IJCETS 3 (1) (2014): 26-32 Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jktp PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS BUDAYA JAWA UNTUK MENGOPTIMALKAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK NEGERI PEMBINA SURAKARTA Imam Teguh Santoso*, Titi Prihatin, Rafika Bayu Kusumandari Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Semarang 50229, Indonesia Info Artikel Abstrak Sejarah Artikel: Diterima Mei 2014 Disetujui Mei 2014 Dipublikasikan November 2014 Pengembangan bahan ajar berbasis budaya jawa bertujuan untuk mengenalkan budaya local dan menanamkan karakter yang ada di dalam budaya lokal kepada generasi muda. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Research and Development (R &D). Metode penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk yang dihasilkan. Hasil penelitian diperoleh dari angket validasi oleh pakar ahli dan tanggapan guru bahan ajar dinyatakan layak, untuk selanjutnya digunakan dalam pembelajaran sehari-hari. Hasil keaktifan siswa dan tanggapan guru dalam pembelajaran memberikan tanggapan yang sangat baik. ________________ ________________ Keywords: development, teaching materials, Javanese culture __________________________________________________________________________________________ Abstract __________________________________________________________________________________________ The Development of teaching materials based on Java cultures aimed to introduce the culture of local culture and embed the characters which are in the local culture to the younger generation. The research method is the Research and Development (R & D). This is used to produce a particular product and test its effectiveness. The results of validation questionnaireby expert lecturers and teacher response ofteaching materials are feasible, and furthermore it can use in daily learning. The results of students activity and teachers responsesin learning give a very good response. © 2014 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Gedung A3 Lantai 1 FIP Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected] ISSN 2252-6447 26 Imam Teguh Santoso dkk/ Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3 (1) (2014) PENDAHULUAN Indonesia mengalami krisis dalam berbagai bidangseperti dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Kecintaan dan pengabdian terhadap bangsa terkikis karena pengaruh dari gaya hidup luar. Krisis ini kuncinya terletak pada sumber daya manusia. Untuk itu perlu peningkatan kualitas SDM melalui pembentukan karakter bangsa. Hal ini terjadi karena kemajuan bangsa terletak pada karakter bangsa tersebut. sebaliknya. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang, penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak–anak adalah kunci utama membangun bangsa. Apabila pada usia dini anak tidak diberi pendidikan, pengasuhan, stimulasi yang baik maka akan berpengaruh terhadap struktur perkembangan otak anak tersebut. Pada usia dini anak–anak cenderung meniru atau mencontoh hal–hal yang ada di lingkungan mereka, dimana pada anak usia dini proses inilah yang pertama mereka lakukan dalam memenuhi rasa ingin tahu dan merespon stimulasi lingkungan. Anak akan meniru semua yang mereka lihat, dengar dan rasakan dari lingkunga (Yusuf, 2000). Karakter perlu dibentuk dan dibina sedini mungkin agar menghasilkan kualitas bangsa yang berkarakter. Papalia (2008:370) dan Brewer (2007:20) mengatakan bahwa kesuksesan anak mengatasi konflik pada usia dini menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial dimasa dewasa kelak. Dengan demikian, pendidikan karakter potensial untuk dibentuk sejak usia dini terkait masa keemasan. