pengembangan strategi pengorganisasian pembelajaran

advertisement
1
PENGEMBANGAN STRATEGI PENGORGANISASIAN
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
UNTUK MEMBENTUK SIKAP TOLERANSI ANTARAGAMA SISWA
Thomas Kuslin, H.M. Asrori, Christanto Syam,
Pasca Sarjana Teknologi Pendidikan, FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak
Email: [email protected]
ABSTRAK: Masalah penelitian ini ialah bagaimana mengembangkan strategi
pengorganisasi pembelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) untuk membentuk sikap
toleransi antaragama siswa di Sekolah Dasar? Bentuk penelitian ini ialah deskriptif
kualitatif. Metode yang digunakan adalah studi kasus. Teknik pengumpulan data yang
digunakan ialah teknik pengamatan berperanserta (participant-observation), wawancara,
dan studi dokumentasi. Subyek penelitian ini adalah Guru PAK dan siswa kelas IV di
Sekolah Dasar Santa Monika. Temuan dalam penelitian ini: Pembelajaran PAK selama
ini dilaksanakan dalam pembelajaran berbasis KTSP. Guru PAK tidak membuat RPP,
hanya menggunakan apa yang sudah ada di buku paket saja. Peneliti melakukan
Pengembangan strategi pengorganisasian pembelajaran PAK yang khas teknologi
pendidikan yaitu berfokus pada belajar mandiri untuk perolehan belajar nilai toleransi
antaragama siswa di sekolah.Perolehan belajar yang relevan untuk memperoleh sikap
toleransi antaragama dilakukan oleh guru melalui analisa terhadap silabus PAK dan
Kompetensi Dasar pada materi Diriku yang Unik, Saya dan Orang Lain, dan
Menghormati Teman yang Beragama Lain.
Kata Kunci: strategi pengorganisasian pembelajaran, Pendidikan Agama Katolik, sikap
toleransi
ABSTRACT: The problem of this research is how to develop learning organizing
strategies Catholic Religious Education to form an interfaith tolerance attitude elementary
school students?The shape of this research is descriptive, naturalistic approach or
qualitative approach. The method used is a case study. Data collection techniques used
are observation techniques participate (participant- observation), interviews, and
documentation studies. The subject of this research is Catholic Religious Education
teacher and fourth grade students in Santa Monika Elementary School. The findings in
this study:Found fact that Catholic Religious Education teacher does not make lesson
plans, just use what is already there in the course textbooks. Therefore required the
development of learning Catholic Religious Education organizing strategy that focuses on
the acquisition of self-learning to learn the value of interfaith tolerance students at school.
Acquisition of relevant learning to obtain interfaith tolerance analysis is done by the
teacher through the syllabus Catholic Religious Education and basic competences in
material Unique Myself, Myself and Others, and Respect for Religious Another friend
who, when making lesson plans.
Keywords: learning organizing strategies, Catholic Religious Education, tolerance
2
Dasar Santa Monika Sungai Raya merupakan unit pendidikan swasta Katolik
Sekolah
di bawah naungan Yayasan Katolik Agus Raya, bukan dikelola oleh kaum religius
(imam, bruder, suster), tetapi oleh kaum awam. Jumlah siswa-siswi pada tahun akademik
2013/2014 berjumlah 567 orang, yang dibagi dalam 12 kelas, masing-masing dua kelas
(kelas A dan kelas B) untuk tiap tingkatannya. Walaupun semua tenaga pendidik dan
kependidikannya, yang berjumlah 22 orang adalah beragama Katolik, tapi Sekolah Dasar
Santa Monika menerima dan mendidik juga siswa-siswi non Katolik. Lebih dari 50%
siswanya bukan beragama Katolik; ada Budha, Protestan, Islam, dan Konghucu.Dalam
hal mata pelajaran agama, semua siswa diwajibkan mengikuti pelajaran Pendidikan
Agama Katolik (PAK).
Tujuan pembelajaran PAK adalah pengembangan pemahaman diri siswa dan
pengembangan pemahaman siswa terhadap orang lain, dengan cara menanamkan atau
menyediakan pengetahuan dan penghormatan terhadap agama dan tradisinya yang
berbeda-beda (sikap toleransi); yang dihubungkan dengan dimensi pendidikan yang
universal, hak azasi universal, prinsip-prinsip martabat manusia yang sederajat, toleransi
dan non diskriminasi. Melalui pembelajaran PAK diharapkan terjadinya pengembangan
pengetahuan iman, pembentukan identitas, internalisasi nilai-nilai, dan diperolehnya
gambaran tertentu tentang manusia dan kemanusiaan (Komisi Kateketik Konferensi
Waligereja Indonesia. 2010:1)
Perbedaan latarbelakang agama, etnis, sosial ekonomi, pendidikan dalam
keluargayang mayoritas keturunanTionghoa(Cina) para siswa merupakan fenomena
menarik untuk diteliti. Secara umum, pebelajar merasa sulit belajar PAK. Kesulitan itu
disebabkan bukan hanya karena mayoritas pebelajar berasal dari latarbelakang non
Katolik, sehingga tidak tertarik belajar PAK. Ketidaktertarikan belajar itu dapat
disebabkan oleh bentuk pembelajaran di kelas. Sistem pembelajaran yang konvensional
bukanlah hal yang salah. Tetapi idealnya, proses pembelajaran yang baik akan
menempatkan guru sebagai pengelola pembelajaran, bukan sebagai pemberi informasi
satu-satunya. Bagaimana Guru Agama Katolik mengajar di kelas dalam upaya
menjelaskan dan mengimplementasikan materi pemahaman siswa terhadap orang lain,
pengetahuan dan penghormatan terhadap agama dan tradisinya yang berbedabeda?Bagaimana pembelajaran PAK untuk membentuk perilaku toleransi antaragama
siswa SD Santa Monika yang mengikuti pelajaran itu?
Dalam pengamatan pra penelitian masih ditemukan fenomena-fenomena Guru
menggunakan cara pembelajaran konvensional, guru menerangkan dan siswa
mendengarkan. Guru tampil sebagai yang satu-satunya pemberi informasi, pembelajaran
berlangsung satu arah, siswa mendengarkan dan mengerjakan tugas pada buku paket.
Paradigmanya masih berfokus pada guru, pada proses pengajaran. Seharusnya,
paradigmanya berubah menjadi berfokus pada instruksional, pada pembelajaran. Proses
belajar harusnya membantu pebelajar untuk belajar secara mudah, menyenangkan,
mandiri, dan tuntas. Guru boleh ada atau boleh tidak ada. Tugas guru ialah merancang
bagaimana pebelajar dalam belajar (how to learn).
Ditemukan juga fenomena perilaku siswa di Sekolah Dasar Santa Monika, seperti:
kurangnya pengamalan nilai-nilai kebaikan yang sederhana (5 S: senyum, salam, sapa,
sopan, santun), kurangnyarasa hormat kepada guru dan karyawan,kurangnya kepedulian
terhadap sesama dan lingkungan sekolah, rendahnya rasa tanggung jawab individu,
belum maksimalnya sikap toleransi terhadap sesama siswa. Misalnya: tidak memberi
hormat dan sapaan ‘selamat pagi/siang’ ketika berpapasan dengan guru/karyawan,
3
membuang sampah sembarangan, kurang tertib dalam doa/ibadat di kelas ketika guru
belum hadir atau tidak mengawasi.
Sesungguhnya pendidikan agama di sekolah negeri atau swasta bisa dimaknai
sebagai salah satu media mengembangkan toleransi antaragama dan pluralisme.
Sejauhmana misi toleransi dan pluralisme ini bisa berjalan, sangat tergantung pada
masing-masing sekolah, terutama pengajar atau guru agama (Listia, dkk.
2007:130).Pengamatan pra penelitian, guru PAK di SD Santa Monika Sungai Raya,
belum secara eksplisit memasukan pembentuk sikap toleransi sebagai hasil belajar
pembelajaran PAK.
