KAJIAN STUNTING PADA ANAK BALITA BERDASARKAN POLA ASUH DAN PENDAPATAN KELUARGA DI KOTA BANDA ACEH STUDY OF STUNTING AMONG CHILDREN UNDER FIVE BY PARENTING AND FAMILY INCOME IN BANDA ACEH Agus Hendra AL Rahmad1), dan Ampera Miko2) Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh2Jurusan FarmasiPoliteknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Aceh 1 ABSTRACT The prevalence of stunting in Aceh province on the national, the prevalence of stunting was 44,6%, Banda Aceh prevalence of 38.8%. They its become important to note the cause of the incident. The purpose study to assess the incidence of Stunting in children under five in terms exclusive breastfeeding, complementary feeding, immunization status, family characteristics. Quantitative research approaches to the design of Case Control Study, carried out in the region and Banda Raya Health Center, Batoh and Meuraxa the number of samples is 96. Data analysis includes univariate and bivariate using the Chi-square test on CI 95%, and multivariate (logistic regression). The result showed the incidence of stunting in infants caused by low family income (p= 0,026; OR= 3,1), non-exclusive breastfeeding (p= 0,002; OR= 4.2), giving poor complementary feeding (p= 0,007; OR= 3,4), and incomplete immunization (p= 0,040; OR= 3,5). Results of multivariate analysis obtained non-exclusive breastfeeding is very dominant cause stunting of children under five suffered Banda Aceh region with OR= 4,9. The conclusion, stunting among children is associated with lower family income, not-exclusively breastfeeding, complementary feeding less favorable and incomplete immunization. While not-exclusive breastfeeding a dominant factor as the cause of the child's risk of experiencing stunting. Keywords: Stunting, Parenting, Income Kesmasindo, Volume 8( 2)Juli 2016, Hal. 58-77 baik jika terdapat keseimbangan dan PENDAHULUAN Status didefinisikan keserasian antara perkembangan fisik sebagai suatu keadaan nyata darigizi dan perkem-bangan mental orang seseorang Seseorang tersebut. Terdapat kaitan yang sangat dikatakan memiliki status gizi yang erat antara status gizi dan konsumsi baik jika dia tidak menunjukkan makanan. Tingkat status gizi optimal bukti kekurangan gizi, baik bersifat akan tercapai apabila kebutuhan zat akut maupun kronis. Gizi merupakan gizi optimal terpenuhi(Amosu et al., salah 2011). satu gizi individu. faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi yang Tumbuh optimal bisa kembang dicapai yang melalui 60 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 pendekatanGlobal Strategy for Infant 31,2%. Asia mempunyai prevalensi and sebesar 30,6% (Unicef, 2007). Riset Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomen-dasikan Kesehatan empat harus menunjukkan sebanyak 37% balita pertama memiliki tinggi badan di bawah hal dilakukan penting yang yaitu : Dasar alias (Riskesdas) memberikan Air Susu Ibu kepada standar stunting(Depkes, bayi segera dalam 30 menit setelah 2007b). Tidak hanya di Indonesia, bayi lahir, kedua memberikan hanya mengatasi balita pendek menjadi Air Susu Ibu (ASI) saja atau salah satu perhatian dalam tujuh pemberian ASI secara Eksklusif program Milenium Development sejak lahir sampai bayi berusia 6 Goals (MDGs). Pemerintah bulan, ketiga memberikan Makanan Indonesia Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) menargetkan angka balita pendek sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 turun jadi 18%(Bappenas, 2010). sendiri, pada 2015 bulan, dan keempat meneruskan Tingginya masalah kekurangan pemberian ASI sampai anak berusia gizi terutama yang terjadi didaerah 24 bulan atau lebih(Zahraini, 2013). dengan Hal tersebut menekankan, secara Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 sosial budaya MP-ASI hendaknya prevalensi stunting pada balita di dibuat dari bahan yang murah dan Aceh mudah daerah sebesar setempat (indegenous food)(Depkes, menjadi 2007a) 41,5%(Balitbangkes, diperoleh dari berpenduduk juga 6,5% semakin dari miskin. meningkat tahun 2010 sebesar 2013). UNICEF menunjukkan hampir Walaupun secara nasional terjadi sepertiga anak-anak di bawah usia penurunan prevalensi masalah gizi, lima negara-negara tetapi masih terdapat 18 provinsi di berkembang memiliki tubuh pendek. atas prevalensi nasional, dan Provinsi Menurut Lancet’s Aceh termasuk 10 besar dengan bahwa prevalensi balita stunting masalah gizi. Keadaan prevalensi diseluruh dunia mencapai 28,5% dan stunting yaitu sangat pendek sebesar pada negara berkembang sebesar 