9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1

advertisement
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Berdasarkan data-data yang berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa
novel Ikitemasu, 15sai karya Miyuki Inoue belum pernah dijadikan
sebagai objek penelitian baik di dalam maupun di luar lingkungan
Universitas Udayana, terutama di lingkungan Fakultas Sastra. Adapun
penelitian yang berkaitan dengan sosiologi sastra adalah sebagai berikut:
I Gede Gita Purnama A.P tahun 2008, menganalisis sosiologi sastra dalam
novel Nembangan Sayang dengan menggunakan metode analisis teks untuk
memahami gejala sosial di luar sastra, serta menggunakan teknik
wawancara dan teknik penerjemahan. Kajian sosiologi yang dibahas dalam
penelitian ini mencakup sosiologi pendidikan, sosiologi percintaan, dan
sosiologi sosial dikalangan masyarakat dalam novel Nembangan.
Tahun 2008, Mahligin menganalisis sosiologi sastra yang meliputi aspek
pendidikan, aspek sosial, aspek budaya dan aspek agama pada novel Ayat-Ayat
Cinta karya Habiburahman El Shirazy. Dalam pengumpulan data, penelitian ini
menggunakan metode studi pustaka dengan teknik catat. Metode dan teknik
analisis data menggunakan metode deskriptif analisis dan metode formal,
sedangkan penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal. Untuk
menganalisis sosiologi sastra menggunakan teori dari Eagleton dan Wellek &
9
10
Warren. Hasil analisisnya, aspek agama dan aspek percintaan dalam penelitian ini
lebih menonjol.
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa telah dilakukan penelitiaan
sebelumnya oleh
I Gede Gita Purnama A.P dan Mahligin yang memiliki
perbedaan objek penelitiaan, namun memiliki kesamaan analisis, yakni analisis
sosiologi yang tentunya dapat dijadikan sebagai referensi. dalam penelitian kali
ini yang lebih ditonjolkan adalah analisis sosiologi yang meliputi interaksi tokoh,
aspek sosial dan aspek budaya, serta pesan moral yang ingin disampaikan
pengarang melalui dialog antar tokoh dalam novel ikitemasu, 15sai. Berdasarkan
data yang telah dikumpulkan, diketahui bahwa novel Ikitemasu, 15sai ini belum
pernah diteliti dalam penelitian apapun terutama dilingkungan sastra universitas
udayana. Pada penelitian ini menggunakan teori sosiologi karya sastra yang
dikemukakan oleh Wellek dan Warren, yang membahas tentang isi karya
sastra, tujuan serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri,
untuk menganalisis sosiologi sastra dan pesan pengarang dalam novel
Ikitemasu, 15sai karya Miyuki Inoue.
2.2 Konsep
Di bagian ini akan dipaparkan beberapa konsep yang mendukung analisis
sosiologi sastra tokoh dalam novel Ikitemasu, 15sai sebagai berikut:
11
2.2.1 Novel
Novel
merupakan karangan prosa
yang panjang mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya (KBBI, 2005 : 788).
Novel sebagai bagian bentuk dari karya sastra, merupakan jagad
realita, di dalamnya terjadi peristiwa yang dialami dan diperbuat manusia
(tokoh). Realita sosial merupakan tema yang sering kita dengar ketika
seseorang membaca sebuah novel, sebagai realita kehidupan. secara
spesifik realita sosiologis adalah fenomena sosial kehidupan yang dialami
oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap
diri dan
lingkungan.
2.2.2 Penokohan
Dilihat dari segi peranannya atau tingkat pentingnya tokoh dalam suatu
cerita, ada tokoh utama cerita, yakni tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan dan tokoh tambahan yaitu tokoh yang
kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama (Nurgiyantoro,
2007: 166-178). Penokohan seorang tokoh memiliki tiga dimensi sebagai struktur
pokoknya, yaitu fisiologis atau ciri-ciri fisik, sosiologis yang menyaran pada
status sosial, pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Sedangkan psikologis. berkaitan
dengan kejiwaan para tokoh (Sukada, 1985: 33).
Penokohan dapat memudahkan dalam memahami isi cerita serta membantu
untuk mengetahui tokoh-tokoh yang terlibat dalam penampilan aspek sosial,
12
interaksi, aspek budaya dan pesan moral pada pengkajian sosiologi sastra novel
Ikitemasu, 15sai.
2.2.3 Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan
dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup
berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara
berpikir dan bersikap, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2007: 233).
2.2.4 Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat
reflektif. Penelitian sosiologi sastra ini terpokus pada masalah hubungan
manusia
dalam
masyarakat.
kehidupan
masyarakat.
