakan oleh pemerintah atau
lembaga-lembaga kesehatan swasta sepertii rumah sakit, balai pengobatan,
Puskesmas dan lain- lain. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas perlu ditingkatkan dengan adanya
penelitian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat
sehingga pelayana yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.
(Notoatmodjo, 2005).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor
predisposisi dimana mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhaadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat social ekonomi dan sebagainya. Faktor
pemungkin yang mana meneakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
80
fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Faktor penguat yang meliputi faktor
sikap dan perilaku tokoh masyarakat, toko agama, sikap dan perilaku petugas
termasuk petugas kesehatan. (Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian Endang dari Fakultas Ilmu Pendidikan Negeri
Malang tahun 2009, karena pelayanan pengobatan medis sudah maju dan
fasilitasnya lebih memadai,dibuktikan dengan pernyataan bahwa salah satu
wujud kepedulian Pemerintah Indonesia terhadap kesehatan masyarakat
adalah dibangunnya sejumlah Puskesmas dan Posyandu. Pembangunan
Puskesmas dimaksudkan sebagai salah satu lembaga pelayanan kesehatan
yang terdepan. Artinya, sebagai lembaga yang diharapkan menjadi ujung
tombak kesehatan masyarakat akan dapat meningkatkan peranannya untuk
melayani masyarakat terbawah di berbagai daerah di Indonesia, sementara itu,
terdapat berbagai pilihan fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan masyarakat
untuk mencari kesembuhan ketika mengalami sakit. Fasilitas dimaksud
adalah pengobatan keluarga yang dilakukan sendiri misalnya minum jamu,
fasilitas pengobatan non medis misalnya dengan pertolongan dukun atau
alternatif lain serta fasilitas pertolongan Medis misalnya dengan pertolongan
dokter atau bidan berdasarkan ilmu kedokteran (Endang, 2009).
Keluarga memilih kepengobatan medis dikarenakan pengobatan
medis lebih terjamin dan fasilitas-fasilitasnya sudah memadai oleh karena itu
banyak masyarakat yang berobat ke pelayanan kesehatan. Perilaku
masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan ditunjukkan dengan
adanya variasi perilaku. Tidak ada pemanfaatan fasilitas kesehatan Sendiri
81
saja, Medis saja atau Non Medis saja dalam upaya penyembuhan penderita.
Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan tas kesehatan
ditunjukkan dengan perilaku tersebut atau meneruskan menggunakan lebih
dari satu fasilitas. Fasilitas kesehatan yang dimanfaatkan pertama kali pada
umumnya dilakukan secara Sendiri lebih dahulu. Ada total 14.6% masyarakat
berperilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan berakhir sembuh dengan
perilaku Non Medis. Ada 85.6% masyarakat berperilaku memanfaatkan
fasilitas kesehatan berakhir sembuh dengan perilaku Medis (Endang, 2009).
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
6.1 Kesimpulan
1
Mengidentifikasi persepsi keluarga terhadap serangan AMI merupakan
Pengenalan awal terhadap serangan AMI berupa penyakit yang wajar dan
penyakit yang mengancam kehidupan yang ditandai dengan dan penyakit
masuk angin biasa, penyakit yang tidak berbahaya dan penyakit yang
berbahaya.
2
Respon emosional menghadapi serangan AMI berupa respon psikologis
yang ditandai dengan respon berduka, cemas, respon penyangkalan, takut
kehilangan anggota keluarga dan respon simpati yang dialami oleh
keluarga karena keluarga merasa sedih ketika anggota keluarga
mengalami serangan AMI.
3
Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk menolong keluarga saat
terjadi serangan AMI berupa penyebab keterlambatan dibawa kerumah
sakit karena keluarga melakukan tindakan massase, memberikan posisi
semi flower , memberikan terapi suhu, terapi relaksasi, memberikan obat
medis dan memberikan obat tradisional. Kecenderungan memilih
pengobatan medis karena keluarga membawa kepelayanan kesehatan dan
keluarga tidak puas dengan pengobatan alternatife.
82
83
6.2 SARAN
1.