Urgensi penelitian tentang pengembangan strategi pengorganisasian pembelajaran
PAK dalam menumbuhkan sikap toleransi antaragama siswa di Sekolah Dasar Santa
Monika ini ialah untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran konvensional,
maka perlu dikembangkankan strategi pengorganisasian pembelajaran dengan
memperhatikan perbedaan kemampuan pebelajar, mendukung pembelajaran
perseorangan, mandiri, dan dapat memudahkan pebelajar untuk belajar.
Sikap toleransi antaragama siswa dipilih karena usia Sekolah Dasar (umur 6-12
tahun) termasuk dalam usia emas pembentukkan nilai-nilai karakter. Hal ini sangat
relevan dengan proses perkambangan psikologis siswa. Khususnya dalam hal pembiasaan
dan pembentukan perilaku. Karaketeristik psikologis siswa usiasekolah dasar adalah
masa-masa dominan dalam pembentukan karakter dan kepribadian (Wibowo, 2012: 7).
Pendidikan Agama pada dasarnya merupakan ilmu tindakan, maka pembelajaran agama
memerlukan strategi mendidik yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk
berkembang sesuai dengan kemampuannya. Penelitian ini mau mengupayakan diri
sebagai usaha pengembangan strategi pengorganisasian pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik yang berfokus pada pembelajaran belajar mandiri untuk perolehan belajar nilai
toleransi antaragama siswa di sekolah. Nilai-nilai karakter toleransi dapat dibentuk
melalui pendidikan dan pembelajaran di sekolah, khususnya Pendidikan Agama Katolik.
Berdasarkan latarbelakang tersebut penulis mengangkat permasalahan di atas
dengan judul“Pengembangkan StrategiPengorganisasian PembelajaranPendidikan
Agama Katolik Untuk Membentuk Sikap Toleransi Antaragama Siswa di Kelas IV
Sekolah Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya”.
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk: (1) menemukan strategi
pengorganisasian pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk membentuk sikap
toleransi antaragama siswa di Kelas IV Sekolah Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu
Raya, (2) mendeskripsikan perolehan belajar dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Katolikyang relevan untuk perolehan sikap toleransi antaragama siswa di Kelas IV
Sekolah Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya, (3) Mendeskripsikan penghayatan
dan perilaku spiritual siswa yang mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di
Kelas IV Sekolah Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya, (4) mendeskripsikan
perilaku toleransi siswa yang mengikuti Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
terhadap orang lain baik yang seagama maupun yang berbeda agama di Kelas IV Sekolah
Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya.
Definisi belajar sangat beragam dan terus berkembang.Miarso (2004:62)
menyebut belajar sebagai objek formal teknologi pendidikan. Lebih lanjut ia
mengemukakan bahwa belajar tidak hanya berlangsung dalam lingkup persekolahan
ataupun pelatihan. Belajar itu ada di mana saja dan oleh siapa saja, dengan cara dan
sumber apa saja yang sesuai dengan kondisi dan keperluan.
4
Prawiladilaga (2012: 67) menegaskan bahwa belajar tidak hanya merujuk
pada aktivitas organik berpikir, otak. Belajar bertujuan untuk meningkatkan kualitas
seseorang. Belajar adalah peningkatan kompetensi. Belajar menjadi salah satu upaya
seseorang untuk mewujudkan cita-citanya. Belajar berkenaaan dengan tatanan dan
nilai-nilai yang ditularkan dari generasi ke generasi. Belajar menjadi salah satu
peradaban manusia.
Melengkapi pandangan tentang belajar, Meyer dalam Reigeluth (1999: 5)
mengemukakan pengertian belajar sebagai “...perubahan yang relatif permanen dalam
pengetahuan dan perilaku seseorang yang diakibatkan oleh pengalaman”. Pengalaman
yang sengaja didesain untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
seseorang akan menyebabkan berlangsungnya proses belajar.
Jadi, belajar (learning) dapat didefinisikan sebagai ‘perubahan terus-menerus
dalam kemampuan yang berasal dari pengalaman pebelajar dan interaksinya dengan
dunia. Sebagian besar orang tidak belajar dengan cara diberitahu, tetapi dengan berbuat.
Belajar merupakan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, atau sikap yang baru ketika
seseorang berinteraksi dengan informasi dan lingkungan.
Ada tiga hal penting yang dapat disimpulkan dari definisi belajar tersebut di atas.
Pertama, belajar adalah suatu proses. Belajar bukanlah suatu produk atau sesuatu yang
berwujud. Belajar tercermin dalam perilaku dan kinerja seseorang. Kedua, adanya
perubahan dalam arti luas, yaitu perubahan dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan
tingkah laku sesorang. Perubahan tersebut berjangka waktu panjang atau lama. Ketiga,
belajar bukanlah sesuatu yang dikenai atau diterapkan pada peserta didik, melainkan
kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri. Pengalaman menjadi kondisi
penting yang diperlukan untuk proses belajar.
Dari definisi belajar yang telah dikemukakan di atas, diperoleh kesimpulan
tentang beberapa konsep penting yang meliputi: (1) perubahan perilaku bersifat
permanen, (2) perubahan terjadi pada struktur dan isi pengetahuan orang yang belajar,
dan (3) penyebab terjadinya perubahan pengetahuan dan perilaku adalah pengalaman
yang dialami oleh siswa, bukan pertumbuhan atau perkembangan. Proses belajar dapat
berlangsung baik dalam situasi formal maupun situasi informal.
Istilah belajar yang dibahas dalam penelitian ini adalah proses belajar yang
sengaja diciptakan (intentional learning), bukan belajar yang terjadi secara spontan
(incidental learning). Incidental learning biasa juga disebut dengan proses belajar
internal, yang sifatnya tidak dapat diamati dan tidak dapat direkayasa. Sedangkan
intentional learning, yang disebut juga dengan proses belajar eksternal, sifatnya dapat
diamati dan direkayasa. Untuk dapat berlangsung efektif dan efisien, proses belajar
eksternal ini perlu dirancang menjadi sebuah kegiatan pembelajaran.
Miarso (2009: 144) memakai istilah pembelajaran sebagai aktivitas atau kegiatan
yang berfokus pada kondisi dan kepentingan pembelajar (learner centred). Istilah
pembelajaran digunakan untuk menggantikan istilah “pengajaran” yang lebih bersifat
sebagai aktivitas yang berfokus pada guru (teacher centred). Oleh karenanya, kegiatan
pengajaran perlu dibedakan dari kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran
atau proses belajar, seorang perancang atau pengembang sumber belajar sudah harus
membuat apa yang disebut dengan preskripsi tugas belajar. Secara umum dipahami
bahwa sebelum tampil di kelas hendak mengajar, Guru sudah mempersiapkan segala
sesuatu yang terkait dengan pembelajaran. Diantara segala persiapan itu, guru sudah
membuat preskripsi tugas belajar (learning task). Preskripsi tugas belajar adalah apa
5
yang seharusnya, ketentuan, petunjuk yang relevan terkait materi yang akan disampaikan,
penjabaran dari tujuan dan sub-sub tujuan belajar.
Dalam penelitian ini, fokusnya ialah
belajar merupakan pengembangan
pengetahuan, ketrampilan, atau sikap yang baru ketika seseorang berinteraksi dengan
informasi dan lingkungan. Lingkungan belajar diarahkan oleh guru sebagai fasilitator.
Lingkungan itu mencakup fasilitas fisik, suasana akademik dan emosional, metode, serta
media yang digunakan.Menurut Smaldino, dkk (2011: 12) karena guru sebagai fasilitator
bertanggungjawab ‘mengatur’ lingkungan belajar, maka penting untuk mengetahui bahwa
guru harus memfasilitasi empat ranah utama belajar: kognitif, afektif, kemampuan
motorik, dan kemampuan interpersonal.
Spesifikasi untuk menyeleksi dan mengatur kejadian-kejadian dan kegiatankegiatan dalam satuan pelajaran itu disebut dengan strategi pembelajaran (Seels and
Richey, 1994: 31). Lebih lanjut mereka membedakan antara strategi makro dan strategi
mikro.Variabel strategi mikro adalah metode-metode untuk mengorganisasikan instruksi
pada ide tunggal.Mereka juga memasukkan komponen-komponen seperti definisi,
contoh, praktik, alternatif refresentasi.Sedangkan variabel-variabelstrategimakroadalah
elemen atau metode untuk mengorganisasikan semua aspek-aspek instruksi yang
berhubungan terhadap lebih dari satu ide, kerangka sintesa dan kesimpulan ide-ide yang
diajarkan.
