BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karawang berasal dari

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawarawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawarawa, bukti lain yang dapat memperkuat pendapat tersebut. Selain sebagian rawarawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali dengan kata rawa,
seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain. Selain itu,
buku – buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhanpelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara
Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah daerah Karawang,
yang memang terletak sekitar Sungai Citarum. Sejak dahulukala, bila orang-orang
yang bepergian akan melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan, mereka pergi
berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau,
Keledai.
Demikian pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuankesatuan kafilah dalam bahasa Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada
disekitar muara Citarum sampai menjorok agak ke pedalaman sehingga dikenal
dengan sebutan “ CARAVAN “ yang kemudian berubah menjadi Karawang.1
T.Bintang,. Catatan Sejarah Karawang Dari Masa ke Masa. Jurnal.
http://www.karawangkab.go.id/sekilas/sejarah-karawang[28 September 2016] Hlm. 1
1
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Penduduk Kabupaten Karawang umumnya adalah suku Sunda yang
menggunakan Bahasa Sunda. Penduduk Kabupaten Karawang mempunyai mata
pencaharian yang beragam, tetapi di sejumlah kecamatan, mayoritas masyarakat
bekerja sebagai petani atau pembajak sawah karena Kabupaten Karawang adalah
daerah penghasil padi. Karawang lebih dikenal dengan julukan sebagai “Kota
Pangkal Perjuangan” dan daerah “Lumbung Padi Jawa Barat”.
Menjadikan Karawang sebagai Lumbung Padi memang telah direncanakan
sejak tahun 1624, ketika Sultan Agung mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari
Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan membawa 1000
prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk
membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik dengan
membangun gudang - gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke
Batavia.2 Ditugaskannya Aria Wirasaba tersebut yang menjadikan Karawang
dikenal sebagai ‘Lumbung Padi’ karena ditempat itulah dibangun gudang – gudang
beras (lumbung padi).
Predikat sebagai kota Lumbung Padi rupanya tidak hanya berlatar belakang
karena Karawang menjadi tempat dari gudang – gudang beras namun predikat
tersebut diberikan juga karena Karawang merupakan daerah terbesar penghasil padi
di Jawa Barat. Namun, nampaknya predikat tunggal yang disandang sejak puluhan
bahkan ratusan tahun lalu ini ingin dikembangkan oleh Pemerintah Karawang
dimasa sekarang, dengan membuat visi Karawang sebagaimana tertuang pada
2
Ibid.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Peraturan Daerah Kabupaten Karawang Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Karawang tahun 20052025 yaitu Karawang Sejahtera berbasis Pertanian dan Industri, dengan kata
lain Karawang menginginkan cita – cita yang lebih dari sekedar Lumbung Padi
Nasional.
Dalam visi pembangunan daerah yang tertulis pada Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kab.Karawang menyebutkan bahwa arti dari kalimat visi
berbasis Pertanian dan Industri adalah pembangunan kedua sektor dimaksud
merupakan sarana menuju terwujudnya kesejahteraan masyarakat, yang diartikan
adanya rencana Karawang untuk menjadikan Pertanian dan Industri dapat berjalan
seimbang, pernyataan tersebut selaras dengan keterangan yang ada pada arah
pembangunan penataan ruang, dalam konteks pembangunan industri dan pertanian
yang seimbang dan selaras perlu dijamin dalam kebijakan tata ruang yang
memberikan arah yang tegas dan jelas sehingga mampu memecahkan persoalan alih
fungsi lahan.3
Dari pernyataan diatas maka terlihat Pemerintah Kab.Karawang ingin
bahwa cita-cita besar daerah ini dapat berjalan tanpa ada hambatan dari pihak
manapun. Namun pada prakteknya, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karawang
Nomor : 2 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karawang
Tahun 2011-2031 dijelaskan bahwa Kabupaten Karawang masih dalam tahap
pembangunan fasilitas penanda batas antara kawasan pertanian tanaman pangan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Karawang Tahun 20052025, hlm 48
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
dan peruntukan lainnya, yang menjadikan belum adanya kejelasan antara letak
kawasan pertanian dan letak kawasan industri sesungguhnya. Hal ini tentu
menyebabkan adanya ketimpangan struktur agraria, ketimpangan ini banyak
menimbulkan dampak diberbagai bidang. Beberapa dampak yang akan terjadi dari
sisi sosial dan adanya perselisihan yang tak terelakkan, sebagai salah satunya yang
terjadi di Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karawang.
