BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia, sejak pertama manusia itu dilahirkan manusia
sudah melakukan kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial,
artinya manusia itu hidup dengan manusia lainnya yang satu dengan yang
lain saling membutuhkan, untuk tetap melangsungkan kehidupannya.
Manusia perlu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antara
rmanusia akan tercipta melalui komunikasi, baik itu komunikasi verbal
(bahasa) maupun nonverbal(symbol, gambar atau media komunikasi yang
lain). Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal
dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang
berarti sama, maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal
(Effendy,2002). Lebih lanjut menjelaskan bahwa komunikasi mempunyai
banyak makna namun dari sekian banyak definisi yang diungkapkan oleh
para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki
yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau
perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
Komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis
dalam rangka membangun pendidikan yang baik. Pola komunikasi yang
1
2
dibangunakan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak,
serta mempengaruhi kondisi kejiwaan anak. Sebuah keluarga akan
berfungsi optimal bila didalamnya terdapat pola komunikasi yang terbuka,
ada sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan nyaman serta
memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriyanto,2007). Komunikasi
interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara orang tua dan anak
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan
individu seorang anak. Terdapat dua faktor yang membentuk kepribadian
anak, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal berasal dari lingkungan
keluarga sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan luar
rumah, yaitu masyarakat. Kedua faktor tersebut merupakan tugas orang
tua untuk melakukan pembinaan keluarganya dan menyikapi secara hatihati masukan-masukan dari lingkungan masyarakat agar seorang anak
yang masih memerlukan pembinaan dengan baik dari orang tua tersebut
dapat secara signifikan bertingkah laku sesuai dengan garis-garis keluarga
atau dengan kata lain faktor internal di dalam keluarga harus lebih
dominan dari pada faktor eksternal yang berasal dari lingkungan
masyarakat. (Yusuf,2001).
Orang tua mempunyai peran besar bagi perkembangan dan
pembentukan moral anak. Hal ini juga berlaku bagi orang tua dengan
anak, orang tua harus sering melakukan komunikasi dengan anak agar
dapat mengenal satu sama lain. Dengan seringnya melakukan komunikasi
dengan anak menimbulkan dampak positif yaitu orang tua dapat
2
3
memahami kemauan anak, sehingga orang tua dapat memahami apa yang
diinginkan anak. Kenyataannya banyak orangtua yang tidak memahami
kemauan anak karena kurangnya komunikasi, sehingga berdampak negatif
yang mengakibatkan orang tua tidak dapat memantau perilaku anak yang
mengakibatkan anak menjadi salah dalam pergaulannya.
Pergaulan anak sehari-hari dapat dilihat baik di dalam rumah
atau di luar rumah. Pergaulan sehari-hari akan mencerminkan
bagaimana perilaku sosial anak yang dibentuk salah satunya dari
cara komunikasi orang tuanya. Apabila perilaku kurang baik,seorang
anak menjadi pendiam, susah bergaul, nakal dalam pergaulan. Perilaku
sosial anak yang demikian dapat disebabkan karena kurangnya komunikasi
dalam keluarga mengakibatkan anak mencari kesenangan di luar rumah,
apabila komunikasi dalam keluarga kurang baik maka anak akan lebih
banyak pengaruh perilaku negatifnya daripada positifnya.
Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 27 April 2013 di SD
kreatif Muhammadiyah 1 Gombong, didapatkan data berdasarkan
penjelasan wali murid kelas 5 dengan jumlah 45 siswa dari 24 siswa kelas
A dan 21 siswa kelas B, didapatkan data yang menunjukkan 5% siswa
memiliki perilaku sosial yang kurang saat berdiskusi dengan teman
sekelasnya tentang pelajaran, hal ini di jelaskan oleh wali kelas saat
berdiskusi sebagian anak bermain, diam saat berdiskusi. Pada aspek
perilaku komunikasi orang tua di dapatkan 18% perilaku komunikasi
orang tua kurang baik, hal ini di jelaskan oleh wali kelas dengan
3
4
ketidakhadiran orang tua pada undangan yang diadakan di sekolah dan
44,4% orang tua yang berkonsultasi dengan wali kelas untuk
mendiskusikan masalah prestasi anak. Pertanyaan terbuka yang dilakukan
pada 6 siswa yang diambil secara acak didapatkan hasil bahwa 3 dari 6
siswa menyatakan tidak pernah mendapatkan pelukan dan ciuman dari
orang tua, 2 siswa mengatakan ketika mendapat nilai jelek orang tua
memarahi, 2 orang siswa mengatakan ketika mendapat nilai bagus di
sekolah orang tuanya berkata “jangan bangga dengan nilai yang didapat,
belajar lebih giat lagi” sedangkan 5 siswa yang lain mengatakan orang tua
mereka senang dan 1 orang siswa mendapat hadiah. Pada aspek perilaku
sosial anak 1 orang siswa dilarang bermain dengan teman-temannya, 1
orang siswa tidak diizinkan untuk mengikuti kegiatan diluar sekolah
(ekstrakulikuler), dan ada 1 siswa menyatakan tidak selalu senang datang
kesekolah dan bertemu dengan teman-temannya, dan di lakukan
wawancara dan mengamatan pada orang tua murid yang dilakukan pada 4
orangtua murid yang diambil secara acak didapatkan hasil bahwa 1 dari 4
orangtua murid melarang anak bermain sebelum belajar dan 3 dari 4
orangtua mengatakan sering menyuruh anak bermain dengan teman
sebanyanya.
Upaya sekolah dalam penyelesaikan pergaulan yang tidak baik di
sekolah jika ada anak yang berperilaku yang tidak baik dengan cara
menasehati anak tersebut. Sekolah juga melakukan acara buat wali murid
4
5
dan murid seperti pengajian setiap sebulan sekali untuk menambah ilmu
pengetahuan tentang ilmu agama dan untuk membentuk akhlak yang baik.
Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah I Gombong menjalin
komunikasi secara lisan maupun tertulis dengan para wali siswa melalui
organisasi yang dibentuk tersendiri yaitu Ikatan Wali Murid (IKWAM)
dalam bentuk pengajian rutin sebulan sekali dengan
melibatkan nara
sumber dari berbagai unsur masyarakat yang berkompeten dengan
mengacu pada konsep Program Dasar Pembangunan Partisipatif (PDPP).
Adapun jalinan kerjasama yang sudah diwujudkan oleh wali murid dan
sekolah adalah Parenting Psikologi dengan Parenting Psikologi ini
diharapkan menghasilkan berbagai wawasan dan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi pertumbuhan, perkembangan dan perilaku sosial anak,
baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Dan kegiatan ini diadakan
pada setiap menjelang awal tahun pelajaran baru. Dan Konsultasi dengan
pihak sekolah. Sekolah juga menyediakan kesempatan pada wali murid
untuk berkonsultasi dengan pihak sekolah mengenai perkembangan siswa
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan
fenomena
yang
diperoleh
dari
hasil
studi
pendahuluan, peneliti ingin mengetahui dan memberikan solusi bagaimana
perilaku komunikasi orangtua yang baik kepada anak yang akan
berpengaruh pada perilaku sosial anak sesuai pertumbuhan dan
perkembangan anak.
5
6
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini dibangun dari latar belakang masalah,
sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan antara komunikasi orang tua dengan perilaku
sosial anak kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong ”.
C. Tujuan Penelitian
1. TujuanUmum
Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
hubungan
antara
komunikasi orang tua dengan perilaku sosial anak di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong.
2. TujuanKhusus
a. Mengetahui komunikasi yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anak kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
b. Mengetahui
perilaku
sosial
anak
kelas
5
SD
Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong.
c. Mengetahui hubungan komunikasi orang tua terhadap perilaku
sosial anak.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan
siswa tentang komunikasi yang bisa diterapkan dengan orang tua.
