9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa novel Ikitemasu, 15sai karya Miyuki Inoue belum pernah dijadikan sebagai objek penelitian baik di dalam maupun di luar lingkungan Universitas Udayana, terutama di lingkungan Fakultas Sastra. Adapun penelitian yang berkaitan dengan sosiologi sastra adalah sebagai berikut: I Gede Gita Purnama A.P tahun 2008, menganalisis sosiologi sastra dalam novel Nembangan Sayang dengan menggunakan metode analisis teks untuk memahami gejala sosial di luar sastra, serta menggunakan teknik wawancara dan teknik penerjemahan. Kajian sosiologi yang dibahas dalam penelitian ini mencakup sosiologi pendidikan, sosiologi percintaan, dan sosiologi sosial dikalangan masyarakat dalam novel Nembangan. Tahun 2008, Mahligin menganalisis sosiologi sastra yang meliputi aspek pendidikan, aspek sosial, aspek budaya dan aspek agama pada novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburahman El Shirazy. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan teknik catat. Metode dan teknik analisis data menggunakan metode deskriptif analisis dan metode formal, sedangkan penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal. Untuk menganalisis sosiologi sastra menggunakan teori dari Eagleton dan Wellek & 9 10 Warren. Hasil analisisnya, aspek agama dan aspek percintaan dalam penelitian ini lebih menonjol. Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa telah dilakukan penelitiaan sebelumnya oleh I Gede Gita Purnama A.P dan Mahligin yang memiliki perbedaan objek penelitiaan, namun memiliki kesamaan analisis, yakni analisis sosiologi yang tentunya dapat dijadikan sebagai referensi. dalam penelitian kali ini yang lebih ditonjolkan adalah analisis sosiologi yang meliputi interaksi tokoh, aspek sosial dan aspek budaya, serta pesan moral yang ingin disampaikan pengarang melalui dialog antar tokoh dalam novel ikitemasu, 15sai. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, diketahui bahwa novel Ikitemasu, 15sai ini belum pernah diteliti dalam penelitian apapun terutama dilingkungan sastra universitas udayana. Pada penelitian ini menggunakan teori sosiologi karya sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Warren, yang membahas tentang isi karya sastra, tujuan serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, untuk menganalisis sosiologi sastra dan pesan pengarang dalam novel Ikitemasu, 15sai karya Miyuki Inoue. 2.2 Konsep Di bagian ini akan dipaparkan beberapa konsep yang mendukung analisis sosiologi sastra tokoh dalam novel Ikitemasu, 15sai sebagai berikut: 11 2.2.1 Novel Novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya (KBBI, 2005 : 788). Novel sebagai bagian bentuk dari karya sastra, merupakan jagad realita, di dalamnya terjadi peristiwa yang dialami dan diperbuat manusia (tokoh). Realita sosial merupakan tema yang sering kita dengar ketika seseorang membaca sebuah novel, sebagai realita kehidupan. secara spesifik realita sosiologis adalah fenomena sosial kehidupan yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. 2.2.2 Penokohan Dilihat dari segi peranannya atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu cerita, ada tokoh utama cerita, yakni tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan dan tokoh tambahan yaitu tokoh yang kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama (Nurgiyantoro, 2007: 166-178). Penokohan seorang tokoh memiliki tiga dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu fisiologis atau ciri-ciri fisik, sosiologis yang menyaran pada status sosial, pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Sedangkan psikologis. berkaitan dengan kejiwaan para tokoh (Sukada, 1985: 33). Penokohan dapat memudahkan dalam memahami isi cerita serta membantu untuk mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat dalam penampilan aspek sosial, 12 interaksi, aspek budaya dan pesan moral pada pengkajian sosiologi sastra novel Ikitemasu, 15sai. 2.2.3 Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2007: 233). 