PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN SEL LESTARI TUMOR MCA-B1 DAN MCM-B2 SECARA IN VITRO ANSENORA BEKRIS DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ansenora Bekris NIM B04100041 ABSTRAK ANSENORA BEKRIS. Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 Secara In Vitro. Di bawah bimbingan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan EVA HARLINA. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan penghambatan ekstrak etanol temu ireng terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Penelitian dilakukan dengan menanam sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 pada tissue culture plate 24 well dengan konsentrasi ekstrak yang berbeda sebanyak 3 kali ulangan. Konsentrasi ekstrak yang dipakai adalah 0 ppm sebagai kontrol negatif (tidak diberi penambahan ekstrak), doxorubicin 100 ppm sebagai kontrol positif, 12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm, 50 ppm. Setelah sel lestari tumor pada lubang kontrol negatif konfluens, sel dipanen dan dihitung menggunakan kamar hitung hemositometer Neubauer dengan pewarnaan trypan blue. Sel lestari diinkubasi pada suhu 37oC, 5% CO2. Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng yang berbeda nyata p(<0.05) terhadap kedua sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Dosis ekstrak yang menunjukkan hasil paling baik adalah 50 ppm dengan aktivitas antiproliferasi sebesar 80.59% pada sel lestari tumor MCA-B1 dan 84.33% pada sel lestari tumor MCM-B2. Hasil tersebut menunjukkan potensi temu ireng sebagai tanaman yang memiliki aktivitas sebagai anti tumor. Kata kunci : antiproliferasi, ekstrak temu ireng, MCA-B1, MCM-B2, sel lestari. ABSTRACT ANSENORA BEKRIS. Effect of Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Ethanol Extract On MCA-B1 and MCM-B2 Cell Line Tumor In Vitro Culture. Supervised by BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO and EVA HARLINA. The aim of this research is to study the inhibition effect of temu ireng ethanol extract on proliferation of MCA-B1 and MCM-B2 cells lines. Cells were cultivated in 24 well tissue culture plate in 3 replicates and incubated at 370 C (5% in the CO2) incubator. The concentration of extracs were 0 ppm (negative control), doxorubisin 100 ppm (positive control), 12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm, and 50 ppm. After cell in the control plate was confluence, cells were harvested and total cells were counted using a Neubauer haemocytometer with trypan blue dye. Result of the study showed that temu ireng ethanol extract had a significantly antiproliferation effect p(<0.05) on both tumor cell lines compared to the negative control with the highest activity of 80.59% in MCA-B1 and 84.33% in MCM-B2 of 50 ppm dose. Based of this result concluded that temu ireng ethanol extract had an antiproliferation activity and it seem could be develop as an antitumor substances for tumor treatment. Keywords: antiproliferation, cell line, MCA-B1, MCM-B2, temu ireng ethanol extract. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ETANOL TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.) TEHADAP PERTUMBUHAN SEL LESTARI TUMOR MCA-B1 DAN MCM-B2 SECARA IN VITRO ANSENORA BEKRIS Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik. Judul skripsi yang telah dilaksanakan adalah “Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap Pertumbuhan Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara In Vitro”. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas akhir tahap sarjana (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga tercinta (Bapak, Mamak, dan Jusuf Ebran) yang selalu memberikan semangat dan selalu mendoakan penulis selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga kepada Prof Dr Drh Bambang Pontjo P, MS, PhD, APVet dan Dr Drh Eva Harlina, MSi, APVet, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Gregorio Naga Bajara yang memberikan semangat, saran, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada teman - teman satu penelitian (Fitri dan Faizal) serta kepada teman-teman kosan perwira 52 atas segala dukungan, bantuan, dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga bimbingan dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil penelitian yang lebih baik. Penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang mendukung dan memberikan arahan kepada penulis. Semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Agustus 2015 Ansenora