LIA HARTIKA|1 ANALISIS YURIDIS ATAS SK PNS YANG DIJADIKAN AGUNAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN (STUDI PADA PT. BANK SUMUT IMAM BONJOL MEDAN) - LIA HARTIKA - ABSTRACT It is totally true that the credit given by the banks has risks. Therefore a bank must concern with the principles for resposible lending. To reduce those risks, a bank should convince themselves that the debtor is able to pay its obligations in accordance with the agreement. It is an important factor that must be considered by the bank. So, before giving a credit, banks should do some assessments of the character, capability, collateral and business prospects of the debtor. If those elements have been able to convince the lender, a bank just asks the principal guarantee, without any additional guarantee from the debtor like valuable papers in which the inherent right charged, such as shares, stocks, the decree of civil servants (SK PNS) or the decree of pension, and other documents. Although SK PNS is not a transferable object (which has the value of the redirects), but in the developments of the banking practice, some banks accept it as credit guarantee because it has economical value. The problems discussed in this research were what the position of SK PNS as guarantee credit when it becomes the legal basis of banking credit was, what the legal consequences and accountability of civil servants over the collateralized SK PNS in credit agreements if the civil servants was fired was, and what the role of insurance companies in solving problems of credit insurance claims which the collareal was only SK PNS was.To answer those problems, this reasearch uses descriptive analytical method which intented to get the detailed description sistematically about this research’ problems. Based on the description, data analysis was expected to answer the problems. Keywords: Guarantee, Credit, Banking, SK PNS I. PENDAHULUAN Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank, dimana untuk memperoleh keyakinan tersebut, LIA HARTIKA|2 sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Apabila unsur-unsur yang ada telah dapat meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur maka jaminan cukup hanya berupa jaminan pokok saja dan bank tidak wajib meminta jaminan tambahan.1 Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya jaminan utang atau yang disebut jaminan kredit (agunan). Agunan yang dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit, agunan dapat berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan dan dapat juga berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang bergerak seperti kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).2 Jaminan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang di dalamnya melekat hak tagih, seperti saham, efek, surat keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil (selanjutnya disebut SK PNS) atau berupa surat keputusan pensiun pegawai negeri sipil, dan lain sebagainya. Walaupun SK PNS bukan merupakan benda yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengalihan), tetapi perkembangan dalam praktik perbankan yang melihat sisi ekonomis pada surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh beberapa bank sebagai jaminan kredit. Namun disisi lain terdapat pertentangan atas SK PNS yang bersangkutan yang dijadikan sebagai jaminan kredit mengingat SK PNS tidak dapat dialihkan sehingga akan menimbulkan kesulitan terhadap pihak bank untuk dapat melakukan eksekusi apabila terjadi kredit macet dalam masa pelunasan atas kredit yang dimaksud. Menurut ketentuan hukum di Indonesia SK PNS tidak termasuk dalam jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan, tetapi termasuk sebagai hak istimewa (prevelege) yang wujudnya dapat berupa ijazah, Surat Keputusan (SK), Surat pensiun dan lain-lain.3 Sehingga dalam perkreditan di Indonesia SK PNS 1 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 68 Hermansyah, Op. Cit., hlm 12 3 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm.11 2 LIA HARTIKA|3 dapat dijadikan sebagai jaminan kredit, apabila terjadi wanprestasi, dalam hal ini terjadi Pergantian Antarwaktu (PAW) yang dapat disebabkan antara lain karena meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan oleh instansi terkait, berarti secara otomatis juga menyebabkan berakhirnya keanggotaan sebagai PNS, maka bank akan sulit untuk mengeksekusi, karena SK PNS bukan benda yang dapat diperjual belikan sehingga tidak bisa dieksekusi secara langsung. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuarikan diatas, maka penelitian ini akan diberi judul “Analisis Yuridis Atas SK PNS Yang Dijadikan Agunan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Imam Bonjol Medan).” Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana posisi SK PNS sebagai jaminan kredit bila dijadikan dasar dalam perjanjian kredit perbankan? 2. Bagaimana akibat hukum dan pertanggungjawaban PNS atas SK PNS yang diagunkan dalam perjanjian kredit apabila terjadi pemecatan terhadap PNS yang bersangkutan? 3. Bagaimana peranan perusahaan asuransi dalam menyelesaikan masalah klaim asuransi kredit yang jaminannya hanya berupa SK PNS? Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi semua kalangan baik civitas akademika, pemerintah, masyarakat maupun para pihak yang terlibat langsung dalam setiap perjanjian kredit perbankan yang terjadi. Selain itu tujuan penelitian ini untuk mengembangkan pengetahuan hukum khususnya hukum yang mengatur tentang agunan dalam kredit perbankan. Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis posisi SK PNS sebagai jaminan kredit bila dijadikan dasar dalam perjanjian kredit perbankan. LIA HARTIKA|4 2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dan pertanggungjawaban PNS atas SK PNS yang diagunkan dalam perjanjian kredit apabila terjadi pemecatan terhadap PNS yang bersangkutan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan perusahaan asuransi dalam menyelesaikan masalah klaim asuransi kredit yang jaminannya hanya berupa SK PNS. II. METODE PENELITIAN 1. Jenis Dan Sifat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif.4 Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung kemudian dianalisis dan dilakukan pengambilan kesimpulan.5 2. Metode Pendekatan Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan, yaitu penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.6 3. Sumber Data Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut: 4 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 13 5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 35 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 93 6 LIA HARTIKA|5 a. Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti. c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsepkonsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya. 4. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh) dan juga dengan melakukan wawancara langsung dengan informan (field reseacrh). Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.7 5. Analisis data Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.8Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, 7 Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara), 2009, hlm. 24 8 Soejono Soekonto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 225 LIA HARTIKA|6 menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.9 III. HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN 1. PENGATURAN HUKUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Perkembangan Hukum Jaminan Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia Jaminan adalah sesuatu yang mempunyai nilai dari debitur, yang disertakan dalam transaksi, dalam rangka untuk menjamin hutangnya, tanpa disertakannya jaminan, maka yang terjadi hanya suatu kontrak atas hutang atau atas piutang, dan suatu kewajiban untuk melunasinya. Menurut R. Subekti mengemukakan bahwa jaminan kredit yang baik dan ideal adalah yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya, yang tidak melemahkan potensi kekuatan si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya, yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima (pengambil) kredit.10 Perkembangan ekonomi dan perdagangan akan selalu diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit akan selalu memerlukan jaminan, dalam hal ini demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam artian piutang dari pihak yang meminjamkan atau debitur akan terjamin dengan adanya