2.2.4 Sosiologi Sastra Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian sosiologi sastra ini terpokus pada masalah hubungan manusia dalam masyarakat. kehidupan masyarakat. Sastra adalah bagian dari Berangkat dari asumsi ini, maka langkah awal penelitian sosiologi sastra adalah menentukan jenis masyarakat yang melahirkan sastra sehingga dapat diketahui jenis sifat-sifat masyarakat yang melahirkan sastra tersebut. setelah sifat-sifat suatu masyarakat diketahui, maka sastra yang dilahirkan seorang pengarang sudah barang tentu bercorak sesuai dengan sifat-sifat masyarakat tersebut. Kenyataan tersebut mengilhami para pengarang untuk melibatkan dirinya kehidupan masyarakat tempat mereka berada dan dalam tata mencoba 13 memperjuangkan posisi struktur sosial dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. 2.2.5 Kyouiku mama (教育ママ) Kyouikumama ( 教 育 マ マ ) adalah suatu gejala dimana tanggung jawab pendidikan anak dalam suatu keluarga sebagian besar dipegang atau dibebankan pada pihak ibu. Hal ini termasuk dalam segala bidang pendidikan, baik pendidikan keluarga, sekolah atau pendidikan luar sekolah sejak seorang anak masih kecil bahkan hingga pada saat masuk perguruan tinggi termasuk dalam masalah pengaturan biaya pendidikan sampai pada hal-hal kecil lainnya seperti antar jemput sekolah, kursus, pendaftaran dan lain sebagainya. Sehingga kesuksesan seorang anak dalam bidang pendidikan menjadi salah satu tanggung jawab yang harus dipikul seorang ibu (Sudjianto, 2002: 56-57). Hal ini menimbulkan rasa tanggung jawab ibu pada keberhasilan anaknya. Untuk itu, seorang ibu terjun langsung dalam membimbing anaknya. Dalam membimbing anaknya, ibu pun mempersiapkan segalanya termasuk sekolah-sekolah favorit yang dituju. Di antara faktor-faktor yang memperkeras persaingan untuk memasuki sekolah yang baik, dapat disebut kenyataan bahwa sekolah-sekolah yang memiliki tradisi mutu tinggi, memperoleh fasilitas studi dan riset yang lebih baik, dan bahwa mereka memberikan prestise sosial kepada para lulusannya dan juga kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang paling baik (Naka, 1983: 2324). Untuk mencapai universitas terbaik tersebut, tidak didapatkan dengan mudah namun tergantung pada lulusan sekolah sebelumnya. Oleh karena itu seorang ibu 14 mempersiapkan dengan matang pendidikan anaknya sejak dari TK, SD, SMP, SMA hingga ke perguruan tinggi. Pada kenyataannya, sebagian besar posisi penting dalam bisnis dan pemerintahan Jepang dipegang oleh lulusan dari salah satu universitas: Universitas Tokyo. Jumlah calon yang ingin masuk universitas terkemuka di daerah-daerah tertentu, terutama di kota-kota besar sangat banyak dan mengakibatkan persaingan yang cukup tajam. Persaingan ini semakin bertambah memuncak dan mengakibatkan masalah yang semakin gawat. Persiapan yang demikian kerasnya mempengaruhi watak pemuda Jepang serta menghasilkan sifat bersaing dalam memperoleh angka baik, sifat menyendiri dan egosentris, rasa harga diri yang kurang atau berlebihan tanpa alasan jelas, kegelisahan, kesadaran yang berlebihlebihan akan hubungan sekolah dan pekerjaan. Kecenderungan sekarang ialah untuk mulai mempersiapkan anak-anak untuk menempuh ujian masuk pada universitas terkemuka sejak SD atau sekolah menengah (Naka, 1983: 14). Tidak jarang pula seorang anak frustasi hingga terjerat narkoba bahkan hingga bunuh diri karena merasa tertekan dengan pendidikan yang begitu dipaksakan. Sebagian besar anak-anak merasa tertekan, dan tidak jarang pula menyebabkan anak fobia terhadap sekolah Selain hal tersebut, yang menjadi salah satu faktor berkembangnya budaya kyouikumama (教育ママ) di masyarakat adalah faktor penilaian masyarakat Jepang itu sendiri. Di Jepang, seorang ibu yang bekerja dianggap egois, karena membesarkan dan mendidik anak adalah hal terpenting dalam tugas seorang ibu. 15 2.2.6 Moral Menurut Nurgiantoro (2007: 320-321), moral dipandang memiliki