Bekris DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 1 1 1 1 TINJAUAN PUSTAKA Tumor Etiologi Tumor Sifat Khas Tumor Klasifikasi Tumor Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 Temu Ireng Anti Tumor (Doxorubisin) 2 2 2 2 2 3 3 4 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Media dan Ekstrak Penanaman Sel Pemanenan dan Penghitungan Sel Analisis Data 5 5 6 6 6 6 7 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Mekanisme Penghambatan Sel Tumor oleh Temu Ireng KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 8 9 12 13 15 17 DAFTAR TABEL 1 Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM B-2. terhadap 8 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 Temu Ireng Mekanisme Apoptosis oleh Doxorubicin Tissue Culture 24 Plate Well Grafik pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan sel MCM-B2 Apoptosis alur intrinsik (mitokondria) Apoptosis alur ekstrinsik Mekanisme apoptosis oleh kurkumin 4 5 6 8 10 11 12 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 Tabel Duncan untuk Sel Lestari MCA-B1 Tabel Duncan untuk Sel Lestari MCM-B2 15 15 Tabel Anova Sel Lestari MCA-B1 Tabel Anova Sel Lestari MCM-B2 16 16 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tumor atau neoplasma merupakan salah satu masalah dalam dunia medis yang sangat penting untuk segera ditangani. Tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan adanya pertumbuhan massa atau jaringan abnormal dalam tubuh yang meliputi tumor jinak (benign tumor) dan tumor ganas (malignant tumor). Massa tumor timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan pertumbuhan dan regenerasi sel. Pertumbuhan sel yang tidak terkendali disebabkan kerusakan DNA yang mengakibatkan mutasi (perubahan genetik yang bersifat menurun) pada gen vital yang bertugas mengontrol pembelahan sel. Penanganan tumor antara lain bisa dilakukan dengan cara operasi dan kemoterapi (Dipiro et al. 2009). Namun penanganan tumor dengan cara tersebut dapat menimbulkan efek samping. Menurut Priosoeryanto et al. (2000) pengobatan menggunakan kemoterapi memiliki beberapa kelemahan salah satunya adalah sifat toksiknya yang dapat menurunkan fungsi fisiologis organ tubuh. Penanganan penyakit tumor yang relatif aman dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan bahan-bahan yang berasal dari tanaman yang akan menghasilkan potensi yang lebih baik untuk mengatasi penyakit tumor. Seiring dengan perkembangan zaman terdapat kecenderungan penggunaan bahan asal tanaman dalam penanganan tumor. Penelitian (Harran et al. 2001) juga memperlihatkan bahwa beberapa ekstrak tanaman mempunyai aktivitas antitumor dengan cara menghambat proliferasi sel tumor secara in vitro. Salah satu tanaman yang akan dipelajari kemampuan penghambatannya terhadap sel tumor adalah temu ireng (Curcuma aeuruginosa Roxb.). Temu ireng mengandung kurkumin, saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991). Kurkumin pada rimpang temu ireng memiliki kemampuan antibakteri, antikanker, antitumor, antiradang, antioksidan (Aggarwal et al. 2003). Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk mempelajari kemampuan ekstrak etanol temu ireng dalam menghambat sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Tujuan Penelitian Mempelajari kemampuan penghambatan esktrak etanol temu ireng terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Manfaat Penelitian Diharapkan aktivitas temu ireng terhadap sel lestari tumor dapat dikembangkan sebagai bahan antitumor. 2 TINJAUAN PUSTAKA Tumor Tumor adalah gangguan pertumbuhan dengan karakteristik pertumbuhan yang berlebih, abnormal, dan tidak terkendali, dari sel yang mengalami transformasi pada satu atau lebih tempat utama di dalam tubuh inang, dan umumnya disertai dengan metastatis ke tempat lain dalam tubuh inang (Priosoeryanto et al. 1994). Etiologi Tumor Secara sederhana, faktor penyebab tumor dibagi dua, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Berdasarkan data statistik, kemungkinan 80% dari seluruh kematian yang terjadi faktor ekstrinsik yang bisa dikendalikan atau dicegah, sedangkan 5-10% merupakan faktor herediter (Warshawsky dan Landolph 2006). Faktor ekstrinsik berasal dari lingkungan meliputi agen biologik, fisik, dan kimia. Agen biologik meliputi parasit dan virus. Contoh parasit yang dapat menyebabkan tumor yaitu Spirocerca lupi, cacing nematoda pada anjing yang secara fisik memberikan rangsangan kronis pada dinding esophagus sehingga terjadi proliferasi