BAB II - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui kemajuan penelitian yang berkaitan
dengan unit DAF yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dengan
tujuan menghindari terjadinya perulangan penelitian oleh disertasi ini. Tinjuan
pustaka yang diuraikan pada bab ini umumnya merupakan hasil studi pustaka
yang berkaitan dengan disertasi ini.
Pembagian tema pada tinjuan pustaka dibagi menjadi empat bagian utama yaitu
studi pustaka tentang (1) teknologi dan aplikasi DAF, (2) model kinetika DAF dan
flotasi, (3) hidrodinamika pada unit DAF dan (4) hidrodinamika pada pembangkit
gelembung mikro, yaitu meliputi studi pustaka turbulensi, kavitasi dan transfer
massa antar fasa cair dan gas. Dasar teori yang melandasi disertasi ini tidak
diberikan pada bab dua, tetapi diuraikan pada tiap-tiap bab.
Penulisan sub bab pada tinjauan pustaka terdiri dari lima sub bab. Sub bab
pertama merupakan pendahuluan yang menguraikan isi bab. Sub bab kedua berisi
hasil ringkasan studi pustaka tentang perkembangan teknologi dan aplikasi DAF.
Pada sub bab ke dua diuraikan luasnya aplikasi unit DAF mulai dari teknologi
pengolahan limbah padat, limbah cair, pemanenan mikroorganisme hingga
konsentrat hasil pertambangan.
Sub bab ketiga merangkum hasil penelitian terdahulu tentang kinetika di dalam
tangki DAF. Tinjauan kinetika DAF sebagai flotasi mikro (micro-flotation) akan
dikaitkan dengan tinjauan kinetika flotasi makro (macro-flotation). Kinetika
flotasi makro turut ditinjau karena riset model kinetika flotasi makro lebih intensif
dan berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan model kinetika flotasi mikro
seperti DAF. Kedua model kinetika flotasi makro dan mikro memiliki dasar
pembangunan model yang sama, yaitu dari model tumbukan (collision) antar
partikel. Tahapan pembangunan model kinetika flotasi secara berurutan dimulai
dari model frekuensi tumbukan, kemudian laju tumbukan, dilanjutkan dengan laju
kinetika flotasi dan tahap terakhir adalah model kinerja atau effisiensi penyisihan.
Sub bab keempat menguraikan hasil studi pustaka tentang penggunaan dinamika
fluida komputasi (Computational Fluid Dynamics - CFD) pada simulasi hidrodinamika tangki DAF. Uraian CFD sub bab ini berisi tentang penggambaran
hidrodinamika yang terjadi pada tangki DAF sebagai aliran multifasa. Sub bab
keempat juga menjelaskan potensi pengkaitan antara CFD model kinetika secara
numerik.
Sub bab kelima merupakan rangkuman dari studi pustaka yang berkaitan dengan
pembangunan pembangkit gelembung mikro (micro-bubble generator – BG).
Studi pustaka tentang BG dengan unit BG yang sama tidak didapatkan pada
disertasi ini. Hal ini disebabkan BG dengan unit statis belum pernah
dikembangkan sebelumnya. BG yang ada saat ini mempergunakan unit dinamis
untuk menghasilkan gelembung mikro. Oleh sebab itu, sub bab kelima akan
terdiri dari kajian tentang hasil penelitian terdahulu tentang tangki tekan DAF
konvensional, pompa DAF, transfer massa dan transfer oksigen, aerasi dan
turbulensi aliran. Semua hasil studi pustaka ini digunakan untuk mendapatkan
arahan yang cukup untuk penjelasan mekanisme yang terjadi pada pembangunan
dan prakiraan kinerja pembangkit gelembung yang dibangun.
Hal lain yang perlu disampaikan pada sub bab pendahuluan ini adalah beberapa
istilah yang berkaitan dengan flotasi. Mengikuti Clift dkk. (1978) dalam
pendefinisian partikel, droplet dan gelembung.
Partikel adalah suatu materi
dengan ukuran antara 0,5-10 µm dan terpisah (diskrit) dari media yang berada di
sekitarnya. Fasa terdispersi adalah materi yang terbentuk dari partikel. Jika
fasanya padat disebut partikel padat. Jika fasa terdispersinya berada dalam bentuk
cair, partikel tersebut disebut drop, dan untuk yang lebih kecil dari drop disebut
droplet. Jika fasa dispersinya gas, partikelnya disebut gelembung udara(bubble).
Untuk menyingkat penulisan gelembung udara selanjutnya ditulis sebagai
gelembung saja. Jika terdapat drop dan gelembung disebut partikel fluida.
2.2 Proses Flotasi Udara Terlarut (DAF)
Proses flotasi udara terlarut (Dissolved Air Flotation-DAF) diawali dengan
menginduksikan udara ke dalam tangki tekan yang berisi fluida berupa cairan
17
pada tekanan di atas tekanan atmosfer. Fluida dari tangki tekan tersebut kemudian
dialirkan ke dalam tangki flotasi. Akibat pelepasan dari tekanan lebih besar dari
tekanan atmosfer ke tekanan atmosfer akan menghasilkan gelembung mikro
dengan diameter antara 10 – 120 μm (Dupre, dkk., 1998) atau antara 10 – 100 μm
(Takahashi dkk., 1979; Zabel, 1984; de Rijk dkk., 1994). Besarnya diameter rerata
pada proses DAF menurut Edzwald (1995) adalah 40 μm. Gelembung mikro ini
akan menginduksi partikel yang lebih besar dari diameter gelembung atau akan
mengadsorpsi partikel yang lebih kecil dari diameter gelembung dan mengangkat
partikel-partikel tersebut ke permukaan cairan. Gelembung dan partikel yang
terangkut ke permukaan cairan akan berada dalam busa (froth). Busa ini kemudian
disisihkan dengan menggunakan skimmer (Edzwald, 1995)
Variabel-variabel yang berpengaruh dalam proses DAF adalah tekanan dalam
tangki tekan (de Rijk, 1993), geometri dan dimensi gelembung (Schulze, 1984;
Aurelle, 1991; de Rijk, 1993), jenis dan konsentrasi materi yang akan disisihkan
(Aurelle, 1991), dinamika fluida di dalam tangki flotasi (Wisjnuprapto dan
Utomo, 1994; Lund dkk., 2000; Lundh dan Jonsson, 2005), dimensi tangki flotasi
(Aurelle, 1991). Eckenfelder (1989) menyatakan variabel yang mempengaruhi
proses DAF meliputi tekanan dalam tangki tekan, perbandingan debit resirkulasi,
konsentrasi umpan dan waktu detensi.
Proses DAF merupakan sub bagian teknologi flotasi yang dikembangkan pertama
kali untuk menyisihkan partikel halus dari minyak oleh Hockley pada tahun 1892
(Rubinstein, 1995). Teknologi flotasi paling banyak digunakan pada industri
pertambangan. Menurut Schulze (1994) sekitar dua juta ton per tahun bahan
tambang yang diolah dengan cara flotasi. Aplikasi flotasi pada industri
pertambangan mempergunakan gelembung berdiameter besar (flotasi makro) yang
dihasilkan secara mekanikal. Sedangkan pada proses DAF mempergunakan
gelembung berdiameter kecil (flotasi mikro) yang dihasilkan dengan stimulasi.
Klasifikasi teknologi flotasi berdasarkan diameter gelembung yang dipergunakan
dibagi menjadi flotasi makro dan mikro. Flotasi makro mempergunakan
gelembung dengan diameter yang lebih besar dari 500 μm dan flotasi mikro
18
memanfaatkan gelembung dengan diameter di antara 10-120 μm (Dupre dkk.,
1998; Chung dkk., 2000).
Berdasarkan mekanisme terbentuknya gelembung, flotasi dapat dibagi menjadi
flotasi spontan dan flotasi terstimulasi. Flotasi spontan terjadi jika massa jenis dari
partikel yang disisihkan lebih kecil dari massa jenis cairan (Degremont, 1979).
Flotasi terstimulasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu flotasi elektrolitik (electrolytic
flotation), flotasi udara terdisperi (dispersed air flotation) dan flotasi udara
terlarut. Berikut ini uraian singkat ketiga jenis flotasi terstimulasi tersebut.
a. Flotasi elektrolitik
Dasar flotasi elektrolitik adalah pembangkitan gelembung di dalam larutan
elektrolit menggunakan arus searah antara dua elektroda. Ukuran gelembung
yang dihasilkan pada flotasi elektrolitik ini sangat kecil. Flotasi elektrolitik
diaplikasikan pada beban permukaan lebih kecil dari 4m/jam. Instalasi flotasi
elektrolitik umumnya memiliki kapasitas antara 10-20 m3/jam.
b. Flotasi udara terdispersi
Gelembung
pada
sistem
flotasi
udara
terdispersi
dibentuk
dengan
mengontakkan fasa gas secara langsung ke fasa cair dengan melalui impeller,
diffuser atau melalui media berpori. Ukuran gelembung yang dihasilkan pada
sistem ini berdiameter 1,0 mm. Metode ini secara luas dipergunakan pada
industri metalurgi.
c. Flotasi udara terlarut
Pada sistem DAF udara dilarutkan terlebih dahulu ke dalam fasa cair di tangki
tekan dengan tekanan udara di atas atmosfer, kemudian cairan yang telah
dijenuhkan tersebut dilepaskan di dalam tangki flotasi. Karena tekanan di
dasar tangki flotasi lebih tinggi dari pada tekanan atmosfer yang ada di
permukaan cairan maka dihasilkan gelembung dengan diameter yang kecil
(micro-bubble).
Selain itu ada unit flotasi yang merupakan gabungan antara flotasi gas terinduksi
dan DAF yang disebut dengan hybrid gas flotation. Unit ini diusulkan oleh
Casaday (1993) dan digunakan untuk pengolahan air terproduksi.
19
Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAF adalah sebuah proses alternatif yang
efektif dibandingkan dengan sedimentasi konvensional dan filtrasi (Janssen, 1991;
Edzwald and Walsh, 1992 dalam Chung dkk., 2000).
Aplikasi proses DAF mencakup bidang yang sangat luas seperti pada pengolahan
air minum yang pertama kali diperkenalkan tahun 1960 di Afrika Selatan dan
Skandinavia (Haarhoof dan van Vuuren, 1985). Di Indonesia aplikasi proses DAF
digunakan pada pengolahan air minum di instalasi pengolahan air minum Muara
Karang, Jakarta (LIPI, 2001).
Unit DAF juga diaplikasikan pada pengolahan limbah cair meliputi pengolahan
limbah peternakan ayam (Reed dan Woodard, 1976), penyisihan alga (Bare dkk.,
1975), pengolahan effluen primer instalasi pengolahan air limbah yang
dikombinasikan dengan proses presipitasi kapur (Mennell, 1974) serta penyisihan
lignin (Wang dkk., 1974), pengolahan air limbah bubur kertas, pengolahan limbah
cair industri kilang minyak (Aurelle, 1991). Pengolahan limbah cair domestik,
penyisihan tinta pada daur ulang kertas dan reklamasi air limbah dengan unit DAF
diteliti oleh Edzwald (1995).
Kombinasi unit DAF dengan unit atau proses lain juga telah dilakukan, antara lain
Manjunath dkk. (2000) yang meneliti kinerja proses upflow anaerobic sludge
blanket (UASB) untuk pengolahan air limbah dari rumah pemotongan hewan,
dengan dan tanpa DAF sebagai pengolahan awal (pre-treatment). Parameter kerja
proses DAF dievaluasi pada skala bench. Hasil menunjukkan bahwa fraksi yang
terdegradasi secara biologi lebih tinggi pada proses yang mempergunakan DAF
sebagai pengolahan awal dibandingkan pada air limbah yang tidak diolah terlebih
dahulu dengan proses DAF. Operasi reaktor UASB pada suhu 30 ± 10C dengan
mempergunakan DAF sebagai pengolahan awal limbah layak secara teknik.
Penelitian tentang scale-up unit DAF telah dilakukan oleh Chung dkk. (2000)
yaitu dengan melakukan scaling-up dari unit DAF pada skala pilot dengan beban
aliran (surface loading rate) 72 m3/hari ke skala penuh pada beban aliran 6000
m3/hari untuk pengolahan air minum. Scaling-up yang dilakukan mempergunakan
bilangan Reynolds dan Froude serta waktu tinggal hidraulik dan beban aliran
20
sebagai faktor keserupaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada
skala pilot kondisi operasi yang optimum adalah pada beban aliran 7,5 m3/m2 dan
tekanan tabung pelarut udara 440 kPa (63,82 psi; 4,34 bar). Effisiensi penyisihan
TOC (total organic carbon) pada skala penuh sama dengan pada skala pilot
dengan beban aliran yang sama. Kinerja unit pada skala penuh sedikit lebih kecil
dibandingkan pada skala pilot untuk penyisihan kekeruhan dan chlorophyll-a ,
karena pada skala penuh membutuhkan waktu tinggal yang lebih lama dan terjadi
kondisi
pencampuran
turbulen
selama
pencucian
(backwashing)
yang
menyebabkan pecahnya agglomerat gelembung – partikel.
2.2.1 Teori Pembentukan Gelembung
Prinsip dasar dari proses DAF adalah menciptakan aliran agglomerat gelembung
dan partikel menuju permukaaan air. Prinsip pemisahan menggunakan perbedaan
massa jenis partikel dengan air. Bila massa jenis partikel lebih kecil dari air maka
partikel akan terflotasi secara spontan. Untuk partikel dengan massa jenis lebih
besar dari air, mekanisme penyisihan yang terjadi adalah sebagai berikut.
Gelembung yang baru terbentuk dari
tangki tekan akan bergerak naik ke
permukaan. Selama pergerakan naik tersebut gelembung berkontak dengan
partikel dan
melekat akibat gaya adhesi sehingga terbentuk agglomerat.
Agglomerat gelembung dan partikel padat akan bermassa jenis lebih rendah
dibandingkan air saat gelembung yang dimiliki cukup rendah untuk bergerak naik
ke permukaan (Metcalf & Eddy, 1979; Montgomery, 1985).
Mekanisme kontak gelembung dan partikel pada flotasi menurut Eckenfelder
(1989) dan Rich (1961) meliputi proses adhesi, penangkapan (attachment) dan
absorbsi. Adhesi terjadi pada permukaan gelembung dan partikel karena gaya
antara molekul tersebut. Proses penangkapan ditentukan oleh sifat kimia
permukaan dan hidrodinamika dalam tangki flotasi. Menurut Edzwald (1995) ada
dua sudut pandang untuk menjelaskan penangkapan gelembung - partikel yaitu
sudut kontak antara partikel dengan gelembung dan sistem heterogen yang terdiri
dari sejumlah partikel kecil dan gelembung mikro. Sudut kontak antara
gelembung dan partikel harus terukur dan cukup besar secara hidrodinamika
21
sehingga dapat menangkap sebuah gelembung pada permukaan udara (Gochin,
1981). Arah sudut kontak tergantung pada skala ukuran gelembung dan partikel
(Shawwa, 1998).
Menurut Derjaguin dkk. (1984) pemerangkapan partikel koloid ke gelembung
mikro tidak dipengaruhi oleh sudut kontak sehingga model pemerangkapan ini
disebut sebagai flotasi tanpa kontak (contactless flotation). Pada model ini
pemerangkapan partikel ke gelembung disebabkan oleh interaksi gaya elektrik dan
attraksi oleh gaya London - van der Walls.