Bagi Keluarga
Keluarga hendaknya segera mengenali tanda dan gejala dari AMI,
mengetahui pertolongan pertama AMI dan segera membawa ke
pelayanan kesehatan.
2.
Bagi Institusi
Hasil penelitian ini perlu peningkatan kesadaran masyarakat mengenai
penanganan penyakit Akut Miokard Infark (AMI) di keluarga dan
masyarakat yang dilakukan institusi lewat pengabdian masyarakat.
3.
Bagi peneliti lain
Berdasarkan simpulan hasil penelitian tersebut, penulis memberikan
saran kepada peneliti lain dalam bidang sejenis yang ingin melanjutkan
dan mengembangkan penelitian ini agar meneliti lebih jauh tentang
efektifitas terapi altrnatif untuk Akut Miokard Infark (AMI) dengan
metode yang berbeda.
4. Bagi institusi kesehatan
Institusi kesehata hendaknya memberikan pendidikan kesehatan bagi
keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit AMI atau
kepada masyarakat tentang penyakit AMI, tanda dan gejala AMI dan
bagaimana mencari pengobatan untuk pasien Akut Miokard Infark
(AMI).
84
DAFTAR PUSTAKA
Alvi, Idrus. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jilid III Edisi IV. FK UI :
Jakarta
Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inguiry and Research Design : Choosing
Among Five Traditions.Thousand Oaks.s. California : SAGE
Publication,Inc.
Creswell,J.W.(2013).Qualitative Inquiry & research design:Choosing among five
approaches. Thousand Oaks:sage publication Ltd.
Christofferson RD. 2009. Acute Myocardial Infarction. In : Griffin BP, Topol EJ,
eds. Manual of cardiovascular medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins.. p.1-28.
Corwin, E.J. 2001. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit,
B.U.Jakarta: EGC;
Denis, D 2010, Penatalaksanaan awal SKA & STEMI, EGC, Jakarta.Departemen
kesehatan. Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2010
[Internet]. 2010 [updated Juli 2010; cited 2012 Januari 27]. Available
from: http://dinkes kotasemarang.go.id/
Drs. Sunaryo, M. Kes. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC.
Djer MM. 2007. Penatalaksanaan Penyait Jantung Bawaan Tanpa Bedah. Health
Technology Assesment Indonesia Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;
Dracup K,Moser DK.McKinley S,Ball C,Yamasaki K,Kim CJ,et al. 2003. An
international perspective on the time to treatment foracute myocardial
infarction.J Nurs Scholarsh;35(4):317-23.
Endang. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pasien Berobat
ke Puskesmas, Malang
Fitchett D, Goodman S, Langer A. 2001 New Advances in the Management of
Acute Coronary Syndromes: Matching Treatment to Risk. CMAJ; 164 (9).
85
Friedman, M. 2002, Keperawatan Keluarga: teori praktek, Edisi ketiga, Jakarta:
Salemba Medika.
Gail W. Stuart. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. ECG..
Goldberg RJ,Steg PG,Sadiq I,Granger CB,Jackson EA,Budaj A et al. 2002. Extent
of,and factors associated with,delay to hospital presentation in pasients
with acute coronary dicease (the GRACE regristri).Am J Cardiol Apr
1;89(7):791-6.
Goldberg RJ,Spencer FA ,Fox KA,Brieger D,Steg PG,Gurfinkel E,et al. 2009.
Prehospital delay in patients with acute coronary syndromes (from the
global regristri of acute coronary events [GRACE]).Am J Cardiol Mar
1;103(5):598-602.
Guyton AC, Hall JE. 2006 Textbook of Medical Physiologi. Philadelphia:
Saunders Elsevier;;h.76-85.
Henderson, Christin, (2005). Konsep Kebidanan, Jakarta : EGC.
Henriksson C, Lindahl B, Larsson M. Patients’ and relatives’ thoughts and actions
during and after symptom presentation for an acute myocardial infarction,
Eur J Cardiovase Nurs Des 2012;6(4):280-6.
Herartri. R.(2004). Family Planing. Decision-making: Case studies in west java.
Indonesia. Paper presented at 12 th Biennial Conference of Australia
population council. On population and society : issues, research policy,
Canberra, Australia.