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuan dari pendidikan tersebut adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai–nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai–nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda (www.guruidaman.blogspot.com, 2012). Untuk mewujudkan kepribadian generasi muda yang baik maka harus diterapkan pendidikan karakter sedini mungkin, salah satunya melalui pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan awal pembentukan manusia. Pada usia ini otak berkembang 80 persen sampai usia 8 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa anak lahir dengan 100 milyar sel otak. Ketika memasuki usia dini, koneksi tersebut berkembang sampai beberapa kali lipat dari koneksi awal yaitu sekitar 20.000 koneksi (Jalongo, 2007:77). Hal ini yang menyebabkan anak mampu menyerap segala sesuatu dari lingkungannya dengan sangat luar biasa. Lingkungan yang diserap dapat positif atau negatif. Jika anak berada dalam lingkungan yang positif maka anak terbentuk positif demikian pula Proses selanjutnya anak akan belajar mengenali semua perilaku yang ditirunya dan mulai biasa membedakan mana perilaku yang dapat diterima dan memberikan dampak positif serta mana perilaku yang tidak bisa diterima dan memberikan dampak negatif. Setelah mereka dapat membedakan mana yang baik, dan mana yang kurang baik kemudian anak mulai membiasakan perilaku–perilaku yang baik dan diberi penguatan sesuai dengan nilai– nilai dan norma yang berlaku. Dari sinilah kemudian membentuk pemahaman anak dan pondasi kepribadian anak secara utuh. Sebagai contohnya seorang anak meniru tokoh kartun yang suka melempar barang ketika bertarung, dan biasanya dilakukannya ketika anak sedang bermain dengan teman– temannya. Orang tua dan gurunya membantu anak membantu memahami bahwa melempar barang kepada teman tidak bisa diterima karena akan menyakiti teman dan hal tersebut tidak sopan, maka disini anak belajar untuk membedakan perilaku mana yang bias diterima oleh masyarakat dan yang mana yang tidak diterima. Sedangkan perilaku yang baik yang ditiru oleh anak diberi penguatan dan pujian atau hadiah yang lain sehingga akan berulang dan cenderung menetap. Kebiasaan dan pemahaman terhadap perilakunya inilah yang kemudian terinternalisasi dalam karakternya dan menjadi komponen dalam pembentukan kepribadianya. Untuk itu anak harus dibiasakan untuk berada dalam lingkungan yang positif sehingga menghasilkan kebiasaan yang positif. Lingkungan disekitar anak mencakup keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan dalam keluarga mewarisi nilai 27 Imam Teguh Santoso dkk/ Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3 (1) (2014) budaya yang didapat secara turun temurun. Orang tua mendidik anak sesuai dengan bagaimana cara nenek moyang mendidik anakanaknya. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang berbudaya memberi peluang bagi pendidikan karakter untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya yang positif dalam dunia pendidikan (Santrock, 2006). penelitian ini adalah modul berbasis budaya Jawa bertema wayang kulit untuk menggoptimalkan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak. Penelitian pengembangan bahan ajar ini mengacu pada model pengembangan 4D. Pengembangan 4-D adalah pengembangan yang terdiri dari 4 tahap yaitu Define, Design, Develop, Disseminate yang kemudian diadaptasi menjadi pendefinisian, perencanaan, pengembangan, dan penyebaran (Thiagarajan, 1974). Langkah–langkah pengembangannya sebagai berikut. Akan tetapi pada kenyataannya dilingkungan sekolah TK atau PAUD para pendidik lebih cenderung memilih bahan ajar menonjolkan tokoh–tokoh yang dibuat oleh pihak luar negeri dalam pembelajaran sehingga anak–anak cenderung lebih mengenal Doraemon, Superman, dan super hero lainya dari pada punokawan, pandawa maupun tokoh wayang yang lain. Mereka beralasan bahwa bahan ajar tersebut lebih mudah dijumpai dari pada bahan ajar yang berbasis budaya lokal. Mereka mengatatan bahwa bahan ajar yang berbasis budaya lokal sangat langka sehingga mereka lebih memiih bahan ajar yang