molecular identification using pcr (polymerase chain reaction)

advertisement
MOLECULAR IDENTIFICATION USING PCR (POLYMERASE CHAIN
REACTION) AND DNA SEQUENCING OF STRAIN DETERMINATION
PATHOGENIC BACTERIA CAUSE ACUTE RESPIRATORY INFECTION
(Klebsiella pneumoniae)
IDENTIFIKASI MOLEKULAR DENGAN TEKNIK PCR (POLYMERASE
CHAIN REACTION) DAN SEKUENSING DNA TERHADAP PENENTUAN
STRAIN BAKTERI PATOGEN PENYEBAB INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (Klebsiella pneumoniae)
Suraya Chairunisa, Priyo Wahyudi, Supandi
Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Abstract
Klebsiella pneumoniae is a patogenic bacteria causing acute respiratory infection
disease especially for pneumoniae. This research aims at determining the strain of
the bacterium Klebsiella pneumoniae. Accurate identification in a short time for the
bacteria Klebsiella pneumoniae by Polymerase Chain Reaction (PCR) technique.
PCR is an enzymatic process that can double a particular nucleotide sequence in
vitro. The process begining by isolating Klebsiella pneumoniae bacteria as a
pathogenic bacteria by Gene Purification JET KIT methods. DNA isolates was
amplified with primers 16S rRNA and processed through the stages of DNA
sequencing. Sequencing process was evidenced by uploading results to Genbank
sequences using the BLAST program. The results stated that the sequence DNA of
Klebsiella pneumoniae isolated from Siloam Hospital Karawaci Tangerang-Banten
have a percent similarity of 97% of the bacteria Klebsiella pneumoniae strain DSM
30104.
Keyword : Klebsiella pneumoniae, DNA, PCR, DNA Sequencing
Klebsiella pneumoniae adalah bakteri patogen penyebab penyakit ISPA khususnya
pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan strain
dari bakteri Klebsiella pneumoniae .Identifikasi yang akurat dengan waktu singkat
untuk bakteri Klebsiella pneumoniae yaitu dengan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR). PCR merupakan suatu proses enzimatik yang dapat melipatgandakan suatu
sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. Proses diawali dengan mengisolasi DNA
genom bakteri Klebsiella pneumoniae sebagai bakteri patogenik dengan metode Gene
JET Purification KIT. Isolat DNA diamplifikasi dengan primer 16S rRNA dan
diproses melalui tahap sekuensing DNA. Proses sekuensing dibuktikan dengan mengupload hasil sekuens ke Genbank menggunakan program BLAST. Hasil menyatakan
bahwa sekuens DNA Klebsiella pneumoniae dari isolat Rumah Sakit Siloam
Karawaci Tangerang-Banten memiliki persen kemiripan sebesar 97% terhadap
bakteri Klebsiella pneumoniae strain DSM 30104.
Kata Kunci : Klebsiella pneumoniae, DNA, PCR, Sekuensing DNA
1
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terdapat
pada saluran nafas atas maupun saluran nafas bagian bawah yang dapat berlanjut
menjadi penyakit pneumonia. Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri Gram
negatif penyebab utama pneumonia. Di Indonesia, Klebsiella pneumoniae salah satu
penyebab dari pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial. Tercatat sebesar
45.18% sebagai penyebab pneumonia komunitas pada tahun 1998-2003 dengan
jumlah terbanyak. Sedangkan penyebab pneumonia nosokomial tercatat sekitar
19,51% pada tahun 2002 (PDPI 2003). Karena jumlah kasus yang telah tercatat cukup
mengkhawatirkan, identifikasi yang akurat untuk bakteri Klebsiella pneumoniae
menjadi peranan yang sangat penting.
Metode identifikasi bakteri yang umum dilakukan adalah metode dengan
teknik mikrobiologi. Seiring dengan perkembangan teknologi, proses
pengidentifikasian bakteri dapat diupayakan lebih cepat dan lebih akurat dengan
menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR merupakan suatu
proses sintesis enzimatik yang dapat melipatgandakan secara eksponensial suatu
sekuen nukleotida tertentu secara in vitro (Yuwono 2006) dengan menggunakan
sepasang primer oligonukleotida yang berperan sebagai inisiasi amplifikasi molekul
DNA dalam waktu singkat.