24,2% tahun di laporan The dan pendek sebesar 61 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan 14,8%(AL Rahmad et al., 2013). (Kleynhans Prevalensi stuntingdi Kota Banda menyimpulkan bahwa keluarga yang sebesar mempunyai 38,8%. sangat Situasi tersebut penting et al., keterbatasan 2006), ekonomi untuk akan sangat sulit untuk pemenuhan diperhatikan(Depkes, 2007b). Kota bahan pangan dalam rumah tangga, Banda Aceh mengalami masalah hal ini jika berlangsung lama secara yang kesehatan terus menerus berdampak terhadap masyarakat, hal ini merupakan akibat tinggi anak-anak untuk mengalami dari tingginya masalah anak balita kependekan. Selin itu, faktor pola pendek. asuh seperti pemberian ASI dan MP- serius terhadap Menurut Ramli dalam (Bahmat et al., 2010) bahwasanya ASI prevalansi sevare mempunyai andil terhadap tingginya stuntingmenjadi lebih tinggi pada masalah gizi (Diana, 2006). Tingkat anak usia 24-59 bulan yaitu 50% dan menyusui dan praktik pemberian ASI 24%, apabila dibandingkan anak- ekslusif anak berusia dibawah 24 bulan. berkonstribusi terhadap status gizi stunting dan serta pelayanan secara kesehatan keseluruhan Stunting merupakan hasil ukur anak, selain itu pengenalan makanan status gizi bayi yang dilihat dari bagi anak diatas usia 6 bulan sangat indicator mendukung TB/U, menggambarkan yang status gizi bersifatnya kronis, artinya muncul terhadap perubahan status gizi (Muchina and Waithaka, 2010). sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, METODE PENELITIAN pola asuh yang tidak tepat, sering Jenispenelitianmerupakan menderita penyakit secara berulang kuantitatif dengan rancangan Case karena higiene dan sanitasi yang Control Study secara community kurang 2009). based(Creswell, 2010). Penelitian Beberapa hasil penelitian menemukan dilakukan selama 2 (dua) bulan bahwa merupakan terhitung September - Oktober 2010, penyebab tingginya masalah stunting dengan lokasinya yang mempunyai pada prevalensi stunting tersebesar yaitu baik (Chandran, kemiskinan balita, seperti penelitian 62 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 wilayah kerja Puskesmas Banda Keterangan : Raya, Puskesmas Batoh, Puskesmas Meuraxa.Kriteria sample dengan R =Perkiraan Odds Rasio = 2,0 desain Case Control, maka sampel Po =Prevalensi kontrol yang dalam penelitian ini terdiri 1) Kasus; terpapar = 10% bayiberusia 12 – 60 bulan yang =0,05 Q =0,62 mengalami stunting, tercatat dibuku Β= 0,10 Zα= 1,96 register penimbangan, terdapat data P=0,38 Zβ= 1,28 pendukung (KMS), dan bayi ibu bersedia dijadikan sampel dan Besar sampel berdasarkan responden. 2) Kontrol, bayi berusia rumus diatas diperoleh n = 43,97 12 – 60 bulan tidak mengalami dibulatkan menjadi 44 anak balita. stunting, tercatat dibuku register Selanjutnya dilakukan estimasi lost penimbangan, data to follow sebesar 10%, sehingga pendukung (KMS), dan bayi ibu jumlah sampel sebanyak 48 anak bersedia dan balita. Maka, jumlah sampel minimal matching untuk kasus = 48 anak usia 12 – 60 (jenis kelamin dan umur anak balita bulan dan kontrol 48 anak usia 12 – dengan interval ; 12 – 23 bulan, 24 – 60 35 bulan, 36 – 47 bulan, 48 – 60 acak.Variabel dalam penelitian ini bulan).Besar dalam penelitian ini terdiri dari Independen (Pemberian dihitung menggunakan rumus dua ASI, proporsi(Flikkema pendapatan responden. terdapat dijadikan sampel Dilakukan and Toledo- Pereyra, 2012): Za Z PQ 2 n (P 1 ) 2 bulan yang MP-ASI, diambil secara imunisasi keluarga), dan sedangkan variabel dependennya yaitu stunting. Pengolahan data meliputi tahapan; 2 P R (1 R ) Editing, Coding, Entry, Cleaning data entry. menggunakan Analisis bantuan data program komputer meliputi mulai univariat, bivariat (Chi-Square CI:95%) dan 63 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan analisis multivariat (Regression puskesmas Binary LogisticTest). adalah 56,9%, pada sebesar 62,5%, Raya puskesmas dan sebesar Batoh puskesmas Meuraxa sebesar 57,9%. Begitu juga HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut Banda distribusi dengan jenis pendidikan responden karakteristik responden yang dilihat yang berdasarkan umur, pendidikan dan berpendidikan pekerjaan ibu pada tiga wilayah dimana proporsi puskesmas Banda puskesmas yaitu Banda Raya, Batoh Raya dan Meuraxa di Kota Banda Aceh. puskesmas Batoh sebesar 54,2%, dan Secara umum umur responden pada wilayah umumnya adalah Diploma/ Sarjana, sebesar 47,1%, pada pada puskesmas Meuraxa sebesar berkisar antara 30 – 39 tahun dimana proporsi pada 52,6%. kerja Tabel 1. Distribusi Karakteristik