menonjolkan tokoh-tokoh luar negeri. Pertama, menetapkan dan men-definisikan syarat-syarat pembelajaran yang diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi: (1) analisis kebutuhan; (2) perumusan tujuan pembelajaran; (3) analisis materi. Kedua, menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap ini meliputi: (1) Penyusunan tema hasil dari tahap pendefinisian. (2) Pembuatan media yang sesuai untuk menyampaikan materi pelajaran. Oleh karena itu, perlu dikembangkannya bahan ajar yang berbasis budaya lokal untuk melestarikan budaya lokal. Salah satunya dengan mengembangkan bahan ajar berbasis budaya bertemakan wayang kulit dengan bahan ajar ini anak–anak dapat mengenal tokoh pewayangan. Disamping untuk melestarikan budaya lokal yang berupa wayang anak anak juga diharapkan mampu meniru nilai–nilai luhur karakter tokoh pewayangan. Ketiga, menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi beberapa langkah yaitu: (1) validasi perangkat oleh para pakar diikuti dengan revisi; (2) uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya; (3) Hasil tahap pertama dan kedua digunakan sebagai dasar revisi. Keempat, tahap ini merupakan tahap penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas, misalnya di kelas lain, di sekolah lain, dan oleh guru lain. Penelitian ini sudah dilaksakan di TK Pembina Negeri Surakarta, pada tahap skala kecil dilaksanakan di TK Pembina dengan sempel 6 anak pada kelas A3, siswa dipilih berdasarkan nilai yang terdiri dari 2 anak kelompok atas, 2 anak kelompok tengah dan 2 anak kelompok bawah, untuk kategori kelompok atas berdasarkan nilai 85 sampai 100, kategori kelompok tengah 70 sampai 84 sedangkan kelompok bawah dengan nilai dibawah 70. Skala besar mengambil satu kelas A1 di TK Pembina, dan pada tahap penerapan dilakukan di kelas A2 di TK Pembina. Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian terdapat beberapa metode. Pertama adalah metode wawancara. Metode wawancara dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui sumber belajar yang selama ini digunakan di TK khususnya dalam pembelajaran yang bertema pengenalan budaya. Selain itu kegiatan wawancara ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak dalam mengenal budaya lokal. Kedua, metode dokumentasi. Metode ini digunakan sebagai bukti pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan. Metode ini data yang dihasikan berupa gambar atau foto pelaksanaan penelitian. METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan Research and Development (R&D). Metode penelitian R & D digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2009). Adapun yang akan dikembangkan dalam Ketiga metode angket, Metode angket dalam penelitian ini berupa angket penilaian 28 Imam Teguh Santoso dkk/ Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3 (1) (2014) pakar ahli yang digunakan untuk menguji kelayakan bahan ajar yang telah dikembangkan. merupakan halaman awal yang menunjukan judul dari bahan ajar yaitu mari mengenal wayang kulit dan bebarapa gambar wayang kulit yang menunjukan suasana tentang isi dari bahan ajar. Pada halaman cover juga dilengkapi nama penulis. Kata pengantar di dalam bahan ajar berisi sambutan, petunjuk penggunaan bahan ajar dan harapan-harapan yang ingin dicapai, setelah menggunakan bahan ajar. Pada halaman petunjuk penggunaan bahan ajar tata cara menggunakan bahan ajar. Daftar isi memuat segala isi yang terdapat di dalam bahan ajar. Keempat metode observasi, dalam penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengetahui aktifitas anak dalam pembelajaran menggunakan bahan ajar yang telah dikembangkan dikembangkan. Analisis data dalam penelitian diperoleh dari data angket validasi oleh pakar ahli, angket tanggapan guru mengenai bahan ajar, dan angket keefekifan penerapan bahan ajar. Kemudian data yang diperoeh dianalisis dengan cara diskriptif presentase. