BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak pertama manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia itu hidup dengan manusia lainnya yang satu dengan yang lain saling membutuhkan, untuk tetap melangsungkan kehidupannya. Manusia perlu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antara rmanusia akan tercipta melalui komunikasi, baik itu komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal(symbol, gambar atau media komunikasi yang lain). Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy,2002). Lebih lanjut menjelaskan bahwa komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik. Pola komunikasi yang 1 2 dibangunakan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak, serta mempengaruhi kondisi kejiwaan anak. Sebuah keluarga akan berfungsi optimal bila didalamnya terdapat pola komunikasi yang terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriyanto,2007). Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu seorang anak. Terdapat dua faktor yang membentuk kepribadian anak, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal berasal dari lingkungan keluarga sendiri, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan luar rumah, yaitu masyarakat. Kedua faktor tersebut merupakan tugas orang tua untuk melakukan pembinaan keluarganya dan menyikapi secara hatihati masukan-masukan dari lingkungan masyarakat agar seorang anak yang masih memerlukan pembinaan dengan baik dari orang tua tersebut dapat secara signifikan bertingkah laku sesuai dengan garis-garis keluarga atau dengan kata lain faktor internal di dalam keluarga harus lebih dominan dari pada faktor eksternal yang berasal dari lingkungan masyarakat. (Yusuf,2001). Orang tua mempunyai peran besar bagi perkembangan dan pembentukan moral anak. Hal ini juga berlaku bagi orang tua dengan anak, orang tua harus sering melakukan komunikasi dengan anak agar dapat mengenal satu sama lain. Dengan seringnya melakukan komunikasi dengan anak menimbulkan dampak positif yaitu orang tua dapat 2 3 memahami kemauan anak, sehingga orang tua dapat memahami apa yang diinginkan anak. Kenyataannya banyak orangtua yang tidak memahami kemauan anak karena kurangnya komunikasi, sehingga berdampak negatif yang mengakibatkan orang tua tidak dapat memantau perilaku anak yang mengakibatkan anak menjadi salah dalam pergaulannya. Pergaulan anak sehari-hari dapat dilihat baik di dalam rumah atau di luar rumah. Pergaulan sehari-hari akan mencerminkan bagaimana perilaku sosial anak yang dibentuk salah satunya dari cara komunikasi orang tuanya. Apabila perilaku kurang baik,seorang anak menjadi pendiam, susah bergaul, nakal dalam pergaulan. Perilaku sosial anak yang demikian dapat disebabkan karena kurangnya komunikasi dalam keluarga mengakibatkan anak mencari kesenangan di luar rumah, apabila komunikasi dalam keluarga kurang baik maka anak akan lebih banyak pengaruh perilaku negatifnya daripada positifnya. Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 27 April 2013 di SD kreatif Muhammadiyah 1 Gombong, didapatkan data berdasarkan penjelasan wali murid kelas 5 dengan jumlah 45 siswa dari 24 siswa kelas A dan 21 siswa kelas B, didapatkan data yang menunjukkan 5% siswa memiliki perilaku sosial yang kurang saat berdiskusi dengan teman sekelasnya tentang pelajaran, hal ini di jelaskan oleh wali kelas saat berdiskusi sebagian anak bermain, diam saat berdiskusi. Pada aspek perilaku komunikasi orang tua di dapatkan 18% perilaku komunikasi orang tua kurang baik, hal ini di jelaskan oleh wali kelas dengan 3 4 ketidakhadiran orang tua pada undangan yang diadakan di sekolah dan 44,4% orang tua yang berkonsultasi dengan wali kelas untuk mendiskusikan masalah prestasi anak. Pertanyaan terbuka yang dilakukan pada 6 siswa yang diambil secara acak didapatkan hasil bahwa 3 dari 6 siswa menyatakan tidak pernah mendapatkan pelukan dan ciuman dari orang tua, 2 siswa mengatakan ketika mendapat nilai jelek orang tua memarahi, 2 orang siswa mengatakan ketika mendapat nilai bagus di sekolah orang tuanya berkata “jangan bangga dengan nilai yang didapat, belajar lebih giat lagi” sedangkan 5 siswa yang lain mengatakan orang tua mereka senang dan 1 orang siswa mendapat hadiah. Pada aspek perilaku sosial anak 1 orang siswa dilarang bermain dengan teman-temannya, 1 orang siswa tidak diizinkan untuk mengikuti kegiatan diluar sekolah (ekstrakulikuler), dan ada 1 siswa menyatakan tidak selalu senang datang kesekolah dan bertemu dengan teman-temannya, dan di lakukan wawancara dan mengamatan pada orang tua murid yang dilakukan pada 4 orangtua murid yang diambil secara acak didapatkan hasil bahwa 1 dari 4 orangtua murid melarang anak bermain sebelum belajar dan 3 dari 4 orangtua mengatakan sering menyuruh anak bermain dengan teman sebanyanya. Upaya sekolah dalam penyelesaikan pergaulan yang tidak baik di sekolah jika ada anak yang berperilaku yang tidak baik dengan cara menasehati anak tersebut. Sekolah juga melakukan acara buat wali murid 4 5 dan murid seperti pengajian setiap sebulan sekali untuk menambah ilmu pengetahuan tentang ilmu agama dan untuk membentuk akhlak yang baik. Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah I Gombong menjalin komunikasi secara lisan maupun tertulis dengan para wali siswa melalui organisasi yang dibentuk tersendiri yaitu Ikatan Wali Murid (IKWAM) dalam bentuk pengajian rutin sebulan sekali dengan melibatkan nara sumber dari berbagai unsur masyarakat yang berkompeten dengan mengacu pada konsep Program Dasar Pembangunan Partisipatif (PDPP). Adapun jalinan kerjasama yang sudah diwujudkan oleh wali murid dan sekolah adalah Parenting Psikologi dengan Parenting Psikologi ini diharapkan menghasilkan berbagai wawasan dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan, perkembangan dan perilaku sosial anak, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Dan kegiatan ini diadakan pada setiap menjelang awal tahun pelajaran baru. Dan Konsultasi dengan pihak sekolah. Sekolah juga menyediakan kesempatan pada wali murid untuk berkonsultasi dengan pihak sekolah mengenai perkembangan siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan fenomena yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan, peneliti ingin mengetahui dan memberikan solusi bagaimana perilaku komunikasi orangtua yang baik kepada anak yang akan berpengaruh pada perilaku sosial anak sesuai pertumbuhan dan perkembangan anak. 5 6 B. Rumusan Masalah Perumusan masalah ini dibangun dari latar belakang masalah, sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara komunikasi orang tua dengan perilaku sosial anak kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong ”. C. Tujuan Penelitian 1. TujuanUmum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi orang tua dengan perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. 2. TujuanKhusus a. Mengetahui komunikasi yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. b. Mengetahui perilaku sosial anak kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. c. Mengetahui hubungan komunikasi orang tua terhadap perilaku sosial anak. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan siswa tentang komunikasi yang bisa diterapkan dengan orang tua. 2. Bagi Orang Tua 6 7 Dapat menambah pengetahuan orang tua bagaimana perilaku komunikasi yang baik terhadap anak. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan serta merupakan pengalaman dalam melakukan penelitian dan dapat menjadikan pengalaman ini untuk perkembangan selanjutnya apabila sudah mempunyai anak. 4. Bagi Ilmu Keperawatan Mengetahui permasalahan yang terjadi pada orang tua dan anak dan dapat pula dijadikan landasan dalam perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan anak, yaitu dalam pemberian informasi tentang cara berkomunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. E. Penelitian Terkait 1. Fajriani, (2009) “Hubungan Stimulasi Tumbuh Kembang dengan Perkembangan Psikomotor, Bahasa, dan Sosial Anak Balita di Tempat Penitipan Anak (TPA) Bringharjo Yogyakarta”. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah non experiment untuk mengetahui dua variable dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah anak balita yang berusia 1-5 tahun dengan 60 balita yang di titipkan di TPA Bringharjo Yogyakarta dan dengan 5 orang pengasuh, jadi jumlah keseluruhan populasi adalah 65 orang. Alat ukur yang digunakan adalah lembar kuisioner dan lembar DDST II. Teknik pengambilan data menggunakan purposive sampling dan uji 7 8 statistiknya menggunakan kolerasi Spearman Rank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stimulasi yang lebih dominan adalah stimulasi yang baik (56.7%), dan untuk perkembangan (43.3%) normal. Hubungan stimulasi tumbuh kembang dengan perkembangan psikomotor, bahasa, dan sosial mempunyai makna dengan nilai (p<0.05), dan hasil dari analisa Spearman Rank adalah sig = 0.537, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara stimulasi tumbuh kembang dengan perkembangan psikomotor, bahasa, dan sosial anak balita di TPA Bringharjo Yogyakarta. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu dalam teknik pengambilan data, penelitian ini menggunakan purposive sampling, sedangkan saya menggunakan total sampling. Persamaan penelitian, sama-sama menggunakan cross sectional. 2. Rahayu, (2008) “Hubungan Gaya Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Terhadap Kenakalan Remaja Di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta”. Jenis penelitian yang digunakan adalah non experimental dengan pendekatan Cross Sectional. Dengan jumlah sampel 56 responden, 24 perempuan dan 32 laki-laki yang diambil secara purposive sampling. Instrument penelitian ini menggunakan kuisioner. Uji statistik menggunakan Chi Square dengan kemaknaan p<0.05. Hasil penelitian ini ditidak terdapat hubungan antara gaya komunikasi orang tua dan remaja terhadap kenakalan remaja, yang dilihat dari nilai asymp sig 0.391>0.05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah gaya 8 9 komunikasi yang digunakan oleh orang tua siswa SMA Muhammadiyah 7 adalah gaya komunikasi permisif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu dalam teknik pengambilan data, penelitian ini menggunakan purposive sampling, sedangkan saya menggunakan total sampling. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang saya lakukan yaitu menggunakan penelitian non exprimental dengan pendekatan cross sectional. Uji statistik menggunakan Chi Square. 9 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Orang Tua 1. Pengertian Komunikasi adalah proses barbagi makna melalui perilaku verbal dan non verbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik dalam bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk non verbal (non kata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama. Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, menggunakan alat bantu disekeliling kita sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya. Komunikasi keluarga adalah karakteristik pola-pola interaksi sirkular dari keluarga yang disamping mempengaruhi dan mengorganisir anggota keluarga, pola-pola ini menghasilkan arti dari transaksi diantara para anggota keluarga, melalui interaksi ini kebutuhan afektif keluarga terpenuhi. Kebanyakan komunikasi 10 11 keluarga terjadi pada sub-sistem seperti antara orang tua dan anak, suami dan istri, saudara kandung. Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama lain. (Mulyana, 2004). 2. Macam-Macam Pola Komunikasi Menurut Yusuf (2001) pola komunikasi orangtua dapat diidentifikasikan menjadi 3, yaitu: a) Pola komunikasi membebaskan ( Permissive ) Pola komunikasi permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Pola komunikasi permisif atau dikenal pula dengan pola komunikasi serba membiarkan adalah orangtua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. b) Pola komunikasi Otoriter Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orangtua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter mempunyai aturan–aturan yang kaku dari orangtua. Dalam pola komunikasi ini sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum, bersikap mengkomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku atau keras, cenderung emosinal 11 12 dan bersikap menolak. Biasanya anak akan merasa mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat. c) Pola komunikasi Demokratis Pola komunikasi orangtua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak. Mereka membuat semacam aturan–aturan yang disepakati bersama. Orangtua yang demokratis ini yaitu orangtua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga sangat berperan penting saat anak memiliki keinginan untuk bersosialisasi. Sebelum bersosialisasi tahap perkembangan yang harus dilalui anak adalah kemampuan berbicara. Banyak faktor yang menghambat proses sosialisasi anak yang disebabkan oleh terhambatnya perkembangan kemampuan bicara anak, diantaranya : a) Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga Seringkali orang tua secara sadar atau tanpa sadar bersikap dan berkata kasar pada anak karena terdapat tekanan kesibukan, ekonomi, konflik keluarga, atau tidak terpenuhinya harapan. Karena keinginan orang tua untuk mendisiplinkan anak, agar menjadi pribadi yang patuh, seringkali orang tua terdorong untuk 12 13 berlaku keras dan tegas pada anak. Seperti suka membentak, menghardik, berteriak, menjewer, memukul, atau menampar bahkan menggunakan kata-kata kasar. Perlakuan kasar yang diperoleh anak tentunya akan membekas dalam hati anak sehingga menyebabkan anak menjadi merasa tertekan, ketakutan, tidak berani berpendapat atau takut menyatakan isi hatinya, takut melakukan kesalahan, dan timbul perasaan tidak enak pada anak karena dirinya merasa tidak atau kurang berharga untuk dapat memenuhi harapan orang tua. Hasilnya, berbagai aspek perkembangan anak menjadi terhambat. Sehingga anak selalu merasa rendah diri atau inferior. Perasaan inferior anak menyebabkan anak tidak memiliki keberanian untuk belajar berkomunikasi dengan baik. Bayang-bayang sikap keras orang tua terus menghantui anak ketika berhadapan dengan orang lain. Hal inilah yang membuat anak menjadi gagal untuk berinteraksi baik dengan orang lain. b) Anak suka diremehkan atau dicemoohkan. Anak tentu akan merasa tertekan apabila anak sering mendapat perlakuan yang tidak disenanginya dari anggota keluarga. Seperti, tidak dihargai, disepelekan, dicemooh, dan diolok-olok. Sehingga menyebabkan anak merasa terpojok, dianggap tidak memiliki kemampuan apa-apa, seperti setiap usaha, ucapan, pendapat maupun sikap anak. Hal ini dapat menimbulkan 13 14 perasaan inferior di hati anak dan berkembangan konsep diri yang negatif. Konsep diri yang negatif dapat