BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika entitas mengalami kondisi yang sebaliknya entitas tersebut menjadi bermasalah (Petronela, 2004). Going concern disebut juga sebagai kontinuitas akuntansi yang memperkirakan suatu bisnis akan terus berlanjut dalam waktu tidak terbatas. Asumsi going concern berarti suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam waktu jangka pendek. Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Rahman dan Siregar, 2011). Auditor mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan investor sebagai pengguna laporan keuangan dan kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan tersebut mencerminkan kinerja dan kondisi perusahaan dan telah mendapatkan pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan melalui opini audit. Dengan menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit, para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan dengan benar sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya (Susanto, 2009). 1 2 Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (IAI, 2001). Setiawan (2006) berpendapat bahwa auditor harus bertanggung jawab terhadap opini audit going concern yang dikeluarkannya, karena akan memengaruhi keputusan para pemakai laporan keuangan. Auditor yang telah memiliki reputasi yang besar dan baik akan lebih berhati-hati dalam pemberian opini auditnya demi menjaga reputasi dan kualitas audit mereka. Dalam penelitian Junaidi dan Hartono (2010) dan Rahayu (2007) menemukan pengaruh reputasi Kantor Akuntan Publik terhadap opini audit going concern. Kantor Akuntan Publik yang berafiliasi dengan KAP besar dunia cenderung memberikan opini audit going concern terhadap perusahaan yang mengalami masalah keberlangsungan usaha jika dibandingkan dengan KAP yang tidak berafiliasi dengan KAP besar dunia. Namun demikian, dalam penelitian Rudyawan dan Bandera (2008) serta Setyarno dkk., (2006) tidak ditemukan pengaruh reputasi Kantor Akuntan Publik dengan opini audit going concern. Kondisi keuangan menggambarkan tingkat kesehatan keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Kondisi ini dapat dijelaskan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan dalam keadaan baik atau dalam kondisi buruk keuangannya (Santosa dan Wedari, 2007). Krishnan (1996) dalam Rahman dan Siregar (2011) menyatakan bahwa auditor lebih cenderung untuk mengeluarkan opini audit going concern ketika kemungkinan kebangkrutan berada diatas 28% dengan menggunakan model prediksi Zmijeski. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany (2004), Fanny dan Saputra (2005), 3 Santosa dan Wedari (2007), serta Rudyawan dan Badera (2008) berhasil membuktikan bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern, namun Rahman dan Siregar (2011) tidak menemukan pengaruh kondisi keuangan terhadap opini audit going concern. Pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston & Copeland, 1992 dalam Setyarno dkk., 2006). Perusahaan yang mengalami pertumbuhan menunjukkan aktivitas operasional berjalan dengan semestinya, sehingga perusahaan mampu mempertahankan posisi ekonomi dan kelangsungan hidupnya. Sedangkan perusahaan dengan pertumbuhan yang negatif mengindikasikan kecenderungan ke arah kebangkrutan (Altman, 1968 dalam Rahman dan Siregar, 2011). Pada penelitian yang dilakukan Kristiana (2012) pertumbuhan perusahaan mempunyai pengaruh negatif terhadap opini audit going concern yang diberikan oleh auditor, namun penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Fanny dan Saputra (2005), Santosa dan Wedari (2007), serta Rudyawan dan Badera (2008) yang menemukan tidak terdapat pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going concern. Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. Perusahaan yang bermasalah akan mengalami permasalahan seperti, hilangnya kepercayaan publik sehingga akan semakin 4 mempersulit manajemen perusahaan untuk mengatasi kesulitan yang ada (Ramadhany, 2004). Ramadhany (2004), Setyarno dkk., (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008), Fanny dan Saputra (2005), dan Januarti (2007) menemukan bukti bahwa opini audit tahun sebelumnya signifikan mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukan bahwa dengan perusahaan menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya, maka besar kemungkinaan perusahaan tersebut akan menerima opini audit serupa pada tahun berjalan. Akan tetapi dalam penelitian Lilis (2010), dan Novanda, dkk., (2012) tidak ditemukan adanya pengaruh opini audit sebelumnya terhadap opini audit going concern. Mutchler (1997) dalam Santosa dan Wedari (2007), menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan modifikasi opini audit going concern pada perusahaan yang lebih kecil, hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya daripada perusahaan yang lebih kecil. Januarti dan Fitrianasari (2008), Junaidi dan Hartono (2010) menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, sedangkan Santosa dan Wedari (2007) menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh pada opini going concern. Untuk mengembangkan perusahaan dalam menghadapi persaingan, maka diperlukan adanya suatu pendanaan yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber-sumber pendanaan perusahaan dapat diperoleh dari dalam perusahaan (internal) dan dari luar perusahaan (eksternal). Pada 5 prakteknya, sumber dana yang ada pada perusahaan harus dikelola dengan baik, karena masing-masing sumber dana tersebut mengandung kewajiban pertanggungjawaban kepada pemilik dana. Chen dan Cruch (1992) dalam Rahman dan Siregar (2011) menyatakan bahwa, perusahaan yang memiliki aset lebih kecil daripada kewajibannya akan menghadapi bahaya kebangkrutan. Apabila sebagian besar dana yang diperoleh oleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang maka besar kemungkinan perusahaan akan menerima opini audit going concern. Praptitorini dan Januarti (2009), Januarti dan Fitriasari (2008), serta Januarti (2009) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh debt to equity ratio terhadap kecederungan auditor