Sastra
adalah
bagian
dari
Berangkat dari asumsi ini, maka langkah awal penelitian
sosiologi sastra adalah menentukan jenis masyarakat yang melahirkan
sastra
sehingga
dapat
diketahui
jenis
sifat-sifat
masyarakat
yang
melahirkan sastra tersebut. setelah sifat-sifat suatu masyarakat diketahui,
maka sastra yang dilahirkan seorang pengarang sudah barang tentu
bercorak sesuai dengan sifat-sifat masyarakat tersebut. Kenyataan tersebut
mengilhami
para pengarang untuk melibatkan dirinya
kehidupan
masyarakat
tempat
mereka
berada
dan
dalam
tata
mencoba
13
memperjuangkan posisi struktur sosial dan permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat.
2.2.5 Kyouiku mama (教育ママ)
Kyouikumama ( 教 育 マ マ ) adalah suatu gejala dimana tanggung jawab
pendidikan anak dalam suatu keluarga sebagian besar dipegang atau dibebankan
pada pihak ibu. Hal ini termasuk dalam segala bidang pendidikan, baik
pendidikan keluarga, sekolah atau pendidikan luar sekolah sejak seorang anak
masih kecil bahkan hingga pada saat masuk perguruan tinggi termasuk dalam
masalah pengaturan biaya pendidikan sampai pada hal-hal kecil lainnya seperti
antar jemput sekolah, kursus, pendaftaran dan lain sebagainya. Sehingga
kesuksesan seorang anak dalam bidang pendidikan menjadi salah satu tanggung
jawab yang harus dipikul seorang ibu (Sudjianto, 2002: 56-57). Hal ini
menimbulkan rasa tanggung jawab ibu pada keberhasilan anaknya. Untuk itu,
seorang ibu terjun langsung dalam membimbing anaknya. Dalam membimbing
anaknya, ibu pun mempersiapkan segalanya termasuk sekolah-sekolah favorit
yang dituju. Di antara faktor-faktor yang memperkeras persaingan untuk
memasuki sekolah yang baik, dapat disebut kenyataan bahwa sekolah-sekolah
yang memiliki tradisi mutu tinggi, memperoleh fasilitas studi dan riset yang lebih
baik, dan bahwa mereka memberikan prestise sosial kepada para lulusannya dan
juga kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang paling baik (Naka, 1983: 2324). Untuk mencapai universitas terbaik tersebut, tidak didapatkan dengan mudah
namun tergantung pada lulusan sekolah sebelumnya. Oleh karena itu seorang ibu
14
mempersiapkan dengan matang pendidikan anaknya sejak dari TK, SD, SMP,
SMA hingga ke perguruan tinggi. Pada kenyataannya, sebagian besar posisi
penting dalam bisnis dan pemerintahan Jepang dipegang oleh lulusan dari salah
satu universitas: Universitas Tokyo.
Jumlah calon yang ingin masuk universitas terkemuka di daerah-daerah
tertentu, terutama di kota-kota besar sangat banyak dan mengakibatkan persaingan
yang cukup tajam. Persaingan ini semakin bertambah memuncak dan
mengakibatkan masalah yang semakin gawat. Persiapan yang demikian kerasnya
mempengaruhi watak pemuda Jepang serta menghasilkan sifat bersaing dalam
memperoleh angka baik, sifat menyendiri dan egosentris, rasa harga diri yang
kurang atau berlebihan tanpa alasan jelas, kegelisahan, kesadaran yang berlebihlebihan akan hubungan sekolah dan pekerjaan. Kecenderungan sekarang ialah
untuk mulai mempersiapkan anak-anak untuk menempuh ujian masuk pada
universitas terkemuka sejak SD atau sekolah menengah (Naka, 1983: 14). Tidak
jarang pula seorang anak frustasi hingga terjerat narkoba bahkan hingga bunuh
diri karena merasa tertekan dengan pendidikan yang begitu dipaksakan. Sebagian
besar anak-anak merasa tertekan, dan tidak jarang pula menyebabkan anak fobia
terhadap sekolah
Selain hal tersebut, yang menjadi salah satu faktor berkembangnya budaya
kyouikumama (教育ママ) di masyarakat adalah faktor penilaian masyarakat Jepang
itu sendiri. Di Jepang, seorang ibu yang bekerja dianggap egois, karena
membesarkan dan mendidik anak adalah hal terpenting dalam tugas seorang ibu.
