Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 KAJIAN KUALITAS AIR DAN PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT, Gracillaria verrucosa HASIL SELEKSI KLON YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK KABUPATEN TAKALAR RA-16 Andi Sahrijanna* dan Sahabuddin Balai Riset Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Sulawesi Selatan 90511 *Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected] Abstrak Salah satu cara meningkatkan produksi rumput laut adalah dengan melakukan pemilihan bibit yang berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian kualitas air pada pemeliharaan rumput laut Gracillaria verrucosa dari hasil seleksi klon yang dibudidayakan di tambak. Parameter kualitas yang diamati meliputi pH, salinitas, DO, suhu, BOT, PO4, NO3, SO4, dan NH4. Hasil penelitian diperoleh nilai kisaran parameter kualitas air pada budidaya rumput laut (Gracillaria verrucosa) di tambak menunjukkan nilai rata-rata pada pH (7,62-7,80), suhu (28,2-32,5), salinitas (19,7-29.00 ppt), SO4 (106,65-114,3), Bahan Organik Total (5,29-8,65), PO4 (0,1289-0,1968), NO2 (0,00960,0150), NO3 (0,1202-0,2051), dan NH3 (0,0020-0,6215). Hasil analisis kualitas air pada seleksi klon rumput laut berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan rumput laut. Kata kunci: rumput laut, kualitas air, seleksi klon Pengantar Indonesia salah satu negara penghasil dan pengekspor rumput laut di Asia. Produksi rumput laut dari tahun (2001-2005) adalah 27.874, 28.560, 40.162, 51.011, dan 69.264 ton, dengan nilai masing-masing 17.229, 15.785, 20.511, 25.296, dan 35.555 US$ (Demersal, 2006). Wilayah perairan Indonesia kurang lebih 70% terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber hayati yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pupuk organik, dan lain-lain. Keadaan ini merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan komoditas sumberdaya hayati laut. Afrianto & Liviawati (1993) menyatakan sumberdaya hayati laut yang memiliki potensi kandungan bahan pangan dan bahan farmasi yang cukup potensial dan merupakan komoditi yang bernilai ekonomis karena sangat dibutuhkan oleh manusia, serta sering digunakan sebagai bahan baku industry adalah rumput laut atau seaweed. Budidaya merupakan salah satu cara yang dapat memenuhi permintaan industry dan juga menekan pengambilan di alam secara berlebihan. Rendahnya pertumbuhan dan produksi rumput laut saat ini, antara lain disebabkan karena tidak tersedianya bibit dalam jumlah yang cukup besar dan berkualitas, di samping karena minimnya pemahaman tentang faktor lingkungan tumbuh ideal setiap jenis untuk dapat berproduksi secara maksimal. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi Gracilaria verrucosa adalah dengan cara menseleksi bibit yang berkualitas dan tingkat kesuburan perairan, karena kualitas air merupakan factor utama yang menentukan tingkat kesuburan dan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kualitas air terhadap pertumbuhan rumput laut Gracilaria verrucosa dari hasil seleksi klon yang dibudidayakan di tambak. Bahan dan Metode Bibit rumput laut yang digunakan adalah Gracillaria verrucosa diperoleh dari alam hasil dari budidaya yang dipelihara selama 30 hari di seleksi dengan cara pemilihan yang terbaik dari hasil adaptasi yang tertinggi, LPH yang tertinggi, bersih, bebas dari penyakit, berwarna cerah, dan tidak berbau busuk di saat penanaman awal. Penelitian ini dilaksanakan selama mulai bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2011. Analisis sampel air dilakukan pada Laboratorium Kimia di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros, Sulawesi Selatan. Untuk penanaman rumput laut digunakan tali nilon untuk konstruksi dan pembuatan bentangan sebanyak 50 dan kayu balok ukuran 4/6 sepanjang 2 m sebagai patok pada setiap sudut sebagai pembentangan tali sepanjang 35 m. Bibit dengan 10 g