Gen penanda yang akan digunakan adalah Gen 16S rRNA. Penggunaan Gen
16S rRNA untuk mengidentifikasi suatu jenis isolat bakteri yang belum dikenali
(Clarridge 2004). Identifikasi bakteri uji (Klebsiella pneumoniae) dilakukan dengan
menggunakan sekuen Gen 16S rRNA untuk mempelajari hubungan filogenetik dari
suatu spesies bakteri berdasarkan daerah conserved-nya (Willson et al. 2011).
Penentukan analisis sekuen dilakukan dengan proses sekuensing DNA. Proses
sekuensing DNA adalah proses penentuan urutan basa suatu DNA dengan prinsip
reaksi polimerisasi DNA secara enzimatis. Hasil analisa sekuen gen tersebut
menemukan persamaan secara jelas tentang kemungkinan bakteri uji tersebut bersifat
spesifik terhadap spesies dari galur Klebsiella pneumoniae atau tidak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab ISPA
berdasarkan hasil sekuen Gen 16S rRNA dari suatu isolat yang diperoleh dari Rumah
Sakit Siloam Karawaci Tangerang-Banten. Penelitian ini diharapkan dapat
menentukan strain bakteri Klebsiella pneumoniae.
METODOLOGI
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer,
mortar, stemper, batang pengaduk, spatel, timbangan analitik, vortex, micropipet,
tube sentrifus 2 ml, jarum ose, inkubator, autoklaf, laminar air flow, water bath,
microcentrifuge refrigerator (Bio-Lion XC-HR 20), elektroforesis (Mupid EXU),
Peltier Thermo Cycler (Tanach RAY MG48), UV-transiluminator (Extra Gene).
2
Bahan Penelitian
Isolat bakteri dari Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang-Banten,
Aquabides, Ethanol 50% dan 96%, ddH2O, dan GeneJET Genomic DNA Purification
Kit (Thermo Scientific) yang terdiri dari lysis solution, digestion solution, proteinase
K, RNAse solution, wash buffer I, wash buffer II dan elution buffer, Agarosa, Bufer
TBE (Tris Bifosfat EDTA) 1X, Etidium Bromida, loading dye (Thermo Scientific),
Gene Ruler 1 kb DNA ladder (Fermentas), Maxima Hot Star Green PCR Master Mix
2x (Thermo Scientific), berupa forward primer 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG
CAA GTC-3’) dan reverse primer 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’)
Isolasi DNA Genom dengan GENEJet Kit
Isolat bakteri terlebih dahulu dikultur dalam medium nutrient broth dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Sebanyak 1,5-2,0 ml kultur bakteri dalam
tabung mikrosentrifus steril disentrifus pada kecepatan 5000 x g selama 10 menit.
Supernatan yang terbentuk dalam tabung dibuang lalu endapan sel bakteri
ditambahkan dengan 20 μl larutan Proteinase K dan 180 μl digestion solution, lalu
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 56oC sambil sesekali dihomogenkan.
Kemudian 20 μl RNAse solution ditambahkan ke dalam tabung, dihomogenkan dan
diinkubasi suhu ruang selama 10 menit. Lalu 200 μl lysis solution ditambahkan dan
dihomogenkan selama 15 menit. Selanjutnya ditambahkan 400 μl ethanol 50%
sampai tercampur. Kemudian campuran tersebut dipindahkan ke kolom GeneJET
Genomic DNA Purification yang dilengkapi dengan collection tube dan disentrifus
pada kecepatan 6000 x g selama 1 menit. Kemudian larutan dalam collection tube
dibuang, diganti dengan collection tube 2 ml yang baru untuk ditambahkan 500 μl
wash buffer I yang telah dilarutkan dengan etanol 96% dan disentrifus pada kecepatan
8000 x g selama 1 menit. Larutan dalam collection tube dibuang, diganti dengan
collection tube yang baru. Kemudian di tambahkan 500 μl wash buffer II yang sudah
dilarutkan dengan etanol 96%, disentrifus dengan kecepatan 12000 x g selama 3
menit. Larutan dipindahkan kedalam kolom GeneJET Genomic DNA Purification ke
tube mikrosentrifus steril 1,5 ml dan ditambahkan 200 μl elution buffer. Larutan
diinkubasi selama 2 menit pada suhu ruang, dan disentrifus pada kecepatan
8000 x g selama 1 menit. Kolom purifikasi di buang, DNA disimpan dalam suhu 20oC (Thermo Scientific 2011).