secara berlebihan. Virus penyebab tumor terbagi menjadi virus DNA dan RNA. Faktor instrinsik penyebab tumor meliputi, stimulasi hormonal, genetik, dan usiatua (Mardiana 2007). Stimulasi hormon seperti estrogen, progesteron, testoteron, atau prolaktin berkaitan dengan kejadian tumor, terutama pada kelenjar mamaria dan prostat. Usia tua pada umumnya merupakan salah satu faktor predisposisi kejadian kanker menurut studi epidemiologis (Spector dan Spector 1993). Sifat Khas Tumor Tumor dapat bersifat jinak (benign) atau ganas (malignant). Tumor jinak tumbuh lambat, berbatas nyata dari jaringan sekitarnya, terdiri atas sel-sel yang tidak dapat dibedakan dari sel asalnya, tidak menginfiltrasi jaringan sekitar, tidak mengalami metastatis, dan tidak mengancam jiwa kecuali jika mengganggu fungsi yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Tumor ganas atau kanker tumbuh dengan cepat, batas dengan jaringan sekitarnya tidak jelas, terdiri atas sel-sel yang berbeda dengan sel asal, menginfiltrasi jaringan sekitar dan bermetastatis ke organ-organ yang jauh, serta selalu berakhir dengan kematian dimanapun tumor itu tumbuh (Spector dan Spector 1993). Klasifikasi Tumor Tumor jinak maupun ganas diklasifikasikan menurut tipe jaringan dimana tumor tersebut ditemukan. Berdasarkan asal sel, ada dua kelas utama dari tumor, yaitu epithelial dan nonepitelial. Sebagian besar nama tumor jinak diberi akhiran – oma dengan awalan nama jaringan dari mana tumor berasal. Tumor ganas epitelial dinamakan karsinoma. Sebagian besar jaringan epitel dalam tubuh adalah stratified squamous atau glandular sehingga kebanyakan tumor epitelial diberi nama squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma. Tumor ganas nonepitelial umumnya dinamakan sarcoma (Suindra 2005). 3 Sel Lestari Tumor Sel lestari ialah sel yang sudah dibiakkan secara berkala, dipelihara dan ditumbuh kembangkan dan disimpan dalam nitrogen cair. Keistimewaan sel lestari tumor adalah bersifat immortal karena dapat hidup dalam kondisi media yang minimal (Suindra 2005). Reaksi neoplastik pada kultur sel telah diobservasi sebaik pada jaringan in vivo. Transformasi yang terjadi pada kultur sel sangat berguna untuk studi tentang tumor karena sifatnya yang mudah berkembang biak dan mudah diprediksi (Theilen dan Madewell 1987). Sel Lestari Tumor MCA-B1 Sel lestari tumor MCA-B1 berasal dari tumor epulis akantomatosis oral seekor anjing ras Akita berumur 10 tahun. Massa tumor berukuran 2mm x 2 mm sampai 1.5 cm x 3.5 cm. Secara patologi-anatomi tumor berwarna putih, solid dengan permukaan kasar dan terdapat beberapa area hemoragik. Kultur sel dari biopsi pertama memperlihatkan bentuk sel bulat sampai poligonal, dengan nukleus yang besar dan sering memperlihatkan dua atau lebih nukleolus yang jelas. Secara histokimia, sel-sel bereaksi kuat dengan antibodi anti-keratin dan bereaksi ringan dengan antibodi anti-vimetin. Pemeriksaan ultrastruktural sel menguatkan sifat alami epitelialnya. Jumlah kromosom 72, dan waktu rataan untuk penggandaan populasi adalah enam jam. Sel lestari tumor MCA-B1 masih memiliki karakteristik morfologi yang sama dengan tumor asalnya (Priosoeryanto et al. 1995a). Sel Lestari Tumor MCM-B2 Sel lestari tumor MCM-B2 diisolasi dari benign mixed tumor kelenjar mamaria anjing pemburu betina berumur 10 tahun dengan cara pembedahan, dengan massa tumor berukuran 3 cm x 5 cm. Massa tumor telah muncul sejak dua tahun sebelumnya dan hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya metastatis pada paru-paru. Sel tumbuh di dalam matriks kolagen membentuk koloni tiga dimensi berukuran besar dengan pola bercabang. Secara histokimia, sel ini bereaksi kuat dengan antiserum anti-vimetin, bereaksi ringan dengan antiserum anti-desmin, dan bereaksi lemah dengan antiserum anti-kreatin. Pemeriksaan ultrastruktural memperlihatkan nukleus yang besar, organel-organel intrasitoplasmik dan filamen-filamen intermediet yang bervariasi di antara sel. Sel tumor ini memiliki jumlah kromosom abnormal yaitu rata-rata 80 per sel. Secara histologis, hasil transplantasi tumor dari sel kultur ini serupa dengan karsinoma anaplastik. Beberapa penemuan menunjukkan adanya kemungkinan sel lestari tumor ini berasal dari sel induk (stem cell) atau sel atipikal (Priosoeryanto et al. 1995b). Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Temu ireng dalam bahasa daerah dikenal dengan beberapa nama, antara lain temu hitam (minang), koneng hideung (Sunda), temu ireng (Jawa), temu ereng (Madura) dan temu erang (Sumatra). Tanaman ini berasal dari Burma, kemudian menyebar ke daerah-daerah tropis lainnya, terutama di wilayah Indo-Malaya, termasuk Indonesia (Rahmat dan Rukmana 2004). 4 Gambar 1 Temu ireng (SEAFAST 2012) Temu ireng merupakan tanaman yang memiliki klasifikasi sebagai berikut: kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Zingiberalis, family Zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma aeruginosa Roxb. Temu ireng berbatang semu, tersusun atas kumpulan pelepah daun, berwarna hijau atau coklat gelap, yang mempunyai ketinggian 1-2 m. Daun berbentuk tunggal, bertangkai panjang, terdiri atas 2-9 helai daun, bentuknya bundar, memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua, panjang 31-48 cm, dan lebar 10-18 cm. Tanaman temu ireng mempunyai bunga majemuk berbentuk butir yang keluar langsung dari rimpang, dengan panjang tandan 20-25 cm. Temu ireng memiliki mahkota bunga yang berwarna kuning dan rimpang yang merupakan umbi batang yang berukuran cukup besar. Anti Tumor (Doxorubicin) Menurut Gunawan (2007), agen kemoterapi yang biasa digunakan secara luas dalam pengobatan kanker adalah doxorubicin. Doxorubicin adalah obat yang responsif terhadap berbagai macam kanker. Doxorubicin diisolasi dari fungi Streptomyces peucetius var caesius (Minotti et al. 2004). Doxorubicin merupakan antibiotik antrasiklin yang memiliki efek antitumor. Doxorubicin adalah salah satu agen yang dapat bekerja melalui penghambatan enzim topoisomerase II dengan menginduksi kerusakan DNA. Mekanisme kerja doxorubicin adalah dengan mengikat DNA sel kanker, kemudian menghambat aktivitas enzim topoismerase II dan membuat DNA menjadi kusut. Doxorubicin dalam menginduksi apoptosis dan menghambat siklus sel sebagian besar membutuhkan p53. Pada beberapa sel dengan p53 termutasi, doxorubicin relatif lebih resisten dibandingkan dengan sel kanker tanpa mutasi p53. Doxorubicin bertindak dengan menginterkalasi pasangan basa tertentu pada DNA sel kanker, sehingga membuat blokade sintesis RNA atau DNA baru atau mencegah pemotongan DNA dan pada ahirnya mencegah penggandaan DNA. 5 Gambar 2 Mekanisme apoptosis oleh doxorubicin (Kim et al. 2009) Penggunaan doxorubicin secara luas dibatasi oleh timbulnya efek samping. Menurut Gunawan (2007), penggunaan doxorubicin pada dosis tinggi akan menimbulkan efek samping gangguan jantung, mual, diare, alopesia, penekanan sistem imun, dan terjadinya resistensi (Wattanapitayakul et al. 2005). Menurut Davis et al. (2003) dan Notarbartolo et al. (2005), mekanisme yang memperantarai resistensi tersebut antara lain inaktivasi obat, pengeluaran obat oleh pompa pada membran sel, mutasi pada target obat, serta kegagalan inisiasi apoptosis. Telah banyak dilakukan penelitian yang menjelaskan mekanisme doxorubicin dalam menghambat sel kanker. Doxorubicin dimetabolisme di dalam sel kanker dan membentuk metabolit semiquinon oleh enzim mikrosomal (Minotti et al. 2004). Metabolit semiquinon selanjutnya mengakibatkan pembentukan oksigen reaktif yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan radikal anion superoksida serta hidrogen peroksida, yang mengakibatkan peroksidasi lipid pada membran sel, sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Januari 2015 di Laboratorium Kultur Jaringan, Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 6 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah tissue culture plate 24 well, mikroplate ELISA, pipet, mikropipet, tabung ependorf 1.5 ml, inkubator 37oC (5% CO2), bunsen, laminar air flow, vortex, hemositometer Neubauer, cover slip, dan mikroskop cahaya. Bahan yang digunakan adalah sel lestari tumor MCM-B2 dan MCA-B1, ekstrak etanol temu ireng, Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), FBS (Fetal Bovine Serum), gentamicin, fungizone, doxorubicin, dimetilsulfoksida (DMSO), dan trypan blue. Metode Penelitian Metode penelitian dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan Priosoeryanto et al. (1995), sebagai berikut: Persiapan Media dan Ekstrak Media yang digunakan adalah DMEM yang ditambah dengan gentamicin dan FBS (Fetal Bovine Serum). Ekstrak yang digunakan berupa ektrak etanol temu ireng yang diperoleh dengan metode soxhletasi. Sebanyak 0.1 gram temu ireng dilarutkan dalam 400 µl DMSO, kemudian diencerkan dengan media DMEM 1 ml. Dosis ekstrak yang digunakan sebesar 12.5; 25; 37.5; dan 50 ppm. Penanaman Sel Suspensi sel lestari tumor MCM-B2 dan