Model kinetika DAF menurut Holt dkk. (2004) dibagi menjadi dua yaitu model
effisiensi kolektor air berbuih (white water collector efficiency - WCE) dan model
kesetimbangan populasi pada kondisi turbulensi (population balance turbulence PBT). Model WCE dikembangkan oleh Edzwald dkk. (1991) dan pengembangan
terakhir model WCE mempergunakan dimensi fraktal untuk agglomerat
gelembung dan partikel padatan (Haarhoff dan Edzwald, 2004). Sedangkan model
PBT dikembangkan oleh kelompok Tambo dkk. (1986). Model PBT terakhir
yang dikembangkan oleh Tambo dkk. adalah membangun model laju tumbukan
gelembung dan padatan pada kondisi turbulensi dengan mengabaikan faktor
gravitasi. Tinjauan terhadap agglomerat yang terbentuk dibagi menjadi dua, yaitu
untuk diameter gelembung yang lebih besar dari diameter padatan dan sebaliknya
(Matsui dkk., 1998).
2.2.2 Pembangkitan Gelembung pada DAF
Gelembung pada proses DAF dihasilkan oleh tangki tekan atau unit substitusinya.
Dimensi gelembung yang dihasilkan oleh tangki tekan lebih dari 95% berada di
antara kisaran 10-120 μm, dengan diameter rata-rata 40 μm (Zabel, 1985;
Edzwald, 1995). Tangki tekan pada DAF membutuhkan investasi sekitar 12% dari
total nilai investasi unit DAF dan biaya operasi tangki DAF sekitar 50% dari total
biaya operasi (Rees dkk., 1980 dalam Haarhoff dan Rykaart, 1995), sehingga
perbaikan kinerja tangki DAF dapat mengurangi biaya operasional unit DAF.
22
Penelitian yang ditujukan untuk memperbaiki kinerja unit DAF dengan
mensubstitusi tangki tekan dengan alat yang mampu menghasilkan gelembung
mikro telah mencapai pada tahap produksi alat. Alat penghasil gelembung mikro
yang ada sekarang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
(1) Pompa DAF, antara lain dihasilkan oleh perusahaan Edur Pump, Nikuni
Pump, Hellbender Pump, Hyland Pump dan Discflo Pump
(2) Bubble Generator dengan ionisasi, misalnya MICROBBLE® yang diproduksi
oleh Soo San Enc Co., Ltd
Pompa DAF bekerja berdasarkan prinsip pencampuran udara dan air di dalam
aliran pompa DAF. Fraksi udara pompa DAF berkisar pada angka 10%.
Sedangkan proses ionisasi yang menghasilkan gelembung mikro mempergunakan
prinsip lapisan ganda (dual-film). Ionisasi menghasilkan gelembung dengan
diameter yang lebih kecil yaitu 5 – 50 μm, dengan jumlah gelembung 6 milyar per
liter, luas permukaan gelembung mencapai 1,2 juta cm2 dan jumlah yang dapat
digunakan pada proses DAF adalah 40% hingga 65% dari volume
(http://www.soosanenc.com).
Metode pembangkitan gelembung mikro yang umum digunakan adalah kombinasi
dari proses pelepasan tekanan air yang dijenuhkan oleh udara, pemecahan
gelembung dengan gaya geser, proses kavitasi (Serizawa dkk., 2003). Menurut
metode pembangkitan gelembung mikro yang diberikan oleh Serizawa dkk.
tersebut maka pembangkit gelembung yang dibangun pada disertasi ini
merupakan kombinasi dari dua proses tersebut, yaitu proses pelepasan tekanan air
yang telah dijenuhkan oleh udara, menggunakan aliran geser untuk memecahkan
gelembung makro dan proses kavitasi.
Pembangkit gelembung yang ada hingga saat ini masih dihasilkan oleh produsen
di luar negeri, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap produksi luar negeri
masih sangat besar. Oleh karena itu pada penelitian untuk disertasi ini
dikembangkan juga unit pembangkit gelembung. Analisa dan tinjauan tentang
pengembangan pembangkit gelembung diberikan pada bab lima.
23
Pembangkit gelembung pada unit DAF diharapkan mampu menghasilkan volume
udara terlarut yang semakin besar dengan diameter gelembung yang semakin
kecil. Dengan diameter gelembung yang semakin kecil akan menghasilkan jumlah
gelembung yang lebih banyak untuk volume udara yang sama. Gelembung mikro
juga memiliki beberapa sifat lain yang menguntungkan, antara lain (Serizawa
dkk., 2003) :
(1) memiliki luas permukaan yang lebih besar untuk fraksi volume udara yang
sama dibandingkan dengan gelembung makro,
(2) memiliki kecepatan naik yang relatif kecil dan waktu tinggal yang lebih lama
jika berada di dalam suatu fasa cair ,
(3) mempunyai probabilitas penggabungan (coalescence) antar gelembung yang
relatif rendah, sehingga memiliki karakter dispersi yang baik dan
pencampuran yang merata (mixture homogeneity),
(4) memiliki sifat terlarut dalam fasa cair dengan permukaan gelembung
cenderung tetap (rigid),
(5) mempunyai potensi elektrikal yang rendah ,
(6) mempunyai sifat dinamika fluida yang baik, yaitu mampu mengurangi
gesekan pada permukaan.
Gelembung yang kecil juga menurut beberapa peneliti dapat meningkatkan kinerja
DAF, karena :
(1) gelembung yang kecil memiliki sudut kontak yang lebih kecil dibandingkan
dengan gelembung yang lebih besar (Hanisch, 1959 dalam de Rijk, 1994),
(2) kemungkinan tumbukan dan adhesi antara gelembung dan partikel akan
meningkat sesuai dengan jumlah gelembung yang dihasilkan, yang tergantung
pada ukuran gelembung (Flint dan Howarth, 1971; Reay dan Ratcliff, 1973
dalam de Rijk, 1994),
(3) gelembung kecil memiliki kecepatan naik yang lebih rendah dibandingkan
dengan gelembung besar, sehingga waktu flotasi dalam tangki DAF menjadi
lebih lama, dan berarti kemungkinan tumbukan antara gelembung dan partikel
juga meningkat,
24
(4) kecepatan naik dari gelembung besar (> 2 mm) memiliki gaya geser yang
terlalu besar pada agglomerat gelembung-flok dan menyebabkan flok menjadi
pecah (Jedele, 1984 dalam de Rijk, 1994).
Berdasarkan data yang diberikan oleh Edzwald (1995) untuk kelarutan udara 3,5
mg/l terdapat 8,75. 104 gelembung/ml cairan, dengan diameter rerata gelembung
40 μm, jarak antar gelembung adalah 312 kali diameter gelembung.
Variabel gelembung dalam kaitannya dengan kinerja DAF sering dinyatakan
dalam bentuk makro sebagai perbandingan antara jumlah udara dengan partikel
padat yang ingin disisihkan (A/S). Perbandingan ini secara mikro memuat
penjelasan tentang kinetika proses DAF dan hidrodinamika pada kolam DAF.
Nilai perbandingan A/S optimum untuk suatu proses flotasi berkisar antara 0,005
– 0,06 (Metcalf, 1991), tergantung pada jenis aplikasinya.
2.2.3 Kelarutan Udara pada Air
Konsentrasi udara yang dihasilkan dalam tangki tekan di dalam air dapat dihitung
dengan mempergunakan hukum Henry:
Cs = kH.*Pc ..................................................................................................(2.1)
dengan :
Cs = konsentrasi kejenuhan udara di dalam air (g/m3)
kH = koefisien Henry (g/m3.Pa)
Pc = tekanan parsial gas (Pa)
Koefisien Henry tergantung pada suhu dan jenis gas (de Rijk dkk, 1994).
Kelarutan udara terhadap suhu diberikan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik udara dan kelarutannya
Suhu (0C)
Kelarutan
volume (ml/l)
Kelarutan
berat (mg/l)
20
30
40
50
60
20,1
17,9
16,4
15,6
15,0
24,3
20,9
18,5
17,0
15,9
Sumber : Eckenfelder (1989)
25
Jumlah udara yang dilepaskan dari larutan ketika tekanan dikurangi menjadi
tekanan atmosfer, menurut Eckenfelder (1989) secara teoritis dapat dihitung
dengan,
P
s = s tt − s .............................................................................................(2.2)
aP
a
a
dengan,
s = jumlah udara yang dilepaskan pada tekanan atmosfer per satuan volume
pada kejenuhan 100%, cm3/liter.
sa
= kejenuhan udara pada tekanan atmosfer, cm3/liter.
Ptt = tekanan absolut tangki tekan
Pa = tekanan atmosfer
Jumlah udara yang dilepaskan tergantung pada turbulensi pencampuran di titik
pengurangan tekanan dan pada tingkat kejenuhan yang didapatkan sistem tekan.
Karena kelarutan limbah industri kurang dari kelarutan dalam air sebuah koreksi
harus dilakukan pada persamaan 2.2.
Tangki tekan umumnya mempunyai kemampuan penjenuhan sekitar 85-90%
(Eckenfelder, 1989). Persamaan 2.2 dapat dimodifikasi untuk menghitung
kejenuhan udara,
f P
s = s ( tt tt − 1) ........................................................................................(2.3)
a P
a
dengan ftt adalah effisiensi tangki tekan (Eckenfelder, 1989).
Menurut Metcalf & Eddy (1991) untuk padatan lumpur dalam air, faktor ftt (fraksi
udara terlarut pada tekanan Pm) adalah 0,5. Dengan mengatur persamaan 2.3 dapat
dihitung nilai ftt,
⎞
P ⎛ s
f = a ⎜ + 1⎟ .......................................................................................(2.4)
tt P ⎜ s
⎟
m⎝ a
⎠
Tekanan (Pm) dapat diketahui dari pembacaan manometer, sedangkan faktor
kejenuhan (sa) dapat diketahui dari Tabel 2.1. Gas-holdup menurut Finch dan
Dobby (1990) dapat diukur
di dalam kolom flotasi dengan menggunakan
persamaan Bernoulli. Ini berarti nilai ftt dapat diketahui dengan mempergunakan
26
persamaan 2.4. Nilai tekanan optimum pada tangki DAF untuk berbagai aplikasi
berdasarkan hasil-hasil penelitian dicantumkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tekanan optimum tangki penjenuh pada DAF
Limbah
Peneliti
Mennell dkk. (1974)
Reed dan Woodard (1976)
Moursy dan Abo (1982)
Eckenfelder (1989)
Wisjnuprapto dan Utomo (1994)
Stoica dkk. (1998)
Manjunath dkk. (2000)
Chung (2000)
domestik
peternakan ayam
kilang minyak
SS, oil & grease
minyak kelapa sawit
recovery Mn2+
rumah potong hewan
pengolahan air
minum
minyak bumi-air
partikel tapioka
Wisjnuprapto dan Budianto (2002)
Wisjnuprapto dan Amri (2004)
P optimum (psi)
50
40 – 80
58,8
50 – 70
64
58
58,8
64
60
60
2.2.4 Penentuan Gas-Holdup
Pengukuran jumlah udara yang dilepaskan dilakukan dengan mengunakan metode
gas-holdup (fraksi volume udara terhadap volume total). Asumsi-asumsi yang
digunakan dalam metode ini adalah, komponen dinamik dari tekanan diabaikan,
beban gelembung relatif kecil, massa jenis partikel agregat dan gelembung
diabaikan.
Tekanan di atas atmosfer pada titik A dan B yang diperlihatkan pada Gambar 2.1a
adalah,
PA = ρ sl gL A (1 − ϕ gA )
PB = ρ sl gLB (1 − ϕ gB ).
.................................................................................. (2.5)
dengan,
ρsl
= massa jenis slurry
ϕgA dan ϕgB = gas-holdup di atas A dan B ( hasil kali L(1-εgA) sama dengan
tinggi slurry tanpa gas).
27
level
liquid
Δh
LB
B
LA
A
A
Gas
B
ΔL
ΔP
ΔL
h2
h1
(b)
(a)
Sumber: Finch & Dobby (1991)
Gambar 2.1 Pengukuran gas-holdup dengan menggunakan beda tekanan:
(a) secara umum; (b) dengan menggunakan manometer air.
Oleh karena itu perbedaan tekanan, ΔP, antara A dan B adalah
ΔP = ρ sl gL (1 − ϕ g ) .................................................................................. (2.6)
Dengan mengatur persamaan 2.6 diperoleh,
ϕg = 1 −
ΔP
......................................................................................... (2.7)
ρ sl g ΔL
Nilai ϕg adalah pengukuran lokal pada jarak ΔL dan gas-holdup pada bagian lain
kolom bukan merupakan suatu faktor. Pengukuran yang berulang-ulang sepanjang
kolom akan didapatkan nilai ϕg yang stabil.
Jika manometer yang digunakan diisi dengan air untuk mengukur tekanan seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.1b, maka
PA = ρ w g (ΔL + h1 )
PB = ρ w gh2
........................................................................................ (2.8)
Oleh karena itu,
ΔP = ρ w g (ΔL − Δh )
....................................................................................... (2.9)
dengan Δh positif jika manometer titik B lebih tinggi dari manometer titik A.
Ketika Δh positif massa jenis bulk pada zone penggumpul lebih kecil dari pada
massa jenis air; dan jika Δh negatif massa jenis bulk pada zone penggumpul lebih
besar dari pada massa jenis air. Maka ϕg adalah (Finch dan Dobby, 1990),
28
⎡ ρ w ⎛ Δh ⎞ ⎤
⎜1 −
⎟ ⎥ ............................................................................ (2.10)
⎣ ρ sl ⎝ ΔL ⎠ ⎦
ϕg = 1 − ⎢
2.2.5 Perbandingan Fraksi Udara dan Partikel Padat pada DAF
Kinerja sistem flotasi tergantung pada jumlah udara yang cukup untuk
mengangkat semua padatan yang tersuspensi. Jumlah udara yang tidak cukup
hanya akan mengangkat sebagian padatan, dan kelebihan udara akan menganggu
proses flotasi (Lundh dkk., 2000). Kinerja unit flotasi dalam kualitas efluen dan
konsentrasi padatan yang mengapung menurut Eckenfelder (1989) dapat
dihubungkan dengan perbandingan udara/padatan, yang biasanya didefinisikan
sebagai jumlah massa udara yang dilepaskan per massa padat yang terdapat dalam
influen,
A s a Qrs
=
S S a Qin
⎛ fP ⎞
⎜⎜
− 1⎟⎟ ................................................................................. (2.11)
⎝ Pa
⎠
dengan
Qin = debit influen aliran limbah,
Qrs = debit resirkulasi limbah yang sudah pernah bertekanan dan
Sa = influen minyak dan/atau padatan tersuspensi.
Menurut Metcalf & Eddy (1991) perbandingan antara A/S dan kelarutan udara,
tekanan operasi, dan konsentrasi padatan untuk flotasi udara terlarut dengan
resirkulasi adalah,
A 1,3sa ( f tt Pf − 1) Qrs
=
........................................................................... (2.12)
S
S a Qin
dengan ,
A/S = perbandingan udara terhadap padatan, ml.mg-1
sa
= kelarutan udara, ml.l-1
ftt = effisiensi tangki tekan yang menyatakan fraksi udara terlarut pada tekanan
Pf, biasanya 0,5
Pf = tekanan terkoreksi, atm
P + 14, 7
= m
(satuan Amerika)
14, 7
29
P + 101,35
(satuan SI)
= m
101,35
Pm = tekanan terukur (lb.in-2 atau kPa)
Sa = padatan sludge (mg.l-1)
Faktor 1,3 adalah berat dalam miligram dari 1 mililiter udara.