menghilangkan usaha anak untuk dapat mengaktualisasikan potensi yang dimiliki, termasuk keinginan dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya untuk bersosialisasi. c) Anak kurang mendapat perhatian. Kemungkinan ini terjadi karena orang tua yang sibuk, masalah ekonomi keluarga, hubungan yang harmonis atau memiliki banyak anak sehingga kurang memperhatikan anak secara komperhensif. Ketiadaan waktu orang tua tanpa sadar telah membuat jarak antara orang tua dan anak. Interaksi yang minim antara orang tua dan anak akan berdampak besar pada perkembangan anak. Anak akan kehilangan figur untuk mengembangkan berbagai potensi dirinya. Pola interaksi dan komunikasi yang terbangun di lingkungan keluarga mempengaruhi perkembangan bicara anak. Pada dasarnya anak memiliki kecenderungan untuk meniru atau mencontoh cara bicara, tata bahasa, sikap, perilaku, kebiasaan dan sikap empati orang terdekatnya. d) Anak kurang bersosialisasi atau bergaul. Kebiasaan menutup diri atau kurangnya kebebasan menjalin hubungan dengan orang tua dan lingkungan sosial akan berdampak pada perkembangan psikososial anak. Disebabkan 14 15 karena minimnya interaksi dengan orang lain akan membuat anak tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang berbagai karakter orang lain. Kurangnya pengetahuan anak tentang karakter orang akan mempersulit anak untuk menarik perhatian dan membangun empati dengan orang lain sehingga anak selalu merasa tidak nyaman dan canggung berada di lingkungan yang baru. (Surya, 2007). 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola-Pola Komunikasi Menurut Djamarah (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola komunikasi yang tidak efektif (disfungsional) adalah : a) Harga diri yang rendah dari keluarga maupun anggota, khususnya orangtua. Tiga nilai terkait yang terus menerus menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya persetujuan total, dan kurangnya empati. b) Pemusatan pada diri sendiri dicirikan oleh memfokuskan pada kebutuhan sendiri, mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perfektif orang lain. c) Kurangnya empati, keluarga yang berpusat pada diri sendiri dan tidak dapat mentoleransi perbedaan juga tidak dapat mengenal efek dari pikiran perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga yang lain, dan juga mereka tidak dapat memahami pikiran, perasaan dan perilaku dari anggota keluarga lain. Mereka begitu menghabiskan waktu hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka 15 16 sendiri sehingga mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menjadi empatis. d) Ekspresi perasaan tak jelas, dari komunikasi disfungsional yang dilakukan oleh anak kepada orangtua, pengungkapkan perasaan yang tidak jelas karena takut ditolak, pengungkapan perasaan dari anak kepada orangtua harus diluar kebiasaan atau diungkapkan dengan suatu cara yang tidak jelas sehingga perasaan tersebut tidak dapat diketahui. e) Kemarahan terpendam, ungkapan perasaan yang tidak jelas, anak merasa marah dengan orangtua tetapi ia tidak mengungkapkan marahnya secara jelas dan bisa saja anak melampiaskannya kepada orang lain atau barang. f) Ekspresi menghakimi, pernyataan menghakimi selalu membawa kesan penilaian moral dimana jelas bagi anak bahwa orangtua sedang mengevaluasi nilai moral anaknya. g) Ketidakmampuan mengungkapkan kebutuhan anak yang disfungsional tidak hanya dapat mengungkapkan kebutuhannya, tapi karena takut ditolak, maka dia tidak mampu mendefenisikan perilaku yang dia harapkan dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut. 16 17 5. Macam Komunikasi Dalam keluarga (orangtua) Menurut Djamarah (2004) macam komunikasi dalam keluarga ada 4 macam yaitu: a. Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Kegiatan komunikasi verbal menempati frekuensi terbanyak dalam keluarga. Setiap hari orang tua selalu ingin berbincang-bincang kepada anaknya. Canda dan tawa menyertai dialog antara orang tua dan anak. Perintah, suruhan, larangan, dan sebagainya merupakan alat pendidikan yang sering di pergunakan oleh orang tua atau anak dalam komunikasi keluarga. Dalam perhubungan antara orang tua dan anak akan terjadi interaksi. Dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan di sampaikan. Anak mungkin berusaha menjadi pendengar yang baik dalam menafsirkan pesan-pesan yang akan di sampaikan oleh orang tua. b. Komunikasi Nonverbal Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga antara orangtua dan anak tidak hanya dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam bentuk nonverbal. Walaupun begitu, komunikasi nonverbal 17 18 suatu ketika bisa berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal. Fungsi komunikasi nonverbal itu sangat terasa jika, komunikasi yang dilakukan secara verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas. Komunikasi nonverbal sering dipakai oleh orangtua dalam menyampaikan suatu pesan kepada anak. Sering tanpa berkata sepatah kata pun, orang tua menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu. Kebiasaan orang tua dalam mengerjakan sesuatu dan karena anak sering melihatnya, anak pun ikut mengerjakan apa yang pernah dilihat dan di dengar dari orang tuanya. Tidak hanya orang tua, anak juga sering menggunakan pesan nonverbal dalam menyampaikan gagasan, keinginan atau maksud tertentu kepada orang tuanya. Malasnya anak untuk melakukan sesuatu yang di perintahkan oleh orang tua adalah sebagai ekspresi penolakan anak atas perintah. Akhir nya, komunikasi nonverbal sangat di perlukan dalam menyampaikan suatu pesan ketika komunikasi verbal tidak mampu mewakilinya. c. Komunikasi Individual Komunikasi individual dan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunikasi yang terjadi berlangsung dalam sebuah interaksi antarpribadi, antara orang tua dan anak. Pada kesempatan yang lain, orang tua tidak menyia-nyiakan waktu senggang untuk berbincang-bincang 18 19 dengan anak secara pribadi tentang sesuatu hal, entah mengenai pelajaran di sekolah, mengenai pengalaman, atau hal-hal apa saja sebagai topik perbincangan Ketika orang tua merasa berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada anak, maka orang tualah yang memulai pembicaraan. Ketika anak berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada orang tua, maka anaklah yang memulai pembicara. Pesan yang ingin disampaikan itu bisa berupa gagasan, keinginan, atau maksud tertentu. Keinginan anak untuk berbicara dengan orang tuanya dari hati ke hati melahirkan komunikasi interpersonal. Komunikasi di sini dilandasi oleh kepercayaan anak kepada orang tuanya. Dengan kepercayaan itu, anak berusaha membangun keyakinan untuk membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat mengerti perasaannya. Sebagai orang tua tentu saja keinginan anak itu harus direspons secara arif dan bijaksana, dan bukan sebaliknya, bersikap egois tanpa kompromi. Menjadi pendengar yang baik dan selalu membuka diri untuk berdialog dengan anak adalah rangka mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anak. Dengan begitu, anak tidak menganggap orang tuanya adalah orang yang tidak mengerti perasaan anak. 19 20 d. Komunikasi kelompok Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keakraban hubungan itu sangat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Masalah waktu dan kesempatan menjadi faktor penentu berhasil atau gagal suatu pertemuan. Boleh jadi, suatu pertemuan yang sudah direncanakan oleh orang tua atau anak yang berkumpul, duduk bersama dalam satu meja, dalam acara keluarga terancam gagal di sebabkan belum ada pertemuan antara waktu dan kesempatan dan kurangnya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. B. Perilaku sosial anak 1. Pengertian Perilaku adalah perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya sedangkan sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena kehadiran orang lain. Dapat diartikan juga sikap dimana kita saling membutuhkan orang lain. Perilaku sosial dapat juga di artikan suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Perilaku sosial 20 21 seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. (Ibrahim, 2001). Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain, perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Dari uraian diatas dapat diartikan juga bahwa manusia sebagai pelaku dari perilaku sosial yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain. (Ibrahim, 2001). 2. Bentuk dan Jenis Perilaku Sosial Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas (2004) adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Sedangkan sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial yang menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap salah satu objek sosial. Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas diantara anggota kelompok yang lainnya. 21 22 Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu : a) Kecenderungan Perilaku Peran 1) Sifat pemberani dan pengecut secara social 2) Sifat berkuasa dan sifat patuh 3) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif 4) Sifat mandiri dan tergantung b) Kecenderungan perilaku dalam hubungan social 1) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain 2) Suka bergaul dan tidak suka bergaul 3) Sifat ramah dan tidak ramah 4) Simpatik atau tidak simpatik c) Kecenderungan perilaku ekspresif 1) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka bekerja sama) 2) Sifat agresif dan tidak agresif 3) Sifat kalem atau tenang secara sosial 4) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri 3. Karakteristik Anak Dengan Gangguan Perilaku Menurut Hallahan dan Kauffman ada enam dimensi karakteristik anak dengan gangguan perilaku yaitu: 1) Conduct disorders (ketidakmampuan mengendalikan diri) yaitu 22 23 mencari perhatian, selalu ingin diperhatikan, mengganggu orang lain, berkelahi. 2) Socialized aggression (agresi sosial/perilaku yang dilakukan secara berkelompok) yaitu mencuri secara berkelompok, setia dengan teman yang nakal, bolos dari sekolah dengan temantemannya, mempunyai kelompok yang “jelek”, dengan bebas mengakui tidak patuh pada nilai moral dan peraturan/undangundang. 3) Attention problem-immaturity (masalah perhatian perilaku yang menunjukkan sikap kurang dewasa) yaitu mempunyai kemampuan perhatian pendek, tidak dapat berkonsentrasi, yaitu mudah dialihkan, mudah mengalihkan tugas, menjawab tanpa dipikirkan, lamban. 4) Anxiety-withdrawal (perilaku yang berkaitan dengan kepribadian) yaitu kesadaran diri, pemalu, hipersensitive, perasaannya mudah sakit, sering merasa sedih, cemas, depresi. 5) Psychotic behavior yaitu susah fokus, cara bicara yang tidak teratur, memperlihatkan tingkah laku ganjil. 6) Motor excess yaitu gelisah, tidak bisa duduk diam, terlalu banyak bicara, tidak bisa tenang. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sosial a) Faktor Komunikasi dalam Keluarga 23 24 Keluarga sebagai kelompok sosial pertama merupakan wadah dimana individu tumbuh, berkembang, dan belajar bersosialisasi. Disamping itu eksistensi keluarga sangat dibutuhkan dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga. Berawal dari proses komunikasi interpersonal, interaksi komunikasi dalam keluarga berlangsung dan membentuk intensitas dan kualitas komunikasi serta bertujuan untuk mencapai pemahaman makna pesan, (De Vito, 2011). Budaya komunikasi, terdiri atas aturan komunikasi, pendidikan, nilai-nilai budaya, dan norma sosial serta nilai religius yang menjadi pranata budaya komunikasi. Jika tidak terbentuk budaya komunikasi yang mendukung proses pembelajaran sosial maka komunikasi akan terputus dan pelanggaran nilai-nilai dan norma budaya, sosial, serta agama terhambat. Pola komunikasi merupakan patron berkomunikasi yang terbentuk karena interaksi antarpersonil dalam keluarga. Jika terjadi ketidakseimbangan komunikasi antara orangtua dan anak, maka komunikasi sirkuler tidak berjalan dengan baik. Interaksi komunikasi, berlangsung semenjak lembaga sosial terkecil terbentuk. Interaksi komunikasi mengacu pada proses transaksi pesan bermuatan simbol untuk mencapai kesepahaman makna. Proses self disclosure individu dalam keluarga seperti ayah, ibu, anak-anak, dan anggota keluarga inti lain turut mempengaruhi 24 25 intensitas dan kualitas komunikasi. Proses keterbukaan diri akan berkembang dalam kondisi komunikasi dan faktor psikis individu tertentu. Dimana symbol-simbol semiotis akan berpengaruh dalam komunikasi verbal-nonverbal sehingga mendukung pemahaman makna pada perkembangan perilaku anak (Littlejohn, 2009) b) Faktor Lingkungan Sekolah Sekolah adalah sutau lembaga pendidikan yang mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. Tetapi sekolah juga bisa menjadi tempat yang membuat anak tidak merasa nyaman dan mebosankan, sehingga anak sering tidak masuk sekolah. Lingkungan sekolah yang dapat mengakibatkan penyimpangan perilaku sosial: Lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan, Disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten,Guru yang tidak simpatik, Masalah kurikulum sekolah, Masalah metode dan teknik mengajar c) Faktor Fisik Keadaan fisik seperti kegemukan, cacat anggota tubuh atau rusaknya salah satu indera merupakan kekuranga yang yang jelas terlihat oleh orang lain. Akan menimbulkan perasaan tidak berharga keadaan fisiknya, karena seseorang amat merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Jadi dari hal tersebut seseorang tersebut tidak dapat 25 26 bereaksi secara positif dan timbullah rasa minder yang berkembang menjadi rasa tidak percaya diri. d) Faktor mental Seseorang akan percaya diri karena ia mempunyai kemampuan yang cenderung tinggi, seperti bakat atau keahlian khusus yang dimilikinya. e) Faktor sosial Perilaku sosial anak terbentuk melalui dukungan sosial dari dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan setiap orang. 26 27 C. Kerangka Teori Macam-macam komunikasi: Pola komunikasi tehnik Perilaku 1. Komunikasi Verbal 2. Komunikasi Nonverbal orangtua Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi sosial anak 1. 2. Pengertian Faktor-faktor pembentuk perilaku sosial 3. Bentuk dan jenis perilaku sosial 4. Karakteristik anak dengan gangguan perilaku 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial 6. Faktor komunikasi dalam keluarga] 7. Faktor lingkungan sekolah 8. Faktor fisik 9. Faktor mental 10. Faktor sosial 1. Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga 2. Anak suka di remehkan 3. Anak kurang mendapatkan perhatian 4. Anak kurang bersosialisai atau bergaul Gambar: 2.1 Kerangka Teori Sumber: Surya (2007) dan Akyas Azhari (2004) 27 28 D. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan, maka kerangka konsep penelitian dapat penulis gambarkan sebagai berikut: Pola komunikasi orangtua 1. Pola komunikasi membebaskan 2. Pola komunikasi otoriter 3. Pola komunikasi demokratis 4. Pola komunikasi yang buruk dalam keluarga 5. Anak suka di remehkan 6. Anak kurang mendapatkan perhatian 7. Anak kurang bersosialisai atau bergaul Keterangan: Perilaku sosial anak 1. Faktor Keluarga 2. Faktor Lingkungan Sekolah 3. Faktor Lingkungan Masyarakat Gambar: 2.2 Kerangka Konsep : Diteliti : Tidak diteliti 28 1. 2. 3. Baik Cukup Kurang 29 E. Hipotesis Hipotesa penelitian merupakan jawaban sementara terhadap penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (Saryono, 2011). Hipotesa dalam penelitian menurut Arikunto (2010) ada dua jenis hipotesis yaitu hipotesis kerja dan hipotesis nol. Hipotesis kerja disebut hipotesis alternative, yang disingkat Ha yaitu hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara dua variabel X dan Y, atau ada perbedaan antar dua kelompok. Hipotesis nol disebut hipotesis statistik, karena biasanya bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua veriabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha: Ada Hubungan Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Sosial Anak Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. Ho: Tidak ada Hubungan Komunikasi Orangtua Dengan Perilaku Sosial Anak Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. 29 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan design cross-sectional yaitu yang dilakukan hanya satu kali dalam satu saat, untuk menentukan hubungan asosiatif antar variable yaitu variable komunikasi orang tua dan variable perilaku sosial anak. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh objek penelitian (Arikunto, 2010), dimana objek penelitian terdiri dari siswa kelas 5 SD Kreatif Muhammdiyah 1 Gombong. Jumlah siswa kelas 5A terdiri dari 24 orang dan kelas 5B 21 orang. Jadi jumlah populasi keseluruhan adalah 45 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dan karakteristik dari populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampel, dimana sampel yang akan diambil adalah seluruh siswa kelas 5 di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. 30 31 a. Kriteria Inklusi: - Siswa kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. - Koooperatif dan bersedia menjadi responden. - Siswa yang tinggal bersama orang tua. b. Kriteria Eksklusi: - Siswa yang tidak hadir pada saat pengambilan data. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2013. D. Variable Penelitian 1. Variabel bebas (independen) Variable bebas pada penelitian ini adalah komunikasi orang tua. 2. Variabel terikat (dependen) Variable terikat pada penelitian ini adalah perilaku sosial anak. 31 32 E. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur 1. Terikat (dependen) Perilaku sosial adalah kemampuan sosial yang dimiliki oleh seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Menggunakan metode angket dengan instrumen kuesioner yang berisi 16 pernyataan tertutup dengan alternatif jawaban Ya atau Tidak. Skor untuk Ordinal jawaban Ya: 2 dan Tidak: 1. Dengan kategori: 1. Baik: > 75% 2. Cukup: 60%-75% 3. Kurang : < 60% Bebas (independen) Komunikasi adalah kebiasaan seseorang dalam penyampaian Komunikasi pesan dengan lingkungannya baik secara verbal atau nonverbal Menggunakan metode angket dengan instrument kuesioner yang berisi 17 pernyataan tertutup dengan alternatif jawaban Ya atau Tidak. Skor untuk Nominal jawaban Ya: 2 dan Tidak: 1. Dengan kategori: 1. Demokratis 2. Permissive 3. Otoriter Perilaku sosial 2. F. Teknik pengumpulan data 1. Metode pengumpulan data Pada penelitian ini menggunakan angket yang berisi tentang pertanyaan tertulis kepada responden. Angket dibuat berdasarkan teori komunikasi orang tua dan perilaku sosial anak. 32 Skala 33 2. Tahapan proses penelitian 1) Tahap persiapan a. Survey lapangan Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan survey lapangan yang akan dijadikan tempat penelitian, yaitu SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. b. Tahap perizinan Pelaksanaan penelitian diawali dengan mengurus izin penelitian lapangan serta mulai mengadakan observasi mengenai populasi dan sampel penelitian. c. Tahap pelaksanaan Dalam penelitian ini, peneliti menyebarkan angket tentang komunikasi orang tua untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang dilakukan orang tua terhadap anak. d. Tahap akhir pelaksanaan Tahap pasca pelaksanaan ini merupakan tahap terakhir. Disini, semua data yang diperoleh melalui angket mulai diolah. Pengolahan data ini melibatkan aktifitas pengumpulan data yang ada, penyederhanaan data, dan pendeskripsian data dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan. G. Instrumen Penelitian Sugiyono (2008) mengungkapkan instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar 33 34 pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap, dan sistematik) sehingga lebih mudah di olah. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner dengan check list dimana responden tinggal membubuhkan tanda check list (√) pada kolom yang sesuai dengan pilihan responden. Arikunto (2010) berpendapat bahwa kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam laporan tentang dirinya atau hal-hal yang di ketahui. Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Aspek Komunikasi Orangtua Pola komunikasi permissive Pola komunikasi otoriter Pola komunikasi demokratis Perilaku Sosial Anak Kecenderungan perilaku peran Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial Kecenderungan perilaku ekspresif Jumlah No Soal Jumlah Soal 1, 2,3 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 4 6 7 18,19,20,21,22,23,24 25,26,27,28,29,30,31, 32,33 34 7 9 1 34 Kuesioner dalam penelitian ini dirancang oleh penulis sendiri berdasarkan tinjauan pustaka, kuesiner yang diberikan berupa pertanyaan tertutup. Kuesioner di bagikan kepada responden dan pengisian kuesioner didampingi peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu: 34 35 1. Kuesioner A (komunikasi orang tua) Responden diminta untuk menjawab kuesioner yang terdiri dari 16 pernyataan tetutup. Setiap jawaban Ya diberi nilai 2, dan untuk jawaban Tidak diberi nilai 1. 2. Kuesioner B (perilaku sosial anak) Responden diminta untuk menjawab sejumlah 17 pernyataan tertutup mengenai tingkah laku anak. Setiap jawaban Ya diberi nilai 2 dan jawaban tidak diberi nilai 1. Menentukan kedudukan jawaban dengan kategori menurut Arikunto (2010) dengan kriteria sebagai berikut: Skor = Nilai yang dicapai x 100 % Skor maksimal Dengan kategori: a. Baik = > 75% b. Cukup = 60% - 75% c. Kurang = < 60% Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan angket tertutup dengan jumlah 16 pertanyaan terkait komunikasi orang tua dan 17 pertanyaan terkait dengan perilaku sosial anak. H. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas instrumen Menurut Arikunto (2010), validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki tingkat 35 36 kevalidan yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki tingkat kevalidan rendah. Penguji validitas butir-butir kuesioner, dilakukan menggunakan bantuan statistik komputer SPSS for window, untuk melakukan uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment. : r hitung = nXY X Y n X 2 X n Y 2 Y 2 2 Keterangan : r hitung = Koefisien korelasi n = Jumlah responden ΣXi = Jumlah skor item ΣYi = Jumlah skor total (item) ∑xy = jumlah perkalian skor item dengan skor total item ∑x2 = jumlah skor item kuadrat ∑y2 = jumlah skor total skala kuadrat Jika koefisien korelasi rxy antara skor butir dengan skor total yang diperoleh lebih besar dari pada koefisien di tabel nilai-nilai r (r tabel) pada α = 0,05 maka butir tersebut dinyatakan valid dan sebalik nya butir tersebut dinyatakan tidak valid bila rxy lebih kecil dari r tabel. Cara yang lebih mudah untuk menentukan valid tidaknya butir yang diuji bila menggunakan program statistik komputer (SPSS), adalah dengan mengacu pada nilai signifikan (P) yang diperoleh. Bila nilai 36 37 signifikat (P) yang di peroleh lebih kecil dari pada 0,05, maka butir yang di uji dinyatakan valid. Uji validitas dilakukan di MI Muhammadiyah kalitengah dengan jumlah responden 20 orang pada bulan juli 2013. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa kuisioner komunikasi orangtua dengan jumlah soal 17 didapatkan 16 soal valid dengan nilai r hasil 0,000-0,027 yang berarti nilai p lebih kecil dari 0,05 maka 16 soal tersebut di nyatakan valid, sedangkan 1 soal dinyatakan tidak valid dengan nilai r hasil 0,292 pada soal no 3. Soal yang tidak valid tidak dipakai dalam pengambilan data. Sedangkan kuesioner perilaku sosial anak dengan jumlah soal 17 dengan nilai r hasil 0,000-0,049 yang berarti nilai p lebih kecil dari 0,05 maka kuesioner perilaku sosial anak dinyatakan valid. 2. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Arikunto (2010), Uji reliabilitas adalah uji yang menunjukkan pada tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur. Angket dikatakan reliabel apabila memberikan hasil yang konsisten. Uji ini ditetapkan untuk mengetahui apakah responden menjawab pertanyaan secara konsisten atau tidak sehingga kesungguhan jawabannya dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas insrumen, dilakukan juga menggunakan bantuan program statistik komputer SPSS yang mengacu pada rumus cronbach’s Alpha 37 38 Keterangan: R = Reabilitas instrument K = Banyak butir pertanyaan ∑ab2 = Jumlah varian butir G12 = Varian total Menurut Djemari (2003) bahwa kuesioner atau angket dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7. Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan interval consistency dan diuji hanya satu kali. Untuk angket atau kuesioner yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode Alpha Cronbach. Kriteria pengujiannya adalah kuesioner dikatakan reliabel jika perolehan nilai reliabilitas hasil hitungan (koefisien Cronbach Alpha) > 0,7. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa pada kuisioner komunikasi orangtua adalah α=0,762 dan kuisioner perilaku sosial anak α=0,746 yang berarti kuisioner tersebut dinyatakan reliable. I. Analisa Data 1. Pengolahan Data Setelah data diperoleh kemudian dilakukan pengolahan dan pengkajian data dengan langkah-langkah sebagai berikut (Haston, 2006): 38 39 a. Editing Adalah memeriksa data yang terkumpul tentang kelengkapan , sehingga apabila ada data yang belum lengkap bisa diulang ke sumber yang bersangkutan, kemudian memeriksa kelengkapan data dan pengisian kuisioner yang selanjutnya dipindahkan ke dalam table bantu penelitian. b. Coding Dimana proses ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam mengolah berbagai data yang masuk. Oleh karena itu peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup. c. Entry Data Dimana proses ini adalah memasukkan semua data ke dalam tabel untuk selanjutnya dilakukan analisa data. d. Cleaning Dimana proses ini, peneliti memeriksa kembali data yang sudah masuk kedalam tabel, untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan dan mengetahui data yang tidak lengkap atau menyimpang. e. Tabulating Penyusunan data dengan mengelompokkan data sedemikian rupa sehingga data mudah di jumlah dan disusun untuk 39 40 disajikan dan dianalisis dalam bentuk table dengan bantuan komputer. Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah program SPSS. Penelitian ini menguji hipotesis asosiatif atau hubungan. Data yang digunakan berupa data interval, yang jika distribusinya normal menggunakan uji parametrik yaitu pearson untuk menguji hubungan antara satu veriabel independen dengan satu dependen (Sugiyono, 2011) yaitu hubungan antara perilaku komunikasi orang tua dengan perilaku sosial anak. 2. Analisa data Analisa data dilakukan menggunakan langkah diatas, yang meliputi dua tahapan yaitu univariat dan bivariat. a. Analisa univariat Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel yang diteliti, khususnya berupa distribusi frekuensi dan presentase dari variabel pola komunikasi orang tua terhadap perilaku sosial anak. Dengan menggunakan program SPSS serta program excel maka dapat digunakan rumus (Sugiyono, 2006), sebagai berikut: Keterangan: P = Angka presentase f = Frekuensi 40 41 N b. = Banyaknya responden Analisa bivariat (analisa hipotesis) Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua variabel baik komparatif, asosiatif maupun korelasi (Saryono, 2008). Pada analisis bivariat ini dilakukan uji statistik pada variabel yang saling berhubungan, statistik korelasi yang digunakan adalah korelasi chi square. Korelasi chi square digunakan untuk data diskrit nominal dan ordinal. Rumus: Keterangan: Chi square Frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel Frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dan frekuensi yang diharapkan dari populasi. Pengujian uji hipotesis ini dilakukan pada tarif signifikasi 5% denagn kriteria sebagai berikut: 1) Jika p < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan komunikasi orangtua terhadap perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. Sebaliknya jika p > 0,05 artinya Ho diterima dan Ha ditolak. 2) Jika dilihat dari harga chi-square (x2), dimana x hitung sama atau lebih besar dari x tabel yang sesuai dengan taraf 41 42 signifikan dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan terikat. Sebaliknya jika x hitung lebih kecil dari x tabel yang sesuai dengan taraf signifikan disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan terikat. (Riwidikdo, 2007) J. Etika Penelitian Penelitian akan dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari institusi pendidikan kemudian mengajukan permohonan ijin kepada tempat penelitian dengan menekankan masalah prinsip dan etika yang meliputi: 1. Prinsip manfaat a. Bebas dari penderitaan, artinya dalam penelitian ini tidak menggunakan tindakan yang dapat menyakiti atau membuat responden menderita. b. Bebas dari ekspoitasi, artinya data yang diperoleh tidak digunakan untuk hal-hal yang merugikan responden. 2. Prinsip menghargai hak a. Informed consent yaitu persetujuan untuk menjadi responden. Hal ini dibuktikan dengan lembar persetujuan yang diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan pada seluruh responden yang bersedia untuk diteliti maka responden dengan terlebih dahulu diberi kesempatan membaca isi persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti, peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. 