Analisis DNA Genom dengan Elektroforesis
Gel agarosa 1,4% digunakan untuk elektroforesis DNA genom dilakukan
dengan voltase 100 volt selama 30 menit. Agarosa 1,4% dibuat dengan cara
mendidihkannya sebanyak 0,7 g dalam 50 ml aquabides steril sampai larut. Setelah
larut, agarosa didiamkan sampai agak dingin. Setelah itu larutan dituang dalam
cetakan gel, sisir dipasangkan dan didiamkan hingga membeku. Kemudian sisir di
angkat dan nampan dipindahkan ke wadah elektroforesis yang terlebih dahulu
diberikan larutan bufer TBE 1x hingga menggenangi permukaan agarosa. Hasil
isolasi DNA sampel sebanyak 2 μl dicampurkan dengan 10 μl loading dye 6x.
Larutan dicampurkan secara pipetting kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel
sebanyak 10 μl. Sebanyak campuran 2 μl DNA ladder, 2 μl loading dye 6x, dan 8 μl
3
ddH2O dimasukkan ke sumur gel yang berbeda. Gel kemudian direndam dalam
larutan etidium bromida selama 15 menit dalam ruangan yang gelap. DNA kemudian
divisualisasikan di UV-transluminator.
Amplifikasi DNA Target 16S rRNA dengan PCR
Sejumlah 25 μl Maxima Hot Star Green PCR Master Mix 2x (Thermo
Scientific), 3 μl hasil isolasi DNA, 2,5 μl primer forward dan reverse dan 17 μl
ddH2O ditambahkan dalam mikrotube 0,2 ml. Larutan kemudian divortex dan di spin
down. Sepasang primer sebanyak 2 μl ditambahkan ke dalam larutan lalu
dihomogenkan. Larutan dipipet sebanyak 22 μl dan dimasukkan ke dalam microtube.
Kemudian ditambahkan 3 μl template DNA, dihomogenkan dan spin down kembali
lalu dimasukkan ke dalam PCR.
Proses PCR diawali dengan proses denaturasi awal pada suhu 94 oC selama 3
menit untuk memisahkan untai DNA secara sempurna. Selanjutnya diikuti dengan 30
siklus yang terdiri atas denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing 55oC selama 1
menit, ekstensi 72oC selama 10 menit dan ekstensi akhir dilakukan pada suhu 72oC
selama 10 menit. Amplikon dilakukan elektroforesis selama 30 menit pada gel
agarosa 1,4 % dengan tegangan 100 volt. Pada sumur yang berbeda, dimasukkan
DNA ladder 1 kb dalam aquabides lalu divisualisasikan di UV-transluminator.
(Thermo Scientific 2011).
Sekuensing Gen 16S rRNA
Amplikon dimasukkan ke dalam microtube 0,5 ml kering dan steril. Untuk
mencegah kebocoran dan perembesan, microtube diberi label dan disegel dengan
parafilm. Sampel dikirim ke First BASE Laboratories, Malaysia untuk selanjutnya
dilakukan purifikasi dan sekuensing DNA. Sekuen DNA yang diperoleh kemudian
dibandingkan dan dikarakterisasi dengan sekuen database National Centre of
Biotecnologi Information (NCBI) pada situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov dengan
program BLAST. Kemudian dipilih sekuen Gen 16S rRNA dari bakteri yang muncul
pada database setelah diperoleh kemiripannya dengan bakteri lain.
Analisa Data
Data hasil deteksi PCR dengan elektroforesis dianalisis berdasarkan ada
tidaknya potongan pita DNA yang terbentuk, dan data yang ditampilkan dalam
bentuk deskriptif berisi tabel dan gambar.
Hasil dan Pembahasan
Proses isolasi DNA dilakukan sesuai dengan protokol yang terdapat pada
GeneJET Genomic DNA Purification Kit untuk bakteri Gram negatif karena bakteri
patogen hasil isolasi merupakan bakteri patogen jenis Gram negatif. Tahap penting
dalam isolasi DNA adalah proses perusakan atau penghancuran membran dan dinding
sel. Pemecahan sel (lisis) bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme et al. 1998).