Menurut Dick and Carrey (dalam Uno, 2012:1), strategi pembelajaran
menjelaskan komponen-komponen umum dari seperangkat bahan pembelajaran dan
prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk
menghasilkan hasil belajar tertentu pada pebelajar. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
terdapat lima komponen umum yang terkandung dalam strategi pembelajaran, yaitu (1)
kegiatan pra-instruksional; (2) penyajian informasi; (3) peran serta pebelajar; (4) tes atau
evaluasi; dan (5) kegiatan tindak lanjut. Secara garis besar semua komponen tersebut
secara lengkap, sesuai urutan pembelajaran memiliki komponen-komponen sebagai
berikut: (1) kegiatan pra-instruksional, berisi motivasi, tujuan, tingkah laku awal; (2)
penyajian informasi, berisi: urutan pembelajaran, informasi atau uraian, contoh-contoh;
(3) peranserta pebelajar, berisi latihan dan umpan balik; (4) tes atau evaluasi, berisi test
awal dan test akhir; dan (5) kegiatan tindak lanjut, berisi perbaikan, pengayaan, transfer
dan pendalaman.
Berkaitan dengan komponen umum strategi pembelajaran, Gagne & Briggs
(dalam Uno, 2012:23) menyebutnya sebagai sembilan urutan kegiatan pembelajaran,
yaitu: (1) memberikan motivasi atau menarik perhatian; (2) menjelaskan tujuan
pembelajaran kepada pebelajar; (3) meningatkan kompetensi pra-syarat; (4) memberikan
stimulus, yaitu menyajikan materi pembelajaran (masalah, topik, konsep); (5)
memberikan petunjuk belajar (cara mempelajari); (6) menimbulkan penampilan
pebelajar; (7) memberikan umpan balik: (8) menilaikan penampilan; (9) menyimpulkan.
Sembilan urutan kegiatan pembelajaran ini mereka sebut juga sebagai peristiwa
pembelajaran, pada dasarnya merupakan urutan dalam mengatur kondisi pembelajar
(eksternal) untuk membantu proses belajar dalam diri pebelajar (internal) yaitu agar
informasi yang diberikan pembelajar dapat diterima dan dicerna dengan baik oleh
pebelajar.
Jadi, yang dimaksud dengan strategi pembelajaran adalah berkenaan dengan
pendekatan pembelajaran sebagai suatu cara yang sistematik dalam mengkomunikasikan
isi pelajaran kepada pebelajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi
6
pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi
pembelajaran kepada pebelajar, metode dan teknik pembelajaran, dan media
pembelajaran yaitu berupa peralatan dan bahan pelajaran, serta waktu yang digunakan
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dengkan kata lain,
strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih
dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkobinasikan lima komponen sistem
pembelajaran, yaitu yang terdiri dari pebelajar, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar
tercapai tujuan belajar.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses
pembelajaran. Menurut Uno (2012:45), paling tidak ada tiga jenis strategi yang berkaitan
dengan pembelajaran, yakni (1) strategi pengorganisasian pembelajaran, (2) strategi
penyampaian pembelajaran, dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran.
Dalam penelitian ini fokus pembahasan ditekankan pada strategi pengorganisasian
pembelajaran.Strategi pengelolaan pembelajaran menekankan pada penjadwalan
penggunaan setiap komponen strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian
pembelajaran, termasuk di dalamnya pembuatan catatan tentang kemajuan belajar peserta
didik.
Menurut Uno (2012:45) strategi mengorganisasi isi pembelajaran disebut sebagai
struktural strategi, yang mengacu pada cara untuk membuat urutan (sequencing) dan
mensintesis (synthesizing) fakta, konsep, prosedur, dan prinsip yang berkaitan.
Sequencing mengacu pada pembuatan urutan penyajian isi bidang studi, dan synthesizing
mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada siswa keterkaitan antara fakta, konsep,
prosedur, atau prinsip yang terkandung dalam suatu bidang studi.
Strategi pengorganisasian pembelajaran sebagai suatu pendekatan menyeluruh
oleh Romiszowski (Miarso, 2009: 530) dibedakan menjadi dua strategi dasar, yaitu
ekspositori (penjelasan) dan diskoveri (penemuan). Kedua strategi itu dapat dipandang
sebagai dua ujung yang berlawanan dalam suatu kontinum strategi. Di antara kedua ujung
strategi itu terdapat sejumlah strategi lain.
Lebih lanjut, Miarso (2009: 531) menjelaskan bahwas strategi ekspositori
didasarkan pada teori pemrosesan informasi. Pada garis besarnya teori pemrosesan
informasi (information processing learning) menjelaskan proses belajar sebagai berikut:
(a) Pembelajar menerima informasi mengenai prinsip atau dalil yang dijelaskan dengan
memberikan contoh, (b) Terjadi pemahaman pada diri pembelajar atas prinsip atau dalil
yang diberikan, (c) Pembelajar menarik kesimpulan berdasarkan kepentingannya yang
khusus, (d) Terbentuknya tindakan pada diri pembelajar, yang merupakan hasil
pengolahan prinsip atau dalil dalam situasi yang sebenarnya.
Strategi discoveri didasarkan pada teori pemrosesan pengalaman, atau disebut
pula teori belajar berdasarkan pengalaman (experiential learning). Pada garis besarnya
proses belajar menurut teori ini berlangsung sebagai berikut: (a) pembelajar bertindak
dalam suatu peristiwa khusus, (b) timbul pemahaman pada diri pembelajar atas peristiwa
khusus itu, (c) pembelajar mengeneralisasikan peristiwa khusus itu menjadi suatu prinsip
umum, (d) terbentuknya tindakan pembelajar yang sesuai dengan prinsip itu dalam situasi
atau peristiwa baru.
Penerapan strategi diskoveri ini berlangsung dengan langkah-langkah berikut: (a)
diberikan kesempatan kepada pembelajar untuk berbuat dan mengamati akibat suatu
tindakan, (b) diberikan tes pemahaman tentang adanya hubungan sebab-akibat serta
diberikannya kesempatan ulang untuk berbuat bilamana dipandang perlu, (c) diusahakan
7
terbentuknya prinsip umum dengan latihan pendalaman dan pengamatan tindakan lebih
banyak, (d) diberikan kesempatan untuk penerapan informasi yang baru dipelajari dalam
situasi yang sebenarnya.
Strategi ekspositori erat sekali kaitannya dengan pendekatan deduktif, dan strategi
diskoveri dengan pendekatan induktif. Pendekatan deduktif adalah pengajaran yang
berangkat dari yang general, umum, ke yang khusus, mendetail. Pendekatan mengajar
yang bermula dari suatu atau beberapa rumus, prinsip, hukum, teori, peraturan, atau
peristiwa umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini, diikuti dengan
aplikasinya ke atas contoh-contoh yang dikhususkan. Pendekatan induktif merupakan
prosedur yang berpangkal dari peritiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Namun,
meskipun secara konseptual strategi instruksional itu dapat dibedakan, dalam praktik
sering digabungkan. Para pendidik cenderung lebih banyak menggunakan strategi
eskpositori karena ditinjau dari pertimbangan waktu lebih hemat dan lebih mudah
dikelola.
Menganalisis perolehan belajar merupakan komponen penting yang perlu
dipertimbangan dalam merencanakan pengorganisasian pembelajaran. Sebab segala
kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Istilah perolehan
belajar adalah khas di kalangan teknolog pembelajaran. Istilah umum yang lazim
digunakan ialah tujuan pembelajaran.
Uno (2012, 34) meringkas perkembangan pengertian yang diberikan para ahli
pembelajaran tentang perolehan belajar. Ada tiga kelompok pendapat yang
dikemukakannya. Pengertian pertama, perolehan belajar dimaknai sebagai perilaku yang
hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu. Pengertian kedua, memandang bahwa perolehan belajar adalah suatu
pernyataan spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan
dalam tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat
berupa fakta yang konkret serta dapat dilihat dan fakta yang tersamar. Pengertian ketiga,
perolehan belajar adalah suatu pernyataan yang jelas dan menunjukkan penampilan atau
ketrampilan siswa tertentu yang diharapkan dicapai sebagai hasil belajar.