42 43 b. Confidentiality yaitu dimana peneliti juga memenuhi azas kerahasiaan Confidentiality terhadap data responden, kepemilikan dan akses data yang dipergunakan hanya untuk kepentingan penelitian. c. Anonimity yaitu peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data akan tetapi menggunakan kode pada penelitian ini. 43 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2013 di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong merupakan SD yang berstatus swasta yang berada di wilayah Gombong Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian terhadap 45 siswa kelas 5 SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong akan diuraikan dalam hasil dan pembahasan berikut ini : 1. Distribusi Frekuensi Komunikasi Orang Tua Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Komunikasi Orangtua di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong pada bulan Juli 2013 (n=45) No Komunikasi Orangtua Jumlah Persentasi (%) 1 2 3 Permissive Otoriter Demokrat 3 14 28 6,7 31,1 62,2 Jumlah 45 100,0 Distribusi frekuensi komunikasi orangtua pada penelitian ini menunjukkan persentase tertinggi adalah komunikasi demokrat dengan persentase sebesar 62,2%, kemudian orang tua yang memiliki komunikasi otoriter sebanyak 14 (31,1%) responden, dan presentase terendah yaitu orang tua yang memiliki komunikasi permissive sebanyak 3 (6,7%) responden. 44 45 2. Distribusi Frekuensi Perilaku Sosial Anak Tabel 4.2 No Distribusi Frekuensi Perilaku Sosial Anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong pada bulan juli 2013 (n=45) Perilaku Sosial Anak Jumlah Persentase 1. Kurang 1 100,0 2. Cukup 6 100,0 3. Baik 38 100,0 Jumlah 45 100,0 Distribusi frekuensi perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong pada penelitian ini menunjukkan persentase tertinggi adalah baik dengan jumlah 38 (100,0%) responden, kemudian anak yang memiliki perilaku sosial cukup baik sebanyak 6 (100,0%) responden, dan 1 (100,0%) anak yang memiliki perilaku sosial yang kurang baik. 3. Hubungan Komunikasi Orangtua terhadap Perilaku Sosial Anak Di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong Tabel 4.3 Hubungan Komunikasi Orangtua Terhadap Perilaku Sosial Anak di SD kreatif Muhammadiyah 1 Gombong pada bulan Juli 2013 (n=45) Perilaku Komunikasi X2 p value Sosial Permissive Otoriter Demokrat Total Kurang 0 1 0 1 Cukup 3 1 3 6 Baik 0 12 26 38 45 23,092 0,000 46 Total 3 14 28 45 Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh data dengan adanya komunikasi yang baik dari orang tua sebagian besar anak memiliki perilaku sosial yang baik pula yaitu sebanyak 38 orang. Dari hasil analisa uji chi square dengan nilai X² = 23,092 dengan p = 0.000 (p<0,05) yang artinya hipotesa alternatif diterima atau Ho ditolak. Nilai p = 0.000 yang berarti p<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi orangtua terhadap perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. B. Pembahasan 1. Komunikasi Orangtua di SD kreatif Muhammadiyah 1 Gombong Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian besar komunikasi orangtua di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong komunikasi demokrat dengan persentase sebesar 62,2%. Dengan adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak maka telah terjadi pertukaran informasi, perasaan, pemahaman dan berbagi makna baik secara verbal maupun non verbal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brooks,dkk (2004) yang menyatakan melalui komunikasi maka terjadi pertukaran informasi, arti dan perasaan yang disampaikan melalui pesan verbal dan non verbal. Komunikasi yang baik antara orangtua dan anak adalah sikap terbuka antara orang tua dan anak. orangtua yang mencoba menghargai 46 47 kemampuan anak secara langsung. Komunikasi yang baik antara orangtua dan anak dapat dibangun karena orangtua yang sudah berpengalaman dalam mengurus anak, usia orangtua, pendidikan orangtua, dan tempat tinggal. Komunikasi antara anak dengan orangtua ini terbukti penting bagi penanganan permasalahan anak dan remaja seperti mencegah perilaku negative dan penting untuk kepuasan hubungan diantara mereka (LeBlance, 2004). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua telah menerapkan komunikasi individual (komunikasi antara orang tua dan anak) secara efektif yang dibuktikan dari hasil penelitian dimana mayoritas komunikasi orang tua demokrat. Bila ada waktu senggang orang tua tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbincang-bincang dengan anak secara pribadi tentang sesuatu hal, entah mengenai pelajaran di sekolah, mengenai pengalaman, teman-teman sang anak, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan atau hal-hal apa saja yang bisa diangkat sebagai topik perbincangan. Pada penelitian ini juga didapatkan hanya 14 (31,1%) responden yang memiliki komunikasi otoriter. Hal ini disebabkan tingkat kesadaran orang tua akan pentingnya berkomunikasi kepada anak yang tinggi. Ketika orang tua merasa berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada anak, maka orang tualah yang memulai pembicaraan. Menjadi pendengar yang baik dan selalu membuka diri untuk berdialog dengan anak adalah bertujuan mengakrabkan hubungan antara orangtua dan anak. Dengan 47 48 begitu, anak tidak menganggap orang tuanya adalah orang yang tidak mengerti perasaan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Grahacendikia, (2009) yang menyatakan orang tua memegang peranan membentuk sistem interaksi yang intim dan berlangsung lama yang di tandai oleh loyalitas pribadi, cinta kasih dan hubungan yang penuh kasih sayang serta saling mengerti. Disamping itu anak juga harus dimotivasi untuk dapat mengutarakan, menyampaikan isi hati, dan memulai pembicaraan terlebih dahulu. Ketika anak berkepentingan untuk menyampaikan sesuatu kepada orang tua, maka anaklah yang harus memulai pembicaraan. Keinginan anak untuk berbicara dengan orang tuanya dari hati ke hati melahirkan komunikasi interpersonal. Komunikasi di sini dilandasi oleh kepercayaan anak kepada orang tuanya. Dengan kepercayaan itu, anak berusaha membangun keyakinan untuk membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat mengerti perasaannya. Sebagai orang tua tentu saja keinginan anak itu harus direspons secara arif dan bijaksana, dan bukan sebaliknya, bersikap egois tanpa kompromi. Pola komunikasi yang paling baik diterapkan oleh orangtua adalah pola komunikasi demokratis yang ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan–aturan yang disepakati bersama. Orangtua yang demokratis yaitu orangtua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Hal ini terbukti dari hasil kuesioner yang diperoleh dari responden dimana sebagian besar 48 49 menjawab tidak memaksakan anak untuk melakukan perintah sesuai dengan kehendak mereka, orang tua tidak melarang anak bila ingin bermain keluar rumah, orang tua sering mengajak bercerita dan bercanda serta mereka memberi pujian ketika anak berhasil menjadi juara. Suasana sikap orang tua yang dapat mendukung anak seperti ini, dapat membantu terciptanya sikap komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. 2. Perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong Berdasarkan penelitian diperoleh hasil perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong sebagian besar baik dengan jumlah 38 (100,0%) responden, kemudian anak yang memiliki perilaku sosial cukup baik sebanyak 6 (100,0%) responden, dan 1 (100,0%) anak yang memiliki perilaku sosial yang kurang baik. Hal ini kemungkinan disebabkan karena di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong telah diajarkan pendidikan keagamaan sehingga perilaku siswanya mayoritas baik. Menurut hasil observasi dan wawancara dengan Guru di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong menyatakan bahwa sekolah ini mempunyai misi mencetak siswa yang berakhlak mulia sehingga siswa telah dibekali pelajaran keagamaan sejak usia dini baik tentang akhlak maupun budi pekerti yang baik sesuai syari’at agama. Selain itu pada usia sekolah dasar rasa egosentris anak mulai berkurang, mereka sudah mampu bersosialisasi dan mengadakan hubungan emosional dengan orang lain. Perkembangan sosial emosi merupakan perkembangan anak untuk menyesuaikan diri terhadap dunia sosial yang 49 50 lebih luas. Dalam proses perkembangan ini anak diharapkan mengerti orang lain, yang berarti mampu menggambarkan ciri-cirinya, mengenali apa yang dipikirkan, dirasa, dan diinginkan serta dapat menempatkan diri pada sudut pandang orang lain tersebut, tanpa kehilangan dirinya sendiri. Peran orang tua dalam melatih dan mendidik anak untuk mendorong kematangan emosi dan perilaku sosial anak sangatlah penting, yang bisa terwujud melalui suatu pola pengasuhan yang baik. Orang tua diharapkan bisa menjadi teman bagi anak, bisa mengarahkan perilaku anak, tapi bukan memaksakan anak untuk menuruti kehendak orang tua. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Grahacendikia, (2009) bahwa semakin baik pola pengasuhan yang diberikan orang tua maka akan semakin baik pula perilaku/ sikap anak. Menurut Ibrahim, (2001) perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena kehadiran orang lain. Dapat diartikan juga sikap dimana kita saling membutuhkan orang lain. Perilaku sosial dapat juga di artikan suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial yang ditunjukkan anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong adalah sebagian besar telah memiliki kepercayaan diri, saling berbagi, dan mau berkomunikasi dengan orang tua. Hal tersebut dibuktikan dari jawaban hasil kuesioner dimana mayoritas 50 51 responden percaya diri untuk bertanya setelah pelajaran usai, menceritakan keadaaan dan hal – hal yang terjadi di sekolah kepada orang tua mereka, mau membantu orang tua dan teman, dan bersikap mau mengalah serta bersabar. 3. Hubungan Komunikasi Orangtua Terhadap Perilaku Sosial Anak di SD Kreatif Muhammadiyah Gombong Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi antara orang tua dan anak merupakan pola komunikasi yang demokrat hal ini dibuktikan sebanyak 38 responden mampu mengembangkan kemampuan komunikasinya untuk bersosialisasi dengan baik. Dengan adanya komunikasi yang baik dari orang tua sebagian besar anak memiliki perilaku sosial yang baik pula. Pola komunikasi orang tua yang baik akan dapat menjalin hubungan dengan baik antara anak, keluarga maupun lingkungan sosialnya sehingga berdampak pada perkembangan psikososial yang positif pada anak. Sehingga anak mampu menyatakan pendapatnya maupun isi hati, serta keinginannya tanpa dibayang-bayangi rasa takut jika melakukan kesalahan. Manurut De Vito, (2011) keluarga sebagai kelompok sosial pertama, merupakan wadah dimana individu tumbuh, berkembang, dan belajar bersosialisasi. Disamping itu eksistensi keluarga sangat dibutuhkan dalam pembentukan kepribadian anggota keluarga. Berawal dari proses komunikasi interpersonal, interaksi 51 komunikasi dalam keluarga 52 berlangsung dan membentuk intensitas dan kualitas komunikasi serta bertujuan untuk mencapai pemahaman makna pesan. Perilaku sosial anak terbentuk melalui dukungan sosial dari dukungan orang tua dan dukungan orang sekitarnya. Keadaan keluarga merupakan lingkungan hidup yang pertama dan utama dalam kehidupan seseorang. Dalam penelitian ini didapatkan hasil ada hubungan antara komunikasi orangtua terhadap perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong. p = 0.000 yang berarti p<0,05. Semakin baik pola komunikasi yang diterapkan dan dijalin oleh orang tua maka akan semakin baik perilaku anak. Hal ini kemungkinan disebabkan karena melalui komunikasi anak mendapatkan arahan, bimbingan, dan pengetahuan tentang bagaimana cara berperilaku dan beradapatasi dengan lingkungan sosial yang baik. Pola komunikasi orang tua yang baik akan mempengaruhi perilaku sosial anak yang baik yang artinya pola komunikasi orang tua yang terbangun dengan baik dan tidak menggunakan perlakuan kasar dalam berinteraksi dengan anak akan memenuhi kebutuhan anak sehingga perilaku sosial anak semakin baik, karena dalam interaksi itu orang tua berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan oleh orangtua ke anak. Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu seorang anak. Hubungan akrab antara 52 53 orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam keluarga. Keinginan anak untuk berbicara dengan orang tuanya dari hati ke hati melahirkan komunikasi interpersonal. Komunikasi disini di landasi oleh kepercayaan anak kepada orang tuanya sehingga anak mempunyai keyakinan untuk membuka diri bahwa orang tuanya dapat dipercaya dan sangat mengerti perasaanya. Dengan begitu perilaku sosial anak dapat dikontrol oleh orang tua. Dari hasil penelitian terlihat bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi antara orang tua dengan anak dalam mengembangkan kepribadian anak melalui keterbukaan, empaty, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan yaitu: Dalam aspek keterbukaan bahwa adanya kesediaan orang tua untuk meluangkan waktunya berkomunikasi dengan anak secara sentuhan kasih sayang, agar bereaksi terhadap stimulus perkembangan kepribadian anak Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Warisa (2012) yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara hubungan komunikasi orang tua dalam keluarga dengan perilaku menyimpang remaja di lingkungan VI Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru Kecamatan Medan Timur Kota Medan dengan r xy > r tabel yaitu 0.793 > 0.279 dan t hitung > t tabel yaitu 9.021 > 1.67. 53 54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Komunikasi orangtua di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong sebagian besar komunikasi demokrat yaitu sebanyak 28 responden (62,2%). 2. Perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong sebagian besar baik sebanyak 38 responden (100,0%). 3. Ada hubungan antara komunikasi orangtua terhadap perilaku sosial anak di SD Kreatif Muhammadiyah 1 Gombong dengan nilai X² = 23,092 dan p= 0,000 (p<0,05). B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran antara lain : 1. Bagi Orangtua Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi otangtua bagaimana berkomunikasi dengan baik terhadap anak, mengetahui permasalahan yang terjadi pada orang tua dan anak sehingga terbentuk perilaku sosial anak yang lebih baik. 2. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru untuk lebih meningkatkan pola komunikasi yang baik kepada siswanya dan lebih memperhatikan perilaku sosial anak di sekolah. 54 55 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan kepustakaan keilmuan dibidang kesehatan pada umumnya, mengukur kemampuan mahasiswa dalam melakukan penelitian dan sebagai sumber informasi untuk dasar penelitian lebih lanjut. 4. Bagi peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi untuk penelitian lebih lanjut dan mengembangkan penelitian ini kearah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sosial anak Sekolah Dasar selain ditinjau dari hubunganya dengan komunikasi orang tua. 55 56 56