Persamaan 2.11 dan 2.12 meskipun memberikan perbandingan antara jumlah
udara dengan padatan, tetapi tidak memperhitungkan jumlah udara yang telah
terlarut di dalam influen yang akan diolah oleh proses DAF. Edzwald (1995)
memberikan persamaan yang memperhitungkan jumlah udara yang terlarut di
dalam influen yang akan diolah dengan proses flotasi. Persamaan yang diusulkan
oleh Edzwald (1995) menyatakan massa udara per satuan volume air di dalam
kolom flotasi adalah,
Cr =
(C sat − C a )Qr sin − C j
1 + Qr sin
...................................................................... (2.13)
dengan,
Csat = konsentrasi massa udara terjenuhkan di dalam tangki tekan
= f.P/kH, dengan f adalah effisiensi tangki tekan, P adalah tekanan tangki
tekan dan kH adalah konstantan Henry (4,18 kPa/mg/l pada 200C)
Ca
= konsentrasi udara tersisa di dalam larutan pada tekanan atmosfer
Qrsin = perbandingan debit resirkulasi terhadap debit influen (Qrs/Qin)
Cj
= faktor kejenuhan aliran influen pada kolom flotasi yang diberikan oleh
(Ca – Co), dengan Co adalah konsentrasi massa udara dari aliran influen
2.2.6 Turbulensi dan Kavitasi pada Pembangkitan Gelembung
Pembentukan gelembung pada tangki tekan DAF adalah akibat perbedaan
tekanan. Gelembung dapat terbentuk juga karena kavitasi. Kavitasi merupakan
nukleisasi (nucleation) fluida yang terjadi saat tekanan udara berada dalam
tekanan uap. Nukleisasi fluida terjadi juga saat suhu berada di atas suhu jenuh uap
atau fluida. Nukleisasi ini dikenal sebagai mendidih (boiling). Perubahan tekanan
30
tersebut dapat dihasilkan dari fluktuasi kecepatan. Fluktuasi kecepatan pada fluida
dikenal sebagai turbulensi (Brennen, 1995).
Turbulensi dan nukleisasi fluida ini menghasilkan gelembung dalam fluida.
Turbulensi dan nukleisasi dapat dihasilkan oleh agitasi. Reaktor dengan agitasi
fluida banyak diaplikasikan pada bidang kimia, bioteknologi dan perminyakan
(Charpentier, 1981 yang dikutip oleh Lemoine dkk., 2004). Unit agitasi ini dapat
dioperasikan sebagai unit aerasi permukaan (surface-aeration reactor), unit
dengan induksi udara (gas-inducing reactor) atau unit dengan sebaran udara (gassparging reactor) (Lemoine dkk., 2004). Parameter yang berpengaruh pada unit
agitasi antara lain kecepatan pencampuran, letak pengaduk terhadap permukaan
udara dan cairan, geometri pengaduk dan reaktor, serta tinggi dan lebar baffle
(Lemoine dkk, 2004).
Turbulensi yang terjadi pada unit agitasi permukaan disebabkan oleh masuknya
udara ke permukaan cairan (Tanaka dan Izumi, 1987; Patwardhan dan Joshi,
1999). Sedangakan kavitasi yang terjadi di unit agitasi dengan induksi udara
terjadi di daerah dekat pengaduk dan diakibatkan oleh meningkatnya kecepatan
pengadukan. Kavitasi yang terjadi ini mengakibatkan berkurangnya massa jenis
fasa terdispersi dan tenaga yang digunakan (Forrester dkk., 1998;
Brennen,
2005).
Kavitasi terjadi pada aliran sistem cairan saat tekanan jatuh dengan cukup rendah
di beberapa lokasi dalam aliran sehingga terbentuk gelembung (Brennen, 2005).
Kavitasi dihasilkan pada daerah dengan densitas energi yang sangat besar yaitu
antara 1-1018 kW/m3. Kavitasi dihasilkan juga di tempat turbulensi lokal dan
mikro-sirkulasi cairan (Gogate dkk., 2006). Berdasarkan penyebabnya kavitasi
dapat dibagi menjadi empat, yaitu kavitasi akuistik, hidrodinamik, optik dan
kavitasi partikel (Gogate dkk., 2006).
Kavitasi akuistik disebabkan adanya perbedaan tekanan akibat gelombang suara,
umumnya terjadi pada ultrasound (16 kHz – 100 MHz). Kavitasi hidrodinamik
dihasilkan karena variasi tekanan yang disebabkan oleh sistem geometri yang
dibentuk sehingga menghasilkan variasi kecepatan. Sebagai contoh, berdasarkan
31
sistem geometri dapat dihasilkan perubahan tekanan dan energi kinetik yang
menghasilkan kavitasi seperti aliran melalui oriffice dan venturi. Kavitasi optik
dihasilkan oleh photon cahaya dengan intensitas besar yang terputus di dalam
cairan. Kavitasi partikel dihasilkan dari elemen beam partikel, yaitu saat beam
netron terputus di dalam cairan, misalnya terjadi pada rongga gelembung (Gogate
dkk., 2006).
Kavitasi telah banyak diaplikasikan pada beberapa bidang misalnya proses kimia,
pengolahan air dan limbah cair, bioteknologi, sonokristalisasi dan atomisasi
(Gogate dkk., 2006). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan antara lain
mempergunakan kavitasi hidrodinamik untuk menghasilkan gelembung selain
turbulensi dan perbedaan tekanan dari unit pembangkit. Kavitasi hidrodinamik
membutuhkan energi yang lebih kecil dibandingkan dengan kavitasi akuistik dan
juga dapat diaplikasikan pada skala operasi yang besar (Save dkk., 1994, 1997).
Pembangunan pembangkit gelembung untuk unit DAF yang dilakukan pada
disertasi ini memanfaatkan turbulensi dan kavitasi untuk meningkatkan jumlah
gelembung. selain tekanan yang umum digunakan pada tangki tekan unit DAF.
2.3 Kecepatan Gelembung dan Agglomerat Gelembung-Partikel
2.3.1 Kecepatan gelembung Tunggal
Ukuran gelembung dalam proses DAF lebih dari 95% berada diantara kisaran 10120 μm, dengan diameter rata-rata 40 μm (Zabel, 1985; Edzwald, 1995). Menurut
Clift dkk. (1978) kecepatan naik gelembung merupakan fungsi dari ukuran
gelembung. Untuk gelembung yang kecil dengan ukuran ≤ 100 μm dan berbentuk
bola rigid pada aliran laminer akan mengikuti hukum Stokes. Gelembung yang
lebih besar akan memiliki kecepatan naik yang lebih besar dan berbentuk elipsoid
untuk gelembung berdiameter 1-10 mm atau setengah bola untuk gelembung
berdiameter lebih dari 10 mm. Edzwald (1995) juga mengacu pada Clift (1978)
untuk mengetahui kecepatan udara di dalam fluida. Roques dan Aurelle (1991)
juga mempergunakan hukum Stokes untuk memperkirakan kecepatan droplet
minyak yang berada pada ukuran mikron meter.
32
Berdasarkan kepada ukuran gelembung yang terdapat di dalam proses DAF maka
kecepatan gelembung pada proses DAF dapat dihitung dengan mempergunakan
hukum Stokes. Persamaan Stokes tersebut adalah,
db2 .g .( ρ − ρ )
l
b ................................................................................ (2.14)
V =
b
18.μ
l
dengan μl adalah viskositas dinamik fluida (N.det.m-2)
Adanya surfaktan (surface-active agent) berpengaruh terhadap terhadap
pergerakan gelembung dan kecepatan terminal gelembung yang melalui air
(Gorodetskaya, 1949; Levich, 1962; Sam dkk., 1996 semua dalam Nguyen, 1998).
Gelembung umumnya diasumsikan berlaku seperti bola padat, sehingga pada
Reynolds (Re) yang melebihi suatu nilai kritik, gelembung tetap diasumsikan
dalam bentuk bola. Untuk gelembung dalam air terdistilasi dan dalam larutan
surfaktan, nilai kritik (Rec) tersebut masing-masing sekitar 40 dan 130
(Rosenberg, 1950; Fuerstenau dan Wayman, 1958 semua dalam Nguyen, 1998).
Meningkatnya bilangan Reynolds selanjutnya akan menyebabkan koefisien geser
(drag coefficient) gelembung terdeviasi dari kurva geser standar untuk partikel
padat secara bervariasi. Menurut Karmanev (1994 yang dikutip oleh Nguyen,
1998) koefisien geser akan konstan (0,95) untuk gelembung dengan bilangan Re >
130. Bilangan Re dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
V .d .ρ
Re = b b l ......................................................................................... (2.15)
μ
l
dengan,
Vb = kecepatan gelembung (m. det-1)
db = diameter gelembung (m)
ρl = massa jenis liquid (kg. m-3)
Kecepatan terminal gelembung di air terkontaminasi dengan bilangan Re <130
atau bilangan Archimedes (Ar) yang tidak lebih besar dari 12332, dapat
menggunakan persamaan 2.14 yang dinyatakan dalam bilangan Ar. Persamaan
tersebut adalah :
33
⎧
⎫
⎪
⎪
Ar 96
⎪
⎪
V = V ⎨1 +
⎬
b
s
0,
755
0,
749
⎪
⎪
1 + 0, 079 Ar
⎩⎪
⎭⎪
dengan,
(
−1
)
............................................. (2.16)
Vs = db2.g.ρl./18μl (kecepatan Stokes)
Ar = db3.g.ρl2/μl2
Hubungan antara bilangan Re dan bilangan Ar adalah,
⎧
⎫
⎪
⎪
Ar ⎪
Ar 96
⎪
Re =
⎨1 +
0, 755 ⎬⎪
18 ⎪
0,
749
1 + 0, 079 Ar
⎪⎩
⎭⎪
(
)
−1
........................................... (2.17)
Kecepatan terminal gelembung di air terkontaminasi dengan bilangan Ar > 12332
dan bilangan Morton (M) ≤ 10-6, adalah
Vb =
3
1 ( 2 − 2b )
g μl ⎧⎪ 4a 2 M 0, 46b ⎫⎪
( Ar )( 2b + 1) ( 6 − 6b ) ................... (2.18)
⎨
⎬
3k
ρl ⎪
⎪⎭
⎩
dengan,
M =
γl
gμ l4
ρ l γ l3
= tegangan permukaan liquid
Untuk gelembung bulat, b = 0 dan a = 0,62 (Tadaki dan Maeda, 1961 dalam
Nguyen, 1998). Parameter numerik a dan b berdasarkan bilangan Archimedes dan
Morton gelembung diberikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Parameter numerik a dan b berdasarkan bilangan Archimedes
dan Morton gelembung
12332 ≤ Ar ≤ 3,158 M-0,46
a =1, b = 0
3,158 M-0,46 ≤ Ar ≤ 29,654 M-0,46
a =1,14, b = - 0,176
29,654 M-0,46 ≤ Ar ≤ 506,719 M-0,46
a = 1,36, b = - 0,28
506,719 M-0,46 ≤ Ar
a = 0,62, b = 0
Sumber : Nguyen, 1998
34
Persamaan 2.18 diharapkan dapat digunakan untuk memperkirakan kecepatan
naik gelembung di dalam proses flotasi yang memiliki diameter < 2,5 mm. Pada
proses DAF gelembung memiliki diameter 10-120 μm, sehingga hukum Stokes
lebih berdaya guna.
2.3.2 Kecepatan Agglomerat Gelembung-Partikel
Kecepatan agglomerat gelembung-partikel yang berada dalam tangki DAF
berbeda dengan kecepatan gelembung tunggal pada DAF. Kecepatan agglomerat
gelembung-partikel tergantung pada fraksi volume gelembung yang terdapat pada
agglomerat gelembung-partikel.
Mekanisme transportasi partikel atau agglomerat yang terbentuk oleh partikelgelembung pada unit DAF dapat dibedakan menjadi dua, yaitu untuk diameter
partikel flok lebih besar dari diameter gelembung (da>db) dan kondisi (da<db)
Pada kondisi (da>db) gelembung akan terperangkap pada partikel flok, sedangkan
pada kondisi (da<db) partikel flok yang terperangkap di gelembung (Matsui dkk.,
1998).
Pada kondisi (da>db) dan (da<db), masing-masing besarnya diameter rerata
agglomerat gelembung-flok dapat diperkirakan dengan persamaan berikut (Matsui
dkk., 1998):
1
d = id 3 + d 3 3 ............................................................................ (2.19)
fa
b
a
(
)
1
3
3
3 ........................................................................... (2.20)
d = d + jd
af
b
a
(
)
dengan
dfa dan daf
= diameter agglomerat gelembung-flok masing-masing untuk kondisi
(da>db) dan (da<db);
i dan j
= jumlah gelembung dan partikel flok.
Kecepatan naik agglomerat gelembung-flok pada masing-masing kondisi (da>db)
dan (da<db)adalah (Matsui dkk., 1998):
35
=
v
d, j
v
=
d,i
ig ρ d 3
w a
1
3
3
3
18μ id + d
b
a
(
)
gρ d3
w a
1
3
3
3
18μ d + jd
b
a
(
)
................................................................... (2.21)
................................................................... (2.22)
Kecepatan untuk partikel atau flok yang lebih besar dibandingkan diameter
gelembung diberikan juga oleh persamaan berikut (Leppinen dkk., 2001) :
⎛ ρ − ρ ⎞ gd 2
⎜
eq ⎟⎠ eq
v =⎝
.......................................................................... (2.23)
i
18μ
dengan :
deq = diameter equivalen yang diberikan oleh persamaan 2.24 serta
ρeq = diameter equivalen yang diberikan oleh persamaan 2.25 berikut ini :
1
d = ⎛⎜ id 3 + d 3 ⎞⎟ 3 ........................................................................... (2.24)
eq ⎝ b
p ⎠
⎛ ρ id 3 + ρ d 3 ⎞
⎜ p b
p p ⎟⎠
.................................................................. (2.25)
ρ =⎝
eq
⎛ id 3 + d 3 ⎞
⎜ b
p ⎟⎠
⎝
2.4 Model Kinetika Unit DAF
Model kinetika proses pada DAF menurut Holt dkk. (2004) dibagi menjadi dua
yaitu model effisiensi kolektor air berbuih (white water collector efficiency WCE) dan model neraca populasi pada kondisi turbulensi (population balance
turbulence - PBT). Model WCE dikembangkan oleh Edzwald dkk. (1991) dan
pengembangan terakhir model WCE mempergunakan dimensi fraktal untuk
agglomerat gelembung dan partikel padatan (Haarhoff dan Edzwald, 2004).
Sedangkan model PBT dikembangkan oleh kelompok Tambo dkk. (1986). Model
PBT terakhir yang dikembangkan oleh Tambo dkk. adalah membangun model
36
laju tumbukan gelembung dan padatan pada kondisi turbulensi dengan
mengabaikan faktor gravitasi. Tinjauan terhadap agglomerat yang terbentuk
dibagi menjadi dua, yaitu untuk diameter gelembung yang lebih besar dari
diameter padatan dan sebaliknya (Matsui dkk., 1998).
Emmanouil dkk. (2007) telah melakukan simulasi dengan Fluent® dengan
mempergunakan model DPM , model Eulerian dan model mixture. Model DPM
digunakan Emmanouil dkk. (2007) untuk mensimulasikan pola aliran. Model
DPM umumnya dibandingkan dengan model penjejakan (tracer), seperti yang
dilakukan oleh Zitny dan Thyn (1997) dan Notodarmojo dkk. (2005)
Model Eulerian dan model mixture menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Model mixture membutuhkan waktu yang lebih cepat dalam perhitungan
dibandingkan dengan model Eulerian. Hal ini dikarenakan pada model Eulerian
penyelesaian persamaan massa dan momentum dilakukan pada setiap fasa,
sedangkan pada model mixture penyelesian persamaan massa dilakukan secara
bersama (Fluent User Manual, 2003). Model Eulerian hanya dapat digunakan
untuk analisa dua fasa, sedangkan model mixture memungkinkan untuk
digunakan dalam tiga fasa. Penelitian ini akan menggunakan model mixture untuk
simulasi hidrodinamika pada tangki DAF.