Perolehan belajar biasanya diarahkan pada salah satu kawasan dari taksonomi.
Misalnya, Benyamin S. Bloom dan D. Krathwohl memilah taksonomi pembelajaran
dalam tiga kawasan (1) kognitif, (2) afektif, dan (3) psikomotor (Uno, 2012: 34-44)
Penuangan perolehan belajar dalam rancangan pembelajaran bukan saja akan
memperjelas arah yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran, tetapi dari segi
efisiensi diperoleh hasil yang maksimal. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh
melalui penuangan perolehan belajar dalam rancangan pembelajaran antara lain: waktu
mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat, guru dapat menetapkan
berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya disajikan dalam setiap
pelajaran, guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar
yang paling cocok dan menarik.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini perolehan belajar dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik difokuskan pada pemahaman konsep toleransi beragama,
perilaku toleransi antaragama siswa, dan penghayatan dan perilaku spiritual. Menurut
Kesuma, dkk. (2012: 110), pembelajaran dalam pendidikan nilai-nilai karakter adalah
pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku siswa secara
utuh yang didasarkan atau dirujuk pada suatu nilai, dalam hal ini adalah nilai dan sikap
8
toleransi. Pengalaman belajar siswa dalam pendidikan membentuk sikap toleransi
merupakan suatu proses terpadu antara proses di kelas, sekolah, dan rumah. Hal ini
mengimplikasikan bahwa guru harus merancang strategi pengorganisasian pembelajaran
mengenai pengalaman apa yang harus dilalui oleh siswa dalam upaya penguatan nilai
toleransi di sekolah dan di rumah. Yang harus dipikirkan oleh guru dalam rencana
pembelajaran bukan lingkup kelas saja, tapi juga lingkup sekolah dan rumah, bahkan
masyarakat di suatu daerah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan produk untuk memecahkan
masalah lokal berkaitan dengan strategi pengorganisasian pembelajaran dalam
Pendidikan Agama Katolik untuk membentuk sikap toleransi di Kelas IV Sekolah Dasar
Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya. Pemahaman tentang pengembangan strategi
pengorganisasian pembelajaran itu dapat diteliti dengan mengamati aktivitas guru dan
siswa serta lingkungannya melalui bukti-bukti empirik. Oleh sebab itu, pendekatan yang
cocok digunakan adalah pendekatan naturalistik atau disebut juga pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan kiat yang digunakan dalam mendapatkan informasi atau
data dengan cara-cara yang manusiawi, yaitu memperlakukan informan (subyek sumber
data) sebagai sahabat yang setara secara alamiah tanpa rekayasa atau pengkondisian.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penelitian mendalam
mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap atau
terorganisasi baik mengenai hal tersebut.
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengamatan berperanserta (participantobservation), wawancara, dan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data. Dalam
upaya memperoleh data yang diinginkan, maka subyek penelitian ini adalah Guru
Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar Santa Monika sebagai sumber data utama.
Untuk keperluan triangulasi dalam usaha mengecek kebenaran data yang telah diperoleh
maka dibutuhkan informan yang relevan sebagai sumber data pendukung, yaitu kepala
sekolah, dua orang siswa, dan dua orang tua siswa.
Menurut Moleong (1993: 189-214) analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (dinarasikan). Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Pengecekan keabsahan data atau kredibilitas dalam penelitian ini diupayakan
dengan cara melakukan triangulasi. Triangulasi yang dilakukan adalah triangulasi sumber
dan triangulasi metode. Triangulasi sumber adalah pengecekan data yang diperoleh dari
sumber Guru Agama Katolik dicek keabsahannya melalui sumber lainya yaitu siswa dan
Kepala Sekolah. Sedangkan triangulasi metode adalah pengecekan data yang diperoleh
melalui metode observasi, dicek keabsahannya melalui wawancara dan studi
dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan observasi pada kegiatan pembelajaran PAK di kelas dan wawancara
dengan Guru PAK (DA), selama ini telah berusaha melaksanakan pembelajaran
9
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Ditemukan kenyataan bahwa
Guru PAK tidak membuat sendiri rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) PAK.DA
berkata: “ Saya tidak membuat RPP lagi, cukup menggunakan apa yang sudah ada di
buku paket; yang penting setiap siswa juga memiliki buku paket (buku siswa).
Pembelajaran PAK mengacu pada buku paket yang dimiliki guru dan siswa”.
Guru melaksanakan pembelajaran dengan hadir di ruang kelas. Tidak tampak
urutan atau rangkaian kegiatan pembelajaran yang didesain untuk mencapai tujuan
pembelajaran (perolehan belajar) atau perolehan sikap toleransi antaragama siswa. Guru
hadir sebagai sosok yang memberi ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Guru
PAK masih berfokus pada pengajaran, belum berorientasi pada pembelajaran.
Berdasarkan lembar observasi kegiatan pembelajaran, dari indikator yang diamati
pada kegiatan inti pembelajaran pada umumnya menunjuk pada hasil kurang baik pada
penguasaan materi pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran secara runtut, pemanfaatan
sumber belajar atau media pembelajaran, menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa
dalam belajar.
Guru PAK (DA) beranggapan bahwa dengan metode yang biasa digunakannya
dapat membantu siswa memahami materi pembelajaran, siswa dapat menjawab soal-soal
test. Asal siswa-siswi memiliki buku paket, mereka tetap dapat mengikuti proses
pembelajaran yang disajikan. Nilai rata-rata siswa umumnya masih di atas angka
ketuntasan minimal sebagai syarat untuk kenaikan kelas. Nilai ketuntasan minimalnya
adalah 75.
Ketika dikonfirmasi kepada siswa mengenai strategi pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik, diperoleh tanggapan yang sama. Guru dalam pembelajaran PAK di kelas
IV SD Santa Monika dominan menggunakan ceramah dan penugasan. Materi-materi
yang terkait dengan Kitab Suci dan Ajaran Gereja sering disajikan dengan metode
ceramah dan penugasan saja, kurang menggunakan media pembelajaran atau sumber
belajar yang membangkitkan antusiasme siswa.
Dalam wawancara dengan Guru PAK terkait strategi pengorganisasian
pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk membentuk sikap toleransi antaragama
siswa di kelas IV Sekolah Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya diperoleh
tanggapan positif. Guru juga melakukan modifikasi terhadap materi pembelajaran PAK.
Materi-materi pokok sesuai dengan kurikulum nasional, biasanya tidak semua
disampaikan sesuai dengan buku pegangan guru. Modifikasi yang dilakukan Guru
terhadap isi atau bahan pembelajaran dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan peserta
didik yang mengikuti pembelajaran PAK merupakan siswa yang mayoritasnya tidak
beragama Katolik.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan Guru PAK, diperoleh data
bahwa buku pegangan guru PAK sudah memuat isi dan langkah-langkah proses
pembelajaran. Hal ini membuat guru terpaku dengan materi yang sudah tertera dalam
dalam buku pegangan. Setiap langkah kegiatan sudah diuraikan secara terperinci,
sehingga guru menjadi kurang kreatif mengembangkan materi lebih lanjut. Kendala yang
terkait dengan terbatasnya waktu jam pelajaran, sejak diberlakukannya kurikulum 2013,
sudah teratasi dengan pengabungan pelajaran Pendidikan agama Katolik dengan Budi
Pekerti.
Buku teks Pendidikan Agama Katolik untuk tingkat Sekolah Dasar yang digunakan
oleh Guru PAK adalah buku terbitan Komisi Kateketik KWI tahun 2011 dengan judul
Menjadi Sahabat Yesus. Buku teks ini hanya memuat materi-materi pokok untuk
10
pembelajaran, yang belum dirinci dalam langkah-langkah kegiatan pembelajaran. Dengan
demikian kreatifitas guru PAK semakin dituntut untuk memilih strategi pembelajaran dan
merancang media pembelajaran yang cocok untuk materi pelajarannya. Di samping itu,
guru-guru PAK sangat disarankan untuk memperkaya proses pembelajarannya dengan
mencari sumber-sumber belajar lain yang berkaitan dengan pokok bahasan yang
diajarkannya.