15
2.2.6 Moral
Menurut Nurgiantoro (2007: 320-321), moral dipandang memiliki
kemiripan dengan tema, namun tema bersifat lebih kompleks. Tema merupakan
sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan
makna yang terkandung dalam sebuah karya. Dengan demikian moral merupakan
bentuk sederhana dari tema, namun tidak semua tema merupakan moral.
Secara umum moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila KBBI,
(dalam Nurgiantoro, 2007: 320)
Menurut Kenny (dalam Nurgiantoro, 2007: 321) moral merupakan
“petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan
santun pergaulan.
Moral dalam karya sastra, biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan
hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Sebuah karya fiksi ditulis
oleh pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi
mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai
dengan pandangannya tentang moral. Moral dalam karya sastra merupakan
hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra dan selalu dalam pengertian yang
baik. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca
16
diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan.
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan atau message.
Amanat merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya sastra itu
sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan
moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibandingkan
tulisan nonfiksi.
2.3 Kerangka Teori
Teori sangat diperlukan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat
dan sekaligus sebagai acuan untuk mengarahkan penelitian untuk mencapai hasil
yang ingin dicapai.
Berkaitan dengan kajian yang dilakukan dalam penelitian novel Ikitemasu,
15sai karya Miyuki Inoue yaitu analisis sosiologi sastra, maka digunakan
beberapa teori untuk membedah aspek sosiologi yang ada dalam objek penelitian.
Diantaranya adalah:
Teori Trilogi Sastra dari Wellek & Warren (1993: 111), Hubungan yang
nyata antara sastra dan masyarakat secara deskriptif diklasifikasikan oleh Wellek
& Waren sebagai berikut:
Sosiologi pengarang, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan tentang
status sosial pengarang, latar belakang budaya, idiologi pengarang, serta
keterlibatan pengarang dalam berbagai kegiatan luar karya yang menyangkut
pengarang sebagai penghasil karya satra.
17
Kedua, sosiologi karya sastra, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan
karya sastra itu sendiri, dalam hal ini yang menjadi pokok telaah adalah tentang
apa yang tersirat di dalam karya sastra itu sendiri ( tujuan atau amanat yang
hendak disampaikan pengarang kepada pembaca) dan yang berkaitan dengan
masalah sosial.
Ketiga, sosiologi pembaca, yaitu pendekatan yang mempermasalahkan
pembaca dan pengaruh sosial karya sastra mengenai dampak sosial sastra terhadap
pembaca.
Dari ketiga klasifikasi di atas, penelitian novel Ikitemasu, 15sai ini akan
difokuskan pada butir ketiga yaitu teori sosiologi karya sastra dari Wellek &
Warren untuk membedah sosiologi sastra pada karya sastra itu sendiri beserta isi
dan pesan moral yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca.
Teori Trilogi Sastra dari Wellek & Warren khususnya sosiologi karya sastra
yang mempermasalahkan tentang karya sastra itu sendiri dan pesan moral yang
hendak disampaikan pengarang kepada pembaca di atas di dukung oleh teori dari
Yoneyama (dalam Soepardjo, 1998: 63-64), yang menjelaskan tentang Ningen
kankei (人間関係) bahwa, struktur hubungan insani ala Jepang bila dilihat dari
sudut antropologi budaya Jepang dapat dibagi menjadi empat kategori. Empat
kategori tersebut adalah :
18
Miuchi (身内) adalah kelompok kecil yang memiliki pertalian saudara.
Nakama ( 仲 間 ) adalah kelompok kecil yang tidak memiliki pertalian
saudara, kurang lebih memiliki arti “kerabat karib”.
Dohou (同胞) adalah kelompok besar yang dapat diidentikkan dengan
kelompok masyarakat tertentu atau “bangsa Jepang”.
Seken (世間) sama sekali tidak ada kaitannya dengan kegiatan hubungan
perorangan, istilah itu akan lebih tepat bila diartikan sebagai dunia
kehidupan manusia atau masyarakat.
Dari keempat struktur diatas, penelitian ini lebih condong pada konsep
nakama (仲間), miuchi (身内), dan douhou (同胞), karena dalam novel Ikitemasu,
15sai menceritakan sekelumit kehidupan tokoh utama serta adanya interaksi tokoh
utama dengan tokoh lain yang menyaran pada hubungan antar personal.
Yoneyama juga menjelaskan dalam hubungan insani masyarakat Jepang
ningen kankei (人間関係), hubungan dengan keluarga terutama dalam hal ini
hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, di sebut dengan istilah amae,
sedangkan istilah seorang ibu yang mendidik anaknya dengan sangat keras di
sebut dengan istilah kyouiku mama.