Kecamatan Telukjambe Barat memiliki luas wilayah seluas 6.107 Ha, dan
terdiri dari tanah darat 4.064 Ha, dan tanah sawah seluas 2.043 Ha. 4 Teluk Jambe
Barat memiliki beberapa desa, tiga desa yang paling berdampak dalam perselisihan
ini adalah Desa Wanajaya, Desa Margakaya dan Desa Margamulya.
Seluruh desa tersebut dikenal dengan wilayah Kuta Tandingan memiliki
penduduk dengan mata pencaharian utama adalah sebagai petani, petani kuta
tandingan sebagian besar adalah petani dilahan persawahan tadah hujan. Lahan
tersebut merupakan lahan yang dahulu dikenal sebagai lahan “Tegalwaroelanden”
yang merupakan lahan milik perusahaan kolonial yang bernama N.V Maatschappy
tot Exploitatie der Tegalwaroelanden dan pada pasca kemerdekaan lahan tersebut
diambil alih Negara dengan proses ganti rugi yang kemudian akan didistribusikan
kepada rakyat/petani tak bertanah sesuai dengan UUPA No.5 tahun 1960 pasal 17
ayat 3 yaitu, tanah - tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
termaksud ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya
dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan - ketentuan dalam
Profile Teluk Jambe Barat http://www.karawangkab.go.id/dokumen/profile-telukjambe-barat [20
September 2016] hlm. 1
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Peraturan Pemerintah, dan kelebihan tanah tersebut tersisa sebesar ± 7.900 Ha
dalam kawasan Tanah Negara Bebas.
Di tanah desa tersebut terdapat ± 5067 penduduk berdasarkan data tahun
2012, salah satu penduduknya yang berprofesi sebagai petani padi telah menggarap
lahan persawahannya lebih dari 35 tahun, dan lahan tersebut menjadi sumber
penghidupan bagi dirinya dan keluarganya. Hidup diantara garis kemiskinan sudah
cukup menyulitkan, apalagi jaringan listrik dan saluran air tidak dapat masuk di
desa tersebut. Seluruh infrastruktur dibangun secara swadaya oleh masyarakat
sekitar yang juga berprofesi sebagai petani.
Ditengah kehidupan petani sebagai penggambaran Karawang kota
Lumbung Padi, tumbuh juga industri – industri yang semakin pesat yang
mengancam keberadaan petani di wilayah tersebut. Pada tahun 2014 pernah terjadi
perselisihan (konflik agraria) antara warga di 3 desa yaitu Desa Wanasari,
Wanakerta dan Margamulya dengan PT Agung Podomoro Land (APL) mengenai
sengketa lahan pertanian yang muncul kepermukaan, padahal sekitar tahun 2010
ada permasalahan yang sama dan terus berlanjut hingga tahun 2016, antara para
petani di Teluk Jambe Barat yang dikenal dengan petani Kuta Tandingan dengan
PT Pertiwi Lestari.