Emmanouil dkk. (2007) pada simulasi unit DAF mempergunakan model kinetika
flotasi yang dikembangkan oleh Koh dkk (2000) dan Koh & Schwarz (2003).
Sedangkan untuk tumbukan Emmanouil dkk. (2007) mempergunakan
model
Saffman dan Turner (1956). Emmanouil dkk. (2007) untuk memperkirakan
probabilits tumbukan mempergunaan persamaan yang dikembangkan oleh Yoon
dan Luttrell (1989). Persamaan Yoon dan Luttrell (1989) hanya berlaku pada
bilangan Reynolds (Re) 0< Re < 300.
Emmanouil dkk. (2007) mempergunakan model standar κ-ε dan model κ-ω untuk
turbulensi aliran. Kedua model turbulensi ini memberikan hasil yang sama untuk
kecepatan aliran dan fraksi volume udara pada aliran dua fasa (Emmanouli dkk.,
2005 yang dikutip oleh Emmanouil dkk., 2007), tetapi memberikan hasil yang
berbeda pada perkiraan padatan yang disisihkan. Pada penggunaan model
37
turbulensi standar κ-ε dan model κ-ω didapatkan besarnya masing-masing
penyisihan partikel padat sebesar 50,0 dan 80,6 %. Simulasi yang dilakukan oleh
Emmanouil dkk. (2007) mempergunakan zeolite sebagai padatan dan diameter
rerata gelembung diasumsikan 500 μm.
Emmanouil dkk (2007) mendasarkan pada persamaan kinetika dan model
turbulensi yang dipergunakan berkesimpulan bahwa kecepatan flotasi ditentukan
oleh parameter lokal seperti laju dan probabilitas tumbukan partikel dengan
gelembung, bukan oleh distribusi masing-masing fasa secara makroskopik.
Distribusi fasa secara makrokospik merupakan proses hidrodinamika tiga fasa
dalam tangki DAF. Percobaan tentang hidrodinamika pada tangki DAF yang
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa hidrodinamika
tangki DAF berpengaruh terhadap effisiensi penyisihan, antara lain oleh
Wisjnuprapto dan Utomo (1994) dan Lundh (2002). Wisjnuprapto dan Utomo
(1994) mendapatkan bahwa tinggi baffle dalam tangki DAF mempengaruhi
effisiensi penyisihan emulsi minyak dari air. Lundh (2002) mendapatkan bahwa
tinggi baffle mempengaruhi kecepatan aliran yang berada di bawah lapisan
agglomerat-gelembung (froth). Kecepatan aliran yang terlalu tinggi pada di bawah
lapisan froth akan mengakibatkan agglomerat tersebut terbawa ke dalam effluent
sehingga mengurangi effisiensi penyisihan.
Penelitian yang lain tentang hidrodinamika pada kolam gelembung juga
menunjukan
pengaruh
hidrodinamika
terhadap
kinerja
reaktor.
Belum
terungkapnya seluruh proses yang terjadi pada hidrodinamika DAF secara jelas ini
membuat Boudin (1989) salah seorang ahli flotasi dunia mengungkapkan sebuah
joke bahwa tinggi kolom flotasi adalah sama dengan tinggi istrinya.
Perkembangan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics) dan
perangkat keras komputer pada satu dasawarsa terakhir ini sangat membantu
dalam peningkatan pemahaman proses hidrodinamika dalam tangki DAF.
Desain dan operasional pada metode DAF selama ini dikembangkan melalui data
empirik yang didapatkan dari percobaan model skala pilot. Percobaan yang
dilakukan tersebut umumnya membutuhkan waktu banyak dan biaya tinggi.
38
Model matematik yang ada sekarang ini dikembangkan berdasarkan pada
pertimbangan desain dan operasi rasional (Fukushi dkk., 1998).
2.4.1 Model Kinetika DAF yang Telah Dikembangkan
1. Model Aurelle (1991)
Effisiensi penyisihan pada tangki flotasi unit DAF menurut Aurelle (1991)
diberikan pada persamaan berikut :
Qg
−3 2.
.αη
. .H
AoVo T db
Ct
1− =1− e
.............................................................. (2.26)
Ci
dengan
Ci dan Ct = konsentrasi materi tersisihkan pada inlet dan outlet,
α
= koefisien adhesi,
Vo
= kecepatan emulsi di dalam tangki flotasi,
Ao
= luas potongan melintang tangki flotasi didapatkan,
H
= tinggi tangki flotasi,
db
= diameter gelembung.
Effisiensi intersepsi dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut :
ηΤ = ηS+ ηΙ + ηD ............................................................................... (2.27)
dengan
ηΤ
= effisiensi intersepsi,
ηS
= intersepsi oleh sedimentasi,
ηI
= intersepsi oleh intersepsi langsung,
ηD
= intersepsi oleh difusi.
Effisiensi intersepsi ini didasarkan pada metode kolektor tunggal (Flint dan
Howarth, 1971; Reay dan Ratcliff, 1973, yang semua dikutip oleh Edzwald,
1995); dan juga model pendekatan penyisihan partikel pada filtrasi unggun dalam
(deep bed filtration) (Yao dkk., 1971 yang dikutip oleh Edzwald 1995).
Persamaan untuk intersepsi adalah sebagai berikut :
39
Δρ .g .d 2
E
ηs =
18μl .Vo
3⎛d
ηI = ⎜ E
2 ⎜⎝ d p
⎞
⎟⎟
⎠
................................................................................. (2.28)
2
................................................................................. (2.29)
⎛
K .T
η D = 0,9 ⎜
⎜ μl .d E .d p .Vb
⎝
2
⎞ 3
⎟⎟
⎠
.............................................................. (2.30)
dengan,
Δρ = perbedaan massa jenis
dE = diameter emulsi
μl = viskositas dinamik fluida
Vo = kecepatan aliran
dp = diameter kolektor
K
T
= konstanta Boltzman (1,38062. 10-16 erg.derajat-1 atau 1,38062. 10-16
g.cm2.det-2.derajat-1 )
= suhu mutlak (0K).
2. Model Edzwald dan Model Tambo
Menurut Edzwald (1995) laju penyisihan partikel yang dilakukan oleh gelembung
tunggal pada suatu sistem yang terdiri dari sejumlah gelembung nb, adalah :
dn p
dt
= −(αη T )( AbVb nb )n p ................................................................... (2.31)
dengan
np
= konsentrasi jumlah partikel dan
Ab
= luas permukaan gelembung.
Persamaan 2.31 dapat dinyatakan ke dalam bentuk yang lebih sederhana dengan
mempergunakan kf sebagai konstanta laju flotasi,
dN p
dt
= − k f N p ....................................................................................... (2.32)
dengan kf = (αηT)(AbVbnb).
40
Persamaan 2.32 jika ditulis dengan mempergunakan suku konsentrasi volume
gelembung (Φb), diameter gelembung (db) dan mengasumsikan bahwa Ab =
(πdb2)/4, didapatkan persamaan,
dn p
dt
=−
3
(αη T )(Φ bVb n p ) .............................................................. (2.33)
2.d b
Jika ditulis sebagai penyisihan partikel terhadap tinggi tangki flotasi, diperoleh
persamaan,
dn p
dH
=−
3
(αηT )(Φ b n p ) ................................................................... (2.34)
2.d b
Tambo dkk. (Tambo dan Matsui, 1986; Fukushi dkk., 1995) mengambil
pendekatan dan model tumbukan partikel-gelembung yang berbeda yaitu sebagai
proses flokulasi heterogen. Kedua peneliti tersebut melakukan pendekatan
menggunakan konsep tumbukan kolektor tunggal dan pendekatan Tambo
disesuaikan dan divalidasi ke model penyisihan partikel oleh gelembung. Setiap
pendekatan membuat asumsi dan setiap model berusaha mendekati kondisi
sesungguhnya. Tambo mempertimbangkan bahwa bulk aliran fluida di dalam
tangki flotasi karakteristiknya ditentukan oleh aliran turbulen. Persamaan laju
flokulasi yang diusulkan Tambo menuliskan bahwa tumbukan antara gelembung
dan partikel disebabkan oleh bulk kecepatan air yang berbeda akibat percampuran
turbulensi. Tambo mempergunakan pendekatan yang berbeda untuk pengumpulan
partikel pada gelembung yaitu, model effisiensi tumbukan kolektor tunggal.
Transportasi yang dipertimbangkan pada di sini adalah di sekitar permukaan
gelembung. Pergerakan relatif
fluida ke gelembung diasumsikan membentuk
garis aliran yang mengelilingi gelembung. Garis aliran disekitar gelembung yang
bergerak naik tersebut terjadi pada kondisi laminer.
Menurut Edzwald (1995) perbedaan model yang diusulkan olehnya dan oleh
Tambo dkk. adalah model Edzwald
mengandung faktor kf = (αηT)(AbVbnb),
sedangkan model Tambo didasarkan pada,
Γ = α b β (d p , db )n p nb ............................................................................ (2.35)
dengan
41
Γ
= laju tumbukan dan
β(dp, db)
= fungsi frekuensi tumbukan yang dimodelkan oleh Tambo sebagai
transportasi antara partikel dan gelembung disebabkan oleh perbedaan
bulk kecepatan air dari percampuran turbulen.
Suku β(dp, db) pada model Tambo ekuivalen dengan suku ηT.Ab.Vb dari model
Edzwald yang tumbukan pada permukaan gelembung sebagian besar disebabkan
oleh intersepsi.
3. Model Matsui dkk. (1998)
Model kinetik DAF yang dikembangkan Matsui dkk. (1998) didasarkan pada
agglomerat gelembung-flok. Matsui dkk. (1998) membagi model kinetika DAF
dalam dua kondisi, yaitu untuk diameter partikel flok lebih besar dari diameter
gelembung (d>da) dan kondisi (d<da) Pada kondisi (d>da) gelembung akan
terperangkap pada partikel flok, sedangkan pada kondisi (d< da) partikel flok
yang terperangkap di gelembung.
A. Diameter dan kecepatan naik agglomerat gelembung-flok
Pada kondisi (d>da) dan (d<da), masing-masing besarnya diameter rerata
agglomerat gelembung-flok dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :
(
d fa = id a3 + d 3
)
1
3
................................................................................. (2.36)
d af = (d a3 + jd 3 )3 ................................................................................ (2.37)
1
dengan
dfa dan daf
= diameter agglomerat gelembung-flok masing-masing untuk kondisi
(d>da) dan (d<da); i dan j, masing-masing adalah jumlah gelembung
dan partikel flok.
Kecepatan naik agglomerat gelembung-flok pada masing-masing kondisi (d>da)
dan (d<da) adalah :
wd , j =
igρ w d a3
18μ (id + d
3
a
)
1
3 3
........................................................................ (2.38)
42
wd , i =
gρ w d a3
18μ (d + jd
3
a
)
1
3 3
........................................................................ (2.39)
B. Model kinetika agglomerat gelembung-flok
Model kinetika agglomerat gelembung-flok yang dikembangkan oleh Matsui dkk
(1998) didasarkan pada model neraca populasi (population balance model).
Sedangkan frekuensi tumbukan gelembung dan flok dibangun pada kondisi aliran
turbulen. Parameter yang dipergunakan untuk aliran turbulen adalah gradien
kecepatan rerata (G) yang didefinisikan oleh Camp dan Stein (1943). Gradien
kecepatan rerata didefinisikan sebagai hubungan antara energi dissipasi per satuan
massa dari fluida (ε) dengan viskositas kinematik (υ). Energi dissipasi (ε) juga
dikenal sebagai densitas energi Kolmogorov (Matsui dkk., 1998; Pyke, 2004).
Model kinetika agglomerat gelembung-flok pada kondisi diameter flok lebih besar
dari diameter gelembung (d>da) dapat dituliskan dengan persamaan berikut :
n d ,i =
n d ,i
nd
⎡ ⎛ Kτ
⎛m ⎞
= ⎜⎜ d ⎟⎟ exp(− Kτ )⎢exp⎜⎜
⎝ i ⎠
⎣ ⎝ md
∞
dτ
1
nd md
= 1−
dt
na ,o ∫0
⎡
⎛ Kτ
⎢1 − exp ⎜ −
⎢⎣
⎝ md
i
⎞ ⎤
⎟⎟ − 1⎥ ..................................... (2.40)
⎠ ⎦
⎞⎤
⎟ ⎥ dd ............................................ (2.41)
⎠ ⎥⎦
dengan K = k.α0 .na ,o
Model kinetika agglomerat gelembung-flok pada kondisi diameter flok lebih kecil
dari diameter gelembung (d<da) dapat dituliskan dengan persamaan berikut :
n
≅ exp(− Kt ) .................................................................................... (2.42)
n0
4. Model Wisjnuprapto dan Budianto (2002)
Effisiensi penyisihan pada unit DAF pada kondisi aliran laminer yang
dikembangkan oleh Wisjnuprapto dan Budianto (2002):
43
1−
Cs
= 1− e
C0
⎛ fttP ⎞ ⎛ g.db ⎞
⎜ ⎟α.η ⎜ ⎟.t
⎜ Pa ⎟ T ⎜ μl ⎟
⎝ ⎠ ⎝ ⎠
1
− .s .Q
.
12 a r sin
.............................................. (2.43)
dengan
Co
= konsentrasi awal,
Cs
= konsentrasi setelah pengolahan,
g
= gaya gravitasi dan
t
= waktu tinggal dalam tangki flotasi unit DAF
Qrsin = faktor resirkulasi.
Qrsin = 1 untuk proses DAF tanpa resirkulasi;
Qrsin = [Qrs-(Cj/ρsat)] / (Qin+Qre) untuk proses DAF dengan resirkulasi.
Qrs dan Qin masing-masing adalah debit resirkulasi dan debit influen.
Model tersebut dikembangkan berdasarkan model tumbukan kolektor tunggal,
yang terjadi pada aliran laminer dengan tiga jenis intersepsi yaitu gerak jatuh
karena gravitasi, intersepsi dan difusi Brown (Wisjnuprapto dan Budianto, 2002).
Model ini meskipun dibangun pada aliran laminer merupakan model kinetika
DAF yang mempertimbangan debit resirkulasi.
Studi teoritis interaksi antar partikel pada aliran turbulen dimulai sejak tahun
1939 oleh Arenberg dan kemudian diikuti oleh Gabilly tahun 1949, East dan
Marshall tahun 1954. Kompleksnya permasalahan interaksi antar partikel pada
kondisi turbulen menyebabkan beberapa hasil studi awal mendapatkan hasil yang
berbeda. Bahkan beberapa peneliti mendapatkan tumbukan pada kondisi aliran
turbulen tidak menunjukkan hasil yang berbeda
dibandingkan pada kondisi
gravitasi (Franklin dkk., 2005).