19
Di Jepang konsep ningen kankei ( 人 間 関 係 ),
ini lebih banyak
diaplikasikan di dalam hubungan insani dalam masyarakat Jepang, dan
sangat berkaitan dengan konsep sosiologi oleh sebab itu teori ini dipakai
untuk
menganalisis
sosiologi
sastra
tokoh
utama
dalam
novel
Ikitemasu,15sai.
Teori
dari
Yoneyama
di
atas
menggunakan
sudut
pandang
antropologi, sementara penelitian ini marupakan penelitian sosiologi sastra,
maka
teori
dari
Yoneyama
di
atas
didukung
oleh
teori
dari
Koentjaraningrat (2009: 20-21), sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
yang secara sistematik mempelajari kelakuan sosial manusia, yaitu yang
berkenaan dengan pola-pola dan proses interaksi sosial diantara individu
dan kelompok, berupa bentuk-bentuk kelompok sosial, hubungan diantara
kelompok sosial dan pengaruh kelompok sosial terhadap kelakuan individu.
Ilmu sosiologi ini juga berkaitan dengan ilmu antropologi budaya. Di
mana pengertian dari antropologi adalah ilmu yang berkaitan dengan
perilaku sosial masyarakat. Seperti sistem mata pencaharian hidup, sistem
organisasi sosial, sistem religi, berbahasa dan berkesenian. Oleh karena itu
antropologi tidak semata-mata mempelajari masyarakat primitif atau
masyarakat yang sudah punah. Tetapi juga mempelajari masyarakat
sekarang, mempelajari peristiwa-peristiwa sosial, perilaku budaya, sistem
sosial budaya yang sedang terjadi di masyarakat.
20
Dengan pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa antropologi dan
sosiologi memiliki kesamaan yaitu mencari unsur-unsur yang sama di
beragam
masyarakat
dan
kebudayaan
manusia.
Tujuannya
adalah
mencapai pengertian tentang asas-asas masyarakat dan kebudayaan
manusia pada umumnya.
Menurut Sarwono (2007: 3-4) Manusia sebagai mahluk sosial,
tidaklah dapat dipisahkan dari masyarakat. Untuk mempertahankan
eksistensinya, manusia perlu berada bersama orang lain dan mengadakan
interaksi sosial di dalam kelompoknya. Kelompok yang terkecil tetapi
yang paling dekat dengan individu adalah keluarga, baik itu keluarga batih
(nuclear family) maupun keluarga luas (extended family) yang merupakan
gabungan dari beberapa keluarga batih. Dalam interaksi sosialnya, konsep
dari seorang individu mempunyai peran penting. Selama masa kanak kanak keluarga dan lingkungan sosial menentukan ”diri ideal” seorang
anak, yaitu sifat-sifat dan hal-hal yang berkaitan dengan individu itu
sendiri. Diri ideal itu dibentuk berdasarkan norma masyarakat yang
berlaku dan kondisi keluarga serta keadaan individu itu sendiri.
Dilihat dari jenis masyarakat yang melahirkan karya sastra, tidak
bisa dipungkiri sebuah karya sastra bisa terlahir dari jenis masyarakat
yang berbeda, oleh sebab itu terdapat berbagai pembidangan dalam ilmu
sosiologi, selain sosiologi sastra diantaranya adalah ilmu sosiologi yang
mempelajari tentang kesehatan sehingga lahir sosiologi kesehatan yang
didalamnya termasuk tentang sosiologi orang cacat. Secara ilmiah, orang
21
cacat itu secara fisik ia sakit namun selama seseorang masih mampu
melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang itu masih dikatakan
sehat. Batasan ”sehat” yang diberikan oleh organisasi kesehatan sedunia,
(WHO) adalah ”a state of complete physical, mental and social wellbeing”
(WHO, 1981: 38). Dari batasan ini jelas terlihat bahwa sehat itu tidak
hanya menyangkut kondisi fisik mental dan sosial seseorang. Penilaian
tentang kondisi kesehatan individu dapat dibedakan dalam delapan
golongan sebagai berikut:
Tingkat
Psikologis
Medis
Sosial
Normally well
baik
baik
baik
Pessimistic
sakit
baik
baik
Sosially ill
baik
baik
sakit
Hypochondriacal
sakit
baik
sakit
Medically ill
baik
sakit
baik
Martyr
sakit
sakit
baik
Optimistic
baik
sakit
sakit
Seriously ill
sakit
sakit
sakit
22
Penggolongan status kesehatan di atas menunjukkan bahwa penilaian
medis bukanlah merupakan satu-satunya kriteria yang menentukan tingkat
kesehatan seseorang. Banyak keadaan dimana individu dapat melakukan
fungsi sosialnya secara normal padahal secara medis menderita penyakit.