Dalam penelitian ini, penulis menampilkan story board pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik untuk membentuk sikap toleransi antaragama di kelas IV Sekolah Dasar
Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya. Persiapan dan proses pembelajaran ini
merupakan pengembangan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada
umumnya. Pengorganisasian pembelajaran PAK dibuat sebagai model skenario desain
pesan untuk belajar mandiri. Langkah-langkah kegiatan atau urutan pembelajarannya
ialah: (a)Menggali Pengalaman Sehari-hari, (b) Menggali Kisah Kitab Suci, (c) Aktivitas
(Bermain), (d) Peneguhan/Rangkuman, (e) Membangun Niat, (f) Lembar Penilaian Orang
Tua, (g) Uji Kompetensi (soal test).
Pembelajaran PAK di SD Santa Monika Sungai Raya dilakukan secara holistik.
Pembelajaran holistik terjadi bila kurikulum menampilkan tema yang mendorong
terjadinya eksplorasi atau kejadian secara otentik dan alamiah. Prinsip-prinsip
pembelajaran holistik itu berlangsung secara terkontrol di sekolah ini, terintegrasi ke
dalam kebijakan sekolah dalam pengembangan diri dan budaya sekolah yang
dikhususkan pelaksanaannya pada setiap hari Sabtu.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah dalam kegiatan pembelajaran dicoba untuk
dijalankan dengan maksimal, sehingga tujuan akhir (perolehan belajar) pembelajaran
PAK dapat tercapai. Tujuan akhir dari pembelajaran PAK di sekolah adalah agar siswa
dapat menghayati pengalaman imannya, kemudian dirayakan dalam perayaan liturgi
(ibadat/kebaktian) dan diwujudnyatakan dalam sikap perilaku hidup sehari-hari dalam
keluarga dan masyarakat. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan
pendidikan nilai sikap toleransi ini mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima
nilai-nilai itu sebagai milik mereka sendiri. Siswa diharapkan belajar melalui proses
berpikir, bersikap, dan berbuat.
Menurut penuturan Guru Agama Katolik di SD Santa Monika Sungai Raya (DA),
sejak persiapan sudah disadari bahwa tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah
pengembangan pemahaman diri siswa dan pengembangan pemahaman siswa terhadap
orang lain, dengan cara menanamkan atau menyediakan pengetahuan dan penghormatan
terhadap agama dan tradisinya yang berbeda-beda; yang dihubungkan dengan dimensi
pendidikan yang universal, hak azasi universal, prinsip-prinsip martabat manusia yang
sederajat, toleransi dan non diskriminasi. Jadi, di dalam setiap pertemuan pelajaran di
kelas, selain hendak dicapai kompetensi dasar dan kompetensi instruksional, juga selalu
diupayakan hal perolehan belajar terkait sikap toleransi antaragama dalam diri siswa.
Hal perolehan belajar terkait sikap toleransi antaragama dalam diri siswa ini
diperoleh dengan mengidentifikasi dan mengembangkan silabus PAK Sekolah Dasar di
kelas IV, pada materi pokok kedua (Saya dan orang lain), dan ketiga (Menghormati
teman yang beragama lain).Sejauh pengamatan penulis, selama kurang lebih satu tahun
penelitian, penghayatan dan perilaku spiritual siswa yang mengikuti pelajaran PAK di SD
Santa Monika Sungai Raya menunjukkan dinamika yang menggembirakan. Hal ini dapat
dilihat dari sikap siswa yang mengikuti pembelajaran PAK, kesaksian dewan guru dan
kesaksian dari orang tua siswa.
11
Proses pembelajaran PAK di SD Santa Monika Sungai Raya selain untuk
menambah pengetahuan keagamaan, juga untuk membentuk penghayatan dan perilaku
spiritual siswa. Berdasarkan wawancara dengan guru PAK, dijelaskan bahwa di kelas IV,
materi-materi pembelajaran PAK memang terkait langsung dengan penemuan dan
penyadaran akan keunikan anugerah Allah dalam diri siswa. Siswa dilatih kemampuankemampuan rohaninya, seperti kemampuan berdoa, sikap takwa, rajin beribadah.
Siswa di SD Santa Monika, dalam penelitian ini subjeknya adalah kelas empat,
didominasi oleh etnis Tionghoa dan mayoritas non Katolik. 68% siswa tidak beragama
Katolik. Latarbelakang etnis dan agama non Katolik ini membawa kesulitan tersendiri
dalam rangka penghayatan dan perilaku spiritual siswa yang mengikuti pelajaran PAK di
SD Santa Monika Sungai Raya.
Selama kurang lebih satu tahun mengikuti perkembangan siswa dari kelas tiga ke
kelas empat terasa dinamika penghayatan dan perilaku spiritual siswa yang mengikuti
pelajaran PAK di SD Santa Monika Sungai Raya. Dari observasi dan wawancara dengan
siswa diperoleh data, bahwa mereka mengalami perkembangan penghayatan dan perilaku
yang sangat signifikan.
Hasil akhir dari pengamatan tentang dinamika perkembangan penghayatan dan
perilaku spiritual siswa yang mengikuti pembelajaran PAK di SD Santa Monika sebagai
berikut: 2% mulai terlihat (MT), 32 % makin berkembang (MK), dan 64% mulai
membudaya (MB). Berdasarkan pengamatan itu tidak ditemukan dinamika siswa yang
tidak terlihat (BT).
Tabel 1
Dinamika Perkembangan Penghayatan dan Perilaku Spiritual Siswa
yang Mengikuti Pelajaran PAK
Belum Terlihat (BT)
0%
Mulai Terlihat (MT)
2%
Mulai Berkembang (MK)
32%
Mulai Membudaya (MB)
64%
Berdasarkan hasil pengamatan dinamika perkembangan penghayatan dan
perilaku spiritual siswa yang mengikuti pelajaran PAK di SD Santa Monika Sungai Raya
di atas, ada perkembangan yang cukup berarti terkait sikap berdoa dan ketaqwaan dalam
beribadah, hidup rukun dengan pemeluk agama lain mulai dari belum terlihat (BT)
menunju ke mulai berkembang (MK). Salah seorang siswa (SC kls IV B)
mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut: “Selama mengikuti pelajaran PAK di SD
Santa Monika ini saya menemukan dan mengalami perkembangan dalam hidup rohani.
Sekarang, saya sudah pandai berdoa sendiri dan rajin beribadah. Saya senantiasa
bersyukur kepada Tuhan, karena diberi kemampuan yang unik. Saya selalu berdoa supaya
bisa hidup bersama orang lain dengan penuh hormat, rukun, dan damai.”
Banyak siswa mengaku memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru. Sebagian
besar siswa dengan latarbelakang keluarga Budha dan etnis Tionghoa, tidak mendapat
banyak pengetahuan dan pengalaman hidup doa di rumah, tetapi di sekolah mereka
belajar bersama teman-teman tentang hidup doa. Latihan dan pembiasaan yang dilakukan
sekolah sangat membantu. Hal ini tidak hanya diperoleh melalui pelajaran PAK, tetapi
juga kebiasaan yang diberlakukan di lingkungan sekolah. Misalnya, berdoa Angelus
setiap pukul 12.00 wib.
12
Seorang siswa lain (FC, kls IVA, Budha) menuturkan: “Mula-mula pelajaran
Agama Katolik tidak menyenangkan. Saya ikut pelajarannya karena bersifat wajib. Setiap
hari, di awal dan akhir pelajaran kami berdoa bersama. Tiap jam 12.00 wib kami berhenti
beraktivitas untuk berdoa Angelus bersama-sama. Saya tidak mengerti maksudnya apa.
Setelah dijalani dan diterangkan makna doa tersebut, lama kelamaan saya mendapatkan
banyak pengetahuan dan pengalaman. Saya menyenangi pelajaran PAK.”