Respondenpada Puskesmas Banda Raya (n=34), Puskesmas Batoh (n=24), Puskesmas Meuraxa (n=38) Karakteristik Responden Umur - 20 – 29 Tahun - 30 – 39 Tahun - 40 – 49 Tahun Pendidikan - SD - SMP - SMA - Diploma/Sarjana - Pascasarjana Pekerjaan - PNS - Swasta - Wiraswasta - IRT Banda Raya f % pada Meuraxa f % 9 18 7 26,5 56,9 20,6 6 15 3 25,0 62,5 12,5 11 22 5 13,2 57,9 13,2 1 6 8 16 3 2,9 17,6 23,5 47,1 8,8 1 5 4 13 1 4,2 20,8 16,7 54,2 4,2 0 6 8 20 4 0,0 15,8 21,1 52,6 10,5 3 17 1 13 8,8 50,0 2,9 38,3 3 12 1 8 12,5 50,0 4,2 33,3 2 12 1 23 5,3 31,6 2,6 60,5 Berdasarkan jenis pekerjaan, responden Batoh f % wilayah proporsinya lebih banyak kerja pekerjaannya swasta yaitu sebesar puskesmas Banda Raya dan Batoh 50,0%, dan untuk wilayah kerja 64 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 puskesmas Meuraxa proporsinya gizi. Semakin tinggi pendidikan ibu lebih banyak responden sebagai ibu semakin tinggi kemampuan ibu rumah tangga yaitu sebesar 60,5%. untuk menyerap pengetahuan praktis Karakteristik ibu perlu juga dan pendidikan non formal terutama diperhatikan karena stunting yang melalui televisi, surat kabar, radio, sifatnya dan lain-lain(Diana, 2006). kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti Selain itu status pekerjaan ibu tergambar bahwa ibu yang berkerja kemiskinan, pola asuh yang tidak yaitu tepat karena akibat dari orang tua sebagai ibu rumah tangga memiliki yang bekerja, peran ganda dalam sebuah keluarga. pengetahuan ibu yang kurang baik Peran utamanya jika ketika memiliki tentang gizi akibat dari rendahnya aktivitas lain di luar rumah seperti pendidikan ibu, sering menderita bekerja, menuntut pendidikan atau penyakit secara berulang karena pun aktivitas lain dalam kegiatan higiene dan sanitasi yang kurang social akan berdampak terhadap pola baik(Nadiyah et al., 2014). asuh anak-anak mereka. Dengan sangat sibuk Karakteristik ibu seperti perempuan yang berstatus peran ganda ini, seorang wanita tingkat pendidikan, status pekerjaan, dituntut umur ibu, dan lain-lain sangatlah imbangkan perannya sebagai seorang perlu dipertimbangkan, ibu ataupun peran-peran lain yang misalnya tingkat pendidikan turut harus diembannya. Sebagai seorang menentukan ibu, ketika memiliki anak yang untuk mudah tidaknya untuk masih pengetahuan gizi yang diperoleh. tempat Walaupun secara tidak langsung anaknya(Kleynhans et al., 2006). pendidikan Karakteristik Sampel ibu akan mempengaruhi keadaan gizi anakanaknya(Chandran, 2009). Karena sebelum itu pendidikan ibu akan menentukan tingkat penge-tahuan dirinya menye- seseorang menyerap dan memahami formal kecil, dapat bergantung merupakan bagi anak- Tabel 2. Distribusi Karakteristik Sampel pada Puskesmas Banda Raya (n=34), Puskesmas Batoh (n=24), Puskesmas Meuraxa (n=38) 65 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan Karakteristik Responden Jenis Kelamin - Laki-Laki - Perempuan Umur - 12-23 Bulan - 24-35 Bulan - 36-47 Bulan - 48-60 Bulan Banda Raya f % Batoh f % Meuraxa f % 12 22 35,3 64,7 12 12 50,0 50,5 20 18 52,6 47,4 12 6 12 4 35,3 17,6 35,3 11,8 4 8 8 4 16,7 33,3 33,3 16,7 2 16 6 14 5,3 42,1 15,8 36,8 Distribusi karakteristik sampel pada puskesmas Meuraxa proporsi pada sampel yang berumur antara 24 – 35 puskesmas Banda Raya, proporsi bulan lebih banyak yaitu sebesar yang berjenis kelamin perempuan 42,1%. lebih besar yaitu 64,7%, dan untuk Penyebab Kejadian Stunting pada puskesmas Meuraxa proporsi yang Balita menurut jenis kelamin berjenis kelamin laki-laki lebih besar Penyebab kejadian stunting pada yaitu 52,6%. Sedangkan puskesmas balita disajikan pada tabel 3. Berikut Batoh, proporsi sampel yang berjenis ini adalah hasil analisis statistik Chi- kelamin Squarepada laki-laki sama dengan CI 95% disertai perempuan dengan masing-masing lanjutannya dengan perhitungan nilai sebesar 50,0%. odds ratio untuk mengetahui ada dan Sementara umur diketahui itu, berdasarkan bahwa proporsi tidaknya hubungan pemberian ASI, MP-ASI dan kelengkapan imunisasi sampel yang berumur antara 12 – 23 sebagai bulan dan 36 – 47 bulan di kejadian stunting pada anak balita di puskesmas Banda Raya lebih banyak Kota Banda Aceh. yaitu masing-masing sebesar 35,3%. Begitu juga dengan puskesmas Batoh masing-masing 33,3% sampel yang berumur antara 24 – 35 bulan dan antara 36 – 47 bulan. Sedangkan faktor risiko terhadap Tabel 3. Distribusi Proporsi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel Independen, p-value, Odds Rasio dengan 95% CI pada Anak Balita di Kota Banda Aceh (n=96). 