MCA-B1 dicairkan terlebih dahulu (thawing). Setelah cair, suspensi sel tersebut dihomogenkan dengan vortex. Penanaman sel dilakukan pada tissue culture plate 24 well yang berisi medium penumbuh sebanyak 850 µl atau 0.85 ml dengan 4 dosis ekstrak yang berbeda (12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm, dan 50 ppm), well yang tidak ditambah ektsrak sebagai kontrol negatif (0 ppm), dan well yang ditambah 100 ppmdoxorubicin sebagai kontrol positif, 20 µl fungizone, 50 µl gentamicin, dan 30 µl serum. Gambar 3 Tissue culture plate 24 well Suspensi sel lestari diberikan dalam jumlah yang sama pada setiap lubang yaitu sebanyak 50 µl. Volume total cairan dalam satu lubang adalah 1 ml, sehingga volume media yang ditambahkan harus disesuaikan dengan volume ekstrak dan suspensi sel lestari. Suspensi sel tumor ditumbuhkan dengan menginkubasikannya dalam inkubator 37oC (5% CO2). 7 Pemanenan dan Penghitungan Sel Pemanenan sel lestari tumor dilakukan apabila sel pada kontrol negatif sudah tumbuh optimal menutupi sekitar 70% permukaan lubang (confluence), setelah 3-4 hari penanaman. Suspensi sel dihomogenkan menggunakan mikropipet dengan cara dihisap dan dikeluarkan. Setelah homogen, sebanyak 100 µl suspensi sel ditempatkan dalam mikroplate ELISA yang sudah berisi 5 µl pewarna trypan blue. Suspensi sel yang telah homogen diteteskan pada hemositometer Neubauer dan dihitung jumlah selnya dengan sebuah mikroskop cahaya. Sel yang dihitung adalah sel (hidup dan mati) yang berada pada kotak tengah kamar hitung. Penghitungan jumlah sel per ml suspensi dengan menggunakan rumus: Jumlah sel/ml = Jumlah sel yang dihitung x faktor volume x faktor pengencer = Jumlah sel yang dihitung x 10 4 x 10 -2 Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase aktivitas pertumbuhan dan penghambatan sel tumor adalah sebagai berikut: % aktivitas pertumbuhan x 100% = % aktivitas penghambatan = 100 % - ( % aktivitas pertumbuhan ) Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan. 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penghitungan jumlah kedua kultur sel mengukur aktivitas pertumbuhan sel yang berbeda terhadap dosis ekstrak. Aktivitas pertumbuhan sel lestari MCA-B1 dan MCM-B2 disajikan pada Gambar 4 dibawah ini. 140 Jumlah sel x 104 x 10 -2 120 108,11 100 80 84,44 65,22 61,55 60 40 MCA-B1 41,44 40,77 25,33 22,66 20,99 10,22 20 MCM-B2 5,22 1,22 0 K(-) -20 12,5 25 37,5 50 K (+) Dosis Gambar 4 Grafik aktivitas pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 pada berbagai dosis ekstrak temu ireng. Aktivitas penghambatan ekstrak etanol temu ireng pada sel lestari MCA-B1 dan MCM-B2 disajikan pada pada Tabel 1. Tabel 1 Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM B-2. Aktivitas Penghambatan (%) Perlakuan Sel MCA-B1 Sel MCM-B2 K(-) P1 P2 P3 P4 K(+) 0 ± 11,27a 21.90± 9,14b 43.07± 1,38c 53.89± 6,61d 80.59± 4,05e 98.88± 1.01f 0± 12.30a 37.49 ± 6.73b 61.17± 9.53c 65.26± 2.96d 84.33± 0.84e 91.99 ± 3.14f Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata, (p<0.05); K (-) : tidak diberi ekstrak; K(+) : doxorubicin; P1: ekstrak 12.5 ppm; P2 : ekstrak 25 ppm; P3 : ekstrak 37.5 ppm; P4 : ekstrak 50 ppm. Kedua sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2 memperlihatkan efek penghambatan yang berbeda. Pemberian dosis bertingkat ekstrak etanol temu ireng memberikan efek penurunan jumlah sel pada kedua sel lestari tumor. Kedua 9 sel lestari tumor memiliki presentase penghambatan yang nyata (p<0,05) pada perlakuan 1, perlakuan 2, perlakuan 3, dan perlakuan 4 dibandingkan kontrol. Penghambatan pertumbuhan pada kedua sel lestari tumor berbanding lurus dengan peningkatan dosis ekstrak yang menghasilkan presentase yang berbeda nyata (p<0.05). Perbedaan aktivitas penghambatan ekstrak etanol temu ireng terhadap sel lestari tumor diduga karena perbedaan reseptor dan karakteristik sel lestari tumor tersebut. Menurut Priosoeryanto (1995b) sel lestari tumor MCM-B2 memiliki tipe sel yang belum terdiferensiasi (undiferentiated), sehingga apabila pertumbuhan selnya diganggu, hal ini diberi ektrak etanol temu ireng, maka menyebabkan banyak sel yang terhambat pertumbuhannya. Sel lestari tumor MCM-B2 lebih terhambat pertumbuhannya dibandingkan sel lestari tumor MCA-B1. Penghambatan tersebut diduga salah satunya disebabkan oleh kurkumin, yang berfungsi sebagai antitumor melalui jalur apoptosis (Aggarwal et al. 2003). Mekanisme Penghambatan Sel Lestari Tumor oleh Ekstrak Etanol Temu Ireng Tanaman temu ireng (Curcuma aeuruginosa Roxb.) mengandung kurkumin, saponin, flavanoid polifenol dan minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991). Salah satu senyawa yang dibahas pada penelitian ini adalah kurkumin. Kurkumin [1.7-bis(hydroxy-3-methoxyphenyl)-1.6-heptadiene-3.5-di-one] dikenal sebagai bahan alam yang memiliki aktivitas biologis, diekstraksi dari rizoma tanaman jenis kurkuma berupa zat warna kuning. Kurkumin pada rimpang temu ireng bersifat antibakteri, antitumor, antiradang, antioksidan dan antikolesterol (Aggarwal et al. 2003). Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram. Sel yang menglamai apoptosis terpecah menjadi beberapa fragmen yang disebut sebagai badan apoptosis, terdiri dari sebagian sitoplasma dan inti sel. Sel yang mati dan fragmennya dengan cepat di fagositosis. Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana terdapat beberapa caspase yang menjadi katalis aktif, serta tahap eksekusi atau pelaksanaan, dimana caspase lainnya memicu kerusakan komponen seluler. Inisiasi apoptosis terjadi karena sinyal dari dua jalur yang berbeda yang terdiri dari jalur intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau kematian reseptor. Kedua jalur bertemu untuk mengaktifkan caspase yang merupakan mediator kematian sel (Rautureau et al. 2010 ; Kumar et al. 2010). Kematian sel melalui jalur intrinsik memicu peningkatan permeabilitas mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke dalam sitoplasma (Kumar et al. 2010). Mitokondria mengandung protein seperti cytocrom c yang penting bagi kehidupan sel. 10 Gambar 5 Apoptosis alur intrinsik (mitokondria) (Kumar et al. 2010) Pelepasan protein mitokondria dikontrol oleh protein Bcl antara pro dan antiapoptosis (Cory et al. 2002 ; Kumar et al. 2010). Faktor pertumbuhan yang menstimulasi produksi protein antiapoptosis, yaitu Bcl-2 dan Bcl-x. Normalnya protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran mitokondria untuk mengkontrol permeabilitas mitokondria dan mencegah rusaknya protein mitokondria yang dapat memacu proses kematian sel. Kerusakan DNA atau kesalahan sintesis protein akan merangsang stres retikulum endoplasma (RE) maka sensor akan diaktifkan. Sensor tersebut berasal dari anggota Bcl dan juga protein seperti, Bid, dan Bad. Sensor kemudian mengaktifkan proapoptosis Bax dan Bak yang membentuk oligomerasi kemudian masuk ke dalam membran mitokondria setelah itu protein tersebut keluar dari membran mitokondria dan masuk ke dalam sitoplasma. Aktivasi Bax-Bak mengakibatkan hilangnya fungsi perlindungan dari Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria ke dalam sitoplasma yang mengaktifkan alur caspase. Salah satu protein tersebut adalah cytocrom c yang fungsinya sebagai respirasi mitokondria. Setelah masuk ke dalam sitosol, cytocrom c berikatan dengan protein Apaf-1 (apoptosis-activating factor1), kemudian membentuk hexamer seperti roda yang disebut apoptosom (Rautereau et al. 2010 ; Kumar et al. 2010). Komplek ikatan ini mengikat caspase 9, inisiator caspase yang penting dari jalur mitokondria. Inisiasi apoptosis melalui alur ekstrinsik dimana alur ini diawali keterlibatan reseptor kematian sel membran plasma pada sel (Peter et al. 2003; Kumar et al. 2010). 11 Gambar 6 Apoptosis alur ekstrinsik (Kumar et al. 2010) Reseptor untuk kematian sel merupakan anggota dari reseptor TNF (tumor necrotion factor) yang mengandung domain sitoplasma yang ikut berperan dalam interaksi protein, disebut domain kematian sel karena penting untuk sinyal apoptosis. Reseptor kematian sel yang paling banyak adalah TNF tipe 1 (TNFR1) dan protein yang terkait kematian sel dinamakan Fas (Fragmen apoptosis stimulating). Reseptor kematian sel diekspresikan pada berbagai tipe sel. Ikatan terhadap Fas disebut Fas ligand (FasL). FasL diekspresikan pada sel T, dan beberapa limfosit T sitotoksik yang berfungsi untuk mengenali antigen. FasL yang berikatan dengan Fas kemudian membentuk FADD (Fas-associated death domain) yang melekat pada reseptor kematian sel dan diubah menjadi procaspase 8. Aktivasi procaspase 8 mengaktifkan caspase 8 dan procaspase 9 kemudian mengaktifkan caspase 9, aktivasi tersebut akan mengaktfikan eksekutor kematian sel yaitu caspase 3. Kedua alur inisasi tersebut bersatu pada aktifasi alur caspase, yang berfungsi pada fase akhir dari apoptosis. Beberapa peneliti telah menjelaskan mekanisme kerja kurkumin untuk menghambat perkembangan sel tumor. Kurkumin dapat menginduksi apoptosis sel tumor dengan diperantarai oleh enzim caspase 3. Enzim caspase merupakan kunci utama apoptosis yang diperlukan untuk perkembangan dan homeostasis jaringan (Chang dan Yang 2000). Enzim caspase 3, caspase 8 dan caspase 9 diaktivasi oleh cytochrom c yang dilepas dari mitokondria ke dalam sitoplasma. Aktivasi ini memacu pelepasan cytochrom c melalui pembentukan intermediet oksigen reaktif dan hilangnya potensial membran mitokondria (Khar et al. 2003 ; Aggarwal et al. 2003). Kurkumin dapat menghambat perkembangan tumor kelenjar mamaria dengan cara menghambat aktivasi estrogen reseptor (ER) oleh reseptornya. 