kemiripan dengan tema, namun tema bersifat lebih kompleks. Tema merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya. Dengan demikian moral merupakan bentuk sederhana dari tema, namun tidak semua tema merupakan moral. Secara umum moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila KBBI, (dalam Nurgiantoro, 2007: 320) Menurut Kenny (dalam Nurgiantoro, 2007: 321) moral merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Moral dalam karya sastra, biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Moral dalam karya sastra merupakan hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra dan selalu dalam pengertian yang baik. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca 16 diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan atau message. Amanat merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya sastra itu sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibandingkan tulisan nonfiksi. 2.3 Kerangka Teori Teori sangat diperlukan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat dan sekaligus sebagai acuan untuk mengarahkan penelitian untuk mencapai hasil yang ingin dicapai. Berkaitan dengan kajian yang dilakukan dalam penelitian novel Ikitemasu, 15sai karya Miyuki Inoue yaitu analisis sosiologi sastra, maka digunakan beberapa teori untuk membedah aspek sosiologi yang ada dalam objek penelitian. Diantaranya adalah: Teori Trilogi Sastra dari Wellek & Warren (1993: 111), Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat secara deskriptif diklasifikasikan oleh Wellek & Waren sebagai berikut: Sosiologi pengarang, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan tentang status sosial pengarang, latar belakang budaya, idiologi pengarang, serta keterlibatan pengarang dalam berbagai kegiatan luar karya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya satra. 17 Kedua, sosiologi karya sastra, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, dalam hal ini yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat di dalam karya sastra itu sendiri ( tujuan atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca) dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Ketiga, sosiologi pembaca, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra mengenai dampak sosial sastra terhadap pembaca. Dari ketiga klasifikasi di atas, penelitian novel Ikitemasu, 15sai ini akan difokuskan pada butir ketiga yaitu teori sosiologi karya sastra dari Wellek & Warren untuk membedah sosiologi sastra pada karya sastra itu sendiri beserta isi dan pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Teori Trilogi Sastra dari Wellek & Warren khususnya sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan tentang karya sastra itu sendiri dan pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca di atas di dukung oleh teori dari Yoneyama (dalam Soepardjo, 1998: 63-64), yang menjelaskan tentang Ningen kankei (人間関係) bahwa, struktur hubungan insani ala Jepang bila dilihat dari sudut antropologi budaya Jepang dapat dibagi menjadi empat kategori. Empat kategori tersebut adalah : 18 Miuchi (身内) adalah kelompok kecil yang memiliki pertalian saudara. Nakama ( 仲 間 ) adalah kelompok kecil yang tidak memiliki pertalian saudara, kurang lebih memiliki arti “kerabat karib”. Dohou (同胞) adalah kelompok besar yang dapat diidentikkan dengan kelompok masyarakat tertentu atau “bangsa Jepang”. Seken (世間) sama sekali tidak ada kaitannya dengan kegiatan hubungan perorangan, istilah itu akan lebih tepat bila diartikan sebagai dunia kehidupan manusia atau masyarakat. Dari keempat struktur diatas, penelitian ini lebih condong pada konsep nakama (仲間), miuchi (身内), dan douhou (同胞), karena dalam novel Ikitemasu, 15sai menceritakan sekelumit kehidupan tokoh utama serta adanya interaksi tokoh utama dengan tokoh lain yang menyaran pada hubungan antar personal. Yoneyama juga menjelaskan dalam hubungan insani masyarakat Jepang ningen kankei (人間関係), hubungan dengan keluarga