2. Bagi Orang Tua
6
7
Dapat menambah pengetahuan orang tua bagaimana perilaku
komunikasi yang baik terhadap anak.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan serta merupakan pengalaman
dalam melakukan penelitian dan dapat menjadikan pengalaman ini
untuk perkembangan selanjutnya apabila sudah mempunyai anak.
4. Bagi Ilmu Keperawatan
Mengetahui permasalahan yang terjadi pada orang tua dan
anak dan dapat pula dijadikan landasan dalam perkembangan ilmu
keperawatan khususnya keperawatan anak, yaitu dalam pemberian
informasi tentang cara berkomunikasi yang baik antara orang tua
dengan anak.
E. Penelitian Terkait
1. Fajriani, (2009) “Hubungan Stimulasi Tumbuh Kembang dengan
Perkembangan Psikomotor, Bahasa, dan Sosial Anak Balita di Tempat
Penitipan Anak (TPA) Bringharjo Yogyakarta”. Jenis penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah non experiment untuk mengetahui
dua variable dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada
penelitian ini adalah anak balita yang berusia 1-5 tahun dengan 60
balita yang di titipkan di TPA Bringharjo Yogyakarta dan dengan 5
orang pengasuh, jadi jumlah keseluruhan populasi adalah 65 orang.
Alat ukur yang digunakan adalah lembar kuisioner dan lembar DDST
II. Teknik pengambilan data menggunakan purposive sampling dan uji
7
8
statistiknya menggunakan kolerasi Spearman Rank. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa stimulasi yang lebih dominan adalah stimulasi
yang baik (56.7%), dan untuk perkembangan (43.3%) normal.
Hubungan
stimulasi
tumbuh
kembang
dengan
perkembangan
psikomotor, bahasa, dan sosial mempunyai makna dengan nilai
(p<0.05), dan hasil dari analisa Spearman Rank adalah sig = 0.537,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara stimulasi
tumbuh kembang dengan perkembangan psikomotor, bahasa, dan
sosial anak balita di TPA Bringharjo Yogyakarta.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu
dalam teknik pengambilan data, penelitian ini menggunakan purposive
sampling, sedangkan saya menggunakan total sampling.
Persamaan penelitian, sama-sama menggunakan cross sectional.
2. Rahayu, (2008) “Hubungan Gaya Komunikasi Orang Tua Dengan
Remaja Terhadap Kenakalan Remaja Di SMA Muhammadiyah 7
Yogyakarta”. Jenis penelitian yang digunakan adalah non experimental
dengan pendekatan Cross Sectional. Dengan jumlah sampel 56
responden, 24 perempuan dan 32 laki-laki
yang diambil secara
purposive sampling. Instrument penelitian ini menggunakan kuisioner.
Uji statistik menggunakan Chi Square dengan kemaknaan p<0.05.
Hasil penelitian ini ditidak terdapat hubungan antara gaya komunikasi
orang tua dan remaja terhadap kenakalan remaja, yang dilihat dari nilai
asymp sig 0.391>0.05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah gaya
8
9
komunikasi
yang
digunakan
oleh
orang
tua
siswa
SMA
Muhammadiyah 7 adalah gaya komunikasi permisif.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu
dalam teknik pengambilan data, penelitian ini menggunakan purposive
sampling, sedangkan saya menggunakan total sampling.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu
menggunakan penelitian non exprimental dengan pendekatan cross
sectional. Uji statistik menggunakan Chi Square.
9
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Orang Tua
1. Pengertian
Komunikasi adalah proses barbagi makna melalui perilaku
verbal dan non verbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika
melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi setidaknya suatu
sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian
suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik dalam bentuk verbal
(kata-kata) atau bentuk non verbal (non kata-kata), tanpa harus
memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi
punya suatu sistem simbol yang sama. Komunikasi merupakan setiap
proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini
meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis
dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh,
gaya maupun penampilan diri, menggunakan alat bantu disekeliling kita
sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya.
Komunikasi keluarga adalah karakteristik pola-pola interaksi
sirkular
dari
keluarga
yang
disamping
mempengaruhi
dan
mengorganisir anggota keluarga, pola-pola ini menghasilkan arti dari
transaksi diantara para anggota keluarga, melalui interaksi ini
kebutuhan afektif keluarga terpenuhi. Kebanyakan komunikasi
10
11
keluarga terjadi pada sub-sistem seperti antara orang tua dan anak,
suami dan istri, saudara kandung. Ciri pertama dari keluarga sehat
adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama
lain. (Mulyana, 2004).
2. Macam-Macam Pola Komunikasi
Menurut Yusuf (2001) pola komunikasi orangtua dapat
diidentifikasikan menjadi 3, yaitu:
a) Pola komunikasi membebaskan ( Permissive )
Pola
komunikasi
permisif
ditandai
dengan
adanya
kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku
sesuai dengan keinginan anak. Pola komunikasi permisif atau
dikenal pula dengan pola komunikasi serba membiarkan adalah
orangtua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan,
melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi
semua keinginan anak secara berlebihan.
b) Pola komunikasi Otoriter
Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orangtua yang
melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola
komunikasi otoriter mempunyai aturan–aturan yang kaku dari
orangtua. Dalam pola komunikasi ini sikap penerimaan rendah,
namun
kontrolnya
tinggi,
suka
menghukum,
bersikap
mengkomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu
tanpa kompromi, bersikap kaku atau keras, cenderung emosinal
11
12
dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa mudah
tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah
terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas
serta tidak bersahabat.
c) Pola komunikasi Demokratis
Pola komunikasi orangtua yang demokratis pada umumnya
ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak.
Mereka membuat semacam aturan–aturan yang disepakati bersama.
Orangtua yang demokratis ini yaitu orangtua yang mencoba
menghargai kemampuan anak secara langsung.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
Keluarga sangat berperan penting saat anak memiliki
keinginan
untuk
bersosialisasi.
Sebelum
bersosialisasi
tahap
perkembangan yang harus dilalui anak adalah kemampuan berbicara.
Banyak faktor yang menghambat proses sosialisasi anak yang
disebabkan oleh terhambatnya perkembangan kemampuan bicara anak,
diantaranya :
a) Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga
Seringkali orang tua secara sadar atau tanpa sadar bersikap
dan berkata kasar pada anak karena terdapat tekanan kesibukan,
ekonomi, konflik keluarga, atau tidak terpenuhinya harapan.
Karena keinginan orang tua untuk mendisiplinkan anak, agar
menjadi pribadi yang patuh, seringkali orang tua terdorong untuk
12
13
berlaku keras dan tegas pada anak. Seperti suka membentak,
menghardik, berteriak, menjewer, memukul, atau menampar
bahkan menggunakan kata-kata kasar. Perlakuan kasar yang
diperoleh anak tentunya akan membekas dalam hati anak sehingga
menyebabkan anak menjadi merasa tertekan, ketakutan, tidak
berani berpendapat atau takut menyatakan isi hatinya, takut
melakukan kesalahan, dan timbul perasaan tidak enak pada anak
karena dirinya merasa tidak atau kurang berharga untuk dapat
memenuhi
harapan
orang
tua.
Hasilnya,
berbagai
aspek
perkembangan anak menjadi terhambat. Sehingga anak selalu
merasa rendah diri atau inferior. Perasaan inferior anak
menyebabkan anak tidak memiliki keberanian untuk belajar
berkomunikasi dengan baik. Bayang-bayang sikap keras orang tua
terus menghantui anak ketika berhadapan dengan orang lain. Hal
inilah yang membuat anak menjadi gagal untuk berinteraksi baik
dengan orang lain.
b) Anak suka diremehkan atau dicemoohkan.