Penggabungan pada kondisi turbulen dibangun dari tiga proses yaitu tumbukan
geometri yang disebabkan interaksi partikel-turbulen, effisiensi tumbukan
(collision) yang disebabkan oleh interaksi partikel-partikel dan effisiensi
penggabungan yang disebabkan oleh karakteristik permukaan. Laju pengumpulan
untuk partikel yang berada dalam aliran yang tenang dan dipengaruhi oleh
44
gravitasi dapat dinyatakan dengan persamaan pengumpulan kernel (collision
kernel), yaitu :
Γ = π (r1 + r2 ) (vt1 − vt 2 )E (r1 , r2 ) ......................................................... (2.44)
2
dengan
r1 dan r2
= radius partikel,
vt1 dan vt2 = kecepatan terminal setiap partikel dan
E
= effisiensi pengumpulan, yang merupakan hasil kali dari effisiensi
tumbukan dan penggabungan (Franklin dkk., 2005).
Karena
sulitnya
mengukur
effisiensi
penggabungan
maka
effisiensi
penggumpulan adalah sama dengan effisiensi tumbukan (Vohl dkk., 1999 yang
dikutip oleh Franklin dkk., 2005).
2.4.2 Model Kinetika Makroflotasi
1. Model I - Bloom dan Heindel (2002)
Model kinetika pada proses flotasi yang paling umum digunakan adalah model
yang dikembangkan oleh Ahmed dan Jameson (1989). Ahmed dan Jameson
mempergunakan persamaan differensial untuk menggambarkan neraca populasi
(population balance) yang ada pada tangki flotasi, seperti dituliskan berikut ini :
dn pf (t )
dt
(
) (n (t ))
= −k ' nbf (t )
m
f
p
n
................................................................... (2.45)
dengan
nfb(t) dan nfp(t) = konsentrasi gelembung dan partikel bebas,
t
= waktu flotasi,
m dan n
= derajat reaksi dan
k’
= konstanta laju semu (pseudo-rate).
Asumsi yang digunakan pada model flotasi ini antara lain reaksi derajat pertama
(Raltson, 1992; Yoon dan Mao, 1996; Nguyen dkk., 1998), konsentrasi
gelembung adalah konstan, volume partikel yang disisihkan realtif kecil (Ahmed
dan Jameson, 1989; Gochin, 1990) dan konstanta laju semu dinyatakan sebagai
hasil kali kemungkinan beberapa proses mikro (Schulze, 1984; 1991, 1993;
45
Bloom dan Heindel, 1997a, 1997b, 2002, 2003; Heindel, 1999; Amand, 1999).
Persamaan (2.45) dapat dituliskan sebagai :
dn pf ( t )
dt
= − Zn pf ( t ) ................................................................................... (2.46)
dengan
npf(t)
= konsentrasi partikel bebas dalam tangki flotasi.
Konstanta laju flotasi, Z, diberikan oleh persamaan berikut :
Z = z Π C Π asl Π tpc Π stab nbf ( t ) ............................................................. (2.47)
dengan
z
= frekuensi tumbukan gelembung-partikel,
Πc
= probabilitas tumbukan atau penangkapan (capture) gelembungpartikel,
Πasl
= probabilitas penangkapan gelembung-partikel oleh gelinciran (sliding),
Πtpc
= probabilitas pembentukan kontak tiga fasa,
Πstab
= probabilitas kestabilan agregate gelembung-partikel hingga ke
permukaan tangki flotasi dan
f
nb (t)
= konsentrasi gelembung bebas tanpa menangkap partikel.
Persamaan kinetika atau neraca populasi 2.46 diperluas oleh Bloom dan Heindel
(1997a, 1997b) dengan memperhitungkan reaksi maju dan berbalik (forward and
reverse reaction) yaitu lahir dan hilangnya partikel bebas, menjadi persamaan
berikut ini :
dn pf (t )
dt
= −k1 n pf (t ) + k 2 nba (t ) ..................................................................... (2.48)
dengan
nba(t) = konsentrasi gelembung yang menangkap partikel.
Suku pertama pada sisi kanan persamaan 2.48 menyatakan formasi aggregat
gelembung-partikel,
suku
kedua
menggambarkan
terlepasnya
aggregat
gelembung-partikel sebagai materi terlarut akibat ketdakstabilan, sebelum
mencapai permukaan air dan terpecah menjadi partikel bebas “baru”. Konstanta
46
laju kinetika, k1 dan k2, bernilai positif dengan konstanta k1 seperti diberikan oleh
persamaan 2.48 dan,
k2 = Z ' Π destab = Z ' (1 − Π stab ) .................................................................. (2.49)
dengan,
Πdestab = probabilitas ketidakstabilan aggregat gelembung-partikel dan
Z’
= frekuensi pelepasan partikel dari gelembung (Bloom dan Heindel, 2002)
Model yang dikembangkan Bloom dan Heindel (2003), mengasumsikan bahwa
konsentrasi jumlah gelembung adalah tetap. Hal ini berarti debit udara juga
konstan untuk geometri gelembung yang tidak mengalami perubahan. Persamaan
kontinuitas gelembung pada tangki DAF adalah :
nb = nbf (t ) + nba (t )
dengan,
nb
= jumlah gelembung,
nbf
= jumlah gelembung bebas, dan
nba
= jumlah gelembung yang menangkap partikel.
Jika Vb adalah volume rerata gelembung tunggal, maka jumlah gelembung yang
masuk ke tangki flotasi persatuan waktu adalah :
.
Nb =
Qg
Vb
................................................................................................. (2.50)
dengan Qg adalah debit udara.
Asumsi yang digunakan ole Bloom dan Heindel (2003) pada perilaku gelembung
di dalam tangki flotasi adalah penggabungan gelembung diabaikan, kecepatan
gelembung adalah tetap, baik untuk penangkapan satu partikel atau lebih. Jumlah
gelembung yang masuk tangki flotasi sama dengan jumlah gelembung yang
meninggalkan tangki. Menyatakan nba(t)/nb sebagai fraksi gelembung penangkap
partikel di dalam tangki flotasi, dan tangki flotasi mengalami pengadukan
sempurna, maka fraksi tersebut juga menyatakan fraksi gelembung penangkap
partikel yang meninggalkan tangki flotasi. Oleh karena jumlah partikel yang
meninggalkan tangki flotasi per satuan waktu dapat dihitung sebagai hasil kali
antara fraksi tersebut dengan jumlah total gelembung yang meninggalkan tangki
47
flotasi per satuan waktu dan jumlah rerata partikel yang tertangkap gelembung
(pada waktu rerata). Laju pengurangan partikel di dalam tangki flotasi diberikan
oleh persamaan berikut :
dn p (t )
Vtf
dt
=
− Qb a
nb (t )n ep ........................................................................ (2.51)
Vb nb
dengan,
npe = jumlah partikel rerata yang tertangkap setiap gelembung di alirian effluent
(pada waktu rerata).
Besaran npe juga dapat didefinisikan sebagai jumlah total partikel pada setiap
gelembung di titik effuent dibagi dengan jumlah total gelembung yang
menangkap partikel di titik efluent. Karena n ep nba (t ) = n ap (t ) = n p (t ) − n pf (t ) ,
dengan,
n ap (t ) = jumlah partikel yang tertangkap oleh gelembung,
n p (t ) = konsentrasi partikel total, dan
n pf (t ) = jumlah partikel bebas yang tidak tertangkap oleh gelembung.
Persamaan 2.51 dapat dituliskan kembali menjadi :
dn p ( t )
dt
+ β n p ( t ) = β n pf ( t ) ...................................................................... (2.52)
dengan,
⎛ Qg
⎜ Vtf
⎝
β =⎜
⎞ 1
1 Qg
=
.......................................................................... (2.53)
⎟⎟
⎠ Vb nb ϕ q Vtf
dengan
ϕ g = Vb nb adalah gas hold-up (fraksi volume gas) di dalam tangki flotasi.
Pada persamaan 2.51 n p (t ) dan n pf (t ) adalah fungsi terhadap waktu yang tidak
diketahui. Effisiensi penyisihan partikel dapat dinyatakan sebagai :
Eff = 1 −
n p (t )
n p0
......................................................................................... (2.54)
dengan n p 0 (t ) adalah konsentrasi partikel (bebas) awal.
48
2. Model II - Bloom dan Heindel (2003)
Persamaan 2.48 mengasumsikan bahwa hanya gelembung yang tidak memiliki
partikel, yang dapat menangkap partikel dan membawanya ke permukaan. Hal ini
berarti jumlah rerata partikel pada gelembung yang meninggalkan tangki flotasi
dengan partikel tertangkap sama dengan satu. Model selanjutnya dikembangkan
dengan menyisihkan parameter nbf (t ) dalam persamaan laju flotasi (2.47) dengan
parameter nbA (t ) . Dengan nbA (t ) ≥ nbf (t ) menyatakan konsentrasi gelembung yang
dapat menangkap partikel. Asumsi ini mempengaruhi persamaan 2.48, sehingga
suku pelepasan nba (t ) pada sisi kanan persamaan 2.48 harus diganti dengan n ap (t )
yaitu jumlah partikel yang tertangkap gelembung. Oleh karean itu dimungkinkan
penagkapan lebih dari satu partikel oleh satu gelembung selama proses flotasi.
Persamaan 2.48 dapat dimodifikasi menjadi :
dn pf (t )
dt
= − k1 n pf (t ) + k 2 n ap (t ) .................................................................... (2.55)
dengan k2 masih sama dengan yang diberikan pada persamaan 2.48, dan k1
menjadi :
k1 = zΠ c Π asl Π tpc Π stab nbA ( t ) ≡ k1nbA ( t ) ...................................................... (2.56)
Persamaan 2.55 membutuhkan pembangunan persamaan kedua untuk menentukan
n p (t ) .
Penyelesaian persamaan 2.55 oleh Bloom dan Heindel (2003) diberikan oleh
persamaan berikut :
⎤ ⎛
k '1 b ( 2 β − a )
⎡ ⎛ b ⎞ − at ⎤ 1 ⎛ n p 0 ⎞ ⎡
1 ⎞ − at
Eff ( t ) ≥ ⎢1 − ⎜
⎥ × ⎜1 −
⎟× ⎢
⎟e ⎥ − e ⎜
⎟e
⎣ ⎝b−a⎠
⎦ n p ⎝ nb ⎠ ⎢⎣ ( b − a )( k '1 + k2 + β − 2a ) ⎥⎦ ⎝ b − a ⎠
.......................................................................................................... (2.57)
dengan,
n p 0 = konsentrasi awal dari partikel (bebas) dalam tangki flotasi,
nb
= konsentrasi gelembung di dalam tangki flotasi,
n ep
= hasil pengukuran (waktu rerata) jumlah partikel rerata yang tertangkap
gelembung
dan
gelembung
sebelumnya;
49
tersebut
sudah
menangkap
partikel
Fraksi volume udara (gas hold-up) β seperti yang diberikan oleh persamaan 2.53;
k2 sama dengan persamaan 2.48; k '1 = k1 nb . Parameter a dan b didefinisikan oleh
persamaan berikut :
a=
β k1'
k1' + k2 + β '
........................................................................................ (2.58)
b = k1' + k2 + β − a ..................................................................................... (2.59)
Penyelesaian persamaan 2.58 yang digunakan untuk memperkirakan effisiensi
penyisihan partikel membutuhkan penyelesaian probabililitas proses mikro yaitu
probabilitas tumbukan atau penangkapan (capture) gelembung-partikel (Πc),
probabilitas penangkapan gelembung-partikel oleh sliding (Πasl), probabilitas
kontak tiga fasa (Πtpc) dan probabilitas kestabilan agregate gelembung-partikel
hingga ke permukaan tangki flotasi (Πstab).
Probabilitas tumbukan partikel dan gelembung (Pc) menurut Heindel dan Bloom
(1999) dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :
Πc =
1
1 + G pb
2
⎧
⎡ ⎛ rp ⎞3
⎛ rp ⎞ ⎤ ⎫
1
⎪
⎢2 ⎜ ⎟ + 3 ⎜ ⎟ ⎥ ⎪
3
⎪ 2 ⎡( r r ) + 1⎤ ⎢⎣ ⎝ rb ⎠
⎝ rb ⎠ ⎥⎦ ⎪
G pb
⎪ ⎣ p b
⎦
⎪
............... (2.60)
+
⎨
⎬
2
⎡⎛ rp ⎞3
⎪
⎛ rp ⎞ ⎤ ⎪ 1 + G pb
2 Re*b
⎢
⎪+
⎟ + 2⎜ ⎟ ⎥ ⎪
4 ⎜
⎝ rb ⎠ ⎦⎥ ⎪
⎪ ⎣⎡( rp rb ) + 1⎦⎤ ⎣⎢⎝ rb ⎠
⎩
⎭
dengan,
rp dan rb = jejari partikel dan gelembung.
Gpb
= kecepatan jatuh partikel tanpa dimensi, dengan G pb = v ps vb .
vps
= kecepatan jatuh partikel,
vb
= kecepatan naik gelembung.
Hubungan bilangan Reynolds gelembung diberikan pada persamaan berikut ini :
Re *b =
1
Re b0,72 ........................................................................................ (2.61)
15
Re b =
ρ l vb d b
.......................................................................................... (2.62)
μl
dengan,
50
μl dan ρl
= viskositas dinamik dan massa jenis liquid.
Probabilitas penangkapan oleh sliding (Πasl) menurut Heindel dan Bloom (1999)
dapat diperkirakan dengan persamaan berikut :
⎧⎪ ⎛ β
Π asl = exp ⎨−2 ⎜
⎪⎩ ⎝ Cb
⎞ ⎛ rp
⎟ ⎜⎜
⎠ ⎝ rb + rp
⎞ ⎡ g ( r ) − G ⎤ ⎛ h0
⎞ ⎫⎪
− 1⎟ ⎬ ......................... (2.63)
⎥⎜
⎟⎟ × ⎢
⎠ ⎪⎭
⎠ ⎢⎣ k ( r ) − G ⎥⎦ ⎝ hcrit
dengan,
⎛r
⎛ 3r
r3 ⎞
r 3 2r 4
g (r ) = ⎜⎜1 − b − b 3 ⎟⎟ + Re *b ⎜⎜ b + b3 − b4
R
⎝R R
⎝ 4R 4R ⎠
⎞
⎟ ...................................... (2.64)
⎟
⎠
⎡⎛ 3r
⎛r
r3 ⎞
r 2 r 3 r 4 ⎞⎤
k (r ) = − ⎢⎜⎜1 − b − b 3 ⎟⎟ + 2 Re *b ⎜⎜ b − b2 − b3 + b4 ⎟⎟⎥ ...................... (2.65)
R
R ⎠⎦⎥
⎝R R
⎣⎢⎝ 2 R 2 R ⎠
β=
6πμl rp
fl
.............................................................................................. (2.66)
dengan,
R
= rb+rp
fl
= faktor gesekan fluida.
Cb
= pengukuran dari mobilitas permukaan gelembung.
Parameter Cb ini bervariasi antara satu hingga empat. Cb bernilai satu pada kondisi
tidak termobilisasi atau permukaan rigid. Cb bernilai empat pada kondisi
permukaan gelembung tidak memiliki tegangan. Parameter h0 menyatakan
ketebalan awal dari lapisan liquid dipermukaan gelembung saat partikel berkontak
dengan lapisan tersebut dan proses sliding mulai terjadi. Dan hcrit ≤ h0 adalah
kondisi ketebalan lapisan saat lapisan secara spontan pecah.
Besaran probabilitas kontak tiga fasa (Πtpc) menurut Heindel dan Bloom (2002)
diasumsikan sama dengan satu.