diikat pada 200 titik simpul, masing-masing berjarak 15 cm. Jarak antara tali simpul dan bentangan Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-16) - 1 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 harus sama agar kesempatan pertumbuhan dan ruang gerak sama. Setiap tali bentangan diberi pelampung untuk kestabilan bibit pada kedalaman 10 cm di bawah permukaan selama pemeliharaan. Pengamatan dan pengukuran pertumbuhan rumputlaut dilakukan setiap 30 hari. Rumpun-rumpun bibit yang memiliki LPH tertinggi dikumpulkan dan dijadikan bibit untuk generasi berikutnya dan sampling contoh air untuk analisis BOT, PO4, NO3, NO2, NH4, SO4 diambil dari setiap titik yang telah ditentukan dengan menggunakan botol sampel volume 500 ml dan untuk pH, salinitas, DO, dan suhu diukur dengan menggunakan DO meter dan analisis data menggunakan rancangan acak lengkap. Hasil dan Pembahasan Nilai kisaran beberapa kualitas air yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai kisaran beberapa kualitas air yang diperoleh selama penelitian. Parameter Kualitas Air Kode Kisaran BOT S 6,34-6,58 1 5,29-7,95 2 6,65-7,40 3 5,77-8,65 PO4-P (mg/L) S 0,1321-0,18,45 1 0,1291-0,1968 2 0,1290-0,1837 3 0,1289-0,1924 NO3-N (mg/L) S 0,1215-0,2057 1 0,1215-0,1445 2 0,1202-0,1857 3 0,1206-0,2038 NO2-N (mg/L) S 0,0102-0,0150 1 0,0097-0,0136 2 0,0097-0,0120 3 0,0096-0,0141 NH4-N (mg/L) S 0,0020-0,6215 1 0,0256-0,2332 2 0,0829-0,3436 3 0,0903-0,3108 SO4 (mg/L) S 109,5-114,3 1 111,0-108,5 2 106,6-103,45 3 90,95-111,3 pH S 7,27-7,50 1 7,52-7,80 2 7,62-7,70 3 7,60-7,80 Salinitas (ppt) S 19,7-28,35 28,7-28,00 1 2 28,7-29,00 3 28,6-29,00 DO (ppm) S 4,2-6,9 1 4,9-7,0 2 4,6-7,4 3 4,1-7,7 o Suhu ( C) S 29,7-32-2 1 28,6-32,2 2 28,2-32,5 3 28,7-31,4 2 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-16) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 BOT (Bahan Organik Total) Kisaran BOT yang diperoleh selama penelitian adalah 5,29–8,65 ppm. Bahan organik yang masuk ke laut adalah senyawa yang dapat diuraikan secara biologis, yang dapat diuraikan oleh bakteri sebagai sumber organic untuk fotosintesis. Perairan dengan kandungan bahan organik total di atas 26 mg/L adalah tergolong perairan yang subur (Pirzan, 2008). PO4-P (mg/L) Kisaran nilai fosfat yang diperoleh selama penelitian 0,1289–0,1968 mg/l. Ernanto (1994) mengemukakan bahwa perairan dengan tingkat kesuburan yang baik memiliki kandungan fosfat 0,015–1,00 mg/L. Keberadaan fosfat dalam perairan berpengaruh positif terhadap kesuburan gametofit alga. NO3-N (mg/L) Selama penelitian, nilai NO3-N diperoleh pada kisaran 0,1202–0,2002 mg/L yang masih berada dalam batas aman dan layak untuk pertumbuhan, seperti yang dikemukakan oleh Tsai dan Chen (2002) bahwa konsentrasi nitrat yang masih diterima dalam kegiatan budidaya perikanan adalah ˂20 ppm. Menurut Boyd (1982), batas toleransi NO3 terendah untuk pertumbuhan alga adalah 0,1 mg/L, sedangkan batas tertingginya adalah 3 mg/L, dan apabila kadar NO3 di atas 3 mg/L atau di bawah 0,1 mg/L, maka nitrat merupakan factor pembatas. Kandungan nitrat dalam perairan berasal dari beberapa factor, seperti oksidasi, gerakan air, reduksi asimilasi, serta dekomposisi bahan organik. NO2-N (mg/L) Kisaran NO2-N selama penelitian masih berada pada batas yang aman untuk pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Moore (1991) yang menyatakan bahwa kandungan kadar NO2 yang melebihi 0,05 mg/L dapat bersifat toksi terhadap organisme di perairan. NH3-N (mg/L) Hasil pengukuran kadar NH3 yang diperoleh selama penelitian adalah 0,0020–0,6215 mg/L. Nilai tergolong cuku tinggi, karena menurut Boyd (1982), batas pengaruh yang mematikan dapat terjadi bila konsentrasi NH3 dalam air sekitar 0,1–0,3 mg/l. NH3 berada dalam perairan akibat dari industri, limbah domestik, dan limpasan pupuk pertanian. SO4 (mg/L) Kisaran SO4 selama penelitian berkisar dari 106,65-114,3 