Anak tentu akan merasa tertekan apabila anak sering
mendapat perlakuan yang tidak disenanginya dari anggota
keluarga. Seperti, tidak dihargai, disepelekan, dicemooh, dan
diolok-olok. Sehingga menyebabkan anak merasa terpojok,
dianggap tidak memiliki kemampuan apa-apa, seperti setiap usaha,
ucapan, pendapat maupun sikap anak. Hal ini dapat menimbulkan
13
14
perasaan inferior di hati anak dan berkembangan konsep diri yang
negatif. Konsep diri yang negatif dapat menghilangkan usaha anak
untuk dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki, termasuk
keinginan dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya
untuk bersosialisasi.
c) Anak kurang mendapat perhatian.
Kemungkinan ini terjadi karena orang tua yang sibuk,
masalah ekonomi keluarga, hubungan yang harmonis atau memiliki
banyak anak sehingga kurang memperhatikan anak secara
komperhensif. Ketiadaan waktu orang tua tanpa sadar telah
membuat jarak antara orang tua dan anak. Interaksi yang minim
antara orang tua dan anak akan berdampak besar pada
perkembangan
anak.
Anak
akan
kehilangan
figur
untuk
mengembangkan berbagai potensi dirinya. Pola interaksi dan
komunikasi yang terbangun di lingkungan keluarga mempengaruhi
perkembangan bicara anak. Pada dasarnya anak memiliki
kecenderungan untuk meniru atau mencontoh cara bicara, tata
bahasa, sikap, perilaku, kebiasaan dan sikap empati orang
terdekatnya.
d) Anak kurang bersosialisasi atau bergaul.
Kebiasaan menutup diri atau kurangnya
kebebasan
menjalin hubungan dengan orang tua dan lingkungan sosial akan
berdampak pada perkembangan psikososial anak. Disebabkan
14
15
karena minimnya interaksi dengan orang lain akan membuat anak
tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai
karakter orang lain. Kurangnya pengetahuan anak tentang karakter
orang akan mempersulit anak untuk menarik perhatian dan
membangun empati dengan orang lain sehingga anak selalu merasa
tidak nyaman dan canggung berada di lingkungan yang baru.
(Surya, 2007).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola-Pola Komunikasi
Menurut Djamarah (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi
pola-pola komunikasi yang tidak efektif (disfungsional) adalah :
a) Harga diri yang rendah dari keluarga maupun anggota, khususnya
orangtua. Tiga nilai terkait yang terus menerus menghidupkan harga
diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya persetujuan
total, dan kurangnya empati.
b) Pemusatan pada diri sendiri dicirikan oleh memfokuskan pada
kebutuhan sendiri, mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan
perfektif orang lain.
c) Kurangnya empati, keluarga yang berpusat pada diri sendiri dan
tidak dapat mentoleransi perbedaan juga tidak dapat mengenal efek
dari pikiran perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota
keluarga yang lain, dan juga mereka tidak dapat memahami pikiran,
perasaan dan perilaku dari anggota keluarga lain. Mereka begitu
menghabiskan waktu hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka
15
16
sendiri sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan untuk
menjadi empatis.
d) Ekspresi perasaan tak jelas, dari komunikasi disfungsional yang
dilakukan oleh anak kepada orangtua, pengungkapkan perasaan yang
tidak jelas karena takut ditolak, pengungkapan perasaan dari anak
kepada orangtua harus diluar kebiasaan atau diungkapkan dengan
suatu cara yang tidak jelas sehingga perasaan tersebut tidak dapat
diketahui.
e) Kemarahan terpendam, ungkapan perasaan yang tidak jelas, anak
merasa marah dengan orangtua tetapi ia tidak mengungkapkan
marahnya secara jelas dan bisa saja anak melampiaskannya kepada
orang lain atau barang.
f) Ekspresi menghakimi, pernyataan menghakimi selalu membawa
kesan penilaian moral dimana jelas bagi anak bahwa orangtua sedang
mengevaluasi nilai moral anaknya.
g) Ketidakmampuan
mengungkapkan
kebutuhan
anak
yang
disfungsional tidak hanya dapat mengungkapkan kebutuhannya,
tapi karena takut ditolak, maka dia tidak mampu mendefenisikan
perilaku yang dia harapkan dari orangtua untuk memenuhi
kebutuhan- kebutuhan tersebut.
16
17
5. Macam Komunikasi Dalam keluarga (orangtua)
Menurut Djamarah (2004) macam komunikasi dalam keluarga
ada 4 macam yaitu:
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi
antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa
sebagai alat perhubungan. Kegiatan komunikasi verbal menempati
frekuensi terbanyak dalam keluarga. Setiap hari orang tua selalu
ingin berbincang-bincang kepada anaknya. Canda dan tawa
menyertai dialog antara orang tua dan anak. Perintah, suruhan,
larangan, dan sebagainya merupakan alat pendidikan yang sering
di pergunakan oleh orang tua atau anak dalam komunikasi
keluarga.
Dalam perhubungan antara orang tua dan anak akan terjadi
interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi
anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan
apa yang akan di sampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi
pendengar yang baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan di
sampaikan oleh orang tua.
b. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga antara
orangtua dan anak tidak hanya dalam bentuk verbal, tetapi juga
dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi nonverbal
17
18
suatu ketika bisa berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal.
Fungsi komunikasi nonverbal itu sangat terasa jika, komunikasi
yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan
sesuatu secara jelas. Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh
orangtua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering
tanpa berkata sepatah kata pun, orang tua menggerakkan hati anak
untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orang tua dalam mengerjakan
sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anak pun ikut
mengerjakan apa yang pernah dilihat dan di dengar dari orang
tuanya.
Tidak hanya orang tua, anak juga sering menggunakan
pesan nonverbal dalam menyampaikan gagasan, keinginan atau
maksud tertentu kepada orang tuanya. Malasnya anak untuk
melakukan sesuatu yang di perintahkan oleh orang tua adalah
sebagai ekspresi penolakan anak atas perintah. Akhir nya,
komunikasi nonverbal sangat di perlukan dalam menyampaikan
suatu pesan ketika komunikasi verbal tidak mampu mewakilinya.
c. Komunikasi Individual
Komunikasi individual dan komunikasi interpersonal
adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi
yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi,
antara orang tua dan anak. Pada kesempatan yang lain, orang tua
tidak menyia-nyiakan waktu senggang untuk berbincang-bincang
18
19
dengan anak secara pribadi tentang sesuatu hal, entah mengenai
pelajaran di sekolah, mengenai pengalaman, atau hal-hal apa saja
sebagai topik perbincangan
Ketika
orang
tua
merasa
berkepentingan
untuk
menyampaikan sesuatu kepada anak, maka orang tualah yang
memulai
pembicaraan.
Ketika
anak
berkepentingan
untuk
menyampaikan sesuatu kepada orang tua, maka anaklah yang
memulai pembicara. Pesan yang ingin disampaikan itu bisa berupa
gagasan, keinginan, atau maksud tertentu.
Keinginan anak untuk berbicara dengan orang tuanya dari
hati ke hati melahirkan komunikasi interpersonal. Komunikasi di
sini dilandasi oleh kepercayaan anak kepada orang tuanya. Dengan
kepercayaan itu, anak berusaha membangun keyakinan untuk
membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat
mengerti perasaannya. Sebagai orang tua tentu saja keinginan anak
itu harus direspons secara arif dan bijaksana, dan bukan
sebaliknya, bersikap egois tanpa kompromi. Menjadi pendengar
yang baik dan selalu membuka diri untuk berdialog dengan anak
adalah rangka mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anak.
Dengan begitu, anak tidak menganggap orang tuanya adalah orang
yang tidak mengerti perasaan anak.
