BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan bahan makanan semakin meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk di berbagai negara seperti Indonesia. Bahan makanan yang dibutuhkan pun semakin bervariasi bukan hanya terbatas pada makanan pokok seperti beras. Sehingga pertanian semakin dituntut untuk dapat lebih produktif pada berbagai komoditas pangan. Padahal selama ini banyak penggunaan sawah hanya terpaku pada komoditas beras. Hal ini menyebabkan komoditas pangan lain atau palawija belum begitu optimal. Disamping bahwa pola tanam yang sama setiap musim juga akan mengakibatkan dampak negatif terhadap budidaya di lahan sawah tersebut. Menurut Beet (1982), penerapan sistem tanam monokultur kurang efisien dalam pemanfaatan lahan, waktu dan tenaga kerja. Selain itu juga mempunyai resiko kegagalan yang tinggi terutama dalam hal pemanfaatan pupuk yang kurang efisien. Oleh sebab itu, upaya pergiliran tanam perlu dilakukan yaitu dengan pola padi-padi-palawija. Menurut Rao & Willey (1980), penanaman dua jenis tanam lebih efisien dalam pemanfaatan sumberdaya dan waktu dibandingkan dengan sistem tanam monokultur. Agar dapat menggunakan pola tersebut perlu ada penataan pengelolaan air yang baik untuk mencukupi kebutuhan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan air pada suatu lahan agar sesuai dengan kebutuhan memerlukan saluran irigasi dan drainase yang direncanakan dengan baik. Saluran irigasi 1 2 berfungsi untuk menyalurkan air yang diperlukan tanaman. Sementara saluran drainase berfungsi untuk membuang kelebihan air pada lahan agar tidak merusak tanaman. Drainase diperlukan terutama pada pembukaan lahan basah atau lahan pasang surut. Sejauh ini sudah dikenal dua sistem drainase, yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Pada drainase permukaan air dibuang melalui saluran-saluran yang dibuat di atas permukaan tanah. Sedangkan pada drainase bawah permukaan saluran-saluran tersebut dibuat dibawah permukaan tanah. Salah satu tipe drainase bawah permukaan adalah drainase lorong. Penanaman palawija di lahan sawah pada akhir musim penghujan, khususnya di tanah lempung berat, sering dihadapkan pada persoalan waktu tunggu tanam yang cukup lama. Hal ini disebabkan kandungan lengas tanah di lapisan olah masih sangat tinggi serta laju penurunan kadar lengas tanah rendah, sehingga kurang sesuai untuk pertumbuhan awal tanaman palawija. Pengunduran waktu tanam palawija dapat mengakibatkan resiko kekurangan air di musim kemarau dan meningkatnya kebutuhan air irigasi di akhir periode pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu perlu dilakukan rekayasa yang dapat membantu meningkatkan laju penurunan lengas tanah pada lapisan olah sehingga sesuai untuk pertumbuhan awal tanaman palawija. Salah satu rekayasa yang dilakukan adalah dengan membuat lorong pengatus (mole drainage) di atas lapisan keras (hard pan). 3 Penambahan tahap pengolahan tanah ini tentu akan menambah biaya operasional pada budidaya. Sehingga harus dicari metode pembuatan pengatusan yang paling efisien. Dan untuk mendapatkan metode pembuatan lorong pengatus yang optimal maka perlu dilakukan pencarian faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pembuatan lorong pengatus. Dalam penelitian ini faktor utama yang diduga mempengaruhi kinerja pembuatan lorong pengatus adalah Kadar Lempung berdasarkan kadar lempung dan kedalaman bajak. Beberapa penelitian tentang lorong pengatus pada tanah lempung berat telah banyak dilakukan diantaranya oleh Leeds-Harrison dkk (1982), Goss (1983), Jha dan Koga (1995), Rozaq (1992, 1993), Purwantana (1993, 1994), serta Puspito (1997). 1.2. Tujuan Pembuatan lorong pengatus sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah dan sifat mekanika tanah dan oleh sebab itu pembuatan lorong pengatus perlu memperhatikan faktor-faktor tersebut. Diantara faktor tersebut adalah Kadar Lempung dan kedalaman bajak. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji pengaruh perbedaan tekstur tanah dan kedalaman bajak terhadap gaya pembuatan lorong pengatus dangkal. 2. Mengkaji pengaruh perbedaan tekstur tanah dan kedalaman bajak terhadap jumlah dan panjang retakan permukaan tanah hasil pembajakan. 4 3. Menentukan jarak lorong acuan pembuatan pengatus dangkal berdasarkan tekstur tanah dan kedalaman bajak. 1.3. Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium dengan menggunakan model bajak lorong dan dilakukan pada tanah terusik di dalam soil bin dengan diasumsikan berstruktur homogen berdasarkan berat volume dan kadar air yang variasinya ditentukan. 1.4. Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu dasar untuk memperhitungkan kedalaman efektif pembuatan lorong pengatus untuk mengoptimalkan sistem pengairan dan pengatusan pada pola tanam padipadi-palawija di lahan persawahan dengan mempercapat penanaman palawija di lahan sawah.