12 Gambar 7 Mekanisme apoptosis oleh kurkumin (Wu et al. 2010) Menurut Thangapazham et al. (2006) kurkumin juga menghambat induksi dari sintesa nitrat oksida dalam makrofag yang teraktivasi. Kurkumin menunjukkan kemampuan antitumor dengan mengurangi jumlah nitrat oksida atau iNOS, menyebabkan stres oksidatif, yang merupakan salah satu inisiasi terjadinya tumor. Stres oksidatif akibat ROS yang terbentuk menyebabkan pelepasan cytochrom c dari mitokondria, mengaktivasi pro-caspase 3, dan fragmentasi DNA. Hal ini menyebabkan terjadinya kematian sel lestari tumor melalui jalur apoptosis. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi pada kedua sel lestari tumor MCA-B1 dan MCM-B2. Mekanisme kerja temu ireng sebagai antiproliferasi salah satunya diduga melalui jalur apoptosis. Ektrak etanol temu ireng relatif lebih efektif pada sel lestari tumor MCM-B2. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tipe sel tumor lainnya secara in vitro dan uji secara in vivo. 13 DAFTAR PUSTAKA Aggarwal B, Kumar A, Bharti AC. 2003. Anticancer potential of curcumin: preclinical and clinical studies. Anticancer. 23: 363–398. Chang HY, Yang X. 2000. Proteases for cell suicide: functions and regulation of caspase. MicrobiolMolBiol. 64: 821-846. Cory S, Adams JM. 2002. The bcl-2 family : regulators of the cellular life or death switch. Nat Rev Cancer2. 647. Davis JM, Navolanic PM, Weinstein OCR, Steelman LS, Wei H, Konopleva M, Blagosklonny MV and McCubrey JA. 2003. Raf-1 and Bcl-2 induce distint and common pathways that contribute to breast cancer drug resistance. Clin Canc Res. 9:1161-1170. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey ML. 2009. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi ke-7. New York (US): McGraw-Hill. Gunawan S. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Jakarta (ID): Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Harran S, Priosoeryanto BP, Zakaria FR, Gunawan LW. 2001. Screening for stable expression of antiviral and anticarcinogenic protein from in vitro transformed culture of tropical plants for biomedical uses. Di dalam Gunanti S, Priosoeryanto BP, Wientarsih I, Ros S. Pengobatan penyakit tumor mammae melalui operasi (masektomi dan ovariohisterektomi) dan kombinasinya (tanaman herbal) pada hewan. J Ilmu Pertanian Indones. 14(1): 6-14. Khar A, Ali AM, Pardhasaradhi BVV, Begum Z, Anjum R. 2003. Antitumor activity of curcumin is mediated through the induction of apoptosis in AK-5 tumor cells. JAssocPhysicianis India. 57: 1055-1060. Kim DW, Kim KO, Shin MJ, Ha JH, Seo SW, Yang J, Lee Y. 2009. siRNA-based targeting of antiapoptotic genes can reverse chemoresistance in Pglycoprotein expressing chondrosarcoma cells. Molecular Cancer 8: 28. Kumar V, Robbins, Leonard S. 2010. Neoplasma in : Robbins and Cotran Pathologic Basic of Desease. 8th ed. Philadelphia (US): Saunders Elsevier. Mardiana L. 2007. Kanker pada Wanita : Pencegahan dan Pengobatan dengan Tanaman Obat. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Minotti G, Menna P, Salvatorelli E, Cairo G, Gianni L. 2004. Anthracyclines molecular advances and pharmacologic developments in antitumor activity and cardiotoxicity. PharmacolRev. 56: 185-229. Notarbartolo M, Pomaa P, Perria D, Dusoncheta L, Cervellob M, Alessandro N. 2005. Antitumor effects of curcumin, alone or in combination with cisplatin or doxorubicin, on human hepatic cancer cells. Analysis of their possible relationship to changes in NF-kB activation levels and in IAP gene expression. Cancer Letters. 224: 53-65. doi: 10.1016/j.canlet.2004.10.051. Peter ME, Krammer PH. 2003. The CD95 (APO-1/Fas) DISC and beyond. Cell Death Differ. 10: 26-35. Priosoeryanto BP. 1994. Morphological and cell biological studies of tumours in domestic animal. [Ph.D Dissertation]. Japan (Jpn) : University of Yamaguchi. 