Sentrifus dilakukan untuk memisahkan medium dengan bakteri dan menjamin agar
medium tidak ikut terbawa. Penambahan digestion solution dan proteinase K akan
membuat sel lisis, sehingga memungkinkan hancurnya struktur protein dan pelepasan
4
asam nukleat dari inti sel. Komponen RNA juga harus dihilangkan dengan
penambahan RNAase solution, sehingga DNA dapat diisolasi secara utuh. Pemurnian
atau purifikasi DNA dapat dilakukan dengan penambahan lysis solution. Larutan
wash buffer I dan wash buffer II digunakan untuk menjaga struktur DNA selama
proses penghancuran dan purifikasi sehingga memudahkan dalam menghilangkan
protein dan RNA serta mencegah perubahan pada molekul DNA. Elution buffer
digunakan untuk menghasilkan DNA dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan
menjadikan DNA terelusi dengan sempurna.
Setelah didapat DNA murni hasil isolasi, DNA dipisahkan menggunakan
elektroforesis gel agarose 1,4% dalam bufer TBE 1X dengan voltase 100 volt selama
30 menit. TBE 1x berfungsi sebagai media penghantaran listrik, karena mengandung
elektrolit berupa ion-ion yang dapat meningkatkan konduktifitas sehingga laju
migrasi DNA akan lebih mudah. Loading dye mengandung xylene cyanol dan
bromophenol blue berfungsi sebagai pewarna DNA sehingga mempermudah
visualisasi pada saat elektroforesis. Pemisahan ditandai dengan DNA ladder 1 kb
yang memiliki rentang pemisahan dari 250 bp hingga 10000 bp.
Hasil elektroforesis (elektroforegram) direndam dalam etidium bromida dan
dibilas dalam aquabides. Proses pembilasan dilakukan dalam waktu 5 menit untuk
menghindari kerusakan DNA akibat pengaruh lingkungan. Elektroforegram
divisualisasikan di atas UV transluminator untuk melihat fragmen DNA.
X
Gambar 1. Elektroforegram isolat DNA Klebsiella pneumoniae K6 dari pasien
ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang-Banten. M: DNA
ladder 1 kb, K6: Isolat DNA, X: Pita DNA Klebsiella pneumoniae K6
Gambar 1 memperlihatkan visualisasi dengan UV transiluminator yang menunjukan
pita DNA dengan ukuran sekitar 250 pb. Ukuran pita DNA sangat kecil dan terlihat
smear, karena pengaruh mekanis saat proses isolasi yang kurang hati hati dan teliti
dan penyimpanan yang terlalu lama sehingga kemungkinan berkurangnya jumlah
komponen murni DNA bisa terjadi.
Proses selanjutnya adalah amplifikasi isolat DNA menggunakan metode
Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan forward primer 63f (5’CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan reverse primer 1387r (5’-GGG CGG
WGT GTA CAA GGC-3’). Primer ini banyak digunakan untuk mengamplifikasi gen
5
16S rRNA dari bakteri secara umum (Marchesi et al. 1998). Proses PCR dalam
penelitian ini menggunakan PCR master mix 2x yang mengandung taq polymerase
DNA, bufer, MgCl2, dan dNTP. PCR master mix 2x adalah larutan dengan dua kali
jumlah konsentrasi dari semua komponen yang dibutuhkan dalam PCR, kecuali
primer dan DNA template. PCR master mix 2x memiliki keuntungan yaitu dapat
mengurangi kontaminasi karena meminimalisir proses pippeting dan menghemat
waktu karena dapat langsung digunakan tanpa harus melakukan proses pencampuran.
Proses amplifikasi dilakukan menggunakan PCR dengan denaturasi awal
pada suhu 94°C selama 3 menit untuk mempersiapkan untai DNA yang akan
didenaturasi. Denaturasi pada suhu 94°C selama 1 menit bertujuan untuk
memisahkan untai ganda DNA. Annealing pada suhu 55°C selama 1 menit untuk
memberi waktu pada primer menempel pada daerah target tertentu dari target DNA.
Ekstensi pada suhu 72oC selama 5 menit dilakukan dengan tujuan untuk
memperpanjang primer. Ekstensi akhir pada suhu 72 oC yang bertujuan untuk
menyempurnakan proses penggabungan untai DNA. Proses denaturasi, annealing,
dan ekstensi dilakukan sebanyak 30 siklus bertujuan untuk melipatgandakan
amplikon.
Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan Maxima Hot Start Green PCR
Master mix (2x) dari Thermo Scientific untuk mempermudah pengerjaan dan
ketepatan jumlah komponen PCR yang ditambahkan. Semua proses penambahan
komponen PCR dilakukan pada suhu dingin karena enzim DNA polimerase pada
master mix akan memulai aktivitasnya pada suhu dingin. Analisis amplikon hasil
PCR dipisahkan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1,4% pada tegangan 100
volt selama 30 menit dan divisualisasikan di atas UV transluminator.
X
Gambar 2. Elektroforegram Amplikon Gen 16S rRNA bakteri Klebsiella
pneumoniae K6 dari pasien ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci
Tangerang-Banten. M: DNA ladder 1 kb, K6: Hasil amplifikasi
isolat DNA, X: Pita amplikon DNA Klebsiella pneumoniae K6
Gambar 2 memperlihatkan visualisasi dengan UV translluminator
menunjukan pita DNA dengan ukuran sekitar 4000 pb. Meskipun pita-pita DNA yang
dihasilkan kurang baik, tetapi DNA hasil isolasi dapat teramplifikasi dengan baik,
6
sehingga didapatkan produk DNA target yang cukup untuk proses selanjutnya. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa pada proses amplifikasi dengan PCR tidak harus
dibutuhkan DNA dengan kuantitas yang benar-benar murni, karena keuntungan PCR
salah satunya adalah dapat mengamplifikasi DNA target hanya dalam jumlah yang
relatif kecil dan PCR dapat dikatakan memiliki tingkat sensifitas yang tinggi terhadap
DNA genom.
Proses selanjutnya adalah proses Sekuensing DNA. Analisa hasil sekuensing
dilakukan dengan meng-input data hasil sekuens (query) pada program resmi
GenBank. Sebelum meng-input data ke GenBank, data hasil sekuen dilakukan analisa
terlebih dahulu untuk melihat bentuk elektroferogram yang didapat.
Gambar 3. Elektroforegram Sekuen Gen 16S rRNA dari bakteri Klebsiella
pneumoniae K6 dari pasien ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci
Tangerang-Banten dengan Primer Reverse 1387r
Gambar 4. Elektroforegram Sekuen Gen 16S rRNA bakteri Klebsiella
pneumoniae K6 dari pasien ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci
Tangerang-Banten dengan Primer Forward 63f
Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan hasil analisa sekuens yang terdiri dari
puncak dan urutan basa nitrogen. Hasil puncak menunjukan data yang kurang baik,
karena puncak yang dihasilkan saling berhimpitan satu sama lain. Puncak yang
saling berhimpitan ini bisa terjadi akibat penempelan primer yang kurang sempurna
pada saat proses amplifikasi, sehingga akan muncul puncak yang saling bertumpuk
saat dianalisa dengan mesin sekuenser.
Sekuen yang telah diperoleh dianalisis dengan data yang serupa dengan data
yang telah dipublikasikan sebelumnya di GenBank menggunakan program situs
online yaitu situs http://www.ncbi.nlm.gov. Program yang digunakan untuk
menentukan similaritas antar sekuens DNA adalah BLAST dan ClustalW. Di dalam
7
kedua program tersebut terdapat algoritme yang dapat berfungsi mengukur kemiripan
antar sekuens DNA yang diperbandingkan. Perbedaannya, ClustalW mengukur
kemiripan di antara beberapa input sekuens, sedangkan BLAST membandingkan satu
input sekuens dengan semua sekuens yang ditemukan dalam database. Pengukuran
kemiripan menggunakan ClustalW dapat digunakan untuk membuat pohon
filogenetik yang menggambarkan hubungan evolusi antar spesies, sedangkan BLAST
mengukur semua kemiripan tanpa melihat hubungan evolusi.