66 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 Variabel Independen Kasus f % Kontrol f % X2 (P Value) OR (CI 95%) Pemberian ASI - Tidak Eksklusif - Eksklusif Pemberian MP-ASI 36 12 75,0 25,0 20 28 41,7 58,3 10,97 (0,002)* 4,2 (1,8-10,0) - Kurang Baik - Baik 28 20 58,3 41,7 14 34 29,2 70,8 8,29 (0,007)* 3,4 (1,5-7,9) Variabel Independen Kasus Kelengkapan Imunisasi - Tidak Lengkap - Lengkap Pendapatan Keluarga - Rendah - Tinggi *) Signifikan pada CI:95% Kontrol f % X2 (P Value) OR (CI 95%) f % 14 29,2 5 10,4 5,32 3,5 34 70,8 43 81,6 (0,040)* (1,2-10,8) 20 28 41,7 58,3 9 39 18,8 81,2 5,98 (0,026)* 3,1 (1,2-7,8) 1. Kejadian Stunting Berdasarkan 1,8 – 10,0), artinya anak balita yang Pemberian ASI Eksklusif Proporsi anak balita yang mengalami resikonya 4 kali stunting lebih besar mengalami stunting sebesar 75,0% disebabkan oleh anak balita yang karena pemberian ASI yang tidak tidak mendapat ASI eksklusif eksklusif, dibandingkan sedangkan proporsi dengan yang anak balita yang keadaan gizinya mendapat ASI eksklusif di Kota normal sebesar 58,3% karena Banda Aceh.Hasil penelitian ini pemberian ASI yang eksklusif. didukung Hasil uji statistik diperoleh nilai p sebelumnyaMuchina = 0,002 (p < 0,05) sehingga Ho Waithaka (2010), yaitu praktek ditolak dan Ha diterima, hal ini pemberian ASI dan status gizi berarti bahwa kejadian stunting anak-anak dengan risiko menjadi pada anak balita di Kota Banda kurus dan pendek lebih tinggi di Aceh tahun 2010 disebabkan oleh antara pemberian tidak dihentikan menyusui dan mereka eksklusif. Nilai OR 4,2 (CI 95%; yang belum pernah disusui secara ASI yang anak-anak penelitian and yang telah 67 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan eksklusif selama enam bulan bayi dengan demikian pertama. Menurut Giashuddin et pertumbuhannya al. (2003), bahwa ASI tidak terganggu(Tan, 2011). eksklusif yang diberikan kepada Rendahnya pemberian ASI bayi berusia kurang dibawah 6 Eksklusif bulan pemicu secara signifikan akan menjadi terjadinya salah satu kependekan berhubungan (p= 0,001) terhadap (stunting) pada anak balita di Kota kejadian Banda Aceh akibat dari kejadian stunting dengan prevalensi sebesar 38,1%. masa lalu dan akan berdampak Dilapangan kebanyakan bayi terhadap masa depan sianak, yang baru lahir tidak langsung sebaliknya pemberian ASI yang diberikan ASI tetapi diberi susu baik oleh ibu akan membantu botol dengan alasan ASI belum menjaga keseimbangan gizi anak keluar. Apabila ASI sudah keluar sehingga tercapai ibu memberikan ASI tapi terlebih anak dahulu ASI yang keluar pertama (Unicef, sekali dibuang tidak langsung dibutuhkan diberikan kepada bayi dengan pertumbuhan bayi agar kebutuhan alasan pengeluaran yang pertama gizinya tercukupi. Oleh karena itu masih kotor. Apabila pengeluaran ibu harus dan wajib memberikan ASI langsung ASI secara eksklusif kepada bayi dengan sampai umur bayi 6 bulan dan pemberian susu botol. Pemberian tetap memberikan ASI sampai susu botol yang masuk kedalam bayi berumur 2 tahun untuk tubuh bayi belum tentu dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. dicerna bayi dengan baik, terlebih 2. Kejadian Stunting Berdasarkan sedikit menggantikan ibu ASI lagi apabila cara pembuatan susu yang pertumbuhan normal. 2007), ASI dalam Menurut sangat masa Pemberian MP-ASI botol tidak sesuai takaran serta Ditinjau dari pemberian MP- tidak menjaga kebersihan botol ASI, maka terlihat proporsi anak susu maka akan menyebabkan balita yang mengalami stunting timbulnya penyakit diare pada sebesar 58,3% karena pemberian MP-ASI yang kurang baik, bayi atau kurang baiknya pola sedangkan proporsi anak balita pemberiannya menurut usia, dan yang keadaan normal perawatan sebesar 70,8% karena pemberian memadai. gizinya bayi yang kurang MP-ASI yang baik. Hasil uji Dalam pemberian makanan statistik diperoleh nilai p = 0,007 bayi perlu diperhatikan ketepatan (p < 0,05) sehingga Ho ditolak dan waktu pemberian, frekuensi, jenis, Ha diterima, hal ini berarti bahwa jumlah bahan makanan, dan cara kejadian stunting pada anak balita pembuatannya. Adanya kebiasaan di Kota Banda Aceh tahun 2010 pemberian makanan bayi yang disebabkan oleh pemberian MP- tidak tepat, antara lain : pemberian ASI yang kurang baik. Nilai OR makanan yang terlalu dini atau 3,4 (CI 95%; 1,5 – 7,9), artinya terlambat, anak mengalami diberikan stunting resikonya 3 kali lebih frekuensi besar disebabkan oleh anak balita 2008). Dilapangan yang tidak mendapat pemberian bahwa, pada MP-ASI baik berusia 0 yang mendapat makanan pendamping balita yang kurang dibandingkan