19
20
d. Komunikasi kelompok
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting
untuk dibina dalam keluarga. Keakraban hubungan itu sangat
dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam
suatu waktu dan kesempatan. Masalah waktu dan kesempatan
menjadi faktor penentu berhasil atau gagal suatu pertemuan. Boleh
jadi, suatu pertemuan yang sudah direncanakan oleh orang tua atau
anak yang berkumpul, duduk bersama dalam satu meja, dalam
acara keluarga terancam gagal di sebabkan belum ada pertemuan
antara waktu dan kesempatan dan kurangnya komunikasi yang baik
antara orang tua dan anak.
B. Perilaku sosial anak
1. Pengertian
Perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang
yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain
ataupun orang yang melakukannya sedangkan sosial adalah keadaan
dimana terdapat kehadiran orang lain. Perilaku sosial adalah perilaku
yang terjadi dalam situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir,
merasa dan bertindak karena kehadiran orang lain. Dapat diartikan
juga sikap dimana kita saling membutuhkan orang lain. Perilaku sosial
dapat juga di artikan suasana saling ketergantungan yang merupakan
keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Perilaku sosial
20
21
seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan
dengan hubungan timbal balik antar pribadi. (Ibrahim, 2001).
Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap
orang lain, perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap
keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Dari
uraian diatas dapat diartikan juga bahwa manusia sebagai pelaku dari
perilaku sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Artinya
manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. (Ibrahim,
2001).
2. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial
Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan
oleh sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas (2004) adalah suatu cara
bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Sedangkan sikap sosial
dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang
terhadap obyek sosial yang menyebabkan terjadinya cara-cara
tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap salah satu objek
sosial. Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada
dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat
teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain.
Seperti dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku
sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas
diantara anggota kelompok yang lainnya.
21
22
Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola
respon antar pribadi, yaitu :
a) Kecenderungan Perilaku Peran
1) Sifat pemberani dan pengecut secara social
2) Sifat berkuasa dan sifat patuh
3) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
4) Sifat mandiri dan tergantung
b) Kecenderungan perilaku dalam hubungan social
1) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
2) Suka bergaul dan tidak suka bergaul
3) Sifat ramah dan tidak ramah
4) Simpatik atau tidak simpatik
c) Kecenderungan perilaku ekspresif
1) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka
bersaing (suka bekerja sama)
2) Sifat agresif dan tidak agresif
3) Sifat kalem atau tenang secara sosial
4) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
3. Karakteristik Anak Dengan Gangguan Perilaku
Menurut
Hallahan
dan
Kauffman
ada
enam
dimensi
karakteristik anak dengan gangguan perilaku yaitu:
1)
Conduct disorders (ketidakmampuan mengendalikan diri) yaitu
22
23
mencari perhatian, selalu ingin diperhatikan, mengganggu orang
lain, berkelahi.
2)
Socialized aggression (agresi sosial/perilaku yang dilakukan
secara berkelompok) yaitu mencuri secara berkelompok, setia
dengan teman yang nakal, bolos dari sekolah dengan temantemannya, mempunyai kelompok yang “jelek”, dengan bebas
mengakui tidak patuh pada nilai moral dan peraturan/undangundang.
3)
Attention problem-immaturity (masalah perhatian perilaku yang
menunjukkan
sikap
kurang
dewasa)
yaitu
mempunyai
kemampuan perhatian pendek, tidak dapat berkonsentrasi, yaitu
mudah dialihkan, mudah mengalihkan tugas, menjawab tanpa
dipikirkan, lamban.
4)
Anxiety-withdrawal
(perilaku
yang
berkaitan
dengan
kepribadian) yaitu kesadaran diri, pemalu, hipersensitive,
perasaannya mudah sakit, sering merasa sedih, cemas, depresi.
5)
Psychotic behavior yaitu susah fokus, cara bicara yang tidak
teratur, memperlihatkan tingkah laku ganjil.
6)
Motor excess yaitu gelisah, tidak bisa duduk diam, terlalu
banyak bicara, tidak bisa tenang.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial
a)
Faktor Komunikasi dalam Keluarga
23
24
Keluarga sebagai kelompok sosial pertama merupakan
wadah dimana individu tumbuh, berkembang, dan belajar
bersosialisasi.
Disamping
itu
eksistensi
keluarga
sangat
dibutuhkan dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga.
Berawal
dari
proses
komunikasi
interpersonal,
interaksi
komunikasi dalam keluarga berlangsung dan membentuk
intensitas dan kualitas komunikasi serta bertujuan untuk mencapai
pemahaman makna pesan, (De Vito, 2011).
Budaya komunikasi, terdiri atas aturan komunikasi,
pendidikan, nilai-nilai budaya, dan norma sosial serta nilai
religius yang menjadi pranata budaya komunikasi. Jika tidak
terbentuk
budaya
komunikasi
yang
mendukung
proses
pembelajaran sosial maka komunikasi akan terputus dan
pelanggaran nilai-nilai dan norma budaya, sosial, serta agama
terhambat. Pola komunikasi merupakan patron berkomunikasi
yang terbentuk karena interaksi antarpersonil dalam keluarga. Jika
terjadi ketidakseimbangan komunikasi antara orangtua dan anak,
maka komunikasi sirkuler tidak berjalan dengan baik. Interaksi
komunikasi,
berlangsung semenjak
lembaga
sosial
terkecil
terbentuk. Interaksi komunikasi mengacu pada proses transaksi
pesan bermuatan simbol untuk mencapai kesepahaman makna.
Proses self disclosure individu dalam keluarga seperti ayah, ibu,
anak-anak, dan anggota keluarga inti lain turut mempengaruhi
24
25
intensitas dan kualitas komunikasi. Proses keterbukaan diri akan
berkembang dalam kondisi komunikasi dan faktor psikis individu
tertentu. Dimana symbol-simbol semiotis akan berpengaruh
dalam
komunikasi
verbal-nonverbal
sehingga
mendukung
pemahaman makna pada perkembangan perilaku anak (Littlejohn,
2009)
b) Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah
adalah
sutau
lembaga
pendidikan
yang
mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
Tetapi sekolah juga bisa menjadi tempat yang membuat anak
tidak merasa nyaman dan mebosankan, sehingga anak sering
tidak
masuk
sekolah.
Lingkungan
sekolah
yang
dapat
mengakibatkan penyimpangan perilaku sosial: Lingkungan fisik
yang kurang memenuhi persyaratan, Disiplin sekolah yang kaku
dan tidak konsisten,Guru yang tidak simpatik, Masalah kurikulum
sekolah, Masalah metode dan teknik mengajar
c)
Faktor Fisik
Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat anggota tubuh
atau rusaknya salah satu indera merupakan kekuranga yang yang
jelas terlihat oleh orang lain. Akan menimbulkan perasaan tidak
berharga keadaan fisiknya, karena seseorang amat merasakan
kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan
orang lain. Jadi dari hal tersebut seseorang tersebut tidak dapat
25
26
bereaksi secara positif dan timbullah rasa minder yang
berkembang menjadi rasa tidak percaya diri.
d) Faktor mental
Seseorang akan percaya diri karena ia mempunyai
kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian
khusus yang dimilikinya.
e)
Faktor sosial
Perilaku sosial anak terbentuk melalui dukungan sosial
dari dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan
keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama
dalam kehidupan setiap orang.
26
27
C. Kerangka Teori
Macam-macam
komunikasi:
Pola komunikasi
tehnik
Perilaku
1. Komunikasi Verbal
2. Komunikasi Nonverbal
orangtua
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi komunikasi
sosial anak
1.
2.