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari langkah-langkah pengembangan 4-D, peneliti memodifikasi langkahlangkah tersebut menjadi dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan Pertama, tahap persiapan. Tahap persiapan dimulai dari observasi awal, observasi awal dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dan mengumpulkan data guna menentukan tujuan penelitian yang akan dicapai dengan cara melakukan observasi ke sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. Pada tahap ini diketahui bahwa di TK Negeri Pembina Surakarta belum terdapat atau disajikan bahan ajar yang berbasis budaya Jawa dalam pembelajarannya. Setelah melakukan observasi kemudian Peneliti merumuskan masalah yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti, yaitu bagaimanakah pengembangan bahan ajar berbasis budaya Jawa dan apakah bahan ajar tersebut layak digunakan dalam pembelajaran di TK. Gambar 1. Cover Kemudian Bagian isi, bagian ini memuat gambar berwarna tokoh wayang, di setiap tokoh memiliki karakarakter atau sifat yang berbeda. Di samping terdapat gambar yang berwarna terdapat juga gambar hitam putih disini para anak dituntut untuk sekreatif mungkin dalam mewarnai gambar wayang yang hitam putih tersebut. Kemudian peneliti mendesain bahan ajar yang berisi tentang gambar tokoh dari pewangan Jawa. selain berisi gambar, bahan ajar ini juga terdapat bagian–bagian untuk diwarnai oleh anak-anak hal ini diadakan supaya anak-anak tertarik untuk menggunakan bahan ajar ini. Bahan ajar yang telah didesain kemudian dikembangkan. Bahan ajar yang dikembangkan merupakan Bahan ajar berbasis budaya Jawa. Bahan ajar tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu pembuka, isi, dan penutup. Bahan ajar yang dikembangkan diilustrasikan sebagai berikut. Pada bagian pembukaan terdiri dari cover, kata pengantar, daftar isi, halaman petunjuk penggunaan bahan ajar. Cover 29 Imam Teguh Santoso dkk/ Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3 (1) (2014) Gambar 4. Halaman Mewarnai Gambar 2. Daftar isi Bagian terakhir adalah Bagian penutup, bagian penutup berisi daftar pustaka yang menjadi acuan materi yang ada didalam bahan ajar yang telah dikembangkan. Setelah mengembangkan bahan ajar kemudian peneliti menyusun instrument instrument pengumpulan data. Di dalam penelitian yang sudah dilakukan peneliti menyusun beberapa instrument diantaranya: instrument kelayakan bahan ajar, intrumen angket tanggapan guru mengenai penggunaan bahan ajar, dan instrument observasi aktifitas anak. Instrument kelayakan bahan ajar terdapat 25 aspek yang dinyatakan dalam penilaian yang mencakup kelengkapan komponen bahan ajar. Penilaian para pakar disesuaikkan pada beberapa aspek pernyataan yang ada pada kelayakan kelengkapan bahan ajar, kebahasaan, dan penyajian. Jumlah aspek penilaian yang disusun oleh peneliti pada kelayakan isi bahan ajar berjumlah 5 aspek, yang mencakup tentang kelengkapan bahan ajar diantaranya: bagaimana tampilan bahan ajar apakah sudah sesuai dengan tema bahan ajar, bagaimana kegiatan didalam bahan ajar menumbuhkan rasa ketertarikan siswa dalam menggunakan bahan ajar, kegiatan inti (materi bahan ajar sesuai dengan tema bahan ajar), Gambar 3. Halaman Bergambar 30 Imam Teguh Santoso dkk/ Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3 (1) (2014) bahan ajar mengandung nilai-nilai karakter berbudaya lokal, bahan ajar dapat mengenalkan budaya lokal. Kemudian instrument observasi aktivitas anak di sekolah. Instrument pengamatan tersebut terdiri dari 5 aspek pernyataan sikap anak diantara lain: apakah anak memperhatikan guru dalam pembelajaran, apakah anak menggunakan bahan ajar yang dikembangkan, ketertarikan anak dalam pembelajaran menggunakan bahan ajar yang dikembangkan, sikap anak terhadap temannya saat pembelajaran, sikap anak diluar jam pelajaran (jam istirahat) Setiap pernyataan diberi skor 14 sama dengan