dalam memberikan opini audit going concern. Namun Susanto (2009) tidak menemukan adanya pengaruh debt to equity ratio terhadap opini audit going concern. Ramadhany (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek Jakarta. Faktor-faktor yang digunakan adalah komite audit, debt default, kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala auditor. Dalam penelitian tersebut kondisi keuangan, debt default, dan opini audit sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan komite audit, ukuran perusahaan, dan skala auditor tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan opini aduit going concern antara lain penelitian yang dilakukan oleh Fanny dan Saputra (2005) dengan judul “Opini audit going concern 6 kajian berdasarkan model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP) studi pada emiten BEJ. Penelitian menggunakan variabel dependen opini audit going concern dan variabel independen model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, dan reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP). Dengan menggunakan analisis regresi logistik menemukan bahwa, penggunaan model prediksi kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi ketepatan pemberian opini audit going concern. Hasil juga menemukan bahwa pertumbuhan perusahaan dan reputasi KAP (Kantor Akuntan Publik) tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern. Pada penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Wedari (2007) menyimpulkan bahwa, pada penerimaan opini audit going concern dapat ditunjukkan melalui observasi kondisi internal perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Hasilnya, kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak mempengaruhi opini audit going concern, sedangkan ukuran perusahaan dan kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern. Namun, opini auditor pada tahun sebelumnya memiliki pengaruh yang positif terhadap opini audit going concern. Penelitian yang dilakukan Praptitorini dan Januarti (2007) menggunakan variabel yang sedikit berbeda. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sementara itu, debt default berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Perusahaan di Indonesia cenderung menerima opini non going concern ketika tidak melakukan pergantian auditor, menandakan kurangnya tingkat independensi auditor di Indonesia. Pada penelitian berikutnya, Januarti (2008) 7 menunjukkan bahwa kualitas auditor, debt default, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan, dan pergantian auditor berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern, tetapi financial distress, audit lag, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan institusional tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Rudyawan dan Badera (2008) melakukan penelitian tentang opini audit going concern dengan menggunakan variabel model prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa variabel model prediksi kebangkrutan berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Sebaliknya, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going concern. Pada penelitian Junaidi dan Hartono (2010) dengan judul “Faktor non keuangan pada opini audit going concern” menghasilkan kesimpulan bahwa hasil pengujian hipotesis menunjukkan tiga variabel non keuangan yang diuji adalah signifikan (tenure, reputation, dan disclosure) dan satu variabel non keuangan tidak signifikan (size). Pentingnya tentang opini audit going concern sebagai salah satu informasi bagi investor dalam menentukan keputusan investasi mendorong peneliti untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pemberian opini audit going concern. Banyaknya perbedaan hasil penelitian pada penelitian terdahulu yang telah diuraikan, dan untuk konsistensi bukti empiris dari penelitian yang telah dilakukan maka peneliti tertarik untuk meneliti kembali mengenai faktor-faktor 8 yang dapat memengaruhi penerimaan opini audit going concern di Indonesia. Berdasarkan latar belakang yang di telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti mengambil judul : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KECENDERUNGAN PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Rahman dan Siregar (2011). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada periode penelitian. Penelitian ini menggunakan data perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode 2007-2011. B. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan Perusahaan, Opini Audit Sebelumnya, Ukuran Perusahaan dan Debt to Equity Ratio sebagai variabel independen yang memengaruhi Opini Audit Going Concern. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah kualitas audit berpengaruh positif terhadap opini audit going concern? 2. Apakah kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern? 9 3. Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern? 4. Apakah opini audit sebelumnya berpengaruh positif terhadap opini audit going concern? 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap opini audit going concern? 6. Apakah debt to equity ratio berpengaruh positif terhadap opini audit going concern? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menguji: 1. Pengaruh positif kualitas audit terhadap opini audit going concern. 2. Pengaruh negatif kondisi keuangan perusahaan terhadap opini audit going concern. 3. Pengaruh negatif pertumbuhan perusahaan terhadap opini audit going concern. 4. Pengaruh positif opini audit sebelumnya terhadap opini audit going concern. 5. Pengaruh negatif ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern. 6. Pengaruh positif debt to equity ratio terhadap opini audit going concern. 10 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat dibidang teori Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmu dalam bidang investasi dan pasar modal serta dapat memberikan penjelasan secara empiris tentang faktor-faktor memengaruhi opini audit going concern suatu perusahaan. 2. Manfaat dibidang praktik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi investor sebagi panduan untuk berinvestasi.