Probabilitas kestabilan, Πstab, menyatakan kestabilan dan ketidakstabilan agregate
gelembung-partikel. Menurut Schulze (1993) dan Pyke dkk. (2003) probabilitas
kestabilan dapat diperkirakan dengan persamaan :
1 ⎞
⎛
Π stab = 1 − exp ⎜1 −
⎟ ........................................................................... (2.67)
⎝ Bo ' ⎠
51
Modifikasi bilangan Bond, Bo’, didefinisikan sebagai perbandingan gaya
pelepasan terhadap gaya penangkapan, dan diberikan oleh persamaan berikut :
2
1
4rp2 ⎛⎜ Δρ p g + 1,9 ρ p ε 3 (rp + rb ) 3 ⎞⎟ + 3rp (2σ rb − 2rb ρ l g )sin 2 (π − θ 2 )
⎝
⎠
Bo' =
.......
6σ sin (π − θ 2)sin (π + θ 2)
..............................................................................................................(2.68a)
dengan θ adalah sudut kontak.
Probabilitas kestabilan, Πstab, menurut Bloom dan Heindel (2003) perlu
ditambahkan konstanta stabilitas As pada persamaan 2.68a. Persamaan tersebut
adalah :
⎡ ⎛
1 ⎞⎤
Π stab = 1 − exp ⎢ As ⎜ 1 −
⎟ ⎥ ................................................................. (2.68b)
⎣ ⎝ Bo ' ⎠ ⎦
dengan As adalah konstanta empirik yang bervariasi antara nol hingga satu.
Bloom dan Heindel (2003) mendefinisikan effisiensi pengumpulan (Пcoll) sebagai
berikut,
Пcoll = Пc. . Пasl. . Пstab. . Пtpc ................................................................... (2.69)
Parameter lain yang dibutuhkan untuk perkiraan effisiensi penyisihan adalah
frekuensi tumbukan gelembung-partikel (z) dan frekuensi pelepasan gelembungpartikel (z’). Bloom dan Heindel (2002) memberikan persamaan frekuensi
tumbukan (z) gelembung-partikel sebagai berikut :
z = 5(rb + rp )
2
(
(
)
2
⎡
v ps + vb ⎤
1
⎥
U + U exp ⎢−
⎢ 2 U p2 + U b2 ⎥
⎣
⎦
2
p
2
b
)
⎧ v + v 2 +U 2 +U 2
⎡ v +v
⎤⎫
ps
b
p
b
ps
b
2⎪
⎥ ⎪⎬
× erf ⎢
+ π (rb + rp ) ⎨
2
2
⎢ 2(U p + U b ) ⎥ ⎪
v ps + vb
⎪⎩
⎣
⎦⎭
.................. (2.70)
dengan erf (x) adalah fungsi kesalahan standar, dan
7
4
ε 9 d p 9 ⎛ ρ p − ρl
⎜⎜
U p = 0,4
1
3
⎝ ρl
v
l
⎞
⎟⎟
⎠
2
3
................................................................. (2.71)
52
7
4
ε 9 db 9 ⎛ ρb − ρl
⎜
U b = 0,4
1
⎜ ρ
3
l
⎝
v
l
⎞
⎟
⎟
⎠
2
3
................................................................ (2.72)
Up dan Ub menyatakan nilai effektif kecepatan relatif antara partikel dan
gelembung, masing-masing, terhadap fluida yang berada disekelilingnya.
Frekuensi pelepasan gelembung-partikel (Z’) menurut Bloom dan Heindel (2002)
dapat diperkirakan dengan persamaan berikut ini :
z' =
(d
C1 ε
1
3
+ db ) 3
2
p
........................................................................................ (2.73)
dengan C1 adalah konstanta empirik dengan nilai C1 = 2.
3. Model Pyke dkk. (2003)
Pyke dkk. (2003) mengembangkan model kinetika flotasi juga dalam kondisi
turbulen dengan menggunakan parameter gradien kecepatan seperti yang
dipergunakan Matsui dkk. (1998).
Laju tumbukan gelembung partikel per satuan volume per satuan waktu (Z)
menurut Pyke dkk. (2003) adalah sebagai berikut :
7
4
2⎡
⎛ d b ⎞ ⎢ 0.33ε 9 d b 9
Z = 5N p N b ⎜ ⎟
1
⎝ 2 ⎠ ⎢
υ 3
⎣
⎛ Δρ b
⎜⎜
⎝ ρl
⎞
⎟⎟
⎠
2
3
⎤
⎥ ............................................ (2.74)
⎥
⎦
Persamaan 2.74 dapat dituliskan menjadi persamaan frekuensi tumbukan dengan
membagi persamaan tersebut dengan jumlah partikel (Np) dan gelembung (Nb),
per satuan volume seperti diberikan oleh persamaan berikut ini :
7
4
2⎡
⎛ d b ⎞ ⎢ 0.33ε 9 d b 9
z = 5⎜ ⎟
1
⎝ 2 ⎠ ⎢
υ 3
⎣
⎛ Δρ b
⎜⎜
⎝ ρl
⎞
⎟⎟
⎠
2
3
⎤
⎥ ....................................................... (2.75)
⎥
⎦
Laju penyisihan partikel oleh gelembung menurut Pyke dkk. (2003) adalah :
dN p
dt
= − zN p Nb Π coll (2.76)
dengan
z
= frekuensi tumbukan gelembung dan partikel.
53
Effisiensi pengumpulan (collection) Пcoll diberikan oleh persamaan berikut :
Пcoll = Пc . Пa . Пstab ............................................................................... (2.77)
dengan
Пc
= effisiensi tumbukan (collision eficiency),
Пa
= effisiensi penangkapan (attachment eficiency) dan
Пstab = effisiensi stabilitas (stability eficiency).
Membandingkan persamaan effisiensi pengumpulan pada persamaan 2.69 (Bloom
dan Heindel, 2003) dengan persamaan 2.77 (Pyke dkk., 2003) terlihat bahwa
effisiensi penangkapan (Пa) menurut Pyke dkk. (2003) adalah hasil perkalian
antara effisiensi gelinciran (Пasl) dan effisiensi kontak tiga fasa (Пtpc) atau Пa =
Пasl . Пtpc.
Pyke dkk. (2003) mendefinisikan laju tumbukan (Z), sebagai :
Z = z. Np. Nb
...................................................................................... (2.78)
Dan laju penyisihan partikel terhadap waktu, sebagai :
dN p
dt
= − kN p .......................................................................................... (2.79)
dengan,
k = zN b ∏ coll .......................................................................................... (2.80)
Satuan (dimensi) dari k adalah waktu-1. Np dan Nb, masing-masing adalah jumlah
partikel dan gelembung per satuan volume (V).
Nb dapat dihubungkan sebagai fungsi debit udara, Qg dan waktu tinggal, tr,
gelembung di dalam satuan volume, yaitu dengan persamaan :
Nb =
6Q g
πd b3Vtf
........................................................................................... (2.81)
dengan
Vtf
= volume tangki flotasi.
tr
= didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan gelembung dengan
kecepatan rerata,
vb
= volume dengan satu satuan volume,
54
tr = 1 satuan panjang / vb
Pyke dkk. (2003) melakukan kombinasi persamaan 2.76 dengan persamaan 2.75
dan 2.77, mendapatkan persamaan ini :
2
7
4
2 ⎡
3⎤
⎛ db ⎞ ⎢ 0,33ε 9 db 9 ⎛ Δρb ⎞ ⎥
= − Nb 5 ⎜ ⎟
⎜
⎟ ∏ N .............................. (2.82)
1
3
dt
ρl ⎠ ⎥ coll p
⎝ 2⎠ ⎢
⎝
υ
⎣
⎦
dN p
7
4
2⎡
⎛ d b ⎞ ⎢ 0,33ε 9 d b 9
5⎜ ⎟
1
⎝ 2 ⎠ ⎢
υ 3
⎣
Suku
⎛ Δρ b
⎜⎜
⎝ ρl
⎞
⎟⎟
⎠
2
3
⎤
⎥ pada persamaan 2.82 adalah tumbukan
⎥
⎦
pada volume fluida yang disapu (swept) oleh gelembung per satuan waktu.
Substitusi yang dilakukan oleh Pyke dkk. (2003) untuk Nb di persamaan 2.82 dari
persamaan 2.81 dan 2.82, didapatkan persamaan berikut ini :
2
7
4
Qg ⎡ 0,33ε 9 db 9 ⎛ Δρb ⎞ 3 1 ⎤
⎢
⎥ × ∏ c ∏ a ∏ s N p ............... (2.83)
= −2,39
⎜
⎟
1
3
⎥
dt
dbVtf ⎢
v
ρ
l
b
⎝
⎠
υ
⎣
⎦
dN p
Pyke dkk. menyebut suku
⎡ 0,33ε 4 9 d 7 9
b
⎢
1
⎢
υ 3
⎣
⎛ Δρ b
⎜⎜
⎝ ρl
⎞
⎟⎟
⎠
2
3
2,39
Qg
d bVtf
sebagai suku mekanikal, suku
1 ⎤⎥
sebagai suku turbulen primer. Perkalian antara suku
vb ⎥
⎦
mekanikal dan suku turbulen primer disebut sebagai konstanta laju flotasi, k,
dengan satuan waktu-1. Suku ∏ c ∏ a ∏ s N p disebut proses awal.
Menurut Pyke dkk untuk nilai suku mekanikal 46.10-2 (m-1.menit-1) dan nilai suku
turbulen utama 2.10-2 (m), persamaan 2.83 adalah sebangun dengan persamaan
berikut :
dN p
dt
= −2,39
Qg H
dbVtf
∏ c ∏ a N p ............................................................... (2.84)
dengan
H
= tinggi tangki flotasi dan
Пs
= satu.
55
Persamaan 2.84 merupakan aplikasi pada proses flotasi dengan kondisi batch
tanpa aliran turbulen.
Model Matsui dkk. (1998) dan Pyke dkk. (2003) dikembangkan berdasarkan
model tumbukan Saffman-Turner (1956). Model Saffman-Turner (1956)
mengasumsikan bahwa kecepatan relatif droplet ditentukan oleh kondisi lokal
kecepatan fluida yang ditinjau pada beda kecepatan yang sangat kecil. Asumsi ini
digunakan karena diameter droplet jauh lebih kecil dibandingkan dengan derajat
viskositas turbulen (Falkovich dan Pumir, 2007). Saffman-Turner membangun
model ini pada tumbukan antara droplet air di udara. Peneliti-peneliti sesudahnya
mempergunakan persamaan ini pada tumbukan antara partikel padatan di dalam
air, antara lain untuk menggambarkan proses koagulasi dan flokulasi (Ives, 2000).
Demikian pula pada model kinetika proses DAF, persamaan Saffman-Turner
dipergunakan mulai dari model kinetika DAF oleh Matsui dkk (1998), model
kinetika flotasi Pyke dkk (2003) hingga model penangkapan gelembung-partikel
di kolom flotasi dengan CFD oleh Loh dan Schwarz (2003, 2006).
2.5 Aliran Turbulen
2.5.1 Energi Dissipasi Unit DAF
Penyelesaian aliran turbulen yang paling banyak digunakan adalah metode κ-ε.
Metode ini membutuhkan parameter energi dissipasi yang menyatakan perubahan
energi pada aliran turbulen tersebut. Energi dissipasi didefinisikan oleh Schulze
(1994) sebagai perbandingan antara daya yang digunakan (W) dengan massa
cairan (M), yaitu :
ε=
P
M
..................................................................................................(2.85)
Energi dissipasi pada tangki flotasi udara terlarut (εtdaf) per satuan volume dapat
dihitung dengan persamaan (Fukushi dkk., 1998) :
ε DAF =
Mv 2
............................................................................................ (2.86)
2V
dengan :
56
εDAF = laju rerata energi dissipasi per unit volume fluida pada tangki DAF
(W.m-3)
M
= massa dari air bertekanan (dari tangki tekan DAF) yang dimasukkan ke
tangki flotasi per satuan waktu (kg. detik-1)
v
= kecepatan masuk dari air bertekanan (m. detik-1)
V
= volume zona kontak (m-3)
Sedangkan besaran energi dissipasi turbulensi dalam pipa (εpdaf) pada aliran air
bertekanan dari tangki tekan DAF menuju tangki flotasi dapat diperkirakan
dengan persamaan berikut (Alves dkk., 2006) :
ε pdaf =
2 fv 3
.......................................................................................... (2.87)
de
dengan :
ε
= laju rerata energi dissipasi per unit volume fluida (W.m-3)
f
= faktor gesekan Manning (pada pipa halus dengan bilangan Re= 2500
bernilai 0,012)
v
= kecepatan masuk dari air bertekanan (m. detik-1)
de
= diameter ekivalensi pipa (m)
2.5.2 Laju Tumbukan Partikel pada Kondisi Turbulen
Laju tumbukan dan frekuensi tumbukan pada kondisi turbulen dimulai dari
pemodelan tumbukan partikel oleh Smoluchowski (1917). Model Smoluchowski
kemudian diselesaikan dengan persamaan Taylor oleh Saffman dan Turner
(1956). Model Saffman - Turner dikoreksi baru pada tahun 1998 oleh Wang dkk.
Franklin dkk. (2005) menguraikan perkembangan model frekuensi dan laju
tumbukan tersebut sebagai berikut.
1. Smoluchowski (1917)
Smoluchowski (1917) mengembangkan persamaan untuk menjelaskan jumlah
tumbukan dari pergerakan partikel yang tersebar secara acak dalam geser seragam
(uniform shear). Persamaan laju tumbukan (Z) antara partikel non-inersia
berbanding lurus terhadap laju geser, seperti diberikan pada persamaan ini :
57
Z=
4
3
n1n2 ( r1 + r2 ) G .......................................................................... (2.88)
3
dengan
n1 dan n2 = banyaknya partikel untuk dua partikel yang memiliki jejari r1 dan r2;
G
= gradien kecepatan pada arah tegak lurus gerak partikel.
Persamaan ini kemudian dimodifikasi oleh Camp dan Stein (1943) untuk
diaplikasikan pada aliran turbulen dengan mengganti suku G dengan gradien
kecepatan rerata pada aliran turbulen. Camp dan Stein (1943) menyatakan
G sebagai fungsi dari dari laju dissipasi eddy per satuan massa (ε) dan viskositas
kinematik (υ),
( υ)
G= ε
1
2
. ......................................................................................... (2.89)
2. Saffman dan Turner (1956)
Saffman dan Turner (1956) mempergunakan deret Taylor untuk persamaan
Smoluchowski (1917) dengan mengasumsikan bahwa gradien kecepatan adalah
∂u ∂x , partikel terdistribusi dengan distrbusi Gaussian dan aliran turbulen adalah
isotropik lokal. Asumsi-asumsi ini menghasilkan persamaan Saffman dan Turner
(1956) untuk laju tumbukan yaitu :
(
3
Z = n1n2 ( r1 + r2 ) 8πε
15v
)
1
2
.............................................................. (2.90)
Persamaan ini tidak tervalidasi sampai tahun 1998 karena sulitnya pengamatan
interaksi partikel. Pada tahun 1998 Wang dkk. berhasil membandingkan dengan
simulasi numerik. Wang dkk. (1998) menunjukkan bahwa partikel mengikuti
aliran, sehingga dimungkinkan overlap dalam ruang dan tertangkap oleh sistem
sesudah tumbukan. Perbandingan perhitungan perkiraan jumlah tumbukan antara
model Saffman dan Turner (1956) dengan hasil numerik berbeda 1% akibat
ketidakpastian numerik.
Saffman dan Turner menghasilkan dua persamaan yang berbeda untuk jumlah
tumbukan antara partikel kecil yang berbeda yaitu persamaan bola (the spherical
formulation) dan persamaan silinder (the cylindrical formulation). Wang dkk.
58
(1998) merupakan peneliti pertama yang menurunkan secara matematik
perbedaan kedua persamaan tersebut. Hasil tinjuan analisis dan numerik yang
dilakukan oleh Wang dkk (1998) menunjukkan bahwa persamaan bola lebih tepat
untuk tumbukan partikel yang berada di aliran turbulen.