Gambar 5. Hasil Uji Spesifitas Sekuen Gen 16S rRNA bakteri Klebsiella
pneumoniae K6 dari pasien ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci
Tangerang-Banten terhadap Primer 63f dan 1387r Dengan
BLASTN
Dari gambar 5 menunjukan hasil BLAST dengan NCBI didapatkan data
berupa garis-garis bewarna merah. Hasil ini menunjukkan tingkat kemiripan
berdasarkan suatu skala pada sekuens-sekuens yang telah disejajarkan. Warna merah
menunjukkan bahwa data hasil BLAST valid, karena jika datanya kurang bagus akan
ditunjukkan dengan warna biru sampai hitam. Hasil yang didapat menunjukkan garisgaris bewarna merah yang berarti kedua sekuens memiliki tingkat kemiripan yang
sangat mirip yaitu lebih dari 200 nukleotida
8
Gambar 6. Hasil Uji Spesifitas Sekuen Gen 16S rRNA bakteri Klebsiella
pneumoniae K6 dari pasien ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci
Tangerang-Banten dengan BLASTN
Gambar 6 merupakan kelanjutan dari hasil BLASTN, dari data tersebut
didapatkan hasil bahwa sampel isolat memiliki persen kemiripan 97% pada jenis
bakteri Klebsiella pneumoniae strain DSM 30104. Nilai nol pada E-value
menunjukkan sekuens homolog dengan sekuens yang terdapat di GenBank. Dari hasil
identifikasi yang dilakukan secara molekular, didapatkan hasil yang sama dengan
identifikasi secara mikrobiologi. Namun penelitian secara molekular memiliki hasil
yang lebih luas karena bisa terlihat sampai pada tingkatan strain bakteri tersebut
sedangkan untuk identifikasi secara mikrobiologi hanya sampai pada pembuktian
suatu spesies bakterinya saja.
9
Gambar 7. Sekuens Gen 16S rRNA bakteri Klebsiella pneumoniae strain DSM
30104 dengan BLASTN
Dari gambar 7 menunjukan bahwa terdapat garis-garis penghubung antara
sekuens yang berada di atas dengan sekuens yang berada di bawah. Garis ini
menunjukkan adanya kesesuaian antara kedua sekuens dengan tingkat kesesuaian
sebesar 97%. Sedangkan bagian-bagian yang tak terhubung pada garis (gaps)
menunjukkan adanya perbedaan dari kedua sekuens tersebut pada saat proses
penyejajaran.
Data sekuen Gen 16S rRNA dari sampel isolat kemudian dibandingkan
dengan beberapa data sekuen Gen 16S rRNA dari beberapa spesies lainnya. Hasil
perbandingan sekuen ini kemudian akan divisualisasikan dalam pohon filogenetik
yang dapat menunjukkan hubungan kekerabatan antara satu galur dengan galur yang
lainnya.
10
Gambar 8. Pohon Filogenetik Sekuen Gen 16S rRNA bakteri Klebsiella
pneumoniae K6 dari pasien ISPA Rumah Sakit Siloam Karawaci
Tangerang-Banten dengan Blast Tree View
Pohon filogenetik selain menunjukkan kekerabatan antar spesies yang
diperbandingkan, juga menggambarkan perubahan yang terjadi pada gen penanda
untuk masing-masing spesies. Gambar 8 merupakan hasil representasi dari sampel.
Dari pohon filogenetik diketahui bahwa sampel yang memiliki persentase kemiripan
97% dengan Klebsiella pneumoniae strain DSM 30104 memiliki hubungan yang
dekat dengan Klebsiella variicola strain At-22.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan penyejajaran Gen 16S
rRNA menggunakan program NCBI, didapatkan hasil akhir yang menunjukkan
bahwa sekuens DNA Klebsiella pneumoniae K6 dari isolat bakeri Rumah Sakit
Siloam Karawaci Tangerang-Banten memiliki persen kemiripan sebesar 97%
terhadap Klebsiella pneumoniae strain DSM 30104.
DAFTAR PUSTAKA
Clarridge JE. 2004. Impact of 16S rRNA Gene Sequence Analysis for Identification
of Bacteria on Clinical Microbiology and Infectious Diseases. Journal
Clinical Microbiology Reviews. Vol 17 Hlm. 840-862.
Edvotek. 2003. Principles and Practice of Agarose Gel Electrophoresis. The
Biotechnology Education Company. http://www.edvotek.com. diakses 19
feb 2014.
11
PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Pneumonia Komuniti: Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI. Jakarta. Hlm. 8.
Promega corporation. 2010. Wizard Genomic DNA Purification Kit. USA.
Thermo Scientific. 2011. Genomic DNA Purification Protocols. Thermo Fisher
Scientific Inc.
Thermo Scientific. 2011. Protocol Maxima Hot Start Green PCR Master Mix (2x).
Thermo Fisher Scientific Inc.
Wilson BA, Salyers AA, Whitt DD, Winkler ME. 2011. Bacterial Pathogenesis Third
Edition. ASM Press, Washington DC. Hlm. 12, 80-83.
Yuwono T. 2006. Teori Dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Andy Publisher,
Yogyakarta. Hlm. 1-23, 23-278, 217-218.
12
Download