terutama dalam hal ini hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, di sebut dengan istilah amae, sedangkan istilah seorang ibu yang mendidik anaknya dengan sangat keras di sebut dengan istilah kyouiku mama. 19 Di Jepang konsep ningen kankei ( 人 間 関 係 ), ini lebih banyak diaplikasikan di dalam hubungan insani dalam masyarakat Jepang, dan sangat berkaitan dengan konsep sosiologi oleh sebab itu teori ini dipakai untuk menganalisis sosiologi sastra tokoh utama dalam novel Ikitemasu,15sai. Teori dari Yoneyama di atas menggunakan sudut pandang antropologi, sementara penelitian ini marupakan penelitian sosiologi sastra, maka teori dari Yoneyama di atas didukung oleh teori dari Koentjaraningrat (2009: 20-21), sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang secara sistematik mempelajari kelakuan sosial manusia, yaitu yang berkenaan dengan pola-pola dan proses interaksi sosial diantara individu dan kelompok, berupa bentuk-bentuk kelompok sosial, hubungan diantara kelompok sosial dan pengaruh kelompok sosial terhadap kelakuan individu. Ilmu sosiologi ini juga berkaitan dengan ilmu antropologi budaya. Di mana pengertian dari antropologi adalah ilmu yang berkaitan dengan perilaku sosial masyarakat. Seperti sistem mata pencaharian hidup, sistem organisasi sosial, sistem religi, berbahasa dan berkesenian. Oleh karena itu antropologi tidak semata-mata mempelajari masyarakat primitif atau masyarakat yang sudah punah. Tetapi juga mempelajari masyarakat sekarang, mempelajari peristiwa-peristiwa sosial, perilaku budaya, sistem sosial budaya yang sedang terjadi di masyarakat. 20 Dengan pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa antropologi dan sosiologi memiliki kesamaan yaitu mencari unsur-unsur yang sama di beragam masyarakat dan kebudayaan manusia. Tujuannya adalah mencapai pengertian tentang asas-asas masyarakat dan kebudayaan manusia pada umumnya. Menurut Sarwono (2007: 3-4) Manusia sebagai mahluk sosial, tidaklah dapat dipisahkan dari masyarakat. Untuk mempertahankan eksistensinya, manusia perlu berada bersama orang lain dan mengadakan interaksi sosial di dalam kelompoknya. Kelompok yang terkecil tetapi yang paling dekat dengan individu adalah keluarga, baik itu keluarga batih (nuclear family) maupun keluarga luas (extended family) yang merupakan gabungan dari beberapa keluarga batih. Dalam interaksi sosialnya, konsep dari seorang individu mempunyai peran penting. Selama masa kanak kanak keluarga dan lingkungan sosial menentukan ”diri ideal” seorang anak, yaitu sifat-sifat dan hal-hal yang berkaitan dengan individu itu sendiri. Diri ideal itu dibentuk berdasarkan norma masyarakat yang berlaku dan kondisi keluarga serta keadaan individu itu sendiri. Dilihat dari jenis masyarakat yang melahirkan karya sastra, tidak bisa dipungkiri sebuah karya sastra bisa terlahir dari jenis masyarakat yang berbeda, oleh sebab itu terdapat berbagai pembidangan dalam ilmu sosiologi, selain sosiologi sastra diantaranya adalah ilmu sosiologi yang mempelajari tentang kesehatan sehingga lahir sosiologi kesehatan yang didalamnya termasuk tentang sosiologi orang cacat. Secara ilmiah, orang 21 cacat itu secara fisik ia sakit namun selama seseorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang itu masih dikatakan sehat. Batasan ”sehat” yang diberikan oleh organisasi kesehatan sedunia, (WHO) adalah ”a state of complete physical, mental and social wellbeing” (WHO, 1981: 38). Dari batasan ini jelas terlihat bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik mental dan sosial seseorang. Penilaian tentang kondisi kesehatan individu dapat dibedakan dalam delapan golongan sebagai berikut: Tingkat Psikologis Medis Sosial Normally well baik baik baik Pessimistic sakit baik baik Sosially ill baik baik sakit Hypochondriacal sakit baik sakit Medically ill baik sakit baik Martyr sakit sakit baik Optimistic baik sakit sakit Seriously ill sakit sakit sakit 22 Penggolongan status kesehatan di