14 Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995. Antiproliferation and colony-forming inhibition activities of recombinant feline interferon (rFeIFN) on various cells in vitro. Canadian J Vet.59:67-69. Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995a. A cell line (MCA-B1) derived from a canine oral acanthomatous epulis. Vet Sci.58: 101-102. Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995b. Establishment of a cell line (MCM-B2) from a benign mixed tumour of canine mammary gland. Vet Sci. 58: 272-276. Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT. 2000. Pendekatan Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Tumor pada Hewan dengan Interferon Rekombinan (rIFN) dan Kombinasinya. Bogor(ID). Rahmat, Rukmana. 2004. Temu-temuan Apotik Hidup di Pekarangan. Yogyakarta (ID): Kanisius. Rautureau GJP, Catherine L, Mark GH. 2010. Intrinsically disordered proteins in Bcl-2 regulated apoptosis. International Journal Molecular Sciences. 11: 1808-1824. [SEAFAST] Southeast Asian Food And Agricultural Science and Technology (ID). 2012. Tanaman Obat Herbal Berakar Rimpang. [internet]. [diunduh 2015 Agu 29]. Tersedia pada: http:// seafast.ipb.ac.id. Spector WG, Spector TD. 1993. Pengantar Patologi Umum. Soetjipto NS, Harsyono, Amelia Hana, Pudji Astuti, penerjemah; Eddy M, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology. Ed ke-3. Suindra. 2005. Efektivitas ekstrak kloroform biji blustru (Luffa cylindrica) terhadap aktivitas penghambatan sel lestari tumor MCM-B2 dan HeLa secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Thangapazham RL, Sharma A, Maheshwari RK. 2006. Multiple molecular targets in cancer chemoprevention by curcumin. AAPS J. 8(3): 443-449. Theilen G, Madewell BR. 1987. Tumors of the mammary gland. In: Veterinary Cancer Medicine. 340-341. Warshawsky D, Landolph JR. 2006. Molecular Carcinogenesis and the Molecular Biology of Human Cancer. New York (US): Taylor & Francis Group. Wu SH et al. 2010. Curcumin Induces apoptosis in human non-small cell lung cancer NCI-H460 cells through ER stress and caspase cascade-and mitochondria-dependent pathways. Anticancer Research 30: 2125-2134. 15 Lampiran 1 Tabel Duncan untuk Sel Lestari MCA-B1 Penghambatan Duncan Dosis N 1 2 Subset for alpha = 0.05 3 4 5 6 .00 3 .0000 12.50 3 21.9000 25.00 3 43.0700 37.50 3 53.8900 50.00 3 80.5900 100.00 3 98.8800 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Tabel Duncan untuk Sel Lestari MCM-B2 Penghambatan Duncan Dosis N Subset for alpha = 0.05 1 2 3 4 5 .00 3 .0000 12.50 3 37.4900 25.00 3 61.1700 37.50 3 65.2600 50.00 3 84.3300 100.00 3 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9.000. 6 91.9970 1.000 16 Lampiran 2 Tabel Anova sel Lestari MCM-B1 ANOVA Sum of Squares Between Groups 23812.954 Jumlah sel Within Groups 548.019 Total 24360,973 Between Groups 20182.131 Pertumbuhan Within Groups 75.899 Total 20258,030 Between Groups 20031.914 Penghambatan Within Groups 363.170 Total 20395.084 df Mean Square 5 12 17 5 12 17 5 12 17 F Sig. 4762.591 45.668 104.287 .000 4036.426 6.325 638.176 .000 4006.383 30.264 132.380 .000 Tabel Anova Sel Lestari MCA-B2 ANOVA Between Groups Jumlah sel Within Groups Total Between Groups Pertumbuhan Within Groups Total Between Groups Penghambatan Within Groups Total Sum of Squares 7256.368 614.179 7870.548 17283.399 81.697 17365.096 16796773 620.980 17417,754 df Mean Square 5 12 17 5 12 17 5 12 17 F Sig. 1451.274 51.182 28.355 .000 3456.680 6.808 507.734 .000 3359.355 51.748 64.917 .000 17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 08 Mei 1992 dari Bapak Timbul Siburian dan Ibu Rosti Br Sinukaban. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA N 1 TIGABINANGA, SUMATRA UTARA dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) dengan jurusan Kedokteran Hewan IPB. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Zen Pet klinik, Jakarta Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten Histologi Veteriner II di FKH IPB (2014-2015). Penulis juga aktif sebagai Anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik FKH IPB (2012/2013). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan Pengabdian Masyarakat di Bondowoso, Jawa Timur pada bulan Juli 2013. Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sebagai Sarjana Kedokteran Hewan. Judul penelitian adalah Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Temu Ireng terhadap Pertumbuhan Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara in vitro.