Pengertian
Faktor-faktor
pembentuk perilaku
sosial
3. Bentuk dan jenis
perilaku sosial
4. Karakteristik anak
dengan gangguan
perilaku
5. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku
sosial
6. Faktor komunikasi
dalam keluarga]
7. Faktor lingkungan
sekolah
8. Faktor fisik
9. Faktor mental
10. Faktor sosial
1. Pola komunikasi yang
buruk dalam keluarga
2. Anak suka di remehkan
3. Anak kurang
mendapatkan perhatian
4. Anak kurang
bersosialisai atau
bergaul
Gambar: 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Surya (2007) dan Akyas Azhari (2004)
27
28
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan, maka kerangka
konsep penelitian dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
Pola komunikasi
orangtua
1. Pola komunikasi
membebaskan
2. Pola komunikasi
otoriter
3. Pola komunikasi
demokratis
4. Pola komunikasi
yang buruk dalam
keluarga
5. Anak suka di
remehkan
6. Anak kurang
mendapatkan
perhatian
7. Anak kurang
bersosialisai atau
bergaul
Keterangan:
Perilaku sosial anak
1.
Faktor Keluarga
2.
Faktor
Lingkungan
Sekolah
3.
Faktor
Lingkungan
Masyarakat
Gambar: 2.2 Kerangka Konsep
: Diteliti
: Tidak diteliti
28
1.
2.
3.
Baik
Cukup
Kurang
29
E. Hipotesis
Hipotesa penelitian merupakan jawaban sementara terhadap
penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi
tingkat kebenarannya (Saryono, 2011). Hipotesa dalam penelitian menurut
Arikunto (2010) ada dua jenis hipotesis yaitu hipotesis kerja dan hipotesis
nol. Hipotesis kerja disebut hipotesis alternative, yang disingkat Ha yaitu
hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dua variabel X dan Y,
atau ada perbedaan antar dua kelompok. Hipotesis nol disebut hipotesis
statistik, karena biasanya bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan
statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua
veriabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha: Ada Hubungan Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Sosial Anak
Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
Ho: Tidak ada Hubungan Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Sosial
Anak Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
29
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian
deskriptif korelasional dengan pendekatan design cross-sectional yaitu
yang dilakukan hanya satu kali dalam satu saat, untuk menentukan
hubungan asosiatif antar variable yaitu variable komunikasi orang tua dan
variable perilaku sosial anak.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh objek penelitian
(Arikunto, 2010), dimana objek penelitian terdiri dari siswa kelas 5 SD
Kreatif Muhammdiyah 1 Gombong. Jumlah siswa kelas 5A terdiri dari
24 orang dan kelas 5B 21 orang. Jadi jumlah populasi keseluruhan
adalah 45 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dan karakteristik dari populasi. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total
sampel, dimana sampel yang akan diambil adalah seluruh siswa kelas 5
di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
30
31
a. Kriteria Inklusi:
- Siswa kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
- Koooperatif dan bersedia menjadi responden.
- Siswa yang tinggal bersama orang tua.
b. Kriteria Eksklusi:
- Siswa yang tidak hadir pada saat pengambilan data.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di SD Kreatif Muhammadiyah 1
Gombong.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2013.
D. Variable Penelitian
1. Variabel bebas (independen)
Variable bebas pada penelitian ini adalah komunikasi orang tua.
2. Variabel terikat (dependen)
Variable terikat pada penelitian ini adalah perilaku sosial anak.
31
32
E. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Operasional
Alat Ukur
Hasil Ukur
1.
Terikat (dependen)
Perilaku
sosial
adalah kemampuan
sosial yang dimiliki
oleh
seseorang
untuk berinteraksi
dengan orang lain.
Menggunakan
metode
angket
dengan
instrumen
kuesioner
yang berisi 16
pernyataan
tertutup
dengan
alternatif
jawaban Ya
atau Tidak.
Skor
untuk Ordinal
jawaban Ya: 2
dan Tidak: 1.
Dengan
kategori:
1. Baik:
>
75%
2. Cukup:
60%-75%
3. Kurang : <
60%
Bebas (independen) Komunikasi adalah
kebiasaan seseorang
dalam penyampaian
Komunikasi
pesan
dengan
lingkungannya baik
secara verbal atau
nonverbal
Menggunakan
metode
angket
dengan
instrument
kuesioner
yang
berisi
17 pernyataan
tertutup
dengan
alternatif
jawaban Ya
atau Tidak.
Skor
untuk Nominal
jawaban Ya: 2
dan Tidak: 1.
Dengan
kategori:
1. Demokratis
2. Permissive
3. Otoriter
Perilaku sosial
2.
F. Teknik pengumpulan data
1. Metode pengumpulan data
Pada penelitian ini menggunakan angket yang berisi tentang
pertanyaan tertulis kepada responden. Angket dibuat berdasarkan teori
komunikasi orang tua dan perilaku sosial anak.
32
Skala
33
2. Tahapan proses penelitian
1) Tahap persiapan
a. Survey lapangan
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu
dilakukan survey lapangan yang akan dijadikan tempat
penelitian, yaitu SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
b. Tahap perizinan
Pelaksanaan penelitian diawali dengan mengurus izin
penelitian lapangan serta mulai mengadakan observasi
mengenai populasi dan sampel penelitian.
c. Tahap pelaksanaan
Dalam penelitian ini, peneliti menyebarkan angket
tentang komunikasi orang tua untuk mengetahui bagaimana
komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anak.
d. Tahap akhir pelaksanaan
Tahap pasca pelaksanaan ini merupakan tahap terakhir.
Disini, semua data yang diperoleh melalui angket mulai diolah.
Pengolahan data ini melibatkan aktifitas pengumpulan data
yang ada, penyederhanaan data, dan pendeskripsian data
dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan.
G. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2008) mengungkapkan instrumen penelitian adalah alat
atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
33
34
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan
sistematik) sehingga lebih mudah di olah.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner dengan check list dimana responden tinggal
membubuhkan tanda check list (√) pada kolom yang sesuai dengan pilihan
responden. Arikunto (2010) berpendapat bahwa kuesioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam laporan tentang dirinya atau hal-hal yang di ketahui.
Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aspek
Komunikasi Orangtua
Pola komunikasi permissive
Pola komunikasi otoriter
Pola komunikasi demokratis
Perilaku Sosial Anak
Kecenderungan perilaku peran
Kecenderungan perilaku dalam
hubungan sosial
Kecenderungan perilaku ekspresif
Jumlah
No Soal
Jumlah Soal
1, 2,3
4, 5, 6, 7, 8, 9
10, 11, 12, 13, 14, 15,
16
4
6
7
18,19,20,21,22,23,24
25,26,27,28,29,30,31,
32,33
34
7
9
1
34
Kuesioner dalam penelitian ini dirancang oleh penulis sendiri
berdasarkan tinjauan pustaka, kuesiner yang diberikan berupa pertanyaan
tertutup. Kuesioner di bagikan kepada responden dan pengisian kuesioner
didampingi peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian
yaitu:
34
35
1. Kuesioner A (komunikasi orang tua)
Responden diminta untuk menjawab kuesioner yang terdiri dari 16
pernyataan tetutup. Setiap jawaban Ya diberi nilai 2, dan untuk jawaban
Tidak diberi nilai 1.
2. Kuesioner B (perilaku sosial anak)
Responden diminta untuk menjawab sejumlah 17 pernyataan tertutup
mengenai tingkah laku anak. Setiap jawaban Ya diberi nilai 2 dan
jawaban tidak diberi nilai 1. Menentukan kedudukan jawaban dengan
kategori menurut Arikunto (2010) dengan kriteria sebagai berikut:
Skor = Nilai yang dicapai x 100 %
Skor maksimal
Dengan kategori:
a. Baik
= > 75%
b. Cukup = 60% - 75%
c. Kurang = < 60%
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan angket tertutup
dengan jumlah 16 pertanyaan terkait komunikasi orang tua dan 17
pertanyaan terkait dengan perilaku sosial anak.
H. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas instrumen
Menurut Arikunto (2010), validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu
instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki tingkat
35
36
kevalidan yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti
memiliki tingkat kevalidan rendah.