Hiraishi S, Agata Y, Nowatari M, Oguchi K, et al. Incidence and natural course of
trabecular ventricular septal defect: Two-dimensional echocardiography
and color Doppler flow image study. J Pediatr 1992 [cited 2010 may
25];120:409-15
Kabo. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kelly. T and Howie, L. (2007). Working with stories in nursing research:
procedures used in narrative analysis. International journal of mental
health nursing,16,136-144 doi :10.1111/J.1447-0349.2007.00457.x
Kertohoesodo, Soeharto. 1897. Pengantar Kardiologi. Jakarta : penerbit Widya
Medika. 2001.
Kusyati, Eny. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan
Dasar. Jakarta : EGC.
86
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI..
Mendes LA, Loscalzo J. 7 2008. Congenital Heart disease in Adults. In: Lee
Goldman, Dennis Ausiello, editors. Cecil Medicine. 23 rd edition.
Philadelphia : Elsevier’s Health Sciences;.
McGinn AP,Rosamond WD,GoffJ,Taylor HA,Miles JS,Chambless L.Trends in
prehospital delay time and use of emergency medical services for acute
myocardial infarction:experience in 4 US communities from 19872002.Am Heart J Sep 2005;150(3):392-400.
Margrethe Herning,Peter R.Hansen,Birgitte Bygbjerg and tove lindhardt Eur J
Cardiovasc Nurs 2011 10:241.
Melanie, R. 2014. “Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas
Hidup dan Tanda Vital pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat
Intensif
RSUP
Dr
Hasan
Sadikin
Bandug“.
http
:stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/…201208-008,pdf.(diakses
pada
tanggal 19 juni 2015 pada pukul 07:00 wib.
Moyle, W.P., & Hogan, N.S. (2006). Grief theories and models applications to
hospice nursing practice. Journal Of Hospice And Palliative Nursing.
Vol.10, No.6.
Muhammad. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan 7 Penyakit Penyebab Mati
Muda. Yogyakarta: MedPress.
Nallamothu BK,Bradley EH,Krumholz HM.Time to treatment in primary
percutaneous coronary intervention.N Engl J Med Oct 18
2007;357(16):1631-8.
Neil
K.Kaneshiro.
Coarctation
of
the
aorta.
www.nlm.nih.gov.update November 2, 2009.
Available
from:
Noer, H.M Sjaifoellah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.1996.
Notoadmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoadmojdo. 2010. Perilaku Kesehatan. Cetakan Ketiga. Edisi Revisi. Jakarta :
Rineka Cipta
87
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam 2009, konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu kesehatan,
Salemba Medika, Jakarta.
O’Donnell S,Condell S,Begley C,Fitzgerald T.Prehospital care pathway
delays:gender and myocardial infarction.J Adv Nurs Feb 2006;53(3):26876.
Overbaugh.
Acute
Miocard
Infark.
down
from http://www.healthatoz.com/ 19 November 2014 .
load
Perkins-Porras L, Whitehead DL, Strike PC, et al. Pre- hospital delay in patients
with acute coronary syndrome: Factors associated with patient decision
time and home-to- hospital delay. Eur J Cardiovasc Nurs 2009; 8: 26–33.
Potter, Patricia A. buku ajar fundamental keperawatan, dan praktik. Edisi
4.Jakarta : EGC, 2005.
Rilantono, Lily. Defek Septum Ventrikel. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2003.
Samekti M Widiastuti. Infark Miokard Akut. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang.2001.
Drs. Sunaryo, M. Kes. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. 2004.
Sugiyono. Metode penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta.2005.
Smeltzer, S.C.V., Bare, B.G., Keperawatan Medikal Bedah Bruner Suddarth, Alih
Bahasa : Monica Ester, EGC; Jakarta. 2002.
Van Manen,M.(2007). Researching lived experience: human scince for action
sensitive pedagogy. London, DN. Althouse.
White HD, Gersh BJ, Opie LH. Antithrombotic Agents: Platelet Inhibitorrs,
Anticoagulants and Fibrinolytics. In Opie LH, Gersh BJ (eds). Drugs for
The Heart, 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Company, 2001: 302-311
Download