jaminan. Hak-hak yang bersifat memberikan jaminan secara khusus diatur dalam KUH Perdata. Hak-hak mana adalah previlege, gadai, dan hipotik dikatakan secara khusus karena disamping hak-hak jaminan itu ada yang diatur didalam maupun diluar KUH Perdata.11 Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh 9 Lexi J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hlm. 48 R. Subekti, Op. Cit., hlm. 19 11 Purwahid Patrik & Kashadi, Hukum Jaminan, (Semarang: FH UNDIP, 2002), hlm. 4 10 LIA HARTIKA|7 debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan peryaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun demikian scara prinsip jaminan bukan persyaratan utama. Bank memprioritaskan dari kelayakan usaha yang dibiayainya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama. Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali dana yang telah disalurkan oleh kreditur kepada debitur, jaminan hendaknya dipertimbangkan dua faktor, yaitu:12 1. Secured. 2. Marketable. B. Macam-Macam Jaminan Yang Digunakan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Apabila unsur-unsur yang ada telah dapat meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur maka jaminan cukup hanya berupa jaminan pokok saja dan bank tidak wajib meminta jaminan tambahan.13 Penyaluran kredit kepada masyarakat oleh bank sering terbentur kepada ketiadaan jaminan berupa agunan yang dimiliki oleh calon debitur. Menghadapi kendala ketiadaan jaminan tersebut, bank sebagai penyalur dana menyikapi dengan mengadakan penawaran kepada pegawai negeri sipil berupa penawaran 12 Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial Dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Perspektif Hukum Dan Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hlm. 71 13 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 68 LIA HARTIKA|8 kredit dengan tanpa penyertaan agunan. Selanjutnya mengenai jaminan kredit dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Jaminan yang didasarkan atas keyakinan bank terhadap karakter dan kemampuan nasabah atau debitur untuk membayar kembali kreditnya, dengan dana yang berasal dari usaha yanng dibiayai kredit, yang tercermin dalam cash low nasabah atau yang lebih dikenal dengan first way out. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan analisis dan evaluasi atas watak atau karakter, kemampuan, modal serta prospek debitur. 2. Jaminan yang didasarkan atas likuiditas agunan atau second way out apabila dikemudian hari first way out tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran kembali kredit. Sedangkan berdasarkan sumber pendanaannya, agunan kredit dibedakan menjadi agunan pokok dan agunan tambahan, yaitu : a. Agunan pokok, dimana agunan pokok adalah agunan yang pengadaannya bersumber atau dibiayai dari dana kredit bank. Agunan ini dapat berupa barang, proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin, persediaan dagang atau hak tagih, dan lain-lain).14 Agunan kredit dapat hanya berupa agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek lain dalam jaminan utama (watak, kemampuan, modal dan prospek), diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya. b. Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk di dalam batasan agunan pokok tersebut diatas. Misalnya surat berharga, garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain. C. Kedudukan SK PNS Sebagai Jaminan Dalam Sistem Perbankan Pengertian kredit yang disebut di atas begitu luas termasuk juga dengan jaminan berupa SK PNS, dimana pengertian tersebut menggambarkan cakupan transaksi ekonomi dan keuangan di mana kreditor menyerahkan suatu nilai kepada debitur dan sebaliknya, debitur berjanji akan mengembalikannya pada waktu yang telah ditetapkan pada masa depan. Adapun nilai yang diserahkan tersebut berupa uang, jasa-jasa, barang, atau klaim keuangan, seperti obligasi atau comercial 14 Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan LIA HARTIKA|9 paper. Sekarang ini begitu kompleksnya kegiatan yang menyangkut kredit tersebut berbeda sekali dengan saat awal berkembangnya kredit. Bank dalam memberikan kredit dengan jaminan SK PNS percaya bahwa jaminan tersebut sudah cukup menggambarkan kemampuan nasabah dalam melunasi kredit yang diberikan. Bank