BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dalam BAB IV maka dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab pokok permasalahan dalam BAB I, yakni: 1. Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh CAP terhadap AoA WTO adalah: Berkaitan dengan prinsip MFN, ternyata UE memberikan perlakuan khusus (previllage) atas produk cocoa dari ACP yakni berupa 0%, sedangkan produk cocoa dari Indonesia mendapatkan tariff beragam berdasarkan GSP. Meskipun negara yang tergabung dalam ACP adalah bekas negara jajahan UE. Namun, UE telah berlaku diskriminasi atas produk cocoa dari ACP dan Indonesia. Untuk hambatan non-tariff UE pun sangat ketat dalam hal sanitasi. Setiap produk yang masuk ke Uni Eropa harus sesuai dengan standard ketentuan UE. Dalam hal tingkatan subsidi ekspor, setalah Uruguay Round berakhir tingkatan subsidi ekspor UE mengalami penurunan. Penurunan mulai terjadi setelah periode 2004/2005 hingga periode 2009/2010 hingga -51.73%. Meskipun besaran subsidi ekspor UE telah mengalami penurunan, namun untuk hal bantuan domestik atau domestic support UE, untuk amber box UE telah berupaya untuk menurunkannya sehingga penurunan amber box dapat terlihat sejak periode 2006/2007 hingga 2009/2010 sebesar -52.40%. Untuk AMS masih cenderung stabil mulai 2004/2005 hingga 8 2 82 2009/2010 sebesar € 71,000,000,-. Komitmen UE untuk mengurangi AMS masih sedikit, sehingga dalam hal ini UE masih melindungi kesejahteraan petaninya. Kebijakan UE dalam memberikan subsidi kepada petani telah bertentangan dengan Article 20 AoA. 2. Dampak yang ditimbulkan oleh CAP bagi negara berkembang untuk India adalah berupa adanya larangan untuk menghentikan import mangga dari India ke UE. Alasan UE melakukan menghentian import mangga dikarenakan ditemukannya lalat buah pada box mangga dari India, yang mana lalat buah tersebut dapat mengancam panen buah dan sayur di UE. Akibat dari pengentian import tersebut membuat harga mangga di India mengalami penurunan. Sedangkan bagi Indonesia adalah ketatnya aturan sanitasi pada produk pertanian, khususnya produk pala. Ekspor pala Indonesia ke UE mengalami penurunan 2009-2012 yang mana UE menemukan kadar aflatoksin dalam pala Indonesia. Dengan temuan UE tersebut penurunan ekspor pala Indonesia selama kurun 2009 hingga 2012 yang paling drastis adalah setelah 2011. Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 3,973,000,- atau -11.46%. Meskipun ketatnya kebijakan sanitasi yang diterapkan oleh UE, dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat, namun telah memberikan dampak kerugian yang tidak sedikit bagi negara lain. 3. Sehingga upaya yang dilakukan oleh negara berkembang, India dalam menghadapi larangan import mangga adalah dengan cara melakukan pendekatan kepada UE untuk menghentikan larangan import mangga, termasuk mendapat bantuan dari Inggris. Selain upaya secara diplomatis, dari dalam negeri India pun mengalami 83 pembenahan. Dengan melakukan peninjauan ulang tentang sistem pemeriksaan terhadap barang yang akan diekspor yang dimonitor oleh petugas karantina tumbuhan. Sedangkam untuk Indonesia yakni mengadakan kerjasama bilateral dengan UE. Antara Indonesia dan UE sepakat untuk membentuk CEPA atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif. Dengan CEPA, maka terbuka peluang bagi Indonesia untuk membahas masalah mengenai isu perdagangan, hambatan perdagangan, serta kemudahan akses pasar bagi Indonesia. Berkaitan dengan masalah aflatoksin dalam pala Indonesia, UE memberikan bantuan kepada Indonesia untuk meningkatkan kualitas pala Indonesia, sehingga pala asal Indonesia dapat diterima oleh UE. 84