BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai media hiburan, sastra harus dipahami karena sastra diciptakan tidak serta-merta hanya berdasarkan pada imajinasi pengarang. Sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan suatu peristiwa tertentu (Damono, 2002: 2). Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial (Damono, 2002: 1). Dalam karya sastra dapat dilihat hubungan timbal balik dari fiksi dengan kenyataan yang ada, sehingga sastra dapat dikatakan sebagai cerminan dari suatu masyarakat. Di samping berfungsi sebagai cermin realitas sosial masyarakat, karya sastra juga dianggap sebagai tanggapan evaluatif terhadap segala sesuatu yang berlangsung di sekitarnya yang senantiasa berubah (Damono, 2002: 40). Perubahan sosial memiliki pengaruh besar dalam terciptanya sebuah karya sastra, perubahanperubahan sosial tersebut menyangkut permasalahan politik, sosial, dan budaya dalam suatu masyarakat. 1 2 Masing-masing zaman mengalami perubahan yang khas dan mendapat tanggapan dan penilaian yang khas pula dari pengarang (Damono 2002: 41). Di Jepang perubahan-perubahan yang tercermin dalam karya sastra menunjukan perubahan dari masyarakat pramodern ke masyarakat modern yang menyangkut cara berfikir, cara berperilaku, serta gaya hidup. Perubahan-perubahan tersebut biasanya menimbulkan berbagai masalah yang kemudian ditanggapi oleh masing-masing pengarang. Sastra diciptakan dalam berbagai bentuk seperti puisi, drama, dan prosa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) puisi merupakan karya sastra yang memiliki kaidah-kaidah atau aturan tertentu, sedangkan prosa merupakan karangan bebas (tidak terikat oleh kaidah yang terdapat dalam puisi). Novel merupakan salah satu jenis prosa. “Novel” berasal dari bahasa Italia yaitu novella. Secara harafiah, novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’ (Nurgiyantoro, 1995: 9). Novel merupakan jenis prosa yang berupa karangan bebas penuh dengan imajinatif dari seorang pengarangnya. Sebagai cerminan dari sebuah masyarakat, pengarang harus mampu melihat berbagai masalah atau fenomena yang terjadi di masyarakat. Novel berbeda dengan cerpen meskipun sama-sama berada dalam kelompok prosa. Jika cerpen mengungkapan sesuatu tidak terlalu banyak, dan ukuran cerita panjang atau pendeknya tidak beraturan, sedangkan novel diungkapkan ke dalam kata-kata secara bebas, menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih rinci, lebih 3 detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan permasalahan yang lebih banyak kompleks (Nurgiyantoro, 1995: 11). Penelitian ini menggunakan objek kajian berupa novel yang berjudul Nijuushi no Hitomi. Novel Nijuushi no Hitomi ditulis oleh seorang penulis Jepang bernama Sakae Tsuboi. Novel ini merupakan puncak kejayaan Sakae Tsuboi. Pertama terbit dalam majalah tahun 1952, dan tidak membutuhkan waktu yang lama novel tersebut menjadi novel bestseller. Sakae Tsuboi adalah seorang sastrawan yang lahir pada tanggal 5 Agustus 1899 dan besar di Shikoku Shoodoshima prefektur Kagawa. Sakae Tsuboi pertama kali belajar menulis melalui sahabatnya bernama Hayashi Fumiko. Sebelum mengenal Hayashi Fumiko, pada usia 16 tahun dia bekerja di kantor pos sebagai juru tulis. Berkat dorongan sahabatnya tersebut, Sakae giat menulis cerita untuk anak-anak dan mengangkat realita-realita sosial. Salah satu karya sastranya yang mengungkapkan realita sosial yang terjadi di masyarakat Jepang pada masa Perang Dunia II adalah Novel Nijuushi no Hitomi. Novel ini bercerita tentang seorang guru wanita muda bernama Ooishi dan dua belas muridnya yang menghadapi dampak dari Perang Dunia II. Di dalam novel ini diceritakan bagaimana dampak krisis masyarakat Jepang pada saat Perang Dunia II. Novel Nijuushi no Hitomi sangat menarik untuk dianalisis karena Sakae Tsuboi mampu menceritakan bagaimana kondisi masyarakat Jepang pada masa 4 Perang Dunia II. Pada masa tersebut, masyarakat Jepang mengalami berbagai masalah sosial. Salah satu masalah sosial tersebut adalah pendidikan. Sakae mampu menceritakan bagaimana masalaha-masalah sosial muncul dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, novel ini telah memenangkan penghargaan dari Menteri Pendidikan Jepang pada tahun 1952, kemudian diangkat ke layar lebar pada tahun 1954. Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi sastra milik Ian Watt sebagai alat analisis. Ian Watt mengungapkan dalam esainya yang berjudul Literature and Society (1964) adanya hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Peneliti lebih memilih teori sosiologi sastra Ian Watt karena teori ini dirasa memiliki kelebihan tersendiri daripada teori sastra lainnya. Ian Watt menggunakan tiga konsep pendekatan dalam mengidentifikasi suatu makna dalam teks, di antaranya konteks sosial pengarang (sastrawan), sastra sebagai cerminan masyarakat (karya sastra), dan fungsi sosial sastra (masyarakat) (Damono, 2002: 4). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah terurai di atas, dapat dirumuskan tiga masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini. 5 1. Bagaimana konteks sosial pengarang yang melatarbelakangi penciptaan novel Nijuushi no Hitomi? 2. Bagaimana keadaan pendidikan dalam Novel Nijuushi no Hitomi dan keadaan pendidikan di Jepang pada saat Perang Dunia II? 3. Apa saja fungsi sosial sastra yang terdapat di dalam Novel Nijuushi no Hitomi? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua tujuan yang akan dicapai dengan melakukan analisis novel Nijuushi no Hitomi. Tujuan teoritisnya adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas. Sementara itu, tujuan praktis dalam menganalisis masalah ini adalah memberikan wawasan baru kepada pembaca tentang konteks sosial pengarang yang mempengaruhi penciptaan karya tersebut dan memperlihatkan kepada pembaca bahwa pendidikan yang terdapat dalam novel Nijuushi no Hitomi adalah cerminan pendidikan di dalam masyarakat pada waktu itu. 1.4 Tinjauan Pustaka Berdasaran pengamatan peneliti, sudah ada dua penelitian yang menggunakan novel Nijuushi no Hitomi sebagai objek. Pertama, skripsi karya Baiq Surya Ningsih yang ditulis pada tahun 2005 berjudul “Realita-Realita Sosial dan Masalah-Masalah 6 Sosial Dalam Novel Nijuushi no Hitomi Karya Sakae Tsuboi: Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra”. Dalam Skripsinya, Baiq Surya Ningsih memaparkan permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat Jepang pada tahun 1930-an sampai berakhirnya Perang Dunia II. Dalam skripsi tersebut didapat kesimpulan bahwa kondisi masyarakat Jepang yang digambarkan dalam Novel Nijuushi no Hitomi merupakan dampak dari kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Kedua, skripsi karya Topan Tantudo Umpu ditulis pada tahun 2012 berjudul “Potret Kemiskinan Masyarakat Jepang Pada Perang Dunia Ke Dua Dalam Novel Nijuushi no Hitomi Karya Tsuboi Sakae: Sebuah Kajian Sosiologi Sastra”. Dalam skripsinya, Topan memaparkan kemiskinan yang tercermin dalam novel tersebut. Hasil penelitiaannya menunjukkan adanya gambaran kemiskinan dalam novel Nijuushi no Hitomi sesuai dengan definisi Robert Chambers, yaitu kondisi kekurangan bahan makanan, sandang, dan sarana kesehatan, gambaran masyarakat dalam novel tersebut sesuai dengan keaadaan masyarakat Jepang pada masa Perang Dunia II. Berdasarkan pengamatan peneliti, sudah ada beberapa penelitian yang menggunakan teoti Ian Watt. Pertama skripsi karya Fikriatun Hidayati ditulis pada tahun 2012 berjudul “Problem Pendidikan dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata: Analisis Sosiologi Sastra Ian Watt. Dalam skripsinya, Fikriatun Hidayati memaparkan adanya pencerminan antara problem pendidikan yang ada dalam novel Laskar pelangi dengan problem pendidikan yang ada di luar karya. 7 Kedua, merupakan skripsi dari Dyah Erta Damayanti yang ditulis pada tahun 2014 dengan judul “Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini: Analisis sosiologi sastra Ian Watt”. Dalam skripsinya dipaparkan beberapa permasalahan yang terecermin di dalam Novel Tarian Bumi seperti permasalahan adat, kehidupan beragama, sistem kasta yang berlaku, dan peran perempuan di dalam masyarakat merupakan sebuah refleksi dari konteks sosial pengarang. Penelitian ini mengangkat keadaan pendidikan di dalam Novel Nijuushi no Hitomi menggunakan teori sosiologi sastra Ian Watt. Keadaan pendidikan inilah yang membedakan penelitan-penelitian sebelumnya. Jika pada penelitian sebelumnya mengangkat masalah-masalah sosial dan potret kemiskinan dalam Novel Nijuushi no Hitomi, penelitian ini lebih fokus kepada keadaan pendidikan dalam novel tersebut. 