instrument tanggapan guru mengenai bahann ajar. Sedangkan pada komponen penyajian berjumlah 10 di antaranya: memuat gambar yang relevan dengan tema bahan ajar. Ukuran gambar proposional secara klasikal. Isi bahan ajar disajikan secara sistematis. Desain bahan ajar menarik untuk siswa. Desain bahan ajar memotivasi anak untuk menggunakan bahan ajar. Font yang digunakan di dalam bahan ajar dapat terbaca dengan baik. Warna tulisan menarik perhatian anak, Penggunaan font, jenis, dan ukuran proposional. Layout bahan ajar sesuai dengan tema bahan ajar. Tata letak gambar maupun tulisan baik (tidak ada ruang yang kosong), Tahap kedua. tahap penelaksanan, pada tahap ini bahan ajar yang dikembangkan divalidasi oleh pakar ahli. Bahan ajar yang divalidasi mendapatkan skor 3,88. Skor ini diperoleh dari rerata skor validasi, di mana jumah skor validasi mendapatkan nilai 90 kemudian dibagi jumlah aspek pernyataan yang berjumlah 25, kemudian dikalikan 100% Maka bahan ajar mendapatkan skor 3,88. Bahan ajar dinyatakan layak jika nilai skor di atas atau sama dengan nilai 2,06 dan tidak layak digunakan jika mendapatkan skor dibawah atau sama dengan 2,05 (BSNP, 2008). Maka bahan ajar yang telah dikembangkan dinyatakan layak untuk digunakan dalam pembelajaran. Dan komponen kebahasaan berjumlah 10 aspek di antaranya: bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti. Bahasa yang digunakan mudah dipahami. Bahasa yang digunakan mudah diingat. Basaha yang digunakan memperjelas informasi yang disampaikan. Tata bahasa sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Kalimat atau kata yang digunakan singkat dan jelas. Kalimat yang digunakan komunikatif. Kalimat yang digunakan tidak menimbulkan salah tafsir. Pesan yang disampaikan dalam kalimat bahan ajar disampaikan dengan jelas. Di setiap pernyataan pada angket validasi ahli diberi skor 1-4, angka 4 jika anda sangat setuju, angka 3 jika setuju, angka 2 jika kurang setuju, atau pilih angka 1 jika tidak setuju. Setelah bahan ajar dinyatakan kelayakannya oleh pakar ahli kemudian bahan ajar diuji cobakan pada pembelajaran di TK. Uji coba tahap awal adalah uji coba skala kecil, uji coba ini mengambil 6 anak pada kelas A3 di TK Negeri Pembina Surakarta, siswa dipilih berdasarkan nilai yang terdiri dari 2 anak kelompok atas, 2 anak kelompok tengah dan 2 anak kelompok bawah. Untuk kategori kelompok atas berdasarkan nilai 85 sampai 100, kategori kelompok tengah 70 sampai 84 sedangkan kelompok bawah dengan nilai dibawah 70. Anak tersebut diberi bahan ajar saat pembelajaran ujicoba skala kecil dan gurunya diberi angket tanggapan mengenai penggunaan bahan ajar yg telah dikembangkan. Untuk instrument tanggapan guru terdiri dari 10 pernyataan diantaranya adalah: penampilan bahan ajar secara keseluruhan menarik, isi atau cakupan sesuai dengan perkembangan anak, penyajian materi didalam bahan ajar tersusun secara sistematis, materi dalam bahan ajar menunjukan karakter berbudaya jawa, pedoman penggunaan bahan ajar tersampaikan dengan jelas, bahan ajar mengembangkan daya kreatifitas anak, penggunaan gambar didalam bahan ajar relevan dan dapat membantu anak mengenal budaya jawa wayang kulit, bahan ajar mengembangkan minat anak untuk mengenal budaya jawa, bahan ajar dapat meningkatkan aktivitas belajar anak, bahan ajar sudah layak digunakan sebagai bahan ajar. Pada disetiap pernyataan diberi skor 1-4, angka 4 jika anda sangat setuju, angka 3 jika setuju, angka 2 jika kurang setuju, atau pilih angka 1 jika tidak setuju. Pada skala kecil tanggapan guru mengenai bahan ajarnya adalah “sangat baik”. Dengan rataan skor persentase 90%. Skor persentase didapat dari rerata jumlah skor dibagi jumlah skor total, dan kriteria dikatakan sangat baik jika hasil persentase mencapai 81100%, dinyatakan baik jika 61-80%, dinyatakan cukup baik jika 4160%, dinyatakan kurang baik jika 21-40%, dan dinyatakan tidak baik jika mencapai skor rerata < 21% (Arikunto, 2009). 