atas menunjukkan bahwa penilaian medis bukanlah merupakan satu-satunya kriteria yang menentukan tingkat kesehatan seseorang. Banyak keadaan dimana individu dapat melakukan fungsi sosialnya secara normal padahal secara medis menderita penyakit. Teori-teori diatas didukung oleh pandangan tentang sosiologi sastra dari Wolff. Dalam pandangan Wolff (dalam Faruk, 1994: 3) sosiologi sastra merupakan disiplin ilmu yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan antara sastra dengan masyarakat. Sosiologi sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang memandang teks sastra sebagai pencerminan dari realitas sosial. Berangkat dari teori ini, maka sosiologi sastra diharapkan mampu membuat studi tuntas tentang hubungan antara sastra (novel) dengan realitas sosial (kenyataan hidup), dengan menggunakan metode dialektik (hubungan timbal-balik) melalui dimensi kepengarangan yang dipandang menghasilkan karya sastra sebagai tanggapannya terhadap realitas sosial yang ia hadapi sehingga disebut sebagai “hubungan dialogis langsung”. Pandangan yang populer dalam studi sosiologi sastra adalah pendekatan cermin. Melalui pendekatan ini, karya sastra dimungkink an menjadi cermin pada jamannya. 23 Menurut teori pengkajian fiksi dari Nurgiyantoro (2007 : 23), novel sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Novel memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Unsur-unsur tersebut digunakan dalam rangka mengkaji atau membicarakan atau menganalisis karya sastra pada umumnya. Unsur intrinsik yang dibahas dalam penelitian ini, hanya terbatas pada unsur tokoh dan latar yaitu latar sosial. Unsur tokoh dalam novel, dilihat dari dialog antar tokoh menunjukkan interaksi tokoh. Unsur latar sosial dalam novel sangat didukung pada pemunculan aspek budaya kyouiku mama yang terdapat dalam novel ikitemasu, 15sai. Teori-teori tersebut didukung dengan konsep pengaruh sosial lain dalam interaksi sosial tokoh. Faktor-faktor sosial lain yang juga berpengaruh terhadap individu yang dimaksud adalah : a. Rumah Dalam keluarga, anak mulai mengenal dunia pertama yang memberi pengalaman berharga, inilah pembentukan kepribadian dan menjadi alasan bagi kepribadian anak selanjutnya. Menurut S. Stanfel Sargent (dalam Santoso, 2010: 93-94) aspek keluarga yang penting di dalam sosialisasi bagi anak adalah Hubungan antar orang tua, hubungan orang tua-anak, hubungan antar saudara sekandung. b. Sekolah Para ahli sosiologi, antropologi, psikologi sependapat bahwa pendidikan meningkatkan proses perkembangan intelek, perasaan dan sosial yang sudah 24 dimulai dari rumah. Dengan kata lain, sekolah ikut serta/berperan aktif dalam rangka pembentukan kepribadian dengan jalan anak mempelajari kebiasaan, sikap individu lain, pengalaman baru dan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan. c. Masyarakat Masyarakat merupakan dunia ketiga yang dialami oleh si anak dan merupakan masa paling lama bagi anak di dalam kehidupannya sampai si anak dewasa, bahkan menjadi orang tua. d. Status sosial ekonomi Pengaruh status sosial ekonomi berkisah pada keadaan lahiriah seperti kaya, miskin, pemimpin, orang-orang berpengaruh, sedang keadaan rohaniah seperti berpendidikan, ahli, pekerjaan. Status sosial ekonomi membatasi dan mempengaruhi anak di dalam kontak/hubungan sosial. Dengan kata lain, status sosial ekonomi sangat berpengaruh di dalam pembentukan kepribadian anak melalui interaksi sosial, seperti sikap, minat, nilai, dan kebiasaan anak tersebut. Status sosial ekonomi anak berasal dari status sosial ekonomi yang telah dimiliki sebelum lahir (Santoso, 2010 : 90-101). Teori ini akan membantu dalam menjelaskan keterkaitan antara sosial tokoh dengan lingkungan sosialnya. Teori ini berkaian dengan konsep ningen kankei (人間関係). Karena faktor-faktor sosial dalam teori ini terdapat juga dalam novel 25 yang berkaitan dengan konsep ningenkankei (人間関係) yaitu rumah (miuchi 「身 内」), sekolah (nakama「仲間」), dan masyarakat (douhou「同胞」).