Sumut merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dimana dalam pengertian yang lebih sempit lagi, Bank Sumut sepenuhnya berada dalam pengawasan pemerintah secara khusus. Jadi pada saat nasabah yang merupakan pegawai negeri sipil mengajukan permohonan kredit kepada pihak Bank Sumut, sangat memudahkan pihak bank untuk membangun kepercayaan kepada debitur yang merupakan pegawai negeri sipil, karena baik pihak bank sebagai kreditur dan pihak pegawai negeri sipil sebagai debitur samasama berada dalam pengawasan dan naungan yang sama yaitu pemerintah. Sehingga dengan jaminan SK PNS sudah cukup bagi pihak bank untuk memberikan kredit. Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya jaminan utang atau yang disebut jaminan kredit (agunan). Agunan yang dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit yaitu agunan berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan berupa benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang bergerak seperti kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan surat-surat bukti kepemilikan kendaraan bermotor, agunan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang di dalamnya melekat hak tagih, seperti saham, efek, surat keputusan,15 pengangkatan pegawai negeri sipil (SK PNS)16 atau berupa surat keputusan pensiun pegawai negeri sipil, dan lain sebagainya. Walaupun SK PNS bukan merupakan benda yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengalihan), tetapi perkembangan dalam praktik perbankan yang melihat sisi 15 Sjachran Basah, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara, (Bandung: Alumni, 2004), hlm. 230 16 Ajib Rakhmawanto, Seleksi Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS Volume 1 Tahun 2007, (Jakarta: Pusat Pengkajian Dan Penelitian Kepegawaian BKN, 2010), hlm. 2 LIA HARTIKA|10 ekonomis pada surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh beberapa bank sebagai jaminan kredit. 2. PERTANGGUNGJAWABAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM MENYELESAIKAN KREDIT BANK DENGAN JAMINAN SK PNS A. Hak Dan Kewajiban Pegawai Negeri Sipil Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan SK PNS Kredit Multi Guna adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan kepada pegawai tetap dan calon pegawai negeri sipil melalui dinas, instansi, koperasi pegawai, lembaga dalam bentuk kredit angsuran dengan tujuan pemberian kredit, untuk membiayai keperluan yang bersifat konsumtif, membiayai kegiatan investasi, membiayai keperluan pengembangan usaha berskala mikro dan kecil dalam rangka meningkatkan kesejahteräan dan taraf hidupnya.17 Fasilitas kredit ini adalah kredit yang diberikan oleh pihak pertama kepada debitur menurut dan berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang berlaku pada pihak pertama. Debitur adalah pegawai pihak kedua yang memperoleh fasilitas kredit multi guna dan pihak pertama. Perjanjian kredit adalah kesepakatan atau persetujuan antara pihak pertama dengan debitur yang dibuat secara tertulis mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat adanya pinjam. Meminjam uang setelah seluruh syarat-syarat yang ditetapkan dalam persetujuan telah dipenuhi pemohon kredit dan dipastikan seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan kredit telah dipenuhi oleh pemohon kredit yang dituangkan dalám perjanjian kredit.18 Kewajiban pihak bank selaku pihak pertama dalam perjanjian kredit multi guna adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan pemberian kredit multi guna hanya kepada setiap calon debitur yang telah mendapat persetujuan dan rekomendasi dan pihak kedua. b. Menyimpan surat/dokumen lainnya sebagai agunan kredit. 17 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida 18 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida LIA HARTIKA|11 c. Membukukan ke rekening masing-masing debitur atas pembayaran angsuran kredit debitur yang diterima pihak pertama dan pihak kedua.19 Kewajiban pihak debitur atau nasabah selaku pihak kedua dalam perjanjian kredit multi guna adalah sebagai berikut: a. Bertanggung jawab sepenuhnya atas kebenaran dan keaslian terhadap seluruh data-data yang diterbitkan oleh pihak kedua untuk mendukung kelengkapan administrasi atas permohonan fasilitas kredit multi guna dan pegawai pihak kedua. b. Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelancaran pembayaran angsuran kredit multi guna setiap bulannya sampai dengan kredit dinyatakan lunas oleh pihak pertama. c. Pihak kedua memberitahukan kepada pihak pertama dan memberikan hak subsitusi kepada bendaharawan gaji dinas, instansi, koperasi pegawai, lembaga/perusahaan yang dituju untuk melanjutkan pembayaran angsuran kredit apabila terjadi mutasi kepada debitur.20 B. Pertanggungjawaban Pegawai Negeri Sipil Dalam Menyelesaikan Cicilan Dalam Perjanjian Kredit Perjanjian kredit bank, memuat serangkaian klausula atau covenant, dimana sebagian besar dari klasula tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam pemberian kredit. Klausula merupakan serangkaian persyaratan yang diformulasikan dalam upaya pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum.21 Dari aspek finansial, klausula melindungi kreditur agar dapat menuntut atau menarik kembali dana yang telah diberikan kepada nasabah debitur, dalam posisi yang menguntungkan bagi kreditur apabila kondisi nasabah debitur tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan dari aspek hukum, klausula merupakan sarana untuk melakukan penegakan hukum agar nasabah debitur dapat mematuhi substansi yang telah disepakati di dalam 19 Pasal 2 Kontrak Baku Perjanjian Kerjasama Antara Bank Sumut Dengan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Pemberian Kredit Multi Guna 20 Pasal 2 Kontrak Baku Perjanjian Kerjasama Antara Bank Sumut Dengan Pegawai Negeri Sipil Dalam Rangka Pemberian Kredit Multi Guna 21 Munir Fuadi, Op. Cit., hlm. 42 LIA HARTIKA|12 perjanjian kredit.Dapat dikatakan bahwa covenant merupakan suatu persetujuan atau janji oleh penerima kredit dalam suatu perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu. Melihat hal di atas perlu ditekankan bahwa PNS bertanggungjawab terhadap setiap perbuatan hukum atas perjanjian kredit yang dibuatnya, terutama pengembalian dana perbankan melalui cicilan setiap bulannya, kewajiban ini tentunya sudah melekat sejak PNS menyetujui dan menandatangani aplikasi kredit yang di tawarkan oleh pihak bank yang dalam hal ini adalah PT. Bank Sumut. C. Perlunya Iktikad Baik Pegawai Negeri Sipil Dalam Menyelesaikan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan SK PNS Kreditur (bank) menilai bahwa debitur tidak memenuhi salah satu unsur dari pemberian kredit, yaitu character atau kepribadian yang dapat berpengaruh terhadap dilaksanakannya dengan itikad baik ataukah tidak perjanjian kredit tersebut oleh debitur. Iktikad baik para pihak dalam melaksanakan isi perjanjian sangat diperlukan, dimana dalam hal ini penting kiranya bagi bank untuk melakukan upaya pencegahan, untuk meminimalisir adanya resiko di dalam pemberian kredit bagi bank terhadap nasabah. Iktikad baik dalam pengertian subjektif adalah kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, sedangkan dalam pengertian objektif adalah pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Mengingat adanya komitmen serta itikad baik dari para pihak, sangat penting guna mencegah munculnya kredit yang bermasalah di kemudian hari dimana untuk mengantisipasi kerugian yang timbul, maka faktor default serta collateral dalam perjanjian kredit sangat penting diperhatikan, dikarenakan perumusan klausula dalam perjanjian kredit mempengaruhi konsep perjanjian, sebagai landasan lahirnya perjanjian bank. 3. PERANAN PERUSAHAAN ASURANSI DALAM PERJANJIAN KREDITDENGAN JAMINAN SK PNS A. Hubungan Hukum Perusahaan Asuransi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan SK PNS LIA HARTIKA|13 Secara umum terdapat tiga teori tujuan utama dari perjanjian asuransi yaitu sebagai berikut: 1. Teori pengalihan risiko (risk transfer theory) 2. Pembayaran ganti kerugian 3. Pembayaran santunan B. Hak Dan Kewajiban Perusahaan Asuransi Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan SK PNS Kredit Multi Guna Bank Sumut atau disingkat dengan KMG Bank Sumut adalah fasilitas kredit yang diberikan secara perseorangan kepada pegawai, yang sumber pengembaliannya dan penghasilan tetap dan hasil usaha lainnya, pemberiannya melalui dinas, instansi, koperasi pegawai, lembaga, perusahaan tempat pegawai yang bersangkutan