Dari pendapat siswa di atas, terlihat bahwa bahwa paling tidak ada dua hal yang
tercapai dalam pembelajaran PAK. Pertama, perubahan menyangkut motivasi mengikuti
pembelajaran PAK. Mula-mula siswa mengikuti pembelajaran PAK hanya sekedar
memenuhi kewajiban. Seiring dengan berjalannya waktu, motivasi mengikuti
pembelajaran PAK bukan lagi karena terpaksa, sekedar mendapatkan nilai (angka) dalam
rapor. Pembelajaran PAK yang dikaitkan dengan kehidupan konkret siswa sehari-hari dan
disajikan dengan menarik, akan sangat memotivasi siswa.
Kedua, terjadinya pembentukkan sikap dan perilaku religius siswa. Pembiasaanpembiasaan perilaku religius, seperti: berdoa, mengikuti ibadat dan perayaan keagamaan,
mula-mula diikuti dengan acuh tak acuh, akhirnya mulai terlihat dan berkembang
membentuk perilaku religius siswa. Pembelajaran PAK tidak hanya menambah
pengetahuan keagamaan (segi kognitif), tetapi juga membentuk perilaku sebagai orang
beriman (segi afektif dan psikomotorik). Karena selain memenuhi muatan kurikulum, SD
Santa Monika juga menyediakan program khusus untuk pembinaan kerohanian, berupa
Perayaan Misa Sekolah, rekoleksi, dan wisata rohani (ziarah) ke Gua Maria pada Bulan
Mei dan Oktober.
Tanggapan dari orangtua siswa tentang dinamika perkembangan penghayatan dan
perilaku spiritual putra-putrinya yang mengikuti pelajaran PAK di SD Santa Monika
Sungai Raya sangat positif. Walaupun sebagian orang tua beragama bukan Katolik, tetapi
ada keyakinan bahwa dengan memasukkan putra-putri mereka di sekolah ini, maka
pembinaan rohani dapat diterima secara maksimal oleh putra-putri mereka. Keyakinan
dari para orang tua siswa ini juga yang menjadi alasan orangtua siswa memilih SD Santa
Monika Sungai Raya menjadi rujukan tempat pendidikan putra-putri mereka. Sekolah ini
masih menjadi sekolah yang banyak diminati para orang tua karena mutunya. Mutu
sekolah dimaksud tidak sekedar mengejar prestasi akademik melulu, tetapi juga
menanamkan nilai-nilai sebagai keutamaan hidup.
Kerinduan akan kedamaian dan kerukunan, kerinduan hidup berdampingan
terekam pula dalam pola tingkah pergaulan siswa-siswi di SD Santa Monika Sungai
Raya. Perbedaan agama dan latarbelakang etnis tidak menjadi hambatan dalam berelasi.
Hal yang istimewa justru tampak dalam hal-hal biasa sehari-hari, seperti menjadi teman
bermain di sekolah maupun sepulang dari sekolah. Menyebut contoh lain dari perilaku
toleransi itu antara lain: saling memberikan ucapan selamat pada hari raya keagamaan,
tidak mengganggu mereka yang sedang beribadat, saling berkunjung pada hari raya
teman yang merayakan Natal atau Imlek.
Berdasarkan hasil observasi selama penelitian, perilaku toleransi siswa di SD
Santa Monika juga tampak dalam keikutsertaan dalam suasana doa atau ibadat tanpa
merasa terpaksa. Perilaku ini diupayakan oleh pihak sekolah melalui kegiatan rutin
peringatan perayaan keagamaan di lingkungan sekolah. Misalnya: Misa di Gereja
memperingati Hari Raya Natal.
Menurut DA, guru PAK, sikap siswa dalam menghormati teman yang seagama
dan yang berbeda agamanya juga diupayakan melalui pembelajaran PAK dengan
13
penyadaran akan perlunya siswa-siswi memiliki kepekaan terhadap teman-temannya
yang beragama lain dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam agama yang
mereka anut.
FC (kls IVA, Budha) menuturkan: “Melalui pelajaran Pendidikan Agama Katolik
di sekolah, kami diajarkan hidup berdampingan dan bersaudara meski berbeda agama dan
etnis. Perbedaan di antara kami adalah sesuatu yang indah dan anugerah dari Tuhan”.
Pembahasan
Dalam penelitian ini telah diupayakan pengorganisasian pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik untuk perolehan belajar yang relevan dengan sikap toleransi antaragama
siswa di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya. Dalam penelitian ini, penulis
menampilkan contoh pengorganisasian pembelajaran dalam persiapan dan proses
pembelajaran yang merupakan pengembangan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) pada umumnya. Hal ini juga merupakan contoh atau model strategi
pengorganisasian pembelajaran PAK yang dibuat sebagai model skenario desain pesan
untuk belajar mandiri.
Strategi pengorganisasian pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem
pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkobinasikan
lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri dari pebelajar, pesan, bahan,
alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif adalah pengajaran yang berangkat dari yang
general, umum, ke yang khusus, mendetail. Pendekatan yang bermula dari fakta
keberagamanan dan sikap toleransi antaragama di Indonesia, suatu peristiwa umum yang
kebenarannya telah diketahui dan diyakini, diikuti dengan aplikasinya ke atas contohcontoh yang dikhususkan dan dialami siswa.
Terdapat tujuh langkah kegiatan atau urutan pembelajaran yang diupayakan
berfokus pada siswa. Siswa menjadi lebih aktif, dan belajar secara mandiri. Urutannya
meliputi: (a) Menggali Pengalaman Sehari-hari, (b) Menggali Kisah Kitab Suci, (c)
Aktivitas (Bermain), (d) Peneguhan/Rangkuman, (e) Membangun Niat, (f) Lembar
Penilaian Orang Tua, (g) Uji Kompetensi (soal test).
Pada urutan pertama, siswa diajak menggali pengalaman sehari-harinya. Hal ini
dilatarbelakangi bahwa pada diri siswa sudah diwarisi anugerah iman. Anugerah iman itu
harus diolah dalam keterkaitannya dengan pengolahan pribadi siswa dengan segala
aktivitasnya. Di dalamnya ada pengalaman kehidupan sehari-hari, ada olah kesadaran,
ada olah intelektual. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran PAK sebagai usaha untuk
memampukan siswa menjalani proses pemahaman, pergumulan, dan penghayatan iman
dalam konteks hidupnya. Iman yang sudah dimiliki dan dianugerahkan oleh Tuhan pada
tiap manusia harus dimaknai atau dipahami dengan mempelajarinya. Tidak ada jalan
pintas dalam beriman. Pengalaman hidup beriman harus melewati proses dan langkah
demi langkah. Penghayatan iman tidak ditemukan dalam rumusan-rumusan yang
diberikan oleh orang lain. Iman mendapat maknanya dalam penghayatan hidupnya
sendiri, dalam suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan dalam hidup. Tahap ini
dilaksanakan dengan mengeksplorasi (mengali) pengalaman siswa terkait dengan materi
pokok yang dipelajari. Pengalaman iman siswa dapat dihadirkan melalui cerita
pengalaman tokoh tertentu atau tanya jawab tentang situasi konkret siswa. Dalam
penelitian ini, langkah eksplorasi ini dihadirkan oleh guru PAK melalui tanya jawab.
Misalnya, di kelas ini sekarang kita tergabung dengan teman-teman yang beragama lain.
14
Ada teman yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Budha, Konghucu. Apakah dalam
pergaulanmu sehari-hari, kamu mempunyai teman yang berbeda agama? Coba ceritakan
bagaimana pertemananmu dengan teman yang berbeda agama. Apakah perbedaan agama
menghambat pertemanan kalian? Dalam situasi masyarakat kita yang majemuk, bentuk
pertemanan bagaimanakah yang dapat kalian kembangkan?