1.5 Landasan Teori Seperti yang telah disebutkan di atas teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah Sosiologi Sastra yang dikhususkan pada teori Ian Watt. Teori sosiologi sastra Ian Watt memiliki beberapa konsep penting yang dapat menjawab masalah penelitian ini. Sosiologi sastra adalah karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat dari tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi pengarang serta 8 khalayak yang dituju (Panuti, 2006: 74). Adapun pengertian lain mengenai sosiologi sastra yaitu pendekatan teori sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatannya (Damono, 2002: 2). Ada dua kecenderungan utama dalam pendekatan sosiologi sastra (Damono, 2002: 2). Pertama, pendekatan yang beranggapan bahwa karya sastra merupakan cermin sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra dan sastra hanya berharga dengan hubunganhubungan di luar sastra itu. Kedua, pendekatan yang mengutamakan sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk memahami strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial di luar sastra. Dalam esainya berjudul Literature and Society (1964) Ian Watt membicarakan hubungan timbal-balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat (via Damono, 2002: 4). Ian Watt mengklasifikasikan teori sosiologi sastra menjadi tiga (Damono, 2002: 46). Pertama, konteks sosial pengarang. Ini ada hubungannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk factor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Konteks sosial pengarang didasarkan pada tiga hal berikut: (1) bagaimana si pengarang mendapatkan mata pencahariannya; (2) profesionalisme dalam kepengarangan, dan (3) masyarakat yang bagaimana yang dituju oleh pengarang. Hubungan antar pengarang dan masyarakat sangat penting, 9 sebab sering didapati bahwa masyarakat tertentu dapat menentukan bentuk dan isi karya sastra. Kedua, sastra sebagai cerminan masyarakat. Konsep pencerminan masyarakat yang dimaksud adalah mengacu pada kemungkinan sastra tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis. Sebab banyak ciri-ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada saat ia ditulis. Sifat pribadi pengarang yang mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya. Genre sastra yang digunakan pengarang untuk dianggap mewakili sikap seluruh masyarakat dan pandangan sosial, karya sastra berupa novel apabila dilihat dari segi teks merupakan cerminan yang dipahami sebagai refleksi kehidupan dan sebaliknya. Ketiga, fungsi sosial suatu karya satra. Dalam hal ini, karya sastra memiliki fungsi sosial sesuai dengan kondisi sosial masyarakat pada saat peniptaan novel tersebut. Maksudnya seberapa jauh nilai-nilai sosial dalam karya sastra tersebut berkaitan dengan nilai-nilai sosial yang ada. Fungsi sosial di sini memiliki tiga hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, sastra berfungsi sebagai perombak masyarakat. Kedua, sastra berfungsi sebagai media penghibur. Ketiga, hubungan antara sastra sebagai pendidik dengan cara menghibur. Penelitian sosiologi sastra berdasarkan teori Ian Watt akan memperhatikan ketiga konsep yang telah diuraikan diatas. Pendekatan terhadap permasalahan yang ada di dalam penelitian ini akan lebih ditekankan pada konsep pertama dan kedua. 10 Pendekatan yang ketiga juga akan diterapkan guna memahami karya sastra lebih mendalam. 1.6 Metode Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analisis. Metode deskriptif analisis merupakan sebuah metode yang mendiskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2013: 47). Berdasarkan pemilihan metode tersebut, langkah-langkah penelitian ini dapat diuraikan sebagi berikut: 1. Menentukan objek penelitian dalam hal ini adalah Novel Nijuushi no Hitomi karya Sakae Tsuboi. 2. Mengumpulkan referensi kepustakaan dan data yang berhubungan dengan objek penelitian. 3. Mempelajari, meneliti, dan membandingkan data-data yang telah diperoleh tersebut. 4. Menganalisis novel dengan teori Sosiologi Sastra Ian Watt, dengan langkahlangkah sebgai berikut: Langkah pertama, menguraikan biografi pengarang disertai dengan uraian mengenai beberapa karya sastranya, serta sinopsis dari 11 novel Nijuushi no Hitomi. Lalu, menganalisis novel tersebut menggunakan teori sosiologi sastra. Berikutnya menjelaskan fungsi sosial karya sastra dalam novel Nijuushi no Hitomi. 5. Menyimpulkan hasil penelitian. 1.7 Sistematika penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjuan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan konteks sosial pengarang, pada bab ini berisi biografi pengarang beserta profesionalismenya yang ada kaitan dengan peniptaan novel Nijuushi no Hitomi sehingga hubungan pengarang dengan masyarakat itu memang ada. Bab III merupakan latar tempat yang tercermin dalam novel Nijuushi no Hitomi. Bab IV adalah masalah-masalah pendidikan yang tercermin dalam novel Nijuushi no Hitomi. Serta fungsi sosial sastra yang ada dalam novel tersebut Bab V merupakan kesimpulan.