Penguji
validitas
butir-butir
kuesioner,
dilakukan
menggunakan bantuan statistik komputer SPSS for window, untuk
melakukan uji validitas menggunakan rumus Pearson Product
Moment. :
r hitung =
nXY   X   Y 
n  X
2

 X   n  Y 2  Y 
2
2

Keterangan :
r hitung
= Koefisien korelasi
n
= Jumlah responden
ΣXi
= Jumlah skor item
ΣYi
= Jumlah skor total (item)
∑xy
= jumlah perkalian skor item dengan skor total item
∑x2
= jumlah skor item kuadrat
∑y2
= jumlah skor total skala kuadrat
Jika koefisien korelasi rxy antara skor butir dengan skor total
yang diperoleh lebih besar dari pada koefisien di tabel nilai-nilai r (r
tabel) pada α = 0,05 maka butir tersebut dinyatakan valid dan sebalik
nya butir tersebut dinyatakan tidak valid bila rxy lebih kecil dari r tabel.
Cara yang lebih mudah untuk menentukan valid tidaknya butir yang
diuji bila menggunakan program statistik komputer (SPSS), adalah
dengan mengacu pada nilai signifikan (P) yang diperoleh. Bila nilai
36
37
signifikat (P) yang di peroleh lebih kecil dari pada 0,05, maka butir
yang di uji dinyatakan valid.
Uji validitas dilakukan di MI Muhammadiyah kalitengah dengan
jumlah responden 20 orang pada bulan juli 2013. Hasil uji validitas
menunjukkan bahwa kuisioner komunikasi orangtua dengan jumlah
soal 17 didapatkan 16 soal valid dengan nilai r hasil 0,000-0,027 yang
berarti nilai p lebih kecil dari 0,05 maka 16 soal tersebut di nyatakan
valid, sedangkan 1 soal dinyatakan tidak valid dengan nilai r hasil 0,292
pada soal no 3. Soal yang tidak valid tidak dipakai dalam pengambilan
data. Sedangkan kuesioner perilaku sosial anak dengan jumlah soal 17
dengan nilai r hasil 0,000-0,049 yang berarti nilai p lebih kecil dari 0,05
maka kuesioner perilaku sosial anak dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut
Arikunto (2010), Uji reliabilitas adalah uji yang menunjukkan pada
tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Angket dikatakan
reliabel apabila memberikan hasil yang konsisten. Uji ini ditetapkan
untuk mengetahui apakah responden menjawab pertanyaan secara
konsisten atau tidak sehingga kesungguhan jawabannya dapat
dipercaya.
Pengujian
reliabilitas
insrumen,
dilakukan
juga
menggunakan bantuan program statistik komputer SPSS yang mengacu
pada rumus cronbach’s Alpha
37
38
Keterangan:
R
= Reabilitas instrument
K
= Banyak butir pertanyaan
∑ab2 = Jumlah varian butir
G12
= Varian total
Menurut Djemari (2003) bahwa kuesioner atau angket
dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7. Pengujian
instrumen penelitian ini menggunakan interval consistency dan diuji
hanya satu kali. Untuk angket atau kuesioner yang diperoleh akan
dianalisis menggunakan metode Alpha Cronbach.
Kriteria pengujiannya adalah kuesioner dikatakan reliabel jika
perolehan nilai reliabilitas hasil hitungan (koefisien Cronbach Alpha) >
0,7.
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa pada kuisioner
komunikasi orangtua adalah α=0,762 dan kuisioner perilaku sosial anak
α=0,746 yang berarti kuisioner tersebut dinyatakan reliable.
I. Analisa Data
1. Pengolahan Data
Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan dan
pengkajian data dengan langkah-langkah sebagai berikut (Haston,
2006):
38
39
a. Editing
Adalah
memeriksa
data
yang
terkumpul
tentang
kelengkapan , sehingga apabila ada data yang belum lengkap bisa
diulang ke sumber yang bersangkutan, kemudian memeriksa
kelengkapan data dan pengisian kuisioner yang selanjutnya
dipindahkan ke dalam table bantu penelitian.
b. Coding
Dimana proses ini dilakukan untuk memudahkan peneliti
dalam mengolah berbagai data yang masuk. Oleh karena itu
peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner
dengan bentuk pertanyaan tertutup.
c. Entry Data
Dimana proses ini adalah memasukkan semua data ke
dalam tabel untuk selanjutnya dilakukan analisa data.
d. Cleaning
Dimana proses ini, peneliti memeriksa kembali data yang
sudah masuk kedalam tabel, untuk memastikan bahwa data
tersebut telah bersih dari kesalahan dan mengetahui data yang tidak
lengkap atau menyimpang.
e. Tabulating
Penyusunan
data
dengan
mengelompokkan
data
sedemikian rupa sehingga data mudah di jumlah dan disusun untuk
39
40
disajikan dan dianalisis dalam bentuk table dengan bantuan
komputer.
Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
program SPSS. Penelitian ini menguji hipotesis asosiatif atau
hubungan. Data yang digunakan berupa data interval, yang jika
distribusinya normal menggunakan uji parametrik yaitu pearson untuk
menguji hubungan antara satu veriabel independen dengan satu
dependen
(Sugiyono,
2011)
yaitu
hubungan
antara
perilaku
komunikasi orang tua dengan perilaku sosial anak.
2. Analisa data
Analisa data dilakukan menggunakan langkah diatas, yang
meliputi dua tahapan yaitu univariat dan bivariat.
a.
Analisa univariat
Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel yang
diteliti, khususnya berupa distribusi frekuensi dan presentase dari
variabel pola komunikasi orang tua terhadap perilaku sosial anak.
Dengan menggunakan program SPSS serta program excel maka
dapat digunakan rumus (Sugiyono, 2006), sebagai berikut:
Keterangan:
P
= Angka presentase
f
= Frekuensi
40
41
N
b.
= Banyaknya responden
Analisa bivariat (analisa hipotesis)
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui
interaksi dua variabel baik komparatif, asosiatif maupun korelasi
(Saryono, 2008). Pada analisis bivariat ini dilakukan uji statistik
pada variabel yang saling berhubungan, statistik korelasi yang
digunakan adalah korelasi chi square. Korelasi chi square
digunakan untuk data diskrit nominal dan ordinal.
Rumus:
Keterangan:
Chi square
Frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel
Frekuensi
yang
diharapkan
dalam
sampel
sebagai
pencerminan dan frekuensi yang diharapkan dari populasi.
Pengujian uji hipotesis ini dilakukan pada tarif
signifikasi 5% denagn kriteria sebagai berikut:
1) Jika p < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti
terdapat hubungan komunikasi orangtua terhadap perilaku
sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong.
Sebaliknya jika p > 0,05 artinya Ho diterima dan Ha ditolak.
2) Jika dilihat dari harga chi-square (x2), dimana x hitung sama
atau lebih besar dari x tabel yang sesuai dengan taraf
41
42
signifikan dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara variabel bebas dan terikat. Sebaliknya jika x
hitung lebih kecil dari x tabel yang sesuai dengan taraf
signifikan disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara variabel bebas dan terikat. (Riwidikdo, 2007)
J. Etika Penelitian
Penelitian akan dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari
institusi pendidikan kemudian mengajukan permohonan ijin kepada tempat
penelitian dengan menekankan masalah prinsip dan etika yang meliputi:
1.
Prinsip manfaat
a.
Bebas dari penderitaan, artinya dalam penelitian ini tidak
menggunakan tindakan yang dapat menyakiti atau membuat
responden menderita.
b.
Bebas dari ekspoitasi, artinya data yang diperoleh tidak
digunakan untuk hal-hal yang merugikan responden.
2.
Prinsip menghargai hak
a.