dengan makanan tidak yang dan kurang(Anhari, saat 4 bayi bulan yang sudah selain di Kota Banda Aceh.Penelitian ini makanan pendamping selain ASI mendukung Depkes pada usia 0-4 bulan dengan alasan bahwa ASI yang keluar sedikit sementara gangguan pertumbuhan pada awal ibu tidak mampu membeli susu masa kehidupan bayi antara lain bayi karna faktor ekonomi. Bayi disebabkan kekurangan selalu menangis karna ASI yang gizi sejak bayi. Menurut Muchina keluar sedikit lalu ibu memberikan and (2010)yaitu makanan kepada bayi selain ASI pemberian MP-ASI terlalu dini seperti bubur saring/ pisang wak. atau terlalu lambat, MP-ASI tidak Apabila cukup gizinya sesuai kebutuhan diberikan sementara didalam usus yang menyatakan karena Waithaka Ibu ditemukan mendapat pemberian MP-ASI baik pendapat ASI. – cukup yang MP-ASI memberikan terlalu dini bayi belum mampu menyerap al., makanan tersebut seringkali bayi pendapatan keluarga responden mengalami sembelit atau susah dimana buang sehingga terdapat 30,2% responden yang kesehatan bayi terganggu dapat pendapatan keluarganya dibawah menimbulkan penyakit yang lain Rp 1.550.000 sebagai batas Upah dengan demikian pertumbuhannya Minimum Regional tahun 2013 di akan terganggu(Brotherton, 2006). Kota Banda Aceh. air besar Tindakan Ibu dalam Pemberian MP-ASI sangat dipengaruhi oleh 2011).Secara berdasarkan Kelengkapan Imunisasi Hasil penelitian tentang imunisasi dengan formal Ibu. Berdasarkan data yang kelengkapan diperoleh stuntingterlihat berpendidikan responden Diploma/Sarjana dengan persentase 51,0%. penelitian 3. Kejadian Stunting Berdasarkan pendidikan mayoritas umum anak balita bahwa proporsi yang mengalami Ini stunting sebesar 29,2% karena menyimpulkan bahwa pendidikan perolehan imunisasi yang tidak formal ibu mempengaruhi tingkat lengkap, sedangkan proporsi anak pengetahuan gizi dimana makin balita tinggi ibu normal sebesar 89,6% karena maka semakin tinggi pula tingkat perolehan imunisasi yang lengkap. pengetahuan ibu untuk menyerap Hasil uji statistik diperoleh nilai p informasi praktis = 0,040 (p < 0,05) sehingga Ho melalui ditolak dan Ha diterima, hal ini media massa yang berhubungan berarti bahwa kejadian stunting dengan pemberian MP-ASI dan pada anak balita di Kota Banda pertumbuhan anak.Selain Aceh tahun 2010 disebabkan oleh pengetahuan ibu, hal atau faktor pemberian imunisasi yang tidak lain lengkap. Selanjutnya nilai OR 3,5 dalam tingkat pendidikan pengetahuan lingkungannya yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dipengaruhi juga yang keadaan gizinya juga (CI 95%; 1,2 – 10,8), artinya anak faktor balita yang mengalami stunting pendapatan keluarga (Amosu et resikonya 4 kali lebih besar 71 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan disebabkan oleh anak balita yang menghabiskan tidak mendapat imunisasi lengkap Apabila balita tidak memiliki dibandingkan dengan anak balita imunitas terhadap penyakit, maka yang mendapat imunisasi lengkap balita akan lebih cepat kehilangan di energi Kota Banda penelitian ini Aceh. sejalan Hasil dengan energi tubuh tubuh. karena penyakit infeksi, sebagai reaksi pertama penelitian Ihsan et al. (2012) akibat bahwa terdapat hubungan asosiasi menurunnya nafsu makan anak yang signifikan (p= 0,010) antara sehingga anak menolak makanan status imunisasi dengan status gizi yang diberikan ibunya. Penolakan anak balita. Prevalens rate gizi terhadap kurang tertinggi pada anak yang berkurangnya pemasukan zat gizi status imunisasinya tidak lengkap dalam tubuh anak(Anhari, 2008). yaitu 44,2%. Sedangkan prevalens adanya infeksi makanan adalah berarti Dari uraian diatas dapat rate gizi baik tertinggi pada anak disimpulkan yang dasar sangat penting bagi imunitas imunisasi lengkap yaitu bahwa 79,4%. Rasio prevalens status gizi balita, pada berdasarkan target nasional bahwa imunisasi status imunisasi adalah 2,1 artinya dasar lengkap harus mencapai status imunisasi merupakan faktor target sampai 100,0%. Karena resiko anak balita gizi kurang. anak yang tidak diimunisasi secara anak Menurut balita dimana imunisasi sesuai dengan Hong(2007), lengkap akan terdapat gangguan bahwa keadaan gizi kurang dan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi kedua-duanya infeksi karena produksi antibodi bermula dari dapat kemiskinan dan menurun mengakibatkan lingkungan yang tidak sehat serta mudahnya bibit penyakit masuk, sanitasi yang buruk. Faktor lain hal dapat mengganggu produksi menurut (Girma and Genebo, berbagai 2007), pencernaan makanan. juga diketahui bahwa infeksi yang