bekerja, dengan tujuan untuk membiayai keperluan yang bérsifat konsumtif, investasi dan modal kerja.22 Program penutupan asuransi PA Kreasi adalah asuransi yang menjamin debitur yang menerima fasilitas pinjaman dari Bank Sumut yang menjadi nasabah tertanggung PT. Asuransi Bangun Askrida atas resiko meninggal dunia karena sakit atau kecelakaan.23 Ruang lingkup dari penutupan program asuransi PA Kreasi ini meliputi pemberian perlindungan bagi debitur bank sumut atas resiko meninggal dunia setingi-tingginya sebesar uang pertanggungan. Yang dimaksud dengan meninggal dunia adalah resiko kematian 24 (dua puluh empat) jam yang terjadi diseluruh dunia dan karena sebab apapun dan bukan karena risiko-risiko yang dikecualikan.24 Adapun risiko-risiko yang dikecualikan adalah kematian secara langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh: a. Bunuh diri atau dihukum mati oleh pengadilan atau pejabat yang berwenang. b. Karena terlibat dalam perkelahian, kecuali sebagai seseorang yang mempertahankan diri. 22 Bank Sumut, Buku Pedoman Tentang Kredit Multi Guna Bank Sumut, Lampiran SK Direksi Nomor 266/Dir/DKr-KRS/SK/2011 23 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida 24 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida LIA HARTIKA|14 c. Karena akibat kecelakaan pesawat penumpang udara yang tidak diselenggarakan oleh perusahaan dengan jadwal tetap dan teratur. d. Karena akibat perang, perang saudara, perbuatan kekerasan karena pemberontakan huru- hara, pengacauan atau perbuatan teror lainnya. e. Sebagai akibat perbuatan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja atau kekhilafan besar atau mereka yang berkepentingan dalam polis ini dan atau ahli warisnya.25 Dalam program asuransi PA Kreasi ini ditambahkan adanya jaminan atas risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jaminan atas risiko PHK yang diberikan kepada peserta asuransi dimaksud adalah dengan penggantian sisa kredit atau maksinal untuk PNS sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), untuk CPNS maksimal sebesar Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), untuk anggota DPRD maksimal sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah), untuk pegawai BUMN/BUMD maksimal sebesar Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), untuk pegawai Bank Sumut maksimal sebesar Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sedangkan unluk swasta nasional (pegawai tetap telah bekerja minimal 5 tahun) maksimal sebesar Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah) dan tidak lebih besar dan jumlah pinjaman.26 Plafon maksimum uang pertanggungan PHK untuk PNS sebesar Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), untuk anggota DPRD maksimal sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah, untuk pegawai BUMN/BUMD maksimal sebesar Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah), sedangkan untuk swasta nasional (pegawai tetap telah bekerja minimal 5 tahun) maksimal sebesar Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah). Klaim atas risiko pemutusan hubungan kerja baru beslaku setetah 3 (tiga) bulan akad kredit berjalan diberikan kepada PNS, CPNS, anggota DPRD, pegawai BUMN/BUMD, pegawai Bank 25 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida 26 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida LIA HARTIKA|15 Sumut sedangkan untuk swasta nasional (pegawai tetap) berlaku setelah 12 (dua belas) bulan akad kredit berjalan.27 C. Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Dalam Menyelesaikan Klaim Pihak Bank Atas Kredit Dengan Jaminan SK PNS Yang Bermasalah Pada umumnya sengketa klaim asuransi di pengadilan kebanyakan penanggung digugat oleh pihak tertanggung, walaupun terdapat beberapa sengketa klaim asuransi yang diajukan oleh pihak penanggung. Dalam praktik sangat sedikit perusahaan asuransi yang menggugat tertanggung ke pengadilan, tentu karena alasan-alasan tertentu, mungkin karena proses peradilan yang makan waktu lama dan melelahkan, atau mungkin karena nama perusahaannya tidak mau terpublikasi di masyarakat, karena perusahaan asuransi yang berperkara di pengadilan, image nya menjadi dipertanyakan di masyarakat.28 Perusahaan asuransi yang mendapati klaim dari asuransi debitur