Teori-teori diatas didukung oleh pandangan tentang sosiologi sastra
dari Wolff.
Dalam pandangan Wolff (dalam Faruk, 1994: 3) sosiologi sastra
merupakan disiplin ilmu yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan
baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada
teori yang lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai
kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan antara
sastra dengan masyarakat. Sosiologi sastra merupakan suatu disiplin ilmu
yang memandang teks sastra sebagai pencerminan dari realitas sosial.
Berangkat dari teori ini, maka sosiologi sastra diharapkan mampu
membuat studi tuntas tentang hubungan antara sastra (novel) dengan
realitas sosial (kenyataan hidup), dengan menggunakan metode dialektik
(hubungan timbal-balik) melalui dimensi kepengarangan yang dipandang
menghasilkan karya sastra sebagai tanggapannya terhadap realitas sosial
yang ia hadapi sehingga disebut sebagai “hubungan dialogis langsung”.
Pandangan yang populer dalam studi sosiologi sastra adalah
pendekatan cermin. Melalui pendekatan ini, karya sastra dimungkink an
menjadi cermin pada jamannya.
23
Menurut teori pengkajian fiksi dari Nurgiyantoro (2007 : 23), novel sebagai
karya fiksi dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik. Novel memiliki unsur
peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Unsur-unsur
tersebut digunakan dalam rangka mengkaji atau membicarakan atau menganalisis
karya sastra pada umumnya.
Unsur intrinsik yang dibahas dalam penelitian ini, hanya terbatas pada unsur
tokoh dan latar yaitu latar sosial. Unsur tokoh dalam novel, dilihat dari dialog
antar tokoh menunjukkan interaksi tokoh. Unsur latar sosial dalam novel sangat
didukung pada pemunculan aspek budaya kyouiku mama yang terdapat dalam
novel ikitemasu, 15sai.
Teori-teori tersebut didukung dengan konsep pengaruh sosial lain dalam
interaksi sosial tokoh. Faktor-faktor sosial lain yang juga berpengaruh terhadap
individu yang dimaksud adalah :
a. Rumah
Dalam keluarga, anak mulai mengenal dunia pertama yang memberi pengalaman
berharga, inilah pembentukan kepribadian dan menjadi alasan bagi kepribadian
anak selanjutnya. Menurut S. Stanfel Sargent (dalam Santoso, 2010: 93-94) aspek
keluarga yang penting di dalam sosialisasi bagi anak adalah Hubungan antar
orang tua, hubungan orang tua-anak, hubungan antar saudara sekandung.
b. Sekolah
Para ahli sosiologi, antropologi, psikologi sependapat bahwa pendidikan
meningkatkan proses perkembangan intelek, perasaan dan sosial yang sudah
24
dimulai dari rumah. Dengan kata lain, sekolah ikut serta/berperan aktif dalam
rangka pembentukan kepribadian dengan jalan anak mempelajari kebiasaan, sikap
individu lain, pengalaman baru dan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan.
c. Masyarakat
Masyarakat merupakan dunia ketiga yang dialami oleh si anak dan merupakan
masa paling lama bagi anak di dalam kehidupannya sampai si anak dewasa,
bahkan menjadi orang tua.
d. Status sosial ekonomi
Pengaruh status sosial ekonomi berkisah pada keadaan lahiriah seperti kaya,
miskin, pemimpin, orang-orang berpengaruh, sedang keadaan rohaniah seperti
berpendidikan,
ahli,
pekerjaan.
Status
sosial
ekonomi
membatasi
dan
mempengaruhi anak di dalam kontak/hubungan sosial. Dengan kata lain, status
sosial ekonomi sangat berpengaruh di dalam pembentukan kepribadian anak
melalui interaksi sosial, seperti sikap, minat, nilai, dan kebiasaan anak tersebut.
Status sosial ekonomi anak berasal dari status sosial ekonomi yang telah dimiliki
sebelum lahir (Santoso, 2010 : 90-101).
Teori ini akan membantu dalam menjelaskan keterkaitan antara sosial tokoh
dengan lingkungan sosialnya. Teori ini berkaian dengan konsep ningen kankei
(人間関係). Karena faktor-faktor sosial dalam teori ini terdapat juga dalam novel
25
yang berkaitan dengan konsep ningenkankei (人間関係) yaitu rumah (miuchi 「身
内」), sekolah (nakama「仲間」), dan masyarakat (douhou「同胞」).
Download