mg/L. Kadar sulfat merupakan salah satu elemen penting bagi kehidupan makhluk hidup. Dalam pertumbuhan rumput laut, kadar sulfat berkaitan erat dengan mutu karaginan yang dihasilkan terutama terhadap kekuatan gelnya. Menurut Food Chemical Codex (1991), kadar sulfat di dalam karaginan berkisar antara 18-40%. pH (DerajatKeasaman) Nilai derajat keasaman (pH) air yang didapatkan berkisar antara 7,62–7,80. Kisaran ini sangat baik untuk pertumbuhan. Menurut Cheng (1989), pH air yang baik untuk pertumbuhan adalah 7,5–8,5. Salinitas Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berada pada kisaran 19–29 ppt. Largo et al. (1995) menjelaskan bahwa munculnya penyakit ice-ice pada budidaya Eucheima apabila salinitas o kurang dari 20 ppt dan temperature mencapai 33-35 C, dan menurut Mubarak et al. (1990), salinitas yang layak bagi pertumbuhan rumput laut Gracillariaverucossa di tambak adalah 18-30 ppt. Banyak jenis makroalgae yang mampu hidup pada kisaran salinitas antara 28 ppt-34 ppt. Salinitas sangat berperan dalam kehidupan makroalgae. DO (OksigenTerlarut) Nilai oksigen terlarut diperoleh selama penelitian berada antara 4,1–7,7 ppm. Kisaran tersebut masih layak untuk kehidupan di perairan. Kadar oksigen terlarut di perairan alami kurang dari 10 mg/L (Hefni, 2003). Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-16) - 3 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Suhu Pengaruh suhu terhadap fisiologi organisme perairan merupakan salah satu factor yang o mempengaruhi fotosintesis. Kisaran suhu air selama penelitian antara 28,20–32,45 C. Kondisi ini masih mendukung pertumbuhan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Utaminingsih (1988) o bahwa suhu antara 25–32 C dianggap masih baik jika ditinjau dari pengaruhnya terhadap o pertumbuhan, namun pertumbhan optimal terjadi pada suhu 30 C, sedangkan menurut Dahuri (1996), suhu perairan dipengaruhi oleh keadaan musim, interaksi air, udara, dan hembusan angin. Kesimpulan Kandungan kualitas air amoniak, fosfat, nitrat yang didapatka selama penelitian berada dalam kisaran yang masih dalam batas toleransi yang disyaratkan pada budidaya rumput laut Gracillaria verrucosa, sehingga masih mendukung bagi pertumbuhannya. Daftar Pustaka Afrianto, E. & E. Liviawati. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. PT Bhatara Niaga Media. Jakarta. Boyd, C.E. 1982. Water QQuality Management For Pond Fsh Culture. Elsevier Scintific Co. Amsterdam. Cheng, L.T. 1989. Shirip Diseases Prevention and Treatment.Proceding of the South East Asia Shrimp.Farm Management Workshop.Philipinnes. Indonesia. Thailand. Singapura. Jul th th 26 -August 11 . Hefni, E. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. Largo, .B., F. Fukami, T. Nishijima & M. Ohno. 1995. Laboratory-induced development pf the iceice disease of the farmed red algae Kappahycus alvarezii and Eucheuma denticulatum (Solieriaceae, Gigartinales, Rhoduphyta)). J. Appl Phycol., (7): 539-543. Mubarak, H.,S. Ilyas, W. Ismail, I.S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z. Jangkaru & R. Arifuddin . 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 93 pp. Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer Verlag, New York. 334 p. Pirzan, A.M. & A. Mustafa. 2008. Peubah Kualitas Air Yang Berpengaruh Terhadap Plankton Di Tambak Tanah Sulfat Masam Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur 363-373. Wardoyo, S.T.H & D. Djokosetiayanto. 1988. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak Udang. Seminar Memacu Keberhasilan dan Pengembangan Usaha Pertambakan Udang. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tanya Jawab - 4 - Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-16) Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 Lampiran 1. Gambar 1.Seleksi klon. Gambar 2.Hasil seleksi klon. Gambar 3.Pemeliharaan rumput laut. Semnaskan _UGM / Rekayasa Budidaya (RA-16) - 5