Pada urutan kedua, pebelajar diajak menggali kisah dari Kitab Suci. Langkah ini
disebut juga kegiatan refleksi. Pengalaman iman siswa yang telah dilihat pada langkah
sebelumnya, dilihat kembali dalam terang Kitab Suci dan Ajaran Gereja (Dokumen
Gereja). Langkah ini ingin menjawab apa kata Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang
pengalaman iman sosial siswa. Selain itu, langkah ini juga dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman yang benar tentang topik yang dipelajari yang bersumber dari
Kitab Suci, dokumen Gereja, buku Pegangan Guru PAK, dan sumber-sumber lain yang
tidak bertentangan dengan ajaran iman Kristiani. Terkait dengan sikap toleransi, guru
menegaskan apa yang telah sejak lama diajarkan dalam Kitab Suci. Semua orang
diciptakan oleh Allah yang sama. Semua manusia bersaudara dalam Allah. Inilah dasar
kuat bagi persahabatan dengan semua orang. Bentuk lain yang dapat dikembangkan
dalam pertemanan ialah berdasarkan kecintaan pada pelajaran, hobi, olahraga, musik, dan
lain-lain. Sama seperti pelajaran, hobi, olahraga, musik tidak pernah membeda-bedakan
agama, pertemanan pun tidak pernah boleh membeda-bedakakan agama.
Pada urutan ketiga, aktivitas (bermain) jika guru hadir di kelas sebagai fasilitator
untuk menggali pengalaman aktual terkait dengan materi pembelajaran. Urutan ketiga ini
tidak wajib atau bersifat fakultatif.
Urutan keempat disebut peneguhan/rangkuman. Bagian ini berupa catatan atau
rangkuman tentang materi yang dipelajari. Rangkuman itu berupa sejumlah konsep yang
menjadi perolehan belajar. Siswa dapat membacanya berulang-ulang dan menghafalnya.
Rangkuman itu menjadi panduan untuk mengisi soal test pada akhir pembelajaran.
Urutan kelima, membangun niat. Sesudah setiap materi dipahami siswa diajak
untuk membangun niat merumuskan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahmasalah yang ditemukan berkaitan dengan materi pembelajaran yang bersangkutan.
Tentang materi sikap toleransi itu, guru PAK merencanakan kegiatan aksi mengajak
siswa mengembangkan persahabatan dengan siapa pun. Mengembangkan persahabatan
tanpa membeda-bedakan agama, suku, adat-istiadat, kelas, sekolah.
Urutan keenam, pada siswa atau pebelajar diminta memberikan lembar penilaian
dari orang tuanya. Lembar penilaian orang tua ini diharapkan diisi oleh orang tua terkait
kesan dan pesan para orang tua terkait dengan pemahaman anak-anaknya tentang topik
yang dibahas. Lembar ini diharapkan juga menjadi sarana bantu komunikasi orang tua
dengan siswa, dan dengan guru di sekolah.
Urutan ketujuh ini memuat soal test terkait dengan materi pembelajaran yang
sudah diperlajari. Uji Kompetensi (soal test) ini dapat dikerjakan siswa pada akhir
pelajaran unuk mengukur kemampuan atau perolehan belajarnya.
Selama masa penelitian di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya, pembelajaran
PAK yang dilakukan oleh guru PAK, walaupun belum maksimal, sudah menampakkan
perolehan belajar terbentuknya sikap toleransi antaragama siswa serta penghayatan dan
perilaku spiritual siswa yang sangat signifikan. Siswa yang semula kurang tertib dalam
hidup berdoa di kelas atau di Gereja, sudah mulai menyadari kekurangannya dan
berangsur-angsur mencoba memperbaikinya. Siswa menjadi lebih tertib dalam berdoa di
kelas atau di Gereja.
15
Temuan penelitian di atas menunjukkan urgensitas dari topik ini untuk diteliti
lebih lanjut. Hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat Indonesia yang
pluralistik merupakan idaman dan cita-cita bersama. Dalam pengertian yang luas inilah
yang menjadi nilai sikap toleransi. Idaman dan cita-cita nilai sikap toleransi tersebut
dapat dimaknai dalam dua dimensi, yaitu dimensi negatif dan dimensi positif.
Dimensi negatif berarti bahwa hidup berdampingan secara damai dalam
masyarakat Indonesia yang pluralistik ini ditandai dengan sikap menerima (menolerir)
keberagaman dan menghormati agama atau keyakinannya serta kebebasan mereka untuk
memanifestasikan agama atau keyakinannya, baik sendiri maupun bersama orang lain
dalam pengajaran, praktik, ibadat, ketaatan. Bersikap sabar dan menahan diri untuk tidak
mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut
agama-agama lain. Disebut dimensi positif karena ditandai oleh sikap berkomitmen
memajukan tingkat kesadaran dan penghormatan terhadap keberagaman agama dan
keyakinan.
Sikap toleransi dan perilaku spiritual siswa ini semestinya diawali di tengah
keluarga. Namun, peranan keluarga (dalam penelitian ini) untuk mendidik anak-anak
mereka dalam penghayatan dan perilaku spiritual kurang berjalan maksimal. Para
orangtua siswa menyerahkan sepenuhnya pada pihak sekolah. Tugas mengajar dan
mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada guru di sekolah. Usaha
memajukan toleransi antaragama siswa ini merupakan tugas dan tanggungjawab
pendidikan formal mulai dari sekolah tingkat dasar, khususnya guru Pendidikan Agama
Katolik (PAK).
Sungguh besar peran dan tanggungjawab seorang guru PAK dalam mengajar dan
mendidik anak-anak yang dipercayakan oleh orang tua kepada pihak sekolah. Peran dan
tanggungjawab dari guru PAK berbeda dengan guru bidang studi lainnya. Sebagai
pendidik iman dan moral, secara khusus sikap toleransi, penghayatan dan perilaku
spiritual pada diri siswa, guru PAK dituntut untuk lebih aktif, inovatif, dan kreatif dalam
mempersiapkan dan menyampaikan materi pembelajarannya. Upaya itu pun sampai saat
ini belum membuahkan hasil maksimal. Akhirnya orang tua dan guru terkadang saling
melempar tanggungjawab. Ketika anak-anak nakal dan berperilaku tidak semestinya
terhadap teman dan gurunya di sekolah, dituding sebagai kesalahan orang tua yang tidak
mampu mendidik dan mengajar anak-anak mereka di rumah. Sebaliknya, sikap dan
perilaku anak yang kurang toleran dan kurang religius di rumah dituding sebagai
kegagalan guru PAK dalam mendidik anak-anak mereka di sekolah.
Guru PAK mendapat tuntutan lebih, seiring semakin berkembangnya dunia
pendidikan, untuk merancang strategi pengorganisasian pembelajaran yang berkarakter.
Dalam setiap pokok bahasan, mesti memuat perolehan belajar yang relevan untuk
memperoleh sikap toleransi untuk membina dan membentuk sikap toleransi antaragama
siswa serta perilaku dan penghayatan religius siswa.
Bagaimanapun situasinya, optimisme terhadap pendidikan karakter untuk
membentuk sikap toleransi anntaragama siswa dan penghayatan serta perilaku religius
siswa harus tetap dibangun. Berdasarkan penelitian ini ditemukan kenyataan bahwa,
pembelajaran PAK yang memuat hasil belajar untuk memperoleh sikap toleransi
antaragama siswa di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya, meskipun kurang
dipersiapkan dan disampaikan oleh guru PAK secara maksimal, telah menunjukkan
hasilnya dalam penghayatan dan perilaku spiritual siswa yang mengikuti pembelajaran
PAK. Pembelajaran PAK di kelas IV SD Santa Monika, yang mayoritas siswanya tidak
16
beragama Katolik dan beragam etnis, telah menjadi contoh untuk menumbuhkan dan
membentuk nilai karakter toleransi. Pembelajaran PAK yang disiapkan strategi
pengorganisasian pembelajarannya dan disampaikan dengan metode serta media yang
relevan, akan sangat membantu ketercapaian penghayatan dan pembentukkan perilaku
spiritual siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik selama ini di kelas IV SD Santa Monika
di Sungai Raya Kubu Raya, dilaksanakan dalam pembelajaran berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Guru PAK tidak membuat sendiri rancangan
pembelajaran PAK, tidak membuat RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran), tetapi
dengan menggunakan apa yang sudah ada di buku paket guru dan siswa. Karenanya
belum tampak strategi pengorganisasian pembelajaran. Pembelajaran PAK masih
berorientasi pada pengajaran, berpusat pada guru dan berlangsung apa adanya. Guru hadir
di kelas bersama murid, penyampaian materi pembelajaran dengan ceramah, tanya jawab,
dan pemberian tugas. Belum tampak terobosan yang dilakukan guru PAK dalam
pengorganisasian pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk membentuk sikap
toleransi antaragama siswa. Strategi pengorganisasian pembelajaran merupakan salah
satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan
jalan mengkobinasikan lima komponen sistem pembelajaran, yaitu yang terdiri dari
pebelajar, pesan, bahan, alat, dan lingkungan, agar tercapai tujuan belajar.Dalam
penelitian ini telah ditemukanstrategi pengorganisasian pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik untuk perolehan belajar yang relevan dengan sikap toleransi antaragama siswa
dan penghayatan serta perilaku spiritual siswa di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya.