kredit multi guna ini harus segera menyelesaikan klaim asuransi tertanggung dengan memberikan ganti kerugian kepada pihak ketiga. Dalam proses penyelesaian klaim para penanggung memakai berbagai jalan untuk emperoleh penyelesaian kerugian yang memuaskan. Siapapun atau jenis organisasi apapun yang diberi tanggung jawab untuk menyelesaiakan kerugian, namun langkah yang diambil untuk mencapai penyelesaian tetap sama yaitu dengan memeriksa penutupan asuransi, menyelidiki klaim tertanggung, mengajukan laporan-laporan dan suratsurat yang diperlukan, setelah diteliti layak atau tidaknya penanggung memberikan uang pertanggungan kepada tertanggung maka penanggung harus bertanggung jawab menyelesaikan klaim jika sudah dipenuhinya semua unsur dalam polis pertanggungan dalam hal ini karena unsur kelalaian tertanggung, dan jika peristiwa tersebut karena kesengajaan tertanggung maka penganggung tidak bertanggung jawab untuk menyelesaikan klaim, dan tanggung jawab penyelesaian klaim dari pihak ketiga menjadi tanggung jawab tertanggung sendiri.29 27 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida 28 Kapler Marpaung, Meminimalkan Konflik Dalam Proses Klaim Asuransi, (Jakarta: Jurnal Asuransi, 2007), hlm. 5 29 A. Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 266 LIA HARTIKA|16 IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Posisi SK PNS dalam perjanjian kredit bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit dengan jaminan SK PNS, dimana dari unsur tersebut dapat diketahui bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah, dimana juga debitur sebagai pegawai negeri sipil selalu menjaga dan tidak merusak kredibilitasnya. Pemberian kredit dapat dilaksanakan ketika ada persetujuan atau perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai debitur yang disebut perjanjian kredit. 2. Pertanggungjawaban dalam menyelesaikan perjanjian kredit bank bagi PNS yang dipecat pada dasarnya sudah dimasukkan dalam risiko asuransi yang terdapat dalam perjanjian asuransi antara PT. Bank Sumut dengan PT. Bangun Askrida dalam program penutupan asuransi PA Kreasi. Program asuransi ini adalah program asuransi yang menjamin debitur yang menerima fasilitas pinjaman dari Bank Sumut yang menjadi nasabah tertanggung PT. Asuransi Bangun Askrida atas resiko meninggal dunia karena sakit atau kecelakaan, dan resiko pemecatan atau pemutusan hubungan kerja. 3. Peranan perusahaan asuransi dalm perjanjian kredit perbankan yaitu dimana perusahaan asuransi yang mendapati klaim dari asuransi debitur kredit multi guna ini harus segera menyelesaikan klaim asuransi tertanggung dengan memberikan ganti kerugian kepada pihak ketiga. Dalam proses penyelesaian klaim para penanggung memakai berbagai jalan untuk emperoleh penyelesaian kerugian yang memuaskan. Asuransi bertanggungjawab untuk menyelesaiakan kerugian, namun langkah yang diambil untuk mencapai penyelesaian tetap sama yaitu dengan memeriksa penutupan asuransi, menyelidiki klaim tertanggung, mengajukan laporan-laporan dan surat-surat yang diperlukan, setelah diteliti layak atau tidaknya penanggung memberikan uang pertanggungan kepada tertanggung maka penanggung harus bertanggung jawab menyelesaikan klaim jika sudah dipenuhinya semua unsur dalam polis pertanggungan. LIA HARTIKA|17 B. 1. Saran Sebaiknya pemerintah membuat aturan khusus mengenai jaminan khusus atas SK PNS yang lebih berkepastian hukum dan ada ketentuan eksekutorial didalamnya, agar dana milik masyarakat yang dipinjamkan kepada PNS lebih aman dan terjaga dalam pengembalian cicilannya. 2. Sebaiknya ditambahkan jaminan tambahan dalam setiap perjanjian kredit dengan jaminan SK PNS sebagai upaya jaminan jika suatu waktu terjadi pemecatan dan pemutusan hubungan kerja atas PNS yang bersangkutan. 3. Sebaiknya dalam pemenuhan pelaksanaan perjanjian asuransi dengan jaminan SK PNS, para pihak yang berwenang lebih mengutamakan kepentingan penyelsaian bersama, demi menyelamatkan keuangan masyarakat yang ada dalam sisem perbankan. V. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Ahmad, Ali, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, Jakarta: Kencana, 2009. Ali, A. Hasymi, Pengantar Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Alumni, 1978. _______, Perjanjian Baku Standart Dan Perkembangannya Di Indonesia. Bandung: Alumni, 1981. _______, Kumpulan Pidato Pengukuhan. Bandung, Alumni, 1981. _______, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994. Basah, Sjachran, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 2004. Dewan Asuransi Indonesia, Perjanjian Asuransi Dalam Praktik dan Penyelesaian Sengketa, Hasil Simposium Tentang Hukum Asuransi, Padang: BPHN, 1978. Djumhana, Muhammad Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Fuady, Munir, Hukum Perkreditan Dan Kontemporer, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996. Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Yogyakarta: Liberty, 1984. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005. Ibrahim, Johannes, Mengupas Tuntas Kredit Komersial Dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit Bank Dalam Perspektif Hukum Dan Ekonomi, Bandung: Mandar Maju, 2004. Ibrahim, Johnny, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia, 2006. LIA HARTIKA|18 Ikhsan, Edy, & Siregar, Mahmul, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009. Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Lubis, M. Solly. Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994. Marpaung, Kapler, Meminimalkan Konflik Dalam Proses Klaim Asuransi, Jakarta: Jurnal Asuransi, 2007. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media, 2005. Moelong, Lexi J. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rosda Karya, 2008. Muhammad, Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006. Patrik, Purwahid & Kashadi, Hukum Jaminan, Semarang: FH UNDIP, 2002. Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Rakhmawanto, Ajib, Seleksi Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS Volume 1 Tahun 2007, Jakarta: Pusat Pengkajian Dan Penelitian Kepegawaian BKN, 2010. Salim, Abbas, Asuransi Dan Manajemen Risiko, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Satrio, J. Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993. Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Sjahdeni, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993. Simanjuntak, Ricardo, Berbagai Sengketa Hukum Yang Dapat Muncul Dari Kontrak Asuransi Serta Penanganan Dan Penyelesaiannya, Jurnal Asuransi, Maret, 2007. Simorangkir, O. P. Seluk Beluk Bank Komersial, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1986. _______, Kamus Perbankan, Bandung: Bina Aksara, 1989. Subekti, R. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung: Alumni 1986. _______, Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986. _______, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995. _______, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. _______, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Suryabrata, Samadi, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. LIA HARTIKA|19 Syahrani, Ridwan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999. Untung, Budi, Kredit Perbankan Di Indonesia, Yogyakarta: Andi, 2005. Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Yayasan Pengembangan Ilmu Asuransi, Prinsip-Prinsip dan Praktik Asuransi, Jakarta: Yayasan Pengembanagan Ilmu Asuransi, 2006. B. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Bank Sumut, Buku Pedoman Tentang Kredit Multi Guna Bank Sumut, Lampiran SK Direksi Nomor 266/Dir/DKr-KRS/SK/2011 Kontrak Perjanjian Kerjasama Asuransi Antara Bank Sumut Dengan PT. Asuransi Bangun Askrida Memorandum Nomor 429/DKr-KRS/MM/2013 Tentang Usulan Updating Ketentuan Terkait Kredit Multi Guna Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 334/Pdt.G/2012/PN. Mdn Surat Edaran PT. Bank Sumut Nomor 096/Dir/DKr-KRS/SE/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Asuransi Debitur Kredit Multi Guna C. Website Asuransi, http://www.ojk.go.id/asuransi, (terakhir diakses tanggal 21 Februari 2015) Pengertian & Contoh dari Etika Teleologi, Deontologi, Teori Hak, Teori Keutamaan,http://r4hm190.wordpress.com/2011/10/11/pengertiancontoh-dari-etika-teleologi-deontologi-teori-hak-teori-keutamaan/, terakhir diakses tanggal 22 September 2014. Teori Perlindungan Hukum, http://anamencoba.blogspot.com/2011/04/teori-perlindungan-hukumdalam-melihat.html, terakhir diakses tanggal 14 Oktober 2014