Persamaan Saffman dan Turner (1956 dalam Franklin dkk., 2005) yang
menyatakan laju tumbukan (Z) adalah sebagai berikut :
2
2
⎡1
⎛ ρp ⎞
2 ε
⎟ (τ 1 − τ 2 )2 ⎛⎜ Du ⎞⎟
⎢ (r1 + r2 ) + ⎜1 −
υ ⎜⎝ ρ f ⎟⎠
⎢9
⎝ Dt ⎠
2
Z = 2 2π (r1 + r2 ) n1 n 2 ⎢
2
⎢ 1
⎛ ρp ⎞ 2
2
⎟ g
⎢+ (τ 1 − τ 2 ) ⎜1 −
⎜ ρ ⎟
⎢⎣ 3
f ⎠
⎝
⎤
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥⎦
1
2
.... (2.91)
Persamaan Saffman dan Turner (1956 yang dikutip oleh Wang dkk., 1998) untuk
frekuensi tumbukan (z) dengan mempertimbangkan inersia partikel dan gravitasi
diberikan oleh persamaan berikut :
2
2
⎡1
⎛ ρ ⎞
⎢ (r1 + r2 )2 ε + ⎜1 − f ⎟ (τ 1 − τ 2 )2 ⎛⎜ Du ⎞⎟
υ ⎜⎝ ρ p ⎟⎠
⎢9
⎝ Dt ⎠
2
z = 2 2π (r1 + r2 ) ⎢
2
⎢ 1
⎛ ρf ⎞ 2
2
⎟ g
⎢+ (τ 1 − τ 2 ) ⎜1 −
⎜ ρ ⎟
⎢⎣ 3
p
⎝
⎠
1
⎤ 2
⎥
⎥
⎥ ............ (2.92)
⎥
⎥
⎥⎦
dengan
ρp dan ρf
= massa jenis partikel dan fluida,
τ i = (ρ p ρ f )(d i2 18υ ) (i = 1, 2) adalah waktu tanggap (response times) partikel
Stokes;
3. Wang dkk (1998)
Artikel Saffman dan Turner (1956) mungkin merupakan artikel yang paling
banyak dijadikan acuan untuk koagulasi turbulen (Wang dkk., 1998) dan juga
merupakan periset pertama yang meneliti pada laju tumbukan geometri dalam
fluida turbulen (Wang dkk., 2000). Model kinetika flotasi Matsui dkk. (1998) dan
59
model Pyke (2004), yang merupakan model flotasi paling akhir dikembangkan
juga mempergunakan persamaan Saffman dan Turner (1956).
Wang dkk. (1998) mengusulkan perbaikan persamaan Saffman dan Turner (1956)
dengan menambahkan suku akibat percepatan fluida dan inersia partikel, seperti
diberikan oleh persamaan berikut ini :
2
2
⎡1
⎛ ρ ⎞
⎢ R 2 ε + ⎜1 − p ⎟ (τ 1 − τ 2 )2 ⎛⎜ Du ⎞⎟
⎢15 υ ⎜⎝ ρ f ⎟⎠
⎝ Dt ⎠
⎢
2
2
2
⎢ ⎛ ρp ⎞
2
⎟ τ 1τ 2 ⎛⎜ Du ⎞⎟ R
z = 2 2π R ⎢+ 2⎜1 −
2
⎝ Dt ⎠ λ D
⎢ ⎜⎝ ρ f ⎟⎠
⎢
2
⎢ π
⎛ ρf ⎞ 2
2
⎜
⎟
g
⎢+ (τ 1 − τ 2 ) × ⎜1 −
⎟
⎢⎣ 8
⎝ ρp ⎠
⎤
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥
⎥⎦
1
2
...................... (2.93)
dengan
R
= (r1+r2),
λD
= skala mikro Taylor longitudinal dari percepatan fluida.
Suku yang ditambahkan ke persamaan 2.93 adalah suku ketiga yang menghitung
pengaruh akibat percepatan fluida dan inersia partikel (suku keterkaitan-coupling).
Suku keterkaitan ini tidak ada dalam persamaan Saffman - Turner karena pada
persamaan tersebut diasumsikan bahwa percepatan fluida lokal berada dalam
kondisi tetap di dalam ruang (Wang dkk., 1998).
Persamaan Wang dkk (1998) merupakan persamaan pertama yang memodifikasi
persamaan Saffman dan Turner (1956) dengan memperhitungkan keterkaitan dua
arah (two-way coupling) yaitu percepatan fluida dan inersia partikel.
Menurut Wang dkk. (1989), meskipun model laju tumbukan yang dikembangkan
oleh Saffman dan Turner (1956) telah dipakai secara luas di dalam literatur, masih
terdapat sejumlah ketidak konsistenan yang disebabakan oleh penggunaan
persamaan silinder dan isotropik yang dibentuk sebagai fungsi dari densitas
probabilitas.
60
Persamaan laju tumbukan Wang dkk (1998) dan Saffman-Turner (1956) pertama
kali dikembangkan untuk aplikasi pada bidang atmosfer yaitu untuk
memperkirakan tumbukan antar droplet dalam pembentukan awan pada kondisi
turbulen. Persamaan Saffman dan Turner (1956) diaplikasikan pada bidang lain
termasuk flotasi (flotasi makro dan mikro) oleh peneliti flotasi, antara lain pada
makroflotasi adalah model Schulze (1984, 1991, 1992 dan 1993), Nguyen dkk.
(1998), model Koh dan Schwarz (2003 dan 2006), model Pyke dkk (2003, 2004)
dan model Sherrel (2004). Aplikasi persamaan Saffman dan Turner pada bidang
DAF antara lain pada model Shawwa (1998), Tambo dkk (1995), Matsui dkk.
(1998) dan Emmanouil dkk. (2007). Aplikasi persamaan Saffman dan Turner
pada proses koagulasi dan flokulasi dilakukan oleh Ives (2000).
2.6 Aliran Multi Fasa
Aliran multifasa (istilah yang dicetuskan oleh Prof. Soo dari Universitas Illinois
tahun 1965) menyatakan gerak dari fasa-fasa, dan pada buku ini difokuskan pada
aliran dengan partikel terdispersi. Komposisi partikel dapat berupa padatan, cairan
atau gas, dengan fluida yang melingkupinya dapat berupa cairan atau gas. Kata
terdispersi mengacu pada partikel dengan aliran yang secara numeris dapat
diperlakukan sebagai gerak yang saling tidak bergantung satu sama lain
(sebaliknya aliran pepak dense adalah aliran cenderung bergerak bersama dalam
kesatuan yang berperilaku seperti materi berongga yang dikelilinggi aliran.
Kondisi terdispersi didefinisikan dengan fraksi volume partikel kurang dari 90%
dari total volume
Berdasarkan fasanya jenis aliran dibedakan dalam aliran satu fasa, aliran dua fasa
dan aliran multi fasa. Aliran disebut satu fasa jika aliran tersebut hanya terdiri dari
satu jenis fasa, misalnya air atau udara. Aliran disebut dua fasa jika aliran terdiri
dari dua fasa yang mengalir secara bersama-sama misalnya cairan dengan udara
(gelembung) atau udara dengan partikel suatu materi. Jika aliran lebih dari dua
fasa maka disebut aliran multi fasa. Sedangkan rejim aliran dua fasa menjadi tiga
jenis, yaitu : aliran dua fasa transien (transient two-phase flow), aliran dua fasa
terbagi (separated two-phase flow) aliran dua fasa terdispersi (dispersed two-
phase flow) (Sommerfeld, 2000).
61
Materi yang terdapat dalam aliran dapat didefinisikan sebagai berikut. Menurut
Clift dkk. (1978), partikel adalah suatu benda dengan ukuran antara 0,5 –10 μm
dan terpisah dengan media yang berada di sekitarnya. Fasa terdispersi adalah
materi yang terbentuk dari partikel, jika fasanya padat disebut partikel padat. Jika
fasa terdispersi berada dalam bentuk cair, partikelnya disebut drop, dan untuk
partikel yang berukuran lebih kecil disebut droplet. Jika fasa terdispersinya berada
dalam bentuk gas, maka partikelnya disebut gelembung (bubble). Jika terdapat
drop dan gelembung disebut partikel fluida.
Karakterisasi aliran dalam tangki flotasi unit DAF yang dilakukan dengan
menganalogikan proses pada mekanisme pembagian rejim aliran dua fasa
terdispersi menurut Elghobashi (1994 dalam Sommerfeld, 2000) adalah sebagai
berikut. Pada tangki flotasi unit DAF, materi aliran yang ada dapat dibagi menjadi
tiga yaitu cairan sebagai fraksi kontinu, gelembung dan partikel sebagai fraksi
terdispersi. Cairan dan gelembung yang berada dalam tangki flotasi, meskipun
berbeda fasa tetapi mempunyai fungsi yang sama terhadap partikel yaitu sebagai
pembawa (carrier). Sedangkan partikel yang hendak disisihkan dapat diasumsikan
sebagai fasa terdispersi. Dengan asumsi ini aliran dalam tangki flotasi ditinjau
sebagai aliran dua fasa. Tinjauan aliran dalam tangki flotasi sebagai aliran dua
fasa dilakukan mengingat belum diketahui sepenuhnya mekanisme aliran tiga fasa
pada tangki DAF.
Mekanisme yang terjadi pada aliran multifasa dapat dikelompokkan menurut
tingkat keterkaitan (coupling). Tingkat keterkaitan pada aliran terdispersi meliputi
keterkaitan satu arah (one-way coupling) yaitu fasa kontinu mempengaruhi gerak
partikel, tetapi tidak sebaliknya. Tingkat keterkaitan dua arah (two-way coupling)
terjadi saat fasa terdispersi juga mempengaruhi aliran misalnya pada gaya seret
(drag force). Tingkat keterkaitan tiga arah (three-way coupling) terjadi saat gerak
partikel tunggal dipengaruhi oleh aliran lokal yang ditimbulkan oleh partikel yang
berada didekat partikel tunggal tersebut, misalnya pada interaksi antara partikel
dengan dinamika fluida. Dan keterkaitan empat arah (four-way coupling) terjadi
saat tumbukan mempengaruhi semua gerak partikel (Loth, 2006). Skema tingkat
keterkaitan pada aliran multifasa diberikan pada Gambar 2.3.
62
Aliran
Tersebar
(S
fl )
Aliran
Keterkaitan Satu Arah
(One-way coupling)
Aliran fluida kontinu mempengaruhi partikel,
misalnya rotasi pada vortex.
(pengaruh ditentukan oleh StΛ dan terjadia saat αp,η «1)
Keterkaitan Dua Arah
(Two-way coupling)
Aliran
Sama dengan keterkaitan satu arah ditambah dengan
gerak partikel mempengaruhi gerak fluida kontinu,
misalnya fluktuasi gerak partikel yang disebabkan oleh
dissipasi
Keterkaitan Tiga Arah
(Three-way coupling)
Peningkatan
fraksi massa
atau volume
Sama dengan aliran keterkaitan dua arah ditambah
dengan gangguan oleh partikel pada fluida lokal yang
mempengaruhi gerak partikel lainnya, misalnya
pengangkatan pada trailing
(pengaruh ditentukan oleh α)
Aliran pepak (dense
Keterkaitan Empat Arah
(Four-way coupling)
Sama dengan keterkaitan tiga arah ditambah dengan
tumbukan partikel yang mempengaruhi gerak partikel
masing-masing, misalnya refleksi dari partikel-partikel
(pengaruh ditentukan oleh Stp-p < 1)
(Sumber
Aliran
didominasi
tumbukan
Aliran
didominasi
kontak
: Loth, 2006)
Partikel bergerak secara berkelompok dengan frekuensi
tumbukan yang tinggi, misalnya pada fluidized beds
(pengaruh terjadi saat Stp-p > 1)
Partikel memiliki frekuensi kontak yang tinggi,
misalnya pada aliran granular
(pengaruh terjadi saat Stp-p < 1)
Gambar 2.3. Skema tingkat keterkaitan pada aliran multi fasa
Pada aliran terdispersi interaksi yang terjadi ditentukan oleh kondisi awal dan arah
gerak partikel, yang umumnya didominasi oleh gaya seret dan gaya gravitasi
efektif. Sedangkan pada aliran pepak (dense flow) interaksi dominan yang yang
terjadi adalah tingkat tiga dan empat arah. Interaski dominan tersebut dapat dibagi
menjadi dua kategori, yaitu interaksi yang didominasi oleh tumbukan (collision-
dominated) dan kontak (contact-dominated). Pada kondisi aliran dengan dominasi
tumbukan terjadi, partikel cenderung bergerak dengan kecepatan yang hampir
sama dengan kecepatan partikel dan ini menyebabkan laju kecepatan balik
(rebound) menjadi besar. Pada konsisi ini tingkat keterkaitan empat arah lebih
dominan dibandingkan dengan
tingkat keterkaitan satu arah sehingga perlu
63
dilakukan reduksi aliran yang berada di sekelilingnya. Dengan meningkatnya
konsentrasi partikel maka waktu kontak cenderung meningkat dibandingkan
dengan waktu gerak bebas (the time of free-flight motion) partikel. Hal ini disebut
sebagai aliran yang didominasi oleh kontak, karena sebagian besar waktu berada
pada kondisi kontak dengan partikel lain, yaitu berguling dan saling bergesekan
(rub) antar partikel. Asumsi yang sering digunakan pada kondisi aliran ini adalah
pengaruh fluida kontinu diabaikan, misalnya pada pemodelan aliran granular,
fluida yang berada di sekeliling partikel diabaikan.
Deng dkk. (1996) mengembangkan model numerik aliran di dalam kolom flotasi
untuk proses flotasi dengan gelembung makro yang digunakan dalam proses
industri tambang mineral dan batu bara. Model yang dikembangkan Deng dkk.
(1996) merupakan model dua dimensi (2D) dan dua fasa. Penyelesaian
numeriknya mempergunakan model beda hingga (finite difference) dengan
metode MAC (Marker and Cell). Model Deng dkk. Mampu mensimulasikan
pengaruh dari sirkulasi aliran di dalam kolom flotasi, yang merupakan kondisi
utama untuk percampuran dalam kolom flotasi unit flotasi udara terdispersi.
Parameter yang ditinjau oleh Deng dkk. dalam simulasi numeriknya adalah
pengaruh kecepatan gas dan cairan terhadap sifat aliran di dalam kolom flotasi
unit flotasi udara terdispersi.
Tinjauan aliran tiga fasa pada hidrodinamika unit proses antara lain oleh Gao dkk.
(2001). Gao dkk. mengembangkan model hidrodinamika tiga dimensi (3D)
dengan tiga fasa aliran untuk unit fluid catalytic cracking (FCC). Model ini
meninjau parameter hidrodinamika, transfer panas dan vaporisasi umpan. Model
reaksi aliran tiga fasa gas, cairan, padatan didasarkan pada pendekatan multi
fluida Eulerian yang dikembangkan Guo (1995 yang dikutip oleh Gao dkk.,
2001). Penyelesaian numerik persamaan differensial parsial pada model reaksi
aliran tiga fasa untuk reaktor FCC yaitu persamaan yang menyatakan konservasi
momentum, panas dan reaksi kimia mempergunakan algoritma numerik SIMPLE
yang dikembangkan oleh Partankar dkk. (1980 yang dikutip oleh Gao dkk., 2001)
dan algoritma IPSA yang dikembangkan oleh Spalding (1977 yang dikutip oleh
64
Gao dkk., 2001). Model yang dikembangkan Gao dkk. (2001) digunakan alat
untuk desain unit FCC.