31 Imam Teguh Santoso dkk/ Indonesian Journal of Curriculum and Educational Technology Studies 3 (1) (2014) SIMPULAN Setelah melalui tahap skala kecil bahan ajar diuji cobakan secara skala besar. Di skala besar peneliti melakukan di TK Negeri Pembila Surakarta dengan sempel di kelas A1, yang terdiri dari 20 orang anak. Hasil penelitian skala besar diperoleh dari angket tanggapan guru dan data pengamatan aktivitas anak dalam pembelajaran. Untuk skor tanggapan guru mendapatkan skor rata-rata 95%. Skor persentase diperoleh dari rerata jumlah skor dibagi jumlah skor total dan dinyatakan sangat baik. Untuk aktivitas anak secara klasikal mendapatkan skor rataan 90%. Skor aktivitas anak secara klasikal diperoleh dari jumlah persentase anak yang berkategorikan baik dan sangat baik di mana pada ujicoba skala besar 3 anak tergolong sangat aktif, 15 anak dinyatakan secara aktif dan 2 anak cukup aktif. Keaktifan anak diperoreh dari perhitungan persentase jumlah pernyataan observasi dibagi skor observasi anak. Dinyatakan sangat aktif jika hasil persentase mencapai 87-100%, aktif jika 73-86%, cukup aktif jika 59-72, kurang aktif jika 45-58, dan dinyatakan tidak aktif jika persentase hanya mencapai kurang dari atau sama dengan 44% (Sudijono, 2009) Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. Bahan ajar yang dikembangkan sudah layak digunakan dalam pembelajaran di Taman kana – kanak karena mendapatkan nilai 3,88 hasil validasi oleh pakar ahli dan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran tergolong sangat aktif dengan nilai rata– rata persentase 90% yang diambil dari tahap penerapandi TK Pembina Negeri Surakarta. DAFTAR PUSTAKA Anonim.(2012).Manajemen Pendidikan. Diunduh dari www.guruidaman.blogspot.com /2012/06/pendidikan-karakter.html di unduh pada tanggal 4 Mei 2014 Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Brewer, J.A. 2007. Introduction to Early Childhood Education: Preschool through Primary Grades. USA: Pearson Education, Inc. BSNP.2008.Pengembangan Bahan Ajar.Buletin BSNP 1(2):19-23 Tahap yang terakhir adalah tahap penerapan tahap ini dilakukan setelah tahap skala kecil dan tahap skala besar. Pada tahap penerapan penelitian dilakukan di kelas A2 TK Negeri Pembina Surakarta, dikelas ini terdiri dari 20 anak, pada tahap penerapan angket tanggapan guru mendapatkan skor rataan 97,5%. Skor persentase diperoleh dari rerata jumlah skor dibagi jumlah skor total dan dinyatakan sangat baik.dan aktivitas anak mendapatkan skor 90%. Skor aktivitas anak secara klasikal diperoleh dari jumlah persentase anak yang berkategorikan baik dan sangat baik di mana pada tahap penerapan 5 anak tergolong sangat aktif, 12 anak dinyatakan secara aktif dan 3 anak cukup aktif. Keaktifan anak diperoreh dari perhitungan persentase jumlah pernyataan observasi dibagi skor observasi anak. Dinyatakan sangat aktif jika hasil persentase mencapai 87-100%, aktif jika 73-86%, cukup aktif jika 59-72, kurang aktif jika 45-58, dan dinyatakan tidak aktif jika persentase hanya mencapai kurang dari atau sama dengan 44% (Sudijono, 2009) Jalongo, M, R. 2007. Early Childhood Language Arts. USA: Pearson Education, Inc. Papalia, D.E, dkk. 2008. Human (Psikologi Perkembangan). Development Jakarta: Kencana. Sudijono, A. 2009. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Prass. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R & D. Bandung: Kuantitatif Alfabeta. Santrock, J. W. 2006. Life-span vevelopment (Perkembangan masa hidup). Eds. 5 jilid I, Penerjemah : Achmad Chusairi, S.Psi & Drs. Juda Damanik, M.S.W., Jakarta : PenerbitErlangga Yusuf, L,N, S. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosdakarya. Thiagarajan, S. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Expectional Children. Minneapolis, Minnesota: Leadership Training Institute/Special Education, University of Minne 32