menghambat reaksi imunologis yang normal dengan jenis enzim untuk Makanan tidak dapat dicerna dengan baik dan ini berarti 72 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 penyerapan akan Ha diterima, hal ini berarti bahwa sehingga kejadian stunting pada anak balita dapat memperburuk keadaan gizi. di Kota Banda Aceh tahun 2010 Sebagai reaksi pertama pada tubuh disebabkan anak adalah berkurangnya nafsu keluarga yang rendah. Nilai OR makan sehingga anak menolak 3,1 (CI 95%; 1,2 – 7,8), artinya makanan yang diberikan ibunya, anak penolakan makanan stunting resikonya 3 kali lebih berarti berkurangnya pemasukan besar disebabkan oleh pendapatan zat gizi ke dalam tubuh anak. keluarga yang Dampak akhir dari permasalahan dibandingkan dengan ini adalah gagalnya pertumbuhan yang berpendapatan tinggi di Kota optimal yang sesuai dengan laju Banda pertambahan umur, sehingga akan penelitian mempertinggi seperti mengalami zat gizi gangguan terhadap prevalensi stunting(Brotherton, 2006) pendapatan variabel yang Aceh. mengalami rendah keluarga Beberapa yang mendukung penelitian bahwa hasil Chandran kondisi sosial ekonomi pada masyarakat miskin gizi yang terjadi, hal ini bahwa merupakan akibat dari sulitnya berdasarkan hasil penelitian dapat akses pangan dan akses terhadap dijelaskan bahwa proporsi anak pelayanan balita yang mengalami stunting serupa dikemukakan oleh Hong sebesar 41,7% karena pendapatan (2007), keluarga yang rendah, sedangkan ekonomi proporsi anak balita yang keadaan signifikan sangat terkait dengan gizinya normal sebesar 81,2% kekurangan gizi kronis pada anak- yaitu anak, pada keluarga, pendapatan menyebabkan tingginya masalah Pendapatan Keluarga Berdasar balita (2009), 4. Kejadian Stunting Berdasarkan oleh keluarga yang kesehatan. bahwa Pendapat kesenjangan keluarga selain itu pelayanan secara juga akses berpendapatan tinggi. Hasil uji terhadap statistik diperoleh nilai p = 0,026 sangat sulit. Sebaliknya menurut (p < 0,05) sehingga Ho ditolak dan Anindita (2012), kesehatan walaupun 73 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan pendapatan keluarga berhubungan dengan tidak serba terbalik dari masalah gizi stunting, lebih dan pendapatan keluarga tetapi kemampuan keluarga dalam yang memenuhi kebutuhan pangan baik tumbuh dalam mutu anak(Brotherton, 2006). Karena gizinya sangat berpengaruh bagi orang tua menyediakan semua status gizi anak. Keluarga dengan kebutuhan anak-anaknya. jumlah maupun penghasilan prevalensi berat prevalensi rendah relatif tetap, kurang kependekan dibandingkan keluarga yang dan lebih dengan berpenghasilan tidak tetap. baik dapat menunjang kembang Peningkatan dan perbaikan gizi memerlukan ekonomi, sosial, perbaikan dan lainnya. Dalam masa sekarang ini, terjadi krisis ekonomi di indonesia, sangat mempengaruhi daya beli Kejadian stunting pada anak masyarakat. Dimana pendapatan balita ditinjau dari karakteristik masyarakat tetap, namun harga- pendapatan sesuai harga kebutuhan pokok semakin dengan pernyataan Unicef yang meningkat survei di negara-negara bahwa akar masalah dari dampak berpenghasilan pertumbuhan memperlihatkan bahwa penyakit keluarga bayi disebabkan rendah salah satunya berasal dari krisis dan ekonomi. Adanya menyerang balita termasuk anak- ketidakmampuan kepala keluarga anak usia pra-sekolah(Kleynhans dalam memenuhi kecukupan gizi et al., 2006) bagi bayi, baik dari segi kualitas kwashiorkor masih Berdasarkan hasil penelitian maupun kuantitasnya, sehingga dapat, berdampak pada pertumbuhan gizi rendahnya bayi(Chandran, 2009). Selain itu, keluarga di Kota Banda Aceh bahwa keluarga yang berstatus merupakan sosial ekonomi yang rendah atau menyebabkan keluarga tersebut miskin menghadapi tidak mampu membeli pangan masalah gizi kurang keadaanya dalam jumlah yang diperlukan. umumnya disimpulkan pendapatan rintangan bahwa sebuah yang 74 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 Sehingga akibat rendahnya dari tinggi pendapatan sangat 5. Faktor Dominan Sebagai Resiko Utama Stunting mempengaruhi daya beli keluarga terhadap bahan pangan akhirnya berpengaruh Model yang dilakukan untuk yang menduga faktor dominan terhadap terhadap suatu resiko adalah menggunakan keadaan gizi baik stunting maupun model prediksi, dimana semua normal variabel dianggap penting untuk terutama anak balita karena pada masa itu diperlukan diestimasi banyak logistic zat gizi untuk koefesien sekaligus. regresi Dalam pertumbuhan dan perkembangan pemodelan ini, semua kandidat anak balita di wilayah Kota Banda yang memiliki