Informed consent yaitu persetujuan untuk menjadi responden. Hal
ini dibuktikan dengan lembar persetujuan yang diedarkan
sebelum penelitian dilaksanakan pada seluruh responden yang
bersedia untuk diteliti maka responden dengan terlebih dahulu
diberi kesempatan membaca isi persetujuan tersebut. Jika
responden menolak untuk diteliti, peneliti tidak akan memaksa
dan tetap menghormati hak-hak responden.
42
43
b.
Confidentiality yaitu dimana peneliti juga memenuhi azas
kerahasiaan Confidentiality terhadap data responden, kepemilikan
dan akses data yang dipergunakan hanya untuk kepentingan
penelitian.
c.
Anonimity yaitu peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan
cara tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data
akan tetapi menggunakan kode pada penelitian ini.
43
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2013 di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong. SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong
merupakan SD yang berstatus swasta yang berada di wilayah Gombong
Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian terhadap 45 siswa kelas 5 SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong akan diuraikan dalam hasil dan pembahasan
berikut ini :
1. Distribusi Frekuensi Komunikasi Orang Tua
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Komunikasi Orangtua di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong pada bulan Juli 2013
(n=45)
No Komunikasi Orangtua
Jumlah
Persentasi (%)
1
2
3
Permissive
Otoriter
Demokrat
3
14
28
6,7
31,1
62,2
Jumlah
45
100,0
Distribusi frekuensi komunikasi orangtua pada penelitian ini
menunjukkan persentase tertinggi adalah komunikasi demokrat dengan
persentase sebesar 62,2%, kemudian orang tua yang memiliki komunikasi
otoriter sebanyak 14 (31,1%) responden, dan presentase terendah yaitu
orang tua yang memiliki komunikasi permissive sebanyak 3 (6,7%)
responden.
44
45
2. Distribusi Frekuensi Perilaku Sosial Anak
Tabel 4.2
No
Distribusi Frekuensi Perilaku Sosial Anak di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong pada bulan juli 2013
(n=45)
Perilaku Sosial Anak
Jumlah
Persentase
1.
Kurang
1
100,0
2.
Cukup
6
100,0
3.
Baik
38
100,0
Jumlah
45
100,0
Distribusi frekuensi perilaku sosial anak di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong pada penelitian ini menunjukkan persentase
tertinggi adalah baik dengan jumlah 38 (100,0%) responden, kemudian anak
yang memiliki perilaku sosial cukup baik sebanyak 6 (100,0%) responden,
dan 1 (100,0%) anak yang memiliki perilaku sosial yang kurang baik.
3. Hubungan Komunikasi Orangtua terhadap Perilaku Sosial Anak Di SD
Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong
Tabel 4.3 Hubungan Komunikasi Orangtua Terhadap Perilaku Sosial Anak
di SD kreatif Muhammadiyah 1 Gombong pada bulan Juli 2013
(n=45)
Perilaku
Komunikasi
X2
p value
Sosial
Permissive Otoriter Demokrat Total
Kurang
0
1
0
1
Cukup
3
1
3
6
Baik
0
12
26
38
45
23,092 0,000
46
Total
3
14
28
45
Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh data dengan adanya komunikasi
yang baik dari orang tua sebagian besar anak memiliki perilaku sosial yang
baik pula yaitu sebanyak 38 orang. Dari hasil analisa uji chi square dengan
nilai X² = 23,092 dengan p = 0.000 (p<0,05) yang artinya hipotesa
alternatif diterima atau Ho ditolak. Nilai p = 0.000 yang berarti p<0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi
orangtua terhadap perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1
Gombong.
B. Pembahasan
1.
Komunikasi Orangtua di SD kreatif Muhammadiyah 1 Gombong
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar
komunikasi orangtua di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong
komunikasi demokrat dengan persentase sebesar 62,2%. Dengan adanya
komunikasi yang baik antara orang tua dan anak maka telah terjadi
pertukaran informasi, perasaan, pemahaman dan berbagi makna baik
secara verbal maupun non verbal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Brooks,dkk (2004) yang menyatakan melalui komunikasi maka terjadi
pertukaran informasi, arti dan perasaan yang disampaikan melalui pesan
verbal dan non verbal.
Komunikasi yang baik antara orangtua dan anak adalah sikap
terbuka antara orang tua dan anak. orangtua yang mencoba menghargai
46
47
kemampuan anak secara langsung. Komunikasi yang baik antara orangtua
dan anak dapat dibangun karena orangtua yang sudah berpengalaman
dalam mengurus anak, usia orangtua, pendidikan orangtua, dan tempat
tinggal. Komunikasi antara anak dengan orangtua ini terbukti penting bagi
penanganan permasalahan anak dan remaja seperti mencegah perilaku
negative dan penting untuk kepuasan hubungan diantara mereka
(LeBlance, 2004).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua telah
menerapkan komunikasi individual (komunikasi antara orang tua dan
anak) secara efektif yang dibuktikan dari hasil penelitian dimana mayoritas
komunikasi orang tua demokrat. Bila ada waktu senggang orang tua tidak
akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan anak
secara pribadi tentang sesuatu hal, entah mengenai pelajaran di sekolah,
mengenai pengalaman, teman-teman sang anak, kegiatan-kegiatan yang
telah dilakukan atau hal-hal apa saja yang bisa diangkat sebagai topik
perbincangan.
Pada penelitian ini juga didapatkan hanya 14 (31,1%) responden
yang memiliki komunikasi otoriter. Hal ini disebabkan tingkat kesadaran
orang tua akan pentingnya berkomunikasi kepada anak yang tinggi. Ketika
orang tua merasa berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada
anak, maka orang tualah yang memulai pembicaraan. Menjadi pendengar
yang baik dan selalu membuka diri untuk berdialog dengan anak adalah
bertujuan mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anak. Dengan
47
48
begitu, anak tidak menganggap orang tuanya adalah orang yang tidak
mengerti perasaan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Grahacendikia,
(2009) yang menyatakan orang tua memegang peranan membentuk sistem
interaksi yang intim dan berlangsung lama yang di tandai oleh loyalitas
pribadi, cinta kasih dan hubungan yang penuh kasih sayang serta saling
mengerti.
Disamping itu anak juga harus dimotivasi untuk dapat mengutarakan,
menyampaikan isi hati, dan memulai pembicaraan terlebih dahulu. Ketika
anak berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada orang tua, maka
anaklah yang harus memulai pembicaraan. Keinginan anak untuk berbicara
dengan orang tuanya dari hati ke hati melahirkan komunikasi interpersonal.
Komunikasi di sini dilandasi oleh kepercayaan anak kepada orang tuanya.
Dengan kepercayaan itu, anak berusaha membangun keyakinan untuk
membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat mengerti
perasaannya. Sebagai orang tua tentu saja keinginan anak itu harus
direspons secara arif dan bijaksana, dan bukan sebaliknya, bersikap egois
tanpa kompromi.
Pola komunikasi yang paling baik diterapkan oleh orangtua adalah
pola komunikasi demokratis yang ditandai dengan adanya sikap terbuka
antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan–aturan yang
disepakati bersama. Orangtua yang demokratis yaitu orangtua yang
mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Hal ini terbukti
dari hasil kuesioner yang diperoleh dari responden dimana sebagian besar
48
49
menjawab tidak memaksakan anak untuk melakukan perintah sesuai
dengan kehendak mereka, orang tua tidak melarang anak bila ingin bermain
keluar rumah, orang tua sering mengajak bercerita dan bercanda serta
mereka memberi pujian ketika anak berhasil menjadi juara. Suasana sikap
orang tua yang dapat mendukung anak seperti ini, dapat membantu
terciptanya sikap komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak.
2.
Perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil perilaku sosial anak di SD
Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong sebagian besar baik dengan jumlah 38
(100,0%) responden, kemudian anak yang memiliki perilaku sosial cukup
baik sebanyak 6 (100,0%) responden, dan 1 (100,0%) anak yang memiliki
perilaku sosial yang kurang baik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong telah diajarkan pendidikan
keagamaan sehingga perilaku siswanya mayoritas baik. Menurut hasil
observasi dan wawancara dengan Guru di SD Kreatif Muhammadiyah 1
Gombong menyatakan bahwa sekolah ini mempunyai misi mencetak siswa
yang berakhlak mulia sehingga siswa telah dibekali pelajaran keagamaan
sejak usia dini baik tentang akhlak maupun budi pekerti yang baik sesuai
syari’at agama.
Selain itu pada usia sekolah dasar rasa egosentris anak mulai
berkurang, mereka sudah mampu bersosialisasi dan mengadakan hubungan
emosional dengan orang lain. Perkembangan sosial emosi merupakan
perkembangan anak untuk menyesuaikan diri terhadap dunia sosial yang
49
50
lebih luas. Dalam proses perkembangan ini anak diharapkan mengerti orang
lain, yang berarti mampu menggambarkan ciri-cirinya, mengenali apa yang
dipikirkan, dirasa, dan diinginkan serta dapat menempatkan diri pada sudut
pandang orang lain tersebut, tanpa kehilangan dirinya sendiri.
Peran orang tua dalam melatih dan mendidik anak untuk
mendorong kematangan emosi dan perilaku sosial anak sangatlah penting,
yang bisa terwujud melalui suatu pola pengasuhan yang baik. Orang tua
diharapkan bisa menjadi teman bagi anak, bisa mengarahkan perilaku anak,
tapi bukan memaksakan anak untuk menuruti kehendak orang tua. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Grahacendikia, (2009) bahwa semakin
baik pola pengasuhan yang diberikan orang tua maka akan semakin baik
pula perilaku/ sikap anak.
Menurut Ibrahim, (2001) perilaku sosial adalah perilaku yang
terjadi dalam situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan
bertindak karena kehadiran orang lain. Dapat diartikan juga sikap dimana
kita saling membutuhkan orang lain. Perilaku sosial dapat juga di artikan
suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin
keberadaan manusia. Perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola
respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar
pribadi. Perilaku sosial yang ditunjukkan anak di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong adalah sebagian besar telah memiliki
kepercayaan diri, saling berbagi, dan mau berkomunikasi dengan orang tua.
Hal tersebut dibuktikan dari jawaban hasil kuesioner dimana mayoritas
50
51
responden percaya diri untuk bertanya setelah pelajaran usai, menceritakan
keadaaan dan hal – hal yang terjadi di sekolah kepada orang tua mereka,
mau membantu orang tua dan teman, dan bersikap mau mengalah serta
bersabar.
3.
Hubungan Komunikasi Orangtua Terhadap Perilaku Sosial Anak di SD
Kreatif Muhammadiyah Gombong
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi
antara orang tua dan anak merupakan pola komunikasi yang demokrat hal
ini
dibuktikan
sebanyak
38
responden
mampu
mengembangkan
kemampuan komunikasinya untuk bersosialisasi dengan baik. Dengan
adanya komunikasi yang baik dari orang tua sebagian besar anak memiliki
perilaku sosial yang baik pula. Pola komunikasi orang tua yang baik akan
dapat menjalin hubungan dengan baik antara anak, keluarga maupun
lingkungan sosialnya sehingga berdampak pada perkembangan psikososial
yang positif pada anak. Sehingga anak mampu menyatakan pendapatnya
maupun isi hati, serta keinginannya tanpa dibayang-bayangi rasa takut jika
melakukan kesalahan.
Manurut De Vito, (2011) keluarga sebagai kelompok sosial
pertama, merupakan wadah dimana individu tumbuh, berkembang, dan
belajar bersosialisasi. Disamping itu eksistensi keluarga sangat dibutuhkan
dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga. Berawal dari proses
komunikasi
interpersonal,
interaksi
51
komunikasi
dalam
keluarga
52
berlangsung dan membentuk intensitas dan kualitas komunikasi serta
bertujuan untuk mencapai pemahaman makna pesan. Perilaku sosial anak
terbentuk melalui dukungan sosial dari dukungan orang tua dan dukungan
orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang
pertama dan utama dalam kehidupan seseorang.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil ada hubungan antara
komunikasi orangtua terhadap perilaku sosial anak di SD Kreatif
Muhammadiyah 1 Gombong. p = 0.000 yang berarti p<0,05. Semakin baik
pola komunikasi yang diterapkan dan dijalin oleh orang tua maka akan
semakin baik perilaku anak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
melalui
komunikasi
anak
mendapatkan
arahan,
bimbingan,
dan
pengetahuan tentang bagaimana cara berperilaku dan beradapatasi dengan
lingkungan sosial yang baik. Pola komunikasi orang tua yang baik akan
mempengaruhi perilaku sosial anak yang baik yang artinya pola
komunikasi orang tua yang terbangun dengan baik dan tidak menggunakan
perlakuan kasar dalam berinteraksi dengan anak akan memenuhi
kebutuhan anak sehingga perilaku sosial anak semakin baik, karena dalam
interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara
pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan oleh
orangtua ke anak.
Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara
orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan perkembangan individu seorang anak. Hubungan akrab antara
52
53
orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keinginan
anak untuk berbicara dengan orang tuanya dari hati ke hati melahirkan
komunikasi interpersonal. Komunikasi disini di landasi oleh kepercayaan
anak kepada orang tuanya sehingga anak mempunyai keyakinan untuk
membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat mengerti
perasaanya. Dengan begitu perilaku sosial anak dapat dikontrol oleh orang
tua.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa efektivitas komunikasi
antarpribadi antara orang tua dengan anak dalam mengembangkan
kepribadian anak melalui keterbukaan, empaty, sikap mendukung, sikap
positif, dan kesetaraan yaitu: Dalam aspek keterbukaan bahwa adanya
kesediaan orang tua untuk meluangkan waktunya berkomunikasi dengan
anak secara sentuhan kasih sayang, agar bereaksi terhadap stimulus
perkembangan kepribadian anak
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Warisa (2012) yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan
signifikan antara hubungan komunikasi orang tua dalam keluarga dengan
perilaku menyimpang remaja di lingkungan VI Kelurahan Pulo Brayan
Bengkel Baru Kecamatan Medan Timur Kota Medan dengan r xy > r tabel
yaitu 0.793 > 0.279 dan t hitung > t tabel yaitu 9.021 > 1.67.
53
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Komunikasi orangtua di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong sebagian
besar komunikasi demokrat yaitu sebanyak 28 responden (62,2%).
2. Perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong sebagian
besar baik sebanyak 38 responden (100,0%).
3. Ada hubungan antara komunikasi orangtua terhadap perilaku sosial anak di
SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong dengan nilai X² = 23,092 dan p=
0,000 (p<0,05).
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran antara lain :
1. Bagi Orangtua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi otangtua
bagaimana berkomunikasi dengan baik terhadap anak, mengetahui
permasalahan yang terjadi pada orang tua dan anak sehingga terbentuk
perilaku sosial anak yang lebih baik.
2. Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru untuk
lebih meningkatkan pola komunikasi yang baik kepada siswanya dan lebih
memperhatikan perilaku sosial anak di sekolah.
54
55
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan kepustakaan
keilmuan dibidang kesehatan pada umumnya, mengukur kemampuan
mahasiswa dalam melakukan penelitian dan sebagai sumber informasi
untuk dasar penelitian lebih lanjut.
4. Bagi peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi untuk penelitian
lebih lanjut dan mengembangkan penelitian ini kearah faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku sosial anak Sekolah Dasar selain ditinjau dari
hubunganya dengan komunikasi orang tua.
55
56
56
Download