Beberapa publikasi yang baik untuk topik simulasi aliran multifasa, antara lain
untuk sifat fisik fluida terdapat pada Clift dkk (1978), Wallis (1969), Soo (1990),
Crowe dkk (1998) dan Brennen (2005). Untuk detail perlakuan secara matematis
aliran dua fasa diberikan oleh Drew & Passman (1998) dan Prosperetti (1998),
aspek transfer massa dan panas dijelaskan oleh Williams (1965), Oran & Boris
(1987), Kuo (1986) dan Sirignano (1999). Sedangkan untuk komputasi aliran
multi fasa dijelaskan oleh Elghobashi (1994), Faeth (1987), Shirolkar dkk. (1996)
dan Tomiyama (1998).
Hasil pengamatan dinamika fluida pada proses DAF yang dilakukan oleh
Wisjnuprapto dan Utomo (1994) dan Lundh dkk. (2000) menunjukkan bahwa
perubahan dinamika fluida akibat adanya baffle akan mempengaruhi effisiensi
penyisihan unit DAF. Sommerfeld (2000) menyatakan bahwa interaksi dinamika
fluida menjadi sangat penting dalam tangki flotasi unit DAF. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan dinamika fluida akan mempengaruhi effisiensi penyisihan.
2.7 Computational Fluid Dynamics (CFD)
Komputasi dinamika fluida (Computational Fluid Dynamics-CFD) merupakan
salah satu cabang ilmu dari mekanika fluida yang mempergunakan metode
numerik dan algoritma untuk penyelesian dan analisa masalah yang terdapat
dalam aliran fluida. Penyelesaian perhitungan untuk simulasi model yang
dilakukan mempergunakan komputer sebagai alat bantu. Oleh sebab itu
perkembangan CFD sangat berkait erat dengan perkembangan komputer. Kinerja
penyelesaian dapat dilakukan dengan menyederhanakan persamaan dan
meningkatkan kecepatan komputer. Penyelesaian yang dihasilkan oleh CFD
bukan merupakan penyelesaian yang eksak tetapi hanya sebuah pendekatan ke
nilai penyelesaian.
Dalam perkembangannya CFD banyak digunakan dalam proses pengolahan
mineral untuk mensimulasikan perilaku dinamika fluida yang terjadi dalam
65
proses. Simulasi satu fasa dalam CFD merupakan yang paling umum digunakan,
namun model multi fasa merupakan hal yang lebih menarik untuk digunakan,
karena dalam kenyataannya fluida yang ada merupakan gabungan dari berbagai
fasa baik fasa cair, gas dan atau padat. CFD memungkinkan penerapan
perhitungan dengan pendekatan numerik mengenai persamaan massa, momentum
dan energi untuk memprediksi perilaku dan interaksi antara fasa cair, gas, padat
dalam sistem multi fasa. Simulasi pada unit flotasi umumnya menggunakan dua
metoda numerik yaitu model eulerian dan model lagrangian (Gera, 1998).
Model Eulerian merupakan metoda numerik yang paling umum digunakan dalam
simulasi multi fasa. Persamaan tiap fasa merupakan modifikasi dari Navier-Stokes
(Hjertager, 1999). Untuk fasa kontinum dalam hal ini adalah fasa cair
menggunakan model Eulerian sedangkan fasa terdispersi menggunakan model
Lagrangian. Dalam pendekatan model Eulerian variabel aliran merupakan fungsi
dari ruang dan waktu, sedangkan model Lagrangian merupakan pemodelan
individual partikel, dalam hal ini adalah posisi dan kecepatan tiap partikel hanya
berdasarkan fungsi waktu (Worner, 2003).
Penyelesian persamaan Navier-Stokes disederhanakan dengan menyisihkan suku
viskositas dengan mempergunakan persamaan Euler. Penyederhanaan berikutnya
adalah dengan suku vortisiti dengan persamaan potensial. Kemudian kedua
persamaan tersebut dilinierisasi. Penyelesaian pertama persamaan Navier-Stokes
dengan CFD pertama kali dilakukan oleh Hess dan Smith di Douglas Aircraft
pada tahun 1966. Pengembangan persamaan Navier-Stokes untuk aliran multi fasa
terus dilakukan, antara lain oleh Gidaspow dkk di Departemen Energi Amerika
Serikat. Hingga saat ini Gidaspow telah berhasil mengembangkan model aliran
tiga fasa pada Slurry Bubble Column Reactor dengan mempergunakan persamaan
empirik (Gidaspow, 1996).
Penyelesaian persamaan linier tersebut berada dalam ruang yang terdiskrit.
Diskritisasi adalah pembagian bidang domain menjadi sel-sel kecil dalam bentuk
volume dari mesh atau grid. Penyelesaian persamaan aliran dilakukan pada diskrit
dengan mempergunakan algoritma yang sesuai. Mesh dapat dalam bentuk yang
teratur dan tidak teratur. Bentuk dari mesh dan grid ini umumnya disimpan dalam
66
memori yang terpisah dari proses perhitungan atau penyelesaian persamaan gerak
tersebut. Masalah yang paling sering dijumpai pada penyelesaian persamaan
adalah terjadinya lonjakan (shock) dan tidak kontinu saat perhitungan terjadi.
Masalah ini umumnya dapat diselesaikan dengan meminimalkan variasi total dari
skema numerik dan memberikan resolusi yang lebih tinggi. Hal ini dapat
dilakukan dengan mempergunakan osilasi antara pada penyelesain. Jika masalah
yang dihadapi adalah dinamika yang besar dan jangkauan skala yang terlalu luas
maka yang dilakukan sebaiknya adalah memodifikasi waktu, seperti dengan
menggunakan metode adaptive mesh refinement (van der Walt, 2002).
Jika metode berdasarkan mesh tidak dapat digunakan, ada beberapa metode lain
yang dapat diaplikasikan antara lain smoothed particle hydrodynamics, metode
spectral dan metode Lattice Boltzmann. Metode smoothed particle hydrodynamics
merupakan metode Lagrangian untuk penyelesaian masalah fluida. Metode
Spectral adalah metode penyelesaian dengan memproyeksikan persamaan ke
dalam fungsi dasar seperti spherical harmonics dan polinomial Chebyshev.
Sedangkan metode Lattice Boltzmann menggunakan simulasi sistem skala
menengah ekuivalen pada grid Cartesian untuk penyelesaian sistem makro atau
sistem fisik yang mikro (van der Walt, 2002).
Pada aliran multi fasa terdapat berbagai pendekatan model untuk menjelaskan
perilaku dinamika fluida yang terjadi. Pendekatan yang dilakukan berdasarkan
kasus atau tipe multi fasa yang akan dimodelkan. Secara umum pendekatan model
untuk aliran multi fasa adalah pendekatan Euler-Langrange dan Euler-Euler.
2.7.1 Pendekatan Euler-Langrange
Pada pendekatan Euler-Lagrange fasa cair diperlakukan sebagai fasa kontinum
dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes, sementara fasa terdispersi
diselesaikan dengan penjejakan (tracking) partikel, bubble, atau droplet melalui
perhitungan aliran yang terjadi. Fasa terdispersi dapat merubah momentum,
massa, dan energi pada fasa fluid.
67
Asumsi yang mendasar pada penggunaan model ini adalah fasa terdispersi
merupakan fasa kedua yang mempunyai fraksi volume yang rendah, walaupun
mass loading (mpartikel ≥ mfluid) diperbolehkan. Lintasan dan arah partikel atau
droplet diselesaikan secara individual pada interval yang spesifik selama
perhitungan fasa cair.
2.7.2 Pendekatan Euler-Euler
Pada pendekatan Euler-Euler, berbagai fasa yang berbeda diperlakukan secara
numerik sebagai fasa kontinum yang saling mempengaruhi. Penggunaan fraksi
volume diasumsikan sebagai fungsi ruang dan waktu yang kontinum yang
jumlahnya adalah satu. Persamaan kekekalan energi untuk tiap fasa diperoleh dari
hasil setting persamaan, yang mempunyai kesamaan struktur untuk semua fasa.
Terdapat tiga pendekatan dalam model Euler-Euler
•
Model VOF (Volume of Fluid)
Model VOF adalah teknik penjejakan permukaan yang digunakan pada
meshing eulerian yang tetap. VOF di desain untuk dua atau lebih immiscible
fluid
atau antar muka (interface) fluid. Pada model VOF, persamaan
momentum dibagi antar fluid, dan fraksi volume untuk tiap fluid pada
perhitungan diamati melalui seluruh bidang asal. Aplikasi untuk model VOF
adalah meliputi stratified flows, filling, sloshing, pergerakan gelembung
yang besar dalam fluid, prediksi pada jet breakup.
•
Model Campuran
Model campuran (mixture) didesain untuk dua atau lebih fasa (cairan atau
partikel). Semua fasa diperlakukan sebagai satu kesatuan yang kontinum.
Pada model campuran persamaan momentum berdasarkan kecepatan relatif
untuk menggambarkan fasa terdispersi. Aplikasi untuk model campuran
meliputi particle-laden-flows, bubbly flows, sedimentasi, cyclone separators.
•
Model Eulerian
Model Eulerian merupakan model multi fasa yang komplek. Model tersebut
menggunakan satu set n momentum dan kontinuitas untuk setiap fasa.
Gabungan fasa didapatkan melalui pergantian koefisien pada tekanan dalam
68
setiap fasa. Penanganan gabungan tiap fasa tergantung dari fasa yang terlibat.
Untuk fluid-solid maka dipakai eulerian granular flows. Untuk granular
flows, properti dari fasa didapat dari aplikasi teori kinetik. Perubahan atau
pertukaran momentum di antara fasa tergantung dari tipe percampuran yang
akan dimodelkan. Aplikasi untuk model Eulerian meliputi bubble columns,
particle suspension, fluidized beds, dan flotasi.
Pada unit DAF aplikasi CFD diterapkan dalam mengamati perilaku fluida dalam
tangki flotasi. Untuk memahami dinamika fluida yang terjadi beberapa peneliti
menggunakan Laser Doppler Velocimetry (LDV) dan Particle Image Velocimetry
(PIV) untuk memvisualkan kondisi aliran yang terjadi dalam unit DAF (Biggs,
2003).
2.8 Particle-Image Velocimetry
Particle-Image Velocimetry (PIV) merupakan suatu teknik yang mengandalkan
penelusuran partikel dalam suatu aliran pada waktu yang berbeda yaitu t1 dan t2
untuk memperkirakan kecepatan dalam aliran tersebut. Pencitraan terhadap
partikel tersebut biasanya direkam dalam film (fotografi atau holografi) maupun
dalam kamera CCD. Analisa korelasi digunakan untuk menentukan pergerakan
partikel, ∆X serta memperkirakan kecepatan pada orde satu yaitu:
u=
ΔX
....................................................................................... (2.94)
Δt
dengan,
ΔX = pergerakan rata-rata partikel dalam aliran pada interval waktu
Δt = t2 – t1
Area dalam gambar dibagi menjadi beberapa sub-domain yang disebut titik
interogasi (interrogation spots). Tiap-tiap sub-domain tersebut kemudian dianalisa
secara terpisah untuk memperkirakan kecepatan di seluruh area gambar. Untuk
mendapatkan hasil pengukuran terhadap kecepatan yang valid, sebuah spot harus
mengandung antara 7-10 pasang partikel, dimana sepasang partikel berarti satu
gambar partikel yang terekam baik pada saat t1 maupun t2 (Keane dan Adrian,
1992).
69
Perpindahan rata-rata partikel dalam titik interogasi ditentukan dengan analisa
korelasi yang dituliskan sebagai berikut:
R ( s ) = ∫ I1 ( X )I 2 ( X + s ) dX ...............................................................(2.95)
dengan,
I1 dan I2 = intensitas distribusi fluktuatif pada titik interogasi pertama dan kedua.
Untuk menguji akurasi dari sistem, dilakukan suatu simulasi terhadap gambar
dengan software program PIV. Area pergerakan yang telah diketahui dari uD = 8
pixels pada sumbu X dan uD = 4 pixels pada sumbu y digunakan untuk
menampilkan area gambar partikel. Gambar kemudian diinterogasi dan hasilnya
dibandingkan dengan pergerakan yang diujikan.
Disertasi
ini
menggunakan
perangkat
lunak
PIV
DigiFlow.
DigiFlow
dikembangkan oleh Dalziel sejak tahun 1999 hingga 2007. Digiflow memiliki
lisensi publik. Perangkat lunak tersebut diperoleh dengan mengunduh pada situs
(http://www.dalzielresearch.com/digiflow/).
Digiflow terus ditingkatkan fungsinya dengan beberapa fasiltas PIV. Digiflow
hingga sekarang meliputi beberapa fasilitas utama, antara lain :
◊ Particle tracking velocimetry (Lagrangian)
◊ Particle image velocimetry (Eulerian)
◊ Synthetic schlieren (density/refractive index/surface deformation)
◊ Dye attenuation (density/concentration/thickness)
◊ Light Induced Fluorescence (LIF; correction for attenuation and
divergence)
◊ Powerful time series handling
◊ General purpose image processing
◊ Recipe cards
◊ Advanced macro language
◊ Code library
◊ Optional direct control of digital video camera with real time processing
70
Gambar 2.4 merupakan contoh aliran tinta dalam air yang dianalisa dengan
perangkat lunak Digiflow. Metode yang digunakan adalah PIV Eulerian.
A
Gambar 2.4
B
(a) Hasil foto aliran tinta dalam air oleh kamera CCD
(b) vektor kecepatan hasil foto tersebut dengan DigiFlow
Gambar 2.5a menampilkan salah satu gambar pergerakan tinta yang diperoleh
dengan menggunakan kamera CCD (charge-coupled device). Kamera CCD
bekerja berdasarkan perubahan signal analaog (electric charges) yang ditransfer
melalui successive stages (capacitors) dan dikontrol oleh signal waktu (Peterson,
2001). Kamera CCD yang digunakan mampu memperoleh gambar (foto) sebanyak
30 foto per detik. Dengan menggunakan kelompok foto yang diperoleh dari
kamera CCD sebagai data input, perangkat lunak Digiflow melakukan analisa
korelasi pergerakan partikel dengan menggunakan persamaan 2.94 dan 2.95.
Hasil analisa pergerakan partikel tinta oleh Digiflow diberikan dalam bentuk
vektor kecepatan yang ditampilkan pada gambar 2.5b. Vektor keceptan yang
ditampilkan pada gambar 2.5b tidak menggunakan skala kecepatan. Perangkat
lunak Digiflow yang digunakan pada disertasi ini akan dikalibrasi sebelum
digunakan untuk memperkirakan kecepatan yang terjadi pada tangki flotasi.
Aplikasi PIV untuk pengukuran kecepatan fluida, baik untuk aliran fasa tunggal
maupun multi fasa, telah banyak digunakan oleh peneliti sebelumnya. Fujiwara
(2001) mengunakan PIV untuk mengetahui gerak gelembung udara di dalam
kolom air. Dhainaut (2002) dalam studinya tentang penggabungan dan
terpecahnya gelembung udara membandingkan metode pengukuran PIV dengan
71
metode pengukuran lainnya seperti pengukuran dengan probe, sinar Gamma,
Anemometry laser dopller dan fasa dopller, sensor konduktivitas, sensor cahaya,
sensor mesh berkonduktivitas. Hasil perbandingan metode pengukuran yang
dilakukan oleh Dhainaut (2002) mendapatkan bahwa metode PIV cukup baik
dibandingkan dengan metode-metode lain.
72
Download