Perusahaan Industri ini mengakui bahwa lahan di desa yang berada di
wilayah Kuta Tandingan yang melibatkan tiga desa di daerah Teluk Jambe Barat
adalah milik Industri tersebut dengan bermodalkan HGB (Hak Guna Bangunan)
No.5, No.10, No.11, dan No.40 seluas ±700 Ha, dan hendak melakukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
penggusuran terhadap para petani yang bermukim disana. Seperti yang telah
diketahui bahwa para petani disana telah menggarap dan mengelola lahan, juga
bertempat tinggal selama lebih dari 30 tahun. Menurut UUPA No. 5 tahun 1960
pasal 35 ayat 1 yang berisi Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan - bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun, dan pada pasal 40 dikatakan bahwa HGB akan
dihapus jika jangka waktunya berakhir atau pun ditelantarkan. Dengan demikian
seharusnya pihak perusahaan tersebut tidak memiliki hak nya lagi pada tanah
tersebut.
Permasalahan semacam ini menjadi gambaran akan kesulitan yang dihadapi
para petani Kuta Tandingan dalam memperjuangkan hak atas lahan mereka yang
diakui begitu saja oleh PT Pertiwi Lestari, dan perjalanan kehidupan serta persoalan
mengenai petani Kuta Tandingan, di Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten
Karawang inilah yang akan penulis angkat dalam film dokumenter sebagai potret
petani di Karawang.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan, bahwa penulis akan
membuat sebuah karya dokumenter “Petani Kuta Tandingan” menekankan pada
konsentrasi penulisan naskah permasalahan mengenai petani di wilayah Kuta
Tandingan yang berjuang hidup ditengah ketidakpastian kepemilikan lahan
pertanian dan intimidasi industri. Dengan demikian rumusan masalah yang dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
diambil adalah Penulisan Naskah Dalam Produksi Film Dokumenter Petani Kuta
Tandingan.
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya film dokumenter ini untuk memperlihatkan gambaran
nyata persoalan petani dihadapan industri saat ini secara audio-visual sebagai salah
satu potret kesiapan Kabupaten Karawang untuk menuju menjadi kota Lumbung
padi dan Industri serta pengaruh terjadinya perubahan sosial.
1.4 Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih judul ini berdasarkan dengan kondisi Petani di Kecamatan
Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karawang yang menghadapi pertumbuhan Industri.
Petani di wilayah tersebut dijuluki Petani Kuta Tandingan, film yang akan
diproduksi merupakan penggambaran atas perjuangan Petani Kuta Tandingan
untuk memperoleh hak lahan pertanian mereka dari tangan industri. Adanya
gambaran perlawanan terhadap industri di tanah garapan petani Kuta Tandingan
tersebut, maka dapat peneliti simpulkan kedalam judul film dokumenter Petani
Kuta Tandingan.
1.5 Manfaat Perancangan
1.
Manfaat Teoritis/Akademik
Manfaat teoritis/akademik dari adanya film dokumenter ini untuk
mahasiswa dan kalangan akademisi komunikasi adalah, sebagai sumber
refrensi nyata dalam melihat perkembangan industri pada suatu masyarakat,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
dapat menimbulkan perubahan sosial dan hadirnya film dokumenter ini
akan menjadi sebuah media penyampaian gagasan yang efektif.
2.
Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari perencanaan ini adalah sebagai bahan rujukan
bagi kalangan filmmaker dan dapat menjadi pembelajaran bagi mahasiswa
broadcasting khususnya agar dapat mengubah suatu bahan penelitian
tertulis kedalam bentuk audio-visual yang dapat dinikmati seluruh
kalangan.
3.
Manfaat Sosial
Manfaat sosial dalam pembuatan film dokumenter ini berkaitan erat
dengan permasalahan sosiologi yang terjadi pada masyarakat, dengan kata
lain film dokumenter ini dapat menjadi bahan rujukan dan atau evaluasi bagi
pihak – pihak terkait dalam menangani permasalahan sosial yang terjadi,
terutama dari segi kemiskinan, disorganisasi keluarga, dan lingkungan
sosial. Selain itu, film ini bisa menjadi gambaran nyata dampak sosial yang
terjadi pada masyarakat yang menghadapi permasalahan sosial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download