nilai p-Value> 0,05 Aceh. akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p-value terbesar (backward selection). Tabel 4. Uji Regressi Logistik Ganda Untuk Identifikasi Variabel Yang Akan Masuk Dalam Model dengan p-value < 0,05 .Variabel independen B P 0,886 0,090 Tingkat Pendapatan Pemberian ASI 1,355 0,005 Pemberian MP-ASI 0,991 0,0460 0,813 0,210* Kelengkapan Imunisasi Constant -6,456 0,000 *= Dikeluarkan bertahap (backward selection) OR 95%CI 2,426 3,878 2,694 2,254 0,872-6,750 1,514-9,932 1,019-7,125 0,633-8,031 Setelah dikeluarkan variabel kandidat model yaitu variabel dengan nilai p 0,05 secara pemberian ASI dan pemberian bertahap, maka didapat 2 (dua) MP-ASI hasilnya dapat dilihat variabel yang akan masuk sebagai pada tabel dibawah ini. Tabel 5. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Pemodelan Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Balita Variabel B 1,791 Pemberian ASI Pemberian MP-ASI 1,287 Constant -4,118 Overal percentage 66,7% SE 0,669 0,464 1,077 Wald 10,11 7,69 14,62 df 1 1 1 Sig. 0,001 0,006 0,000 Exp (B) 4,852 3,622 0,016 95%CI 1,77- 11,4 1,46-8,99 75 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan Hasil akhir analisis regresi Aceh sebagaimana tersaji diatas, logistik ganda terhadap pemodelan maka diperoleh model regresi faktor resiko kejadian stunting dalam bentuk persamaan sebagai pada anak balita di Kota Banda berikut : Y =-4,118 + 1,791 Pemberian ASI + 1,287 Pemberian MP-ASI Dalam model diatas didapatkan anak suatu perhitungan kejadian stunting di Kota Banda probabilitas Banda Aceh adalah : turunan matematik tentang balita untuk mengalami 1 Y= 1 + e (-4,118 + 1,791 Pemberian ASI + 1,287 Pemberian MP-ASI ) Secara keseluruhan model ASI yang kurang baik dengan ini dapat memprediksikan tinggi kejadian stunting pada anak balita atau rendahnya pengaruh faktor di Kota Banda Aceh tahun 2010. risiko dalam hubungannya dengan Selanjutnya dengan nilai kejadian stunting anak balita yaitu Odds Ratio (nilai Exp/B) kita bisa sebesar 66,7% (Overal Percentage mengetahui seberapa besar faktor 66,7%). persamaan resiko akan menyebabkan kejadian tersebut diatas, penyebab faktor stunting pada anak balita, dalam resiko stunting dapat diperkirakan hasil penelitian ini untuk variabel jika nilai pemberian ASI diperoleh nilai OR pemberian ASI dan pemberian = 4,852 (95% CI; 1,772 – 11,136) MP-ASI. untuk yang berarti bahwa anak balita di koefesien regresi di ketahui nilai p wilayah Kota Banda Aceh yang adalah untuk mengalami stunting resikonya 5 variabel pemberian ASI dan 0,006 kali lebih besar terhadap anak untuk variabel pemberian MP-ASI. balita yang tidak mendapat ASI Jadi pada alpha 5% ada hubungan eksklusif linier antara pemberian ASI yang anak balita yang mendapat ASI tidak eksklusif dan pemberian MP- eksklusif Dengan kita mengetahui Uji sebesar statistik 0,001 dibandingkan setelah dengan variabel 76 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 pemberian dikontrol.Sedangkan variabel pemberian MP-ASI dibandingkan dengan anak balita untuk yang baik dalam pemberian MP- MP-ASI ASI setelah variabel pemberian diperoleh nilai OR = 3,622 (95% ASI dikontrol. CI; 1,459 – 8,992) yang berarti Bila dilihat faktor resiko bahwa anak balita di wilayah Kota mana yang paling dominan sebagai Banda mengalami penyebab kejadian stunting pada stunting resikonya 4 kali lebih anak balita di Kota Banda Aceh besar pada anak balita yang kurang didapat bahwa pemberian ASI Aceh yang baik dalam pemberian MP-ASI merupakan variabel kali (p= 0,007, dengan OR= 3,4), predictor yang paling dominan. perolehan imunisasi tidak lengkap Besar nilai OR variabel ini paling sebesar 4 kali (p= 0,040, dengan OR= tinggi diantara variable lainnya. 3,5), Makin besar nilai OR sebuah keluarga sebesar 3 kali (p= 0,026, variabel, maka makin besar pula dengan OR= 3,1).Faktor dominan kemungkinan resiko penyebab kejadian stunting pada anak tersebut menyebabkan anak balita balita diKota Banda Aceh adalah di Kota Banda Aceh mengalami pemberian ASI yang tidak eksklusif stunting. Besarnya nilai OR ini (p= 0,001 dan OR= 4,9) dengan sudah peluangnya dikontrol faktor oleh variabel dan rendahnya sebesar pendapatan 4,9 kali lainnya yaitu variabel pemberian dibandingkan anak yang mendapat MP-ASI. ASI eksklusif. Variabel ini telah dikontrol dengan pemberian MP-ASI yang kurang baik (p= 0,006 dan OR = SIMPULAN DAN SARAN Kejadian stunting pada anak balita di Kota Banda Aceh disebabkan oleh pemberian ASI yang 3,6) dengan peluangnya sebesar 3,6 kali dibandingkan