Penulis menampilkan story board pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk
membentuk sikap toleransi antaragama siswa dan penghayatan serta perilaku spiritual
siswa di kelas IV Sekolah Dasar Santa Monika Sungai Raya Kubu Raya. Story board ini
merupakan contoh atau model strategi pengorganisasian pembelajaran PAK yang dibuat
sebagai model skenario desain pesan untuk belajar mandiri. Terdapat tujuh langkah
kegiatan atau urutan pembelajaran ini diupayakan berfokus pada siswa. Siswa yang lebih
aktif, dan mandiri. Urutannya meliputi: (a) Menggali Pengalaman Sehari-hari, (b)
Menggali Kisah Kitab Suci, (c) Aktivitas (Bermain), (d) Peneguhan/Rangkuman, (e)
Membangun Niat, (f) Lembar Penilaian Orang Tua, (g) Uji Kompetensi (soal test).
Perolehan belajar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk
memperoleh sikap toleransi antaragama siswa dan penghayatan serta perilaku spiritual
siswa di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya diupayakan dengan menganalisis
silabus PAK dan kompetensi dasarnya. Penuangan perolehan belajar ini terjadi ketika
membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penuangan perolehan belajar ini
akan memperjelas apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Perolehan
belajar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk memperoleh sikap toleransi
antaragama siswa dan penghayatan serta perilaku spiritual siswa pada materi: (1) Aku
Pribadi yang Unik, (2) Hubunganku dengan Orang Lain, (3) Temanku yang Beragama
Lain. Pada setiap pertemuan pelajaran di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya, selain
hendak dicapai kompetensi dasar dan kompetensi instruksional, juga selalu diupayakan
hal perolehan belajar terkait sikap toleransi antaragama dan penghayatan serta perilaku
spiritual siswa sebagai dampak pengiring.
17
Penghayatan dan perilaku spiritual siswa yang mengikuti pembelajaran
Pendidikan Agam Katolik di kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya, diperoleh dengan
latihan dan pengembangan kemampuan-kemampuan rohaninya, seperti kemampuan
berdoa, sikap takwa, rajin beribadah. Pembentukkan sikap dan perilaku religius siswa di
kelas IV SD Santa Monika Sungai Raya dilaksanakan melalui pembiasaan perilaku
religius, seperti: berdoa (setiapkali mengawali dan mengakhiri pelajaran) oleh siswa,
mengikuti ibadat, dan perayaan keagamaan yang diadakan oleh sekolah. Perilaku
toleransi antaragama siswa terhadap orang lain, baik yang seagama maupun yang berbeda
agama di SD Santa Monika Sungai Raya terekam dalam pola tingkah pergaulan siswasiswi di SD Santa Monika Sungai Raya. Perbedaan agama dan latarbelakang etnis tidak
menjadi hambatan dalam berelasi. Hal yang istimewa justru tampak dalam hal-hal biasa
sehari-hari, seperti menjadi teman bermain di sekolah maupun sepulang dari sekolah.
Pertemanan umumnya didasarkan kecintaan pada pelajaran, hobi, olahraga, musik, dan
lain-lain. Sama seperti pelajaran, hobi, olahraga, musik tidak pernah membeda-bedakan
agama, pertemanan pun tidak pernah boleh membeda-bedakakan agama.
Saran
Berkaitan dengan hasil temuan di lapangan sehubungan dengan fokus kajian yang
diteliti, dapatlah disarankan hal-hal berikut: (1) Bagi Guru Pendidikan Agama Katolik SD
Santa Monika Sungai Raya. Guru Pendidikan Agama Katolik sebagai sosok penolong
bagi siswa dalam pembentukkan sikap toleransi antaragama dan perilaku religius siswa
diharapkan lebih memahami karakter siswa mulai dari sebelum, selama proses, dan akhir
kegiatan pembelajaran di sekolah. Kepekaan terhadap karakter siswa yang beraneka itu
akan memudahkan guru memberi pertolongan secara lebih tepat dan tujuan pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik dapat tercapai secara maksimal. Selain itu, guru Pendidikan
Agama Katolik juga diharapkan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan
media yang cocok dengan materi pembelajaran, agar motivasi belajar siswa dapat
terbangkitkan, dan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik menjadi lebih bermakna.
Guru Pendidikan Agama Katolik perlu mempersiapkan diri sebelum melaksanakan
kegiatan proses pembelajaran. Persiapan yang dimaksud adalah membuat strategi
pengorganisasian pembelajaran atau rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP). Ketika
membuat RPP, guru sudah melakukan analisis terhadap silabus. Ia melakukan identifikasi
dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkahlaku dan kepribadian
peserta didiknya pada setiap materi pembelajaran. Guru memilih metode yang cocok
dengan pokok bahasan yang diajarkan, dan memanfaatkan media pembelajaran secara
inovatif dan kreatif. Guru juga menetapkan sistem pendekatan, memilih dan menetapkan
prosedur, teknik belajar mengajar yang paling tepat. Guru PAK harus mengubah
paradigma dari berfokus pada guru (bersifat pengajaran) ke fokus pada siswa (pada
instruksional/pembelajaran). Guru harus membantu pebelajar (siswa) untuk belajar,
sehingga belajar itu menjadi mudah, menyenangkan, dapat dilakukan sendiri (mandiri)
dan tuntas. (2) Bagi Siswa SD Santa Monika. Siswa selaku sasaran utama dalam
pendidikan nilai, diharapkan sedikit-demi sedikit mulai berubah dan berbuah. Pendidikan
Agama Katolik yang didapat di sekolah hanya akan tetap tinggal sebagai ilmu jika tidak
diwujudnyatakan dalam kehidupan konkret dalam keluarga, Gereja, dan masyarakat.
Sikap toleransi antaragama dan perilaku religius menuntut pembiasaan sejak dini dan
terus-menerus.
18
DAFTAR PUSTAKA
Kesuma, Dharma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: Rosdakarya.
Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia. 2010. Silabus Pendidikan Agama
Katolik untuk Sekolah Dasar.Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia. 2013. Menjadi Sahabat Yesus:
Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar.Yogyakarta: Kanisius.
Listia, Laode Arham, Lian Gogali. 2007. Problematika Pendidikan Agama di
Sekolah, hasil penelitian tentang pendidikan agama di kota Jogjakarta
2004-2006. Jogjakarta: Interfidei.
Miarso, Yusufhadi. 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (Cetakan keempat).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group bekerjasama dengan Pusat
Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan Pustekkom DIKNAS.
Moleong, L.J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Prawiradilaga, Dewi Salma. 2012. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media Group
Reigeluth, Charles M. 1999. Instructional-Design Theories and Models. Vol.II. A
New Paradigm of Instructional Theory. Mahwah, New Jersey: Lawrence
Erlbaum Assosiates
Seels, Barbara B and Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran : Definisi dan
kawasannya. (Terjemahan oleh: Dewi S. Prawiradilaga, Rafael Rahardjo,
dan Yusufhadi Miarso). Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Smaldino, E. Sharon, Deborah L. Lowther, James D. Russel. 2005.Instructional
Technology and Media for Learning. (Terjemahan oleh Arif Rahman).
Jakarta: Kencana
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional(Sisdiknas) UU RI No. 20 Tahun 2003 dan
Penjelasanannya.Tangerang Selatan: Penerbit SL Media
Uno, Hamzah B. 2012. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter,Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Download