anak yang baik dalam pemberian MP-ASI. tidak eksklusif sebesar 4 kali (p= Perlu perhatian kerja sama dari 0,002, dengan OR= 4,2), pemberian semua pihak baik pemerintah dengan MP-ASI yang kurang baik sebesar 3 kegiatan lintas sektoral maupun lintas 77 Agus Hendra, Kajian Stunting Anak Balita Berdasar Pola Asuh dan Penghasilan program dan meningkatkan agar benar masyarakat kepekaan dapat dengan lapangan kerja, peningkatan keadaan sosialnya sosial ekonomi masyarakat kearah melakukan yang lebih baik sehingga penanganan masalah gizi dengan permasalahan gizi khususnya masalah memperhatikan stunting pada anak balita dapat segera pendidikan masyarakat, peningkatan membuka DAFTAR PUSTAKA AL Rahmad, A.H., Sudargo, T., Lazuardi, L., 2013. The Effectiveness Of WHO Anthro Growth Standard Training On The Data Quality Of Underfive Children’s Nutritional Status. J. Inf. Syst. Public Heal. Vol: 1, 21– 26. Amosu, A.M., Degun, A.M., Atulomah, N.O.S., Olanrewju, M.F., 2011. A Study of the Nutritional Status of Under-5 Children of Low-Income Earners in a South-Western Nigerian Community. Curr. Res. J. Biol. Sci. 3, 578–585. Anhari, E., 2008. Pemberian Makanan Untuk Bayi Dasar Dasar Fisiologi, Cetakan 1. ed. Binarupa Aksara, Jakarta. Anindita, P., 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Kecukupan Protein & Zinc Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6 – 35 Bulan Di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. J. Kesehat. Masy. 1, 617–626. Bahmat, D.O., Bahar, H., Jus’at, I., 2010. Hubungan Asupan Seng, Vitamin A, Zat Besi dan Kejadian pada Balita (24 - 59 bulan) dan Kejadian Stunting di Kepulauan Nusa Tenggara (Riskesdas 2010). Esa Unggul University. Balitbangkes, 2013. Riset Kesehatan ditanggulangi. Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan., Jakarta. Bappenas, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta. Brotherton, A.M., 2006. Principles of Nutritional Assessment. J. Hum. Nutr. Diet. 19, 72–73. Chandran, V., 2009. Nutritional Status of Preschool Children: a Socioeconomic Study of Rural Areas of Kasaragod District in Kerala. J. Shodhganga X, 163. Creswell, J.W., 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Ketiga. ed. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Depkes, 2007a. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Depkes, 2007b. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Diana, F.M., 2006. Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Anak Batita Di Kecamatan Kuranji Kelurahan Pasar Ambacang Kota Padang Tahun 2004. J. Kesehat. Masy. I, 19–23. 78 Jurnal Kesmasindo, Volume 8, Nomor 2, Juli 2016, Hal. 58-77 Flikkema, R.M., Toledo-Pereyra, L.H., 2012. Sample Size Determination in Medical and Surgical Research. J. Invest. Surg. 25, 3–7. Giashuddin, M.S., Kabir, M., Rahman, A., Hannan, M.A., 2009. Exclusive Breastfeeding and Nutritional Status in Bangladesh. Indian J. Pediatr. 70, 471–475. Girma, W., Genebo, T., 2007. Determinants of Nutritional Status of Women and Children in Ethiopia. ORC Macro, Calverton, Maryland, USA. Hong, R., 2007. Effect of economic inequality on chronic childhood undernutrition in Ghana. Public Health Nutr. 10, 371–378. Ihsan, M., Hiswani, Jemadi, 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita Di Desa Teluk Rumbia Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. J. Epidemiol. Universitas Sumatera Utara. Kleynhans, I.C., Macintyre, U.E., Albertse, E.C., 2006. Stunting Among Young Black Children and the Socio-Economic and Health Status of Their Mothers / Caregivers in Poor Areas of Rural Limpopo and urban Gauteng – the NutriGro Study. South African J. Clin. Nutr. 19, 163–164. Muchina, E., Waithaka, P., 2010. Relationship Between Breastfeeding Practices And Nutritional Status Of Children Aged 0-24 Months In Nairobi, Kenya. African J. Food Agric. Nutr. Dev. 10, 2358–2378. Nadiyah, Briawan, D., Martianto, D., 2014. Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 0 — 23 Bulan Di Provinsi Bali, Jawa Barat, Dan Nusa Tenggara Timur. J. Gizi dan Pangan 9, 125–132. Tan, K.L., 2011. Factors Associated with Exclusive Breastfeeding Among Infants Under Six Months of Age in Peninsular Malaysia. Int. Breastfeed. J. 6, 2. Unicef, 2007. Progress for children: a world fit for children statistical review, No. 6. ed. Unicef. Zahraini, Y., 2013. 1000 Hari Pertama Kehidupan: Mengubah Hidup , Mengubah Masa Depan [WWW Document]. Subdit Bina Gizi Makro. URL http://gizi.depkes.go.id/1000-harimengubah-hidup-mengubah-masadepan (accessed 2.23.16).